Professional Documents
Culture Documents
KEPUTUSAN
Dra Siti Mirhani MM Ak
Ada dua konsep biaya produksi yang menjadi pemikiran para ahli akuntansi biaya.
Konsep Full Costing dan Varible Costing. Konsep ini menjadi berbeda akibat adanya
perbedaan pengakuan terhadap biaya overhead pabrik tetap (BOPT).
Dalam konsep full costing BOPT diakui sebagai bagian integral biaya produksi (harga
pokok produksi). Sedangkan variable costing sebaliknya, yaitu tidak menganggap
BOPT sebagai bagian biaya produksi yang elementer. Alasan yang kahir
mengakibatkan timbulnya pertentangan yang tajam antara pembela kedua konsep
tersebut adalah BOPT merupakan period cost, yaitu biaya-biaya yang harus dibebankan
langsung pada tahun yang berjalan dan tidak ada gunanya lagi ditangguhkan, karena hal
yang sama akan dibebankan pada periode mendatang.
Machvoedz ( 1988 : 102 ) “ biaya-biaya seperti depresiasi, asuransi-asuransi, dan
pajak-pajak merupakan fungsi waktu, jadi tidak tepat kalau dibebankan kepada
produk.” IAI ( 1984 : 24 ) dalam Prinsip Akuntansi Indonesia juga mengisyaratkan
demikian, yaitu full costing dianggap sebagai metode yang tepat untuk penentuan harga
pokok. AICPA menyatakan dalam Accounting Research Bulletin No. 43, statement 3,
bahwa “ Harus diketahui pengeluaran semua overhead dari biaya persediaan tidak
merupakan prosedur akuntansi yang diterima “ (Hadibroto : 1982:24 ). Pernyataan ini
secara eksplisist tidak bertentangan dengan keinginan metode VC, karena VC tidak
mengeluarkan semua overhead dari komponen biaya produksi, tetapi hanya BOPT saja.
dAn ini akan sangat berbeda dengan apa yang dianut PAI yang secara implisit menolak
metode VC. Perkembangan pemikian teori akuntansi kedepan menginginkan gerak
perkembangan teori yang lebih maju dan objektif. Itu berarti pertentangan pemikiran
yang demikian dapat di-terima. harus ditegaskan bahwa nampaknya ada persesuaian
paham bahwa “ direct costing “ adalah metode yang berguna bagi pengambilan
keputusan manajemen “. walapun secara hasil kerja manajemen dan dalam pasar
dewasa ini yang makin kompetitif, maka metode VC ternyata lebih unggul. Dan pihak
pemegang saham, kreditur seharusnya menilai hasil kerja manajemen dalam menyusun
laporan keuangannya dengan VC, sehingga keputusan yang harus diambilpun makin
akurat.
c. Pelaporan Laba
Keunggulan variable costing yang lainnya akan disajikan melalui suatu contoh kasus
yang dapat dilihat pada gambar 6.1, 6.2, dan 6.3. Laba yang telah diperoleh dalam
tahun ke-2 dan ke-3, sejalan dengan meningkatnya tingkat penjualan. Sementara itu
tingkat produksi dalam tahun ke-2 juga naik, akan tetapi periode tahun ke-3 justru turun
( manajer mengatur tingkat produksi ). Lalu hasil kerja manajer dalam gambar 6.1.
(metode full costing) dibandingkan dengan laporan rugi-laba dengan metode variabel
costing ( gambar 6.2. ) Dalam gambar 6.2.a. terlihat dengan jelas bahwa sebenarnya
laba baru dapat dicapai hanyadalam periode tahun ke-3 saja, dan seharusnya manajer
baru dapat menikmati bonusnya dalam periode akhir tahun ke-3. Mengapa laba per
tahun yang dilaporkan menurut metode full costing berbeda dengan hasil metode
variable costing ? Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan perlakuan BOP Tetap
( gambar 6.2.b) Yang perlu digaris bawahi tentang kedua metode ini dikaitkan dengan
pelaporan laba ialah bahwa laba yang dilaporakan berdasarkan metode full costing
sangat dipengaruhi oleh perubahan tingkat produksi. Berbeda dengan metode variable
costing, laba yang dihitung sangat dipengaruhi oleh tingkat penjualan (gambar 6.3. ).
