You are on page 1of 53

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO C BLOK 7

Tutorial 6
Tutor : dr. Astri Sriwidyastuti

Resdiana Ayu Fitriani Muhammad Diah Sunarno Agus Subhan Chika Virlita Wisman Agustian Wike Yulianita Mayasari Rizki Utami Berliani Lutfi

70 2009 006 70 2009 016 70 2009 025 70 2009 033 70 2009 043 70 2009 049 70 2009 052 70 2009 054 70 2009 056

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG


Jalan Jenderal Ahmad Yani Talang Banten Kampus-B 13 Ulu Telp. 0711-7780788

PALEMBANG

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul Laporan Tutorial Kasus Skenario C sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman. Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada : 1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan. 2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual. 3. dr. Astri Sriwidyastuti 4. Teman-teman seperjuangan 5. Semua pihak yang membantu penulis. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan turotial ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang,

Juli 2010

Penulis

Copyraight FK UMP 09

Page 2

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Blok Imunitas dan Infeksi adalah Blok 7 pada Semester 2 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada kesempatan yang akan datang. Penulis kali ini memaparkan kasus yang diberikan mengenai Nona S datang ke Rumah Sakit dengan keluhan utama yaitu perdarahan dari hidung (+) 2 kali 2 hari dan riwayat perjalanan penyakit 2 minggu sebelum masuk rumah sakit timbul bintik-bintik merah di kaki dan di tangan dan panas ada sejak 1 minggu yang lalu.

1.2

Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari tutorial kali ini, yaitu : 1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari system pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. 2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok. 3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario ini.

Copyraight FK UMP 09

Page 3

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


BAB II PEMBAHASAN

2.1 Data Praktikum


TUTORIAL SKENARIO C Tutor Moderator Notulen Sekretaris Waktu : dr. Astri Sriwidyastuti : Muhammad Diah Sunarno : Ayu Fitriani : Wike Yulianita : Selasa, 6 Juli 2010 (TISC) Kamis, 8 Juli 2010 (T2SC) Rule tutorial : 1. Alat komunikasi dinonaktifkan. 2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat dengan cara mengacungkan tangan terlebih dahulu. 3. Boleh membawa makanan dan minuman pada saat proses tutorial berlangsung (jika perlu)

2.2 Skenario Kasus


Nona S, umur 17 tahun datang ke RS Muhammadiyah dengan keluhan utama perdarahan dari hidung (+) 2 kali 2 hari yang lalu dan riwayat perjalanan penyakit 2 minggu sebelum masuk rumah sakit timbul bintik-bintik merah di kaki dan di tangan dan panas ada sejak 1 minggu yang lalu. Satu tahun yang lalu penderita sering mengeluh nyeri sendi terutama pada jari tangan dan kaki, nyeri hilang timbul, penderita juga mengeluh demam yang tidak terlalu tinggi, demam hilang timbul, rambut sering rontok, sariawan yang sering timbul dilangit-langit mulut tanpa sebab dan tidak nyeri, muka kemerahan terutama daerah pipi bila terkena matahari. Nona S telah minum obat nyeri bila keluhan muncul tetapi tidak ada perubahan.
Copyraight FK UMP 09 Page 4

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : Sakit sedang, sensorium : kompos mentis, HR : 100x/menit regular, RR : 24x/menit, Temp : 38,5oC, TD : 130/80 mmHg. Keadaan Spesifik : Didapatkan ptikie di kaki dan di tangan, stomatitis (+), kemerahan di pipi (malar rash) (+), bengkak di sendi tangan dan kaki (+). Pemeriksaan Laboratorium Gambaran pansitopenia (Hb : 8,5 gr%, WBC : 2600/mm3, trombosit : 40.000), Rt : 7%, LED : 105 mm/hour, ureum : 36 mg/dl, kreatinin : 1,2 mg/dl, dan RF (+)

2.3 Paparan
I. Klarifikasi Istilah Perdarahan dari hidung : Epistaksis = Perdarahan pada hidung akibat pecahnya pembuluh darah kecil yang terletak dibagian anterior septum nasal kartilaginosa. Bintik-bintik merah : Ptikie = Suatu keadaan kulit dimana terjadi perdarahan di bawah kulit di bagian subkutan. Panas : Demam = Suhu tubuh lebih tinggi dari pada biasanya ( > 37,5oC) Nyeri sendi : Atralgia = Suatu rasa sakit disambungan ruas-ruas tulang Nyeri hilang timbul : Intermitten Pain = Suatu perasaan Sakit yang terkadang ada dan juga terkadang tidak ada yang selalu berganti. Demam hilang tibul : Intermitten Fever = Suhu tubuh yang lebih dari normal yang tiba tiba muncul dan tiba tiba juga tidak muncul yang selalu berganti. Rambut sering rontok : Alopsia = Keadaan hilangnya rambut dari kulit kepala yang pada keadaan normalnya mempunyai rambut. Sariawan : Stomatitis = Penyakit pada selaput lender di mulut dan lidah tampak merah/putih dan melepuh Muka kemerahan di pipi : Malar rash = Keadaan muka terutama di daerah pipi dimana tidak seperti biasanya.

Copyraight FK UMP 09

Page 5

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


Obat nyeri : Analgetik = Suatu bahan kimia yang gunanya untuk menghilangkan rasa sakit Kompos mentis = Dalam keadaan sadar penuh Sensorium = Keadaan individu terhadap kesadaran mentalnya Pansitopenia = Depresi semua elemen darah secara abnormal RF : Rematoid Factor = Pada pemeriksaan darah terdapat Kreatinin = Hasil akhir metabolisme fosfokreatin di dalam ginjal yang digunakan sebagai indicator untuk mengetahui gangguan fungsi ginjal. Ureum = Hasil dari metabolisme urea di dalam ginjal yang digunakan sebagai indicator untuk mengetahui gangguan fungsi ginjal (filrasi, reabsorbsi, sekresi, ekskresi, mengatur pH darah, keseimbangan asam basa, keseimbangan elektrolit, mengatur reaksi renin angiotensin, membantu pembentukan eriktropoetin, dan membantu degradasi prostaglandin)

II. Identifikasi Permasalahan 1. Nona S, 17 tahun mengalami perdarahan dari hidung 2 kali 2 hari yang lalu. 2. Riwayat perjalanan penyakit Nona S adalah 2 minggu sebelum masuk rumah sakit timbul bintik-bintik merah di kaki dan di tangan dan panas ada sejak 1 minggu yang lalu. 3. Satu tahun yang lalu penderita sering mengeluh nyeri sendi terutama pada jari tangan dan kaki, nyeri hilang tibul, penderita juga mengeluh demam yang tidak terlalu tinggi, demam hilang timbul, rambut sering rontok, sariawan yang sering timbul dilangit-langit mulut tanpa sebab dan tidak nyeri, muka kemerahan terutama daerah pipi bila terkena matahari dan telah minum obat nyeri bila keluhan muncul tetapi tidak ada perubahan. 4. Pada pemeriksaan fisik Nona S, keadaan umumnya adalah sakit sedang dan temperatur 38,5oC. 5. Peda pemeriksaan fisik Nona S, keadaan spesifiknya didapatkan ptikie dikaki dan di tangan, stomatitis (+), kemerahan di pipi (malar rash) (+), bengkak disendi tangan dan kaki (+).

Copyraight FK UMP 09

Page 6

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


6. Pada pemeriksaan laboratorium Nona S, gambaran pansitopenia (Hb : 8,5gr%, WBC : 2600/mm3, trombosit : 40.000), Rt : 7%, LED : 105 mm/hour, ureum : 36 mg/dl, kreatinin : 1,2 mg/dl, dan RF (+)

III. Analisis Masalah dan Jawaban 1. a. Bagaimana anatomi dan fisiologi hidung ? Jawab :

Fungsi hidung adalah sebagai jalan nafas, pengatur kondisi udara, sebagai penyaring dan pelindung, indra penciuman, dan resonansi suara.

Copyraight FK UMP 09

Page 7

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


b. Apa penyebab epistaksis ? Jawab : Pada umumnya penyebab epistaksis adalah - Trauma - Infeksi - Neoplasma - Kelainan kongenital - Reaksi autoimun - Kelaianan jantung - Kelainan darah - Perubahan tekanan atsmosfer - Gangguan endokrin - Obat-Obatan

Jadi, dalam skenario ini penyebab epistaksis yang dialami Nona S adalah reaksi autoimun.

c. Bagaimana mekanisme epistaksis ? Jawab :

Akibat adanya Limfosit T yang menyerang antigennya sendiri dimana jaringan yang terkena akan dihancurkan oleh sel T di organisme tersebut.

