You are on page 1of 3

Peran Intelektual Muda menjawab tantangan dan problematika Bangsa

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Terimakasih saya ucapkan kepada panitia atas undangan ini, sehingga hari ini saya berkesempatan bisa bersilarurrahmi dengan adik-adik peserta Latihan Kader II, Himpunan Mahasiswa Indonesia Cabang Lhokseumwe-Aceh Utara. Hari ini saya diminta menjadi keynote speaker untuk berbicara tentang: Rekonstruksi Arah Juang HMI : Menjawab tontangan dan Probletnatika amd dan Bangsa. Untuk itu saya me ngambil tema tentang bagaimana posisi kaum muda dalam melihat problema tersebut. Sebelum kita masuk ke topik tersebut, ada baiknya kita ulas dulu hal yang mendasar yang berkaitan dengan dua kata, yakni pemuda atau mahasiswa dan perubahan. Saya mulai dengan kata mahasiswa. Kalau berbicara tentang Mahasiswa, sudah pasti kita berbicara tentang pemuda. Hal ini sangat berkaitan, sebab dalam UU No 20 Tahun 2009 tentang kepemudaaan, yang dimaksud dengan pemuda adalah mereka yang berusia di bawah 30 tahun. Mahasiswa umumnya berada di bawah atau di sekitar usia itu. Makanya, berbicara tentang mahasiswa, kita sudah pasti akan berbicara tentang pemuda Mahasiswa saya definisikan di sini sebagai segmen pemuda yang tercerahkan karena memiliki kemampuan intelektual. Saya tidak membicarakan mahasiswa sebagai orang yang faham teknologi, atau ilmu-ilmu sosial, tapi saya mengartikan mahasiswa sebagai orang yang memiliki kemampuan logis dalam berfikir untuk dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Sebagai bagian dari pemuda, mahasiswa juga memiliki karakter positif lainnya, antara lain idealis dan energik. Dengan potensi seperti di atas, wajar jika pada setiap zaman, pemuda selalu memegang peran penting dalam perubahan. Ada tiga hal yang harus diperankan oleh pemuda, yaitu: 1. Sebagai generasi penerus; meneruskan nilai-nilai kebaikan yang ada pada suatu kaum. 2. Sebagai generasi pengganti; menggantikan kaum yang memang sudah rusak dengan karakter mencintai dan dicintai Allah, lemah lembut kepada kaum mu'min, tegas kepada kaum kafir, dan tidak takut celaan orang yang mencela. 3. Sebagai generasi pembaharu; memperbaiki dan memperbaharui kerusakan yang ada pada suatu kaum. Dalam konteks inilah kemudian kita menggolongkan pemuda itu sebagai tokoh perubahan atau kerap pula disebut agen perubahan (Agent of change).

Berbicara tentang perubahan, tentunya akan memunculkan pertanyaan mengapa harus ada perubahan? Untuk menjawab itu kita bisa mengkaji dari konteks agama dan sosial. Melakukan perubahan adalah perintah di dalam ajaran Islam, sebagaimana dalam suatu hadits Rasulullah SAW menyatakan bahwa Orang yang hari ini lebih baik dari

kemarin adalah orang yang beruntung, orang yang hari ini sama dengan kemarin berarti rugi, dan orang yang hari ini lebih buruk dari kemarin adalah celaka. Artinya kalau kita membiarkan kondisi statis tanpa perubahan - apalagi membiarkan perubahan ke arah yang lebih buruk - berarti kita tidak termasuk orang yang beruntung. Pertanyaan berikutnya yang mungkin muncul adalah, mengapa harus pemuda yang melakukan perubahan, dan bukan orang lain. Secara sederhana jawabannya, karena pemuda adalah orang-orang terpilih. Dengan kata lain, pemuda harus sadar akan potensi yang dimilikinya. Makin besar potensi yang dimiliki seseorang, makin besar pula tanggung jawab yang dimilikinya. Ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan untuk melakukan perubahan. Pertama, mengubah individu sehingga kemudian akan mempengaruhi tatanan sosial, kelompok atau organisasi. Kedua, mengubah kelompok, sehingga perubahan suasana dalam kelompok akan mempengaruhi individu (sebagai contoh orang yang sehari-harinya biasa saja, di dalam suatu momentum lambat laun akan terimbas untuk ikut melakukan amal kebaikan, dll). Ketiga, menekankan pada perubahan struktur sosial yang kemudian menyebar ke seluruh bagian masyarakat. Kita bisa dan perlu melakukan ketiganya secara simultan, hanya saja perlu ditekankan bahwa perubahan yang langgeng berasal dari pemahaman individu. Dalam mendorong perubahan itu, ada dua model yang bisa dilakukan pemuda dalam menyampaikan kritiknya. 1. Melalui gerakan aksi turun ke jalan. Bentuk gerakan ini, mulai dari demonstrasi, mimbar bebas, sampai pada aksi berbaris massal mendatangi sejumlah intansi yang diperkirakan dapat menyelesaikan persolan yang dikeluhkan oleh kaum pelajar. kritik-kritik dalam bingkai aksi turun kejalan sudah terasa mandul, sehingga perlu ada gerakan-gerakan di luar itu guna menyuarakan aspirasi masyarakat. Nyatanya, tradisi turun ke jalan kerapkali menjadi pemandangan yang sering kita jumpai di berbadai media, baik media elektronik maupun cetak. Alih-alih rasa perjuangan tanpa pamrih, kesadaran kolektifitas, tetesan darah dan air mata pun menajdi melekat di jiwa generasi bangsa. 2. Dengan gerakan Intelektual. Gerakan ini biasanya dilakukan oleh generasi muda melaui berbagai kajian, diskusi, talk sow, seminar sehari, dan pertemuan ilmiah, baik di dalam maupun luar kampus. Namun, kegiatan itu, dinilai oleh sebagian mahasiswa merupakan gerakan lamban dan tak begitu membuahkan hasil yang memuaskan.
DALAM KONTEK ACEH

