You are on page 1of 104

ISSN 1411 - 6340

Volume 1 Nomor 2, Juli 2011



J JJ J J JJ J u uu u u uu ur rr r r rr r n nn n n nn na aa a a aa al ll l l ll l
T TT T
T TT T
e ee e
e ee e
k kk k
k kk k
n nn n
n nn n
i ii i
i ii i
k kk k
k kk k
I II I
I II I
n nn n
n nn n
d dd d
d dd d
u uu u
u uu u
s ss s
s ss s
t tt t
t tt t
r rr r
r rr r
i ii i
i ii i

J U R N A L K E I L M U A N T E K N I K I N D U S T R I


MODEL RENCANA PRODUKSI KACA OTOMOTIF DENGAN METODE KLASIFIKASI
ABC UNTUK MENURUNKAN TINGKAT PERSEDIAAN (Studi kasus di PT. ASAHIMAS
Flat Glass, Tbk.)
Agus Ruhimat
MODEL KONSEPTUAL ANALISIS PERBAIKAN KINERJA INDUSTRI GULA
Triwulandari S. Dewayana, M. Syamsul Maarif, Sukardi, Sapta Raharja

PERANCANGAN PERMAINAN INTERAKTIF SEBAGAI ALAT UNTUK
MEMPERKENALKAN DUNIA INDUSTRI PADA SISWA SMA
Vivi Triyanti, Christine Natalia
SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN ISO 22000 UNTUK INDUSTRI YANG
BERHUBUNGAN DENGAN PANGAN
Wawan Kurniawan
PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DALAM OPTIMASI MODEL DAN SIMULASI
DARI SUATU SISTEM
Anastasia Widya Wati B
SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN RANTAI PASOK KOPERASI PENGOLAHAN
SUSU X DI JAWA BARAT
Rina Fitriana, Taufik Djatna

PENERAPAN SIMULASI PADA PERUSAHAAN BERBASIS LEAN
Arie Respama Putra
PENGUKURAN KINERJA CUSTOMER RELATIONSHIP MANAGEMENT (CRM) CDMA
ESIA MENGGUNAKAN CRM SCORECARD PADA PT BAKRIE TELECOM Tbk.
Didien Suhardini dan Suci Lestari
MODEL OPTIMASI PERFORMANCE BATERAI MANGAN TIPE GENERAL PURPOSE
DENGAN PENDEKATAN METAMODEL REGRESI POLINOMIAL MELALUI RESPONSE
SURFACE METHODOLOGY
Alwi Fauzi
KINERJA EFISIENSI BIAYA DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS
(DEA)
Nazmil Umri, Rachmad Hidayat, Issa Dyah Utami

Diterbitkan oleh :
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI, FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS TRISAKTI

Jurnal TI Vol. 1 No.2 Halaman 125-223 Jakarta, Juli 2011 ISSN 1411-6340
ISSN 1411 - 6340
J JJ J
J JJ J
u uu u
u uu u
r rr r
r rr r
n nn n
n nn n
a aa a
a aa a
l ll l
l ll l

T TT T
T TT T
e ee e
e ee e
k kk k
k kk k
n nn n
n nn n
i ii i
i ii i
k kk k
k kk k
I II I
I II I
n nn n
n nn n
d dd d
d dd d
u uu u
u uu u
s ss s
s ss s
t tt t
t tt t
r rr r
r rr r
i ii i
i ii i

J URNAL KEI LMUAN TEKNI K I NDUSTRI

Volume 1 Nomor 2, Juli 2011
Penanggung Jawab : Prof Dr. Ir. Dadan UD, DEA
Dewan Penyunting:
Ketua : Parwadi Moengin, Ph.D
Wakil Ketua : Rahmi Maulidya ST, MT
Mitra Bestari :
1. Dr. Ferry Jie (RMIT, AUSTRALIA)
2. Prof. DR. Zuraidah Mohd. Zain (UNIMAP, MALAYSIA)
3. Prof. Dr. Ir. Abdul Hakim Halim (Institut Teknologi Bandung, INDONESIA)
4. Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE (Institut Pertanian Bogor, INDONESIA)
5. Ir. Sritomo Wignjosoebroto, MSc (Institut Teknologi Sepuluh Nopember, INDONESIA)
6. Dr. Pudji Asuti (Universitas Trisakti, INDONESIA)
7. Prof. Ir. Nyoman Pujawan, Ph.D (ITS, Surabaya)
8. Prof. Dr. Ir. Yuri T Zagloel (Universitas Indonesia, INDONESIA)
9. Prof. Dr. Ir. Marimin (Institut Pertanian Bogor, INDONESIA)
10. Dr. Ir. The Jin Ai (Universitas Atma Jaya Yogyakarta, INDONESIA)
Anggota Sidang Penyunting :
1. Dr. Ir. Docki Saraswati, M.Eng
2. Ir. Didien Suhardini, Ph.D
3. Dr. Ir. Tiena G. Amran
4. Ir. Sumiharni Batubara, M.Sc
5. Ir. Triwulandari SD, MM
6. Dedy Sugiarto, SSi, MM
Penyunting Pelaksana :
1. Ir. Iveline Anne Marie, MT
2. Rina Fitriana, ST, MM
3. Dian Mardi Safitri, ST, MT
4. Dadang Surjasa, SSi, MT
5. Ir. Nora Azmi, MT
7. Dra. Nurlailah Badariah, MM
8. Wisnu Sakti Dewobroto, ST, MSc
Sekretaris : Wijie Junarwati, ST
Layout : Sonny Sugiarto
Sirkulasi : Helmy Fauzan
Penerbit : Jurusan Teknik Industri
Fakultas Teknologi Industri-Universitas Trisakti
Alamat Penerbit/Redaksi : Gedung Heri Hartanto Lantai 5
JL. Kyai Tapa no 1, Grogol, Jakarta Barat-11440
Telp.(021)5663232 ext.8407, Fax.(021)5605841
Email : jurnalti@trisakti.ac.id

Jurnal Teknik Industri diterbitkan sejak bulan Oktober 2000 oleh Jurusan Teknik Industri, Fakultas
Teknologi Industri, Universitas Trisakti.
Terbit tiga kali dalam setahun yaitu Maret, Juli dan Nopember.
Redaksi menerima karangan ilmiah berupa hasil penelitian, survey dan telaah pustaka yang erat
kaitannya dengan Bidang Teknik Industri. Ketentuan penulisan naskah dapat dilihat pada halaman
belakang.
ISSN 1411 - 6340
J JJ J
J JJ J
u uu u
u uu u
r rr r
r rr r
n nn n
n nn n
a aa a
a aa a
l ll l
l ll l

T TT T
T TT T
e ee e
e ee e
k kk k
k kk k
n nn n
n nn n
i ii i
i ii i
k kk k
k kk k
I II I
I II I
n nn n
n nn n
d dd d
d dd d
u uu u
u uu u
s ss s
s ss s
t tt t
t tt t
r rr r
r rr r
i ii i
i ii i

J URNAL KEI LMUAN TEKNI K I NDUSTRI

Volume 1 Nomor 2, Juli 2011
DA F T A R I S I
1. Model Rencana Produksi Kaca Otomotif Dengan Metode Klasifikasi
ABC Untuk Menurunkan Tingkat Persediaan (Studi kasus di PT.
Asahimas Flat Glass, Tbk.)
Agus Ruhimat
125

- 132
2. Model Konseptual Analisis Perbaikan Kinerja Industri Gula
Triwulandari S. Dewayana, M. Syamsul Maarif, Sukardi, Sapta
Raharja
133 - 145
3. Perancangan Permainan Interaktif Sebagai Alat Untuk Memperkenalkan
Dunia Industri Pada Siswa Sma
Vivi Triyanti, Christine Natalia
146 - 154
4. Sistem Manajemen Keamanan Pangan ISO 22000 Untuk Industri Yang
Berhubungan Dengan Pangan
Wawan Kurniawan
155 - 160
5. Penerapan Algoritma Genetika Dalam Optimasi Model Dan Simulasi
Dari Suatu Sistem
Anastasia Widya Wati B
161 - 167
6. Sistem Pendukung Keputusan Rantai Pasok Koperasi Pengolahan Susu
X Di Jawa Barat
Rina Fitriana, Taufik Djatna
168 - 180
7. Penerapan Simulasi Pada Perusahaan Berbasis Lean
Arie Respama Putra
181 - 188
8. Pengukuran Kinerja Customer Relationship Management (CRM)
CDMA Esia Menggunakan CRM Scorecard Pada PT Bakrie Telecom
Tbk
Didien Suhardini dan Suci Lestari
189 - 201
9. Model Optimasi Performance Baterai Mangan Tipe General Purpose
Dengan Pendekatan Metamodel Regresi Polinomial Melalui Response
Surface Methodology
Alwi Fauzi
202 - 215
10. Kinerja Efisiensi Biaya Dengan Metode Data Envelopment Analysis
(DEA)
Nazmil Umri, Rachmad Hidayat, Issa Dyah Utami
216 - 223

Diterbitkan oleh :
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti
Jurnal TI Vol. 1 No.2 Halaman 125-223 Jakarta, Juli 2011 ISSN 1411-6340


Model Rencana Produksi Kaca Otomotif (Agus Ruhimat) 125
MODEL RENCANA PRODUKSI KACA OTOMOTIF
DENGAN METODE KLASIFIKASI ABC UNTUK
MENURUNKAN TINGKAT PERSEDIAAN
(Studi kasus di PT. ASAHIMAS Flat Glass, Tbk.)

Agus Ruhimat
Production Planning and Inventory Control Division, PT. ASAHIMAS Flat Glass, Tbk.


ABSTRACT
The paper discusses about the model of production plan for automotive glasses using the
ABC classification method to reduce the supply level. The step being taken in this research is to
classify each glass size based on each class and calculate the weight of primary factors
influencing the accumulation of supply in form of cash value, risk of under supply and accuracy
of estimate. The model of proposed production planning is based on the ABC classification
method, and the result could direct the planning officer to conduct the different handling of
supply for all glass sizes based on their actual condition. Using this model, we obtain the
realistic figure of supply level according to the needs and after being verified the figure can be
reduced and the model cab be applied.
In this paper, we also conduct case study in a main producer of automotive glass in
Indonesia, which is PT. AMG Tbk., which hereinafter is called AMG. AMG is a primary
producer for automotive glass in Indonesia with a market share accounting for more than 80%.
Currently, almost all automotive industries implement Lean concept which among other is
known as Kanban system where the incoming goods should exact, either in time and in the
quantity. AMG as the supplier of automotive glasses should anticipate the risk of under supply
because of the lack of estimate accuracy or reliability of the production process; so far the
production planning officer has set the policy in the supply level of 1,3 month in the end of the
current month for all glass sizes with average value of supply per month reaching 20 billions
rupiah. The figure is too big because it is the retained cash flow, so that the level of supply for
1.3 month should be reviewed.
Keywords: ABC classification, level of supply, production planning.


1. PENDAHULUAN
1

Industri otomotif merupakan industri
skala besar baik dalam hal investasi
maupun dalam hal penerapan ilmu dan
teknologi terkini. Salah satu yang dikenal
dengan nama TPS atau Toyota Production
System dengan salah satu konsepnya Lean
Manufacturing yang filosofinya
menghilangkan semua bentuk pemborosan
di semua lini perakitan termasuk persediaan
dengan cara menghilangkan waktu dan
material yang tak bermanfaat,
menyesuaikan diri dengan peraturan
lingkungan, dan menjadi organisasi

Korespondensi :
Agus Ruhimat
E-mail: agusruhimat_tb@yahoo.co.id
pembelajaran dan tim (a learning and
teaming organization) (Preiss et.al, 2001).
AMG masuk dalam sistem rantai
pasok industri otomotif yaitu memproduksi
kaca mobil dengan menguasai pangsa pasar
dalam negeri lebih dari 80%. AMG
menerima data peramalan jumlah mobil
yang akan terjual dalam 6 bulan ke depan
dari pabrikan otomotif dan karoseri serta
jumlah kebutuhan spare-part kaca dari
dealer. Data peramalan tersebut selanjutnya
menjadi pemicu bagi AMG untuk
menjalankan rencana produksi. Jenis
produksi di AMG adalah continues flow
process dimana biaya set-up akan sangat
besar.
Kaca otomotif memiliki ukuran yang
sangat bervariasi mengikuti design


126 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
mobilnya. Dalam satu mobil terdapat
sekitar 6 jenis ukuran kaca berbeda
sehingga saat ini terdapat ratusan ukuran
kaca yang harus disediakan untuk melayani
semua jenis kendaraan yang masih
diproduksi ataupun untuk spare-part.
Volume permintaan untuk jenis kendaraan
yang sudah tidak diproduksi sangat kecil
namun memiliki variasi ukuran kaca yang
banyak dan akurasi permintaan yang tidak
baik. Volume produksi yang kecil dapat
mengakibatkan biaya produksi tinggi akibat
kehilangan waktu saat set-up pergantian
ukuran kaca dan akan berpengaruh terhadap
stabilitas kualitas. Untuk menurunkan biaya
produksi, variasi ukuran kaca tersebut perlu
dikelompok-kelompokan kedalam beberapa
ukuran kaca yang lebih besar sehingga
didapat minimum lembar kaca per sekali
produksi yang dinamakan supply-size. Saat
ini terdapat sekitar 430 ukuran supply-size
kaca yang merupakan hasil pengelompokan
dari sekitar 750 ukuran pesanan (order-
size).
Hasil pengelompokan tersebut
selanjutnya masuk ketahap pembuatan
rencana produksi make-to-stock dengan
kebijakan tingkat sediaan 1,3 bulan pada
setiap akhir bulan berjalan. Tingkat
persediaan 1,3 bulan tersebut setara dengan
20 milyar rupiah yang dipandang sebagai
cash-flow perusahaan yang tertahan
sehingga harus ditekan sekecil mungkin,
namun rendahnya persediaan tersebut tidak
boleh menyebabkan barang kurang atau
sebaliknya yang diakibatkan oleh akurasi
permintaan yang kurang baik. Oleh karena
itu dibutuhkan rencana produksi yang agil.
Agility harus memiliki kecepatan respon
baik fisik maupun finansial terhadap
kejadian yang tidak diharapkan termasuk
perubahan permintaan.
Kaca otomotif terdiri dari dua jenis
yaitu Laminated untuk kaca depan dan
Tempered untuk kaca samping dan
belakang. Rencana produksi untuk kedua
jenis kaca tersebut selanjutnya dikirim ke
bagian Produksi untuk realisasi produk.
Proses produksi kaca otomotif sangat
sensitif terhadap defect atau gangguan
teknis lainnya yang menyebabkan tingkat
kesulitannya cukup tinggi, saat terjadi
gangguan jadwal produksi bisa berubah
menjadi lebih cepat atau mundur dari
rencana awal. Reliability sangat
berhubungan dengan kemampuan produksi
menghasilkan produk yang bebas
gangguan, dengan demikian tingkat
persediaan minimal harus 1 bulan kedepan,
dengan asumsi Reliability process tidak
bisa dihilangkan sehingga bisa
mengakibatkan jenis kaca tertentu
diproduksi di akhir bulan atau dengan kata
lain jika Reliability tidak baik maka sudah
dilakukan antisipasi ada ukuran kaca
tertentu yang baru bisa diproduksi pada saat
akhir bulan.
Dengan demikian penelitian ini
bertujuan untuk memodelkan faktor-faktor
yang berkontribusi terhadap akumulasi
persediaan dan melakukan klasifikasi
berdasarkan nature-nya sehingga petugas
perencana produksi dapat melakukan
tindakan berbeda untuk tiap jenis
kelompok. Diharapkan dengan adanya
model rencana produksi tersebut diperoleh
tingkat persediaan yang minimal dengan
tidak mengkorbankan kritikalitas
pengiriman ke konsumen sehingga
membantu perusahaan dalam hal
memperpendek cashflow dan
meminimalkan waste, untuk masyarakat
umum penelitian ini bisa bermanfaat dalam
memperkaya ilmu pengetahuan dan bisa
menjadi bahan untuk pengembangan lebih
lanjut.

2. METODOLOGI
Penelitian ini berdasarkan kondisi
nyata pada perusahaan yang merupakan
bagian dari mata rantai pasok industri
otomotif yang sangat kritikal terhadap
resiko berhentinya lini perakitaan
konsumen. Konsep yang akan dicoba
diterapkan dalam penelitian ini adalah
Klasifikasi ABC dimana setiap bagian yang
berkontribusi terhadap persediaan barang
akan dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu
A, B, dan C. Penelitian ini juga ditunjang
oleh pendapat para pakar terutama dari
internal perusahaan yang biasa
berkecimpung dalam perencanaan produksi.
Informasi dari kondisi nyata, konsep-
konsep, dan pengetahuan pakar tersebut
selanjutnya menjadi bahan untuk
menganalisa sistem dimana di dalamnya


Model Rencana Produksi Kaca Otomotif (Agus Ruhimat) 127
ada analisa kebutuhan, formulasi masalah,
dan identifikasi sistem/diagram input-
output (Gambar 1 dan 2).
Klasifikasi ABC bisa memberikan analisa
kerangka kerja yang penting untuk
mengorganisir dan mengontrol persediaan,
dengan adanya klasifikasi ini seorang
manajer dapat lebih fokus terhadap
persediaan yang memiliki nilai uang yang
tinggi karena akan berpengaruh terhadap
cost management (Stanford, 2007).


Gambar 1. Metodologi Penelitian


Gambar 2. Diagram Input-Output
Pengetahuan
Pakar
Kondisi
Nyata
Konsep-
Konsep
ANALISIS SISTEM
1.Analisis Kebutuhan
2.Formulasi Masalah
3.Identifikasi Sistem
Diagram Input-Output [A]
RANCANG BANGUN MODEL
1.Sub Model Peramalan
2.Sub Model Perencanaan
3.Sub Model Produksi
VERIFIKASI & VALIDASI MODEL
BISA DIAPLIKASIKAN
SELESAI
MODEL
PERENCANAAN PRODUKSI
MASUKAN TERKENDALI:
1. Peramalan permintaan
2. Tingkat Persediaan
3. Design ukuran supply vs order
MASUKANTIDAK TERKENDALI:
1. Aktual permintaan
2. Reability Process produksi
HASIL YANG DIKEHENDAKI:
Nilai persediaan yang turun
HASIL YANG TIDAK
DIKEHENDAKI:
Pekerjaan administrasi
bertambah banyak


128 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Tahapan selanjutnya membuat
rancang bangun model dimana dibuat sub
model peramalan permintaan dan
perencanaan produksi dengan dibantu
klasifikasi ABC dalam pengelompokan
data. Setelah model didapat dilakukan
verifikasi dan validasi model dengan cara
mencoba aplikasikan terhadap aktual
perencanaan produksi bulan Dec 2010 dan
setelah dipastikan bisa diaplikasikan maka
penelitian ini selesai.
Diagram Input-Output dibutuhkan
untuk menjelaskan masukan-masukan ke
dalam model dan keluaran dari model, baik
untuk yang terkendali/tidak terkendali atau
yang diharapkan/tidak diharapkan sehingga
struktur penelitian bisa lebih jelas.
Penelitian ini dibatasi hanya pada proses
pembuatan rencana produksi dengan faktor
reliability process diasumsikan 1 bulan
sebagai cycle stock minimal.

3. ANALISA SISTEM
Industri otomotif menerapkan Lean
Manufacturing yang salah satunya dikenal
dengan istilah just-in-time (JIT) dimana
pabrikan otomotif tidak memiliki
persediaan karena pemasok diharuskan
mengirimkan bahan baku yang tepat jumlah
dan tepat waktu sehingga keterlambatan
pasokan dapat mengakibatkan lini perakitan
konsumen berhenti sama sekali yang bisa
sangat mahal kompensasinya dan merusak
reputasi pemasok.
Mengingat resiko barang kurang
yang demikian besar maka sewajarnya
perencana produksi menginginkan tingkat
persediaan yang tinggi sehingga
menerapkan 1,3 bulan persediaan pada
posisi akhir bulan. Namun demikian
tingginya persediaan tidak baik untuk
cashflow berusahaan karena merupakan
aset yang tertunda. Sehingga perlu dicari
cara pembuatan rencana produksi yang
dapat memenuhi keduanya yaitu tidak
menyebabkan barang kurang dan dengan
jumlah yang sekecil mungkin.
Konsep yang akan dicoba diterapkan
dalam penelitian ini adalah Klasifikasi ABC
dimana setiap bagian yang berkontribusi
terhadap persediaan barang akan dibagi ke
dalam tiga kelompok yaitu A, B, dan C.
Penelitian ini juga ditunjang oleh pendapat
para pakar terutama dari internal
perusahaan yang terbiasa berkecimpung
dalam perencanaan produksi. Masukan dari
kondisi nyata, konsep-konsep, dan
pengetahuan pakar tersebut selanjutnya
menjadi bahan untuk menganalisa sistem
dimana di dalamnya ada analisa kebutuhan,
formulasi masalah, dan identifikasi
sistem/diagram input-output (Gambar 1 dan
2).
Pengukuran resiko bisa dilakukan dengan
adanya klasifikasi tersebut, sehingga bisa
ditentukan persediaan mana yang bisa
ditekan sekecil mungkin dan mana yang
tetap dipertahankan pada tingkat tinggi.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
tingkat persediaan diidentifikasi sebagai
berikut : 1. Nilai uang persediaan, 2. Resiko
barang kurang, dan 3. Akurasi peramalan.
Ketiga faktor tersebut yang akan
dimodelkan dalam penelitian ini sehingga
diperoleh keluaran model perencanaan
produksi.


Gambar 3. Continues System Persediaan

Aktual
Permintaan
Akurasi peramalan
Nature
Industri Peramalan Rencana Diterima
Otomotif Permintaan Produksi Konsumen
Kebijakan tingkat persediaan Nilai persediaan
Kritikalitas
Fisik
Data
Inventory Produksi


Model Rencana Produksi Kaca Otomotif (Agus Ruhimat) 129
4. RANCANG BANGUN MODEL
Penelitian ini menggunakan data
masa lalu periode Oktober-Nopember 2010
yang diperoleh dari internal perusahaan.
Dari data tersebut dipetakan distribusi ke
dalam tiga kelompok yaitu A, B, dan C.
4.1. Sub model Nilai Uang
Nilai uang diperoleh dari jumlah
permintaan dikalikan dengan harga jual
kaca tersebut. Pada tabel 1 di bawah terlihat
bahwa 80% dari nilai persediaan hanya
diwakili oleh 70 ukuran kaca (A) senilai 26
Milyar, sementara 20% dari nilai
persediaan adalah akumulasi dari 354
ukuran kaca (B & C) senilai 6 Milyar.
Petugas perencana produksi
hendaknya menetapkan tingkat persediaan
untuk kategori A sekecil mungkin karena
akan sangat berpengaruh terhadap nilai
uang persediaan yang tertahan
kebalikannya untuk kategori C memiliki
keleluasaan untuk menaikan persediaan
karena nilai uangnya tidak begitu besar.

Tabel 1. Kategori Nilai Persediaan


4.2. Sub model Kritikalitas (Service
Level)
Kritikalitas adalah seberapa besar
resiko yang akan terjadi bila terjadi
kekurangan pasokan ke konsumen.
Komposisi pada kategori kritikalitas
berbeda dengan nilai uang di atas, pada
kategori ini terdapat 125 ukuran kaca yang
tidak boleh terjadi kekurangan supply atau
harus 100% (A), selanjutnya ada 95 ukuran
kaca yang bilamana persediaan kurang akan
mengakibatkan pabrik perubahan jadwal
produksi dan pengiriman bisa dijadwal
ulang, dan ada 204 ukuran kaca yang
pengirimannya bisa jadwal ulang baik di
pabrik sendiri maupun di konsumen.
Kebalikan dengan kategori nilai uang
di atas, untuk kategori A petugas perencana
produksi sebaiknya memiliki persediaan
yang aman untuk menghindari berhentinya
proses produksi di konsumen.


Tabel 2. Kategori Kritikalitas


4.3. Sub model Peramalan
Peramalan adalah perkiraan
kebutuhan dimasa depan yang dapat
ditentukan secara matematis melalui data
historis atau melalui kualitatif informal atau
melalui kedua teknik tersebut. Peramalan
sangat diperlukan untuk merencanakan
yang akan datang, mengurangi faktor
ketidakpastian, antisipasi dan mengelola
perubahan, meningkatkan komunikasi dan
integrasi, dan antisipasi persediaan,
kapasitas, demand dan lead time.
Mengingat pentingnya peramalan maka
akurasi peramalan perlu dicek, semakin
buruk performansi peramalan maka harus
semakin tinggi tingkat keamanan
persediaannya.
Akurasi peramalan dibagi ke dalam
tiga kelas. Kelas A yang memiliki akurasi
5%, kelas B diantara 5% s/d 15%, kelas C >
15%. Besaran angka tersebut merupakan
inisiatif awal saja untuk memisahkan data,
selanjutnya bisa diperketat atau
diperlonggar lagi sesuai dengan kebijakan
Data
NILAI UANG Sum of PERCENTAGE Sum of UKURAN Sum of AMOUNT
A 80% 70 8.702.933.458
B 14% 86 1.541.946.162
C 5% 268 589.057.887
Grand Total 100% 424 10.833.937.507
Data
SERVICE LEVEL Sum of PERCENTAGE Sum of UKURAN Sum of AMOUNT
A 83% 125,000 8.942.883.488
B 14% 95,000 1.463.019.437
C 4% 204,000 428.034.582
Grand Total 100% 424,000 10.833.937.507


130 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
perencana produksi. Akurasi terdapat dua
jenis yaitu plus (+) dan minus (-), akurasi
plus berarti pengiriman selalu lebih besar
dari peramalan, akurasi minus adalah
sebaliknya. Kedua jenis akurasi tersebut
perlu dipisahkan karena sangat berbeda
hasilnya.
Data akurasi diperoleh dari
perbandingan antara peramalan permintaan
dengan aktual permintaan selama 3 bulan
berturut-turut sbb:
Tabel 3. Kategori Akurasi Peramalan


Terlihat bahwa ada sejumlah 152
ukuran kaca yang memiliki penyimpangan
5% atau kategori A, 41 ukuran kaca
masuk kategori B, dan 231 ukuran kaca
masuk kategori C. Petugas perencana
produksi harus memperhatikan ukuran kaca
yang memiliki akurasi tidak baik, semakin
tinggi persediaan maka akan semakin aman
dari fluktuasi peramalan. Kebalikannya
untuk akurasi yang baik (kelas A) maka
persediaan bisa diturunkan seminimal
mungkin.

Menentukan Kombinasi 3 Faktor Utama
Ketiga sub model tersebut perlu
diformulasikan untuk menghasilkan sebuah
angka tunggal mengenai status tiap ukuran
kaca, caranya dengan dilakukan
pembobotan untuk tiap sub model. Bobot
Akurasi Peramalan adalah 5 kali lebih
penting karena ini merupakan sumber
utama dari kesalahan dalam perbuatan
rencana produksi dan bisa mengakibatkan
fenomena Bullwip yaitu sebuah kondisi
dimana persediaan di proses selanjutnya
akan terus membesar dibandingkan
kebutuhan sesungguhnya atau kebalikannya
malah terjadi kekurangan barang, Nilai
Persediaan 3 kali lebih penting; seperti
yang telah dijelaskan pada tujuan penelitian
ini, dan Kritikalitas 2 kali.
Walaupun kritikalitas bobotnya ada di
bawah akurasi namun sudah diamankan
oleh adanya cycle-stock 1,0 bulan. Artinya
jika Reliability process tidak baik sehingga
ukuran kaca tertentu baru bisa diproduksi
diakhir bulan maka perusahaan sudah
memiliki persediaan pengaman. Oleh
karena kebijakan persediaan perusahaan
maksimal 1,3 bulan maka angka tersebut
dijadikan batas maksimal, sementara batas
minimalnya adalah 1,0 bulan atau tanpa
persediaan pengaman. Berikut data
pembagian target tingkat persediaan dan
bobot untuk tiap sub model (faktor utama):

Tabel 4. Pembobotan Faktor Utama


Setiap ukuran kaca dapat dihasilkan statusnya dengan mengalikan Kategori (A, B, C) dengan
Bobotnya sbb:



Data
AKURASI Sum of PERCENTAGE Sum of UKURAN Sum of AMOUNT
A 43% 152 4.628.776.145
B 24% 41 2.577.296.012
C 33% 231 3.627.865.350
Grand Total 100% 424 10.833.937.507
FAKTOR UTAMA Ti ngkat Bobot A B C
Ni l ai Uang Ti nggi --> Rendah 2 1,1 1,2 1,3
Kri ti kal i tas Stopl i ne --> Ti dak 3 1,3 1,2 1,1
Akurasi mi n (-) 1,0 1,0 1,0
Akurasi pl us (+) 1,0 1,2 1,3
5 Bagus --> Jel ek
Kel as


Model Rencana Produksi Kaca Otomotif (Agus Ruhimat) 131
Sehingga akan diperoleh nilai AAA, BBB,
CCC, ABB, dst. Jika ada ukuran kaca
statusnya ABC+ artinya nilai uangnya
tinggi (A), kritikalitas bisa dijadwal ulang
(B), akurasi peramalan selalu plus (+) 15%
(C). Dengan model di atas pada akhirnya
tingkat persediaan dapat digambarkan
dengan status berikut:

Tabel 5. Nilai tingkat persediaan dari status tiap ukuran kaca


Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa
tingkat persediaan dapat bervariasi sesuai
dengan faktor dominannya; tingkat
persediaan paling rendah dimiliki adalah
1,07 (BAC+, BCB-), dan lain-lain. Variasi
tingkat persediaan tersebut lebih realistis
daripada dianggap sama untuk semua jenis
ukuran kaca. Jika simulasi dijalankan
terdapat penghematan uang sebesar 2,6
Milyar Rupiah tiap bulannya.

Tabel 6. Hasil simulasi
Saat ini Sesudah klasifikasi Penghematan uang
16.250.906.260 13.576.786.961 2.674.119.299

Dengan demikian model di atas
sudah diverifikasi dan divalidasi bisa
diaplikasikan dan hasilnya nyata yaitu
turunnya nilai persediaan. Model yang
dihasilkan tersebut juga bisa ditelusuri latar
belakangnya daripada cara penentuan
rencana produksi sebelumnya yaitu
menyamakan semua tingkat persediaan
sebesar 1,3 bulan untuk semua ukuran kaca.

5. KESIMPULAN
Perhitungan dengan melakukan
pembobotan akan diperoleh nilai yang
realistis dimana sudah memperhitungkan
semua resiko yang terlibat dan sesuai
dengan kebutuhan saat itu. Petugas
perencana produksi pun dapat
memutahirkan data tersebut berdasarkan
kondisi terbaru dan berdasarkan
kecenderungan data.
Dengan model perencanaan produksi
di atas perusahaan dapat menurunkan nilai
persediaan sehingga cashflow yang lebih
lancar. Namun demikian metode klasifikasi
dalam penelitian ini perlu diperbaiki lagi
dengan mencari pembobotan dan nilai
klasifikasi kelas yang lebih ilmiah
berdasarkan kajian ilmiah dalam
menentukan tingkat persediaan pengaman
Selain hal tersebut kedepannya perlu
diperluas untuk tidak hanya pada 3 faktor
utama saja melainkan pada faktor lain
misalkan biaya produksi yang timbul
karena jumlah produksi yang tidak optimal,
faktor reliability process seperti disinggung
pada bagian pendahuluan, faktor
kemudahan utilisasi ke ukuran kaca lain
jika terjadi akurasi peramalan minus, dan
faktor-faktor lainnya. Tentunya kendala-
kendala tersebut harus memakai metode
Tingkat Tingkat Tingkat Tingkat
Kode Persediaan Kode Persediaan Kode Persediaan Kode Persediaan
AAA- 1,11 BAB- 1,13 BCC 1,07 CBA+ 1,12
AAA+ 1,11 BAB+ 1,23 BCC- 1,07 CBB- 1,12
AAB- 1,11 BAC 1,13 BCC+ 1,22 CBB+ 1,22
AAB+ 1,21 BAC- 1,13 BCX 1,07 CBC- 1,12
AAC- 1,11 BAC+ 1,28 CAA- 1,15 CBC+ 1,27
AAC+ 1,26 BBA- 1,10 CAA+ 1,15 CCA- 1,09
ABA- 1,08 BBA+ 1,10 CAB- 1,15 CCA+ 1,09
ABA+ 1,08 BBB- 1,10 CAB+ 1,25 CCB- 1,09
ABB- 1,08 BBB+ 1,20 CAC 1,15 CCB+ 1,19
ABB+ 1,18 BBC- 1,10 CAC- 1,15 CCC 1,09
ABC- 1,08 BBC+ 1,25 CAC+ 1,30 CCC- 1,09
BAA- 1,13 BCA+ 1,07 CAX 1,15 CCC+ 1,24
BAA+ 1,13 BCB- 1,07 CBA- 1,12 CCX 1,09


132 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Multi Criteria Decision atau metode
lainnya.

6. DAFTAR PUSTAKA
[1] Preiss, Kenneth, Patterson, R., dan
Merc Field, 2001, The future direction
of industrial enterprises dalam
Maynards Industrial Engineering
Handbook, 5
th
ed, h-1.135.
[2] Stanford, R.E. dan W. Martin, 2007,
Towards a normative model for
inventory cost management in a
generalized ABC classification system.
Journal of the Operational Research
Society. Vol 58 No. 7, hal. 2.
[3] Zelbst, P.J., Green, K.W. Jr, Abshire,
R.D., dan Victor E. Sower. 2010.
Relationships among market
orientation, JIT, TQM and agility,
Industrial Management & Data
Systems, Vol. 110 No. 5, hal 1.






Model Konseptual Analisis Perbaikan Kinerja (Triwulandari S. Dewayana) 133
MODEL KONSEPTUAL ANALISIS PERBAIKAN KINERJA
INDUSTRI GULA

Triwulandari S. Dewayana
1
, M. Syamsul Maarif
2
, Sukardi
2
, Sapta Raharja
2
1
Magister Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti
2
Teknologi Industri Pertanian, Fateta, Institut Pertanian Bogor


ABSTRACT
Research related to the analysis of performance improvement (as used in a systematic
process to identify performance, determine the desired performance targets, and to determine
the priority of improvement at the sugar industry in Indonesia has not been done. This research
aims to produce a conceptual model that can be used to analyze the sugar industry performance
improvement. The model produced an integrated model to achieve the objectives of the analysis
phase of performance improvement. The resulting model consists of five sub-models : 1)
grouping, 2) performance measurement, 3) selection of the best performance, 4) analysis of best
practices, and 5) determination of priorities for improvement.
Keywords : conceptual model, analysis of performance improvement, sugar industry


1. PENDAHULUAN
2

Industri gula Indonesia merupakan
industri manufaktur yang berkembang
pertama kali di Indonesia. Ditinjau dari
aktivitas ekonomi, industri gula merupakan
industri yang memberikan dampak ganda
cukup signifikan secara nasional terhadap
penciptaan output, pendapatan, nilai tambah
dan tenaga kerja mengingat gula merupakan
suatu komoditi pangan yang
penggunaannya sangat luas. Berdasarkan
analisis keterkaitan antara industri melalui
analisis input-output menunjukkan bahwa
secara nasional industri gula memiliki
keterkaitan langsung dengan sektor-sektor
dibelakangnya sebanyak 53 sektor (dari 172
sektor) dan keterkaitan langsung ke depan
dengan 30 sektor. Hal ini menunjukkan
bahwa gula selain untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi akhir, juga diperlukan
untuk mendorong peningkatan produksi
industri-industri yang menggunakan gula
sebagai bahan bakunya.
Pada masa kejayaannya (tahun 1930-
an) Indonesia pernah menjadi negara
eksportir gula ke dua di dunia setelah Kuba.
Namun, sejak tahun 1967 Indonesia
menjadi negara pengimpor gula untuk
memenuhi kebutuhannya. Ketergantungan

Korespondensi :
1
Triwulandari S. Dewayana
E-mail : triwulandari_sd@yahoo.com
ketersediaan pangan terhadap impor
merupakan salah satu indikator yang
digunakan untuk mengukur ketahanan
pangan. Dengan pertimbangan utama untuk
memperkuat ketahanan pangan, Indonesia
berupaya meningkatkan produksi gula
dalam negeri, termasuk mencanangkan
target swasembada gula, yang sampai
sekarang belum tercapai.
Permasalahan yang dihadapi industri
gula nasional ditandai dengan
ketidakmampuannya untuk memenuhi
kebutuhan gula yang dikonsumsi
masyarakat maupun bahan baku industri.
Kondisi lima tahun terakhir menunjukkan
bahwa rerata ketergantungan Indonesia
terhadap impor gula untuk memenuhi
kebutuhannya mendekati 50%. Kajian lebih
lanjut mengenai permasalahan yang
dihadapi menunjukkan rendahnya
produktivitas dan efisiensi pabrik gula
(Stakeholders Pergulaan Nasional 2006;
P3GI 2008; Effendi 2009) sebagai
penyebabnya.
Sink dan Thomas (1989)
menyebutkan bahwa produktivitas dan
efisiensi merupakan dua aspek penting
dalam kinerja. Rendahnya produktivitas dan
efisiensi pabrik gula saat ini dibandingkan
pencapaian di tahun 1930-an menunjukkan
bahwa produktivitas dan efisiensi pabrik
gula berada di bawah potensi yang bisa
dicapai. Oleh karena itu, perbaikan kinerja