Reaksi autoimun

Defosit globulin

Pembuluh darah di mukosa nasalis mudah pecah

Epistaksis
Copyraight FK UMP 09 Page 8

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


2. a. Apa penyebab timbul bintik-bintik merah di kaki dan tangan ? Jawab : Pada umumnya penyebab timbul bintik-bintik merah di kaki dan tangan adalah - Kelaianan darah - Reaksi Alergi - Infeksi - Reaksi autoimun Jadi, dalam skenario ini penyebab timbul bintik-bintik merah di kaki dan tangan adalah reaksi autoimun.

b. Bagaimana mekanisme bintik-bintik merah dikaki dan tangan? Jawab : Reaksi autoimun defosit globulin kelaianan darah kerusakan pada darah aktivitas fibrinolitik pada darah terutama di daerah perifer yang memiliki pembuluh darah yang kecil/halus Timbul bintik-bintik merah terutama di kaki dan tangan (ptikie)

c. Bagaimana histologi dan fisiologi kulit? Jawab :

Copyraight FK UMP 09

Page 9

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


Fungsi dari kulit itu sendiri bermacam-macam, yaitu sebagai Proteksi, Absorpsi, Ekskresi, Pengindra (Sensori), Pengaturan Suhu Tubuh (Termoregulasi),

Pembentukan Pigmen (Melanogenesis), Keratinisasi, dan Produksi Vitamin D. Jadi, dalam skenario ini lapisan kulit yang terlihat bintik-bintik merah terutama dikaki dan tangan adalah di daerah subkutan karena disana terdapat pembuluh darah kapiler yang kecil-kecil dan halus.

d. Apa penyebab panas ? Jawab : Pada umumnya, panas terjadi karena - infeksi - imunisasi - menurunnya imunitas tubuh - dehidrasi - toksemia - keganasan - pemakaian obat obatan - faktor psikogenik

Jadi, dalam skenario ini penyebab panas yang dialami oleh Nona S adalah reaksi autoimun.

e. Bagaimana mekanisme panas pada tubuh ? Jawab : Reaksi autoimun inflamasi merangsang hipotalmus (termolegulator) pelepasan asam arakidonat sintesis PGE2 panas/demam

f. Apa saja tipe tipe demam ? Jawab : Tipe demam menurut suhunya ada 3 macam, yaitu subfebris (37,2 37,5oC), febris (37,5 39,9oC), dan hiperpireksia (40oC) sedangkan menurut gejalanya yang timbul ada 5, yaitu Demam septik, Demam remiten, Demam intermitten, Demam kontinyu, dan Demam siklik.

Copyraight FK UMP 09

Page 10

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


g. Apa dampak panas sejak 1 minggu yang lalu ? Jawab : Pada umunya dampak dari panas adalah - 4L (letih, lesu, lemah, lelah) - Sakit kepala - Batuk pilek - Menggigil - Kejang - Nafsu makan menurun

Jadi, dalam skenario ini dampak dari panas yang dialami oleh Nona S adalah gejalanya sudah tidak dikeluhkannya lagi.

h. Mengapa bintik-bintik merah hanya timbul pada kaki dan tangan ? Jawab : Karena ada reaksi autoimun akan menyerang pembuluh darah kecil terlebih dahulu yang mudah pecah terutama di daerah perifer terutama akral extreminatas superior atau inferior.

i. Bagaimana pandangan Islam tentang perjalanan suatu penyakit ? Jawab : Proses perjalanan penyakit secara umum dapat dibedakan atas ; 1. Tahap Pre Patogenesis Pada tahap ini (stage opf susceptibility) terjadi interaksi antara host (pejamu), bibit penyakit, lingkungan, interaksi di luar tubuh manusia. 2. Tahap Inkubasi Pada tahap ini (stage of presymtomatic disease) bibit penyakit sudah masuk ke dalam tubuh host (melalui pintu masuk : port dentre), namun gejala (syntom) belum tampak. 3. Tahap Penyakit Dini Tahap ini bila pejamu memerlukan perawatan, maka cukup dengan obat jalan.

Copyraight FK UMP 09

Page 11

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


Dampak atau bahaya lainnya adalah membahayakan masyarakat luas, yang dapat menularkan kepada orang lain dan menimbulkan wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) bila penyakit tersebut penyakit infeksi. 4. Tahap Penyakit Lanjut Pada tahap ini, penyakit bertambah berat, penderita tidak dapat melakukan pekerjaan (di tengah - tengah masyarakat, penderita di sebut sakit), dan sudah memerlukan perawatan (bedrest) atau rawat inap. Sesuai dengan hadist dibawah ini (HR. Imam Ahmad dan Hakim) Setiap penyakit pasti ada obatnya. Apabila obat telah menyentuh penyakit, niscaya penyakit itu dapat disembuhkan dengan izin Allah 5. Tahap Akhir Penyakit Sembuh sempurna, baik bentuk maupun fungsi tubuh kembali seperti semula Sembuh dengan cacat, penderita sembuh dengan kesembuhan yang tidak sempurna, sehingga pejamu dapat mengalami cacat fisik, fungsional dan sosial. Karier, Perjalanan penyakit seolah - olah terhenti, karena gejala penyakit tidak tampak padahal dalam diri pejamu masih terdapat bibit penyakit sehingga suatu saat penyakit dapat timbul kembali karena daya tahan tubuh Kematian

3. a. Apa penyebab nyeri sendi terutama pada jari tangan dan kaki ? Jawab : Pada umunya, penyebab nyeri sendi adalah - Peradangan - Reaksi autoimun - Hiperuresemia - Osteoporosis - Neoplasma - Menapause Jadi, pada skenario ini penyebab nyeri sendi terutama pada jari tangan dan kaki adalah reaksi autoimun
Copyraight FK UMP 09 Page 12

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


b. Bagaimana mekanisme nyeri sendi terutama pada jari tangan dan kaki ? Jawab : Reaksi autoimun inflamasi daerah sendi kerusakan mikrovaskuler edema jaringan subsinovial proriferasi sel bengkak nyeri sendi terutama pada jari kaki dan tangan

c. Apa penyebab nyeri hilang timbul ? Jawab : Penyebab nyeri hilang timbul yang dialami oleh Nona S adalah adanya inflamatorik (selama masa penyakit aktif) atau sekunder akibat pengobatan (obat nyeri)

d. Bagaimana mekanisme nyeri hilang timbul ? Jawab :

Reaksi autoimun Sedang tidak terjadi Obat nyeri Nyeri hilang Nyeri timbul Inflamasi

Sedang terjadi

e. Apa penyebab demam hilang timbul ? Jawab : Penyebab demam hilang timbul yang dialami oleh Nona S adalah adanya inflamatorik (selama masa penyakit aktif)

Copyraight FK UMP 09

Page 13

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


f. Bagaimana mekanisme demam hilang timbul ? Jawab :

Reaksi autoimun Sedang tidak terjadi Inflamasi

Sedang terjadi

Demam hilang

Demam timbul

g. Apa penyebab rambut sering rontok ? Jawab : Pada umumnya, penyebab rambut yang sering rontok adalah - Ketidaknormalan tyroid - Diet berlebihan

- Ketidakseimbangan hormone - Gangguan emosional - Kelainan darah - Reaksi autoimun - Pemakaian produk rambut (kandungan kimia ) - Mengkonsumsi vitamin A yang banyak

Jadi, dalam skenario ini penyebab rambut yang sering rontok yang dialami oleh Nona S adalah reaksi autoimun.

h. Bagaimana mekanisme rambut rontok ? Jawab : Reaksi autoimun folikel rambut dianggap benda asing bagi system imun tubuh tubuh membentuk antibody siklus pertumbuhan folikel rambut terganggu rambut rontok

Copyraight FK UMP 09

Page 14

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


i. Apa penyebab dari sariawan ? Jawab : Pada umunya, sariawan disebabkan oleh Trauma Mengkonsumsi makanan atau minuman panas Alergi Infeksi Reaksi autoimun Imunitas Kekurangan vitamin C dan Zat besi Faktor psikologis

Jadi, penyebab sariawan yang dialami oleh Nona S adalah reaksi autoimun.

j. Mengapa sariawan sering timbul dilangit-langit mulut tanpa sebab dan tidak nyeri? Jawab : Karena adanya reaksi autoimun yang belum diketahui secara pasti penyebabnya jadi belum diketahui secara pasti sariawan tersebut sering timbul dilangit-langit dan rasa tidak nyeri ini kemungkinan karena tidak mengenai saraf.

k. Bagaimana mekanisme sariawan ? Jawab : Reaksi autoimun ulserasi local (kerusakan local dipermukaan organ atau jaringan yang ditimbulkan oleh terkelupasnya jaringan nekrotik radang) di selaput lendir mulut terutama pada palatum durum sariawan

l. Apa penyebab muka kemerahan dipipi ? Jawab : Pada umunya, penyebab muka kemerahan di pipi adalah

Copyraight FK UMP 09

Page 15

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


Rasa malu Reaksi autoimun Infeksi Sinar matahari - Kelaianan darah - Faktor kulit - Panas -

Jadi, dalam skenario ini penyebab muka kemerahan di pipi yang dialami oleh Nona S adalah reaksi autoimun dan paparan sinar matahari

m. Mengapa timbul kemerahan di pipi bila terkena sinar matahari ? Jawab : Karena kemungkinan kulit Nona S sensitive terhadap sinar ultraviolet dari matahari yang disebabkan oleh reaksi autoimun.

n. Bagaimana mekanisme malar rash ? Jawab : Reaksi autoimun Sensitive terhadap sinar matahari ruam kulit (di daerah facialis) tampak bercak eritem yang udematus yang tertutup oleh sisik keratin dan penyumbatan folikel malar rash

o. Mengapa setelah minum obat nyeri tetap tidak ada perubahan pada Nona S ? Jawab : Karena obat nyeri hanya mengurangi rasa nyeri (simtomatis) yang bersifat sementara dan bukan mengobati penyebabnya (kausal).

p. Apa saja obat-obat nyeri itu ? Jawab : Pada umunya, obat nyeri ada 2 macam, yaitu analgetik (misal : paracetamol) dan golongan steroid (misal : prednison).
Copyraight FK UMP 09 Page 16

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


q. Apa dampak penggunaan obat nyeri ? Jawab : Dampak positifnya berupa menghilangkan nyeri yang bersifat sementara sedangkan dampak negatifnya adalah membuat nyeri pada lambung bila dikonsumsi terus menerus dan mungkin bisa lebih parah dari itu.

