You are on page 1of 7

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan/atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. (Depkes RI, 2003).

Sebagai faktor penyebab kecelakaan kerja, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Secara umum, timbulnya kecelakaan kerja sering diakibatkan oleh oleh dua faktor utama yaitu tindakan tidak aman (unsafe act) dan kondisi tidak aman (unsafe condition ) (Depkes RI, 2003).

Unsafe act adalah suatu tindakan seseorang yang menyimpang dari aturan yang sudah ditetapkan dan dapat mengakiatkn bahaya bagi diri sendiri maupun orang lain. Sedangkan unsfe condition adalah semua kondisi yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain, peralatan maupun lingkungan yang ada disekitarnya.

Penelitian lain yang dilakukan oleh DuPont Company menunjukkan bahwa kecelakaan kerja 96% disebabkan oleh unsafe behavior dan 4% disebabkan oleh unsafe condition (Halim, 2009).

Salah satu kondisi lingkungan kerja yang memiliki resiko tinggi terhadap timbulnya gangguan masalah kesehatan kepada para pekerjanya adalah industri bengkel las (Sonawan, 2004). Las Oxy-Acetylene (las asetilin) adalah proses pengelasan secara manual, dimana permukaan yang akan disambung mengalami pemanasan sampai mencair oleh nyala (flame) gas asetilin (yaitu pembakaran C2H2 dengan O2), dengan atau tanpa logam pengisi, dimana proses penyambungan tanpa penekanan (Suratman, 2001).

Pada proses pengelasan terdapat bahaya yang dapat ditimbulkan. Bahaya yang biasa timbul akibat pengelasan terutama pengelasan asitelin yaitu percikan bunga api pada saat proses pengelasan, terganggunya indera pengelihatan (pembengkakan pada mata) akibat sinar las, tersengat aliran listrik, terpapar uap gas akibat dari pemotongan logam misalnya Argon (Ar),

Methylacetylenepropadiene, propane, CO2. Bila gas-gas tersebut terhirup dalam jangka waktu yang lama, akan menyebabkan gangguan kesehatan seperti gangguan pada fungsi pernafasan bahkan gangguan pada sistem syaraf (Sonawan, 2004).

Dalam menunjang K3 di tempat pengelasan dan untuk mencegah kecelakaan pekerjaan pengelasan, diperlukan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) yang tepat secara berkesinambungan. APD adalah peralatan yang dipakai untuk melindungi pekerja dari seluruh kondisi bahaya yang dapat menimbulkan

luka, sakit maupun kematian. APD yang tepat untuk pekerja pengelasan baik pngelasan asitelin maupun pengelasan lainnya adalah berupa topeng las, kaca mata, masker, pelindung telinga, rompi, sarung tangan, dan safety boot (Santoso, 2004).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Albertus (2007) pada pekerja las di dareah Kawasan Barito Semarag terhadap 32 pekerja didapatkan tingkat pengetahuan yang baik terhadap alat pelindung diri dari pekerja las sebesar 10 % dan didapatkan hubungan antara tingkat pengetahuan dangan pemakaian alat pelinung diri dengan p = 0,0383. Dan keluhan masalah kesehatan berkaitan dengan pekerjaan sebesar 90 % (Albertus , 2007)

Dari suatu studi pendahuluan yang telah dilakukan tercatat didaerah Kecamatan Kemiling terdapat 10 bengkel las yang rata-rata memiliki jumlah pegawai 3-5 orang. Dalam proses pengelasan mereka hanya menggunakan alat pelindung diri berupa kaca mata hitam dan masker. Hal ini tentu sangat beresiko untuk timbulnya masalah kesehatan dan terjadinya kecelakan kerja bagi pekerja tersebut.

Keadaan inilah yang menjadi dasar bagi peneliti untuk melakukan suatu penelitian mengenai hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD) Kemiling? pada pekerja las di Kecamatan

B. Rumusan Masalah Secara umum, timbulnya kecelakaan kerja sering diakibatkan oleh tindakan, peralatan dan kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition) (Depkes RI, 2003). Pada proses pengelasan terdapat banyak bahaya yang dapa ditimbulkan, sehingga untuk meminimalisir angka kejadian kecelakaan kerja terhadap pekerja las yakni dengan penggunaan APD (Santoso, 2004). Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu, Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD) pada pekerja las di Kecamatan Kemiling ?

C. Tujuan dan Manfaat penelitian

1. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Mengetahui adanya hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD) pada pekerja las di kecamatan kemiling.

b. Tujuan Khusus Mendeskripsikan tingkat pengetahuan pekerja las mengenai macammacam alat pelindung diri (APD) Mendeskripsikan perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD) pada pekerja las

Mengetahui

hubungan

tingkat

pengetahuan

dengan

perilaku

penggunaan alat pelindung diri pada pekerja las.

2. Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : a. Bagi peneliti/penulis, menambah ilmu pengetahuan serta dapat menerapkan ilmu yang telah didapat selama perkuliahan. b. Bagi institusi/masyarakat Dapat menambah bahan kepustakaan dalam lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Bagi pekerja las, sebagai bahan pembelajaran mengenai pentingnya mengetahui dan menggunakan alat pelindung diri pada saat bekerja. Bagi Pemilik Pabrik / Bengkel, diharapkan dapat menjadi landasan kebijakan didalam membuat peraturan yang mewajibkan

penggunaan alat pelindung diri dan pengadaan alat pelindung diri yang memadai. c. Penelitian ini juga diharapkan dapat berguna sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.

D. Kerangka Pemikiran 1. Kerangka teori Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan, melalui panca indra. Pengetahuan merupakan domain yang penting akan terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Menurut L.Green dalam Notoatmodjo disebutkan perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku (Notoatmodjo, 2007).

Faktor Perdisposisi (Predisposing factors) : Pengetahuan,

Faktor Pemungkin (Enabling factors ): Sarana, prasarana,fasilitas

Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri

Faktor Penguat (Reinforcing factors) : Perilaku pekerja lain,Peraturan -Peraturan

Gambar 1. Modifikasi Teori Perilaku Lawrence Green (Notoatmodjo, 2007).

2. Kerangka konsep

variabel independen Baik

variabel dependen Baik

Tingkat Pengetahuan Kurang Baik

Perilaku penggunaan APD Kurang Baik

Gambar 2. Berbagai hubungan antar variabel.

E. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat diturunkan suatu hipotesis bahwa : Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD) pada pekerja las di Kecamatan Kemiling.

You might also like