134 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
industri gula merupakan hal yang potensial
dilakukan.
Perbaikan kinerja dapat dilakukan
dengan berbagai cara, namun pada
umumnya terdapat lima tahap (Swanson
1996) yaitu 1) tahap analisis, 2) tahap
desain, 3) tahap pengembangan, 4) tahap
implementasi, dan 5) tahap evaluasi.
Selanjutnya, Swanson (1996) menyebutkan
bahwa tahap analisis merupakan tahap
paling penting. Tujuan dari tahap analisis
adalah untuk menentukan kinerja, target
kinerja, dan prioritas perbaikan kinerja.
Beberapa penelitian yang telah
dilakukan pada pabrik gula di Indonesia
menunjukkan bahwa penelitian yang
berhubungan dengan analisis perbaikan
kinerja (sebagai proses yang digunakan
secara sistematis untuk mengidentifikasi
kinerja, menentukan target kinerja yang
diinginkan, dan untuk menentukan prioritas
perbaikan) belum pernah dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk
menghasilkan model konseptual yang dapat
digunakan untuk melakukan analisis
perbaikan kinerja industri gula. Model yang
dihasilkan merupakan model yang
terintegrasi untuk mencapai tujuan dari
tahap analisis perbaikan kinerja.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penentuan Kinerja
Untuk menentukan kinerja perlu
dilakukan pengukuran kinerja. Pengukuran
kinerja merupakan sub sistem dari
manajemen kinerja (Cokins 2004;
Halachmi 2005; Stiffler 2006; Baxter dan
MacLeod 2008). Pengukuran kinerja
didefinisikan sebagai proses untuk
mengkuantifikasi efisiensi dan efektivitas
dari suatu tindakan (Tangen 2004; Olsen et
al. 2007; Cocca dan Alberti 2010).
Dikaitkan dengan manajemen
operasional, Radnor dan Barnes (2007)
mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai
proses mengkuantifikasi input, output, dan
tingkat aktivitas dari suatu proses.
Wibisono (1999) menyebutkan bahwa
pengukuran kinerja di perusahaan
manufaktur pada level manajemen operasi
dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: 1)
pengukuran kinerja taktis (competitive
priorities), 2).Pengukuran kinerja
operasional (manufacturing task), dan 3).
Pengukuran kinerja strategis (resource
availability). Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Craig dan Grant (2002)
bahwa keunggulan bersaing suatu
organisasi didukung oleh kemampuan
sumber daya dan aktivitas rutin organisasi.
Terdapat tiga aspek formal dari
pengukuran kinerja (Spitzer 2007) yaitu 1)
ukuran-ukuran (variabel yang diukur), 2)
proses pengukuran (tahapan yang
menunjukkan bagaimana cara melakukan
pengukuran), dan 3) infrastruktur teknis
(berupa hardware dan software komputer
yang digunakan untuk mendukung proses
pengukuran). Tiga kriteria yang dapat
digunakan untuk menilai keefektifan dari
sistem pengukuran kinerja (Olsen et al.
2007) yaitu: 1).keterkaitan, 2).perbaikan
terus-menerus, dan 3).pengawasan proses.
Terkait dengan ukuran-ukuran
(variabel) yang diukur, Medori dan Steeple
(2000) menyatakan bahwa pada semua
framework pengukuran kinerja yang telah
dihasikan, pada umumnya memiliki
kelemahan dalam hal memberikan panduan
terhadap pemilihan variabel kinerja yang
akan diukur. Denton (2005) menyatakan
bahwa meskipun banyak hal yang dapat
diukur tetapi lebih penting untuk mengukur
hal yang spesifik dan relevan.
Berdasarkan pengalaman implementasi
pada beberapa perusahaan di Indonesia
ditinjau dari aspek kepraktisan dan nilai
tambah yang diberikan, Wibisono (2006)
menyatakan bahwa pendekatan yang sesuai
untuk diterapkan di Indonesia dalam
menentukan variabel kinerja yang akan
diukur adalah dengan melakukan
identifikasi variabel kinerja dari tiga
perspektif yaitu 1) keluaran organisasi
(business results), 2) proses internal
(internal business processes), dan 3)
kemampuan atau ketersediaan sumber daya
(resources availability).
Radnor dan Barnes (2007)
menyebutkan bahwa terdapat tiga
kecenderungan umum dalam pengukuran
kinerja yaitu 1) keluasan dari unit analisis
(level individu, stasiun kerja, lini produksi,
unit bisnis, perusahaan), 2) kedalaman
ukuran kinerja (keterkaitan variabel


Model Konseptual Analisis Perbaikan Kinerja (Triwulandari S. Dewayana) 135
kinerja), 3) peningkatan range ukuran
kinerja (misalnya dari efisiensi menjadi
efisiensi dan efektivitas). Dalam hal range
ukuran kinerja, beberapa penelitian
terdahulu menunjukkan adanya
keterbatasan dalam model pengukuran
kinerja pabrik gula karena hanya dilakukan
dengan menggunakan range ukuran kinerja
yang sempit yaitu 1).Produktivitas
(Yusnitati (1994) dan Manalu (2009) terkait
dengan kinerja output per input, 2).Efisiensi
produksi (Siagian, 1999) terkait dengan
kinerja proses, dan 3).Efisiensi teknis
(LPPM IPB, 2002) terkait dengan kinerja
proses.
Berdasarkan kedalaman ukuran
kinerja, pada penelitian terdahulu tidak
memperhatikan keterkaitan ukuran kinerja.
Hal ini dapat menyebabkan upaya
perbaikan yang dilakukan tidak
menghasilkan perbaikan kinerja yang
signifikan. Selain itu, jika merujuk pada
pernyataan Olsen et al. (2007) dapat
menyebabkan berkurangnya keefektifan
sistem pengukuran kinerja.
Kerangka kerja proses pengukuran
kinerja perlu diperbaiki secara kontinu
dengan mempertimbangkan berbagai model
pengukuran kinerja yang sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi (Nenadal
2008). Beheshti dan Lollar (2008)
menyebutkan bahwa pengukuran kinerja
merupakan keputusan penting yang sering
menggunakan informasi subyektif.
Perbedaan satuan pada setiap ukuran
kinerja yang digunakan menyebabkan
proses aggregasi ukuran kinerja menjadi
rumit. Oleh karena itu model keputusan
yang memanfaatkan logika fuzzy dapat
memberikan solusi yang logis. Chan et al.
(2002) mengusulkan penggunaan logika
fuzzy dalam evaluasi kinerja dan
Unahabhokha et al. (2007) menggunakan
pendekatan fuzzy expert system untuk
memprediksi nilai kinerja.
Terkait dengan infrastruktur yang
digunakan dalam pengukuran kinerja,
Santos et al. (2007) menunjukkan adanya
variasi infrastruktur yaitu secara manual
dan pemanfaatan sistem informasi.
Marchand dan Raymond (2008)
menunjukkan pergeseran dalam
pemanfaatan sistem informasi untuk
pengukuran kinerja, yaitu dari sistem
informasi eksekutif (1980-1999) ke Sistem
Intelijen ( 2000-saat ini). Selain itu, Denton
(2010) menyebutkan bahwa intranet dan
internet dapat digunakan untuk
meningkatkan pengelolaan dan pengukuran
kinerja.
2.2 Penentuan Target Kinerja
Sistem pengukuran kinerja
merupakan kunci untuk memandu dan
menguji hasil dari proses perbaikan, tetapi
tidak mengindikasikan bagaimana suatu
proses harus diperbaiki. Salah satu
pendekatan yang dapat membantu
melengkapi hal tersebut adalah
benchmarking. Dattakumar (2003)
menyimpulkan bahwa pendekatan
benchmarking dapat digunakan untuk
perbaikan terus menerus. Hasil review
Grunberg (2003) terhadap metoda-metoda
yang digunakan untuk perbaikan kinerja
aktivitas operasional pada perusahaan
manufaktur menunjukkan bahwa
pendekatan benchmarking juga
memungkinkan untuk digunakan.
Aplikasi benchmarking dalam
perbaikan kinerja telah banyak dilakukan.
Dimulai pada akhir 1970 oleh Xerox
Corporation yang memutuskan untuk
membandingkan operasional perusahaan
dengan L.L. Bean yang memiliki produk
yang berbeda namun memiliki karakteristik
fisik yang sama (Tucker et al. 1987 dalam
Elmuti dan Yunus 1997). Oleh karena itu,
pengelompokan organisasi yang memiliki
karakteristik yang serupa perlu dilakukan
sebelum proses benchmarking.
Pengelompokan organisasi yang
memiliki karakteristik yang serupa dapat
dilakukan dengan menggunakan metode
clustering. Xu & Wunsch (2009)
menyatakan bahwa pengelompokan
(clustering) obyek kedalam beberapa
kelompok (cluster) yang mempunyai sifat
yang homogen atau dengan variasi sekecil
mungkin diperlukan untuk memudahkan
analisis data.
Terdapat dua tahapan yang harus
dilakukan dalam analisis cluster yaitu 1)
memutuskan apakah jumlah cluster
ditentukan atau tidak dan 2) menentukan
algoritma yang akan digunakan dalam


136 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
clustering. Untuk memutuskan berapa
jumlah cluster yang akan dibentuk, Sadaaki
et al. (2008) menyebutkan bahwa terdapat
dua pendekatan yang dapat digunakan yaitu
supervised (jika jumlah cluster ditentukan)
dan unsupervised (jika jumlah cluster tidak
ditentukan/alami).
Gan et al. (2007) menyatakan bahwa
dalam melakukan analisis clustering dapat
memilih satu diantara 2 pendekatan yaitu
1) Hard Clustering atau 2) Soft Clustering
(dikenal juga sebagai fuzzy clustering).
Pemilihan pendekatan yang digunakan
tergantung jenis data yang akan
dikelompokkan. Hard Clustering
digunakan apabila data berbentuk Crips
sedangkan soft clustering digunakan
apabila data berbentuk fuzzy.
Metode yang dapat digunakan pada
pendekatan Hard Clustering (Gan et al.
2007) yaitu 1). Non-Hierarchical clustering
(Partisional Clustering) dan 2).
Hierarchical Clustering. Pada metode Non-
Hierarchical clustering, terdapat 3 cara
untuk mengelompokkan data dalam satu
cluster yaitu 1).sequential threshold,
2).parallel threshold, dan 3).Optimization.
Sedangkan dalam metode Hierarchical
Clustering, Xu dan Wunsch (2009)
menyatakan bahwa terdapat dua tipe dasar
yaitu 1).penyebaran (divisive), dan
2).pemusatan (agglomerative). Tipe divisive
memulai pengelompokkan dari cluster yang
besar (terdiri dari semua data) kemudian
data yang paling tinggi ketidaksesuaiannya
dipisahkan dan seterusnya. Sedangkan tipe
agglomerative memulai pengelompokkan
dengan menganggap setiap data sebagai
cluster kemudian dua cluster yang
mempunyai kesesuaian digabungkan
menjadi satu cluster dan seterusnya.
Terdapat lima cara untuk
menggabungkan antar cluster yaitu 1)
single linkage (berdasarkan jarak terkecil),
2) complete linkage (berdasarkan jarak
terjauh), 3) centroid method (berdasarkan
jarak centroid), 4) average linkage
(berdasarkan berdasarkan rata-rata jarak),
dan 5) wards method (berdasarkan total
sum of square dua cluster). Pemilihan
pendekatan ditentukan berdasarkan
kesesuaian dengan permasalahan yang
dihadapi.
Hasil yang dicapai melalui penerapan
praktek terbaik dari L.L. Bean adalah
peningkatan efisiensi dan produktivitas
(Tucker et al. 1987 dalam Yasin 2002).
Selain itu, menurut Dragolea dan Cotirlea
(2009) manfaat benchmarking antara lain
yaitu 1) perbaikan terus menerus untuk
mencapai kinerja yang lebih baik menjadi
budaya organisasi, 2) meningkatkan
pengetahuan terhadap kinerja produk dan
jasa, dan 3) membantu dalam memfokuskan
sumberdaya untuk mencapai target.
Pierre dan Delisle (2006)
mengusulkan sistem diagnosa berbasis
pengetahuan pakar untuk melakukan
benchmarking kinerja. Organisasi atau
perusahaan yang berbeda memiliki metoda
benchmarking sendiri, namun apapun
metode yang digunakan, langkah-langkah
utamanya adalah sebagai berikut : 1)
pengukuran kinerja dari varibel-variabel
kinerja terbaik pada kelompoknya relatif
terhadap kinerja kritikal; 2).penentuan
bagaimana tingkat-tingkat kinerja dicapai;
dan 3).penggunaan informasi untuk
pengembangan dan implementasi dari
rencana peningkatan (Omachonu dan Ross
1994 dalam Elmuti dan Yunus 1997). Hal
tersebut sejalan dengan tujuan dari analisis
perbaikan kinerja.
Sebelum melakukan identifikasi
bagaimana tingkat kinerja dicapai (praktek
terbaik), perlu dilakukan pemilihan kinerja
terbaik dalam kelompoknya. Proses
pemilihan alternatif terbaik dari beberapa
alternatif secara sistematis untuk
ditindaklanjuti sebagai suatu cara
pemecahan masalah dikenal sebagai
pengambilan keputusan.
Berdasarkan jumlah kriteria yang
digunakan, maka persoalan keputusan dapat
dibedakan menjadi dua kategori, yaitu
persoalan keputusan dengan kriteria tunggal
dan kriteria majemuk (multikriteria).
Pengambilan Keputusan Multikriteria
(MCDM) didefinisikan Kusumadewi et al.
(2006) sebagai suatu metode pengambilan
keputusan untuk menetapkan alternatif
terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan
beberapa kriteria tertentu.
Yoon (1981) dalam Kusumadewi
et.al.(2006) menyatakan bahwa masalah
MCDM tidak selalu memberikan suatu


Model Konseptual Analisis Perbaikan Kinerja (Triwulandari S. Dewayana) 137
solusi unik, perbedaan tipe bisa jadi akan
memberikan perbedaan solusi. Adapun
jenis-jenis solusi pada masalah MCDM
(Kusumadewi et al. 2006) yaitu : 1) solusi
ideal, 2) solusi non-dominated (solusi
Pareto-optimal), 3) solusi yang lebih
disukai , dan 4) solusi yang memuaskan.
Pada solusi ideal, kriteria atau atribut dapat
dibagi menjadi dua kategori, yaitu kriteria
yang nilainya akan dimaksimumkan
(kategori kriteria keuntungan), dan kriteria
yang nilainya akan diminimumkan
(kategori kriteria biaya). Solusi ideal akan
memaksimumkan semua kriteria
keuntungan dan meminimumkan semua
kriteria biaya (Daellenbach dan McNickle
2005). Solusi feasible MCDM dikatakan
non-dominated jika tidak ada solusi feasible
yang lain yang akan menghasilkan
perbaikan terhadap suatu atribut tanpa
menyebabkan degenerasi pada atribut
lainnya. Solusi yang memuaskan adalah
himpunan bagian dari solusi-solusi feasible
dimana setiap alternatif melampaui semua
kriteria yang diharapkan.
Zimmermann (1991) dalam
Kusumadewi et al. (2006) menyatakan
bahwa berdasarkan tujuannya, MCDM
dapat dibedakan menjadi dua yaitu : Multi
Attribute Decision Making (MADM) dan
Multi Objective Decision Making
(MODM). MADM digunakan untuk
menyelesaikan masalah-masalah dalam
ruang diskret, sedangkan MODM
digunakan untuk menyelesaikan masalah-
masalah pada ruang kontinyu. Secara
umum dapat dikatakan bahwa MADM
menyeleksi alternatif terbaik dari sejumlah
alternatif, sedangkan MODM merancang
alternatif terbaik.
Terdapat beberapa metode yang
dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah MADM, antara lain yaitu : 1)
Simple Additive Weighting Method (SAW),
2) Weighted Product (WP), 3) ELimination
Et Coix Traduisant la realitE (ELECTRE),
4)Technique for Order Preference by
Similarity to Ideal Solution (TOPSIS), dan
5)Analytic Hierarchy Process (AHP).
Untuk melakukan pemilihan terhadap
organisasi yang berkinerja terbaik (menjadi
best in class), Laise (2004) berpendapat
bahwa pendekatan tradisional yang
digunakan untuk menentukan organisasi
yang menjadi best in class yaitu pendekatan
ranking memiliki kelemahan. Pada
pendekatan tradisional (Laise, 2004),
permasalahan benchmarking dengan
banyak kriteria diselesaikan dengan
mengkonstruksi suatu indikator dengan
merata-ratakan semua score yang diperoleh
suatu organisasi atas ukuran-ukuran yang
berbeda. Rata-rata merupakan suatu ukuran
kecenderungan terpusat dari suatu
kelompok data dan cukup mewakili jika
data mempunyai suatu variabilitas yang
rendah, tetapi jika dilakukan pengamatan
dengan variabilitas tinggi, rata-rata bukan
ukuran yang baik. Menggunakan rata-rata
dapat menghilangkan informasi yang pantas
dipertimbangkan dan oleh karena itu tidak
cocok digunakan untuk membuat
perbandingan.
Selanjutnya, Laise (2004)
mengusulkan penggunaan metode yang
merupakan pengembangan dari konsep
outranking yaitu ELECTRE. Metode
ELECTRE merupakan kelompok dari
algoritma yang dikembangkan dalam
Operational Research (Roy 1985; Vincke
1992; Roy dan Bouyssou 1993; Pamerol
dan Barba-Romero 2000).
ELECTRE menurut Kusumadewi
et.al.(2006) didasarkan pada konsep
perankingan melalui perbandingan
berpasangan antar alternatif pada kriteria
yang sesuai. Suatu alternatif dikatakan
mendominasi alternatif yang lainnya jika
satu atau lebih kriterianya melebihi
(dibandingkan dengan kriteria dari
alternatif yang lain) dan sama dengan
kriteria lain yang tersisa.
Jafari et al. (2007) mengusulkan
kerangka kerja untuk memilih metode
penilaian kinerja terbaik menggunakan
SAW. Konsep dasar metode SAW adalah
mencari penjumlahan terbobot dari rating
kinerja pada setiap alternatif pada semua
atribut (Kusumadewi et.al., 2006).
Kelemahan pada metode SAW yaitu
memerlukan proses normalisasi matriks
keputusan ke suatu skala yang dapat
diperbandingkan dengan semua rating
alternatif yang ada.
Metode lain yang dapat digunakan
dalam melakukan identifikasi terhadap


138 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
organisasi yang menjadi best in class dan
memperoleh solusi ideal adalah
PROMETHEE. PROMETHEE (Preference
Ranking Organization Method For
Enrichment Evaluation) termasuk dalam
keluarga metode outranking yang
dikembangkan oleh B. Roy (1985).
Metodologi Multicriteria outranking
merupakan pengembangan dari pendekatan
tradisional dalam menentukan perusahaan
yang memiliki kinerja terbaik. Metoda
tersebut dapat menghindari kekurangan dari
metoda tradisional yang hanya berdasarkan
pada agregasi kumpulan mono kriteria.
PROMETHEE merupakan salah satu
metode yang digunakan untuk menentukan
urutan atau prioritas dari beberapa alternatif
dalam permasalahan yang menggunakan
multi kriteria. PROMETHEE mempunyai
kemampuan untuk menangani banyak
perbandingan dan memudahkan pengguna
dengan menggunakan data secara langsung
dalam bentuk tabel multikriteria sederhana.
Pengambil keputusan hanya mendefinisikan
skala ukurannya sendiri tanpa batasan,
untuk mengindikasi prioritasnya dan
preferensi untuk setiap kriteria dengan
memusatkan pada nilai (value), tanpa
memikirkan metoda perhitungannya.
2.3 Penentuan Prioritas Perbaikan
Langkah kedua dalam proses
benchmarking adalah penentuan bagaimana
tingkat-tingkat kinerja dicapai. Oleh karena
itu, praktek terbaik perlu diidentifikasi
sebagai masukan untuk perbaikan kinerja.
Asrofah et al. (2010) menyimpulkan bahwa
hasil identifikasi praktek terbaik
berkontribusi pada efektivitas
benchmarking di perusahaan manufaktur
Indonesia. Reddy dan McCarthy (2006)
menegaskan bahwa praktek terbaik perlu
dipromosikan setidak-tidaknya dengan
memanfaatkan database yang dapat diakses
oleh pihak yang memerlukan. Faktor yang
harus diperhatikan dalam mengidentifikasi
praktek terbaik (Ungan, 2007) yaitu
kodifikasi, kompleksitas, dan kesesuaian.
Praktek terbaik dapat didefinisikan
dalam tiga level (Jaffar dan Zairi, 2000)
yaitu 1).ide yang baik (unproven);
2).praktek yang baik; dan 3).praktek terbaik
(proven). Ide yang baik belum dibuktikan
secara empiris dan perlu dilakukan analsis
untuk memastikan ide tersebut akan
berdampak positif pada kinerja organisasi.
Praktek yang baik berupa teknik,
metodologi, prosedur, atau proses yang
telah diimplementasikan dan telah
meningkatkan kinerja organisasi. Praktek
terbaik praktek yang baik yang telah
ditetapkan sebagai pendekatan terbaik bagi
banyak organisasi berdasarkan hasil analisis
data kinerja.
Maire et al. (2005) mengembangkan
model untuk mengidentifikasi praktek
terbaik didasarkan pada prinsip yang serupa
dengan Quality Function Deployment
(QFD). Namun, model yang dirancang
hanya dapat digunakan pada proses dan
bukan pada produk jadi. Southard dan
Parente (2007) mengembangkan metoda
baru yang digunakan untuk proses evaluasi
dalam perbaikan kinerja berdasarkan pada
pengetahuan internal yang dimiliki.
Pendekatan lain yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi praktek
terbaik adalah Root Cause Analysis (RCA).
RCA merupakan pendekatan terstruktur
untuk mengidentifikasi faktor-faktor
berpengaruh pada satu atau lebih kejadian-
kejadian yang lalu agar dapat digunakan
untuk meningkatkan kinerja (Corcoran,
2004). Selain itu, pemanfaatan RCA dalam
analisis perbaikan kinerja menurut Latino
dan Kenneth (2006) dapat memudahkan
pelacakan terhadap faktor yang
mempengaruhi kinerja. Root Cause(s)
adalah bagian dari beberapa faktor
(kejadian, kondisi, faktor organisasional)
yang memberikan kontribusi, atau
menimbulkan kemungkinan penyebab dan
diikuti oleh akibat yang tidak diharapkan.
Terdapat berbagai metode evaluasi
terstruktur untuk mengidentifikasi akar
penyebab (root cause) suatu kejadiaan yang
tidak diharapkan (undesired outcome). Jing
(2008) menjelaskan lima metode yang
populer untuk mengidentifikasi akar
penyebab (root cause) suatu kejadiaan yang
tidak diharapkan (undesired outcome) dari
yang sederhana sampai dengan komplek
yaitu : 1) Is/Is not comparative analysis, 2)
5 Why methods, 3) Fishbone diagram, 4)
Cause and effect matrix, dan 5) Root Cause
Tree.


Model Konseptual Analisis Perbaikan Kinerja (Triwulandari S. Dewayana) 139
Is/Is not comparative analysis
merupakan metoda komparatif yang
digunakan untuk permasalahan sederhana,
dapat memberikan gambaran detil apa yang
terjadi dan telah sering digunakan untuk
menginvestigasi akar masalah. 5 Why
methods merupakan alat analisis sederhana
yang memungkinkan untuk menginvestigasi
suatu masalah secara mendalam. Fishbone
diagram merupakan alat analisis yang
populer, yang sangat baik untuk
menginvestigasi penyebab dalam jumlah
besar. Kelemahan utamanya adalah
hubungan antar penyebab tidak langsung
terlihat, dan interaksi antar komponen tidak
dapat teridentifikasi. Cause and effect
matrix merupakan matriks sebab akibat
yang dituliskan dalam bentuk tabel dan
memberikan bobot pada setiap faktor
penyebab masalah. Root Cause Tree
merupakan alat analisis sebab-akibat yang
paling sesuai untuk permasalahan yang
kompleks. Manfaat utama dari alat analisis
tersebut yaitu memungkinkan untuk
mengidentifikasi hubungan diantara
penyebab masalah.
Chandler (2004) dalam Ramadhani
et.al (2007) menyebutkan bahwa dalam
memanfaatkan RCA terdapat empat
langkah yang harus dilakukan yaitu : 1)
mengidentifikasi dan memperjelas definisi
undesired outcome (suatu kejadiaan yang
tidak diharapkan), 2) mengumpulkan data,
3) menempatkan kejadian-kejadian dan
kondisi-kondisi pada event and causal
factor table, dan 4) lanjutkan pertanyaan
mengapa untuk mengidentifikasi root
causes yang paling kritis.
Selanjutnya, langkah ketiga dari
benchmarking adalah penggunaan
informasi untuk pengembangan dan
implementasi dari rencana peningkatan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penentuan
prioritas perbaikan. Hal ini diperlukan
untuk mengetahui perbaikan yang perlu
memperoleh prioritas, kemudian saran
berdasarkan hasil analisis praktek terbaik
diberikan.
Laugen et al. (2005) menyebutkan
bahwa praktek terbaik yang menyebabkan
kinerja terbaik seringkali sulit untuk
diidentifikasi. Davies (2000) mengusulkan
pendekatan terstruktur (diagnostic) untuk
memilih praktek terbaik berdasarkan pada
kekuatan hubungan dengan tujuan yang
ingin dicapai.

3. METODOLOGI PENELITIAN
Untuk menghasilkan model konseptual
analisis perbaikan kinerja industri gula
dilakukan tahapan sebagai berikut :
1. Melakukan kajian terhadap berbagai
buku referensi, jurnal-jurnal, laporan
penelitian terdahulu, pendapat para
pakar serta sumber lain yang
dipandang akurat dan relevan.
2. Identifikasi sub model berdasarkan
tujuan tahap analisis perbaikan kinerja.
3. Identifikasi keterkaitan antar sub
model.
4. Identifikasi pendekatan yang
digunakan untuk setiap sub model.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Model konseptual analisis perbaikan
kinerja pabrik gula (PG) yang dirancang
bangun terdiri dari 5 (lima) submodel yaitu:
1)Sub model pengelompokan; 2)Sub model
pengukuran kinerja; 3)Sub model pemilihan
kinerja terbaik; 4)Sub model analisis
praktek terbaik; dan 5)Sub model
penentuan prioritas perbaikan. Adapun
secara ringkas model konseptual
ditunjukkan pada Gambar 1.



140 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Gambar 1. Model Konseptual Analisis Perbaikan Kinerja Industri Gula

4.1 Model Pengelompokan
Model pengelompokan bertujuan
untuk mengelompokkan pabrik gula yang
memiliki karakteristik yang serupa.
Pengelompokan pabrik gula (PG)
diperlukan untuk menyetarakan pabrik gula
sehingga layak untuk diperbandingkan.
Untuk mengelompokkan PG yang memiliki
karakteristik serupa dapat dilakukan dengan
mengelompokkan PG berdasarkan
karakteristik pembeda pabrik gula. Adapun
karakteristik yang membedakan antar
pabdik gula yaitu metode yang digunakan
dalam proses pemurnian dan skala pabrik
gula.
Input model berupa basis data yang
diperlukan untuk pengelompokan pabrik
gula. Output dari model pengelompokkan
PG berupa alternatif kelompok PG sesuai
dengan karakteristik pembeda pabrik gula
beserta anggota kelompoknya.
Pendekatan yang digunakan untuk
mengelompokkan PG Merujuk pada Gan et
al. (2007), Sadaaki et al. (2008), dan Xu
dan Wunsch (2009) yaitu supervised
clustering (jumlah kelompok ditentukan)
khususnya Partitional clustering, cara
untuk mengelompokkan data dalam satu
cluster disesuaikan dengan skala penilaian
yang digunakan.
4.2 Model Pengukuran Kinerja
Kinerja yang akan diukur merujuk
pada hasil penelitian Wibisono (1999,
2006), Radnor dan Barnes (2007), serta
Cocca dan Albeti (2010) yaitu kinerja
strategis (kemampuan sumber daya),
kinerja operasional (tugas-tugas
manufaktur), dan kinerja taktis (prioritas
kompetisi).
Ukuran kinerja yang akan digunakan
diidentifikasi dari range yang lebih luas
yaitu produktivitas dan efisiensi. Hal
tersebut juga sesuai dengan permasalahan
yang dihadapi oleh pabrik gula. Sedangkan
untuk keterkaitan ukuran kinerja,
identifikasi ukuran kinerja akan dilakukan
dengan penyelarasan secara vertikal (terkait
dengan visi, misi, dan strategi industri gula)
dan penyelarasan secara horisontal
(keterkaitan antar ukuran kinerja dengan
pendekatan input-proses-output).
Dalam hal jumlah ukuran kinerja
yang akan digunakan, model pengukuran
kinerja memperhatikan berbagai
pendekatan pada penelitian terdahulu
(Medori dan Steeple, 2000; Denton, 2005;
Shahin dan Mahbod, 2007; Saunders et al.,
2007; Parmenter, 2010). Selain itu,
penelitian Gleich et al. (2008) dan Martin
(2008) pada proses manufaktur menjadi
masukan dalam mengidentifikasi ukuran
kinerja.
Kerangka kerja proses pengukuran
kinerja dapat memanfaatkan logika fuzzy
seperti yang diusulkan dalam penelitian
Chan et al. (2002) dan Beheshti dan Lollar
(2008). Hal ini dilakukan mengingat adanya
perbedaan satuan yang digunakan pada
setiap ukuran kinerja. Adapun infrastruktur


Model Konseptual Analisis Perbaikan Kinerja (Triwulandari S. Dewayana) 141
yang akan digunakan merujuk pada hasil
penelitian Unahabhokha et al. (2007).
Model pengukuran kinerja bertujuan
untuk menentukan nilai kinerja setiap
pabrik gula. Pengukuran kinerja yang
dilakukan adalah untuk kinerja input,
kinerja proses, dan kinerja output yang
dinamakan kinerja strategis, kinerja
operasional, dan kinerja taktis. Pengukuran
kinerja dilakukan terhadap seluruh pabrik
gula yang menjadi anggota untuk setiap
alternatif kelompok pabrik gula. Oleh
karena itu, alternatif keputusan pada model
pengukuran kinerja pabrik gula adalah
seluruh pabrik gula yang menjadi objek
kajian yang telah dikelompokkan
berdasarkan karakteristik pembeda pabrik
gula (merupakan output dari model
pengelompokan pabrik gula).
Input model berupa basis data yang
diperlukan untuk pengukuran kinerja.
Output dari model pengukuran kinerja
berupa nilai kinerja untuk setiap jenis
kinerja pada seluruh anggota kelompok PG.
Pendekatan yang digunakan dalam proses
pengukuran kinerja pada model pengukuran
kinerja adalah Fuzzy Expert System (FES).
4.3 Model Pemilihan Kinerja Terbaik
Merujuk pada hasil penelitian
Dattakumar (2003), Grundberg (2003),
Pierre dan Delisle (2006), Gleich et al.
(2008) serta hasil penelitian Tucker (1987)
yang membuktikan bahwa pendekatan
benchmarking dapat meningkatkan efisiensi
dan produktivitas perusahaan maka dalam
penentuan target kinerja akan digunakan
pendekatan benchmarking. Target kinerja
ditentukan berdasarkan kinerja terbaik
dalam kelompok (Tucker et. al. 1987).
Model Pemilihan Kinerja Terbaik
bertujuan untuk menentukan pabrik gula
berkinerja terbaik secara keseluruhan
maupun untuk setiap jenis kinerja (kinerja
strategis, kinerja operasional, kinerja taktis)
pada setiap kelompok pabrik gula. Hasil
pemilihan pada setiap kelompok pabrik
gula akan digunakan sebagai standar kinerja
pembanding bagi setiap pabrik gula pada
kelompok yang sama, baik untuk kinerja
keseluruhan maupun per jenis kinerja. Nilai
kinerja yang digunakan adalah nilai kinerja
yang dihasilkan dari model pengukuran
kinerja yaitu nilai kinerja strategis, nilai
kinerja operasional dan nilai kinerja taktis
untuk seluruh pabrik gula yang menjadi
anggota setiap alternatif kelompok.
4.3.1 Pemilihan Kinerja Terbaik secara
keseluruhan
Input model berupa basis data yang
diperlukan untuk pemilihan kinerja terbaik
secara keseluruhan. Output dari model
berupa urutan (ranking/peringkat) pabrik
gula dalam kelompok. Pemilihan kinerja
terbaik secara keseluruhan dilakukan
dengan menggunakan pendekatan
PROMETHEE karena memiliki kesesuaian
dengan permasalahan yang dihadapi dan
sudah terbukti keunggulannya (seperti yang
dikemukakan oleh Amran dan Kiki (2005),
Prvlovic (2008), dan Triyanti dan Gadis
(2008)).
4.3.2 Pemilihan Kinerja Terbaik Per
Jenis Kinerja
Input model berupa basis data yang
diperlukan untuk pemilihan kinerja terbaik
per jenis kinerja. Output dari model berupa
urutan (ranking) pabrik gula per jenis
kinerja dalam kelompok. Pemilihan kinerja
terbaik per jenis kinerja dilakukan dengan
menggunakan pendekatan Sorting.
Pendekatan Sorting menentukan
urutan kinerja terbaik per jenis kinerja
dengan melakukan perbandingan antar nilai
kinerja per jenis kinerja untuk seluruh PG
pada setiap kelompok PG. Nilai kinerja per
jenis kinerja akan diurutkan dari yang
nilainya terbesar sampai yang terkecil pada
setiap kelompok.
4.4 Model Analisis Praktek Terbaik
Prioritas perbaikan ditentukan
berdasarkan praktek terbaik. Merujuk pada
penelitian Jaffar dan Zairi (2000), maka
analisis praktek terbaik merupakan praktek
yang baik yang telah ditetapkan sebagai
pendekatan terbaik bagi banyak PG.
Pendekatan yang digunakan dalam
melakukan analisis praktek terbaik yang
diusulkan dalam penelitian Maire et al
(2005) dan Southard dan Parente (2007)
memiliki kelemahan mengingat praktek
terbaik yang dihasilkan masih terbatas pada
praktek yang baik (dilihat dari definisi


142 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
praktek terbaik yang disimpulkan oleh
Jaffar dan Zairi 2000).
Model Analisis Praktek Terbaik
bertujuan untuk mengidentifikasi praktek
terbaik yang menghasilkan kinerja terbaik.
Input model berupa basis data yang
diperlukan untuk analisis praktek terbaik.
Output dari model berupa keterkaitan antar
ukuran kinerja yang digunakan dan faktor
penyebab yang cukup penting untuk
dipertimbangkan serta identifikasi praktek
terbaik yang bisa dilakukan pabrik gula.
Merujuk pada penelitian Corcoran
(2004) dan Latino dan Kenneth (2006)
maka pendekatan yang digunakan untuk
melakukan analisis praktek terbaik adalah
root cause analysis. Root cause analysis
dapat digunakan untuk mengidentifikasi
hubungan sebab akibat antar ukuran dan
faktor (ukuran lain) yang menentukan
kinerja.
4.5 Model Penentuan Prioritas
Perbaikan
Penentuan prioritas perbaikan
bertujuan untuk menentukan prioritas
perbaikan yang harus dilakukan oleh PG.
Input model berupa basis data yang
diperlukan untuk penentuan prioritas
perbaikan. Output dari model berupa
prioritas perbaikan yang harus dilakukan
oleh PG terkait dengan ukuran kinerja.
Penentuan prioritas perbaikan
menggunakan pendekatan yang menyerupai
framework yang dikembangkan oleh Davies
dan Kochar (2000) berupa diagnostik atau
penelusuran secara sistematis untuk
memilih praktek terbaik. Penelusuran
secara sistematis dilakukan pada setiap
kelompok pabrik gula. Untuk setiap pabrik
gula yang akan diperbaiki maka kinerja
keseluruhan, kinerja setiap jenis kinerja,
dan kinerja setiap ukuran kinerja akan
diperbandingkan dengan kinerja pabrik gula
lain dalam kelompoknya.

5. KESIMPULAN
Analisis perbaikan kinerja dapat
dilakukan dengan menggunakan model
analisis perbaikan kinerja yang terdiri dari 5
(lima) sub model yaitu pengelompokan,
pengukuran kinerja, pemilihan kinerja
terbaik, analisis praktek terbaik, dan
penentuan prioritas perbaikan. Ke lima sub
model dirancangbangun saling terkait
dimana output dari model pengelompokan
akan menjadi bagian dari input model
pengukuran kinerja, output model
pengukuran kinerja akan menjadi bagian
dari input model pemilihan kinerja terbaik
dan input model analisis praktek terbaik,
serta output dari model pemilihan kinerja
terbaik dan model analisis praktek terbaik
menjadi bagian dari input model penentuan
prioritas perbaikan. Oleh karena itu, model
analisis perbaikan kinerja yang
dirancangbangun merupakan model yang
terintegrasi untuk mencapai tujuan dari
analisis perbaikan kinerja yaitu penentuan
kinerja, penentuan target kinerja, dan
penentuan prioritas perbaikan.

6. DAFTAR PUSTAKA
[1] Amran TG, Kiki S. 2005. Pemilihan
Partner Potensial Bahan baku kimia
produk Fatigon Kaplet berdasarkan
metode AHP dan Promethee di PT.
Dankos Laboratories TBK. Di dalam :
Prosiding Seminar Nasional
Manajemen Kualitas ke-5. ISSN:
1907-0101-9-771907-010119. Jakarta.
[2] Asrofah T, Zailani S, Fernando Y.
2010. Best Practices for the
Effectiveness of Benchmarking in the
Indonesian Manufacturing Companies.
Benchmarking : An International
Journal 17 (1) : 115 143.
[3] Baxter LF, MacLeod AM. 2008.
Managing Performance Improvement.
New York : Routledge.
[4] Beheshti HM, Lollar JG. 2008. Fuzzy
Logic and Performance Evaluation :
Discussion and Application.
International Journal of Productivity
and Performance Management 57 (3):
237 246.
[5] Chan DCK, Yung, Andrew WH. 2002.
An application of fuzzy sets to process
performance evaluation. Integrated
Manufacturing System 13(4): 237-246.
[6] Cocca P., Alberti M. 2010. A
Framework to Assess Performance
Measurement Systems in SMEs.
International Journal of Productivity


Model Konseptual Analisis Perbaikan Kinerja (Triwulandari S. Dewayana) 143
and Performance Management 59 (2):
186-200.
[7] Cokins G. 2004. Performance
Management : Finding the Missing
Pieces (to Close the Intelligence Gap).
New Jersey : John Wiley & Sons.
[8] Daellenbach HG, McNickle DC.
2005. Management Science : Decision
Making Through System Thinking.
New York : Palgrave Macmillan.
[9] Dattakumar R, Jagadeesh R. 2003. A
Review of literature on Benchmarking.
Benchmarking: An International
Journal 10 (3): 176-209.
[10] Davies AJ, Kochhar AK. 2000. A
Framework for the Selection of Best
Practices. International Journal of
Operations & Production Management
20 (10): 1203-1217.
[11] Denton DK. 2010. Performance
Measurement and Intranets : A Natural
Partnership. International Journal of
Productivity and Performance
Management 59 (7): 701-706.
[12] Denton DK. 2005. Measuring
Relevant Things. International Journal
of Productivity and Performance
Management 54 (4):278 - 287.
[13] Dragolea L, Cotirlea D. 2009.
Benchmarking-A Valid Strategy for
the Long Term?. Annales
Universitatis Apulensis Series
Oeconomica 11 (2) : 813 826.
[14] Effendi A. 2009. Teknologi Gula.
Jakarta : Penerbit BeeMarketer
Institute.
[15] Elmuti D, Yunus K. 1997. An
Overview of Benchmarking Process :
A Tool for Continuous Improvement
and Competitive Advantage.
Benchmarking for Quality
Management & Technology 4 ( 4):
229-243.
[16] Gan G, Chaoqun M, Wu J. 2007. Data
Clustering. United States of America :
The America Statistic Association.
[17] Gleich R, Motwani J, dan Wald A.
2008. Process Benchmarking : A New
Tool to Improve The Performance of
Overhead Areas. Benchmarking : An
International Journal 15 (3): 242-256.
[18] Grundberg T. 2003. A Review of
Improvement Methods in
Manufacturing Operations.
International Journal of Productivity
and Performance Management 52 (2) :
89-93.
[19] Halachmi A. 2005. Performance
Measurement is Only One Way of
Managing Performance. International
Journal of Productivity and
Performance Management 54 (7): 502-
516.
[20] Jafari M, Bourouni A, Amiri RH.
2009. A New Framework for Selection
of the Best Performance Appraisal
Method. European Journal of Social
Sciences 7 (3): 92-100.
[21] Jaffar YF, Zairi M. 2000. Internal
Transfer of Best Practice for
Performance Excellence : A Global
Survey. Benchmarking : An
International Journal 7 (4): 239-246.
[22] Jing GG. 2008. Diging for the Root
Cause. ASQ Six Sigma Forum
Magazine 7 (3): 19-24.
[23] Kusumadewi S, Hartati S, Harjoko S,
Wardoyo R. 2006. Fuzzy Multi-
attribute Decision Making.
Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
[24] Laise D. 2004. Benchmarking and
learning organizations : ranking
methods to identify best in class.
Benchmarking : An International
Journal 11 (6): 621-630.
[25] Latino RJ, Kenneth CL. 2006. Root
Cause Analysis : Improving
Performance for Bottom Line
Results. Florida : CRC Press.
[26] Laugen BT, Acur N, Boer H. 2005.
Best Manufacturing Practices : What
do the Best-Performing Companies
Do?. International Journal of
Operations & Production Management
25 (2): 131-150.
[27] [LPPM-IPB] Lembaga Penelitian IPB.
2002. Studi Pengembangan Agribisnis
Pergulaan Nasional.
[28] [LPPM-IPB] Lembaga Penelitian IPB.
2002. Studi Pengembangan Sistem
Industri Pergulaan Nasional.
[29] Maire JL, Vincent B, Maurice P.
2005 A Typology of Best Practices
for a Benchmarking Process.
Benchmarking : An International
Journal 12 (1): 45-60.
[30] Manalu LP. 2009. Analisis Kinerja
Pabrik Gula Dengan Metoda DEA
(Data Envelopment Analysis). Jurnal


144 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Hasil Penelitian Universitas Djuanda
1 (2).
[31] Marchand M, Raymond L. 2008.
Researching Performance
Measurement Systems : An
Information Systems Perspective.
International Journal of Operations &
Production Management 28 (7): 663-
686.
[32] Martin F. 2008. A Performance
Technologists Approach to Process
Performance Improvement.
International Society for
Performance Improvement. 47 (2):
30-40.
[33] Nenadal J. 2008. Process Performance
Measurement in Manufacturing
Organizations. International Journal of
Productivity and Performance
Management 57 (6): 460-467.
[34] Olsen EO, Zhou H, Lee DMS,
Padunchwit P. 2007. Performance
Measurement System and
Relationships with Performance
Results. International Journal of
Productivity and Performance
Management 56 (7): 559-582.
[35] [P3GI] Pusat Penelitian Perkebunan
Gula Indonesia. 2008. Konsep
Peningkatan Rendemen Untuk
Mendukung Program Akselerasi
Industri Gula Nasional.
[36] Parmenter D. 2010. Key Performance
Indicators. Jakarta : PT Elex Media
Komputindo.
[37] Pierre JS, Delisle S. 2006. An Expert
Diagnosis System for the
Benchmarking of SMEs Performance.
Benchmarking : An International
Journal 13 (1/2): 106-119.
[38] Prvulovic S, Dragisa T, Zivan Z,
Ljiljana R. 2008. Multi-Criteria
Decision In The Choice Of
Advertising Tools. Journal Of Facta
Universitatis : Mechanical
Engineering 6 (1): 91-100.
[39] Radnor ZJ, Barnes D. 2007. Historical
analysis of performance measurement
and management in operations
management. International Journal of
Productivity and Performance
Management 56: 384-396.
[40] Ramadhani M, Fariza A, Basuki DK.
2007. Sistem Pendukung Keputusan
Identifikasi Penyebab Susut Distribusi
Energi Listrik Menggunakan Metode
FMEA.
[41] Reddy W, McCarthy S. 2006. Sharing
Best Practice. International Journal of
Health Care Quality Assurance 19 (7):
594-598.
[42] Sadaaki M, Hidetomo I, Katsuhiro H.
2008. Algorithm for Fuzzy Clustering.
Di dalam : Studies in Fuzziness and
Soft Computing. ISSN : 1434-9922.
[43] Santos MF et al. 2007. Towards a
Definition of a Business Performance
Measurement System. International
Journal of Operations & Production
Management 27 (8) : 784 801.
[44] Siagian V. 1999. Analisis Efisiensi
Biaya Produksi Gula di Indonesia :
Pendekatan Fungsi Biaya Multi-input
Multi-Output. Bogor : Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
[45] Sink D.S., Thomas C.T. 1989.
Planning and measurement in your
organization of the future. United
States of America : Industrial
Engineering and Management Press.
[46] Southard PB, Parente DH. 2007. A
Model for Internal Benchmarking :
When and How ?. Benchmarking : An
International Journal 14 (2): 161-171.
[47] [SPN] Stakeholders Pergulaan
Nasional. 2006. Road Map
Swasembada Gula Nasional.
[48] Spitzer DR. 2007. Transforming
performance measurement : rethinking
the way we measure and drive
organizational success. New York :
AMACOM.
[49] Stiffler MA. 2006. Performance :
Creating the Performance-Driven
Organization. New Jersey : John
Wiley & Sons Inc.
[50] Swanson RA. 1996. Analysis for
Improving Performance : Tools for
Diagnosing Organizations &
Documenting Workplace Expertise.
United States of America : Pleasant
Run Publishing Services.
[51] Triyanti V, Gadis MT. 2008.
Pemilihan Supplier Untuk Industri
Makanan Menggunakan Metode
PROMETHEE. Journal of Logistics
and Supply Chain Management 1 (2):
83-92.