4. Bagaimana interpretasi keadaan umum dari pemeriksaan fisik Nona S, - Sakit sedang = Tidak normal (normal : tampak sehat) - Temperatur : 38,5oC = Suhu tubuh Nona S tinggi (normal = 36,5 37,2oC

5. Bagaimana interpretasi keadaan spesifik dari pemeriksaan fisik Nona S, - Ptikie di kaki dan tangan = Tidak normal (normal : tidak terdapat ptikie di kaki dan tangan) - Stomatitis (+) = Tidak normal (normal : negative) - Malar rash (+) = Tidak normal (normal : negative) - Bengkak di sendi tangan dan kaki (+) = Tidak normal (normal : negative)

6. a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium Nona S ? Jawab : Hb : 8,5 gr% = Tidak normal (normal : 11,5 16,5 gr/dl) WBC : 2600/mm3 = Tidak normal (normal : 5000 10.000/mm3) Trombosit : 40.000 = Tidak normal (normal : 150.000 400.000/mm3) Rt : 7% = Tidak normal (normal : 0,5 1,5 %) LED : 105 mm/hour = Tidak normal (normal : 0 20 mm/hour) Ureum : 36 mg/dl = Normal (17,12 - 42,8 mg/dl) Kreatinin : 1,2 mg/dl = Tidak normal (0,6 1 mg/dl) RF (+) = Tidak normal (normal : negative)

Copyraight FK UMP 09

Page 17

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


b. Bagaimana mendiagnosis penyakit pada kasus ini ? (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, diagnosis banding, dan diagnosis) Jawab : Anamnesis Nona S, 17 tahun, mengalami perdarahan dari hidung 2 kali 2 hari yang lalu dan riwayat perjalanan penyakitnya 2 minggu sebelumnya timbul bintik-bintik merah di kaki dan di tangan, panas ada sejak 1 minggu yang lalu , dan 1 tahun yang lalu sering mengeluh dengan kondisi tubuhnya yang salah satunya adalah malar rash serta telah minum obat nyeri bila keluhan muncul tetapi tidak ada perubahan. Pemeriksaan fisik Sakit sedang Demam (38,5oC) Ptikie Stomatitis Malar Rash

Pemeriksaan laboratorium Pansitopenia (anemia sedang, leukositopenia, trobositopenia, retikulositosis) Penyakit kronis Rhematoid arthritis Tanda awal gangguan fungsi ginjal

Diagnosis banding Systemic Lupus Erythematosus Rheumatoid arthritis Endokarditis Septikemia Leukemia Sarkoidosis

Diagnosis Nona S, 17 tahun menderita Systemic Lupus Erythematosus (SLE) karena telah memenuhi 4 atau lebih dari 11 kriteria ARA (American Rheumatism Association) berupa fotosensitifitas, ulkus pada mulut, arthritis, pansitopenia, dan RF (+).

Copyraight FK UMP 09

Page 18

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


c. Bagaimana komplikasi penyakit dari kasus ini ? Jawab : Pada umunya, komplikasi dari SLE adalah - Myocarditis - Pleuritis - Gagal ginjal - Gangguan system saraf pusat - Diare - Hepatitis Jadi, dalam skenario ini komplikasi dari penyakit yang diderita oleh Nona S adalah tidak ada komplikasinya tapi ada tanda awal gangguan fungsi ginjal yang bisa dilihat dari hasil pemeriksaan laboratoriumnya, yaitu kreatininnya abnormal.

d. Bagaimana penatalaksanaan penyakit dari kasus ini ? Jawab : Penatalaksanaan dari SLE dibagi dalam 5 golongan, yaitu 1. Konseling dan tindakan supportif 2. Pengobatan simtomatis 3. Kortikosteroid 4. Imunosupresif 5. Pengobatan komplikasi Jadi, pada scenario ini penatalaksanaan yang paling tepat adalah konseling dan tindakan suportif dan kortikosteroid

e. Bagaimana prognosis penykit pada kasus ini ? Jawab : Prognosis penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE) untuk kasus di scenario ini adalah DUBIA. Bila ada komplikasi berati DUBIA at Malam (memburuk) terutama pada ginjal dan susunan saraf pusat mendekati 95% sedangkan bila kondisinya membaik berarti DUBIA at Bonam tapi kemungkinan besar orang yang menderita Systemic Lupus Erythematosus prognosisnya yaitu Dubia At Malam.
Copyraight FK UMP 09 Page 19

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


f. Bagaimana kompetensi dokter pada kasus scenario ini ? Jawab : Pada scenario ini kompetensi dokter yang tepat adalah tingkat kemampuan 3a, yaitu : Mampu membuat diagnostic klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau x-ray). Dokter dapar memutuskan dan member terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relavan (bukan kasus gawat darurat).

Copyraight FK UMP 09

Page 20

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


IV. Kerangka Konsep

Reaksi autoimun

Defosit globulin

Inflamasi

Di daerah Sendi

Ulserasi lokal

folikel rambut dianggap benda asing bagi system imun tubuh

Sensitive terhadap sinar matahari

Pembuluh darah di mukosa nasalis mudah pecah

Kelainan darah

Sedang tidak terjadi

Sedang terjadi

edema jaringan subsinovial

di selaput lendir mulut terutama pada palatum durum

siklus pertumbuhan folikel rambut terganggu

ruam kulit (di daerah facialis)

Epistaksis Pansitopenia

Ptikie

Demam & Nyeri tidak timbul

Demam & Nyeri timbul

Atralgia

Stomatitis

Alopesia

Malar rash

Systemic Lupus Erythematosus

V. Hipotesis Nona S, 17 tahun, mengalami berbagai keluhan karena menderita Systemic Lupus Erythematosus.

Copyraight FK UMP 09

Page 21

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


VI. Learning Issue No Pokok Bahasan 1. Systemic Lupus Erythematosus What I know Definisi, Penyabab, Gejala What I dont know Epidemiologi, Patofisiologi, Pemeriksaan Fisik & Laboratorium, Diagnosis Banding, Diagnosis, Komplikasi, Penatalaksanaan, Prognosis 2. Demam Definisi, Penyabab, Dampak, Jenis-Jenis 3. Hidung Fisiologi Anatomi Anatomi - Text book - Internet 4. Kulit Histologi Fisiologi Fisiologi - Text book - Internet Mekanisme, Penatalaksanaan Mekanisme - Text book - Internet Patofisiologi, Pemeriksaan Fisik & Laboratorium, Penatalaksanaan I have to prove How will I learn - Text book - Internet

Copyraight FK UMP 09

Page 22

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


SINTESIS
1. Systemic Lupus Erythematosus (SLE) Definisi Lupus adalah suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan peradangan akut dan kronis bermacam-macam jaringan tubuh. Penyakit autoimun adalah penyakitpenyakit yang terjadi jika jaringan tubuh diserang oleh sistem imunnya sendiri. Sistem imun adalah sistem yang kompleks di dalam tubuh yang didisain untuk melawan agen-agen infeksi, seperti bakteri dan mikroba-mikroba asing lain. Salah satu cara sistem imun melawan infeksi adalah dengan memproduksi antibodi yang mengikat mikroba. Penderita lupus menghasilkan antibodi abnormal di dalam darahnya dimana jaringan targetnya adalah lebih ke tubuhnya sendiri daripada agen infeksi asing. Karena antibody-antibodi bersama sel-sel inflamasi dapat mempengaruhi jaringan manapun di dalam tubuh, yang berpotensi mempengaruhi berbagai area tubuh. Jika organ dalam terlibat, maka disebut systemic lupus erythematosus (SLE). Sistemik lupus erytematosus adalah penyakit otoimun kronis yang di tandai dengan berbagai antibodi yang membentuk kompleks imun dan menimbulkan inflamasi padaa berbagai organ. Oleh karena bersifat sistemik maka manifestasinya sangat luas tergantung organ yang terkena mulai dari manifestasi klinis yang ringan berupa ruam atau sampai pada manefestasi klinis yang berat misalnya lupus nefritis lupus cerebral, (lupus neuropsikiatrik) pnemonitis, perdarahan paru. Perjalanannya penyakitnya bersifat fluktuatif yang di tandai dengan periode tenang dan eksaserbasi. SLE lebih banyak di jumpai pada wanita umur antara 13-40 th dengan perbandingan perempuan : laki 9:1 diduga ada kaitan faktor hormon dengan patogenensis. Dari berbagai lapora penelitian prevalensi masing masing suku berbeda di perkirakan 15-50 kasus per 100.000 penduduk. Pada suku2 di asia diperkirakan prevalensi paling tinggi terdapat pada suku cina jepang dan Filipina

Copyraight FK UMP 09

Page 23

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


Etiologi Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Diduga faktor genetik, infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE. Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan reaksi imunologi ini akan menghasilkan antibodi secara terus menerus. Antibody ini juga berperan dalam pembentukan kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit inflamasi imun sistemik dengan kerusakkan multiorgan. Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun lainnya, sistem pertahanan tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri. Antibodi ini menyerang sel darah, organ dan jaringan tubuh, sehingga terjadi penyakit menahun. Mekanisme maupun penyebab dari penyakit autoimun ini belum sepenuhnya dimengerti tetapi diduga melibatkan faktor lingkungan dan keturunan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus adalah Infeksi, Antibiotik (terutama golongan sulfa dan penisilin), Sinar ultraviolet, Stres yang berlebihan, Obat-obatan tertentu, dan Hormon. Meskipun lupus diketahui merupakan penyakit keturunan, tetapi gen penyebabnya tidak diketahui. Penemuan terakhir menyebutkan tentang gen dari kromosom 1. Hanya 10% dari penderita yang memiliki kerabat (orang tua maupun saudara kandung) yang telah maupun akan menderita lupus. Statistik menunjukkan bahwa hanya sekitar 5% anak dari penderita lupus yang akan menderita penyakit ini. Lupus seringkali disebut sebagai penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita, meskipun 10-15 kali lebih sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal
Copyraight FK UMP 09 Page 24

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


mungkin bisa menjelaskan mengapa lupus lebih sering menyerang wanita. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi dan/atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon (terutama estrogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini. Meskipun demikian, penyebab yang pasti dari lebih tingginya angka kejadian pada wanita dan pada masa pra-menstruasi, masih belum diketahui. Berbagai gen di duga berperan pada SLE. Sehingga manifestasi klinis SLE sangat heterogen. Perbedaan gen berperan pada manifestasi SLE. HLA DR2 lebih menunjukkan gejala lupus nefritis yang menonjol, sedangkan pada HLA-DR3 lebih menunjukkan gejala muskuloskeletal.