Besarnya tingkat penjualan adalah indikator yang baik, untuk menilai kinerja manajer
perusahaan, karena dunia bisnis sekarang sudah benar-benar kompetitif. Dengan
demikian wajarlah apabila para pemegang saham dan kreditur menerima laporan laba
yang didasarkan atas kemampuan manajer menjual produk, bukannya didasarkan atas
kemampuan manajer “ mempermainkan “ tingkat produksi. Terlepas dari kenyataan
sekarang metode variable costing untuk tujuan pelaporan ekstern belum diterima
umum, sangatlah bijaksana apabila para pemegang saham, kreditur juga meminta
manajemen-manajemen untuk membuat laporan rugi laga yang disusun dengan metode
variable costing. Apakah laporan rugi laba yang baru itu sebagai pengganti atau
pelengkap laporan convensional, diserahkan kepada para pemakai laporan keuangan
itu. Yang jelas para pemegang saham, kreditur jangan sampai keliru dalam pengambilan
keputusan, hanya karena membaca laporan rugi laba yang menyesatkan.
Gambar 6.1
Contoh kasus = Pelaporan Laba
Tiga tahun yang lalu, PT. Ratna Juwita berada dalam kesulitan. Tingkat produksinya di bawah kapasitas normal.
Perusahaan ini telah menyewa seorang manajer yang cukup terkenal dan bersedia mengambil alih kendali
perusahaan. Dia seorang cukup bermurah hati. Ia mau dibayar dengan gaji yang sangat relatif rendah. Akan tetapi
menuntut bonus 10 % per tahun dari laba bersih. Berikut adalah laporan rugi laba perusahaan selama ia pimpin ( 3
tahun ).
Ratna Juwita – Laporan rugi laba untuk tahun ke – 1,2,3.
Dalam miliaran rupiah ( Metode full costing ).
Tahun Tahun Tahun Tahun
Ke-1 ke-2 ke-3 1–3
Penjualan * 34,0 50,0 60,0 144,0
) Harga Pokok Penjualan Persediaan Awal - - 6,4 -
Harga Pokok Produksi 25,4 38,4 33,4 97,2
Akhir - (6,4) - -
Hpp 25,4 32,0 39,8 97,2
Persediaan Laba Kotor 8,6 18,0 20,2 46,8
2) Biaya Pemasaran 9,1 16,4 19,1 44,8
Laba (Rugi) Bersih (0,5) 1,4 1,1 2,0
12
Gambar 6.2
• Tarif ini dihitung dari total BOP Tetap ( = Rp 8,4 milyar ) dibagi dengan kapsitas normal dalam unit ( 30 milyar
unit )
• Kelemahan Variable Costing
Setelah diuraikan kebaikan variable costing, berikut ini akan diuraikan kelemahan
kelemahan Variable costing.
• Pemisahan Biaya-biaya ke dalam variable dan biaya tetap benar-benar variable atau
benar-benar tetap. Suatu biaya digolongkan sebagai biaya variable apabila asumsi
berikut ini dipenuhi :
1. Bahwa harga barang atau jasa tidak berubah.
2. Bahwa metode dan prosedur produksi tidak berubah-ubah.
3. Bahwa tingkat efesiensi tidak berfluktuasi.
Sedangkan biaya tetap dapat dibagi menjadi 2 kelompok :
1. Biaya tetap yang dalam jangka pendek dapat berubah, misalnya gaji manajer
produksi, pemasaran, keuangan dan pembukuan.
2. Biaya tetap yang dalam jangka panjang tetap konstan misalnya beban depresiasi
dan sewa kantor yang dikontrak untuk jangka panjang.