Model Konseptual Analisis Perbaikan Kinerja (Triwulandari S. Dewayana) 145
[52] Tangen S. 2004. Performance
Measurement : From Philosophy to
Practice. International Journal of
Productivity and Performance
Management 53 (8) : 726 737.
[53] Unahabhokha C, Platts K, Tan KH.
2007. Predictive performance
measurement system : A fuzzy expert
system approach. Benchmarking : An
International Journal 14 (1) : 77 91.
[54] Ungan MC. 2007. Manufacturing Best
Practices : Implementation Success
Factors and Performance. Journal of
Manufacturing Technology
Management 18 (3) : 333 348.
[55] Wibisono D. 1999. Analisis
Keterkaitan Variabel Kinerja dalam
Perusahaan Manufaktur. Jurnal ISTMI
3 (2) : 27-35.
[56] Wibisono D. 2006. Manajemen
Kinerja : Konsep, Desain, dan Teknik
Meningkatkan Daya Saing
Perusahaan. Jakarta : Erlangga.
[57] Xu R, Wunsch DC. 2009. Clustering.
New Jersey : IEEE Press.
[58] Yasin MM. 2002. The Theory and
Practice of Benchmarking : Then and
Now. Benchmarking : An International
Journal 9 (3) : 217-243.





146 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
PERANCANGAN PERMAINAN INTERAKTIF SEBAGAI ALAT
UNTUK MEMPERKENALKAN DUNIA INDUSTRI
PADA SISWA SMA

Vivi Triyanti
1
, Christine Natalia
2

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta


ABSTRACT
The research builds an interactive game to help high school students in getting better
understanding of Industrial Engineering.. The game is about the flour production company
which process are procurement, production and sales, played by a team consisted of four
students. After design and construction phases, the game was tried in Tarakanita High school.
Using paired t-test for means, it is concluded that there is increasing grade in posttest value. It
means after playing the game ,students have better understanding about aspect that are
concerned in Industrial Engineering. Moreover, based on evaluation review, there are good
acceptances of the activities
Keywords: Industrial Engineering, Interactive Game, Logistic


1. PENDAHULUAN
3

Teknik industri adalah cabang dari
ilmu teknik yang berpusat pada
perancangan, pengembangan dan
pembuatan sistem yang terintegrasi antara
manusia, material, informasi, peralatan dan
energi. (Turner, 2000). Dalam ilmu teknik
industri, diajarkan untuk berpikir secara
integral mengenai aspek yang
mempengaruhi industri, yaitu 5 M (Man,
Machine, money, method, market). Saat
inipun kebutuhan akan Sarjana Teknik
Industripun meningkat di kalangan Industri
Namun disayangkan, menurut hasil
wawancara dengan anggota Tim Promosi
Unika Atma Jaya yang menangani promosi
untuk Teknik Industri, masih banyak
kalangan siswa/i SMA yang belum
mengetahui Jurusan teknik Industri dengan
jelas, terutama mengenai keilmuan yang
dipelajari di Teknik Industri itu sendiri.
Untuk itu pada penelitian ini akan dibuat
konsep permainan interaktif yang dapat
memperkenalkan keilmuan Teknik Industri,
terutama dalam kaitan dengan berbagai
bidang kerja yang terdapat di dunia industri.

Korespondensi :
1
Vivi Triyanti
E-mail : vivi.triyanti@atmajaya.ac.id,
2
Christine Natalia
E-mail : christine.natalia@atmajaya.ac.id
Adapun dalam permainan tersebut
merepresentasikan sebuah kasus yang
terjadi dalam dunia industri secara nyata
dalam tingkat corporate dengan adanya
simulasi dengan konsep simulasi dengan
role playing. Pada permainan ini, kondisi
nyata yang ada di dunia industri
digambarkan dengan adanya beberapa
bagian dalam perusahaan yang mempunyai
tugas dan tanggung jawabnya masing-
masing dalam menentukan jalannya roda
perusahaan.
Melalui permainan ini hendak
diperlihatkan bahwa keilmuan Teknik
Indutri mempelajari setiap aktivitas di
industri, baik yang terkait dengan produksi,
manajemen dan keuangan dengan
memperlihatkan keterkaitan antar individu
maupun aktivitas yang terjadi di tiap
bagian. Dengan pemahaman ini diharapkan
agar setiap bagian dapat mengambil
keputusan dengan lebih obyektif dan
sistematis, dengan memperhatikan input
dan output dari/ke seluruh pihak yang
terkait. Selain itu dengan adanya unsur
ketidakpastian dari pihak luar, pemain akan
mempelajari tentang adanya resiko yang
dapat terlibat dalam berbagai pengambilan
keputusan


Perancangan Permainan Interaktif Sebagai Alat (Vivi Triyanti) 147
1.1. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka
dapat dirumuskan permasalahan yaitu
masih banyak kalangan siswa/i yang belum
mengetahui Jurusan teknik Industri dengan
jelas, terutama mengenai bidang ilmu dari
Teknik Industri dan peranan Ilmu TI di
perusahaan. Oleh karena itu akan diujikan
konsep baru untuk memberikan informasi
tentang keilmuan TI kepada siswa/i SMA,
berupa permainan interaktif. Hipotesis yang
akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah
bahwa melalui permainan interaktif maka
siswa/i SMA dapat lebih mengerti
mengenai bidang ilmu Teknik Industri dan
peranannya di perusahaan. Hipotesis ini
akan dibuktikan melalui tes yang diberikan
kepada siswa/i SMA sebelum dan setelah
mengikuti permainan interaktif.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengembangkan konsep dan detail
permainan interaktif yang dapat
digunakan siswa/i SMA dalam
memahami keilmuan Teknik Industri
dan peranan ilmu TI di perusahaan
2. Konstruksi dan Uji permainan interaktif
yang dibuat
3. Aplikasi permainan interaktif pada
siswa/i SMA
4. Mengevaluasi hasil aplikasi permainan
interaktif yang diterapkan pada siswa/i
SMA
1.3 Manfaat penelitian
Dengan melakukan permainan ini,
diharapkan agar siswa/i SMA dapat
memperoleh gambaran yang lebih jelas
mengenai bidang ilmu Teknik Industri dan
peranannya di perusahaan untuk
menyelesaikan masalah sebagai suatu
sistem yang integrasi.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Permainan (Games)
Permainan (games), populer dengan
berbagai sebutan antara lain pemanasan
(ice-breaker) atau penyegaran (energizer).
Arti harfiah ice-breaker adalah pemecah
es. Jadi, arti pemanasan dalam proses
belajar adalah pemecah situasi kebekuan
pikiran atau fisik peserta. Permainan juga
dimaksudkan untuk membangun suasana
belajar yang dinamis, penuh semangat, dan
antusiasme. Karakteristik permainan adalah
menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan (fun) serta serius tapi santai
(sersan). Permainan digunakan untuk
penciptaan suasana belajar dari pasif ke
aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab), dan
dari jenuh menjadi riang (segar). Metode ini
diarahkan agar tujuan belajar dapat dicapai
secara efisien dan efektif dalam suasana
gembira meskipun membahas hal-hal yang
sulit atau berat. Sebaiknya permainan
digunakan sebagai bagian dari proses
belajar, bukan hanya untuk mengisi waktu
kosong atau sekedar permainan. Permainan
sebaiknya dirancang menjadi suatu aksi
atau kejadian yang dialami sendiri oleh
peserta, kemudian ditarik dalam proses
refleksi untuk menjadi hikmah yang
mendalam (prinsip, nilai, atau pelajaran-
pelajaran). Wilayah perubahan yang
dipengaruhi adalah rana sikap-nilai.
2.2. Proses Generik Pengembangan
Produk
Proses adalah urutan dari langkah-
langkah transformasi sebuah input menjadi
output. Sehingga, proses pengembangan
produk merupakan urutan-urutan langkah-
langkah perusahaan dalam menyusun,
merancang dan mengkomersialkan suatu
produk.
Proses generik pengembangan
produk memiliki lima tahapan penting yaitu
pengembangan konsep, (concept
development), rancangan tingkat sistem
produk (system level design), rancangan
detail (detail design), uji coba dan evaluasi
(testing and refinement), uji coba proses
produksi (production ramp-up).
1. Pengembangan konsep: dalam tahapan
ini kebutuhan pasar harus dapat
diketahui, juga perlu membangun dan
mengevaluasi alternatif konsep produk
dan akhirnya terpilih satu konsep
produk yang akan dikembangkan.
Suatu konsep adalah suatu deskripsi
tentang bentuk, fungsi dan fungsi
tambahan produk (features).
2. Rancangan tingkatan sistem produk:
tahapan ini meliputi pendefinisian
arsitektur produk dan pembagian
produk atas komponen-komponennya,


148 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
juga pendefinisian skema perakitan
terakhir untuk produk tersebut.
Outputnya berupa komponen dan
penyusun produk, spesifikasi tiap
komponen produk dan precedence
diagram yang menggambarkan
keterkaitan aktivitas.
3. Rancangan detail: tahap ini meliputi
spesifikasi lengkap mengenai bentuk
geometri produk dan komponennya,
bahan yang digunakan, serta ukuran
dan toleransinya dari seluruh komponen
(bagian) penyusun komponen dan
produknya, serta standar ukuran
komponen (bagian) yang dipesan,
termasuk pula proses pengerjaan dan
peralatan maupun mesin yang
digunakan untuk seluruh komponen,
rencana proses produksi untuk lini
produksi.
4. Uji coba dan evaluasi: pada tahapan ini
meliputi pembuatan produk
percontohan (prototype) untuk
dievaluasi sebelum dilakukan proses
produksi.
5. Uji coba proses produksi: tahapan ini
bertujuan untuk melatih para pekerja
dan untuk mengetahui permasalahan
yang terjadi ketika produk itu dicoba
untuk dibuat.

3. METODOLOGI PENELITIAN
Tahap-tahap metodologi penelitian dapat
dilihat sebagai berikut :
1. Pendahuluan
Sebelum melakukan penelitian, maka
dilakukan penelitian pendahuluan untuk
mengetahui kebutuhan dari tim promosi
yang akan diangkat menjadi bahan kasus.
Penelitian dilakukan secara kualitatif
dengan menggunakan pertanyaan terbuka
terhadap beberapa mahasiswa Teknik
Industri Unika Atma Jaya Jakarta yang
pernah menjadi tim promosi. Berdasarkan
hasil penelitian pendahuluan maupun dari
studi pustaka, maka dilakukan perumusan
masalah maupun tujuan penelitian.
2. Pengembangan Konsep
1. Identifikasi kebutuhan
Dilakukan untuk mengetahui hal-hal
apa saja yang dibutuhkan oleh semua
pihak yang berkepentingan sehingga
kasus dan program simulasi yang akan
dibuat dapat difokuskan pada
kebutuhan mereka. Pihak yang terkait
disini adalah siswa/i SMA yang akan
memainkan permainan ini maupun
pihak jurusan yang bermaksud
memperkenalkan keilmuan Teknik
Industri. Berdasarkan hasil identifikasi
kebutuhan user, maka kebutuhan-
kebutuhan user tersebut dapat
dikelompokkan menjadi beberapa
kelompok besar sebagai kebutuhan
primer. Kebutuhan primer tersebut
dapat dilakukan break down menjadi
kebutuhan sekunder dan tersier.
2. Perancangan Kasus
Kasus yang akan dibangun
merepresentasikan suatu perusahaan
manufaktur yang telah exist. Pada
bagian ini, ide konsep ini akan lebih
dibuat detailnya, termasuk:
1. Identifikasi variabel yang terlibat
dalam konsep permainan
2. Validasi kasus untuk mengetahui
apakah model konseptual yang
dibangun telah sesuai dengan
kebutuhan user dan dengan kondisi
nyata.
3. Perancangan Tingkat Sistem
Pada perencanaan tingkat sistem,
dilakukan perancangan bentuk dari game
tersebut serta membuat tampilan dari game
tersebut. Selain tampilan dari game,
dilakukan perancangan aturan main dari
game seperti aturan langkah atau urutan
permainan. Perancangan tingkat sistem
meliputi Perancangan Rule of the game
dan Perancangan Form Game.
1. Perancangan Rule of The Game
a. Deskripsi Umum
Menjelaskan mengenai kondisi
perusahaan secara umum dan divisi
yang terdapat dalam perusahaan serta
tugas masing-masing divisi
b. Sistem Produksi
Menjelaskan mengenai produk yang
diproduksi dan sistem produksi dari
perusahaan.
c. Biaya Produksi
Dalam bagian ini juga dijelaskan
mengenai kapasitas produksi, biaya


Perancangan Permainan Interaktif Sebagai Alat (Vivi Triyanti) 149
tenaga kerja, biaya penyimpanan dan
biaya lainnya yang berhubungan
dengan biaya produksi
d. Sistem Permainan
Menjelaskan mengenai tahapan yang
harus dilalui oleh para pemain dan
peraturan permainan
2. Perancangan Form game
Pada tahap ini akan dibuat beberapa
form game untuk membantu peserta
dalam merekap datanya, misalnya
form pembelian bagan baku, form
produksi, dan lain-lain. Form yang
akan dikembangkan meliputi form
untuk membantu penginputan dan
form untuk merekap hasil.
4. Perancangan Tingkat Detail
Pada tahap ini akan dilakukan konstruksi
alat bantu dengan program Microsoft Excel
dan verifikasi hasil
1. Konstruksi
Berdasarkan hasil perancangan model
kasus serta perancangan form game,
maka Interactive Industrial Game ini
dapat dirancang dengan menggunakan
program Microsoft Excel.
2. Verifikasi
Verifikasi program dilakukan dengan
menjalankan program serta melakukan
perbandingan antara hasil yang didapat
pada program yang dibuat serta
perhitungan manual yang dilakukan.
5. Uji Coba
Setelah dilakukan konstruksi game
serta melakukan validasi dan verifikasi,
maka langkah selanjutnya adalah
melakukan uji coba. Uji coba dilakukan di
suatu SMA yang terpilih. Uji coba ini
digunakan untuk mengetahui efek dari
permainan ini terhadap pemahaman peserta
uji coba mengenai integrasi di dalam
Teknik Industri. Pemberian tes dilakukan
sebelum dan sesudah permainan interaktif
dimulai. Hasilnya akan dibandingkan
dengan uji statistik yang sesuai.
6. Analisis
Setelah dilakukan pengolahan data,
maka dilakukan analisis terhadap aspek-
aspek yang berpengaruh dalam permainan
yang telah dirancang serta analisis hasil uji
coba dan implementasi permainan ini.
7. Kesimpulan
Setelah pelaksanaan analisis berhasil, maka
dapat ditarik kesimpulan berdasarkan hasil
pengolahan data dan analisis.

4. HASIL PENELITIAN
Kebutuhan mahasiswa Teknik
Industri akan suatu metode yang dapat
digunakan untuk dapat berpikir integral
dituangkan dalam bentuk suatu metode
pembelajaran dengan menggunakan
permainan interaktif. Pada permainan
interaktif ini, digunakan beberapa keilmuan
dasar Teknik Industri yaitu Perencanaan
Produksi, Analisis Keputusan,
Pemrograman Linier, Akuntansi dan Biaya
dan Manajemen.
Pada permainan interaktif ini terdapat
sebuah kasus yang merepresentasikan suatu
perusahaan penghasil tepung terigu dimana
setiap perusahaan ini terdiri atas empat
divisi utama yaitu production, finance,
marketing and purchasing serta business
analyst. Setiap divisi dalam permainan ini
mempunyai tugas masing-masing.
Perusahaan tepung terigu pada
permainan ini memproduksi empat jenis
tepung terigu yang diklasifikasikan
berdasarkan kandungan protein yang
terdapat dalam tepung terigu tersebut.
Kandungan protein yang terdapat pada
tepung terigu tersebut berasal dari
pencampuran gandum. Gandum yang
menjadi bahan baku tepung terigu ini terdiri
atas delapan jenis yang mempunyai
kandungan protein yang berbeda-beda.
Permainan ini terbagi menjadi tiga
bagian yaitu pembelian gandum, produksi
serta penjualan tepung terigu. Prosedur
pembelian gandum pada permainan ini
berdasarkan prosedur lelang. Sedangkan
prosedur pada penjualan tepung terigu
menggunakan skema tender. Untuk lebih
jelasnya, prosedur permainan ini dapat
dilihat pada gambar 1.
Pada permainan ini, digunakan form
manual serta form pada komputer sebagai
alat bantu pada permainan. Form pada
komputer dibuat dengan menggunakan
program MS Excel. Sedangkan form
manual dibuat untuk digunakan dalam


150 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
prosedur-prosedur permainan seperti
pendaftaran lelang gandum dan pendaftaran
tender tepung terigu.


Gambar 1. Prosedur Permainan Interaktif

UJI COBA
Peserta Industrial Games adalah
siswa/i SMU yang dibagi dalam
tim/kelompok yang terdiri atas 4 (empat)
orang dalam 1 (satu) tim untuk siswa/I
kelas 1, kelas 2, dan atau kelas 3.
Keempat orang ini akan bekerja sama dan
memerankan jabatan sebagai Production
Manager, Finance Manager, Marketing &
Purchasing Manager, dan Business Analyst
dari perusahaan tepung terigu yang
dikelola. Adapun target peserta yang
diharapkan sebanyak 10 tim


Perancangan Permainan Interaktif Sebagai Alat (Vivi Triyanti) 151
Kegiatan dilaksanakan pada :
Hari/ tanggal : Selasa, 12 Oktober 2010
Waktu : 11.00 14.00
Tempat : SMA Tarakanita-Pulo Raya
IV no 17, Kebayoran Baru
Kegiatan Industrial Games telah
dilaksanakan dengan baik di SMA
Tarakanita, dengan jumlah peserta hampr
mendekati yang ditargetkan yaitu sebanyak
36 orang (9 tim).

5. ANALISIS
5.1. Pengujian Hipotesis
Kuesioner disini digunakan untuk
mengetahui pendapat siswa/i SMA
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
istilah maupun kegiatan di industri,
terutama pada kasus yang sedang dibahas.
Kuesioner ini diberikan sebelum dan
sesudah siswa/i SMA melakukan
permainan, dimana pada tahap selanjutnya
data sebelum melakukan permainan disebut
dengan pretest sedangkan data setelah
melakukan permainan disebut dengan
posttest. Kuesioner diberikan kepada
seluruh siswa/i SMA yang menjadi peserta
permainan.
Kuesioner yang diberikan merupakan
multiple choice, dimana hanya satu jawaban
yang benar. Siswa diminta untuk memilih
salah satu jawaban yang dianggap paling
benar. Kegiatan ini diikuti oleh 36 peserta.
Jadi terdapat 36 peserta yang mengisi
kuesioner. Namun karena satu dan lain hal,
ada 3 orang yang tidak dapat mengikuti
kegiatan sampai akhir. Oleh karena itu,
kuesioner yang diisi dengan lengkap
(sebelum dan sesudah kegiatan) ada 33
kuesioner. Pada kuesioner terdapat 10
pertanyaan. Untuk masing-masing siswa,
dihitung berapa jawaban yang dijawab
dengan benar.
Berdasarkan data hasil kuesioner
yang diberikan, kemudian dilakukan
pengolahan data dengan menggunakan uji t
berpasangan. Uji t berpasangan ini sendiri
merupakan uji yang dilakukan untuk
menguji 2 sampel yang sama namun
memiliki perlakuan yang berbeda. Hasil
yang dilihat adalah perbedaan hasil rataan
data dengan nilai kritis yang dimiliki. Data
hasil kuesioner untuk setiap pertanyaan
yang diberikan adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Penyebaran Kuesioner
SEBELUM SESUDAH
1 8 9
2 4 9
3 4 5
4 6 5
5 6 8
6 5 9
7 5 6
8 8 9
9 7 10
10 7 10
11 6 4
12 7 7
13 7 7
14 5 8
15 6 6
16 5 7
17 6 6
18 6 8
19 6 8
20 8 9
21 5 7
22 9 10
23 9 10
24 8 8
25 7 7
26 5 6
27 5 6
28 3 6
29 7 8
30 8 8
31 10 9
32 8 9
33 6 5

Setelah itu data dibandingkan dengan
menggunakan uji t bepasangan satu arah
untuk menguji apakah jumlah jawaban yang
benar pada pengisian kuesioner setelah
kegiatan lebih besar daripada jumlah
jawaban yang benar pada pengisian
kuesioner setelah kegiatan. Berdasarkan
hasil pengujian uji t berpasangan dengan
menggunakan bantuan software Microsoft
Excel, dapat diketahui apakah ada
perbedaan antara hasil pengujian sebelum
melakukan permainan dengan pengujian
setelah melakukan permainan.


152 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Adapun hipotesis nol (H
0
)

dan
hipotesis tandingan (H1)

yang digunakan
adalah sebagai berikut :
Ho :
0 =

Ho : Rata-rata selisih antara data
sebelum permainan dan sesudah
permainan adalah 0
Hipotesis tandingannya adalah
H
1
:
0 <

H
1
: Rata-rata selisih antara data
sebelum permainan dan sesudah
permainan adalah lebih kecil dari 0.
Tingkat kepercayaan yang digunakan
adalah 95% sehingga alpha () adalah 0.05.
Dengan menginputkan data tersebut pada
software Microsoft Excel uji t-test : paired
two sample for means, hasilnya adalah
sebagai berikut:


Tabel 2. Hasil Uji paired t test

t-Test: Paired Two Sample for Means
SEBELUM SESUDAH
Mean 6.424242424 7.545454545
Variance 2.564393939 2.755681818
Observations 33 33
Pearson Correlation 0.568541358
Hypothesized Mean Difference 0
Df 32
t Stat -4.249436217
P(T<=t) one-tail 8.64661E-05
t Critical one-tail 1.693888703
P(T<=t) two-tail 0.000172932
t Critical two-tail 2.036933334

Dalam menganalisis hasil pengujian
hipotesis ini dilakukan, dengan
membandingkan P-value hasil pengujian
dengan nilai kritis alpha () yang
digunakan yaitu 0.05. P-value atau P(T<t)
merupakan kemungkinan |T hitung| lebih
kecil dari |t tabel|. Jika |T hitung| lebih besar
dari |t tabel |, menunjukkan bahwa kedua
data berbeda. Sebaliknya jika |T hitung|
lebih kecil dari |t tabel |, menunjukkan
bahwa kedua data yang dibandingkan
adalah sama.
Oleh karena itu jika P(T<t)
mempunyai nilai kurang dari 0.05, berarti
kemungkinan bahwa kemungkinan kedua
data yang dibandingkan adalah sama,
adalah sangat kecil (lebih kecil dari nilai
yang disyaratkan). Atau bisa dikatakan
bahwa perbedaan kedua data adalah bukan
karena kebetulan.
Oleh karena pada data ini nilai
P(T<t) adalah lebih kecil dari nilai alpha
(), yaitu 8.64661E05, lebih kecil dari nilai
alpha () 0.05. Oleh karena itu tolak H
0
dan
terima H
1,
yang berarti kedua data berbeda
secara signifikan. Karena uji ini dilakukan
satu arah, maka dapat disimpulkan bahwa
H
0
ditolak. Hasil (jumlah jawaban yang
benar) sebelum melakukan permainan
lebih sedikit dari pada hasil (jumlah
jawaban yang benar) setelah melakukan
permainan. Karena jumlah jawaban yang
benar menunjukkan tingkat pemahaman
terhadap konsep keilmuan Teknik Industri,
terutama yang digunakan pada permainan
ini, maka terlihat bahwa terjadi peningkatan
pemahaman dari para siswa setelah
melakukan permainan ini.
5.2. Analisis Respon Terhadap Kegiatan
Industrial Games
Pada akhir kegiatan para siswa juga
dibagikan kuesioner yang digunakan untuk
mengetahui respon siswa/i SMA terhadap
kegiatan Industrial Games yang diadakan.
Tiap pertanyaan harus dijawab dengan
pendapat siswa terhadap item yang


Perancangan Permainan Interaktif Sebagai Alat (Vivi Triyanti) 153
ditanyakan. Penilaian adalah sebagai
berikut:
Baik Nilai = 3
Cukup Nilai = 2
Kurang Nilai = 1
Bagian ini sendiri diberikan kepada
siswa/i SMA yang menjadi peserta
Industrial Games setelah melakukan
permainan dan kegiatan Industrial Games
ini.

Tabel 3. Rekap Nilai Evaluasi dari siswa
No Pertanyaan Nilai
1 Promosi kegiatan TI games ini secara umum. 2.44
2
Pelaksanaan kegiatan perkenalan teknik industri melalui kegiatan TI games sudah
dapat memperkenalkan apa itu teknik industri. 2.24
3 Permainan dalam kegiatan ini memberi manfaat mengetahui apa itu teknik industri 2.32
4 Reward yang diberikan dari kegiatan ini. 2.32
5 Fasilitas yang dipakai dalam permainan. 2.59
6 Realitas dunia industri yang digambarkan dari permainan. 2.38
7 Waktu yang dipergunakan untuk kegiatan TI games. 2.06
8 Waktu yang diberikan untuk berpikir dalam permainan. 2.00
9
Peran panitia dalam kegiatan untuk membantu peserta memperkenalkan apa itu
teknik industri dan bagaimana permainan dilakukan dalam TI games ini. 2.56

Dari hasil 33 kuesioner yang terisi
dengan lengkap, disimpulkan bahwa secara
umum mereka menyambut positif terhadap
kegiatan ini. Siswa/i SMA setuju bahwa
metode permainan yang dilakukan dapat
lebih membantu untuk memahami ilmu
khususnya Teknik Industri. Hal ini
menunjukkan bahwa suatu metode
permainan dapat lebih membantu dan
mempermudah untuk mengenal dan
memahami suatu bidang ilmu dalam hal ini
adalah bidang ilmu Teknik Industri.
Kegiatan ini sendiri mendapat
tanggapan yang baik dari pihak sekolah dan
siswa di SMA yang diadakan. Permainan
yang ada dianggap dapat lebih membantu
dan mempermudah untuk mengenal dan
memahami bidang ilmu khususnya Teknik
Industri. Dari feedback lisan juga diperoleh
beberapa masukan, antara lain :
Penambahan animasi pada materi
perlombaan sehingga terlihat lebih
menarik dan mengurangi kesan terlalu
serius
Adanya mentor yang mendampingi tiap
kelompok
Hadiah yang lebih besar jumlahnya
Kegiatan lebih sering diadakan
Penambahan waktu untuk setiap sesi
(lelang gandum, produksi, dan tender
gandum)

6. KESIMPULAN
1. Konsep dasar permainan ini merupakan
kondisi sebuah perusahaan penghasil
tepung terigu yang pada prosesnya
terbagi menjadi tiga bagian besar yaitu
pembelian bahan baku atau gandum,
proses produksi tepung terigu dan
proses penjualan produk jadi yaitu
tepung terigu. Dalam permainan ini
beberapa mata kuliah Teknik Industri
yang digunakan di antaranya
Perencanaan Produksi, Akuntansi dan
Biaya, Analisis Keputusan,
Pemrograman Linier serta ilmu
manajerial.
2. Dalam permainan ini, dirancang untuk
dapat merepresentasikan kondisi dalam
perusahaan dimana terdapat pembagian
peran anggota tim yang berjumlah
empat orang yang dibagi menjadi
marketing and purchasing, production,
finance dan business analyst.
3. Berdasarkan hasil kuesioner dan
evaluasi pada saat uji coba yang telah
dilakukan, dapat diketahui bahwa
permainan ini cukup bermanfaat bagi


154 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
mahasiswa terutama dalam
mensimulasikan kondisi nyata yang ada
dalam dunia industri dan juga
membantu pembentukan pola pikir
integral dalam ilmu Teknik Industri.

7. DAFTAR PUSTAKA
[1] Bazaara, M.S. dan Jarvis, J. J. 1977.
Linear Programming and Network
Flows. New York: John Wiley &
Sons
[2] Daellenbach, H.G. 1994. Systems and
Decision Making. Chicester : John
Wiley & Sons
[3] Hilgard, E. R., Bower, G. H. 1966.
Theories of Learning, New York:
Appleton- Century-Crofts.
[4] Jogiyanto. 2006. Pembelajaran
Metode Kasus, Yogyakarta : ANDI.
[5] Johnson, G dan Scholes, K. 1999.
Exploring Corporate Strategy.
London: McGraw-Hill.
[6] Manullang, M. 1987. Dasar-Dasar
Manajemen. Jakarta : Ghalia
Indonesia
[7] Murthy, D.N.P., Page, N.W., dan
Rodin, E.Y. 1990. Mathematical
Modelling. Headington Hill Hall,
Oxford : Pergamon Press Inc
[8] Nasution, Arman Hakim. 2003,
Perencanaan & Pengendalian
Produksi, Surabaya : Guna Widya.
[9] Prabhu, V., Baker, M. 1986.
Industrial Engineering. London:
McGraw-Hill
[10] Salvendy, G. et al. 1982. Handbook
of Industrial Engineering New York:
John Wiley & Sons.
[11] Sirivongpaisal, N. 1999. Minimum
Cost Flow in A Supply Chain
Problem Using A Stochastic Linear
Programming Approach. Doctor of
Philosophy Dissertation. Ann Arbor:
University of Texas at Arlington.
[12] Solomon, J. 2007. Corporate
Governance and Accountability.
Chicester: John Wiley & Sons.
[13] Taha, H.A. 1989. Operations
Research: An Introduction. New
York: MacMillan Publishing
Company.
[14] Turner, W.C., Mize, J.H., Case,.K.E.,
Nazemetz, J.W. 2000. Pengantar
Teknik & Sistem Industri. Surabaya:
Guna Widya
[15] Ulrich, K.T dan Eppinger, S.D. 2001
Perancangan dan Pengembangan
Produk. Jakarta : Salemba Teknika.








Sistem Manajemen Keamanan Pangan ISO 22000 (Wawan Kurniawan) 155
SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN ISO 22000
UNTUK INDUSTRI YANG BERHUBUNGAN DENGAN PANGAN

Wawan Kurniawan
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti


ABSTRACT
This paper was discussing about ISO 22000. ISO 22000 is an international standard that
defines the requirements of a food safety management system covering all organizations in the
food chain from farm to table. The standard combines generally recognized key elements to
ensure food safety along the food chain, including: interactive communication, system
management, control of food safety hazards through pre-requisite programmes and HACCP
plans, continual improvement and updating of the food safety management system. ISO
22000:2005 is also for companies seeking to integrate their quality management system, for
example ISO 9001:2000 and British Retail Consortium (BRC).
Keywords: ISO 22000, HACCP, ISO 9001:2000, British Retail Consortium


1. PENDAHULUAN
4

Undang-Undang No.7 tentang
pangan tahun 1996 menjelasan pengertian
pangan sebagai segala sesuatu yang berasal
dari sumber hayati dan air, baik yang diolah
maupun tidak diolah, yang diperuntukkan
sebagai makanan atau minuman sebagai
konsumsi manusia, termasuk bahan
tambahan pangan, bahan baku pangan, dan
bahan lain yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan
makanan atau minuman. Sedangkan
keamanan pangan adalah kondisi dan upaya
yang diperlukan untuk mencegah pangan
dari kemunginan cemaran biologis, kimia
dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan dan membahayaan kesehatan
manusia.
Keamanan pangan sesungguhnya
tidak hanya diperuntukkan untuk
masyarakat negara-negara maju saja, tetapi
masyarakat kita sebagai negara berkembang
pun harus memiliki kesadaran dan
pemahaman terhadap pentingnya keamanan
pangan. Keamanan pangan penting untuk
kesehatan masyarakat secara keseluruhan,
jika masyarakat tingkat kesehatannya tinggi
maka produktivitas dan kualitas hidup akan
tinggi.

Korespondensi :
Wawan Kurniawan
E-mail : wawankurniawan@yahoo.com
Negara-negara maju seperti Amerika
Serikat, Australia, Jepang, dan negara-
negara Eropa menuntut tingkat keamanan
pangan yang tinggi. Oleh karena itu
manajemen suatu perusahaan atau industri
pangan (makanan dan minuman) harus
memenuhi standar mutu internasional ISO
22000. Standar mutu ini telah diluncurkan
oleh badan akreditasi internasional di
Inggris pada bulan September 2005. Oleh
karena itu sistem ini dinamakan ISO
22000:2005, sistem ketahanan pangan
(Food Safety Management Systems)
(www.indonesiafruitexport.com/sscontent.p
hp?id=2&sm_Id=30).
Tujuan dari penulisan makalah ini
adalah mempelajari ISO 22000 sebagai
sistem manajemen keamanan pangan
terbaru.