Gejala Orang dengan SLE dapat mengalami kombinasi yang berbeda dari gejalagejala dan organ-organ yang terkena. Keluhan dan gejala tersering meliputi keletihan, demam ringan, kehilangan nafsu makan, nyeri otot, radang sendi, ulkus pada mulut dan hidung, rash di wajah butterfly rash, sensitifitas yang berlebihan thd sinar matahari (photosensitivity), peradangan selaput paru-paru (pleuritis) dan selaput jantung (pericarditis), dan sirkulasi darah yang buruk pada jari2 dan jempol kaki jika terpapar dingin (fenomena Raynaud). Komplikasi dari organ-organ yang terkena dapat menyebabkan gejala-gejala lanjut yang tergantung pada organ-organ yang terkena dan beratnya penyakit. Kebanyakan orang yang menderita SLE akan mengalami radang sendi (arthtritis) selama perjalanan penyakitnya. Arthritis pada SLE sering terdapat pembengkakan, nyeri, kekakuan, dan bahkan perubahan bentuk sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan tangan dan kaki. Kadang-kadang arthritis pada SLE dapat mirip dengan rheumatoid arthtritis (salah satu penyakit autoimun juga) Organ-organ yang lebih serius dapat mengalami peradangan seperti otak, hati dan ginjal. Sel darah putih dan faktor pembekuan darah juga dapat menurun pada SLE, dikenal dengan sebutan berturut-turut lekopeni dan trombositopeni. Lekopeni dapat meningkatkan resiko infeksi dan trombositopeni dapat meningkatkan resiko perdarahan. Peradangan otot (myositis) dapat menyebabkan nyeri otot dan kelemahan. Ini dapat menyebabkan peningkatan kadar enzim otot dalam darah. Peradangan
Copyraight FK UMP 09 Page 25

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


pembuluh darah (vasculitis) yang mensuplai oksigen ke jaringan dapat menyebabkan perlukaan pada saraf, kulit, atau organ dalam. Pembuluh darah terdiri dari arteri yang dilalui darah yang kaya akan oksigen menuju jaringan tubuh dan vena yang mengembalikan darah yang kehabisan oksigen dari jaringan ke paru-paru. Vasculitis dicirikan oleh peradangan dengan kerusakan dinding berbagai pembuluh darah. Kerusakan tersebut menghalangi sirkulasi darah dan dapat menyebabkan perlukaan pada jaringan yang seharusnya disuplai oksigennya oleh pembuluh darah tersebut. Peradangan selaput paru-paru (pleuritis) dan selaput jantung (pericarditis) dapat menyebabkan nyeri dada yang tajam. Nyeri dada tersebut diperburuk oleh batuk, menarik nafas dalam dan perubahan tertentu posisi tubuh. Otot jantung sendiri jarang mengalami peradangan (carditis). Seorang wanita muda dengan SLE mempunyai resiko yang meningkat signifikan terhadap serangan jantung akibat penyakit arteri koroner. Peradangan ginjal pada SLE dapat menyebabkan kebocoran protein ke dalam urin, retensi cairan, tekanan darah tinggi, dan bahkan gagal ginjal. Ini dapat menyebabkan keletihan berlebihan dan pembengkakan tungkai dan kaki. Dengan terjadinya gagal ginjal, mesin diperlukan untuk membersihkan darah dari racun2 yang prosesnya disebut dialisis. Terlibatnya otak dapat menyebabkan perubahan kepribadian, gangguan pikiran (psikosis), seizure, dan bahkan koma. Kerusakan saraf dapat menyebabkan mati rasa, rasa menggelenyar, dan kelemahan bagian tubuh atau ekstremitas yang terlibat. Keterlibatan otak disebut dengan lupus celebritis. Banyak orang yang menderita SLE mengalami kerontokan rambut (alopesia). Sering ini terjadi bersama-sama dengan peningkatan aktifitas penyakitnya. Kerontokan rambut dapat sebagian atau menyebar dan tampak lebih seperti penipisan rambut.

Epidemiologi Lupus Eritematosus Sistemik merupakan penyakit yang jarang terjadi. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 5 juta orang mengidap lupus eritematosus. Penyakit lupus ditemukan baik pada wanita maupun pria, tetapi wanita lebih banyak dibanding pria yaitu 9:1, umumnya pada usia 18-65 tahun tetapi paling
Copyraight FK UMP 09 Page 26

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


sering antara usia 25-45 tahun, walaupun dapat juga dijumpai pada anak usia 10 tahun. Insidensi lupus tidak diketahui, tetapi bervariasi menurut lokasi dan etnis. Tingkat prevalensi 4-250/100, 000 telah dilaporkan, dengan penurunan prevalensi putih dibandingkan dengan penduduk asli Amerika, Asia, Latin, dan Amerika. Walaupun awal awitan sebelum usia 8 tahun tidak biasa, lupus telah di diagnosis selama 1 tahun kehidupan. Dominasi perempuan bervariasi dari kurang dari 4:1 sebelum pubertas ke 8:1 sesudahnya. Insidens LES pada anak secara keseluruhan mengalami peningkatan, sekitar 15-17%. Penyakit LES jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun dan menjelang remaja. Perempuan lebih sering terkena dibanding laki-laki, dan rasio tersebut juga meningkat seiring dengan pertambahan usia. Prevalensi penyakit LES di kalangan penduduk berkulit hitam ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk berkulit putih. SLE ditemukan lebih banyak pada wanita keturunan ras Afrika-Amerika, Asia, Hispanik, dan dipengaruhi faktor sosioekonomi. Sebuah penelitian epidemiologi melaporkan insidensi rata-rata pada pria ras kaukasia yaitu 0,3-0,9 (per 100.000 orang per tahun); 0,7-2,5 pada pria keturunan ras Afrika-Amerika; 2,5-3,9 pada wanita ras Kaukasia; 8,1-11,4 pada wanita keturunan ras AfrikaAmerika. Menelusuri epidemiologi SLE merupakan hal yang sulit karena diagnosis dapat sukar dipahami.

Patofisiologi Ada empat faktor yang menjadi perhatian bila membahas patofisiologi SLE, yaitu : faktor genetik, lingkungan, kelainan sistem imun dan hormon. 1. Faktor genetic Faktor genetic memegang peranan pada banyak penderita lupus dengan resiko yang meningkat pada saudara kandung dan kembar monozigot. Studi lain mengenai faktor genetik ini yaitu studi yang berhubungan dengan HLA (Human Leucocyte Antigens) yang mendukung konsep bahwa gen MHC (Major Histocompatibility Complex) mengatur produksi autoantibodi spesifik. Penderita lupus (kira-kira 6%) mewarisi defisiensi komponen komplemen, seperti C2,C4, atau C1q dan imunoglobulin (IgA), atau kecenderungan jenis fenotip HLA (Copyraight FK UMP 09 Page 27

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


DR2 dan -DR3). Faktor imunopatogenik yang berperan dalam LES bersifat multipel, kompleks dan interaktif. Kekurangan komplemen dapat merusak pelepasan sirkulasi kompleks imun oleh sistem fagositosit mononuklear, sehingga membantu terjadinya deposisi jaringan. Defisiensi C1q menyebabkan fagositis gagal membersihkan sel apoptosis, sehingga komponen nuklear akan menimbulkan respon imun. 2. Faktor lingkungan Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti radiasi ultra violet, obat-obatan, virus. Sinar UV mengarah pada self-immunity dan hilang toleransi karena menyebabkan apoptosis keratinosit. Selain itu sinar UV menyebabkan pelepasan mediator imun pada penderita lupus, dan memegang peranan dalam fase induksi yanng secara langsung merubah sel DNA, serta mempengaruhi sel imunoregulator yang bila normal membantu menekan terjadinya kelainan pada inflamasi kulit. Pengaruh obat memberikan gambaran bervariasi pada penderita lupus, yaitu meningkatkan apoptosis keratinosit. Faktor lingkungan lain yaitu peranan agen infeksius terutama virus rubella, sitomegalovirus, dapat mempengaruhi ekspresi sel permukaan dan apoptosis. 3. Faktor imunologis Selama ini dinyatakan bahwa hiperaktivitas sel limfosit B menjadi dasar dari pathogenesis lupus eritematosus sistemik. Beberapa autoantibodi ini secara langsung bersifat patogen termasuk dsDNA (double-stranded DNA), yang berperan dalam membentuk kompleks imun yang kemudian merusak jaringan. Selama perjalanan penyakit lupus tubuh membuat beberapa jenis autoantibodi terhadap berbagai antigen diri. Di antara berbagai jenis autoantibodi yang paling sering dijumpai pada penderita lupus adalah antibodi antinuklear (autoantibodi terhadap DNA, RNA, nukleoprotein, kompleks protein-asam nukleat). Umumnya titer antiDNA mempunyai korelasi dengan aktivitas penyakit lupus. Beberapa antibodi antinuklear mempunyai aksi patologis direk, yaitu bersifat sitotoksik dengan mengaktifkan komplemen, tetapi dapat juga dengan mempermudah destruksi sel sebagai perantara bagi sel makrofag yang mempunyai reseptor Fc imunoglobulin. Contoh klinis mekanisme terakhir ini
Copyraight FK UMP 09 Page 28

