You are on page 1of 54

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb. Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT. yang atas berkat rahmat dan hidayahnya maka laporan Praktikum Biologi Laut ini dapat diselesaikan tepat waktu. Sholawat teriring salam tidak lupa saya haturkan kepada Nabi Muhammad saw beserta para keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Laporan ini dibuat berdasarkan praktikum lapangan yang telah dilakukan di Pulau Tegal pada tanggal 18 sd. 19 Mei 2013. Laporan ini berisi data hasil pengamatan tentang komunitas ikan karang, terumbu karang, makrobentos, lamun dan mangrove. Pembuatan laporan disertai dengan literatur yang mendukung dan daftar pustaka untuk memudahkn pembelajaran lebih lanjut. Diharapkan dengan adanya laporan ini dapat berguna bagi mahasiswa/i yang juga mempelajari biologi laut, khusunya di Pulau Tegal. Selanjutnya saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan laporan ini, baik langsung maupun tidak langsung. Tentu saja dalam laporan ini terdapat banyak kesalahan, untuk itu saya mengucapkan maaf sebesar-sebesarnya bila terdapat kesalahan atau kurang berkenan di hati pembaca. Kritik dan saran juga ditunggu demi perbaikan ke depannya. Wassalamualaikum wr. wb. Bandar Lampung, 2 Juni 2013 Penulis

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................... i DAFTAR ISI ......... ii

BAB I. PENGAMATAN KOMUNITAS IKAN KARANG A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Tujuan B. C. ............ ......... ......

TINJAUAN PUSTAKA METODELOGI

1. Waktu dan Tempat ......... 2. Alat dan Bahan 3. Cara Kerja D. ......... .......... .........

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pengamatan 2. Pembahasan ..........

E. KESIMPULAN

..........

DAFTAR PUSTAKA ............ LAMPIRAN ........................................................................................................

BAB II. PENGAMATAN TERUMBU KARANG DENGAN METODE LINE INTERCEPT TRANSECT (LIT) A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ............ ........ ......

2. Tujuan B. C.

TINJAUAN PUSTAKA METODELOGI

1. Waktu dan Tempat ........ 2. Alat dan Bahan 3. Cara Kerja ........ .........

D.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 2. Hasil Pengamatan ........ Pembahasan ......... ........

E. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA .......... LAMPIRAN . BAB III. MAKROBENTOS A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang .......... ...... .... .................................................................................................

2. Tujuan B. C.

TINJAUAN PUSTAKA METODELOGI

1. Waktu dan Tempat ...... 2. Alat dan Bahan 3. Cara Kerja D. ...... ....... .....

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 2. Hasil Pengamatan Pembahasan ...... ......

E. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA ........ LAMPIRAN ...............................................................................................

BAB IV. LAMUN A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang .......... ...... ...

2. Tujuan B. C.

TINJAUAN PUSTAKA METODELOGI

1. Waktu dan Tempat ...... 2. Alat dan Bahan 3. Cara Kerja D. ..... ....... .....

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 2. Hasil Pengamatan Pembahasan ......

E. KESIMPULAN

......

DAFTAR PUSTAKA ........ LAMPIRAN ...............................................................................................

BAB V. KOMUNITAS MANGROVE A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Tujuan B. C. ......... ..... ..

TINJAUAN PUSTAKA METODELOGI

1. Waktu dan Tempat ..... 2. Alat dan Bahan 3. Cara Kerja D. ..... ...... .....

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 2. Hasil Pengamatan Pembahasan ...... ......

E. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA ........ LAMPIRAN .......

BAB I. PENGAMATAN KOMUNITAS IKAN KARANG

A. 1.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ikan karang merupakan salah satu komponen komunitas nekton yang penting sebagai indikator kesehatan perairan laut. Secara ekologis, perairan laut yang sehat dapat dilihat dari komponen-komponen penyusunnya seperti terumbu karang, ikan karang dan bentos. Ikan karang sebagai bagian dari sistem ekologi terumbu karang adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan ikan karang dan terumbu karang adalah hubungan yang saling berpengaruh. Karenanya, pengamatan ikan karang merupakan salah satu upaya pengamatan kondisi perairan di sekitar terumbu karang yang perlu dilakukan. 2. Tujuan

Adapun tujuan pada praktikum ini yaitu, mengamati kepadatan populasi ikan karang di suatu perairan.

B.