2. TINJAUAN ISO 22000
International Organization for
Standardization (ISO) telah menerbitkan
standar pangan terbaru yaitu ISO 22000.
ISO 22000 adalah panduan bagi industri
atau organisasi untuk mengelola sebuah
sistem manajemen keamanan pangan yang
pro aktif dan fleksibel (Friana, 2006).
Tujuan dari Standar ISO 22000 sebagai
berikut:
1. Mengharmonisasikan persyaratan
sistem manajemen keamanan pangan


156 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
untuk usaha yang terkait dalam rantai
pangan
2. Memudahkan kerja bada usaha karena
hanya menggunakan satu standar,
sekaligus memudahkan badan
sertifikasi
3. Memastikan standar dapat diperoleh
dengan mudah di seluruh dunia, tanpa
adanya monopoli oleh satu badan
sertifikasi khusus.
Menurut Friana (2005) keuntungan
penerapan ISO 22000 bagi perdagangan
internasional antara lain:
1. Semua organisasi yang telah memenuhi
ISO 22000 memiliki kesempatan yang
sama untuk bersaing satu sama lain di
kancah perdagangan bebas maupun
perdagangan regional.
2. Adanya standar nasional maupun
regional yang beragam dapat
menciptakan batasan teknis terhadap
perdagangan, meskipun selalu ada
persetujuan politik untuk menangani
kuota import.
3. Standar internasinal memiliki arti teknis
yang penting dimana pesetujuan
perdagangan politis dapat diperkirakan.
International Organization for
Standardization (2005) mengemukakan
kriteria-kriteria dalam ISO 22000 terdiri
atas:
1. Cakupan
2. Referensi regulasi
3. Definisi
4. Sistem Manajemen Keamanan Pangan
5. Tanggung jawab Manajemen
6. Manajemen Sumber daya
7. Perencanaan dan realisasi produk yang
aman
8. Validasi, verifikasi dan pengembangan
sistem manajemen keamanan pangan

Menurut Thaher (2005), persyaratan
ISO 22000 bersifat generik dan ditekankan
penerapannya pada semua organisasi yang
merancang dan menerapkan sistem
manajemen keamanan yang efektif, tidak
tergantung pada jenis, ukuran, dan
organisasi yang disediakan. Selanjutnya
Thaher (2005) mengemukakan bahwa
organisasi yang bisa menerapkan satu atau
beberapa tahap rantai pangan (misalnya
produsen pakan, petani, produsen bahan
tambahan makanan, produsen pangan,
pengecer, layanan pangan, jasa sanitasi,
transportasi, penyimpanan, dan jasa
distribusi) serta organisai lain yang tidak
secara langsung berada dalam rantai pangan
(seperti pemasok peralatan, penyedia bahan
pembersih, bahan kemasan, dan bahan lain
yang bersentuhan dengan pangan). Oleh
karena sistem ini meliputi seluruh rantai
pangan maka sering dinamakan sebagai
sistem yang mampu menelusuri
(traceability) suatu produk sepanjang rantai
pangan atau from farm to table. Hal ini
dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Skema penerapan sistem keamanan pangan pada tiap tahap produksi
Sumber: Djaafaar, TF dan Siti Rahayu (2007)


Sistem Manajemen Keamanan Pangan ISO 22000 (Wawan Kurniawan) 157


Gambar 2. From Farm to Table
Sumber: Djaafaar, TF dan Siti Rahayu (2007)

Pada Gambar 1 dan Gambar 2 terlihat
bahwa sepanjang rantai proses dari farm to
table memerlukan manajemen yang baik.
Manajemen penanganan sepanjang rantai
tersebut sebagai berikut (Thaher, 2005) :
1. GAP (Good Agriculture Practices)
pada usaha pertanian
2. GHP (Good Handling Practices) pada
kegiatan pascapanen.
3. GMP (Good Manufacturing Practices)
pada kegiatan manufaktur
4. GDP (Good Distribution Practices)
pada kegiatan distribusi
5. GRP (Good Retailing Practices) pada
pengeceran barang
6. GCP (Good Catering Practices)
sebagai petunjuk bagi konsumen

3. HARMONISASI ANTARA IS0 22000
DAN SISTEM MANAJEMEN
LAINNYA
Frgemand dan Anne-Marie
Crowley (2005) mengemukakan ISO 22000
dapat diharmonisasikan dengan sistem
manajemen lainnya seperti:
a. Nestl NQS
b. McDonalds system
c. FAMI-QS
d. Eurepgap
e. DS 3027
f. Kraft food system
g. Aldi system
h. M&S system
i. DS 3027
j. EFSIS
k. Waiterose system
l. GMP standard for Corrugated &
Solid Board
m. AG 9000
n. Friesland Coberco FSS
o. SQF
p. GMP
q. GTPz
r. GMO
s. GFSI Guide
t. Irish HACCP
u. ZTFGV
v. ISO 14001
w. BRC
x. ISO 9001
Harmonisasi dengan sistem-sistem
tersebut diartikan sebagai adanya
kesamaannya dengan prinsip ISO 22000,
contohnya sistem Nestle NQS adalah sistem
standar keamanan pangan untuk industri
Nestle sendiri yang beberapa negara
mengakuinya sehingga bagi Nestle sendiri
penerapan ISO 22000 akan mudah karena
prinsipnya keamanan pangannya hampir
sama. Sedangkan untuk ISO 14000
harmonisasi dapat diterapkan terutama
misalnya pada sistem penelusuran
(traceability) terhadap proses produksi
produk pangan yang tidak boleh mencemari
atau merusak lingkungan.
Untuk kaum muslim sistem yang
dianut adalah sistem halal. Salah contoh
dari sistem ini adalah apakah misalnya
dalam penyembelihan ternak berdasarkan
kaidah Islami. Perhatian terhadap sistem
halal ini tidak hanya di Indonesia tetapi
juga di negara-negara Arab dan negara-
negara yang penduduk Muslimnya banyak.
Sementara Yahudi Kosher Dietary Laws
merupakan sistem keamanan pangan untuk
kaum Yahudi.
(www.yanoconsulting.com/files/STLE.ppt)


158 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Berikut ini akan diberikan contoh
perbandingan antara sistem manajemen ISO
22000 dengan ISO 9001 dan British Retail
Consortium (BRC).

4. PERBANDINGAN ISO 22000
DENGAN ISO 9001, HACCP DAN
BRITISH RETAIL CONSORTIUM
(BRC)
4.1. Sistem Manajemen ISO 9001
ISO 9001 adalah standar
internasional untuk sistem manajemen
kualitas, Standar ini dapat diaplikasikan
oleh tiap industri yang menghasilkan
produk maupun jasa, dan tidak hanya
berlaku bagi industri pangan. Tujuan utama
sistem ISO 9001 adalah memenuhi
kepuasan konsumen. Standar ini meliputi:
1. Cakupan
2. Referensi normatif
3. Definisi-definisi
4. Persyaratan sistem kualitas
5. Komitmen manajemen
6. Manajemen sumber
7. Realisasi produk
8. Pengukuran, analisis dan
pengembangan.
Sistem HACCP dapat diterapkan
bersamaan dengan ISO 9001 karena
keamanan produk adalah salah satu kriteria
produk yang harus dipenuhi produsen
pangan.
4.2. Sistem HACCP
Sistem HACCP pertama kali
dikembangkan pada tahun 1960 oleh
Pillsburry Co., yang dirancang sebagai
usaha untuk memasok bahan makanan bagi
program ruang angkasa AS. Selanjutnya
konsep HACCP mengalami berbagai
perkembangan yang dimulai tahun 1971
atas rekomendasi National Academy of
Science (US NASA). Sistem HACCP telah
disahkan secara meluas ke seluruh dunia
oleh berbagai organisasi dunia. Sampai saat
ini terdapat beberapa standar untuk sistem
HACCP, diantaranya standar yang
dikeluarkan oleh Codex Alimentaris
Commision (CAC) dan National Committee
on Microbiological Criteria for Food
(NACMCF). Di Indonesia penerapan sistem
HACCP menggunakan standar SNI 01-
4852-1998 (Thaheer, 2005)
Inti dari sistem HACCP sendiri
pada prinsipnya adalah:
1. Pengukuran pencegahan (preventive
measure)
2. Pengawasan proses (in process
inspection)
3. Pengawasan dan pengendalian produk
Terdapat beberapa hal penting yang
menjadi dasar dalam pengaplikasian suatu
sistem HACCP, yaitu:
a. Prinsip Dasar dalam HACCP
Prinsip HACCP harus distandarisasi
sehingga dapat memudahkan dalam
pengaplikasiannya oleh industri pangan dan
juga memudahkan pemantauan penerapan
HACCP oleh instansi yang berwenang
termasuk pihak industri itu sendiri.
Secara umum terdapat tujuh prinsip
dasar yang dikembangkan dalam HACCP.
Ketujuh prinsip dasar tersebut menurut
Fardiaz (1996), meliputi :
Prinsip 1 : Analisis bahaya/penetapan
bahaya (bahan/kondisi bahaya)
dan resiko penetapan bahaya,
serta risiko yang berhubungan
dengan bahan pangan mulai
dari pemeliharaan,
penanganan, pemilihan bahan
baku dan bahan tambahan,
penyimpanan bahan,
pengolahan. distribusi, dan
konsumsi
Prinsip 2 : Menetapkan titik kendali kritis
(CCP/ Critical Control Point),
yang diperlukan untuk
mengendalikan bahaya yang
telah diidentifikasi.
Prinsip 3 : Menetapkan batas kritis
(Critical Limit), yang harus
dipenuhi untuk setiap CCP
yang telah ditetapkan.
Prinsip 4 : Menetapkan prosedur
pemantauan untuk setiap CCP
dan batas kritis, termasuk
pengamatan, pengukuran dan
pencatatan.
Prinsip 5 : Menentukan tindakan koreksi
yang harus dilakukan jika
terjadi penyimpangan terhadap


Sistem Manajemen Keamanan Pangan ISO 22000 (Wawan Kurniawan) 159
CCP dan batas kritis dari hasil
pemantauan.
Prinsip 6 : Menetapkan prosedur
penyusunan sistem pencatatan
yang efektif sebagai
dokumentasi dari rancangan
HACCP.
Prinsip 7 : Menetapkan prosedur
verifikasi untuk menyakinkan,
bahwa sistem HACCP sudah
dilakukan secara efektif.
b. Langkah-langkah dalam
Perencanaan dan Penerapan
HACCP
Terdapat beberapa langkah yang
umumnya dilakukan dalam Perencanaan
dan Penerapan HACCP pada industri.
Menurut Fardiaz (1996), aplikasi sistem
HACCP terdiri dari tahapan-tahapan
sebagai berikut:
1) Menyusun tim HACCP, dalam tim ini
biasanya terdiri dari multidisiplin,
seperti bidang teknik, produksi,
jaminan mutu, dan lain-lain.
2) Membuat keterangan mengenal produk
makanan (deskripsi produk), termasuk
cara formulasi, cara penyimpanan, dan
lain-lain.
3) Identifikasi mengenai cara
penggunaan/konsumsi clan
konsumennya termasuk jenis
konsumen, seperti orang tua, orang
sakit, anak-anak, bayi dan lain-lain.
4) Menyusun diagram alir mengenai
proses
5) Verifikasi diagram alir
Sedangkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Prinsip 1 : Analisis bahaya
Prinsip 2 : Identifikasi CCP/titik kendali
kritis setiap proses
Prinsip 3 : Menetapkan batas kritis untuk
setiap CCP
Prinsip 4 : Menetapkan cara pemantauan
CCP
Prinsip 5 : Menetapkan tindakan koreksi
jika terjadi penyimpangan dari
batas kritis.
Prinsip 6 : Menetapkan prosedur
pencatatan yang efektif yang
dijadikan sebagai dokumen
sistem HACCP.
Prinsip 7 : Menyusun prosedur verifikasi
untuk membuktikan bahwa
sistem HACCP telah berjalan
dengan benar.
Berikut diberikan contoh sangat
sederhana pada penerapan HACCP pada
pembuatan telor mata sapi di suatu warung
makan. Proses ini terdiri dari:
1) Memecahkan telur
2) Memasukkan ke penggorengan
3) Diangkat dari penggorengan
dimasukkan ke dalam kantong plastik.
Dalam contoh ini prinsip HACCP
memperhatikan apakah telurnya misalnya
terdapat bekas kotoran, dalam proses
penggorengannya apakah penggorengannya
higienis atau tergores (mengelupas)
sehingga dapat mengkontaminasi ke telur,
berapa kali minyak goreng dipakai, dan jika
dimasukkan ke dalam plastik pada waktu
masih panas dari penggorengan dapat
mengakibatkan kontaminasi dari platik
tersebut serta apakah ada rambut si petugas
warung yang masuk ke dalam telur tersebut.
Kalau dari contoh sederhana di atas
saja sudah ada beberapa faktor yang
menentukan kualitas pangan layak atau
tidak dikonsumsi. Bisa dibayangkan tentu
akan jauh lebih banyak lagi faktor penentu
kualitas pangan dalam suatu industri
pangan yang besar.

4.3. British Retail Consortium (BRC)
Menurut UU Keamanan Pangan
Inggris tahun 1990, pedagang atau
distributor seperti halnya semua pihak yang
terlibat dalam rantai pasokan pangan,
memiliki hak untuk melakukan pencegahan
yang tepat atas kesalahan dalam
pengembangan, produksi, distribusi,
promosi dan penjualan produk pangan ke
konsumen. BRC adalah suatu organisasi
perdagangan Inggris yang didirikan atas
prakarsa beberapa pemilik perusahaan
supermarket atau swalayan di Inggris, yaitu
Tesco, Mark & Spencer dan Sainsburys.
Tidak semua memiliki supermarket atau
swalayan menjadi standar BRC sebagai
persyaratan dagang. Organisasi ini
menetapkan berbagai persyaratan bagi
produsen atau pemasok produk pangan
yang ingin menjual produknya di
supermarket Inggris (BRC, 2006) dalam
Friana (2006).


160 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Persyaratan harus dipenuhi oleh
produsen dalam negeri, produsen luar
negeri atau eksportir. Meskipun standar
BRC bukanlah peraturan yang dibuat oleh
pemerintah Inggris, sertifikat standar BRC
tetap menjadi salah satu persyaratan
kelengkapan izin resmi pengiriman produk
pangan ekspor (BRC, 2001) dalam Friana
(2006).
Perbandingan antara ISO 22000, BRC, dan
ISO 9001 dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan ISO 22000, BRC dan ISO 9001
Faktor ISO 22000 ISO 9001 BRC
Status Standar internasional Standar internasional Standar Inggris
Ruang Lingkup Rantai pangan lengkap
(produksi, pengolahan,
distribusi)
produsen produk pertanian
(nabati maupun hewani)
pihak lain (produsen bahan
pengemas,produsen obat-
obatan dan vaksin)
Semua jenis industri Penyimpanan
dan distribusi
produk non
pangan
pengemas
produk pangan
Kelayakan dasar
atau prerequisite
program
Spesifikasi terbuka, fleksibel
dan dibutuhkan evaluasi
analisis bahaya
Spesifikasi terbuka Spesifikasi tertutup
(telah ditetapkan)
Pendekatan Pendekatan sistem berorientasi
pada hasil
Pendekatan sistem
berorientasi pada proses
Pendekatan produk
berorientasi pada arti
HACCP 12 langkah HACCP menurut
CODEX
Tidak ada 7 prinsip HACCP
Operasi
Kelayakan Dasar
(PRP)
Operasional PRP untuk
mengendalikan semua bahaya
signifikan yang tidak
dikendalikan oleh CCP
Tidak ada Tidak menggunakan
konsep PRP dan
sistem monitori


5. KESIMPULAN
Kesimpulan dari penulisan makalah ini:
1. ISO 22000 merupakan standar
internasional untuk keamanan pangan.
2. ISO 22000 dapat diharmonisasikan
dengan sistem manajemen lainnya.

6. DAFTAR PUSTAKA
[1] Djaafaar, TF dan Siti Rahayu. 2007.
Jurnal Litbang Pertanian. 26 (2).
[2] Fardiaz, S. 1996. Aplikasi HACCP
dalam Industri Pangan. Disampaikan
pada kursus singkat keamanan pangan
Perhimpunan Alih Teknologi Pangan
(PATP) PAU pangan dan gizi UGM
yogyakarta. Jurusan TPG-IPB, Bogor.
[3] Frgemand, J dan Anne-Marie. 2005.
Managing the Food Safety Cycle.
International Food Safety Conference.
Rome February 2, 2005
[4] Friana, Veronika. 2006. Pengembangan
Sistem Manajemen Kemanan Pangan
Dan Harmonisasi Standar ISO 2000 Di
PT. Central Pertiwi Bahari. Skripsi.
IPB, Bogor.
[5] International Organization for
Standardization. 2005. Food Safety
Management System, Requirements for
any organization in the food chain. ISO.
Genewa.
[6] Thaheer, Hermawan. 2005. Sistem
Manajemen HACCP. Bina Aksara.
Jakarta.
[7] Undang-Undang No.7 tentang pangan
tahun 1996
[8] www.indonesiafruitexport.com/ssconte
nt.php?id=2&sm_Id=30
[9] www.yanoconsulting.com/files/STLE.p
pt




Penerapan Algoritma Genetika Dalam Optimasi (Anastasia Widya Wati B) 161
PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DALAM OPTIMASI
MODEL DAN SIMULASI DARI SUATU SISTEM

Anastasia Widya Wati B
Mahasiswa Magister Teknik Industri, Universitas Trisakti
Engineering Division PT. Dwiwahana Handayaprima


ABSTRACT
Optimization problem is the complex and the most encountered problem in every aspect
of life. There are many ways and approaches to be done to achieve optimization solution, either
using linear, non-linear, discrete, or continuous function. However, for more complex problems,
usually the existing approaches fail to solve the optimization problem. Genetics algorithm is the
algorithm to solve optimization problem using natural selection approach. This algorithm is
commonly used to solve complex optimization problem; in addition, the use of genetics
algorithm is very flexible because it can be combined with other methods in its application.
Keywords: Optimization, genetic algorithm, model, simulation.


1. PENDAHULUAN
5

Masalah optimasi merupakan
masalah yang seringkali ditemui hampir di
seluruh bidang kehidupan dan merupakan
masalah yang komplek. Hal ini menjadi
penting karena optimasi sangat
mempengaruhi efisiensi dan efektivitas baik
yang berhubungan dengan biaya, waktu,
tenaga, ataupun suatu sistem. Secara global
pengertian optimasi adalah pencarian nilai-
nilai terbaik dari yang tersedia dari
beberapa fungsi yang diberikan pada suatu
konteks.
Untuk memecahkan masalah
optimasi, banyak pendekatan yang
dilakukan seperti dengan menggunakan
fungsi linear, fungsi non linear, sistem
dinamis, diskrit. Tetapi untuk masalah yang
lebih komplek, penggunaan pendekatan
yang disebutkan di atas sepertinya menjadi
kurang atau bahkan tidak efektif dan
efisien, dan kurang mendekati keadaan
yang sebenarnya.
Suatu pendekatan baru untuk
memecahkan masalah optimasi telah
dikembangkan yaitu Algoritma Genetik.
Algoritma genetika banyak digunakan
untuk memecahkan permasalahan
optimisasi yang rumit (hard optimization

Korespondensi :
Anastasia Widya Wati B
E-mail : anastwwb@hotmail.com
problems), yang tidak bisa dipecahkan
dengan teknik optimisasi tradisional. Di
samping itu penggunaan Algoritma
Genetika sangat flexible, algoritma ini
dapat dikembangkan dengan menggunakan
bahasa pemograman yang lain, seperti
program C++, juga dapat
diimplementasikan dengan ProModel.
Masalah yang dapat dipecahkan oleh
Algoritma Genetik sangat beragam tidak
hanya dibidang teknik seperti pada awal
berkembangkan bahkan sudah banyak
digunakan dibidang lain, seperti
manajemen, industri, pertanian, kedokteran,
dan masih banyak bidang lain. Dalam
tulisan ini akan disampaikan penerapan
Algoritma Genetika dalam optimasi model
dan simulasi dari suatu sistem.

2. TEORI ALGORITMA GENETIKA
2.1 Pengertian Algoritma Genetika
Algoritma Genetika adalah suatu
algoritma pencarian yang bertujuan untuk
mencari solusi dari suatu masalah, baik
dengan satu variabel maupun multi
variable. Metode ini meniru mekanisme
dari genetika alam, yaitu untuk menemukan
susunan-susunan gen yang terbaik dalam
tubuh makhluk hidup. Dasar dari Algoritma
Genetika adalah teori Evolusi Darwin, yang
menjelaskan prinsip dasar dari terciptanya
banyak spesies makhluk hidup yang ada di


162 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
dunia sekarang ini. Makhluk hidup yang
dapat beradaptasi dengan lebih baik
terhadap lingkungannya akan mempunyai
kesempatan yang lebih besar untuk
bertahan hidup dan bereproduksi sehingga
mempengaruhi jumlah populasi spesies
yang bersangkutan di waktu-waktu
selanjutnya.
Dalam perkembangannya, metode ini
banyak dipakai dalam berbagai disiplin
ilmu. Algoritma Genetika ini digunakan
untuk menyelesaikan kasus-kasus yang
mempunyai banyak solusi, dimana tidak
ada kepastian solusi mana yang terbaik.
Sehingga dalam penyelesaian masalah
tersebut akan membutuhkan waktu yang
sangat lama. Setiap solusi dalam Algoritma
Genetika diwakili oleh suatu individu atau
satu kromosom. Keuntungan dari Algoritma
ini adalah sifat metode search-nya yang
lebih optimal, tanpa terlalu memperbesar
ruang pencarian, dan tanpa kehilangan
kelengkapan.
Melalui persilangan dan mutasi, akan
ada individu-individu yang baru pada
populasi sebagai populasi generasi.
Persilangan dan mutasi akan dilakukan lagi
sehingga populasi yang baru tadi dapat
menemukan nilai pembandingnya. Proses
ini akan diulangi beberapa generasi sampai
dapat diperoleh suatu hasil yang optimal.

2.2 Dasar Algoritma Genetika
Algoritma Genetika pertama kali
ditemukan oleh John Holland sekitar tahun
1960-an. Tujuan dari Holland
mengembangkan algoritma ini adalah
bukan untuk mendesain suatu algoritma
yang dapat memecahkan suatu masalah,
namun lebih mengarah pada studi mengenai
fenomena adaptasi yang terjadi di alam dan
mencoba menerapkan mekanisme adaptasi
alam tersebut ke dalam sistem komputer.
Algoritma Genetika yang
dikembangkan Holland merupakan suatu
metoda untuk memindahkan satu populasi
kromosom (terdiri dari bit-bit 1 dan 0) ke
populasi baru dengan menggunakan seleksi
alam dan operator genetic seperti crossover,
mutation (mutasi), dan inversion. Crossover
menukarkan bagian kecil dari dua
kromosom, mutasi mengganti secara acak
nilai gen beberapa lokasi pada kromosom,
dan inversion membalikkan urutan
beberapa gen yang berurutan dalam
kromosom. Dasar teori inilah yang menjadi
dasar kebanyakan program yang
menggunakan Algoritma Genetika.

2.3 Tahapan Proses Algoritma Genetika
Pada dasarnya proses Algoritma
Genetika terdiri dari 5 tahap, sebagai
berikut:
a. Membentuk Populasi Awal
Langkah awal dari Algoritma Genetika
adalah membentuk sebuah populasi untuk
sejumlah gen. Populasi itu sendiri
merupakan sekumpulan solusi yang akan
digunakan dalam proses regenerasi
selanjutnya untuk mcncari solusi terbaik,
yang kemudian akan disebut sebagai
individu. Masing-masing individu terdiri
dari sejumlah kromosom dimana jumlah
kromosom. Satu kromosom terdiri dari
beberapa gen.
Semua populasi yang ada dalam
Algoritma Genetika berasal dari 1 populasi
yang dikenal dengan populasi awal. Solusi
atau individu terbaik dari populasi awal
akan dipertahankan sedangkan indivivu-
individu yang lain akan diubah menjadi
variasi lainnya untuk memperoleh
kemungkinan solusi yang lebih baik dari
solusi sebelumnya.
Susunan gen dari masing-masing
individu terbentuk dari kromosom yang
disusun dalam suatu string. Nilai string
dibentuk secara acak (dengan memilih
setiap kromosom dengan kode tertentu
secara acak pada string). Setiap string
didekodekan menjadi suatu set parameter
yang dapat mewakilinya. Parameter ini
merupakan model numerik ruang
permasalahan, yang dapat memberikan
pemecahan berdasarkan masukan dari
parameter.
Setiap string akan diberikan nilai
fitness sebagai dasar kualitas pemecahan.
Dari nilai fitness tersebut ketiga operasi
genetika yaitu reproduksi, crossover, dan
mutasi digunakan untuk menciptakan
generasi baru dalam bentuk string. Set
string baru kemudian didekodekan dan
dievaluasi kembali sampai generasi string


Penerapan Algoritma Genetika Dalam Optimasi (Anastasia Widya Wati B) 163
yang baru terbentuk kembali. Proses ini
akan diulang sampai jumlahnya sesuai
dengan input jumlah generasi dari user atau
memberikan output yang dianggap telah
memenuhi kriteria permasalahan.
Dalam pembentukan generasi awal ini,
satu nomor (kromosom) mewakili satu
sifat, yang akan diacak oleh komputer
untuk menyusun suatu gen, proses ini
disebut reproduksi. Gen adalah susunan
kromosom dalam bentuk nomor yang
terkumpul menjadi suatu string dalam
bentuk kode. Jumlah gen yang disusun
tergantung pada input dari user.
b. Mencari fitness cost
Pada tahap ini, setiap individu yang
terbentuk dicari fitness costnya sebagai
pembanding antara individu satu dengan
individu lainnya. Metode fitness cost yang
diambil dengan menjumlahkan semua nilai
pembanding yang dihasilkan dari susunan
populasi. Perubahan solusi dapat diperoleh
melalui 2 proses yaitu proses mutasi dan
proses persilangan.
c. Pengurutan (sorting)
Individu yang ada di populasi
diurutkan berdasarkan fitness cost-nya.
Tujuannya adalah untuk mencari individu
terbaik dari populasi yang ada, yang disebut
sebagai solusi terbaik sementara.
d. Proses Regenerasi
Terdiri dari 2 metode yaitu
Metode Elitism
Metode dimana individu-individu yang
akan mengalami regenerasi, yaitu
mutasi dan crossover, didasarkan pada
nilai fitness yang rendah, sedangkan
individu yang memiliki nilai fitness
tinggi akan dipertahankan untuk
dibandingkan dengan individu hasil
proses regenerasi.
Metode Non-Elitism
Metode yang melibatkan semua
individu, baik individu/gen terbaik
maupun gen yang kurang baik. Ada
beberapa proses:
a. Mutasi
Mutasi adalah perubahan yang
terjadi pada suatu individu, terlepas
dari pengaruh individu yang lain,
yang dilakukan dengan cara
mengubah kode string secara
probabilitas. Diharapkan kode
string terakhir yang diperoleh
merupakan solusi terbaik untuk
permasalahan yang dihadapi.
b. Crossover (Kawin silang)
Proses penggabungan string dari
dua kode yang berbeda yang berarti
mengambil bagian solusi yang
terbaik dari dua solusi yang
berlainan, dengan harapan akan
dihasilkan suatu solusi yang
terbaik. Crossover dilakukan
dengan beberapa langkah sederhana
sebagai berikut:
Pertama, dipilih lokasi string
secara random
Kedua, dipilih panjang string
yang akan dikawinkan secara
random
Ketiga, menukartempatkan gen
yang dipilih dengan bagian
string dari gen terbaik.
Keempat, memposisikan bagian
kromosom yang tidak tertukar.
e. Tahap pengulangan
Setelah proses regenerasi selesai, maka
dilakukan pengulangan sampai sejumlah
generasi yang dikehendaki. Gen dari
generasi sebelumnya digantikan posisinya
dengan generasi yang baru. Individu yang
diperoleh dari proses mutasi dan crossover
dianggap sebagai populasi awal lagi.
Algoritma Genetika akan mengulang tahap
b sampai e secara terus menerus sampai
pada sejumlah generasi yang telah
ditentukan. Pada akhir proses pengulangan
ini, diharapkan diperoleh individu terbaik
dengan FC=0.

3. APLIKASI ALGORITMA GENETIK
Algoritma Genetika dalam
mengoptimasikan model dan simulasi suatu
sistem sudah banyak diterapkan pada
bidang manufaktur, di sini dibahas
beberapa contoh mengenai hal tersebut.
1. Optimasi Penjadwalan Produksi
Contoh aplikasi yang akan dibahas
untuk masalah ini diambil berdasarkan
jurnal mengenai perencanaan produksi
menggunakan simulasi dan algoritma dalam
optimasi penjadwalan multi-kriteria.


164 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Masalah yang dibahas disini adalah
masalah yang dihadapi oleh banyak
perusahaan yaitu bagaimana menjadwalkan
produksi dalam usahanya untuk
meminimasi ongkos produksi dan
penjadwalan produksi yang merata. Metoda
tradisional membuktikan ketidaksesuaian
metoda tersebut untuk produk yang sangat
variatif dan prosedur produksinya sangat
rumit, karena akan banyak memakan waktu.
Penjadwalan produksi yang dibahas
dalam topik ini bersifat job shop dengan
tujuan untuk mengoptimasikan rencana
penjadwalan produksi dengan
menggunakan metode algoritma genetika,
yang merupakan algoritma pencarian yang
meniru mekanisme dari genetika alam.
Dalam optimasi rencana penjadwalan
produksi dengan menggunakan algoritma
genetika, kromosom mewakili daftar
pesanan produksi yang harus dijadwalkan
sesuai dengan kriteria yang ditentukan dan
harus sesuai dengan pembatasan dalam
proses produksi. Simulasi model digunakan
untuk fungsi fitness, sehingga setiap
kromosom akan mendapatkan nilai fitness
(fitness value).
Data untuk mengoptimasi jadwal
tersedia dalam database, program algoritma
genetika didasarkan pada data yang
diekstraksi yang disiapkan untuk populasi
awal dari kromosom. Setiap populasi
bersifat terbatas, dan memiliki ukuran yang
tetap yang disebut sebagai generasi.
Dengan bantuan dari fungsi fitness, yang
diwakili oleh model simulasi, kromosom di
setiap populasi kemudian dievaluasi, hal ini
dilakukan untuk memilih kromosom mana
yang akan bertahan di generasi berikutnya.
Evolusi dari kromosom yang
bertahan hidup diuji berdasarkan operator
genetik seperti mutasi dan crossover,
sehingga kromosom yang baru akan
berkembang. Proses evolusi akan terus
berulang sampai diperoleh hasil yang
terbaik. Kromosom dengan nilai fitness
yang lebih baik akan disimulasikan dalam
model simulasi visual. Dengan
menggunakan simulasi visual dan integrasi
optimisasi dari system untuk perencanaan
produksi, dapat diputuskan mana
perencanaan jadwal produksi yang mudah
dan cepat. Program untuk optimisasi
penjadwalan dengan algoritma genetika
dikembangkan dengan program C++, dan
untuk tujuan validasi dari fungsi fitness
diimplementasikan dengan Promodel.
Karena proses produksi
menggunakan sistem Job Shop, maka
rencana penjadwalan sangat tergantung
pada pesanan produksi. Jika terdapat
pesanan baru maka akan dilakukan
penjadwalan ulang. Penjadwalan ulang ini
sangat bergantung pada pembatalan
pesanan, pesanan baru, kerusakan mesin
dan kejadian tak terduga lainnya. Dengan
menggunakan algoritma genetika
perencanaan penjadwalan yang pertama
membutuhkan waktu sekitar 25 menit, jika
ada tambahan pesanan algoritma genetika
tidak langsung melakukan penjadwalan
ulang tetapi akan menggunakan jadwal
yang sudah ada, tapi pesanan yang baru
akan secara langsung ditambahkan pada
jadwal yang sudah ada, dan secara otomatis
jadwal yang baru langsung terbentuk, dan
waktu yang dibutuhkan adalah sekitar 7
menit. Jika dibandingkan antara
penjadwalan dengan cara yang lama
membutuhkan waktu sekitar 120 menit,
sedangkan dengan menggunakan algoritma
genetika hanya membutuhkan waktu sekitar
25 menit untuk menyelesaikan persoalan
yang sama.
Pada Gambar 1 dibawah ini dapat
dilihat penjadwalan yang optimal dari 5 job
untuk waktu tertentu, dimana tersedia
beberapa waktu bebas. Sewaktu pesanan
baru datang langsung dapat dijadwalkan
pada akhir penjadwalan. Pada gambar 2,
diperlihatkan penjadwalan yang tidak
optimal dari 5 job. Sedangkan gambar 3
menunjukkan jadwal yang sudah optimal
untuk 5 job, pesanan baru bisa langsung
dikerjakan karena ketersediaan waktu di
workstation tidak berlebihan.



Penerapan Algoritma Genetika Dalam Optimasi (Anastasia Widya Wati B) 165

Gambar 1. Penjadwalan yang sudah optimal dari 5 job


Gambar 2. Penjadwalan yang belum optimal dengan penambahan job baru-waktu yang tersedia.


Gambar 3. Penjadwalan yang sudah optimal dengan 6 job (5 job yang sudah ada + 1 job baru)

Setelah penjadwalan dengan algoritma genetika, diperoleh waktu simulasi yang paling minimal
seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Hasil statistik simulasi untuk rencana algoritma genetika



Gambar 4. Rencana secara manual



166 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Gambar 5. Rencana yang mempergunakan algoritma genetika

Gambar 4 dan Gambar 5 menunjukkan
perbandingan antara rencana secara manual
dan rencana yang mempergunakan
algoritma genetika. Dapat disimpulkan
bahwa dengan mempergunakan algoritma
genetika waktu produksi dapat dihemat
sekitar 5 15%.

2. Optimasi Replenishment Supplier
Selain untuk mengoptimasi
penjadwalan algoritma genetika juga sangat
efektif untuk mengoptimalkan masalah
replenishment. Perusahaan sangat
menyadari pentingnya kerja sama dalam
manajemen supply chain, namun karena
setiap perusahaan mempunyai entitas
ekonomi yang berbeda satu dengan yang
lain, yang cenderung berfokus pada
kepentingan sendiri, sehingga sulit untuk
saling bekerja sama. Disini akan dilakukan
analisis proses pemesanan barang
berdasarkan sistem rantai suplai dua-eselon
yang terdiri satu-pemasok dan multi-
pengecer dengan menggunakan model
optimal replenishment dari perspektif
pemasok. Tujuan yang ingin dicapai adalah
untuk membuat sebuah model baru yang
meminimalkan ongkos replenishment
dari pemasok dan mengurangi pesanan dari
pengecer dan biaya penyimpanan sebanyak
mungkin, sehingga dapat mengoptimalkan
seluruh sistem.
Asumsi yang digunakan dalam membangun
model ini adalah:
1. Tingkat permintaan retail diketahui dan
bersifat konstan.
2. Supplier dapat memenuhi kebutuhan
retail dan lead time = 0
3. Sebagai pemimpin dari permainan
stackelberg, supplier memperbaiki
interval replenishment.
4. Sebelum strategi interval replenishment
diterapkan, interval replenishment yang
optimal mengikuti model economic
order quantity.
5. Setelah strategi interval replenishment
diimplementasikan, pemasok
memberikan diskon harga untuk
pengecer yang dipilih.

Untuk mengoptimasikan model
replenishment supplier ini digunakan
pendekatan algoritma genetika. Langkah
pertama dalam algoritma genetika adalah
encoding. Dalam mencari solusi yang
optimal, metode pengkodean tradisional
adalah menyandikan variabel masalah
sebagai string biner atau desimal string
yang disebut kromosom. Dalam tulisan ini,
nilai-nilai variabel keputusan (yi) adalah 0
atau 1, pengkodean biner diterapkan untuk
menghasilkan kromosom N secara acak
diwakili oleh string digit biner m, sebagai
populasi awal. Setelah pencarian kriteria
yang cocok ditemukan, populasi akhir akan
tersedia. Menurut nilai populasi akhir, bisa
didapatkan keputusan pengisian optimal
vendor.
Dalam Algoritma Genetika, setiap
individu dalam populasi dievaluasi dengan
menggunakan fitness, tidak menggunakan
informasi lain dari luar. Probabilitas
kelangsungan hidup setiap individu
ditentukan oleh fitness. Dan populasi
berkembang dengan cara individu yang
lebih baik akan menggantikan individu
yang kurang baik. Dalam rangka untuk
menghitung probabilitas kelangsungan
hidup individu secara benar, nilai fitness
individu pun harus non-negatif. Seleksi
yang digunakan untuk penyelesaian
masalah ini adalah seleksi roulette wheel.
Beberapa putaran pilihan yang diperlukan
untuk memilih individu untuk pergi ke
generasi berikutnya. Sebuah nomor acak
baru dijelaskan oleh 0 atau 1 dapat dibuat


Penerapan Algoritma Genetika Dalam Optimasi (Anastasia Widya Wati B) 167
dalam tiap putaran, sebagai pointer
menentukan individu-individu yang dipilih.
Operator seleksi digunakan untuk
menyaring populasi awal.
Dalam makalah ini, metode
crossover satu titik digunakan untuk
memilih titik potong K dalam interval [1,
m-1] secara acak, dimana m adalah jumlah
gen dari populasi. Titik potong membagi
kromosom menjadi dua bagian beririsan.
Kemudian crossover menciptakan
keturunan oleh bagian pertukaran dari
kromosom induk dengan ukuran langkah 2.
Untuk menghindari jawaban yang
terjebak dalam lokal optima, mutasi akan
muncul dengan probabilitas yang sangat
kecil. Disini akan ditunjukan lokus
kromosom sebagai titik perubahan dengan
probabilitas mutasi Pm = 0,02. Kemudian
masing-masing gen dari titik perubahan
akan bermutasi secara integer dari 0 ke 1.
Dari penelitian yang dilakukan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut : model
ini dapat digunakan secara efektif baik
untuk memecahkan persoalan dengan
banyak retailer juga untuk kondisi biaya
pemesanan dari retailer berbeda satu
dengan yang lainnya. Dalam dunia nyata,
untuk supplier besar, metode ini sangat
efektif selain untuk meningkatkan kerja
sama supplier dengan retailer juga untuk
pengambilan keputusan replenishment
dalam waktu yang singkat.

4. KESIMPULAN
Algoritma genetika sangat efektif
untuk memecahkan permasalahan
optimisasi suatu model. Algoritma genetika
dapat diterapkan dalam berbagai bidang
kehidupan, baik di bidang teknik, sains,
ekonomi, sosial, seperti penjadwalan,
penugasan, kalibrasi model jaringan,
perancangan mesin, dan sebagainya.
Keuntungan dengan menggunakan
algoritma genetika adalah
1. Tidak membutuhkan perhitungan dan
rumus-rumus matematika yang rumit.
2. Dapat menangani berbagai macam
fungsi antara lain : linear, non linear,
diskrit, kontinu.
3. Dapat menghindari penemuan solusi
yang berupa lokal optimum
4. Mudah untuk di-hibrid (digabungkan)
dengan metoda lain untuk problem-
problem yang spesifik.
5. Ketidakpastian untuk menghasilkan
solusi optimal global, karena sebagian
besar dari algoritma ini berhubungan
dengan bilangan acak yang bersifat
probabilistik.
6. Sangat flexible dalam memecahkan
masalah, tergantung dari input yang
dimasukkan dari permasalahan yang
dihadapi suatu sistem.

5. DAFTAR PUSTAKA
[1] Ke Zhu, Hengshan Wang, Yuanyuan
Kong, Sheng Li, 2011. Optimization of
The Replenishment Strategy for The
Supplier Based on Genetic Algorithm.
International Business and
Management Vol 6, No.1; January
2011. hal : 218 - 222
[2] Miroljub K, Igor B.K, Uros B. 2003.
Production Planning Using Simulation
and Genetic Algorithms in Multi-
criteria Scheduling Optimation. Journal
of the Operational Research Society.
Vol 58 No. 7, hal. 15.
[3] Mitchell, M. 1996. An Introduction to
Genetic Algorithms. Cambridge, MA:
MIT Press.
[4] Mitsuo Gen, Runwei Cheng. 2000.
Genetic Algorithms & Engineering
Optimization. Willey IEEE.


168 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN RANTAI PASOK
KOPERASI PENGOLAHAN SUSU X DI JAWA BARAT

Rina Fitriana
1
, Taufik Djatna
2
1
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universtas Trisakti
2
Departemen Teknologi Industri Pertanian. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor


ABSTRACT
A decision support system is a computerized information system, designed to support
business and organizational decision-making activities. Agroindustrial Supply Chain
Management (Agro-SCM) is the management of the entire set of production,
transformation/processing, distribution and marketing activities in agroindustry by which a
consumer is supplied with a desired product. Milk Processing Cooperation has a strategic role
to support the milk industry development in Indonesia. The purpose of this research is to make a
proposal supply chain decision support system of Milk Processing Cooperative X in West Java.
The first sub model is Sales and Purchase. The second sub model is a Quality Risk. Third sub
model is the Forecasting. The fourth sub model is Transportation. The Fift sub model is Supply
Chain Management. Validation and Verification of Decison Support System conducted through
case studies with empirical data in Milk Processing Cooperative X in West Java.
Keywords : Decision Support System, Agro-SCM, Milk Processing Cooperative


1. PENDAHULUAN
6

Sistem Pendukung Keputusan adalah
sistem informasi terkomputerisasi didesain
untuk mendukung bisnis dan aktivitas
pengambilan keputusan (N Liu, 2009).
Rantai Pasok berisi semua pihak yang
terlibat baik langsung maupun tidak
langsung dalam memenuhi permintaan
pelanggan (Chopra, 2007). Koperasi
Pengolahan Susu (KPS) adalah lembaga
yang mengelola persusuan dan
mendistribusikan susu kepada Industri
Pengolahan Susu dari peternak dan sebagai
perwakilan peternak dalam
memperjuangkan aspirasi peternak, selain
itu koperasi juga berperan sebagai Industri
Pengolahan Susu Skala Kecil Menengah.
Permasalahan dalam Rantai Pasok
Agroindustri KPS (Koperasi Pengolahan
Susu) difomulasikan sebagai berikut:
Belum maksimalnya efisiensi dan
efektivitas manajerial (Quality, Cost,
Delivery) koperasi susu, dalam rangka
mendapatkan hasil yang optimal.
Pengusaan teknologi diversifikasi produk

Korespondensi :
1
Rina Fitriana
E-mail : rinauda@yahoo.com
juga belum maksimal.
Tujuan dari penelitian ini adalah
menghasilkan suatu Sistem Pendukung
Keputusan dari rantai pasokan koperasi
pengolahan susu studi kasus di Koperasi
Pengolahan Susu (KPS) X di Jawa Barat.

2. LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Rantai Pasok
Manajemen Rantai Pasok adalah
keterpaduan antara perencaaan, koordinasi
dan kendali seluruh proses dan aktivitas
bisnis dalam rantai pasok untuk
mengantarkan nilai superior dari konsumen
dengan biaya termurah kepada pelanggan.
Rantai pasok lebih ditekankan pada seri
aliran bahan dan informasi, sedangkan
manajemen rantai pasok menekankan pada
upaya memadukan kumpulan rantai pasok
(Vorst, 2004, Hadiguna, 2007)


Sistem Pendukung Keputusan Rantai Pasok (Rina Fitriana) 169

Gambar 1. Skema rantai pasok pertanian (Sumber: Vorst, 2004, Hadiguna, 2007)

Manajemen rantai pasok produk
pertanian berbeda dengan manajemen rantai
pasok produk manufaktur karena: (1)
produk pertanian bersifat mudah rusak, (2)
proses penanaman, pertumbuhan dan
pemanenan tergantung pada iklim dan
musim, (3) hasil panen memiliki bentuk dan
ukuran yang bervariasi, (4) produk
pertanian bersifat kamba sehingga produk
pertanian sulit untuk ditangani (Austin,
1992; Brown, 1994). Seluruh faktor
tersebut harus dipertimbangkan dalam
desain manajemen rantai pasok produk
pertanian karena kondisi rantai pasok
produk pertanian lebih kompleks daripada
rantai pasok pada umumnya. Selain lebih
kompleks, manajemen rantai pasok produk
pertanian juga bersifat probabilistik dan
dinamis.
Berdasarkan konsep supply chain
terdapat tiga tahapan dalam aliran material.
Bahan mentah didistribusikan ke
manufaktur membentuk suatu sistem
physical supply, manufaktur mengolah
bahan mentah, dan produk jadi
didistribusikan kepada konsumen akhir
membentuk sistem physical distribution.
Aliran material tersebut dapat dilihat pada
Gambar 2 (Arnold dan Chapman, 2004).


Gambar 2. Pola Aliran Material

Dari gambar di atas dapat diketahui
bahwa bahan mentah didistribusikan
kepada pemasok dan pabrik melakukan
pengolahan sehingga menjadi barang jadi
siap didistribusikan kepada konsumen
melalui distributor. Aliran produk terjadi


170 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
mulai dari pemasok hingga ke konsumen,
sedangkan arus balik aliran ini adalah aliran
permintaan dan informasi. Dimana,
permintaan dari konsumen diterjemahkan
oleh distributor, dan distributor
menyampaikan pada pabrik selanjutnya
pabrik menyalurkan informasi tersebut pada
pemasok.
Rantai pasok intelijen adalah inisiatif
baru yang menyediakan kapabilitas untuk
mengungkapkan kesempatan untuk
memotong biaya, meningkatkan penjualan
dan meningkatkan kepuasan pelanggan
dengan memanfaatkan kolaborasi
pengambilan keputusan (Stefanovic, 2009).
2.2 Failure Mode And Effect Analysis
(FMEA)
FMEA adalah suatu prosedur
terstruktur untuk mengidentifikasi dan
mencegah sebanyak mungkin mode
kegagalan (failures mode). Suatu failures
mode adalah apa saja yang termasuk dalam
kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi
di luar batas spesifikasi yang telah
diterapkan, atau perubahan-perubahan
dalam produk yang menyebabkan
terganggunya fungsi dari produk itu.
Melalui menghilangkan mode kegagalan,
maka FMEA akan meningkatkan keandalan
dari produk dan pelayanan sehingga
meningkatkan kepuasan pelanggan yang
menggunakan produk dan pelayanan itu
(Gaspersz, 2002).
FMEA desain akan membantu
menghilangkan kegagalan-kegagalan yang
terkait dengan desain, misalnya kegagalan
karena kekuatan yang tidak tepat, material
yang tidak sesuai, dan lain-lain. FMEA
proses akan membantu menghilangkan
kegagalan yang disebabkan oleh
perubahan-perubahan dalam variable
proses, sebagai misalnya: kondisi diluar
batas-batas spesifikasi yang ditetapkan
seperti ukuran yang tidak tepat, tekstur dan
warna yang tidak sesuai, ketebalan yang
tidak tepat, dan lain-lain (Gaspersz, 2002).
Dalam pembutan FMEA dilakukan
masalah kerumitan (severity) yang
kemudian dapat dilakukan dengan
karakteristik yang spesial. Penilaian dengan
mengunakan skala 1-10, dimana masalah
yang lebih serius mendapat rating lebih
tinggi. Menilai kemudahan pendeteksian
terhadap produk cacat (detection) dengan
menggunakan skala 1-10. Menghitung Risk
Priority Number (RPN) dan tindakan-
tindakan prioritas untuk mengetahui
masalah yang paling serius.
RPN = Severity x Occurrence x Detection
(1)
Nilai RPN dari setiap masalah yang
ada dijumlahkan, dimana nilai RPN yang
paling tinggi menandakan bahwa masalah
tersebut memerlukan penanganan yang
serius RPN maksimum adalah 1000
(Gaspersz, 2002).
2.3 Sistem Pendukung Keputusan
Definisi Sistem Pendukung
Keputusan (SPK) adalah sistem informasi
terkomputerisasi, didesain untuk
mendukung bisnis dan aktivitas
pengambilan keputusan organisasi (Niu
et.al, 2009).
Menurut Eriyatno (1998) pendekatan
sistem adalah metodologi yang bersifat
rasional sampai bersifat intuitif yang
memecahkan masalah guna mencapai
tujuan tertentu. Permasalahan yang
sebaiknya menggunakan pendekatan sistem
dalam pengkajiannya yaitu masalah yang
memenuhi karakteristik :
1. Kompleks, yaitu interaksi antar elemen
cukup rumit
2. Dinamis, dalam arti faktornya ada yang
berubah menurut waktu dan ada
pendugaan ke masa depan
3. Probabilistik yaitu diperlukannya
fungsi peluang dalam inferensi
kesimpulan maupun rekomendasi.
Komponen SPK adalah (Vercelis, 2009) :
1. Manajemen Data. Termasuk
database, yang mengandung data yang
relevan untuk berbagai situasi dan
diatur oleh software yang disebut
Database Management Systems
(DBMS).
2. Manajemen Model. Melibatkan
model finansial, statistika, manajemen
pengetahuan, atau berbagai model
kuantitatif lainnya, sehingga dapat
memberikan ke sistem suatu
kemampuan analitis, dan manajemen
software yang diperlukan.


Sistem Pendukung Keputusan Rantai Pasok (Rina Fitriana) 171
3. Interaksi. Pengetahuan pekerja dapat
berinteraksi pada SPK untuk
melakukan analisa.
4. Manajemen Pengetahuan. Modul
Manajemen Pengetahuan juga
berinterkoneksi dengan Sistem
Integrasi Manajemen Pengetahuan
Perusahaan.

3. METODE PENELITIAN
Pengembangan Sistem Pendukung
Keputusan untuk Pengelolaan Rantai Pasok
Agroindustri Susu mengacu kepada tahapan
penelitian menggunakan pendekatan sistem
sebagai berikut:
1. Mempelajari sistem rantai pasok
agroindustri susu dengan transaksi
penjualan dan pembelian koperasi susu,
resiko mutu, peramalan dan
transportasi. Wawancara mendalam
untuk mendapatkan variable- variabel
keputusan penting dalam rantai pasok
agroindustri susu.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor pemicu
resiko mutu, kegiatan kunci,
merumuskan basis aturan agregasi nilai
dan penanganan resiko mutu
berdasarkan pendapat para pakar.
3. Desain sistem untuk merancang model-
model pengambilan keputusan, basis
data dan user interface pada sistem
penunjang keputusan.
4. Verifikasi model menggunakan data
Koperasi Pengolahan Susu (KPS) X
sebagai studi kasus

4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Rantai Pasok Agroindustri Susu
Rantai pasok agroindustri susu yang
dibahas dalam penelitian ini terdiri dari
Pemasok yaitu Petani Susu, Kemudian
petani susu menyalurkan ke koperasi Susu,
kemudian sebagian kecil susu diolah dalam
Industri kecil/menengah Koperasi Susu,
Susu kemudian ada yang diolah menjadi
yoghurt dan susu pasteurisasi sedangkan
sebagian besar susu segar dipasok ke
Industri Pengolahan Susu skala Besar yang
diolah menjadi susu cair kotak, susu bubuk,
susu kental manis dll. Produk jadi baik dari
koperasi susu maupun dari IPS kemudian
disalurkan ke Retailer, kemudian konsumen
dapat membelinya dari retailer.



Gambar 1 Rantai Pasok Agroindustri Susu

4.2. Pemodelan Sistem Penunjang
Keputusan untuk Koperasi Susu
Pemodelan sistem yang dirancang
untuk rancangan aplikasi SPK untuk
penilaian aplikasi SPK untuk penilaian
Rantai Pasok Koperasi Susu, dirancang
dalam bentuk paket komputer yang terdiri
dari komponen sistem manajemen basis
data, sistem manajemen basis pengetahuan
dan sistem manajemen model yang
dihubungkan dengan sistem manajemen
dialog yang akan memudahkan komunikasi
dengan pengguna yang bersifat interaktif.
Konfigurasi model sistem penunjang
keputusan menggambarkan komponen di
dalam sistem dan keterkaitan antar
komponen sistem. Konfigurasi model SPK
disajikan pada gambar yang terdiri dari tiga
komponen utama yaitu Sistem Manajemen
Basis Model, Sistem Manajemen Basis
Data dan Sistem Manajemen Dialog.


172 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Basis data yang terdapat dalam
sistem manajemen basis data digunakan
oleh basis model yang terdapat pada sistem
manajemen basis model, proses eksekusi
data oleh model berlangsung di dalam
sistem pengolahan terpusat. Alternatif
keputusan yang dapat dihasilkan oleh
sistem pengolahan terpusat dapat diminta
dan diperoleh hasilnya oleh penggunan
SPK melalui sistem manajemen dialog.
Model SPK dirancang untuk mampu
menghasilkan informasi dan alternatif
keputusan untuk pengguna koperasi susu
Jawa Barat keluarannya berupa informasi
transaksi penjualan dan pembelian,
peramalan, penilaian resiko mutu susu,
penjadwalan, transportasi dan kualitas
rantai pasok agroindustri.
Pemodelan sistem untuk rancangan
SPK rantai pasok koperasi pengolahan
susu (KPS) dapat dilihat pada Gambar 2
yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu
sistem manajemen basis model, sistem
manajemen basis data dan sistem
manajemen dialog.


Gambar 2. Konfigurasi Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok Koperasi Pengolahan Susu


Sistem Pendukung Keputusan Rantai Pasok (Rina Fitriana) 173
Berikut adalah Diagram Alir SPK KPS :
Mulai
Transaksi
penjualan dan
pembelian
Data/informasi
eksternal
Basis
Data
internal
Basis
Data
Eksternal
Basis
pengeta
huan
Transaksi Penjualan
dan Pembelian
Peramalan
Kualitas Rantai Pasok KPS
Penilaian Resiko
Mutu
Penjadwalan

Gambar 3. Diagram Alir SPK KPS

Sistem Manajemen Basis Data
Basis Data SPK KPS terdiri dari basis data
internal yaitu Data Pembelian dan
Penjualan. Setelah dianalisis basis data ini
terdiri dari empat buah file yaitu File
transaksi penjualan dan pembelian,
penilaian Resiko Mutu, input resiko mutu,
input peramalan, transportasi.

Perancangan Sistem Manejemen Basis
Pengetahuan
Basis Pengetahuan SPK KPS terdiri dari
berbagai tindakan yang dilakukan oleh
lingkungan bisnis (misalnya pelanggan,
pemerintah) serta tindakan yang dilakukan
koperasi pengolahan susu untuk
mengantisipasinya.

Sistem Manajemen Basis Model
a. Sistem Manajemen Dialog
Sistem Manajemen Dialog di dalam
rekayasa sistem pendukung keputusan
pengembangan agroindustri susu adalah
komponen yang dirancang untuk mengatur
dan mempermudah interaksi antara model
(aplikasi komputer) dengan pengguna.
b. Sub Model Pencatatan Transaksi
Penjualan dan Pembelian
Model ini berfungsi untuk melakukan
pengolahan basis data dari basis data dari
proses internal yaitu mengolah data
pembelian dan penjualan untuk suatu
perioda tertentu serta melakukan pencatatan
dan pengolahan data untuk setiap transaksi
yang dilakukan perusahaan.
Nilai Transaksi Penjualan dan
Pembelian
Penjulan > rata-rata penjualan = Baik
Penjualan = rata-rata penjualan =
Sedang
Penjualan < rata-rata penjualan =
Kurang
Pembelian > rata-rata pembelian = Baik
Pembelian = rata-rata pembelian =
Sedang
Pembelian < rata-rata pembelian =
Kurang
Contoh If Then Rule Transaksi
Penjualan dan Pembelian (9 Rule)
If penjualan baik, pembelian baik then
transaksi penjualan dan pembelian baik.


174 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340


Gambar 4. Input Transaksi Pembelian dan Penjualan

c. Sub Model Penilaian Resiko Mutu
Lebih dari 80% jumlah produksi susu
segar dari peternak dijual ke IPS. Dasar
pijakan yang digunakan oleh para peternak
dan IPS adalah apabila nilai TPC antara 10-
15 juta dan nilai TS sebesar 11,3%, maka
peternak akan memperoleh harga sebesar
Rp 1.825/liter susu segar.
Pada sub model Penilaian Resiko
Mutu dilakukan analisa terhadap penyebab
dari permasalahan yang terjadi. Pada proses
ini terdapat pembuatan :
1. Diagram Fishbone
Diagram fishbone ini dilakukan dengan
cara brainstorming dari pihak
perusahaan yang berkaitan dengan
masalah cacat untuk menemukan
penyebab-penyebab dari cacat yang
dihasilkan.
2. Failure Mode Effect Analysis (FMEA)
Sumber-sumber resiko pada rantai
pasok agroindustri susu diketahui
berdasarkan koperasi, pabrik susu dan
konsumen susu. Pemicu resiko pada
agroindustri susu adalah kandungan
protein, adanya antibiotic, makanan
sapi, kualitas susu. Pemicu resiko pada
transportasi agroindustri susu adalah
kondisi jalan, ketersediaan truk dan
pemuatan dan pemindahan susu dari
mobil. Pemicu resiko pengolahan
adalah teknologi pengemasan kurang
baik, teknologi pengawetan susu
kurang baik.

Gambar 5. Diagram Tulang Ikan Cacat Mutu Susu Kurang Baik



Sistem Pendukung Keputusan Rantai Pasok (Rina Fitriana) 175
Tabel 1 merupakan diagram FMEA untuk jenis cacat mutu Susu Kurang baik.

Tabel 1. Diagram FMEA Untuk Jenis Cacat Mutu Susu Kurang Baik
No.
Jenis
Kegagalan
Penyebab
Pengaruh
Buruk
Frekuen
si
Bobot RPN
Tindakan Yang
direkomendasikan
S O D SxOxD
1
Dari petani
mutu Susu
kurang baik
Tingginya
kandungan
bakteri Total
Plate Control
(TPC)
Kandang,
Tangan
manusia atau
Ember kotor
Sering 5 5 5 125
Diberikan Standar
Operating Procedur
di tingkat peternak.
Sapi dimandikan,
tangan pemerah
dicuci sebelum
memerah susu,
ember dibersihkan.
2
Dari petani
mutu Susu
kurang baik
Rendahnya
Total Solid
Kurang
konsentrat
makanan
Sering 4 5 5 100
Sapi diberi makanan
konsentrat, anggota
koperasi mendapat
subsidi makanan
konsentrat
3
Dari petani
susu ditolak
Susu
mengandung
antibiotik
Sapi diberi
obat yang
mengandung
antibiotik
Jarang 3 3 4 36
Susu yang
mengandung
antibiotik diberi
tanda agar
dipisahkan untuk
diberikan ke anak
sapi (pellet)
4
Kualitas
susu rusak
dari KPS ke
IPS
Segel yang
dipasang di
KPS rusak
sebelum
sampai ke
IPS
Sopir dan
Kernet
kurang
bertanggung
jawab
Jarang 3 3 3 27
Sopir dan Kernet
diberi sanksi mulai
dari SP I,II,III,
dipotong honor
sampai dikeluarkan
5
Susu rusak
di jalan
Terlalu lama
di jalan
Penjadwalan
kurang baik
Jarang 5 3 5 45
Penjadwalan
diperbaiki
6
Yoghurt/
susu
pasteurisasi
cepat rusak
di tangan
konsumen
Susu tidak
tahan lama
pada suhu
kamar
Teknologi
pengemasan
kurang baik
Sering 5 4 4 80
Teknologi
pengemasan
diperbaharui
7
Kualitas
yoghurt
kurang baik
Kurang
terampil
dalam
membuat
yoghurt yang
berkualitas
SDM kurang
terampil
dalam
membuat
yoghurt
Jarang 2 2 3 12
Diadakan pelatihan
pembuatan yoghurt
yang berkualitas
8
Proses
pembuatan
kemasan
kurang rapi
SDM kurang
terampil
dalam
membuat
kemasan
SDM kurang
terampil
dalam
memakai
teknologi
Jarang 4 4 4 64
Diadakan pelatihan
untuk pegawai
pengemasan

Nilai Resiko Mutu untuk Severity, Ocu-
rance, Detectability
Nilai 1-3 = Rendah
Nilai 4-6 = Sedang
Nilai 7-9 = Tinggi
Contoh If Then Rule Resiko Mutu Susu
(9 rule)
If Severity Tinggi, Occurance Tinggi,
Detectability Tinggi then Resiko Mutu Susu
Tinggi


176 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Hasil penilaian Resiko mutu
memperlihatkan bahwa beberapa kegiatan
perlu dikelola dengan lebih baik lagi
dengan prioritas yang memiliki Resiko
mutu yang paling besar dengan tindakan
rekomendasi diberikan Standar Operating
Procedur ditingkat peternak. Sapi
dimandikan, tangan pemerah dicuci
sebelum memerah susu, ember dibersihkan.


Gambar 6. Input Transaksi Mutu

Berdasarkan hasil SPK Resiko Mutu
Koperasi Pengolahan Susu terbesar adalah
Sedang.
d. Sub Model Penjadwalan
Transportasi
Penjadwalan transportasi susu segar
adalah upaya mengangkut seluruh hasil dari
petani susu dengan menggunakan colt
tangki yang berjumlah 24 dan setelah
melalui proses pendinginan di koperasi susu
segar dibawa ke IPS (Industri Pengolahan
Susu) dengan menggunakan Truk tangki
yang berjumlah 14 buah. Penjadwalan
trasnportasi dilakukan dua kali sehari dan
setiap hari. Tabel 2 adalah salah satu contoh
hasil penugasan 24 colt tangki.
Transportasi Agroindustri
Agroindustri Susu adalah transportasi truk
dari koperasi ke lokasi petani susu dengan
menggunakan Colt Tangki dan dari
koperasi ke industri pengolahan susu Truk
Tangki.
Fungsi obyektifnya adalah total jarak
tempuh yang minimimum. Jika jarak
tempuh truk a pada perjalanan ke b dari
koperasi ke lokasi panen c adalah x
abc

dengan variabel-variabel keputusan y
abc

adalah biner dapat diformulasikan sebagai
berikut :
Minimasi Z =


Kumpulan kendala yang harus
diperhatikan adalah pengaturan jadwal agar
satu jadwal dengan jadwal lainnya tidak
bentrok. Setiap truk hanya melakukan
kegiatan satu jadwal di setiap perjalanan


=1 a=1,2,m; b=1,2,.n
Pengaturan setiap truk dilakukan
untuk menjamin truk yang tersedia bertugas
di lokasi yang berbeda di lokasi yang
berbeda di awal penugasan

<=1, a=1,2,m; b=1,2,.n


Jumlah penerimaan susu segar
(SUSU) dari petani harus diangkut
seluruhnya dengan kapasitas Truk per unit
adalah sama untuk setiap truk.

=SUSU, c=1,2,.s
Kegiatan transportasi dilakukan
dalam satu kali trip sehingga perlu dijamin
truk ditugaskan mengangkut panen pada
lokasi sebelumnya yang belum diangkut.

1, 1,2, . .


Sistem Pendukung Keputusan Rantai Pasok (Rina Fitriana) 177

Tabel 2. Penjadwalan transportasi dengan menggunakan colt tangki ke petani susu



Gambar 7. Input Transportasi

Nilai Transportasi
Jumlah truk yang dibutuhkan < Jumlah
Truk tersedia = Baik
Jumlah truk yang dibutuhkan = Jumlah
Truk Tersedia = Sedang
Jumlah truk yang dibutuhkan > Jumlah truk
yang tersedia = Kurang
Jumlah rute yang dibutuhkan < jumlah rute
yang tersedia = Baik
Jumlah rute yang dibutuhkan = Jumlah rute
Tersedia = Sedang
Jumlah rute yang dibutuhkan > Jumlah rute
yang tersedia = Kurang
Contoh If then Rule Transportasi (9
rule)
No TPK
Jadwal Keberangkatan
Jarak Pagi Sore
1 Pencut 5 km 03.55 14.50
2 Ciater 37 km 04.08 14.55
3 Genteng 3 km 04.15 15.30
4 Barunagri 4 km 04.20 15.23
5 Pasiripis 4 km 04.20 15.30
6 Gunung Putri 4 km 04.27 15.43
7 Manoko 4 km 04.27 15.43
8 Pasar Kemis 6 km 04.20 15.20
9 Keramat 4 km 04.28 15.50
10 Citespong 4 km 04.30 15.25
11 Pojok 4 km 04.32 15.20
12 Cibulakan 4 km 04.25 15.10
13 Suntenjaya 15 km 03.45 14.40
14 Cibodas 15 km 04.20 15.20
15 Cibogo 4 km 04.35 15.50
16 Cikawari 7 km 04.20 15.20
17 Cikole 6 km 04.30 15.35
18 Cilumber 6 km 04.35 15.35
19 Cibedug 6 km 04.20 14.50
20 Nagrak 6 km 04.30 15.30
21 Bukanagara 4 km 04.30 15.30
22 Pagerwangi 4 km 04.33 15.40
23 Cibolang 12 km 04.20 14.20
24 Yampai 6 km 04.30 14.30


178 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
If jumlah truk baik, jumlah rute baik then
transportasi baik.
Berdasarkan hasil SPK Input Transporasi
Nilai Transportasi adalah sedang.
e. Sub Model Peramalan
SPK KPS dapat melakukan menilai
apakah peramalan untuk memperkirakan
tingkat penjualan dan tingkat pembelian
pada periode berikutnya, yang pengolahan
dilakukan dengan metode time series sudah
baik, sedang atau buruk berdasarkan rata-
rata penjualan. Tabel 3 dan 4 berikut adalah
tabel hasil peramalan menggunakan Single
Moving Average 3 dan 6.


Tabel 3. Peramalan Penjualan 2009
Penjualan SMA 3 SMA 6
2008 Peramalan 2009 Peramalan 2009
Januari 1.684.103.590 1.661.008.735 1.701.697.791
Februari 1.766.470.689 1.678.027.979 1.712.344.749
Maret 1.684.649.061 1.706.100.036 1.686.858.730
April 1.633.907.634 1.681.712.250 1.680.654.579
Mei 1.729.327.729 1.688.613.422 1.692.438.508
Juni 1.587.092.314 1.692.141.903 1.708.876.292
Juli 1.637.816.043 1.687.489.191 1.697.145.108
Agustus 1.865.260.863 1.689.414.839 1.696.386.328
September 1.724.083.635 1.689.681.978 1.693.726.591
Oktober 1.609.951.003 1.688.862.002 1.694.871.234
Nopember 1.593.811.805 1.689.319.606 1.697.240.677
Desember 1.779.263.396 1.689.287.862 1.698.041.038

Tabel 4 Peramalan Pembelian 2009
Pembelian SMA 3 SMA 6
2008 Peramalan 2009 Peramalan 2009
Januari 1.624.202.497 1.719.113.690 1.758.160.999
Februari 1.612.135.828 1.745.884.379 1.759.049.378
Maret 1.602.343.456 1.782.113.511 1.770.268.781
April 1.757.125.427 1.749.037.193 1.740.803.372
Mei 1.605.588.970 1.759.011.694 1.757.803.663
Juni 1.614.234.380 1.763.387.466 1.777.904.776
Juli 1.752.830.728 1.757.145.451 1.760.665.161
Agustus 1.691.732.959 1.759.848.204 1.761.082.522
September 1.947.061.238 1.760.127.041 1.761.421.379
Oktober 1.638.801.624 1.759.040.232 1.759.946.812
Nopember 1.637.196.984 1.759.671.826 1.763.137.386
Desember 1.881.342.463 1.759.613.033 1.764.026.339

Nilai Peramalan
Peramalan penjualan > rata-rata penjualan =
Baik
Peramalan penjualan = rata-rata penjualan =
Sedang
Peramalan penjualan < rata-rata penjualan =
Kurang
Peramalan pembelian > rata-rata pembelian
= Baik


Sistem Pendukung Keputusan Rantai Pasok (Rina Fitriana) 179
Peramalan pembelian = rata-rata pembelian
= Sedang
Peramalan pembelian < rata-rata pembelian
=Kurang

Contoh If Then Rule Peramalan (9 rule)
If peramalan penjualan baik, peramalan
pembelian baik then peramalan baik.


Gambar 8. Input Peramalan
Hasil Input Peramalan Pembelian dan
Penjualan berdasarkan hasil SPK adalah
Baik.
Penentuan Kualitas Rantai Pasok
Penentuan kualitas rantai pasok ditentukan
oleh empat faktor, yaitu :
1. Transaksi pembelian dan penjualan
(baik, sedang,kurang)
2. Resiko mutu susu (tinggi, sedang,
rendah)
3. Peramalan (baik, sedang, kurang)
4. Transportasi (baik,sedang, kurang)
Berdasarkan nilai dari keempat variable
tersebut maka dapat ditentukan Kualitas
Rantai Pasok (Baik,Sedang,Kurang)
Contoh If Then Rule Rantai Pasok (81
rule)
If rasio transaksi pembelian dan penjualan
baik, resiko mutu baik, peramalan baik,
transportasi baik then rantai pasok baik.


Gambar 9. Kualitas Rantai Pasok

Hasil Kualitas Rantai Pasok
berdasarkan SPK adalah Baik.

Validasi Model SPK KPS
Model SPK KPS divalidasi dengan
menggunakan teknik Face Validity
(Sargent,1999) yaitu dengan jalan meminta
pendapat para pakar yang merupakan
manajemen dari koperasi pengolahan susu
X Jawa Barat. Prosedur validasi dilakukan
dengan cara memberikan penjelasan
mengenai model SPK KPS dalam bentuk
presentasi dan demo program dan
dilanjutkan dengan diskusi dan Tanya
jawab.

Verifikasi Model SPK KPS
Resiko penurunan mutu yang
tertinggi terdapat pada petani susu,
ketersediaan truk susu dan waktu angkut.
Petani susu adalah unit pasok yang berisiko
paling tinggi terhadap penurunan susu.
Penanganan resiko mutu didasarkan
agregasi nilai resiko setiap unit rantai
pasok. Penanganan di petani menjemput
sendiri susu ke petani, pengawasan
pemuatan susu meminimumkan waktu
angkut, mengevaluasi jumlah trip dan
menjamin ketersediaan truk. Penanganan di
koperasi dilakukan pengawasan
pembongkaran susu, pendinginan,
kemudian pengawasan pemuatan susu.
Penanganan di pabrik meningkatkan mutu
perawatan dan kebersihan peralatan,
sedangkan penanganan di industri
pengolahan susu pengawasan
pembongkaran susu dengan baik.



180 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
5. KESIMPULAN
Usulan Sistem Pendukung Keputusan
(SPK) dari rantai pasok koperasi susu di
Jawa Barat terdiri sub model transaksi
penjualan dan pembelian, resiko mutu susu,
peramalan, transportasi dan Rantai Pasok.

6. DAFTAR PUSTAKA
[1] Arnold, J. R dan S. N. Chapman,
2004. Introduction to Materials
Management, Upper Saddle River.
New Jersey.
[2] Austin, J.E, 1981. Agroindustrial
Projet Analysis, The John Hopkin,
Marylnd.
[3] Brown, JG, 1994. Agroindustrial
Investment and Operation, The
World Bank, Washington.
[4] Chopra, Sunil et.al, 2007. Supply
Chain Management Strategy,
Planning & Operations. Third
Edition, Pearson International
Edition, New Jersey.
[5] Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem:
Meningkatkan Mutu dan Efektivitas
Manajemen, Jilid 1, IPB Press.
[6] Gasperz, Vincent, 2002. Pedoman
Implementasi Program Six Sigma,
PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
[7] Hadiguna Rika Ampuh, Marimin,
2007. Alokasi Pasokan Berdasarkan
Produk Unggulan untuk Rantai
Pasok Sayuran Segar, Jurnal Teknik
Industri, Vol 9, No.2, Desember
2007, 85-101
[8] ICH Harmonised Tripatite
Guidelines, 2005. Quality Risk
Management.International
Conference on Harmonisation of
Technical Requirement for
Registration of Pharmaceuticals for
Human Use.
[9] L. Niu, J. Lu dan G. Zhang, 2009.
Cognition-Driven Decision Support
for Business Intellegent,
Springerlink.com, Springer-Verlag
Berlin Heidelberg,
[10] Sargent, Robert G, 1998, Verification
and Validation of Simulation Model,
Proceedings of the 1998 Winter
Simulation Conference, pp.122-128.
[11] Stefanovic, N. dan D. Stefanovic,
2009. Supply Chain Business
Intelligence, Technology, Issues and
Trends in M. Bramer(Ed.): Artificial
Intelligence.LNAI 5640. IFIP
International Federation for
Information Processing.
[12] Vercellis Carlo, 2009. Business
Intelligence: Data Mining and
Optimization for Decision Making,
Italia: John Wiley & Sons, Ltd.
[13] Vorst, J.G.A.J. van der, 2004. Supply
Chain Management: Theory and
Practice. Di dalam T.Champs, P.
Diederm,G.J Hofstede,B.Vos (Eds).
The Emerging World of Chain &
Networks, Elsevier, Hoofdstuk.







Penerapan Simulasi Pada Perusahaan Berbasis Lean (Arie Respama Putra) 181

PENERAPAN SIMULASI PADA PERUSAHAAN BERBASIS LEAN

Arie Respama Putra
Alumni Jurusan Teknik dan Manajemen Industri, Sekolah Tinggi Manajemen Industri


ABSTRACT
Lean Manufacturing is an approach to make the system efficient using the waste
reduction. The approach is conducted by understanding the general picture of the company
using the flow of information and materials in the production floor by creating value stream
mapping. Lean Manufacturing is not only useful in the production floor; however it can be
implemented in various levels of company organization. However the simulation is a totally
different discipline which can support applications in other disciplines. Using the simulation,
the implementation process of Lean Manufacturing can be conducted precisely and result in
more alternative solutions in the production processes. Simulation has many types of tools, of
which the most popular one is the Pro Model. The tool tries to illustrate the model from the
actual production process by conducting several simulations until the optimum solution can be
achieved for the Lean Manufacturing.
Keywords: Lean Manufacturing, Waste, Value Stream Mapping, Simulation


1. PENDAHULUAN
7

1.1. Latar Belakang
Dasar pemikiran dari lean
manufacturing adalah berusaha
menghilangkan waste (pemborosan) di
dalam proses, atau dapat juga dikatakan
sebagai suatu konsep perampingan atau
efisiensi. Konsep lean ini dapat
diaplikasikan pada perusahaan manufaktur
maupun jasa, karena pada dasarnya
efisiensi selalu menjadi target yang ingin
dicapai oleh semua perusahaan. Untuk
dapat mengaplikasikan konsep lean, maka
perusahaan harus mampu untuk
mengidentifikasi kebutuhan dari konsumen,
dan apa yang dipentingkan oleh konsumen.
Pendekatan ini merupakan filosofi dasar
untuk mengoptimalkan performansi sistem
manufaktur. Toyota telah melakukan
identifikasi terhadap tujuh jenis aktivitas
utama yang tidak memiliki nilai tambah
dalam bisnis maupun proses manufaktur
antara lain produksi berlebihan, waktu
menunggu, transportasi, persediaan
berlebihan, gerakan yang tidak perlu dan
produk cacat. Seluruh kegiatan itu

Korespondensi :
Arie Respama Putra
E-mail : arierespama@yahoo.com
merupakan pemborosan (waste) yang dapat
memperpanjang production lead time.
Lean sekarang telah diakui sebagai
salah satu cara yang paling efektif untuk
meningkatkan daya saing dan
meningkatkan efisiensi operasional, tapi
ada banyak praktisi lean yang tidak
menyadari bahwa hasil dari penerapan lean
dapat diperoleh dengan cepat dengan
penggunaan teknologi simulasi.


182 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340


Gambar 1. Simulasi dapat mengembangkan Lean dengan baik dan cepat
Promodel telah mengembangkan alat
khusus yang disesuaikan untuk metode
lean, dan dapat membantu mewujudkan
potensi penuh dari lean pada seluruh
perusahaan. Pada promodel ini, bisa diberi
gambaran lean diikuti dengan deskripsi
tentang bagaimana simulasi digunakan
untuk meningkatkan kinerja lean. Melalui
prediksi pemodelan simulasi, waktu untuk
implementasi lean sangat berkurang dan
bentuk waste (perencanaan operasional
yang buruk, optimalisasi sumber daya)
menjadi jauh lebih jelas. Simulasi dengan
promodel membuat perusahaan bisa
menciptakan solusi inovatif untuk
menciptakan nilai tambah dan
menghilangkan limbah dengan bebas risiko.
1.2. Tinjauan Lean
Untuk memahami bagaimana
simulasi dapat membantu penerapan lean,
tentu perlu dipahami dulu konsep berpikir
lean. Maka muncul pertanyaan Apa yang
lean dapat lakukan dan apa saja yang
dibutuhkan lean untuk mencapai
tujuannya. Bagaimana proses menjadi
perusahaan lean dan apa arti dari
perusahaan lean? Semua pertanyaan ini
harus dijawab untuk mendapatkan
gambaran yang memadai, untuk
mengetahui apapun tentang lean. Berikut
ini akan akan diberikan gambaran tentang
lean, dan bagaimana simulasi digunakan
untuk membantu mewujudkan potensi
penuh dari lean.
The Lean Enterprise Institute
mendefinisikan lean sebagai suatu prinsip,
praktek dan alat yang digunakan
menciptakan nilai yang tepat untuk
pelanggan dengan kualitas yang lebih tinggi
dan cacat lebih sedikit. Semua itu juga
didapat dengan mengurangi tenaga
manusia, mengurangi ruang, mengurangi
modal, mengurangi waktu kerja dari pada
sistem industri tradisional. Tujuan utama
dari lean mengembangkan proses yang
bebas dari waste. Pemborosan (waste) atau
muda didefinisikan oleh Shoichiro Toyoda
pendiri Toyota sebagai sesuatu yang tidak
memberi nilai tambah kepada produk.
Dalam industri jasa, ini ditunjukkan dengan
sesuatu yang tidak memberikan nilai
kepada layanan jasa pada perusahaan jasa.
Taiichi Ohno, pelopor Toyota Production
System (TPS) telah mengidentifikasi tujuh
bentuk dari waste di bidang manufaktur,
dan ini juga bisa berlaku untuk industri
jasa:
Over produksi
Idle time : menunggu bahan, peralatan,
personil atau informasi
Transportasi : gerakan yang tidak perlu
Kegiatan tanpa nilai tambah: kegiatan
tidak penting yang tidak memberi nilai
pada produk dan jasa
Kelebihan persediaan: terjadi karena
kelebihan produksi
Waste of motion : gerakan dalam proses
yang tidak memberi nilai tambah pada
produk
Produk cacat
Manfaat menggunakan lean manufacturing:
Mengurangi waktu siklus
Mengurangi work in process (WIP)
Mengurangi biaya


Penerapan Simulasi Pada Perusahaan Berbasis Lean (Arie Respama Putra) 183
Meningkatkan pemanfaatan sumber
daya
Memudahkan penjadwalan
Aliran proses lebih efisien
Mengurangi area produksi (ruang)
Meningkatkan kualitas
Meningkatkan moral tenaga kerja
Lean thinking menurut James P. Womack
dan Daniel T. Jones, ada lima yaitu :
Tentukan nilai, menentukan apa yang
pelanggan nilai dan inginkan dalam
sebuah produk atau jasa seperti dalam
hal fitur, fungsi, pengiriman, pelayanan
dan lain sebagainya.
Tentukan value stream,
mengidentifikasi proses atau urutan dari
langkah penyediaan produk dan
layanan secara efisien dan efektif.
Aliran dari produk dan pelayanan,
merampingkan proses sehingga setiap
langkah proses lebih terpadu, ganti
batch dan antrian dengan aliran
tunggal.
Sistem tarik, membuat atau
memberikan hanya apa yang diinginkan
pelanggan.
Mengejar kesempurnaan, terus
berusaha mengurangi waktu, ruang,
biaya dan cacat dan menawarkan
produk yang sesuai dengan keinginan
pelanggan.
1.3. Alat dan Teknik Lean
Ada banyak alat bantu dan teknik
untuk menciptakan proses lean, termasuk
yang dijelaskan di bawah ini. Alat dan
teknik di bawah tidak hanya terbatas pada
proses manufaktur tetapi dapat juga
digunakan dalam pelayanan proses.
Value Streaming Mapping (VSM) :
digunakan untuk visualisasi statis,
menganalisa dan meningkatkan proses
serta aliran informasi.
Laporan A3: digunakan untuk
mendefinisi masalah, mengidentifikasi
solusi dan mengembangkan,
mendokumentasikan,
mengimplementasikan rencana kegiatan
perbaikan proses.
Kanban produksi : digunakan untuk
mengatur produksi dan pergerakan
aliran produksi, kanban dapat
menghilangkan overproduksi karena
menggunakan sistem tarik.
Diagram Alir : tata letak yang
menggambarkan aliran fisik pekerjaan
(bahan dan orang), menghilangkan
gerakan yang tidak perlu dalam aliran
kerja tersebut.
Sel Kerja : sebuah pengaturan
streamline (biasanya dalam bentuk U).
5S : sebuah metode sistematis untuk
mengatur tempat kerja, menghilangkan
cacat dan gerakan yang tidak berguna.
Quick Changeover : metode untuk
mengurangi waktu set up operasi,
dengan ukuran batch yang lebih kecil,
dapat menghilangkan waktu tunggu dan
over produksi.
Total Productive Maintenance (TPM) :
sistematis untuk kegiatan pemeliharaan
yang dapat meminimalkan gangguan
kerja, menekankan keterlibatan semua
karyawan dalam kegiatan TPM
(preventif) dan mengurangi idle time.
Kontrol visual : pemanfaatan sinyal
visual untuk menghilangkan
overproduksi dan waktu menunggu.
Poka Yoke (pemeriksaan kesalahan):
membuat proses operasi sedemikian
rupa sehingga proses hanya bisa jalan
apabila dilakukan dengan cara benar,
apabila terjadi kesalahan, proses
otomatis terhenti sehingga produk cacat
dapat dicegah.
Pelatihan : dengan adanya pelatihan,
karyawan dapat menjalankan berbagai
fungsi kerja lebih fleksibel, sehingga
operator dapat menghilangkan idle time
nya.
Tools pada lean di atas harus
digunakan secara sistematis, dengan cara
mengidentifikasi waste yang paling
merugikan dalam sistem dan baru
ditetapkan solusi yang terbaik untuk
menghilangkan waste.
Lean tidak hanya menguntungkan
jika diterapkan pada pada proses operasi,
keuntungan lebih besar akan didapat jika
lean diterapkan pada perusahaan secara
menyeluruh. Lean merupakan sebuah
budaya yang dimulai dari atas dan
menembus ke divisi paling bawah. Sebuah
perusahaan yang ingin berbudaya lean,
terlebih dahulu harus menanamkan
kesadaran dan intoleransi terhadap waste.