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


terlihat sebagai sitopenia autoimun. Ada pula autoantibodi tertentu yang bersifat membahayakan karena dapat berinteraksi dengan substansi

antikoagulasi, diantaranya antiprotrombin, sehingga dapat terjadi trombosis disertai perdarahan. Antibodi antinuklear telah dikenal pula sebagai pembentuk kompleks imun yang sangat berperan sebagai penyebab vaskulitis. Autoantibodi pada lupus tidak selalu berperan pada patogenesis ataupun bernilai sebagai petanda imunologik penyakit lupus. Antibodi antinuklear dapat ditemukan pada bukan penderita lupus, atau juga dalam darah bayi sehat dari seorang ibu penderita lupus. Selain itu diketahui pula bahwa penyakit lupus ternyata tak dapat ditularkan secara pasif dengan serum penderita lupus. Adanya keterlibatan kompleks imun dalam patogenesis LES didasarkan pada adanya kompleks imun pada serum dan jaringan yang terkena (glomerulus renal, tautan dermis-epidermis, pleksus koroid) dan aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan hipokomplemenemia selama fase aktif dan adanya produk aktivasi komplemen. Beberapa kompleks imun terbentuk di sirkulasi dan terdeposit di jaringan, beberapa terbentuk insitu (suatu mekanisme yang sering terjadi pada antigen dengan afinitas tinggi, seperti dsDNA). Komponen C1q dapat terikat langsung pada dsDNA dan menyebabkan aktivasi komplemen tanpa bantuan autoantibodi. 4. Hormon Meskipun hormon steroid (sex hormone) tidak menyebabkan LES, namun mempunyai peran penting dalam predisposisi dan derajat keparahan penyakit. Penyakit LES terutama terjadi pada perempuan antara menars dan menopause, diikuti anak-anak dan setelah menopause. Namun, studi oleh Cooper menyatakan bahwa menars yang terlambat dan menopause dini juga dapat mendapat LES, yang menandakan bahwa pajanan estrogen yang lebih lama bukan risiko terbesar untuk mendapat LES. Adanya defisiensi relatif hormon androgen dan peningkatan hormon estrogen merupakan karakteristik pada LES. Anak-anak dengan LES juga mempunyai kadar hormon FSH (Follicle-stimulating hormone), LH (Luteinizing hormone) dan prolaktin meningkat. Pada perempuan dengan LES, juga terdapat peningkatan kadar 16 alfa hidroksiestron dan estriol. Frekuensi LES meningkat saat kehamilan trimester ketiga dan postpartum. Pada hewan percobaan hormon
Copyraight FK UMP 09 Page 29

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


androgen akan menghambat perkembangan penyakit lupus pada hewan betina, sedangkan kastrasi prapubertas akan mempertinggi angka kematian penderita jantan.

Pemeriksaan Fisik & Laboratorium Pemeriksaan fisik untuk SLE dapat dilakukan dengan melihat gejala-gejala yang timbul dan beberapa cara lain, yang paling penting adalah pemeriksaan vital signnya terlebih dahulu. Ada beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu dokter untuk membuat diagnosa SLE, antara lain : 1. Pemeriksaan anti-nuclear antibodi (ANA), yaitu pemeriksaan untuk

menentukan apakah auto-antibodi terhadap inti sel sering muncul di dalam darah. 2. Pemeriksaan anti ds DNA ( Anti double stranded DNA ), yaitu untuk menentukan apakah pasien memiliki antibodi terhadap materi genetik di dalam sel. 3. Pemeriksaan anti-Sm antibody, yaitu untuk menentukan apakah ada antibodi terhadap Sm (protein yang ditemukan dalam sel protein inti). 4. Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan immune complexes (kekebalan) di dalam darah 5. Pemeriksaan untuk menguji tingkat total dari serum complement (kelompok protein yang dapat terjadi pada reaksi kekebalan) dan pemeriksaan untuk menilai tingkat spesifik dari C3 dan C4 dua jenis protein dari kelompok pemeriksaan ini. 6. Pemeriksaan sel LE (LE cell prep), yaitu pemeriksaan darah untuk mencari keberadaan jenis sel tertentu yang dipengaruhi membesarnya antibodi terhadap lapisan inti sel lain pemeriksaan ini jarang digunakan jika dibandingkan dengan pemeriksaan ANA, karena pemeriksaan ANA lebih peka untuk mendeteksi penyakit Lupus dibandingkan dengan LE cell prep. 7. Pemeriksaan darah lengkap, leukosit, thrombosit 8. Urine Rutin 9. Antibodi Antiphospholipid 10. Biopsy Kulit 11. Biopsy Ginjal
Copyraight FK UMP 09 Page 30

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


Hasil pemeriksaan ANA positif pada hampir semua pasien dengan sistemik lupus dan ini merupakan pemeriksaan diagnosa terbaik yang ada saat ini untuk mengenali sistemik lupus. Hasil pemeriksaan ANA negatif merupakan bukti kuat bahwa lupus bukanlah penyebab sakitnya orang tersebut --- walaupun sangat jarang terjadi dimana SLE muncul tanpa ditemukannya ANA. Kemungkinan seseorang mempunyai pemeriksaan ANA positif akan meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pola dari hasil pemeriksaan ANA sangat membantu dalam menentukan jenis penyakit auto imun yang muncul dan menentukan program pengobatan seperti apa yang cocok bagi seorang pasien Lupus. Hasil pemeriksaan ANA bisa positif pada banyak keadaan, oleh karena itu dalam pemeriksaan ANA harus di dukung dengan catatan kesehatan pasien serta gejala-gejala klinis lainnya. Karena itu apabila hasil tes laboratorium ANA positif (hanya ANA saja) tidak cukup untuk mendiagnosa lupus. Lain halnya jika ANA negatif merupakan bantahan terhadap lupus akan tetapi tidak sepenuhnya mengesampingkan adanya penyakit tersebut.

Diagnosis Banding Penyakit yang dapat mirip dengan SLE adalah artritis rematoid; berbagai bentuk dermatitis; penyakit neurologik, misalnya epilepsi, sklerosis multiple, dan gangguan psikiatrik; dan penyakit hematologik, misalnya purpura trombositopenik idiopatik. Banyak penyakit autoimun memiliki gambaran yang tumpang tindih sehingga sulit dilakukan klarifikasi pasti. Penyakit jaringan ikat campuran memiliki gambaran SLE, artritis rematoid, polimiositis, dan skleroderma, disertai titer antibodi anti-RNP yang tinggi; pasien memperlihatkan insidensi nefritis dan penyakit SSP rendah, juga memperlihatkan insidensi gangguan paru dan perkembangan menjadi skleroderma yang tinggi.

Diagnosis Kriteria untuk klasifikasi SLE dari American Rheumatism Association (ARA, 1992). Seorang pasien diklasifikasikan menderita SLE apabila memenuhi minimal 4 dari 11 butir kriteria dibawah ini :

Copyraight FK UMP 09

Page 31

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


1. Artritis, arthritis nonerosif pada dua atau lebih sendi perifer disertai rasa nyeri, bengkak, atau efusi dimana tulang di sekitar persendian tidak mengalami kerusakan 2. Tes ANA diatas titer normal = Jumlah ANA yang abnormal ditemukan dengan immunofluoroscence atau pemeriksaan serupa jika diketahui tidak ada pemberian obat yang dapat memicu ANA sebelumnya 3. Bercak Malar / Malar Rash (Butterfly rash) = Adanya eritema berbatas tegas, datar, atau berelevasi pada wilayah pipi sekitar hidung (wilayah malar) 4. Fotosensitif bercak reaksi sinar matahari = peka terhadap sinar UV / matahari, menyebabkan pembentukan atau semakin memburuknya ruam kulit 5. Bercak diskoid = Ruam pada kulit 6. Salah satu Kelainan darah; - anemia hemolitik, - Leukosit < 4000/mm, - Limfosit<1500/mm, - Trombosit <100.000/mm 7. Salah satu Kelainan Ginjal; - Proteinuria > 0,5 g / 24 jam, - Sedimen seluler = adanya elemen abnormal dalam air kemih yang berasal dari sel darah merah/putih maupun sel tubulus ginjal 8. Salah satu Serositis : - Pleuritis, - Perikarditis 9. Salah satu kelainan Neurologis; - Konvulsi / kejang, - Psikosis 10. Ulser Mulut, Termasuk ulkus oral dan nasofaring yang dapat ditemukan
Copyraight FK UMP 09 Page 32

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


11. Salah satu Kelainan Imunologi - Sel LE+ - Anti dsDNA diatas titer normal - Anti Sm (Smith) diatas titer normal - Tes serologi sifilis positif palsu

Komplikasi Pada umunya komplikasi yang ditimbulkan oleh SLE adalah - Artritis rheumatoid - Endokarditis - Septikemia - Reaksi terhadap obat - Limfoma - Leukemia - Trombotik trombositopenik purpura - Sarkoidosis - Lues II - Sepsis bacterial Dan pada anak-anak komplikasi yang ditimbulkan oleh SLE adalah
-

Hipertensi (41%) Gangguan pertumbuhan (38%) Gangguan paru-paru kronik (31%) Abnormalitas mata (31%) Kerusakan ginjal permanen (25%) Gejala neuropsikiatri (22%) Kerusakan muskuloskeleta (9%) Gangguan fungsi gonad (3%).