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan karang merupakan sekumpulan ikan yang berada di daerah tropis dan kehidupannya berkaitan erat dengan terumbu karang (Sale, 1991). Ikan-ikan tersebut memanfaatkan terumbu karang secara langsung maupun tidak langsung untuk kepentingan hidupnya. Menurut Nybakken (1988), ikan karang merupakan organisme yang sering dijumpai di ekosistem terumbu karang. Keberadaan mereka telah menjadikan ekosistem terumbu karang sebagai ekosistem paling banyak dihuni biota air.

Pengelompokan ikan karang berdasarkan periode aktif mencari makan Ikan Nokturnal (aktif ketika malam hari), contohnya pada ikan-ikan dari Suku Holocentridae (Swanggi), Suku Apongoninade (Baseng), Suku Hamulidae, Priacanthidae (Bigeyes), Muraenidae (Eels), Seranidae (Jewfish) dan beberapa dari suku Mullidae (Goatfish) dll. Ikan Diurnal (aktif ketika siang hari), contohnya pada ikan-ikan dari suku Labridae (Wrasses), Chaeyodontidae (Butterflyfishes), Pomacentridae (Demselfishes), Scaridae (Parrotfishes), Acanthuridae (Surgeonfishes), Bleniidae (Blennies), Balistidae (Triggerfishes), Ostracionthidae Pomaccanthidae (Boxfishes),

(Angelfishes),

Monacanthidae,

Etraodontidae, Canthigasteridae dan beberapa dari Mullidae (Goatfishes). Ikan Crepuscular (aktif diantara), contohnya pada ikan-ikan dari suku Sphyraenidae (Baracudas), Seranidae (Groupers), Carangidae (Jacks), Scorpaenidae (Lionfishes), Synodontidae (Lizardfishes), Carcharhinidae, Lamnidae, Spyrnidae (Sharks) dan beberapa dari Mullidae (Eels) (Purwanti, 2004).

Pengelompokan ikan karang berdasarkan peranannya Ikan Target Ikan yang merupakan target untuk penangkapan atau lebih dikenal juga dengan ikan ekonomis penting atau ikan konsumsi seperti; Seranidae, Lutjanidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mulidae, Siganidae, Labridae (Chelinus, Himigymnus, Choerodon) dan Haemulidae. Ikan Indikator Sebagai ikan penentu untuk terumbu karang karena ikan ini erat hubungannya dengan kesuburan terumbu karang yaitu ikan dari famili Chaetodontida (kepe-kepe). Ikan Lain (Mayor Famili) Ikan ini umumnya dalam jumlah banyak dan banyak dijadikan ikan hias air laut (Pomacentridae, Caesionidae, Scaridae, Pomacanthidae,

Labridae, Apogonidae dll) (Nybakken, 2002).

C.

METODELOGI

1.

Waktu dan Tempat

Praktikum biologi laut pengamatan komunitas ikan karang dilaksanakan pada tanggal 18 Mei 2013 di Pulau Tegal, Kabupaten Pesawaran, Lampung.

2.

Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah roll meter 50 meter, masker, snorkel, fin, pelampung, pensil dan penghapus, papan untuk menulis, kunci identifikasi. 3. Cara Kerja

Cara kerja pada praktikum kali ini adalah: 1. Tentukan lokasi pemasangan transek garis. 2. Roll meter dibentangkan sepanjang 50 meter sejajar garis pantai lalu lokasi transek ditinggalkan selima 5 menit agar ikan-ikan beradaptasi setelah pemasangan roll meter. 3. Dua orang pengamat berenang di sebelah kanan dan kiri roll meter. Pengamatan dilakukan dengan menghitung tiap family yang ditemui di sepanjang roll meter. 4. Catat nama family dengan mengacu pada identifikasi ikan karang. 5. Untuk menghindari penghitungan ganda, ikan yang menyebrang garis dihitung dari tempat asalnya.

D.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

12 10 Jumlah 8 6 4 2 0

Jenis Ikan

Grafik 1. Jenis dan Jumlah Ikan yang Ditemukan

2. Pembahasan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan menggunakan metode Strip transect count (STC), di perairan Pulau Tegal, Kabupaten Pesawaran, Lampung Selatan ikan karang yang ditemukan adalah ikan karang dari Family Nemipteridae, Labridae, Pomecentridae, Balistidae, Caetodontodae, dan Serranidae.

Ditemukan sekitar 29 ekor ikan dari 6 famili berbeda dan yang paling banyak ditemukan adalah ikan karang dari Famili Seranidae, yaitu sebanyak 11 ekor. Sedangkan yang paling sedikit ditemui ialah ikan karang dari famili

Chaetodontidae dan Balistidae yang masing-masing berjumlah 1 sekor. Jenis substrat yang ada pada lokasi pengamatan ikan karang ini adalah pasir dengan terumbu karang sebagai habitat dari ikan karang.