184 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Ketika kesadaran akan waste menyebar ke
seluruh oraganisasi, orang akan secara
proaktif mencari perbaikan dan memastikan
berada pada jalur tujuan bisnis dan nilai
terhadap pelanggan. Sebuah perusahaan
lean akan memberikan nilai maksimal
kepada para stakeholders dengan konsumsi
sumber daya yang tidak berlebihan. Lean
pada dasarnya adalah tentang mencapai
hasil yang diinginkan dengan limbah
minimal.

2. SIMULASI DAN LEAN
Dengan pemahaman tentang prinsip
dasar lean yang baik di tingkat proses dan
perusahaan, maka eksplorasi penerapan
simulasi dalam lean dapat dilakukan.
Simulasi menyediakan cara yang efektif
untuk mencapai tujuan dari lean pada
berbagai tingkatan. Pada tingkatan lean
manapun, simulasi dapat membantu
mencapai potensi penuh dari lean, secara
cepat dan lebih baik.
Contoh skenario penerapan simulasi
adalah sebagai berikut :
Sebuah produsen membuat tiga
model berbeda dari kolam air panas,
masing-masing dengan berbagai tuntutan.
Semua model memiliki beberapa operasi
awal yang sama, tapi kemudian memiliki
pipa yang berbeda dan persyaratan
perakitan menggunakan campuran yang
berbeda. Industrial Engineering pada
perusahaan mempelajari dalam workshop
lean untuk mengurangi batch produksi
sehingga menghasilkan produktivitas yang
besar. Setelah membuat perkiraan ukuran
batch yang tepat, Industrial Engineering
tadi membangun sebuah model simulasi
dan menemukan bahwa dengan
menggandakan ukuran batch yang bisa
mencapai throughput 12% lebih tinggi dari
perkiraan awal. Lebih lanjut ditemukan
bahwa dengan peningkatan ukuran batch
sebenarnya WIP jadi menurun.
Analisis ini menghasilkan
keuntungan bagi perusahaan, sehingga
perusahaan terhindar dari biaya sebesar
$100.000. Gambaran di atas merupakan
satu contoh bagaimana simulasi telah
terbukti efektif dalam perencanaan strategis
yang lebih taktis dalam perencanaan
operasional. Dalam tahapan lean manapun
berada, Promodel bisa membantu
mempercepat perjalanan dan menghindari
rintangan-rintangan yang tidak terduga.






Penerapan Simulasi Pada Perusahaan Berbasis Lean (Arie Respama Putra) 185
Tabel 1. Bagaimana Simulasi Membantu Mencapai Tujuan dari Lean


Proses simulator menyediakan alat
yang ideal untuk pengembangan skenario
proses alternatif untuk membantu
menyoroti inefisiensi operasional saat ini
dan melihat bagaimana dapat dieliminasi
melalui implementasi lean. Misalnya
seorang manajer operasi memiliki masalah
dalan mengurangi WIP di wilayah kerjanya,
karena takut pada jangka pendek akan
menghadapi konsekuensi terhadap kuota.
Maka dalam hal ini model simulasi dapat
membantu operator melihat persis
pengurangan pada WIP agar kuota juga
dapat dicapai, sementara pada saat yang
sama proses juga menunjukkan perbaikan
kinerja, cacat dan waktu siklus dapat
dikurangi dengan berkurangnya WIP.
Promodel simulator adalah alat yang
ideal untuk mendapatkan jadwal yang
cocok dalam proses produksi. Simulator
memberikan tampilan yang realistis pada
kebutuhan sumber daya dan waktu untuk
berbagai alternatif proyek lean, dan
mengidentifikasi jadwal terbaik untuk
dipilih. Selanjutnya dengan melakukan
analisis What-If, terhadap semua
keputusan proyek seperti sumber daya yang
digunakan, apakah nantinya akan tumpang
tindih atau tidak proyek tersebut. Simulator
dapat dengan cepat ke prioritas optimal dan
penjadwalan proyek lean untuk
menghasilkan ROI terbesar dalam waktu
terpendek. Berikut fungsi utama simulasi
dengan pengembangan portofolio
simulator:
Memvisualisasikan informasi mengenai
sumber daya dibandingkan dengan
kapasitas
Menganalisis bagaimana jadwal
alternatif dapat memberi pengaruh baik
terhadap hasil yang optimal
Mengoptimalkan proses
Solusi ini memberikan dasar untuk
memprediksi, jumlah dan jenis sumber daya
yang diperlukan serta urutan prioritas untuk
mencoba memenuhi waktu konsolidasi
yang diinginkan. Untuk hal ini juga
diberikan sarana untuk bereksperimen
dengan skenario konsolidasi dengan strategi
berbeda.

3. SIMULASI DALAM VALUE-
STREAM MAPPING (VSM)
VSM menyediakan cara yang efektif
untuk menvisualisasikan aliran logis dari
kerja dan informasi dalam proses. Gambar
2 menunjukkan contoh VSM dari suatu
proses. Perhatikan bahwa aliran material
dari kiri ke kanan, sedangkan aliran


186 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
informasi dari kanan ke kiri. Idenya adalah
tidak hanya memahami urutan aliran
material tetapi link informasi yang memicu
aliran dan produksi. Dari suatu SCM
dengan cepat bisa mendapat gambaran
umum dari proses termasuk parameter
aktivitas dasar seperti waktu siklus. Setelah
VSM dirancang, maka dilakukan analisa di
daerah berpotensi waste agar bisa segera
dihilangkan. Gambar 3 mengilustrasikan
bagaimana tidakan perbaikan diidentifikasi.


Gambar 2. Value-Stream Mapping

Gambar 3. Analisa VSM


Penerapan Simulasi Pada Perusahaan Berbasis Lean (Arie Respama Putra) 187
Perbaikan diusulkan ke VSM state
saat ini untuk digunakan membuat VSM
state yang baru untuk kegiatan yang akan
datang. Pada gambar 4 diilustrasikan aliran
proses yang lebih simpel, pengelasan
terisolasi dan proses perakitan telah
ditempatkan dalam aliran yang
berkesinambungan dalam sel. Setiap proses
dalam aliran menarik (sistem tarik) materi
dari langkah sebelumnya. Persediaan, hasil
dan waktu dikurangi lebih dari 75 persen
tanpa mengubah desain produk atau
melakukan investasi pada peralatan yang
mahal.


Gambar 4. Rancangan VSM Setelah Perbaikan


Kanban
Salah satu kegunaan efektif
simulasi adalah dalam membentuk kontrol
kanban. Putaran dari kanban dapat dilihat
pada gambar 5, yang perlu diketahui saat
membuat kontrol kanban adalah kapan
sinyal memberi instruksi mengenai jumlah
pemesanan. Kanban harus didasari oleh dua
hal yaitu tingkat penggunaan dan waktu
pemesanan.

Gambar 5. Kanban Kontrol



188 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Tingkat penggunaan adalah tingkat
dimana barang-barang yang diambil dari
penyimpanan dan umumnya didasarkan
pada tingkat takt (tingkat permintaan untuk
item tersebut). Waktu untuk mengisi
permintaan kanban didasarkan pada waktu
tunda kumulatif yang terjadi untuk
produksi, pengangkutan barang, dansetiap
keterlambatan akibat pekerjaan lain yang
dilakukan, kegagalan peralatan, tidak
tersedianya operator dan lain sebagainya.
Tentu saja, anda tidak ingin merencanakan
sebuah skenario yang buruk, tapi setiap
kemungkinan wajar untuk diperhitungkan.

Perbaikan yang Sedang Berlangsung
Untuk perbaikan yang sedang
berlangsung, simulasi akan menjaga proses
transformasi lean. Salah satu hambatan
besar untuk mempertahankan lean adalah
cepat puas pada sistem yang ada sehingga
ide perbaikan menjadi tidak ada. Simulasi
merangsang untuk berpikir kreatif dan
melibatkan perencanaan untuk menemukan
bentuk waste yang lain. Jenis waste yang
paling merusak adalah waste yang tidak
dikenali. Dalam fase transformasi lean
banyak waste yang muncul ke permukaan
dan solusi dapat lebih jelas dilakukan.
Dengan mengurangi waktu set up dan
mengatur aliran proses dengan sistem tarik,
serta menerapkan single flow, WIP dan
waktu siklus sangat dapat dikurangi. Ketika
sedang merancang work cells atau
merampingkan rantai pasok, maka
ProModel merupakan solusi yang tepat
untuk membantu mencapai proses akhir
lean.

4. KESIMPULAN
Teknologi simulasi ProModel
menyediaakan alat dan layanan yang anda
butuhkan untuk memodelkan lean beserta
dengan analisa lean itu sendiri. Simulasi
akan membantu mencapai semua tingkatan
lean pada setiap level organisasi. Termasuk
juga tingkat strategis, dan membentuk suatu
budaya lean dan memprioritaskan proyek
yang lebih taktis. Dengan demikian
perencanaan operasional akan lebih mudah
dalam mendesain proses yang optimal
dengan waktu yang lebih cepat dan hasil
yang lebih baik.

5. DAFTAR PUSTAKA
[1] Mike R. and John S. 1999, Learning to
See: Value Stream Mapping to Add
Value and Eliminate Muda, Lean
Enterprise.
[2] Taiichi O. 1998, Toyota Production
System-Beyond Large Scale
Production. Cambridge, MA.
[3] Womack, J.P.and Daniel T. J, 1998.
Lean Thinking Free Press.
[4] Womack, J, 2007. The Challenge of BP
Transformation, BP Trends.
[5] http://www.lean.org/WhatsLean
[6] http://www.providence.edu/acc/pae/ais/
student/feene/feene.html










Pengukuran Kinerja Customer Relationship Management (Didien Suhardini) 189
PENGUKURAN KINERJA CUSTOMER RELATIONSHIP
MANAGEMENT (CRM) CDMA ESIA MENGGUNAKAN CRM
SCORECARD PADA PT BAKRIE TELECOM Tbk

Didien Suhardini dan Suci Lestari
Laboratorium Perancangan Organisasi dan Bisnis
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti


ABSTRACT
Bakrie Telecom realizes it is importance to know the customer needs that have not been
fulfilled and the effectiveness of its CRM (Solusi Esia). The purpose of this study is to analyze
the Importance-Performance Matrix and designing performance measurement systems and
measure of Solusi Esia performance, then propose development program of Solusi Esia for the
next year. Designing a CRM Scorecard start from cascading the vision, mission and strategy of
the company to the vision, mission and strategy of Solusi Esia, then translate into fours CRM
Scorecard perspective, setting strategic objectives, building a strategy map, set targets, and
strategic initiatives and weighing of each strategic objective as lag indicators relative to a
leading indicator in each perspective using pair wise comparisons. The score of Solusi Esia
Performance is 3.46 considered good. Some development programs are call center phone
charge change to be free of charge, establish training centers, network operations, voice
recording the conversation between costumer and costumer service and periodically doing a
market survey.
Keywords: IP Matrix, CRM, CRM Scorecard, Strategy Map


1. PENDAHULUAN
8

1.1 Latar Belakang Masalah
PT Bakrie Telecom, Tbk yang
selanjutnya disebut Bakrie Telecom adalah
perusahaan teleokmunikasi pemberi
layanan jaringan tetap lokal tanpa kabel
dengan mobilitas terbatas (fixed wireless
access with limited mobility) berteknologi
CDMA 2000 1x. Bakrie Telecom sebagai
perusahaan operator telekomunikasi
berbasis CDMA pertama di Indonesia
semakin sadar akan pentingnya kepuasan
pelanggan sehingga perlu terus
meningkatkan pelayanan agar pelanggan
tetap setia menggunakan Esia. Dengan
mempertimbangkan hal tersebut, Bakrie
Telecom mengaplikasikan program
Costumer Relationship Management
(CRM) guna mempertahankan hubungan

Korespondensi :
Didien Suhardini
E-mail : didien.suhardini@yahoo.com
Suci Lestari
E-mail : suciiilestariii@gmail.com
yang baik dengan pelanggan yang disebut
Solusi Esia.
Meskipun jumlah pelanggan Esia
Region 1 wilayah Jabodetabek dan Banten
meningkat dari bulan Juli sampai dengan
bulan Desember tetapi belum sebanyak
yang diharapkan. Ditambah lagi angka
perpindahan pelanggan (churn) yang masih
naik turun memerlukan usaha yang lebih
keras lagi dalam menahan pelanggan agar
tetap setia. Dari data pada Tabel 1 di bawah
ini terlihat jumlah keluhan pelanggan
kebanyakan mengenai jumlah tagihan yang
kondisinya naik turun setiap bulannya,
sehingga masih perlu diturunkan secara
konsisten.


190 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Tabel 1. Jumlah Keluhan Pelanggan Region I Jabodetabek & Banten


Bakrie Telecom masih perlu
meningkatkan jumlah pelanggan dan
menurunkan jumlah perpindahan pelanggan
serta menurunkan jumlah keluhan
pelanggan. Sehingga belum bisa dipastikan
apakah program Solusi Esia berhasil atau
tidak atau berapa nilai kinerjanya.
1.2 Pokok Permasalahan
Bakrie Telecom sudah menjalankan
CRM yang disebut Solusi Esia tetapi belum
diketahui seberapa besar efektivitasnya
karena belum memiliki sistem pengukuran
kinerja CRM yang diperoleh dari
penerjemahan visi, misi, dan tujuan dari
strategi CRM perusahaan ke dalam
kerangka kerja dan ukuran yang jelas.
Dengan mengetahui skor kinerja dapat
diperbaiki efektifitas CRM terutama untuk
yang skornya masih rendah. Dampak dari
pelaksanaan inisiatif strategis yang
diusulkan diharapkan pelanggan tetap setia
menggunakan Esia dan tidak beralih kepada
operator lain.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai adalah
mengetahui keinginan pelanggan yang
belum terpenuhi dan memperoleh sistem
dan hasil pengukuran kinerja Solusi Esia
dengan pendekatan CRM Scorecard.
Kemudian memberikan usulan perbaikan
dengan memperhatikan hasil analisis IP
Matrix yang diperoleh dari atribut yang
ditetapkan berdasarkan lima dimensi
ServQual, dan peningkatan program Solusi
Esia berdasarkan atribut pada kuadran I dan
nilai yang terkecil pada tujuan strategis
setiap perspektif CRM Scorecard.

2. LANDASAN TEORI
2.1 Kualitas Pelayanan (Service
Quality)
Bagi perusahaan yang bergerak
dalam bidang jasa terutama untuk
perusahaan yang pelanggannya dapat
dengan mudah untuk keluar ataupun masuk
untuk menikmati jasa tersebut memenuhi
Service Quality sangat penting. Service
Quality adalah salah satu metode yang
digunakan untuk mengukur kepuasan
pelanggan atas kualitas jasa yang
ditawarkan oleh perusahaan. Kuesioner
tingkat kepuasan dan tingkat kepentingan
dirancang berdasarkan dimensi Service
Quality (SERVQUAL), yang
dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml,
dan Berry [1988], yang terdiri dari lima
dimensi kualitas jasa, yaitu: tangibles,
reliability, responsiveness, assurance dan
emphaty.
2.2 Importance Performance Matrix
Importance-Performance Matrix
banyak digunakan untuk mengetahui atribut
pelayanan yang masih harus diperbaiki
dengan mengukur tingkat kepentingan
pelanggan (customer expectation) dan
tingkat kinerja perusahaan (perceived
performance). Tingkat kepentingan
pelanggan diukur dalam kaitannya dengan
apa yang seharusnya dikerjakan oleh suatu
organisasi agar menghasilkan produk atau
jasa yang berkualitas tinggi. Responden
diminta untuk menilai tingkat kepentingan
berbagai atribut relevan dan tingkat kinerja
perusahaan pada masing-masing atribut
tersebut. kemudian, nilai tingkat
kepentingan atribut dan kinerja perusahaan
akan di-plot pada importance-performance


Pengukuran Kinerja Customer Relationship Management (Didien Suhardini) 191
matrix dengan sumbu x adalah kinerja dan sumbu y adalah harapan.

Gambar 1 Diagram Importance & Performance
Sumber : Freddy Rangkuti,2006
Kuadran I
Ini adalah wilayah yang memuat
faktor-faktor yang dianggap penting
(diatas rata-rata) oleh pelanggan
tetapi pada kenyataannya faktor-
faktor ini belum sesuai dengan
seperti yang diharapkan (tingkat
kepuasan yang diperoleh masih
dibawah rata-rata). Atribut yang
berada pada kuadran ini adalah
faktor-faktor yang harus ditingkatkan
kepuasannya.
Kuadran II
Ini adalah wilayah yang memuat
faktor-faktor yang dianggap penting
oleh pelanggan dan faktor-faktor
yang dianggap oleh pelanggan sudah
sesuai dengan yang dirasakannya
sehingga tingkat kepuasannya relatif
tinggi dari rata-rata.
Kuadran III
Ini adalah wilayah yang memuat
faktor-faktor yang dianggap kurang
penting oleh pelanggan dan pada
kenyataanya kinerjanya tidak terlalu
istimewa. Peningkatan atribut-atribut
yang termasuk dalam kuadran ini
dapat dipertimbangkan kembali
karena pengaruhnya terhadap
manfaat yang dirasakan oleh
pelanggan sangat kecil.
Kuadran IV
Ini adalah wilayah yang memuat
faktor-faktor yang dianggap kurang
penting oleh pelanggan dan dirasakan
terlalu berlebihan. Atribut-atribut
yang termasuk dalam kuadran ini
dapat dikurangi agar perusahaan
dapat menghemat biaya.
2.3 Customer Relationship
Management (CRM)
Dalam persaingan yang ketat untuk
mempertahankan pelanggan Customer
Relationship Management sangat penting
untuk diperhatikan. CRM adalah
menajemen pelayanan kepada pelanggan
yang ditujukan untuk meningkatkan
kepuasan dan loyalitas pelanggan yang
didukung oleh sumber daya manusia yang
profesional, proses bisnis yang berpadu,
dan teknologi yang efisien dan efektif.
Konsep CRM berkembang sejak beberapa
tahun terakhir akibat meningkatnya
kompetisi untuk memenuhi tuntutan
pelanggan akan pelayanan yang lebih baik
dan perhatian yang lebih besar terhadap
kebutuhan individual pelanggan. Gagasan
utama CRM adalah membantu perusahaan
dengan menggunakan teknologi, proses
bisnis, dan sumber daya manusia untuk
memperoleh pengetahuan mengenai
perilaku dan nilai dari pelanggan tersebut.
2.4 CRM-Scorecard
Penerapan strategi CRM
seyogyanya diikuti dengan pengukuran
kinerja dari pelaksanaan strategi tersebut.


192 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Model Balanced Scorecard yang digagas
oleh Kaplan dan Norton, (1992,1997, 2001)
merupakan suatu model sistem pengukuran
kinerja yang komprehensif, seimbang dan
menggambarkan keterkaitan antar tujuan
strategis. Model ini banyak dikembangkan
untuk pengukuran kinerja pada pelaksanan
strategi fungsional lainnya seperti Human
Resources Scorecard, Workforce
Scorecard, Information Technology
Scorecard. Jonghyeok Kim, Euiho Suh dan
Hyunseok Hwang (2003) mengajukan
empat perspektif untuk mengevaluasi CRM
dengan memodifikasi perspektif Balanced
ScoreCard (BSC). Empat perspective dalam
CRM Scorecard adalah:
Customer Value
Customer value mengarah pada
keuntungan nyata dan tidak nyata
(tangible and intangible benefits) yang
diperoleh dari aktivitas CRM.
Perspektif Customer Value terus
mencari cara untuk membangun
komitmen dan kesetiaan pelanggan
Customer Satisfaction
Customer Satisfaction menampilkan
pendekatan modern terhadap kualitas di
dalam perusahaan dan organisasi, dan
menyajikan perkembangan manajemen
dan budaya yang benar-benar fokus
pada pelanggan.
Customer Interaction
Hubungan pelanggan dapat diperkuat
melalui interaksi dengan pelanggan
yang efektif.
Customer Knowledge
Customer knowledge menampilkan
status dari segmen konsumen dan
manajemen data konsumen. Customer
Knowledge fokus pada pembelajaran
teknologi, memahami kebutuhan
konsumen, dan profil konsumen, yang
mempengaruhi cara berinteraksi dengan
konsumen.

3. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
survei untuk mengukur tingkat kepentingan
dan kepuasan pelanggan dan dilanjutkan
dengan pembuatan alat ukur kinerja CRM
yang didasarkan pada model CRM
Scorecard yang sudah dilengkapi dengan
bobot masing-masing tujuan strategis.
Pengukuran kinerja menggunakan alat ukur
yang dirancang menggunakan data obyektif
dan nilai dari tingkat kepuasan berdasarkan
hasil penyebaran kuesioner. Usulan
perbaikan diperoleh dari dua hal yaitu hasil
analisa Importance-Performance Matrix
untuk atribut yang berada pada kuadran I
dan dari Skor tujuan strategis yang masih
rendah yang harus ditingkatkan.
Data yang dikumpulkan untuk
menganalisis Importance-Performance
Matrix menggunakan kuesioner tingkat
kepentingan dan tingkat kepuasan
pelanggan yang disusun berdasarkan
dimensi ServQual yang disebarkan ke 100
responden yang menggunakan CDMA Esia.
Perancangan model CRM Scorecard Solusi
Esia dilakukan melalui penurunan
pernyataan visi, misi, tujuan dan strategi
bisnis Bakrie Telecom ke visi, misi, tujuan
dan strategi Solusi Esia dan penerjemahan
visi, misi dan strategi Solusi Esia kedalam
empat perspektif CRM Scorecard,
kemudian menetapkan tujuan strategis
setiap perspektif CRM Scorecard, yang
dilengkapi dengan peta strategi (strategy
map) Solusi Esia. Strategy map sebagai alat
komunikasi yang kuat dalam memberikan
gambaran jelas bagi orang-orang yang
berada dalam perusahaan mengenai strategi
CRM dan bagaimana upaya untuk
berkontribusi terhadap kesuksesan CRM
perusahaan. Selanjutnya ditentukan tolok
ukur, target, skala nilai dan bobot.
Pembobotan dilakukan dengan
menggunakan metode pairwise
comparison. Pengukuran dimulai dengan
penentuan nilai yang diperoleh dari
membandingkan hasil dengan target
sehingga diperoleh hasil tersebut berada
pada rentang tertentu pada nilai 1-5. Khusus
untuk tujuan strategis pada perspektif
customer satisfaction, nilai didapat dari
hasil kuesioner tingkat kepuasan pelanggan.
Skor setiap perspektif diperoleh dari nilai
dikalikan bobot.Skor total kinerja CRM
merupakan pengabungan nilai keempat
perspektif berbobot.


Pengukuran Kinerja Customer Relationship Management (Didien Suhardini) 193
Hasil analisa Importance-
Performance Matrix adalah mendapatkan
atribut yang terdapat pada wilayah kuadran
I untuk diperbaiki. Kemudian hasil
pengukuran kinerja CRM digunakan untuk
melengkapi usulan perbaikan terutama pada
tujuan strategis dengan skor kinerja yang
masih rendah.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Nilai rata-rata tingkat kepentingan
dan tingkat kepuasan pelanggan yang
diperoleh dari pengolahan data
kuesioner adalah 3.86 dan 3.93.
Sebaiknya Prioritas yang diperbaiki
dilihat dari nilai rata-rata tingkat
kepuasan yang masih lebih kecil dari
tingkat kepentingan dan dari analisa
Importance-Performance Matrix di
bawah ini.
4.2 Importance-Performance Matrix
Nilai rata-rata setiap atribut tingkat
kepentingan dan tingkat kepuasan
yang didapat diplot dalam diagram
Importance-Performance Matrix.


Gambar 2. Importance Performance Matrix

Dari Gambar 2 di atas atribut yang berada
pada wilayah Kuadran I yang merupakan
atribut-atribut yang harus diperbaiki adalah:
Pelayanan Call Center
Pegawai Customer Service yang
memiliki totalitas dalam melayani
pelanggan
Wawasan pengetahuan pegawai
mengenai Esia
Signal (Jaringan)
Atribut pada Kuadran II tingkat
kepuasannya sudah di atas rata-rata dan
tingkat kepentingan di atas rata-rata
ditingkatkan hanya untuk yang
kepuasannya masih lebih rendah dari
kepentingannya.
Tanggapan pegawai Customer Service
saat menangani keluhan
Sikap pegawai Customer Service dalam
melayani pelanggan
Cara bicara pegawai Customer Service
dengan pelanggan
Lama pelayanan Customer Service saat
memberikan respon keluhan
Tanggapan pegawai Customer Service
saat memberikan solusi
Pulsa yang terpakai saat menghubungi
Call Center
Tanggapan pegawai Customer Service
saat merespon keluhan
Atribut pada Kuadran III tingkat kepuasan
dan tingkat kepentingan di bawah rata-rata
dan hampir semua atribut pada kuadran ini
nilai kepuasan lebih tinggi dari
kepentingan.
Ruang tunggu pada Gerai Esia
Lama waktu tersambung pada call
center 24 jam
Lokasi Gerai Esia
Harga pulsa yang terjangkau


194 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Kondisi Gerai Esia
Interior Gerai Esia
Banyaknya kartu perdana yang
ditawarkan Esia
Atribut pada Kuadran IV merupakan
wilayah yang atribut yang tingkat kepuasan
sudah di atas rata-rata sedangkan tingkat
kepentingannya di bawah rata-rata sehingga
bisa dipertahankan saja.
Informasi waktu tenggang/sisa pulsa
melalui sms/telepon
Bonus yang ditawarkan pada merchant-
merchant tertentu
Mensponsori acara-acara yang dapat
menguntungkan masyarakat
Program Esia Gogo
Program-program HP Esia Bundling

4.3 Sistem Pengukuran Kinerja CRM
Scorecard Solusi Esia
Sistem Pengukuran Kinerja CRM
Scorecard Solusi Esia terdiri atas empat
perspektif dan sepuluh tujuan strategis yang
saling berkaitan yang dapat dilihat pada
peta strategis dilengkapi dengan tabel
penentuan nilai dan pengukuran skor.
Penilaian dilakukan menggunakan tabel
yang berisi perspektif, tujuan strategis,
tolok ukur, target dan skala penilaian.
Pengukuran skor menggunakan hasil
pembobotan antar tujuan strategis yang
saling berhubungan dikalikan nilai.
4.3.1. Strategy Map Solusi Esia
Peta strategi merupakan suatu
skenario strategi perusahaan yang
menggambarkan keterkaitan suatu
hubungan sebab akibat, atau dengan kata
lain menggambarkan keterkaitan antara
perspektif customer value, customer
satisfaction, customer interaction, dan
customer knowledge. Gambar 3 berikut
adalah peta strategi (strategy map) Solusi
Esia:


Pengukuran Kinerja Customer Relationship Management (Didien Suhardini) 195

Gambar 3. Strategy Map Solusi Esia

4.3.2. Skala Pengukuran Kinerja
Tujuan Strategis Setiap
Perspektif dalam CRM Scorecard
Solusi Esia
Skala pengukuran kinerja tujuan
strategis untuk setiap perspektif dilakukan
dengan cara membandingkan target setiap
tujuan perspektif dimasa depan dengan
kinerja yang sedang berjalan pada
perusahaan saat ini. Skala pengukuran yang
digunakan adalah konversi dari skala Likert
(1-5), menjadi skala yang kontinyu :
Tabel 2 Skala Penilaian
Skala Nilai
4.20 5.00 Sangat Baik
3.40 4.20 Baik
2.60 3.40 Cukup Baik
1.80 2.60 Tidak Baik
1.00 1.80 Sangat Tidak Baik
Pada setiap perspektif, tujuan
strategis ditetapkan melalui penurunan visi,
misi, dan strategi Bakrie Telecom menjadi
visi misi strategi Solusi Esia. Setiap tujuan
strategis memiliki target yang ingin dicapai
dimasa mendatang yang ditetapkan
berdasarkan tolok ukur. Kemudian hasil
yang didapat dibandingkan dengan target
yang ditetapkan dengan skala penilaian
untuk mendapatkan nilai tertentu.
Perspektif Customer Value
Pada perspektif customer value
terdapat tiga tujuan strategis pada perspektif
ini yaitu: menjadi prioritas pelanggan,
mendapatkan pelanggan baru, dan
peningkatan volume penjualan.



196 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340


Tabel 3. Penentuan Nilai Setiap Tujuan Strategis Perspektif Customer Value




Dari target churn 0% yang baru
dicapai sebesar 2% sehingga mendapatkan
Nilai 3 karena berada pada rentang 1%-2%.
Sedangkan persentase peningkatan jumlah
pelanggan dicapai 2,88% dari target 10%
sehingga diperoleh nilai 2 karena berada
pada rentang 2,5-5%. Terakhir pada
perspektif Customer Value adalah
peningkatan jumlah pelanggan baru target
10% dicapai 5% berada pada rentang 2,5-
5% mendapat nilai 2.
Perspektif Customer Satisfaction
Terdapat tiga tujuan strategis pada
perspektif ini yaitu peningkatan kualitas
layanan, peningkatan inovasi produk dan
layanan, dan terciptanya kepuasan
pelanggan. Pada tabel 4 dapat dilihat hasil
yang telah dicapai oleh perusahaan
kemudian dibandingkan dengan target yang
ditetapkan sehingga diperoleh nilai setiap
tujuan strategis.
Penurunan Visi
Misi dan Strategi
Solusi Esia
Tujuan
Strategis Target Hasil Penilaian Nilai
Solusi Esia
berusaha untuk
menjadi nomor
satu dimata
pelanggan sebagai
penyedia produk
dan jasa
telekomunikasi
yang lengkap dan
berkualitas,
sehingga
pelanggan tetap
setia menggunakan
Esia
Menjadi
Prioritas
Pelanggan
Churn 0%
Churn
2%
churn = 0% 5
0% < churn = 1 % 4
1% < churn = 2% 3
2% < churn = 4% 2
churn > 4% 1
Mendapatkan
Pelanggan
Baru
Mendapatkan
pelanggan
baru 10%
lebih banyak
dari jumlah
sebelumnya

10%
Jumlah pelanggan baru = 10 % 5
7.5% < Jumlah pelanggan baru
= 10% 4
5% < Jumlah pelanggan baru =
7.5% 3
2.5% < Jumlah pelanggan baru
= 5% 2
Jumlah pelanggan baru = 2.5% 1
Peningkatan
Volume
Penjualan
Persentase
peningkatan
jumlah
pelanggan
10%
perbulan
3%
Peningkatan jumlah pelanggan
= 10 % 5
7.5% < peningkatan jumlah
pelanggan = 10% 4
5% < peningkatan jumlah
pelanggan = 7.5% 3
2.5% < peningkatan jumlah
pelanggan = 5% 2
peningkatan jumlah pelanggan
= 2.5% 1



Pengukuran Kinerja Customer Relationship Management (Didien Suhardini) 197


Tabel 4. Penentuan Nilai Setiap Tujuan Strategis Perspektif Customer Satisfaction



Pada perspektif Customer
Satisfaction, penurunan jumlah keluhan
baru dicapai sebesar 14 % dari target 30%
yang berada pada rentang 10-15%
mendapat nilai 2. Selanjutnya peningkatan
inovasi produk dan layanan dari target 6
produk inovatif dalam 1 periode baru
dicapai 5 dalam rentang 4-5 mendapat nilai
4. Untuk tujuan strategis Terciptanya
Kepuasan Pelanggan diperoleh dari hasil
kuesioner sebesar 3,93 berada pada rentang
3,4-4,2 mendapat nilai 4.
Perspektif Customer Interaction
Terdapat dua tujuan strategis pada
perspektif ini yaitu menyediakan SDM
yang kompeten pada Customer Service, dan
pendekatan hubungan langsung dengan
pelanggan. Pada tabel 5 dapat dilihat nilai
yang dicapai oleh kedua tujuan strategis
tersebut. Pelatihan yang ditargetkan setiap
bulan sekali dicapai 5 kali dalam 6 bulan
sehingga mendapat nilai 4. Sedangkan
pendekatan langsung dengan pelanggan
baru dilaksanakan 3 kali dari target
sebanyak 6 kali memperoleh nilai 3.


198 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Tabel 5. Penentuan Nilai Setiap Tujuan Strategis Perspektif Customer Interaction


Perspektif Customer Knowledge
Terdapat dua tujuan strategis pada
perspektif ini yaitu pembaharuan teknologi
customer security dan pemahaman
kebutuhan pelanggan. Pada tabel 6 dapat
diketahui nilai yang didapatkan oleh kedua
tujuan strategis tersebut dengan
membandingkan hasil yang dicapai
sekarang dengan target yang ditetapkan.
Pada perspektif Customer Knowledge
pembaharuan customer security technology
pada tahap baik dan survey baru dilakukan
5 bulan sekali dari target 3 bulan sekali
mendapat nilai 4.

Tabel 6. Penentuan Nilai Setiap Tujuan Strategis Perspektif Customer Knowledge




Pengukuran Kinerja Customer Relationship Management (Didien Suhardini) 199
4.4. Pengukuran Kinerja Solusi Esia
Berikut adalah hasil pengukuran
kinerja Solusi Esia untuk perspektif
Customer Value, total hasil diperoleh dari
skor setiap tujuan strategis dikalikan
dengan bobotnya kemudian hasilnya
dijumlahkan untuk mendapatkan hasil
keseluruhan perspektif Customer Value.
Nilai yang diperoleh perspektif Customer
Value adalah sebesar 3.32. Nilai, bobot dan
skor dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini.

Tabel 7. Pengukuran Kinerja Solusi Esia Perspektif Customer Value
Tujuan Strategis
Tolok Ukur
(Measurements)
Nilai Bobot
Skor
(Nilai x bobot)
Menjadi Prioritas
Pelanggan
Jumlah pelanggan yang berpindah
(churn)
3 0,36 1,08
Mendapatkan
Pelanggan Baru
Jumlah pelanggan baru 5 0,32 1,60
Peningkatan
Volume Penjualan
Persentase peningkatan jumlah
pelanggan 10% perbulan
2 0,32 0,64
Total 1 3,32

Skor terendah pada perspektif
Customer Value adalah pada tujuan
strategis peningkatan jumlah pelanggan
menyumbang skor hanya sebesar 0,64.
Berikutnya adalah pengukuran
kinerja Solusi Esia untuk perspektif
Customer Satisfaction dapat dilihat pada
tabel 8.

Tabel 8 Pengukuran Kinerja Solusi Esia Perspektif Customer Satisfaction
Tujuan Strategis
Tolok Ukur
(Measurements)
Nilai Bobot
Skor
(Nilai x bobot)
Peningkatan
kualitas layanan
Jumlah keluhan pelanggan 2 0,45 0,9
Terciptanya
kepuasan
pelanggan
Rata-rata tingkat kepuasan
pelanggan berdasarkan kuesioner
3,93 0,4 1,57
Peningkatan
Inovasi Produk dan
Layanan
Peningkatan jumlah inovasi produk 4 0,15 0,6
Total 1 3,07

Nilai yang diperoleh perspektif
Customer Satisfaction adalah sebesar 3.07
dengan kontribusi nilai terkecil yaitu oleh
tujuan strategis peningkatan inovasi produk
dan layanan berkontribusi sebesar 0,6
Kinerja Solusi Esia untuk perspektif
Customer Interaction, diperoleh dengan
menjumlahkan nilai yang dihasilkan oleh
kedua tujuan strategis sehingga nilai untuk
perspektif Customer Interaction adalah
3.44, dapat dilihat pada tabel 9
Tabel 9 Pengukuran Kinerja Solusi Esia Perspektif Customer Interaction
Tujuan Strategis
Tolok Ukur
(Measurements)
Nilai Bobot
Skor
(Nilai x bobot)
Menyediakan SDM yang
Berkompeten Pada CS
Jumlah Pelatihan Pegawai 4 0,44 1,76
Pendekatan langsung
dengan pelanggan
Jumlah acara yang
diadakan atau disponsori
oleh Bakrie Telecom
3 0,56 1,68
Total 1 3,44



200 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Dengan kontribusi terkecil pada
jumlah inovasi produk sebesar 0,6 karena
bobotnya kecil, berikutnya adalah
penurunan keluhan pelanggan dengan skor
0,9.
Nilai yang dihasilkan oleh kedua
tujuan strategis dalam perspektif customer
knowledge yaitu pembaharuan Customer
Security Technology dan peningkatan
pemahaman kebutuhan pelanggan setelah
dijumlahkan sebesar 3.44 dapat dilihat
pada Tabel 10.

Tabel 10. Pengukuran Kinerja Solusi Esia Perspektif Customer Knowledge
Tujuan Strategis
Tolok Ukur
(Measurements)
Skor Bobot
Nilai
(skor x bobot)
Pembaharuan Customer
Security Technology
Performansi IT system Solusi
Esia dan kinerja database
(datawarehouse & datamining)
pelanggan
4 0,52 2,08
Peningkatan Pemahaman
Kebutuhan Pelanggan
Persentase pemahaman
kebutuhan pelanggan
4 0,48 1,92
Total 1 4,00

Hasil keseluruhan kinerja CRM dengan bobot pada setiap perspektif yang sama yaitu sebesar
0.25 dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel 11. Pengukuran Kinerja Solusi Esia Berdasarkan CRM Scorecard
Perspektif Skor Bobot Skor x bobot
Customer Value 3,32 0,25 0,83
Customer Satisfaction 3,07 0,25 0,77
Customer Interaction 3,44 0,25 0,86
Customer Knowledge 4,00 0,25 1,00
Total 1 3,46

Ini berarti dari hasil pengukuran dengan
menggunakan CRM Scorecard, diperoleh
nilai kinerja Solusi Esia yaitu sebesar 3,46.
Dengan menggunakan interval skala nilai
pada tabel 2 dapat disimpulkan bahwa nilai
kinerja CRM Solusi Esia berdasarkan
model CRM Scorecard berada pada skala 4
(3.40 - 4,20) yang menunjukkan bahwa
kinerja Solusi Esia adalah baik.
4.5. Usulan Pengembangan
Meskipun skor yang diperoleh sudah
baik, tetapi masih perlu dikembangkan
program CRM terutama untuk atribut-
atribut pada kuadran 1 IP Matrix dan tujuan
strategis pada CRM Scorecard yang
memiliki skor (nilai X bobot) tidak baik
a. Usulan Pengembangan Program CRM
sumber dari IPM - kuadran I
1. Call Center yang mana sebelumnya
pelanggan terkena charge Rp 3 per
detik di ubah menjadi free of
charge.
2. Peningkatan wawasan pengetahuan
mengenai Esia untuk pegawai
customer service melalui pelatihan
yang lebih intensif dengan
mendirikan pusat pelatihan sebagai
wadah untuk SDM yang kompeten
melalui program pelatihan sesuai
dengan kebutuhan, diseminasi
informasi dengan menggunakan
intranet, brosur, leaflet, dan pamflet
agar seluruh pegawai memiliki
informasi mengenai produk Esia.
3. Peningkatan jumlah dan kualifikasi
pegawai Call Centre sehingga
memiliki totalitas dalam melayani
pelanggan melalui pelatihan
pengembangan kepemimpinan dan
soft skill lainnya seperti teknik
negosiasi, presentasi serta
mengikutsertakan dalam lomba/
kompetisi dengan antar call center
dan pemberian penghargaan bagi
yang berhasil memenangkan lomba.