Penatalaksanaan Obat-obat yang sering digunakan pada penderita SLE 1. Kortiko-steroid : Prednison dosis harian (1 mg/kg/hari); prednison dosis
Copyraight FK UMP 09 Page 33

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


alternate yang lebih tinggi (5 mg/kg/hari, tak lebih 150-250 mg); prednison dosis rendah harian (0.5 mg/kg)/hari yg digunakan bersama methylprednisolone dosis tinggi intermitten (30 mg/kg/dosis, maksimum mg) per minggu. 2. Obat imuno-supresif : Siklofosfamid 500-750 mg/m2 IV 3 kali sehari selama 3 minggu. maksimal 1 g/m2. Harus diberikan IV dengan infus terpasang, dan dimonitor. Monitor lekosit pada 8-14 hari mengikuti setiap dosis (lekosit dimaintenance > 2000-3000/mm3). Azathioprine 1-3 mg/kg/hari PO 4 kali sehari. 3. Non-steroidal anti-inflam-matory drugs (NSAIDs) Naproxen 7-20 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis maks 500-1000 mg/hari Tolmetin 15-30 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis maks 1200-1800 mg/hari Diclofenac < 12 tahun : tak dianjurkan > 12 tahun : 2-3 mg/kg/hari PO digagi 2 dosis maksimal 100-200 mg/hari 5. Suplemen Kalsium dan vitamin D Kalsium karbonat < 6 bulan : 360 mg/hari 6-12 bulan : 540 mg/hari 1-10 bulan : 800 mg/hari 11-18 bulan : 1200 mg/hari Calcifediol < 30 kilogram : 20 mcg PO 3 kali/minggu > 30 kilogram : 50 mcg PO 3 kali/minggu 6. Anti-hipertensi Nifedipin 0.25-0.5 mg/kg/dosis PO dosis awal, tak lebih dari 10 mg, diulang tiap 4-8 jam. Enalapril 0.1 mg/kg/hari PO 4 kali sehari atau 2 kali sehari bisa ditingkatkan bila perlu, maksimum 0.5 mg/kg/hari Propranolol 0.5-1 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis, dapat ditingkatkan bertahap dalam 3-7 hari dengan dosis biasa 1-5 mg/kg/hari 2,3,4

Copyraight FK UMP 09

Page 34

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


Prognosis Prognosis lupus sangat tergabtung pada organ yang terlibat, bila organ yang vital yang terlibat maka mortalitasnya sangat tinggi. Tetapi dengan kemajuan pengobatan lupus, mortalitas ini jauh lebih baik di banding pada 2-3 dekade lalu. Beberapa tahun terakhir ini prognosis penderita lupus semakin membaik, banyak penderita yang menunjukkan penyakit yang ringan. Wanita penderita

lupus yang hamil dapat bertahan dengan aman sampai melahirkan bayi yang normal, tidak ditemukan penyakit ginjal ataupun jantung yang berat dan penyakitnya dapat dikendalikan. Angka harapan hidup 10 tahun meningkat sampai 85%. Prognosis yang paling buruk ditemukan pada penderita yang mengalami kelainan otak, paru-paru, jantung dan ginjal yang berat. SLE memiliki angka survival untuk masa 10 tahun sebesar 90%. Penyebab kematian dapat langsung akibat penyakit lupus, yaitu karena gagal ginjal, hipertensi maligna, kerusakan SSP, perikarditis, sitopenia autoimun. Data dari beberapa penelitian tahun 1950-1960, menunjukkan 5-year survival rates sebesar 17.5%-69%. Sedangkan tahun 1980-1990, 5-year survival rates sebesar 83%-93%. Beberapa peneliti melaporkan bahwa 76%-85% pasien LES dapat hidup selama 10 tahun, sebesar 88% dari pasien mengalami sedikitnya cacat dalam beberapa organ tubuhnya secara jangka panjang dan menetap.

Copyraight FK UMP 09

Page 35

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


2. Demam Demam adalah symptom (gejala) umum jika terserang sakit. Demam atau dalam bahasa medis disebut dengan febris merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan suhu tubuh, dimana suhu tersebut melebihi dari suhu tubuh normal. Suhu tubuh kita diatur oleh sebuah mesin khusus pengatur suhu yang terletak di otak tepatnya di bagian hipotalamus tepatnya dibagian pre optik anterior (pre = sebelum, anterior). Hipotalamus sendiri merupakan bagian dari diencephalon yang merupakan bagian dari otak depan kita (prosencephalon). Hipotalamus dapat dikatakan sebagai mesin pengatur suhu (termostat tubuh) karena disana terdapat reseptor (penangkap, perantara) yang sangat peka terhadap suhu yang lebih dikenal dengan nama termoreseptor. Dengan adanya termorespetor ini, suhu tubuh dapat senatiasa berada dalam batas normal yakni sesuai dengan suhu inti tubuh. Suhu inti tubuh merupakan pencerminan dari kandungan panas yang ada di dalam tubuh kita. Kandungan panas didapatkan dari pemasukan panas yang berasal dari proses metabolisme makanan yang masuk ke dalam tubuh. Pada umumnya suhu inti berada dalam batas 36,5-37,5C. Dalam berbagai aktivitas sehari-hari, tubuh kita juga akan mengelurakan panas misalnya saat berolahraga. Bilamana terjadi pengeluraan panas yang lebih besar dibandingkan dengan pemasukannya, atau sebaliknya maka termostat tubuh itu akan segera bekerja guna menyeimbangkan suhu tubuh inti. Bila pemasukan panas lebih besar daripada pengeluarannya, maka termostat ini akan memerintahkan tubuh kita untuk melepaskan panas tubuh yang berlebih ke lingkungan luar tubuh salah satunya dengan mekanisme berkeringat. Dan bila pengeluaran panas melebihi pemasukan panas, maka termostat ini akan berusaha menyeimbakan suhu tersebut dengan cara memerintahkan otot-otot rangka kita untuk berkontraksi (bergerak) guna menghasilkan panas tubuh. Gerakan cepat secara tidak sadar oleh otot merupakan mekanisme dari menggigil. Contohnya, seperti saat kita berada di lingkungan pegunungan yang hawanya dingin, tanpa kita sadari tangan dan kaki kita bergemetar (menggigil). Hal ini dimaksudkan agar tubuh kita tetap hangat. Karena dengan menggigil
Copyraight FK UMP 09 Page 36

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


itulah, tubuh kita akan memproduksi panas. Hal diatas tersebut merupakan proses fisiologis (keadaan normal) yang terjadi dalam tubuh kita manakala tubuh kita mengalami perubahan suhu. Lain halnya bila tubuh mengalami proses patologis (sakit). Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya racun kedalam tubuh kita. Contoh racun yang paling mudah adalah mikroorganisme penyebab sakit. Mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin/racun tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya mikroorganisme tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya yakni dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengelurkan senjata berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya interleukin 1/ IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus (sel penyusun hipotalamus) untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat bisa keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Proses selanjutnya adalah, asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin pun berkat bantuan dan campur tangan dari enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin ternyata akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus selanjutnya akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patakan ini dikarenakan mesin tersebut merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal.

Copyraight FK UMP 09

Page 37

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ini ditujukan utuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Adanya perubahan suhu tubuh di atas normal karena memang setting hipotalamus yang mengalami gangguan oleh mekanisme di atas inilah yang disebut dengan demam atau febris. Demam yang tinggi pada nantinya akan menimbulkan manifestasi klinik (akibat) berupa kejang (umumnya dialami oleh bayi atau anak-anak yang disebut dengan kejang demam) Dengan memahami mekanisme sederhana dari proses terjadinya demam diatas, maka salah satu tindakan pengobatan yang sering kita lakukan adalah mengompres kepala dan meminum obat penurun panas misal yang sangat familiar adalah parasetamol. Proses kehilangan panas melalui kulit dimungkinkan karena panas diedarkan melalui pembuluh darah dan juga disuplai langsung ke fleksus arteri kecil melalui anastomosis arteriovenosa yang mengandung banyak otot. Kecepatan aliran dalam fleksus arteriovenosa yang cukup tinggi (kadang mencapai 30% total curah jantung) akan menyebabkan konduksi panas dari inti tubuh ke kulit menjadi sangat efisien. Dengan demikian, kulit merupakan radiator panas yang efektif untuk keseimbangan suhu tubuh.

Tipe Tipe Demam 1. Demam Septik Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik. 2. Demam Remiten Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septic.

Copyraight FK UMP 09

Page 38

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


3. Demam Intermiten Pada demam intermiten, suhu bdan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam sehari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua kali sehari disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam di antara dua serangan demam disebut kuartana. 4. Demam Kontinyu Pada tipe demam kontinyu, variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia. 5. Demam Siklik Pada tipe demam siklik, terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti lagi oleh kenaikan suhunseperti semula.

Copyraight FK UMP 09

Page 39

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


3. Hidung Anatomi

1. Hidung Luar Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah, yaitu Pangkal hidung (bridge), Dorsum nasi, Puncak hidung, Ala nasi, Kolumela, dan Lubang hidung (nares anterior) Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M. Nasalis pars allaris. Kerja otot otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar dan menyempit. Batas atas nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar), antara radiks sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh Superior : os frontal, os nasal, os maksila dan Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor dan kartilago alaris minor. Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior menjadi fleksibel. Dan terdapat pembuluh darah, di antaranya adalah A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari A. Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna), A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang

Copyraight FK UMP 09

Page 40

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


dari A. Maksilaris interna, cabang dari A. Karotis interna), dan A. Angularis (cabang dari A. Fasialis) Adapun pensarafannya, yaitu Cabang dari N. Oftalmikus (N.