Mari kita bahas telebih dahulu tentang perkembangan perdamaian Aceh yang telah berjalan selama enam tahun ini. Kita tidak bisa membantah, ada banyak perubahan yang terjadi di Aceh setelah perdamaian ini. Meski demikian, apapun perubahan itu, tetap saja belum memuaskan kita semua. Ada banyak program lain yang harus dilaksanakan agar pencapaian lebih baik lagi di masa depan.

Berbicara tentang Aceh tentu tidak hanya sekedar berbicara tentang kemiskinan, pengangguran atau pembangunan. Yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana membangun kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam setiap gerak pembangunan yang berjalan. Masyarakat harus didorong agar kritis dan tanggap terhadap semua kebijakan yang ada di lingkungannya. Ada empat peran yang bisa dilakukan pemuda dalam menjawab tantangan dan problematika bangsa. Antara lain, sebagai pemantau, sebagai kelomplok penekan, sebagai penggiring dan pengusul. Sebagai pemantau bisa dilakukan setiap saat. Jika terjadi kecurangan, mahasiswa bisa berteriak dan menuntut adanya tindakan terhadap kesalahan tersebut. Tugas pemantauan pemerintah sebenarnya ada pada legislatif. Tapi kita tahu sendiri, legislatif tidak bisa bekerja tanpa pengawasan dari masyarakat. Oleh sebab itu saya tetap menganggap, pemantauan yang sebenarnya pada di tangan masyarakat, di mana mahasiswa dan pemuda adalah ujung tombaknya. Sebagai kelompok penekan, mahasiswa bisa menjalankan misi ini bersama kelompok masyaraklat sipil lainnya. Mata dan telinga harus tajam melihat setiap tindakan yang salah. Jika ada temuan tentang kesalahan, maka mahasiswa bisa bertindak kritis dengan melakukan aksi protes. Aksi-aksi yang dilakukan mahasiswa merupakan salah satu bentuk pressure yang kerap membuat pemerintah harus cepat merespon. Sebagai Penggiring dan pengusul, juga bisa dilakukan bekerjasama dengan masyarakat sipil. Misalnya bagaimana mendorong agar peran masyarakat dalam pembangunan lebih ditingkatkan. Demikian juga perhatian terhadap perempuan dan anak-anak. Mahasiswa bisa bergabung dengan masyarakat dalam setiap kegiatan musrenbang yang ada di tingkat gampong, kecamatan dan kabupaten. Peran mahasiswa dalam menjawab tantangan zaman sebenarnya sama dengan bagaimana peran itu dimainkan dalam mendorong pembangunan dan demokrasi. Ada tiga kata kuncinya, Pertama, peningkatan pengetahuan; kedua, pembinaan moral; ketiga, kerja keras pantang menyerah. LK II HMI Cabang Lhokseumawe-Aceh Utara ini setidaknya bisa sebagai salah satu upaya menjadikan mahasiswa agar lebih peka, lebih kritis dan memiliki kemampuan berpikir dan sense sosial yang lebih baik. Mudah-mudahan setelah LK ini, telinga dan penciuman adik-adik peserta bisa lebih tajam, sehingga semakin peka melihat problematika dan tantangan yng muncul di tengah masyarakat kita. Selamat mengikuti Latikar kader II bagi semua peserta. Semoga Allah SWT meridhoi perjuanngan kita untuk membangun Aceh yang lebih baik di masa depan. ***

You might also like