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kedua metode penentuan harga pokok tersebut
akan menghasilkan perhitungan net income yang berbeda. Masalahnya sekarang mana
yang lebih secara konseptual dan lebih mencerminkan kinerja manajemen. Dengan
memperlakukan BOP Tetap sebagai komponen harga pokok produk pada metode full
costing, akan membawa konsekuensi dimasukkannya biaya tetap ini ke dalam rekening
persediaan akhir produk selesai apabila pada periode itu kwantitas penjualan lebih kecil
dari pada kwantitas produksi. Dengan demikan BOP Tetap seperti depresiasi gedung
pabrik akan menjadi “ aktiva “ dalam bentuk rekening prsediaan pada neraca. Defenisi
aktiva yang paling diterima umum adalah defenisi yang menekankan bahwa yang
dinamakan aktiva itu adalah “ Cost “ yang memiliki manfaat ekonomis atau jasa potensial
atau mampu menghindarkan perusahaan dari pengeluaran biaya yang sejenis di masa
yang akan datang. Bila perusahaan menumpuk persediaan dengan tujuan untuk
mengantisipasi permintaan yang tinggi di masa yang akan datang, dimana kapasitas
terbatas dalam jangka pendek, maka persediaan sebagai aktiva memang memiliki manfaat
dimasa yang akan datang. Akan tetapi dengan memperhitungkan BOP Tetap ke dalam
persediaan – menunda pembebanan BOP Tetap ke periode akuntansi berikutnya sampai
produk ini terjual – tidak dapat menghindarkan pengeluaran biaya yang sejenis ( BOP
Tetap ) di masa yang akan datang. BOP Tetap seperti depresiasi gedung pabrik akan terus
terjadi dalam periode akuntansi berikutnya tanpa dipengaruhi oleh besarnya tingkat
akitivitas perusahaan. Biaya tetap ini merupakan fungsi dari waktu.ada pengeluaran biaya
yang disebabkan kapasitas menganggur atau ketidak-efisienan. Biaya ini harus
dibebankan pada periode terjadinya bukan ditangguhkan ke periode yang akan datang
untuk dimatchingkan dengan revence saat itu. Itulah kiranya kelemahan metode full
costing yang juga sekaligus menjadi keunggulan metode variable costing.
Menilai Hasil Kerja Manajer.
Kapasitas penjualan rata-rata akan menghasilkan laba yang baik dengan sistem
metode FC. Tetapi hal ini tidak bisa dipraktekan dalam FC sebab dengan harga pokok
yang rendah, manajemen harus menutupi BOPT yang dimasukkan ke period Cost.
Dengan demikian manajemen harus bekerja pada titik optimal. Prestasi manajemen bukan
didasarkan pada kemampuan berproduksi, tetapi pada kemampuan menjual. Hanya
dengan “ mempermainkan “ tingkat produksi ( dalam FC) manajemen telah menghasilkan
laba yang relatif baik. Kapasitas menganggur juga menjadi aspek penting dalam menilai
hasil kerja manajemen. Kapasitas menganggur ( yang kontrolable ) menggambarkan
prestasi manajemen yang buruk, karena tidak mampu bekerja secermat mungkin. Laba
yang besar dalam laporan keuangan, kefaliditasannya diragukan kalau tidak mau
dikatakan sama sekali fiktif. Seperti diungkapkan dalam majalah akuntansi ( 1989 : 5 )
edisi September sebagai berikut : “… sangatlah bijaksana apabila para pemegang saham,
kreditur juga meminta manajemen untuk membuat laporan rugi-laba yang disusun dengan
metode VC. Apakah laporan rugi-laba yang baru itu sebagai pengganti atau pelengkap
laporan konvensional, … yang jelas para pemegang saham, kreditur jangan sampai keliru
dalam pengambilan keputusan, hanya karena membaca laporan rugi-laba yang
menyesatkan “.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam perusahaan sering dijumpai kapasitas yang belum dimanfaatkan
sepenuhnya karena berbagai faktor.
2. Perbedaan utama antara Variable Costing dan Full costing terletak pada perlakuan
atas BOP Tetap.
3. Kalau perusahaan tidak mampu mengendalikan harga di pasar, maka faktor utama
dalam penentuan harga jual adalah unsur harga pokok.
4. Variable Costing mampu memberikan petunjuk bagi manajemen dalam
pembuatan keputusan.
5. Biaya yang diperhitungkan dalam pembuatan keputusan hanya biaya relevan.
6. Metode Variable Costing terbutki tidak hanya bermanfaat bagi pihak intern saja.
Setidak-tidaknya ada 3 alasan mengapa untuk pelaporan ekstern dengan metode
variable Costing lebih unggul dari pada full costing :
• BOP Tetap seperti depresiasi, biaya karena adanya kapasitas yang
menganggur dan ketidak efisienan tidak mempunyai manfaat ekonomis
atau jasa potensial di masa yang akan datang. Biaya - biaya seperti ini
oleh metode variable costing langsung dibebankan pada periode akuntansi
terjadinya.
• Persediaan akan lebih bermakna dalam pengmbilan keputusan, Metode
Variable Costing mencegah kemungkinan manajemen membuat laporan
rugi laba yang menyesatkan. Manajemen tidak dapat mempermainkan
angka laba bersih melalui kebijaksanaan produksi.