Supratroklearis, N. Infratroklearis), Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior) 2. Cavum Nasi Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum nasi ini berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa kranial medial. Adapun pembuluh darah yang terdapat di di dalamnya, yaitu Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah A.sfenopalatina yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale anterior yang merupakan cabang dari A. Oftalmika. Vena tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa yang berjalan bersama sama arteri. Dan juga ada saraf yang mensarafinya, yaitu Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus yaitu N. Etmoidalis anterior dan Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion pterigopalatinum masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian menjadi N. Palatina mayor menjadi N. Sfenopalatinus. 3. Mukosa Hidung Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang kadang terjadi metaplasia menjadi sel epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel goblet.
Copyraight FK UMP 09 Page 41

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat obatan. Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan. Fisiologi hidung 1. Sebagai jalan nafas Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring. 2. Pengatur kondisi udara (air conditioning) Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk

mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara : a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya. b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang

Copyraight FK UMP 09

Page 42

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C. 3. Sebagai penyaring dan pelindung Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan dilakukan oleh : a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi b. Silia c. Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia. d. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lysozime. 4. Indra penghirup Hidung juga bekerja sebagai indra penghirup dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat. 5. Resonansi suara Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau. 6. Proses bicara Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran udara. 7. Refleks nasal Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

Copyraight FK UMP 09

Page 43

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


4. Kulit Integumen atau kulit merupakan jaringan yang menutupi permukaan tubuh, yang terdiri atas 2 lapisan, yaitu epidermis dan dermis. Epidermis berasal dari ectoderm dan dermis berasal dari mesoderm. Dibawah kulit terdapat lapisan jaringan pengikat yang lebih longgar disebut hypodermis yang pada beberapa tempat banyak mengandung jaringan lemak. Pada beberapa tempat kulit melanjutkan menjadi tunica mucosa dengan suatu perbatasan kulit-mukosa (mucocutaneus junction). Perbatasan tersebut dapat ditemukan pada bibir, lubang hidung, vulva, preputium, dan anus.Kulit merupakan bagian dari tubuh yang meliputi daerah luas dengan berat sekitar 16% dari berat tubuh. Fungsi kulit selain menutupi tubuh, juga mempunyai beberapa fungsi lain; maka selain struktur epitel dan jaringan pengikat tersebut masih dilengkapi bangunan tambahan yang disebut apendix kulit, dimana meliputi : glandula sudorifera (kelenjar keringat), glandula sebacea (kelenjar minyak), folikel rambut, dan kuku. Permukaan bebas kulit tidaklah halus, tetapi ditandai adanya alur alur halus yang membentuk pola tertentu yang berbeda pada berbagai tempat. Demikian pula permukaan antara epidermis dan dermis tidak rata karena adanya tonjolan tonjolan jaringan pengikat ke arah epidermis. Walaupun batas antara epidermis dengan jaringan pengikat /corium dibawahnya jelas, tetapi serabut jaringan pengikat tersebut akan bersatu dengan serabut jaringan pengikat di bawah kulit. Ketebalan kulit tidaklah sama pada berbagai bagian tubuh. Tebalnya kulit tersebut dapat disebabkan karena ketebalan dua bagian kulit atau salah satu bagian kulit. Misalnya pada daerah intraskapuler kulitnya sangat tebal sampai lebih dari 0,5 cm, sedangkan di kelopak mata hanya setebal 0,5 mm. Rata rata tebal kulit adalah 1-2 mm. Berdasarkan gambaran morfologis dan ketebalan epidermis, kulit dibagi menjadi kulit tebal dan kulit tipis

Copyraight FK UMP 09

Page 44

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


KULIT TEBAL Kulit tebal ini terdapat pada vola manus dan planta pedis yang tidak memiliki folikel rambut. Pada permukaan kulit tampak garis yang menonjol dinamakan crista cutis yang dipisahkan oleh alur alur dinamakan sulcus cutis. Pada mulanya cutis tadi mengikuti tonjolan corium di bawahnya tetapi kemudian dari epidermis sendiri terjadi tonjolan ke bawah sehingga terbentuklah papilla corii yang dipisahkan oleh tonjolan epidermis. Pada tonjolan epidermis antara dua papilla corii akan berjalan ductus excretorius glandula sudorifera untuk menembus epidermis

Epidermis Dalam epidermis terdapat dua sistem : 1. Sistem malpighi, bagian epidermis yang sel selnya akan mengalami keratinisasi. 2. Sistem pigmentasi, yang berasal dari crista neuralis dan akan memberikan melanosit untuk sintesa melanin. Disamping sel sel yang termasuk dua sistem tersebut terdapat sel lain, yaitu sel Langerhans dan sel Markel yang belum jelas fungsinya.

Copyraight FK UMP 09

Page 45

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


Pada epidermis dapat dibedakan 5 stratum, yaitu: 1. Stratum basale Lapisan ini disebut pula sebagai stratum pigmentosum atau strarum germinativum karena paling banyak tampak adanya mitosis sel-sel. Selsel lapisan ini berbatasan dengan jaringan pengikat corium dan berbentuk silindris atau kuboid. Di dalam sitoplasmanya terdapat butir butir pigmen. 2. Stratum spinosum Lapisan ini bersama dengan stratum basale disebut pula stratum malpighi atau stratum germinativum karena sel selnya menunjukkan adanya mitosis sel. Sel sel dari stratum basale akan mendorong sel sel di atasnya dan berubah menjadi polihedral. Sratum spinosum ini terdiri atas beberapa lapisan sel sel yang berbentuk polihedral dan pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya pada tepi sel menunjukkan tonjolan tonjolan seperti duri duri. Semula tonjolan tonjolan tersebut disangka sebagai jembatan interseluler dengan di dalamnya terdapat tonofibril yang menghubungkan dari sel yang satu ke sel yang lain. 3. Stratum granulosum Lapisan ini terdiri atas 2-4 sel yang tebalnya di atas stratum spinosum. Bentuk sel seperti belah ketupat yang memanjang sejajar permukaan. Sel yang terdalam berbentuk seperti sel pada strarum spinosum hanya didalamnya mengandung butir butir. Butir butir yang terdapat sitoplasma lebih terwarna dengan hematoxylin (butir butir keratohialin) yang dapat dikelirukan dengan pigmen. Adanya butir butir keratohyalin semula diduga berhubungan dengan proses keratinisasi, tetapi tidak selalu dijumpai dalam proses tersebut, misalnya pada kuku. Makin ke arah permukaan butir butir keratin makin bertambah disertai inti sel pecah atau larut sama sekali, sehingga sel-sel pada stratum granulosum sudah dalam keadaan mati. 4. Stratum lucidum Tampak sebagai garis bergelombang yang jernih antara stratum granulosum dan stratum corneum. Terdiri atas beberapa lapisan sel yang

Copyraight FK UMP 09

Page 46

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


telah gepeng tersusun sangat padat. Bagian yang jernih ini mengandung zat eleidin yang diduga merupakan hasil dari keratohialin. 5. Stratum Korneum Pada vola manus dan planta pedis, lapisan ini sangat tebal yang terdiri atas banyak sekali lapisan sel sel gepeng yang telah mengalami kornifikasi atau keratinisasi. Hubungan antara sel sebagai duri duri pada stratum spinosum sudah tidak tampak lagi. Pada permukaan, lapisan tersebut akan mengelupas (desquamatio) kadang-kadang disebut sebagai stratum disjunctivum

Dermis Terdiri atas 2 lapisan yang tidak begitu jelas batasnya, yaitu : 1. Stratum papilare Merupakan lapisan tipis jaringan pengikat di bawah epidermis yang membentuk papilla corii. Jaringan tersebut terdiri atas sel sel yang terdapat pada jaringan pengikat longgar dengan serabut kolagen halus. 2. Stratum reticulare Lapisan ini terdiri atas jaringan pengikat yang mengandung serabut serabut kolagen kasar yang jalannya simpang siur tetapi selalu sejajar dengan permukaan. Di dalamnya selain terdapat sel sel jaringan pengikat terdapat pula sel khromatofor yang di dalamnya mangandung
Copyraight FK UMP 09 Page 47

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


butir-butir pigmen. Di bawah stratum reticulare terdapat subcutis yang mengandung glandula sudorifera yang akan bermuara pada epidermis serta banyak kapiler darah yang kecil dan halus. KULIT TIPIS Menutupi seluruh bagian tubuh kecuali vola manus dan planta pedis yang merupakan kulit tebal. Epidermisnya tipis, sedangkan ketebalan kulitnya

tergantung dari daerah di tubuh. Pada dasarnya memiliki susunan yang sama dengan kulit tebal, hanya terdapat beberapa perbedaan : Epidermis sangat tipis,terutama stratum spinosum menipis. Stratum granulosum tidak merupakan lapisan yang kontinyu. Tidak terdapat stratum lucidium. Stratum corneum sangat tipis. Papila corii tidak teratur susunannya. Lebih sedikit adanya glandula sudorifera. Terdapat folikel rambut dan glandula sebacea. Subkutis merupakan jaringan pengikat longgar sebagai lanjutan dari dermis. Demikian pula serabut-serabut kolagen dan elastisnya melanjutkan ke dalam dermis.Pada daerah-daerah tertentu terdapat jaringan lemak yang tebal sampai mencapai 3cm atau lebih,misalnya pada perut. Didalam subcutis terdapat anyaman pembuluh dan syaraf. Epidermis tidak mengandung pembuluh darah,hingga nutrisinya diduga berasal dari jaringat pengikat di bawahnya dengan jalan difusi melui cairan jaringan yang terdapat dalam celah-celah di antara sel-sel stratum Malphigi. Dengan M.E sel-sel dalam stratum Malphigi banyak mengandung ribosom bebas dan sedikit granular endoplasmic reticulum.Mitokhondria dan kompleks Golgi sangat jarang.Tonofilamen yang terhimpun dalam berkas sebagai tonofibril didalam sel daerah basal masih tidak begitu pada susunannya.
Copyraight FK UMP 09 Page 48