Pengukuran Kinerja Customer Relationship Management (Didien Suhardini) 201
4. Meningkatkan kemampuan
memonitor kondisi signal dengan
mendirikan network operations
center yang dapat memantau dan
mengelola jaringan 24 jam sehari, 7
hari seminggu guna mendeteksi dan
memperingatkan adanya gangguan
dalam jaringan sehingga dapat
meminimalkan downtime yang
dialami pelanggan.
b. Peningkatan skor kinerja CRM
diusulkan melalui peningkatan skor
tujuan strategis yang berkontribusi kecil
pada nilai perspektif dan nilai
keseluruhan yaitu:
1. Tujuan Strategis peningkatan
volume penjualan pada perspektif
customer value dengan skor 0,64
melalui peningkatan kualitas dalam
segala aspek seperti kualtas produk,
layanan, tarif, dan jaringan.
Kemudian dengan memberikan
bonus-bonus khusus yang
bermanfaat kepada pelanggan
sehingga pelanggan tertarik untuk
menggunakan produk perusahaan.
2. Tujuan Strategis Peningkatan
kualitas layanan pada perspektif
Customer Satisfaction dengan skor
0,9 agar jumlah keluhan turun
menggunakan record voice agar
apa yang disampaikan pelanggan
dan apa yang disampaikan oleh
pegawai customer service dapat
dievaluasi.
3. Tujuan Strategis Peningkatan
inovasi produk dan layanan pada
perspektif Customer Satisfaction
meskipun nilainya cukup tinggi (4)
tetapi bobotnya kecil sehingga
kontribusinya juga kecil (0,6) perlu
ditingkatkan dengan mengadakan
survey pasar dan keinginan
pelanggan secara berkala dan
menarik kembali produk yang
kurang diminati oleh masyarakat.

5. KESIMPULAN
a. Berdasarkan IP Matrix, atribut-atribut
yang perlu ditingkatkan adalah atribut
yang tingkat kepentingannya tinggi
namun tingkat kepuasannya masih
dibawah rata-rata (Atributes to
Improve) adalah pelayanan Call Center,
Totalitas pelayanan dari pegawai
Customer Service, wawasan
pengetahuan mengenai Esia, dan signal
(jaringan).
b. Sistem pengukuran kinerja CRM
Bakrie Telecom (Solusi Esia)
berdasarkan model CRM Scorecard
menggunakan empat perspektif CRM
Scorecard gagasan Jonghyeok Kim,
Euiho Suh dan Hyunseok Hwang
(2003) diturunkan menjadi sepuluh
tujuan strategis, dilengkapi dengan peta
strategi dan tabel penilaian yang berisi
perspektif, tujuan strategis masing-
masing, tolok ukur, target dan skala
penilaian dilengkapi dengan
pembobotan antar tujuan strategis.
c. Hasil pengukuran kinerja CRM Bakrie
Telecom diperoleh skor total kinerja
Solusi Esia sebesar 3,46 (Baik).
Perspektif Customer Knowledge
memberikan kontribusi terbesar yaitu 4,
kemudian diikuti oleh perspektif
Customer Interaction. Kontribusi
perspektif Customer Satisfaction hanya
sebesar 3,07 disebabkan oleh kontribusi
terkecil oleh tujuan strategis
peningkatan inovasi produk dan
layanan yang memiliki skor 0,6 dan
peningkatan kualitas layanan dengan
skor 0,9
d. Alat ukur kinerja ini dapat terus
digunakan dengan melakukan
penyesuaian target dan pembobotan
antar tujuan strategis.
e. Pembobotan dapat dilakukan dengan
metode yang berbeda.

6. DAFTAR PUSTAKA
[1] Barnes, James. 2003. Secrets of
Customer Relationship Management
(terjemahan). Penerbit Andi,
Yogyakarta.
[2] Buttle, F. 2007. Customer Relationship
Management Concepts and Tools
(Terjemahan). Bayumedia, Jakarta.
[3] Dyche, Jill. 2002. The CRM Handbook
: A Business Guide to Customer
Relationship Management. Addison-
Wesley.
[4] Tjiptono, Gregorious Chandra. 2005.
Service, Quality, & Satisfaction.
Penerbit Andi. Yogyakarta.


202 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
MODEL OPTIMASI PERFORMANCE BATERAI MANGAN TIPE
GENERAL PURPOSE DENGAN PENDEKATAN METAMODEL
REGRESI POLINOMIAL MELALUI RESPONSE SURFACE
METHODOLOGY

Alwi Fauzi
Engineering Division PT. MATTEL Indonesia
Mahasiswa Magister Teknik Industri, FTI, Universitas Trisakti, Jakarta


ABSTRACT
Quality of a performance has relationship with operational process of a product or
whenever the company really implements or conducts a service and measurement towards the
degree of level of satisfaction for the consumer. In this research the writer tries to model the
optimization of the performance of general purpose manganese battery using polynomial
regression meta-model approach with the surface responses of the methodology from some
factors influencing the quality of manganese battery. There are some basic considerations that
underlie the research; one of them is the company has not known exactly the most optimum
performance condition from the general purpose battery type towards the influence of storage
time and temperature.
By implementing the polynomial regression meta-model with Response Surface
Methodology (RSM), we can model a optimization solution to the combination of input variable
of temperature and storage time at certain observation area by estimating the optimum output
value (response value) so that we can obtain the most optimum battery performance in order to
meet the consumers demand.
There are matters to be considered in implementing RSM: level of confidence (), meta-
model fitting area, step measurement on the steepest ascent and central composite design. The
result of the research on general purpose manganese battery shows the mathematical model of
the optimization of performance of general purpose manganese battery using appropriate
polynomial regression meta-model of Y (T, S) = 62.385 + 1.282 T + 0.00029 TS - 0.201 T
2
-
0.0052 S
2
using variable combination to the influence of temperature 32.347C, where the
storage time of 63.306 days obtain the optimum battery performance of 103.663 minutes, using
temperature performance index (PI) of 32C (rounded) and the storage time of 90 days obtain
the performance index-1 (PI-1) of 127.53% and PI-2 of 112.82%. Where the initial condition of
temperature Performance Index of 20C with the storage time of 90 days obtain PI-1 of
124.34% and PI-2of 109.81%. This shows that there is improvement and increase of battery
performance of 3% for PI-1 and PI-2.
Keywords: Response Surface Methodology, Polynomial Regression Meta-model, Central Composite
Design, Performance Index.


1. PENDAHULUAN
9

Banyak kemajuan yang telah
dicapai dalam pengembangan teknologi
baterai dalam dekade terakhir ini, seperti
perbaikan yang berkesinambungan terhadap

Korespondensi :
Alwi Fauzi
E-mail : alwifauzi@yahoo.com
sistem elektrokimia khusus dan
pengembangan serta pengenalan tentang
ilmu kimia baru mengenai baterai. Pada
umumnya baterai memiliki tingkat voltage
dan ampere tertentu, dan perlu dilakukan
pengendalian terhadap hal tersebut agar
kualitas baterai yang dihasilkan dapat
terjamin mutunya terutama terhadap
pengaruh temperatur serta lamanya masa


Model Optimasi Performance Baterai Mangan (Alwi Fauzi) 203
penyimpanan yang sangat berpengaruh
terhadap performansi baterai. Hal ini
diakibatkan karena baterai adalah suatu
produk yang mudah rusak dan memburuk
sebagai suatu hasil dari proses kimia selama
masa penyimpanan. Jenis pada desain sel,
sistem elektrokimia, temperatur, dan
lamanya masa penyimpanan merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi
performansi baterai, sehingga perlu adanya
suatu pengendalian dalam rangka menjaga
performansi baterai berupa informasi
mengenai tingkat performansi baterai
terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Oleh karena itu, desain ataupun
perbaikan dari suatu sistem dalam hal ini
performansi baterai merupakan proses yang
kompleks dimana model digunakan sebagai
dasar pertimbangan pengambilan keputusan
terhadap sistem yang telah ada atau sistem
yang diusulkan. Tujuan dari proses desain
adalah merancang sistem yang memenuhi
performansi tertentu tanpa melanggar
konstrain yang ada. Ketika hubungan yang
membentuk suatu model cukup sederhana,
maka dimungkinkan untuk menggunakan
metode matematis analitik (seperti program
linear, program dinamis, aljabar, kalkulus,
atau teori probabilistik) untuk memperoleh
informasi atau jawaban mengenai
pertanyaan berkaitan dengan sistem yang
diamati. Akan tetapi, kebanyakan sistem
nyata begitu kompleks sehingga model
yang dikembangkan harus dipelajari
melalui simulasi.
Metamodel merupakan simplifikasi
dari model simulasi, sehingga dapat
dipandang sebagai model dari model
simulasi (Du et al, 2001). Apabila terdapat
output respon simulasi, Y, yang
berhubungan dengan k variable
independent, katakanlah x
1
,x
2
, , x
k

dengan variable dependen Y adalah
bilangan acak, sementara variable
independent x
1
,x
2
, , x
k
adalah variabel
desain dan dapat dikontrol, maka hubungan
antara variabel Y dan x dapat
direpresentasikan oleh fungsi matematis
yang lebih sederhana Y = f(x
1
,x
2
, , x
k
).
fungsi matematis yang bersifat pendekatan
ini disebut metamodel dan dapat
merepresentasikan model simulasi yang
lebih kompleks. Dalam penjabaran lain,
metamodel adalah pendekatan transformasi
dari input/output (I/O) yang terkandung
dalam model simulasi untuk suatu lingkup
daerah amatan tertentu. Model ini bersifat
black-box dan dikenal juga sebagai
response surface (Klejnen, 2000:15).
Karena metamodel dihasilkan dari sampel
hubungan input dan output, maka validitas
metamodel dalam merepresentasikan model
simulasi terbatas pada daerah/dominan
yang dicakup oleh data asal tersebut. Dalam
tahapan studi simulasi, metamodel
mengambil peran sebagai salah satu alat
dalam menganalisis output simulasi.
Berikut adalah penggambaran hubungan
antara sistem diamati, model simulasi dan
metamodel.

Gambar 1. Sistem nyata, model simulasi
dan metamodel
Barton (1998) mengemukakan bahwa
terdapat tiga hal penting yang harus
diperhatikan dalam kontruksi metamodel
yaitu (1) pemilihan fungsi umum (apakah
regresi polynomial, neural network atau
model umum yang lain), (2) penentuan
kombinasi input yang akan digunakan
untuk menjalankan simulasi dan
mengumpulkan data I/O simulasi (desain
eksperimen), dan (3) penilaian validitas dari
metamodel yang telah dibentuk.
Sifat metamodel yang analitik
memungkinkan untuk dilakukan proses
optimasi, yaitu pencarian kombinasi input
terbaik diantara seluruh kemungkinan
kombinasi input tanpa secara langsung
melakukan evaluasi terhadap semua
kemungkinan alternative yang ada (Carlos
dan Maria, 1997). Salah satu aplikasi
metamodel yang sering digunakan dalam
proses optimasi adalah Response Surface
Methodology (RSM). Contoh aplikasi
metode ini dalam eksperimen real dapat
dilihat pada Box et al (1978) dan
Montgomery (1976).
Sistem nyata
Metamodel Model Simulasi
Analyzing
Metamodeling
Modeling


204 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Dalam menganalisis permasalahan
sistem nyata, metamodel ditinjau dari segi
waktu dan biaya akan lebih efisien
dibanding simulasi sendiri, karena estimasi
performansi sistem dengan metamodel
tidak membutuhkan proses running seperti
halnya simulasi. Apabila running simulasi
memakan waktu yang besar dan secara
biaya mahal, maka metamodel dapat
digunakan sebagai alternatif simulasi
dengan kelebihan pada segi waktu dan
biaya yang lebih efisien.
Salah satu metode yang
menggunakan pendekatan metamodel
dalam optimasi output simulasi adalah
Response Surface Methodology (RSM).
RSM menggunakan metamodel regresi
polinomial, desain eksperimen dan konsep
steepest ascent untuk mencari kombinasi
parameter optimum dalam perancangan
sistem. Model regresi polynomial
merupakan hal khusus dari model regresi
linear berganda [Walpole dan Meyers,
1986:337]. Model regresi polynomial
adalah model yang paling sering digunakan
dalam konstruksi metamodel. Hal ini
disebabkan oleh kemudahan implementasi
dan konstruksi metamodel, tingkat akurasi
yang baik untuk permasalahan orde rendah,
dan tingkat transparasi yang baik, yaitu
kemampuan untuk menjelaskan hubungan
antara variabel independent dan dependen.
Model regresi polynomial yang
umumnya digunakan dalam konstruksi
metamodel adalah salah satu dari tiga
kelompok ini [Klejnen, 1997:3] ;
1. Polinomial orde satu dengan faktor
utama disamping rataan umum.
2. Polinomial orde satu dengan tambahan
faktor interaksi dua faktor.
3. Polynomial orde dua.

2. REGRESI POLINOMIAL
Model regresi polynomial merupakan
hal khusus dari model regresi linear
berganda (Walpole dan Meyers, 1986).
Model regresi polynomial adalah model
yang paling sering digunakan dalam
konstruksi metamodel. Gambar 2
menunjukkan strategi untuk membangun
sebuah model regresi.

3. RESPONSE SURFACE
METHODOLOGY
3.1. Karakteristik Umum
Response Surface Methodology
(RSM) adalah aplikasi teknik matematika
dan statistik yang digunakan untuk
menganalisis masalah ketika beberapa
variabel independen mempengaruhi
variabel dependen dan tujuannya adalah
mengoptimalkan respon/output
(Montgomery, 1976). Variabel-variabel
pada analisis RSM diasumsikan real
sedangkan variabel dependen adalah
variabel yang dapat dikendalikan
(controllable variabel). Implementasi RSM
secara garis besar adalah mencoba untuk
membangun metamodel melalui desain
eksperimen, tetapi bukan pada lingkup
global (daerah amatan yang luas) tetapi
local (daerah amatan yang sempit). RSM
menggunakan desain eksperimen,
metamodel regresi polynomial orde satu
dan dua untuk memprediksi model simulasi
pada daerah amatan awal yang kecil.
Metamodel regresi polynomial orde satu
digunakan pada tahap awal dan dengan
menggunakan steepest descent/ascent, arah
dimana penurunan/kenaikan output simulasi
yang terbesar ditentukan. Ketika berada
pada daerah yang diprediksikan berada
disekitar optimal, metamodel regresi
polynomial orde dua digunakan untuk
mengecek adanya profil lengkung
(curvature).
Optimasi simulasi dengan RSM
merupakan teknik pencarian statistik
(statistical search technique) (Fue.et al,
2000). Teknik RSM telah banyak
digunakan untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut (Box et
al,1978):
1. Bagaimana respon tertentu dipengaruhi
oleh sekelompok variabel
dependen/input pada suatu daerah
ekperimen tertentu.
2. Bagaimana penentuan setting varabel
dependen/input agar diperoleh tingkat
respons yang diinginkan.
3. Berapakah nilai input yang akan
menghasilkan respon optimum, dan
bagaimana profil permukaan respon
pada daerah sekitar optimal ini.



Model Optimasi Performance Baterai Mangan

Gambar 2. Strategi untuk membangun sebuah model regresi
3.2. Langkah-langkah
RSM
Gambar 3 berikut ini adalah
penggambaran langkah implementasi RSM

Model Optimasi Performance Baterai Mangan (Alwi Fauzi)
Gambar 2. Strategi untuk membangun sebuah model regresi


langkah Implementasi
erikut ini adalah
penggambaran langkah implementasi RSM
dalam bentuk bagan. Bagan ini merupakan
modifikasi bagan tahapan RSM yang
terdapat pada Box, et al (1978) dan
Neddermeijer, et al (2000).
205

Gambar 2. Strategi untuk membangun sebuah model regresi
dalam bentuk bagan. Bagan ini merupakan
modifikasi bagan tahapan RSM yang
terdapat pada Box, et al (1978) dan
Neddermeijer, et al (2000).


206
Gambar 3. Langkah

4. HASIL PERANCANGAN
PERCOBAAN
Pengukuran dilakukan dengan
pengujian performansi baterai yaitu
lamanya ketahanaan baterai terhadap
discharge sampai batas voltage yang telah
distandarkan secara internasional setelah
disimpan pada temperatur dan waktu
Tabel 1. Data I/O simulasi dengan desain factorial 2
dan S [60,80] hari pada discharge 3,9
No
Faktor
Kombinasi
Faktor
T

S

T

S
1 - - 10 60
2 + - 30 60
3 - + 10 80
4 + + 30 80
5 0 0 20 70

Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411
Gambar 3. Langkah-langkah Implementasi RSM
HASIL PERANCANGAN
Pengukuran dilakukan dengan
pengujian performansi baterai yaitu
lamanya ketahanaan baterai terhadap test
sampai batas voltage yang telah
rkan secara internasional setelah
disimpan pada temperatur dan waktu
penyimpanan yang berbeda. Peralatan
pengujian yang digunakan meliputi :
1. Voltmeter
2. Amperemeter
3. Ruangan khusus dengan dilengkapi
temperature setting.
4. Panel discharge dengan resistensi yang
telah ditetapkan sesuai dengan standar
IEC dengan kapasitas 1000 pcs.

Tabel 1. Data I/O simulasi dengan desain factorial 2
2
ditambah Titik tengah untuk T [10,30] C
dan S [60,80] hari pada discharge 3,9-C
asi Replikasi Output / Lamanya
Ketahanan Baterai (menit)
Rataan
Output
1 2 3 4
99.22 99.20 99.25 99.40 99.238
103.05 103.02 102.51 102.50 102.77
98.00 98.02 98.05 97.55 97.905
101.40 101.35 101.44 101.30 101.37
101.03 100.55 100.58 100.45 100.65
ISSN:1411-6340

penyimpanan yang berbeda. Peralatan
pengujian yang digunakan meliputi :
Ruangan khusus dengan dilengkapi
Panel discharge dengan resistensi yang
telah ditetapkan sesuai dengan standar
IEC dengan kapasitas 1000 pcs.
Titik tengah untuk T [10,30] C
Rataan
Output
Str.dev
.
Output
99.238 0.097
102.77 0.31
97.905 0.238
101.37 0.06
100.65 0.26


Model Optimasi Performance Baterai Mangan (Alwi Fauzi) 207
Berikut adalah persamaan metamodel yang
dihasilkan, diasumsikan dengan X
1
adalah
T dan X
2
adalah S tetapi dalam bentuk
terkode. Bentuk terkode adalah bentuk level
tinggi (+1) dan level rendah (-1) sesuai
dengan teori desain eksperimen.
Y=100,394+1.7425X
1
0.690X
2
(1)
4.1. Uji Statistik Metamodel
Berikut adalah tabel analisis variansi
untuk pengujian ketidaksesuaian dan
keberartian pengaruh variabel dependen dan
independen.

Tabel 2. Anova Untuk pengujian lack of fit dan Signifikansi metamodel orde 1 pers. (1)
Sumber variansi (Source) df SS MS F
Regresi 2 56.199 28.099 467.24
Residual 17 1.022 0.060
Ketidaksesuaian (Lack Of Fit) 2 0.337 0.168 3.68
Error Murni (Pure Error) 15 0.686 0.046
Total 19 57.221
Keterangan :
a. SS : Sum of Square (Jumlah Kuadrat)
b. df : Degree of Freedom (Derajat Kebebasan)
c. MS : Mean Square (Rataan Kuadrat)

4.2. Investigasi Daerah Metamodel
Dalam RSM, penentuan daerah
fitting metamodel menjadi suatu hal yang
kritis. Pada kasus ini, metamodel yang
diterima seperti pada persamaan (3)
memiliki nilai R
2
sebesar 0,994. Central
Composite Design yang digunakan pada
fitting metamodel ini memiliki 8 titik yang
berjarak sebesar r = 200 satuan dari titik
pusat. Apabila daerah fitting metamodel
orde dua diperkecil yaitu dengan
menggunakan Central Composite Design
dengan titik pusat yang sama tetapi dengan
jarak r = 50 satuan dan dilakukan fitting
metamodel orde dua, akan dihasilkan
metamodel dengan R
2
sebesar 0,975.
sedangkan bila daerah fitting diperluas yaitu
dengan jarak ke titik pusat sebesar r = 400
satuan, maka akan dihasilkan metamodel
dengan R
2
sebesar 0,937.

Gambar 4. Central Composite Design
dengan r = 50

Rekapitulasi hasil eksperimen dengan
simulasi ditabelkan dalam bentuk tabel 3
berikut.

Tabel 3. Rekapitulasi hasil eksperimen dengan simulasi.
No
Faktor dengan
= 1.414
Kombinasi
Faktor
Replikasi Output / Lamanya
Ketahanan Baterai (menit)
Rataan
Output
Stdev.
Output
T

S

T

S 1 2 3 4
1 -1 -1 25 65 102.25 102.35 102.32 102.28 102.3 0.04
2 +1 -1 45 65 99.54 100.02 99.50 99.46 99.63 0.262
3 -1 +1 25 85 100.05 99.58 100.07 100.05 99.9375 2.39
4 +1 +1 45 85 97.35 97.40 97.42 97.36 97.3825 0.033
5 -1.414 0 28 75 102.35 102.25 102.20 102.31 102.0775
0.0607
6
6 +1.414 0 42 75 99.56 99.50 99.57 99.55 99.545 0.031
7 0 -1.414 35 68 103.05 102.52 102.55 103. 102.78 0.28
8 0 1.414 35 82 101.58 101.50 101.52 102.05 101.6625 0.26
9 0 0 35 75 102.55 102.35 102.45 102.3 102.413 0.11
25 45
65
85
(45,65) (25,65)
(45,85) (25,85)
(35,75)
(35,82)
(42,75)
(35,68)
(28,75)
T (C)
S (Hari)



208 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Jika dilakukan pelebaran daerah fitting dengan menggunakan Central Composite Design dengan
titik pusat sama tetapi dengan jarak r = 400 satuan, maka akan dihasilkan metamodel dengan
R
2
sebesar 0.937.

Gambar 5. Central Composite Design dengan r = 400

Tabel 4. Rekapitulasi hasil eksperimen dengan simulasi
No
Faktor dengan
= 1.414
Kombinasi
Faktor
Replikasi Output / Lamanya
Ketahanan Baterai (menit)
Rataan
Output
Stdev.
Output
T

S

T

S 1 2 3 4
1 -1 -1 25 65 102.25 102.35 102.32 102.28 102.3 0.04
2 +1 -1 45 65 99.54 100.02 99.50 99.46 99.63 0.262
3 -1 +1 25 85 100.05 99.58 100.07 100.05 99.9375 2.39
4 +1 +1 45 85 97.35 97.40 97.42 97.36 97.3825 0.033
5 -1.414 0 15 75 100.29 100.22 100.30 100.20 100.25 0.05
6 +1.414 0 55 75 92.55 92.50 92.50 92.48 92.508 0.030
7 0 -1.414 35 55 103.20 103.25 103.26 103.28 103.25 0.03
8 0 1.414 35 95 99.48 99.45 99.47 99.42 99.455 0.026
9 0 0 35 75 102.55 102.35 102.45 102.3 102.413 0.11

Gambar 6. Penggambaran residual

Tabel 5. Rekapitulasi uji statistik untuk metamodel orde dua dari titk awal 1
Metamodel
Uji Lack of
fit = 0,05
Uji. Sig regresi Titik Optimum Nilai
Maksimum T S
1. Daerah
diperkecil,
r = 50
19,52
(Signifikan)
227.28
(P-Value 0,00)
Signifikan
31,099 -118.863 135.08
2. Daerah mula-
mula, pers IV.3,
r = 200
1,66
(Tidak
Signifikan.)
1021,2848
(P-Value 0,00)
Signifikan
32,347 63,306 103.663
3. Daerah
diperbesar,
r = 400
198,56
(Signifikan)
195,78
(P-Value 0,00)
Signifikan
28.254 34.446 104.3303
15
90
95
25
35
45
Y
Temperature
100
105
65
55
55
85
75
Storage
65
95
Storage
Surface Plot of Y
93.5
96.0
98.5
101.0
103.5
15 25 35 45 55
55
65
75
85
95
Temperature
S
t
o
r
a
g
e
Contour Plot of Y
25 45
65
85
(45,65) (25,65)
(45,85) (25,85)
(35,75)
(35,95)
(55,75)
(35,55)
(15,75)
T (C)
S (Hari)



Model Optimasi Performance Baterai Mangan (Alwi Fauzi) 209

Tabel 6. Rekapitulasi Performansi Metamodel Orde dua
Metamodel
Estimasi dari seluruh data
(36 data)
Estimasi dari rataan
(36 data)
R
2
F R
2
F
1.Daerah diperkecil,
r = 50
0,975
227,28
(p-value 0,00)
0.986
41.39
(p-value 0,05)
2.Daerah mula-mula,
pers IV.3,
r = 200
0,994
1021,2848
(p-value 0,000)
0.999
668.87
(p-value 0,00)
3.Daerah diperbesar,
r = 400
0,937
195,78
(p-value 0,000)
0.972
20.62
(p-value 0,008)


4.3. RSM dari Titik Awal 2 (Starting Point 2)
Strategi Orde Satu
Daerah awal yang digunakan adalah T [0,20]C dan S [60,80]. Titik pusat desain berada
pada T = 10C dan S = 70 hari . Desain eksperimen menggunakan Desain Faktorial 2
2
ditambah
replikasi pada titik pusat.

Tabel 7. Rekapitulasi hasil eksperimen dengan simulasi
No
Faktor
Kombinasi
Faktor
Replikasi Output / Lamanya
Ketahanan Baterai (menit)
Rataan
Output
Stdev.
Output
T

S

T

S 1 2 3 4
1 - - 0 60 97.48 97.45 97.42 97.47 97.455 0.026
2 + - 20 60 101.30 101.35 101.32 101.36 101.333 0.03
3 - + 0 80 96.28 96.30 96.25 96.32 96.29 0.030
4 + + 20 80 101.10 101.15 101.14 101.12 101.123 0.02
5 0 0 10 70 98.30 98.35 98.34 98.30 98.32 0.026

Dari variabel kode, metamodel yang dihasilkan yaitu :
Y = 98,9 + 2,18 X
1
0,343 X
2
(2)
Untuk menilai metamodel ini kembali digunakan tabel Anova. Tabel 5 berikut adalah tabel yang
dihasilkan
.
Tabel 8. Anova Untuk Pengujian Lack Of Fit dan Signifikansi Linear Metamodel Orde 1
Sumber variansi (Source) df SS MS F
Regresi 2 77.879 38.939 251.36
Residual 17 2.634 0.155
Ketidaksesuaian (Lack Of Fit) 2 2.623 1.311 1855.85
Error Murni (Pure Error) 15 0.011 0.001
Total 19 80.512

Nilai F
0.05;2,15
= 3,68 lebih kecil dari F
perhitungan, sehingga cukup alasan untuk
menolak kesesuaian model satu dengan data
(H
0
ditolak).
Model regresi secara statistik
signifikan dimana F
0.05;2,17
= 3,59 < F hitung
(F = 251.36 : koefisien determinasi =
0.967). Hal ini menunjukan bahwa terdapat
kemiringan yang cukup signifikan yang
secara konsep merupakan kemiringan yang
kita cari karena terjadi perubahan nilai Y
yang paling besar dan dapat kita jadikan
dasar untuk mencari nilai maksimum


210 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
melalui kemiringan tercuramnya. Namun,
tetap saja model tidak sesuai karena lack of
fit sangat signifikan untuk itu dilakukan
fitting regresi orde dua.



Gambar 7. Penggambaran residual


Dari tabel analisis variansi terlihat
bahwa ketidaksesuaian sangat signifikan
sehingga pada kondisi ini kita tidak dapat
menggunakan metamodel orde satu. Uji
signifikansi regresi tidak perlu
dipertimbangkan lagi mengingat bahwa
metamodel tidak sesuai. Plot residu
memperjelas ketidaksesuaian model.
Berikut penggambarannya :


-1 0 1
-2
-1
0
1
2
N
o
r
m
a
l
S
c
o
r
e
Standardized Residual
Normal Probability Plot of the Residuals
(response is Y)
96.5 97.5 98.5 99.5 100.5 101.5
-1
0
1
Fitted Value
S
t
a
n
d
a
r
d
iz
e
d

R
e
s
id
u
a
l
Residuals Versus the Fitted Values
(response is Y)

Gambar 8. Plot residu Metamodel Orde satu menunjukan ketidaksesuaian


Pada kondisi ini hal berikutnya yang dapat
dilakukan adalah melakukan fitting regresi
orde 2.

Strategi Orde Dua
Pada kondisi ini dicobakan fitting
regresi orde 2. Desain eksperimen
menggunakan central Composite Design
dengan penambahan empat titik kombinasi.
Apabila digambarkan, maka desain ini akan
berbentuk lingkarang dengan r = 200 =
14,142.
Hasil fitting regresi orde satu menunjukan
ketidaksesuaian sangat signifikan. Pada
bagian ini akan dicobakan untuk melakukan
fitting regresi polynomial orde 2 untuk
daerah diatas, tetapi dengan lebih diperluas
lagi dengan menggunakan Centtral
Composite Design.

98
99
100
101
-1 0 1
-1
0
1
Temperature
S
t
o
r
a
g
e
Contour Plot of Y
96
97
98
99
Y
Temperature
-1
0
Temperature
-1
100
101
-1
1
0
Storage
1
Storage
Surface Plot of Y


Model Optimasi Performance Baterai Mangan (Alwi Fauzi) 211
Tabel 9. Rekapitulasi hasil eksperimen dengan simulasi


Metamodel yang dihasilkan yaitu :
Y (T,S) = 106,613 0,0149 T 0,2036 S + 0.00241 TS + 0,00308 T
2
+

0,00083 S
2
(3)

Tabel 10 berikut adalah tabel Anova untuk model orde 2 tersebut

Tabel 10. Anova Metamodel Orde dua Pes. (5)


1. Uji Lack of fit (dengan F
0,05;3,27
= 2,96)
H
0
bahwa model tidak sesuai (not adequate) H
0
ditolak.
2. Uji signifikansi regresi (dengan F
0,05;5,30
= 2,92)
Dari data Anova terlihat bahwa model orde 2 signifikan untuk nilai = 0.05


Model secara statistik tidak sesuai namun
regresi signifikan. Penggambaran residual
dapat dilihat sebagai berikut :
Bila diturunkan terhadap T dan S,
dan dicari nilai T dan S yang memenuhi
criteria maksimasi (turunan sama dengan
nol) maka diperoleh nilai T dan S spesifik
yaitu T = -105.475 dan S = 275,782 dengan
Y = 79.324 Bila menggunakan 36 data
diatas, metamodel yang terbentuk memiliki
nilai R
2
yaitu 0,957 tetapi bila model
diestimasi dari nilai rataannya maka
metamodel yang sama akan meiliki nilai R
2

= 0,958
Karena model diatas tidak sesuai maka
tidak dilakukan analisa canonic. Maka
langkah selanjutnya adalah memperkecil
daerah fitting. Untuk itu dilakukan
pengecilan daerah fitting sebesar radius r =
50.


No
Faktor dengan
= 1.414
Kombinasi
Faktor
Replikasi Output / Lamanya Ketahanan
Baterai (menit)
Rataan
Output
Stdev.
Output
T

S

T

S 1 2 3 4
1 -1 -1 0 60 97.48 97.45 97.42 97.47 97.455 0.026
2 +1 -1 20 60 101.30 101.35 101.32 101.36 101.333 0.03
3 -1 +1 0 80 96.28 96.30 96.25 96.32 96.29 0.030
4 +1 +1 20 80 101.10 101.15 101.14 101.12 101.123 0.02
5 -1.414 0 -4 70 95.58 95.52 95.55 95.55 95.55 0.024
6 +1.414 0 24 70 101.50 101.49 101.47 101.53 101.498 0.03
7 0 -1.414 10 56 99.38 99.35 99.40 99.34 99.367 0.028
8 0 1.414 10 84 96.57 97.05 96.55 97.02 96.798 0.275
9 0 0 10 70 98.30 98.35 98.34 98.30 98.32 0.026

Sumber variansi (Source) df SS MS F
Regresi 5 161.435 32.2870 133.35
Residual 30 7.264 0.2421
Ketidaksesuaian (Lack Of Fit) 3 7.021 2.3403 260.22
Error Murni (Pure Error) 27 0.243 0.0090
Total 35 168.698



212 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Tabel 11. T [0,20] C dan S [60,80] hari dengan r = 50


maka diperoleh model :
Y (T,S) = 80,849 0,15634 T + 0,5441 S + 0.00241 TS + 0,01026 T
2
-

0,00441 S
2
(4)

Tabel 12 berikut adalah tabel Anova untuk model orde 2 tersebut.
Tabel 12. Anova Metamodel Orde dua Pers. (6)


1. Uji Lack of fit (dengan F
0,05;3,27
= 2,96)
H
0
bahwa model tidak sesuai (not adequate) H
0
ditolak.
2. Uji signifikansi regresi (dengan F
0,05;5,30
= 2,92)
Dari data Anova terlihat bahwa model orde 2 signifikan untuk nilai = 0.05 dimana F
hitung > F tabel.

Model secara statistik tidak sesuai namun regresi signifikan. Penggambaran residual dapat
dilihat sebagai berikut :

Gambar 9. Penggambaran residual

Karena model diatas tidak sesuai maka tidak dilakukan analisa canonic. Maka langkah
selanjutnya adalah memperluas daerah fitting.
No
Faktor dengan
= 1.414
Kombinasi
Faktor
Replikasi Output / Lamanya
Ketahanan Baterai (menit)
Rataan
Output
Stdev.
Output
T

S

T

S 1 2 3 4
1 -1 -1 0 60 97.48 97.45 97.42 97.47 97.455 0.026
2 +1 -1 20 60 101.30 101.35 101.32 101.36 101.333 0.03
3 -1 +1 0 80 96.28 96.30 96.25 96.32 96.29 0.030
4 +1 +1 20 80 101.10 101.15 101.14 101.12 101.123 0.02
5 -1.414 0 3 70 97.50 97.52 97.55 97.55 97.53 0.024
6 +1.414 0 17 70 100.54 100.50 100.55 100.55 100.54 0.02
7 0 -1.414 10 63 99.09 99.05 99.11 99.07 99.08 0.026
8 0 1.414 10 77 97.55 97.52 97.57 97.55 97.548 0.021
9 0 0 10 70 98.30 98.35 98.34 98.30 98.32 0.026

Sumber variansi (Source) df SS MS F
Regresi 5 103.879 20.7758 321.08
Residual 30 1.941 0.0647
Ketidaksesuaian (Lack Of Fit) 3 1.924 0.6413 996.49
Error Murni (Pure Error) 27 0.017 0.0006
Total 35 105.820

96
97
98
99
Y
Temperature
0
10
Temperature
0
100
101
102
60
20
70
Storage
80
Storage
Surface Plot of Y
97.5
98.5
99.5
100.5
101.5
20 10 0
80
70
60
Temperature
S
t
o
r
a
g
e
Contour Plot of Y


Model Optimasi Performance Baterai Mangan (Alwi Fauzi) 213
Untuk itu dilakukan perluasan daerah fitting sebesar radius r = 250.

Tabel 13. Rekapitulasi hasil eksperimen dengan perluasan daeraf fitting dengan radius r = 250.


Maka diperoleh model :
Y(T,S) = 95,7223 + 0,02545 T + 0,11852 S + 0,00241 TS + 0,001105 T
2
0,00151 S
2
(5)

Tabel 14 berikut adalah tabel Anova untuk model orde 2 tersebut.
Tabel 14. Anova Metamodel Orde dua Persamaan (7)


1. Uji Lack of fit (dengan F
0,05;3,27
= 2,96)
H
0
bahwa model tidak sesuai (not adequate) H
0
ditolak.
2. Uji signifikansi regresi (dengan F
0,05;5,30
= 2,92)
Dari data Anova terlihat bahwa model orde 2 signifikan untuk nilai = 0.05 dimana F
hitung > F tabel.
Dari perluasan daerah diatas dapat dirangkum hasil uji statistik dan performansi statistik
metamodel :
Tabel 15. Rekapitulasi uji statistik untuk metamodel orde dua dari titk awal 1
Metamodel

Uji Lack of
fit = 0,05
Uji. Sig regresi Titik Optimum Nilai
Maksimum T S
1. Daerah
diperkecil,
r = 50
321,08
(Signifikan)
996.49
(P-Value 0,00)
Signifikan
15,357 -65,886 61,724
2. Daerah
mula-mula,
pers IV.3,
r = 200
260,22
(Signifikan.)
133.35
(P-Value 0,00)
Signifikan
-105,476 275,782 79.324
3. Daerah
diperbesar,
r = 250
4543,17
(Signifikan)
139.14
(P-Value 0,00)
Signifikan
-29.04 16.07 96.3053



No
Faktor dengan
= 1.414
Kombinasi
Faktor
Replikasi Output / Lamanya
Ketahanan Baterai (menit)
Rataan
Output
Stdev.
Output
T

S

T

S 1 2 3 4
1 -1 -1 0 60 97.48 97.45 97.42 97.47 97.455 0.026
2 +1 -1 20 60 101.30 101.35 101.32 101.36 101.333 0.03
3 -1 +1 0 80 96.28 96.30 96.25 96.32 96.29 0.030
4 +1 +1 20 80 101.10 101.15 101.14 101.12 101.123 0.02
5 -1.414 0 -6 70 95.20 95.25 95.20 95.20 95.212 0.025
6 +1.414 0 26 70 102.07 102.10 102.05 102.08 102.07 0.02
7 0 -1.414 10 54 99.49 99.50 99.48 99.52 99.498 0.017
8 0 1.414 10 86 96.46 96.45 96.47 96.43 96.453 0.017
9 0 0 10 70 98.30 98.35 98.34 98.30 98.32 0.026
Sumber variansi (Source) df SS MS F
Regresi 5 189.998 37.9996 139.14
Residual 30 8.193 0.2731
Ketidaksesuaian (Lack Of Fit) 3 8.178 2.7259 4543.17
Error Murni (Pure Error) 27 0.016 0.0006
Total 35 198.191



214 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Tabel 16. Rekapitulasi Performansi Metamodel Orde dua
Metamodel Estimasi dari seluruh data
(36 data)
Estimasi dari rataan
(36 data)
R
2
F R
2
F
1.Daerah diperkecil,
r = 50
0,982
321.08
(p-value 0,00)
0.982
32,38
(p-value 0,008)
2.Daerah mula-mula,
pers IV.3, r = 200
0,957
133,35
(p-value 0,000)
0.958
13,82
(p-value 0,028)
3.Daerah diperbesar,
r = 250
0,959
139,14
(p-value 0,000)
0,959
13,91
(p-value 0,027)

Tabel 16 diatas menunjukan perubahan
kombinasi optimum dan profil model dalam
memprediksi output simulasi. Perubahan
nilai koefisien determinasi untuk
keseluruhan data pengamatan menunjukan
perlunya berhati-hati dalam menggunakan
daerah fitting apabila hendak
mempertimbangkan nilai koefisien
determinasi keseluruham.

5. KESIMPULAN
1. Response Surface Methodology(RSM)
secara sekuensial menggunakan konsep
metamodel regresi polinomial, desain
eksperimen dan steepest ascent.
Pendekatan metamodel melalui RSM
dapat diimplementasikan dalam usaha
mencari output simulasi yang optimum
dan kombinasi input yang optimum.
Nilai optimum yang dihasilkan
merupakan nilai optimum secara
statistik dan bukan merupakan nilai
optimum eksak. Kombinasi optimum
merupakan kombinasi terbaik yang
diperoleh tanpa harus mencobakan
seluruh kombinasi input yang mungkin.
2. Dari analisis yang dilakukan terhadap
permasalahan simulasi performance
baterai mangan tipe general purpose
dengan menggunakan RSM,
disimpulkan bahwa kombinasi input
optimum berada pada temperatur 32C
dengan masa penyimpanan 63 hari,
yang menghasilkan output ketahanan
baterai 103,663 menit dan standar
deviasi 0,05 satuan menit. Kombinasi
disekitar titik optimum secara statistik
tidak memberikan perbedaan output
simulasi yang signifikan. Variabel
canonic
1
memiliki tingkat sensitifitas
terhadap rataan output simulasi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan
variabel canonic
2
pada daerah
disekitar titik optimum. Dalam kasus
ini nilai T = 32C dan S = 63 hari dapat
dianggap sebagai keputusan terbaik.
3. Dalam melakukan implementasi RSM,
beberapa hal perlu untuk diperhatikan,
yaitu : penentuan daerah fitting
metamodel, penentuan besar langkah
(step size) steepest ascent, titik cut off
point dalam melakukan inferensi
statistik (level taraf keberartian ).
Luas daerah amatan global dapat
menjadi pertimbangan dalam memilih
melakukan RSM secara sekuensial
(fitting orde satu-steepest ascent-fitting
orde dua-maksimasi orde dua) atau
melakukan RSM secara pendekatan
satu kali/one-shot approach (fitting
metamodel orde dua-maksimasi orde
dua).

6. DAFTAR PUSTAKA
[1] Barton, Russell R. 2004. RSM
Estimation For Robust Design of
Queueing Systems. Paper from the
smeal college of business
administration the Pennsylvania State
University.
[2] Blank. P.E, Leland. 1982. Statistical
Procedures For Engineering,
Management And Science.
Kogakusha: Mc.Graw-Hill
International Book Company.
[3] Cheng, Russell C.H. 1999.
Regression Metamodelling In
Simulation Using Bayesian Methods.
England:Proceeding of the 1999
Winter Simulation Conference.
[4] Edgar, Thomas F., Himmelblau,
David M., Lasdon, Leon S. 2001.
Optimization Of Chemical Processes
Second Edition. Newyork:


Model Optimasi Performance Baterai Mangan (Alwi Fauzi) 215
Mc.Graw-Hill International edition
chemical engineering series.
[5] Hick,Charles R. 1993. Fundamental
Concepts in the Design of
Experiments, New York: Saunders
college publishing.
[6] Irizarry, Maria De Los A., Kuhl,
Michael E., Lada, Emily K.,
Subramanian, Sriram, and Wilson,
James R. 2003. Analyzing
Transformation-based Simulation
Metamodels.IIE Transaction 35, hal.
271-283, 2003
[7] Keppel, Geoffrey. 1991. Design And
Analysis A Researchers Handbook
Third Edition.Prentice Hall.
[8] Kleijnen, Jack P.C., Hertog, Dick
den., Angn, Ebru. 2003. Response
Surface Methodologys Steepest
Ascent and Step Size Revisited.
Netherlands: Working paper from
Department of Information
System/Center for Economic
Research (CentER) Tilburg
University (UvT).
[9] Kleijnen, Jack P.C. 2001.
Experimental Design For Sensitivity
Analysis Of Simulation Models.
Proceedings of EUROSIM. 2001.
Delft, 26-29 June 2001.
[10] Kleijnen, J.P.C. 1997. Experimental
design for Sensitivity Analysis,
Optimization, And Validation of
Simulation Models, Draft prepared
for handbook of simulation. New
york: Jhon Wiley & Sons.
[11] Luftig, Jeffrey T., Jordan, Victoria S.
1998. Design Of Experiments In
Quality Engineering. Luftig &
Warrem International: Mc.Graw-Hill.
[12] Montgomery, Douglas C. Design and
Analysis of experiments. 1976. New
York: Jhon wiley & Sons.
[13] Neddermeije, G. H., Piersma, N. dan
Oormarssen G., J. 2000. A
Framework For Response Surface
Methodology For Simulation
Optimization. Procceeding of the
2000 Winter Simulation Conference,
hal. 129-136.
[14] Neter, Kutner, Nachsheim,
Wasserman. 1996. Applied Linear
Statistical Models Fourth
Edition.Mc.Graw-Hill : IRWIN.
[15] Schimek, Michael G. 2000. Smooting
& Regression Approaches
Computation and Application.
Newyork: Wiley Interscience Jhon
Wiley & Sons.
[16] Xu,Kai., K.J. Lin, Dennis., Tang,
Loon-Ching., Xie, Min. 2004.
Multiresponse Systems Optimization
Using a Goal Attainment Approach.
IIE Transaction. 2004 hal 433-445.


216 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
KINERJA EFISIENSI BIAYA DENGAN METODE
DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

Nazmil Umri
1
, Rachmad Hidayat
2
, Issa Dyah Utami
3
123
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Trunojoyo,


ABSTRACT
Target of research with Data method of Envelopment Analysis ( DEA) is to determine
efficiency storey; level of expense of and factor - factor having an effect on to efficiency of
expense of in office of branch of Perum Pawnship office of region of Bangkalan. Result of this
research is got by branch of Perum inefficient Pawnship office is Perum Pawnship office of
Bangkalan with efficiency storey; level equal to 0,144236, Perum pawnship office of Kamal in
januari 2009 with Storey; Level Efficiency equal to 0,3650507,pada months of Februari 2009
equal to 0,4614362 and in March 2009 equal to 0,2610103 until March 2009 and Perum
pawnship office of Foreland Earth with its Efficiency storey; level is equal to 0,1390164 pada
March months 2009.
Keywords : Data Envelopment Analysis, cost efficiency, Perum Pawnship.


1. PENDAHULUAN
10

Efisiensi merupakan salah satu
parameter kinerja yang secara teoritis
merupakan salah satu ukuran kinerja yang
mendasari kinerja organisasi. Pengukuran
efisiensi meliputi berbagai upaya yang
dapat dilakukan pada efisiensi. Efisiensi
menjadi topik yang paling utama dalam
berbagai bidang, misalnya produksi barang
maupun jasa. Efisiensi teknis merupakan
salah satu dari komponen efisiensi ekonomi
secara keseluruhan. Tetapi, dalam rangka
mencapai efisiensi ekonominya suatu
perusahaan harus efisien secara teknis.
Untuk mencapai tingkat keuntungan yang
maksimal, sebuah perusahaan harus dapat
berproduksi pada tingkat output yang
optimal dengan jumlah input tertentu
(efisiensi teknis) dan menghasilkan output
dengan kombinasi yang tepat pada tingkat
harga tertentu (efisiensi alokatif)
(Kumbhakar, 2000).
Perusahaan Perum Pegadaian
merupakan suatu perusahaan jasa yang

Korespondensi :
1
Nazmil Umri
E-mail : akhmad.utm@gmail.com
2
Rachmad Hidayat
E-mail : rachmad_trunojoyo@yahoo.co.id,
3
Issa Dyah Utami

E-mail : issadyah@yahoo.com
bergerak dibidang pelayanan masyarakat.
Peningkatan efisiensi perlu dilakukan
karena masih kurangnya pelayanan
terhadap masyarakat sehingga akan
mempengaruhi nilai pendapatan dari
penjualan produk atau layanan serta dapat
menurunkan kepercayaan pelanggan
terhadap pelayanan yang diberikan pihak
perum pegadaian. Saat ini di wilayah
kabupaten Bangkalan terdapat 18 kantor
cabang perum pegadaian yang ada di setiap
kecamatan. Dalam hal ini belum dilakukan
pengukuran efisiensi relatif terhadap
pelayanan hal ini dapat dilakukan dengan
pengukuran efisiensi biaya yang dapat
mempengaruhi tingkat pelayanan dan
kinerja dari perusahaan Perum Pegadaian
tersebut.
Penelitian ini membahas tingkat
efisiensi di Perusahaan Perum Pegadaian
Wilayah Bangkalan dari masing-masing
kantor cabang dengan menggunakan
metode Data Envelopment Analysis (DEA).
Diperkenalkan oleh Charnes, Cooper
dan Rhodes. Metode DEA dibuat
sebagai alat bantu untuk evaluasi
kinerja suatu aktifitas dalam sebuah unit
entitas (organisasi) ( Charnes, 1978).
DEA merupakan suatu pendekatan non
parametrik yang pada dasarnya
merupakan teknik berbasis pemrograman
linier (Hadinata, 2000). DEA bekerja



Kinerja Efisiensi Biaya (Nazmil Umri) 217
dengan langkah mengidentifikasi unit-
unit yang akan dievaluasi, input serta
output unit tersebut. Kemudian
selanjutnya, dihitung nilai produktivitas
dan mengidentifikasi unit mana yang tidak
menggunakan input secara efisien atau
tidak menghasilkan output secara efektif.
DEA adalah model analisis faktor
produksi untuk mengukur tingkat
efisiensi relatif dari set unit kegiatan
ekonomi (UKE). Skor efisiensi dari
banyak faktor input dan output.
dirumuskan sebagai berikut (Talluri, 2000,
Purwanoro, 2004).
Tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah: (1) menentukan
tingkat efisiensi biaya di Perusahaan Perum
Pegadaian wilayah Bangkalan, sehingga
dapat mengetahui Perum Pegadaian yang
efisien atau inefisien. (2) menganalisa
tingkat efisiensi biaya pada setiap kantor
cabang perum Pegadaian wilayah
Bangkalan, sehingga dapat meningkatkan
kinerja perusahaan. (3) Memberikan usulan
perbaikan pada perusahaan Perum
Pegadaian wilayah Bangkalan.
Permasalahan yang dihadapi diatas
dapat diselesaikan dengan metode DEA.
Metode DEA dipergunakan untuk
mengetahui kantor cabang mana yang tidak
efisien dengan melakukan perbandingan
antara beberapa unit atau kantor cabang
berdasarkan input dan output yang
didapatkan. Unit-unit tersebut harus
memiliki karakteristik yang sama, dalam
arti memiliki output dan input yang sama.
Dengan adanya penelitian yang melakukan
pengukuran efisiensi biaya pengeluaran di
Perusahaan Perum Pegadaian Wilayah
Bangkalan akan dapat meningkatkan
kinerja, serta dapat mengupayakan strategi
perbaikan bagi kantor cabang yang kurang
efisien pada bagian keuangan, dalam hal ini
yang dijadikan sebagai sumber pengukuran
adalah dari aspek biaya.

2. TINJAUAN PUSTAKA
Data Envelopment Analysisis (DEA)
diperkenalkan oleh Charnes, Cooper dan
Rhodes. Metode DEA dibuat sebagai alat
bantu untuk evaluasi kinerja suatu aktifitas
dalam sebuah unit entitas (organisasi). DEA
merupakan suatu pendekatan non
parametrik yang pada dasarnya merupakan
teknik berbasis pemrograman linier. DEA
bekerja dengan langkah mengidentifikasi
unit-unit yang akan dievaluasi, input serta
output unit. Selanjutnya, dihitung nilai
produktivitas dan mengidentifikasi unit
mana yang tidak menggunakan input secara
efisien atau tidak menghasilkan output
secara efektif. Produktivitas yang diukur
bersifat komparatif atau relatif, karena
hanya membandingkan antar unit
pengukuran dari 1 set data yang sama. DEA
adalah model analisis faktor produksi untuk
mengukur tingkat efisiensi relatif dari set
unit kegiatan ekonomi (Talluri, 2000).
DEA berasumsi bahwa setiap UKE
akan memilih bobot yang memaksimumkan
rasio efisiensinya (maximize total weighted
output/total weighted input). Karena setiap
UKE menggunakan kombinasi input yang
berbeda untuk menghasilkan kombinasi
output yang berbeda pula, maka setiap
UKE akan memilih seperangkat bobot yang
mencerminkan keragaman tersebut. Secara
umum UKE akan menetapkan bobot yang
tinggi untuk input yang penggunaanya
sedikit dan untuk output yang dapat
diproduksi dengan banyak. Bobot-bobot
tersebut bukan merupakan nilai ekonomis
dari input dan outputnya, melainkan
sebagai penentu untuk memaksimumkan
efisiensi dari suatu UKE. Sebagai
gambararan, jika suatu UKE merupakan
perusahaan yang berorientasi pada
keuntungan (profit-maximizing firm) dan
setiap input dan outputnya memiliki biaya
per unit serta harga jual per unit, maka
perusahaan tersebut akan berusaha
menggunakan sesedikit mungkin input yang
biaya per unitnya termahal dan berusaha
memproduksi sebanyak mungkin output
yang harga jualnya tinggi.
DEA untuk suatu UKE dapat
diformulasikan sebagai program linier
fraksional yang solusinya dapat diperoleh
jika model tersebut ditransformasikan ke
dalam program linier dengan bobot dari
input dan output UKE tersebut sebagai
variabel keputusan (decision variables).
Metode simpleks dapat digunakan untuk
menyelesaikan model yang sudah
ditransformasikan ke dalam program linier.
DEA memerlukan penyelesaian program


218 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
linier bagi setiap UKE. Hasilnya adalah
seperangkat bobot untuk suatu UKE dan
angka efisiensi relatifnya. DEA memiliki
beberapa nilai manajerial. Pertama, DEA
menghasilkan efisiensi untuk setiap UKE,
relatif terhadap UKE yang lain di dalam
sampel. Angka efisiensi ini memungkinkan
sesorang analisis untuk mengenali UKE
yang paling membutuhkan perhatian dan
merencanakan tindakan perbaikan bagi
UKE yang tida/kurang efisien.
Kedua, jika suatu UKE kurang
efisien (efisiensi < 100%) DEA
menunjukkan sejumlah UKE yang memiliki
efisiensi sempurna (efficient reference set,
efisiensi=100%) dan seperangkat angka
pengganda (multipliers) yang dapat
digunakan oleh manajer untuk menyusun
strategi perbaikan. Informasi tersebut
memungkinkan seseorang analisis membuat
UKE hipotetis yang menggunakan input
yang lebih sedikit dan menghasilkan output
paling tidak sama atau lebih banyak
dibandingkan UKE yang tida efisien,
sehingga UKE hipotetis tersebut akan
memiliki efisiensi yang sempurna jika
menggunakan bobot input dan bobot output
dari UKE yang tidak efisien. Pendekatan
tersebut member arah strategis bagi
manajer untuk meningkatkan efisiensi suatu
UKE yang tida efisien melalui pengenalan
terhadap input yang terlalu banyak
digunakan serta output yang produksinya
terlalu rendah. Sehingga seorang manajer
tidak hanya mengetahui UKE yang tida
efisien, tetapi juga mengetahui seberapa
tingkat input dan output harus disesuaikan
agar dapat memiliki efisiensi yang tinggi.
Ketiga, DEA menyediakan matriks
efisiensi silang. Efisiensi silang UKE A
terhadap UKE B merpakan rasio dari output
tertimbang dibagi input tertimbang yang
dihitung dengan menggunakan tingkat input
dan outut UKE A dan bobot input dan outp
UKE B. Analisis silang dapat membantu
seseorang manajer untuk mengenali UKE
yang efisien tetapi menggunakan kombinasi
input dan menghasilkan kombinasi output
yang sangat berbeda dengan UKE yang
lain.
Keunggulan metode DEA
(Purwanoro, 2004) adalah (a) Dapat
menangani banyak input dan ouput, (b)
Tidak perlu asumsi hubungan fungsional
antara variabel input dan output, (c) UKE
(Unit Pengambil Keputusan) dibandingkan
secara langsung dengan sesamanya, (d)
Input dan output dapat memiliki satuan
pengukuran yang berbeda. Sebagai contoh
X1 dapat dalam unit dan X2 dapat dalam
dollar tanpa apriori keduanya. Sedangkan
keterbatasan DEA adalah (a) Bersifat
simpel spesifik, (b) Merupakan extreme
point technique, kesalahan pengukuran
dapat berakibat fatal (c) DEA sangat bagus
untuk estimasi efisiensi realtif UKE (unit
kegiatan ekonomi) tetapi sangat lambat
untuk mengukur efisiensi absolut dengan
kata lain bisa membandingkan sesama UKE
tetapi bukan membandingkan maksimisasi
secara teori.(c) Uji hipotesis secara statistik
atas hasil DEA sulit dilakukan (d)
Menggunakan perumusan linier
programming terpisah untuk tiap UKE
(perhitungan secara manual sulit dilakukan
apalagi untuk masalah berskala besar). (e)
Bobot dan input yang dihasilkan oleh DEA
tidak dapat ditafsirkan dalam nilai ekonomi.

3. METODOLOGI PENELITIAN
Dalam menyelesaikan masalah
tingkat Efisiensi organisasi atau Perusahaan
dari masing-masing cabang atau unit yang
ada, menggunakan pemecahan masalah
matematik Data Envelopment Analysis
(DEA). Datadata input maupun output
yang terdapat pada masing-masing cabang
perusahaan Perum Pegadaian Wilayah
Bangkalan yaitu berupa faktor input dan
output. Faktor Input terdiri dari Biaya
Pegawai (X1, Rp), Biaya Umum Dan
Administrasi (X2, Rp), Biaya Pemeliharaan
Bangunan Kantor (X3, Rp) dan Biaya
Pemeliharaan Kendaraan Dinas (X4, Rp).
Faktor Output yang digunakan adalah
Jumlah Pendapatan (Y1, Rp). Langkah-
langkah pengolahan data adalah (1)
Menghitung Beban Variabel untuk masing-
masing DMU yang akan dinilai tingkat
efisiensinya. (2) Menentukan model
matematis yang akan digunakan sebagai
alat pemecahan masalah tersebut, dalam hal
ini menggunakan model matematis Data
Envelopment Analysis (DEA). (3)
Menghitung target bagi DMU yang relatif
kurang efisien untuk input didapatkan dari



Kinerja Efisiensi Biaya (Nazmil Umri) 219
selisih nilai input aktual dengan nilai slack
inputnya, sedangkan untuk output didapat
dengan menjumlahkan hasil perkalian
tingkat efisiensi DMU inefisien dan nilai
aktual dengan nilai slack outputnya dalam
perhitungan ini dengan menggunakan
bantun Software Lindo.
Pada tahap Analisa ini, akan
ditentukan besarnya nilai input dan output
pada masing -masing DMU, Sebagaimana
ukuran efisiensi pada umumnya dalam
DEA dinyatakan sebagai perbandingan
antara output dengan input, sehingga nilai
efisiensi maksimalnya adalah 1 atau 100%.
Rasio ini dinyatakan secara parsial dan
total. Secara parsial misalnya output per
staff atau output perjam kerja dengan
output bisa saja merupakan profit,
penjualan dan sebagainya. Semua output
dan input suatu DMU terlibat dalam
pengukuran. Dengan demikian, DEA
memungkinkan untuk mengetahui faktor
input apa yang berpengaruh dalam
menghasilkan output, dan begitu pula
sebaliknya. Setelah penentuan nilai faktor
input dan output maka akan dilakukan
formulasi program linier dengan
menggunakan bantuan software LINDO
untuk menentukan besarnya efisiensi setiap
DMU.
Perhitungan efisiensi dengan model
menggunakan model matematis DEA
berorientasi input-output (input-output
oriented). Pemodelan matematis DEA ini
dilakukan untuk memperoleh nilai efisiensi
yang menyatakan indeks produktivitas dari
masingmasing DMU dengan
menggunakan data variabel yang telah
ditentukan sebelumnya. Disini ada 2
permodelan Matematis Data Envelopment
Analysis yang terdiri dari Model DEA-
CCR Primal dan Model DEA-CCR Dual
yang akan dibangun untuk mengukur
tingkat efisiensi. Terdapat dua konsep yang
saling berlawanan. Konsep yang pertama
yaitu Primal dan yang Dual. Untuk
menyelesaiakan masalah perhitungan
efisiensi menggunakan konsep model
Primal langkah selanjutnya ialah dengan
membuat model DEA-CCR Primal-Dual.
Dimasukkan ke dalam persamaan model
Matematis Programa Linier. Misalkan
untuk Perum Pegadaian ke-p = 1,2,3,4,5
maka :
Objective function:
j h
k
= min (1)
Subject to

+
n
j
j
m
r
rj
Xrj y 0 (2)

+
n
j
ik i ij
x s x (3)
0 , 0 , , >
i r j
s (4)
Dimana :
hk adalah Efisiensi untuk objek DMU ke-p
Xij adalah bobot input pada pengukuran
input setiap DMU ke-i
(i=1,2,3,)
Xik adalah bobot Output per unit pada
pengukuran input yang ke-k
(k= 1,2,3,..)
Wij adalah nilai jumlah input setiap DMU
ke-i,(i=1,2,3)
Berdasarkan perumusan model
matematis linier programming diatas,
dimisalkan untuk menghitung efisiensi
relatif pada Cabang Bangkalan (DMU 1),
pada bulan Januari 2009, berdasarkan
rumus (1) maka fungsi tujuannya adalah
meminimasikan efisiensi DMU1, dimana
nilai Xi adalah input untuk DMU 1, dengan
i = 1,2,3,4 dan j = 1(DMU 1).Variabel yang
digunakan adalah :
Xik : Bobot untuk input Biaya Pegawai
sampai dengan Jumlah Pendapatan
untuk setiap DMU yang sudah
ditentukan untuk kendala pertama.
Xij : Bobot untuk inputan setiap DMU ke-
j.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengkorversian tiaptiap Cabang Perum
Pegadaian Wilayah Bangkalan ke dalam
DMU untuk proses pengolahan data
selanjutnya dapat dilihat pada tabel 1.


220 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Tabel 1 Klasifikasi DMU
KANTOR CABANG PEGADAIAN DMU
Kantor cabang Bangkalan DMU 1
Kantor Cabang Kamal DMU 2
Kantor cabang Kwanyar DMU 3
Kantor cabang Klampis DMU 4
Kantor cabang Tanjung Bumi DMU 5


4.1. Formulasi Model Matematis DEA
Perhitungan Analisa Efisiensi DMU
bulan Januari 2009 dengan menggunakan
empat Input dan satu Output. Berdasarkan
Tabel 2 maka dibuat formulasi LP untuk
pergitungan efisiensi DMU1 (Cabang
Bangkalan).


Tabel 2. Data Input-Output DMU
DMU
Input Output
X1 X2 X3 X4 Y1
1 73875822 5673419 8454897 2330000 140633118
2 28909338 2959750 1298907 850000 129846186
3 57993952 4119100 1409573 4886500 184938148
4 36927215 2051190 1089264 1593000 666611636
5 58017281 339600 15443567 950000 212916200

Hasil Output Formulasi Linier Programing
dengan menggunakan Sofware Lindo
seperti Gambar 1. Bangkalan (DMU 1)
maka di dapatkan nilai rating efisiensi
(Objective Fuction Value ) sama dengan
0,1442363 dengan reduce cost nol, hal ini
menunjukkan bahwa Cabang Bangkalan
tidak efisien, pada fungsi kendala pertama
menunjukkan besarnya penurunan biaya
sama dengan 0,855764, Fungsi kendala
kedua menunjukkan besarnya Penurunan
biaya sebesar 0,231634, untuk fungsi
Kendala ketiga terjadi penurunan biaya
sebesar 0,907534, dan pada fungsi kendala
ke empat menunjukkan peningkatan biaya
sebesar 0,210967 dengan nilai reduced cost
sama dengan nol. dan pada fungsi kendala
kelima menunjukkan penurunan biaya
sebesar 0,189354. Berdasarkan analisa
reduced cost tersebut maka DMU 1 pada
bulan januari 2009 tidak efisien karena
pada fungsi kendalanya terjadi penurunan
biaya yaitu pada fungsi kendala satu, dua,
tiga dan lima.


Gambar 1. Output Formulasi Linier Programing dengan menggunakan Software Lindo



Kinerja Efisiensi Biaya (Nazmil Umri) 221

Gambar 2. RHS Parameter baris 6

Baris kendala yang mempunyai nilai slack
nol disebut fungsi kendala aktif artinya
tidak ada slack yang terjadi dengan Duel
Prices sebagai pertambahan nilai optimal
sebesar dual prices/shadow prices apabila
pada baris tersebut nilai RHS-nya ditambah
1 unit dari hasil output Lindo diatas
menunjukkan tidak adanya pertambahan
nilai optimal karena nilai dari dual prices
sama dengan nol. Karena nilai RHS pada
DMU 1 berupa variabel positif, jadi DMU 1
untuk mencapai nilai optimal perlu
dilakukan penambahan variabel keputusan
sebesar 0,15 dengan Rentang Side >=
1,5e+08
4.2. Analisa Efisiensi pada setiap DMU
Gambar 3 menunjukkan DMU yang
Efisien dan yang tidak efisein. DMU yang
Efisien adalah DMU 3 (Cabang Kwanyar),
DMU 4 (Cabang Klampis), DMU 1
(Cabang Bangkalan) pada bulan Februari-
Maret 2009. DMU 5 (Cabang Tanjung
Bumi) pada Bulan Januari Februari 2009.
Sedangkan DMU yang tidak efisien yaitu
DMU 1 (Cabang Bangkalan) pada bulan
Januari 2009, DMU 2 (Cabang Kamal ) dan
DMU 5 (Cabang Tanjung Bumi ) pada
Bulan Maret 2009.

Gambar 3. Rating Efisien Tiap DMU

4.3. Analisis Target Perbaikan DMU
yang tidak Efisien
Tabel 3 memperlihatkan perbandingan
antara nilai input pada DMU 1 (Cabang
Bangkalan) di bulan Januari mengalami
penurunan Biaya, sebagai berikut: untuk
biaya Pegawai (X1) mengalami penurunan
sebesar Rp.7.790.424 dari nilai yang
sebelumnya yaitu Rp. 73.875.622, Untuk
biaya Umum & administrasi (X2)
mengalami penurunan sebesar Rp.432.733
dari jumlah sebelumnya Rp.5.673.419,
Untuk biaya Pemeliharaan bangunan kantor
(X3) Mengalami penurunan biaya sebesar
Rp.229.799 dari jumlah biaya sebelumnya
sebesar Rp.8.454.897 dan Untuk biaya
pemeliharaan kendaraan Dinas (X4)
mengalami penurunan sebesar Rp. 336.070
dari nilai sebelumnya Rp. 2.330.000.
Tabel 3. Perbaikan DMU 1 (Januari 2009)

1
2
3
4
5
0
1
2
3
4
5
Rank
Bangkalan Kamal Kwanyar Klampis Tanjung
bumi
Kantor Cabang Perum Pegadaian
Grafik Prankingan DMU (Maret 2009)
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
Rating Efisiensi
DMU 1 DMU 2 DMU 3 DMU 4 DMU 5
DMU
Grafuk Efisiensi DMU
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Xi Lama (Rp) Baru (Rp)
X1 73.875.822 7.790.424
X2 5.673.419 432.733
X3 8.454.897 229.799
X4 2.330.000 336.070



222 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Tabel 4 memperlihatkan perbandingan
antara nilai input pada DMU 2 (Cabang
Kamal) di bulan Januari mengalami
penurunan Biaya, sebagai berikut : untuk
biaya Pegawai (X1) mengalami penurunan
sebesar Rp. 7.192.868 dari nilai yang
sebelumnya yaitu Rp. 28.909.338, Untuk
biaya Umum & administrasi (X2)
mengalami penurunan sebesar Rp. 399.541
dari jumlah sebelumnya Rp. 29.59.750
Untuk biaya Pemeliharaan bangunan
Kantor (X3) Mengalami penurunan biaya
sebesar Rp. 212.172 dari jumlah biaya
sebelumnya sebesar Rp. 1.298.907 dan
Untuk biaya pemeliharaan kendaraan Dinas
(X4) mengalami penurunan sebesar Rp.
310.293 dari nilai sebelumnya Rp. 850.000.
Tabel 4. Perbaikan DMU 2 (Januari 2009)
Xi Lama (Rp) Baru (Rp)
X1 28.909.338 7.192.868
X2 29.59.750 399.541
X3 1.298.907 212.172
X4 850.000 310.293

Tabel 5 memperlihatkan perbandingan
antara nilai input pada DMU 2 (Cabang
Kamal) di bulan Februari 2009 mengalami
penurunan Biaya, sebagai berikut : untuk
biaya Pegawai (X1) mengalami penurunan
sebesar Rp. 10.384.426 dari nilai yang
sebelumnya yaitu Rp. 32.511.188, Untuk
biaya Umum & administrasi (X2)
mengalami penurunan sebesar Rp. 409.298
dari jumlah sebelumnya Rp. 1.863.842
Untuk biaya Pemeliharaan bangunan
Kantor (X3) Mengalami penurunan biaya
sebesar Rp. 438.862 dari jumlah biaya
sebelumnya sebesar Rp. 1.479.069 dan
Untuk biaya pemeliharaan kendaraan Dinas
(X4) mengalami penurunan sebesar Rp.
392.220 dari nilai sebelumnya Rp.
850.000.
Tabel 5. Perbaikan DMU 2 (Februari 2009)
Xi Lama (Rp) Baru (Rp)
X1 32.511.188 10.384.426
X2 1.863.842 409.298
X3 1.479.069 438.862
X4 850.000 392.220

Tabel 6 memperlihatkan perbandingan
antara nilai input pada DMU 2 (Cabang
Kamal) di bulan Maret 2009 mengalami
penurunan Biaya, sebagai berikut : untuk
biaya Pegawai (X1) mengalami penurunan
sebesar Rp. 12.501.912 dari nilai yang
sebelumnya yaitu Rp. 27.137.047, Untuk
biaya Umum & administrasi (X2)
mengalami penurunan sebesar Rp. 519.501
dari jumlah sebelumnya Rp. 2.332.928
Untuk biaya Pemeliharaan bangunan
Kantor (X3) Mengalami penurunan biaya
sebesar Rp. 583.397 dari jumlah biaya
sebelumnya sebesar Rp. 2.181.833 dan
Untuk biaya pemeliharaan kendaraan Dinas
(X4) mengalami penurunan sebesar Rp.
694.698 dari nilai sebelumnya Rp. 850.000
Tabel 6. Perbaikan DMU 2 (Maret 2009)
Xi Lama (Rp) Baru (Rp)
X1 27.137.047 12.501.912
X2 2.332.928 519.501
X3 2.181.833 583.397
X4 850.000 694.698
Tabel 7 memperlihatkan perbandingan
antara nilai input pada DMU 5 (Cabang
Tanjung Bumi) dibulan Maret 2009
mengalami penurunan biaya sebagai berikut
: untuk biaya Pegawai (X1) mengalami
penurunan sebesar Rp3.530.615 dari nilai
yang sebelumnya yaitu Rp. 68.742.149,
Untuk biaya Umum & administrasi (X2)
mengalami penurunan sebesar Rp. 161.441
dari jumlah sebelumnya Rp. 1.161.300
Untuk biaya Pemeliharaan bangunan kantor
(X3) Mengalami penurunan biaya sebesar
Rp. 125.163 dari jumlah biaya sebelumnya
sebesar Rp. 1.548.5721 dan Untuk biaya
pemeliharaan kendaraan Dinas (X4)
mengalami penurunan sebesar Rp. 148.827
dari nilai sebelumnya Rp. 1.070.558.
Tabel 7. Perbaikan DMU 5 (Maret 2009)
Xi Lama (Rp) Baru (Rp)
X1 68.742.149 3.530.615
X2 1.161.300 161.441
X3 1.548.5721 125.163
X4 1.070.558 148.827


5. KESIMPULAN
1. Perum Pegadaian yang efisien adalah
Cabang Kwanyar dan Cabang Klampis
karena selama tiga bulan yaitu bulan
Januari sampai dengan Maret 2009
mendapatkan nilai efisiensi sama
dengan 1.



Kinerja Efisiensi Biaya (Nazmil Umri) 223
2. Perum Pegadaian yang tidak efisien
adalah Cabang Bangkalan, dengan
nialai efisiensi sama dengan 0,1442363
pada bulan Januari 2009, Cabang
Kamal dari bulan Januari sampai
dengan Maret 2009, mendapatkan nilai
efisiensi berturut-turut sebesar
0,3650507, 0,4614362 dan 0,2610103
dan Cabang Tanjung Bumi
mendapatkan nilai efisiensi sama
dengan 0,1390164 pada bulan Maret
2009.
Saran-saran yang bisa diberikan pada
Perum Pegadaian adalah
1. Dalam meningkatkan efisiensinya
sebesar 100%, maka perlu melakukan
perbaikan terhadap faktor Biaya
Pegawai, Biaya Umum & administrasi,
biaya pemeliharaan Bangunan Kantor
dan Biaya pemeliharaan kendaraan
Dinas, dengan cara melakukan
pengurangan biaya.
2. Bagi Perum Pegadaian yang sudah
efisien (Perum Pegadaian Kwanyar
dan, Perum Pegadaian Klampis), bukan
berarti tidak ada yang harus diperbaiki
dan ditingkatkan, namun harus tetap
ada kontrol dari pihak Perum
Pegadaian. Mengingat masih ada
Perum Pegadaian yang sudah efisien
tetapi masih perlu peningkatan
produktivitas.

6. DAFTAR PUSTAKA
[1] Charnes, A., W.W Cooper dan E.
Rhodes. 1978. Measuring the
Efficiency of Decision Making Units.
European Journal of Operation
Research, vol. 2 p.429-444.
[2] Hadinata, Ivan dan Manurung Adler H,
2000. Penerapan Data Envelopment
Analysis (DEA) untuk mengukur
Efisiensi Kinerja Reksadana Saham.
[3] Kumbhakar, S.C dan Knox, Lovell.
2000. The Effect of Deregulation on
performance of financial institutions:
The Case of Spanish Saving Banks,
Department of Economic University of
Texas.
[4] Purwanoro, N. 2004. Efektivitas
Kinerja Pelabuhan dengan Data
Envelopment Analysis (DEA),
Usahawan No. 05 th. XXXIII.
[5] Talluri, Srinivas, 2000. Data
Envelopment Analysis: Model and
Extension. Decision Line
Production/Operations Management,
Silberman Colledge of Business
Administration, Fairleih Deckinson
University.





J JJ J J JJ J u uu u u uu u r rr r r rr r n nn n n nn n a aa a a aa a l ll l l ll l T TT T T TT T e ee e e ee e k kk k k kk k n nn n n nn n i ii i i ii i k kk k k kk k I II I I II I n nn n n nn n d dd d d dd d u uu u u uu u s ss s s ss s t tt t t tt t r rr r r rr r i ii i i ii i
Jurusan Teknik Industri, Universitas Trisakti


PETUNJUK/FORMAT PENULISAN NASKAH/MAKALAH

1. Naskah berupa hasil penelitian atau non penelitian (konseptual), yang merupakan naskah asli
dan belum pernah dipublikasikan di media masa manapun. Makalah yang telah
dipresentasikan dalam suatu pertemuan ilmiah, apabila belum dipublikasikan dapat diterima.
2. Naskah diketik dengan menggunakan MS Word, Times New Roman 11pt dan 1 spasi di atas
kertas A4 (21x29,7 mm). Makalah (selain abstrak) ditulis dalam 2 kolom. Jumlah halaman
(termasuk gambar, ilustrasi dan daftar pustaka) 10-15 halaman.
3. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Apabila naskah ditulis dalam
Bahasa Indonesia, hendaknya berpedoman pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang disempurnakan.Hindari pemakaian istilah asing (kecuali bila sangat diperlukan).
Penulisan istilah asing dicetak miring (italic).
4. Judul ditulis HURUF BESAR, di tengah atas halaman font Times New Roman 14 Bold.
Tulisan singkat dengan kata-kata atau frasa kunci yang mencerminkan isi tulisan.
5. Memperhatikan sistematika penulisan :
Makalah Penelitian : OJUDUL (singkat tetapi jelas, 5-15 kata), OPenulis (tanpa gelar,
asal instansi/alamat pada catatan kaki), OABSTRACT (dalam Bahasa Inggris yang
berisikan masalah dan tujuan penelitian, metoda/pendekatan, hasil penelitian, satu
paragraf 50-75 kata), Keywords (kata/terminologi khusus bidang ilmu yang dibahas,
punya makna yang khas untuk makalah, 3-5 kata kunci) OPENDAHULUAN (berisi
permasalahan, wawasan dan rencana pemecahan masalah, tujuan penelitian, kajian
teoritik, hipotesa (jika ada) dan manfaat hasil penelitian (tidak ada)) OMETODA
PENELITIAN (Rancangan/desain penelitian, sasaran penelitian, teknik
pengembangan/pengumpulan data dan teknik analisis data yang disajikan secara naratif)
OHASIL PENELITIAN (Hasil pengolahan data, pemakaian tabel/grafik/bagan sangat
disarankan) OPEMBAHASAN (Menjawab tujuan penelitian, memaparkan logika
diperolehnya dan menginterpretasikan penemuan, mengaitkan dengan teori yang relevan
serta pembahasan terhadap tabel/grafik/bagan secara naratif) OKESIMPULAN DAN
SARAN (Esensi hasil penelitian dan pembahasan, harus relevan dengan penemuan yang
disampaikan dalam butir-butir paragraf pendek) ODAFTAR PUSTAKA/RUJUKAN
(hanya memuat rujukan yang benar-benar disebut dalam makalah).
Makalah Konseptual : JUDUL (singkat tetapi jelas, 5-10 kata), CPenulis (tanpa gelar,
asal instansi/alamat pada catatan kaki), CABSTRACT (dalam Bahasa Inggris yang
berisikan ringkasan makalah yang ditulis secara padat dan menampilkan isu-isu pokok dan
alternatif pemecahan, satu paragraf 50-75 kata), Keywords (kata/terminologi khusus
bidang ilmu yang dibahas, punya makna yang khas untuk makalah, 3-5 kata kunci)
PENDAHULUAN (berisi latar belakang, permasalahan, tujuan, ruang lingkup dan
metodologi CISI (tinjauan pustaka, data dan pembahasan), CPENUTUP (kesimpulan
dan saran) dan CDAFTAR PUSTAKA/RUJUKAN (hanya memuat rujukan yang benar-
benar disebut dalam makalah).
6. Cara merujuk dan mengutip : 1)Tulis nama akhir pengarang dan tahun terbitan, 2)Jika
pengarang lebih dari satu, tulis Nama Pertama, dkk, 3)Jika terjemahan, tulis Nama
Pengarang Asli, 4)Jika lebih dari satu sumber, pisahkan dengan titik koma (;), 5)Jika dari
Internet : Nama pengarang, tahun, judul karya, alamat sumber rujukan dan tanggal diakses.
7. Daftar pustaka disusun menurut alfabet pengarang, dengan urutan penulisan : nama
pengarang, (tahun terbitan), judul buku (cetak miring), penerbit dan kota terbit. Nama
pengarang mendahulukan nama keluarga atau nama dibalik, tanpa gelar. Kutipan acuan
pustaka yang digunakan dinyatakan dengan menuliskan nama pengarangnya.
8. Isi tulisan bukan tanggung jawab redaksi. Redaksi berhak mengedit redaksionalnya, tanpa
mengubah arti. Dan tidak diadakan surat menyurat kecuali tulisan disertai perangko akan
dikembalikan (karena tidak memenuhi persyaratan atau perlu perbaikan).

You might also like