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


Di dalam stratum spinosum lapisan teratas, terdapat butir-butir yang di sekresikan dan nembentuk lapisan yang menyelubungi membran sel yang dikenal sebagai butir-butir selubung membran atau keratinosum dan mengandung enzim fosfatase asam di duga terlibat dalam pengelupasan stratum corneum. Sel-sel yang menyusun stratum granulosum berbeda dalam selain dalam bentuknya juga karena didalam sitoplasmanya terdapat butir-butir sebesar 1-5 mikron di antara berkas tonofilamen,yang sesuai dengan butir-butir keratohialin dalam sediaan dasar. Sel-sel dalam stratum lucidium tampak lebih panjang,inti dan organelanya sudah hilang, dan keratohialin sudah tidak tampak lagi. Sel-sel epidermis yang terdorong ke atas akan kehilangan bentuk tonjolan tetapi tetap memiliki desmosom. Warna kulit sebagai hasil dari 3 komponen : - Kuning disebabkan karena karoten - Biru kemerah-merahan karena oksihemoglobin - Coklat sampai hitam karena melanin. Hanya melanin yang dibentuk di kulit. Melanin mempunyai tonjolan-tonjolan yang terdapat di stratum Malphigi yang dinamakan melanosit.Melanosit terdapat pada perbatasan epidermis-epidermis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasmatis yang berisi butir-butir ,melanin menjalar di antara sel Malphigi.melanosit tidak mamiliki desmosom dengan sel-sel Malphigi. Jumlah melanosit pada beberapa tempat berlipat seperti misalnya di dapat pada genital,mulut,dan sebagainya. Warna kulit manusia tergantung dari jumlah pigmen yang dihasilkan oleh melanosit dan jumlah yang di pindahkan ke keratinosit. Butir-butir melanin dibentuk dalam bangunan khusus dalam sel yang dinamakan melanosom.Melanosom berbentuk ovoid dengan ukuran sekitar 0,2-0,6 mikron. Apabila dalam epidermis tidak ditemukan melanin akan menyebabkan albino. Melanin di duga berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap pengaruh sinar ultraviolet. Melanin juga dapat ditemukan pada retina dan dalam melanosit dan melanofor pada dermis.

Copyraight FK UMP 09

Page 49

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


Sel Langerhans berbentuk bintang terutama ditemukan dalam stratum spinosum dari epidermis. Sel langerhans merupakan makrofag turunan sumsum tulang yang mampu mengikat, mengolah, dam menyajikan antigen kepada limfosit T, yang berperan dalam perangsangan sel limfosit T. Sel Merkel bentuknya mirip dengan keratinosit yang juga memiliki desmosom biasanya terdapat dalam kulit tebal telapak tangan dan kaki.juga terdapat di daerah dekat anyaman pembuluh darah dan serabut syaraf. Berfungsi sebagai penerima rangsang sensoris. Hubungan antara Epidermis dan Dermis adalah Epidermis melekat erat pada dermis dibawahnya karena beberapa hal: Adanya papila corii Adanya tonjolan-tonjolan sel basal kedalam dermis Serabut-serabut kolagen dalam dermis yang berhubungan erat dengan sel basal epidermis. APENDIKS KULIT Glandula Sudorifera Bentuk kelenjar keringat ini tubuler simpleks. Banyak terdapat pada kulit tebal terutama pada telapak tangan dan kaki tiap kelenjar terdiri atas pars sekretoria dan ductus ekskretorius. Pars secretoria terdapat pada subcutis dibawah dermis. Bentuk tubuler dengan bergelung-gelung ujungnya. Tersusun oleh epitel kuboid atau silindris selapis. Kadang-kadang dalam sitoplasma selnya tampak vakuola dan butir-butir pigmen. Di luar sel epitel tampak sel-sel fusiform seperti otot-otot polos yang bercabang-cabang dinamakan: sel mio-epitilial yang diduga dapat berkontraksi untuk membantu pengeluaran keringat kedalam duktus ekskretorius Ductus ekskretorius lumennya sempit dan dibentuk oleh epitel kuboid berlapis dua. Kelenjar keringat ini bersifat merokrin sebagai derivat kelenjar keringat yang bersifat apokrin ialah: glandula axillaris, glandula circumanale, glandula mammae dan glandula areolaris Montogomery.

Copyraight FK UMP 09

Page 50

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


Glandula Sebacea Kelenjar ini bermuara pada leher folikel rambut dan sekret yang dihasilkan berlemak (sebum), yang berguna untuk meminyaki rambut dan permukaan kulit. Glandula ini bersifat holokrin. Glandula sebacea biasanya disertai dengan folikel rambut kecuali pada palpebra, papila mammae, labia minora hanya terdapat glandula sebacea tanpa folikel rambut. Rambut Rambut merupakan struktur berkeratin panjang yang berasal dari invaginasi epitel epidermis. Rambut ditemukan diseluruh tubuh kecuali pada telapak tangan, telapak kaki, bibir, glans penis, klitoris rambut dan pada labia daerah-

minora.pertumbuhan

daerah tubuh seperti kulit kepala, muka, dan pubis sangat dipengaruhi tidak saja oleh hormon kelamin-terutama androgen-tetapi juga oleh hormon adrenal dan hormon tiroid. Setiap rambut berkembang dari sebuah invaginasi epidermal, yaitu folikel rambut yang selama masa pertumbuhannya mempunyai pelebaran pada ujung disebut bulbus rambut. Pada dasar bulbus rambut dapat dilihat papila dermis. Papila dermis mengandung jalinan kapiler yang vital bagi kelangsungan hidup folikel rambut. Pada jenis rambut kasar tertentu, sel-sel bagian pusat akar rambut pada puncak papila dermis menghasilkan sel-sel besar, bervakuola, cukup berkeratin yang akan membentuk medula rambut. Sel-sel yang terletak sekitar bagian pusat dari akar rambut membelah dan berkembang menjadi sel-sel fusiform berkelompok padat yang berkeratin banyak, yang akan membentuk korteks rambut. Lebih ke tepi terdapat sel-sel yang menghasilkan kutikula rambut, sel-sel paling luar menghasilkan sarung akar rambut dalam. Yang memisahkan folikel rambut dari
Copyraight FK UMP 09 Page 51

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7


dermis ialah lapisan hialin nonseluler, yaitu membran seperti kaca (glassy membrane), yang merupakan lamina basalis yang menebal. Sarung akar rambut dalam ini memiliki 3 lapisan, pertama cuticula ranbut yang terdiri atas lapisan tipis bangunan sebagai sisik dari bahan keratin yang tersusun dengan bagian yang bebas kearah papilla rambut. Lapisan kedua yaitu lapisan Huxley yang terdiri atas sel-sel yang saling beruhubungan erat. Dibagian dekat papila terlihat butir-butir trikhohialin di dalamnya yang makin keatas makin berubah menjadi keratin seperti corneum epidermis. Lapisan ketiga adalah lapisan Henle yang terdiri atas satu lapisan sel yang memanjang yang telah mengalami keratinisasi dan erat hubungannya satu sama lain dan berhubungan erat dengan selubung akar luar.selubung akar luar berhubungan langsung dengan sel epidermis dan dekat permukaan sarung akar rambut luar memiliki semua lapisan epidermis. Muskulus arektor pili tersusun miring, dan kontraksinya akan menegakan batang rambut. kontraksi otot ini dapat disebabkan oleh suhu udara yang dingin, ketakutan ataupun kemarahan. Kontraksi muskulus arektor pili juga menimbulkan lekukan pada kulit tempat otot ini melekat pada dermis, sehingga menimbulkan apa yang disebut tegaknya bulu roma. Sedangkan warna rambut disebabkan oleh aktivitas melanosit yang menghasilkan pigmen dalam sel-sel medula dan korteks batang rambut. Melanosit ini menghasilkan dan memindahkan melanin ke sel-sel epitel melalui mekanisme yang serupa dengan yang dibahas bagi epidermis.

Copyraight FK UMP 09

Page 52

Laporan Tutorial 6 Skenario C BLOK 7 DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 1997. Standar Pelayanan Medis. Jakarta : IDI Isselbacher, dkk. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13. Jakarta : EGC Junqueira, dkk. 2007. Histologi Dasar. Jakarta : EGC Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. 2002. Jakarta : EGC Karnen, dkk. 2009. Imunologi Dasar Edisi 8. Jakarta : FK UI Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robins Vol 2 Eds 7. Jakarta : EGC Ganiswarna, dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FK UI Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta : EGC Guyton, AC, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Eds 11. Jakarta : EGC McGlynn, dkk. 1995. Diagnosis Fisik. Jakarta : EGC Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Volume 1. Jakarta : EGC Ross dan Wilson. Anatomy and Physiologi in Health and Illness . Jakarta : EGC Soedarmono, dkk. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi 2. Jakarta : FK UI Soeparman, dkk. 1987. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI Syahrurachman, dkk. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : Biranupa Aksara Wasitaatmadja, dkk. 1987. Masalah Kerontokan Rambut. Jakarta : IDI Watson, Roger. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. Jakarta : EGC

Copyraight FK UMP 09

Page 53

You might also like