Ikan karang dari Famili Seranidae yang ditemukan berasal dari jenis kerapu. Menurut Gerry (1997), ikan famili Seranidae hidup secara soliter (jarang ditemukan berpasangan), biasanya bersembunyi di gua-gua atau bawah karang, dan termasuk ikan karnivora pemakan ikan, udang dan cristacea. Ikan dari Famili

Labridae merupakan ikan yang aktif pada waktu siang hari dan sering ditemukan pada air yang bersih dan pada tubir karang pada kedalaman 10-100 meter.

Ikan dari Famili Chaetodontidae umumnya berpasangan dan ada yang bergerombol, namun ketika pengamatan yang ditemui hanya 1 ekor ikan dari famili tersebut. Gerakannya lambat sehingga mudah diamati dan berwarna cemerlang dengan tompel hitam dan pola bergaris di mata. Masih menurut gray (1997), Famili Pomachenridae merupakan ikan kecil terbanyak di terumbu karang, namun pda pengamatan yang dilakukan ikan ini hanya ditemukan sebanyak 5 ekor, hal ini dapat terjadi karena ikan jenis ini juga ada yang bersimbiosis dengan anemon sehingga tidak terlihat ketika pengamatan.

Ikan karang merupakan organisme yang jumlah biomassanya terbesar dan juga merupakan organisme besar yang mencolok dapat ditemui di dalam ekosistem terumbu karang. Kondisi fisik terumbu karang yang kompleks memberikan andil bagi keragaman dan produktivitas biologinya. Banyak celah dan lubang di terumbu karang yang memberikan tempat tinggal, perlindungan tempat mencari makan dan berkembang biak bagi ikan dan hewan invertebrata yang ada disekitarnya. Selain itu, terumbu karang juga merupakan faktor pembatas bagi ikan karang. Wilayah yang kaya akan terumbu karang akan memiliki keanekaragaman ikan karang yang tinggi.

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa keadaan perairan di Pulau Tegal masih bagus, dibuktikan dari masih banyaknya ikan karang yang ditemukan di perairan tersebut dari berbagai famili. Selain itu, keadaan terumbu karang di sana juga beraneka ragam dan menutupi hampir keseluruhan substrat pasir tempat dilakukannya pengamatan ikan karang. E. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang didapat dari praktikum ini adalah sebagai berikut: a. Ikan karang yang ditemukan adalah ikan karang dari Family Nemipteridae, Labridae, Pomecentridae, Balistidae, Caetodontodae, dan Serranidae. b. Ikan karang terbanyak yang ditemukan adalah famili Serranidae. c. Faktor pembatas bagi ikan karang adalah terumbu karang.

d. Keadaan peraian di Pulau tegal digolongkan baik, karena memiliki beragam jenis ikan karang dan keanekaragaman terumbu karang yang tinggi yang menutupi hampir seluruh perairan tempat dilaksanakannya pengamatan ikan karang. DAFTAR PUSTAKA

Garry, Allen. 1997. Marine Fishes of South East Asia. Periplus Edition Western Australian Museum 6000. Nybakken. 2002. Ekosistem Terumbu Karang. Gramedia. Jakarta . Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut : Suatu Pengantar Ekologis. Diterjemahkan oleh H. M. Eidman, D.G. Bengen, H. Malikusworo dan Sukristijono. PT. Gramedia. Jakarta. Purwanti, D.R. 2004. Dinamika Struktur Komunitas Ikan Karang Pada Pagi, Siang dan Sore Hari di Perairan Pulau Payung Kepulauan Seribu. Institut Pertanian Bogor, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor. Sale, P.F. 1991. Ecology of Coral Reef Fishes in: The Ecology of Fishes On Coral Reefs. Ed. P. F. Sale. Acad Press, Inc San Diego, 754 pp.

LAMPIRAN

Tabel Pengamatan Ikan Karang

No. 1 2 3 4 5 6

Jenis Ikan Nemipteridae Labridae Pomachenridae Balistidae Chaetodontidae Seranidae

Jumlah (ekor) 7 4 5 1 1 11

BAB II. PENGAMATAN TERUMBU KARANG DENGAN METODE LINE INTERCEPT TRANSECT (LIT)

A.

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi terumbu karang terbesar di dunia. Luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 60.000 km2. Hal tersebut membuat Indonesia menjadi negara pengekspor terumbu karang pertama di dunia. Dewasa ini, kerusakan terumbu karang, terutama di Indonesia meningkat secara pesat. Terumbu karang yang masih berkondisi baik hanya sekitar 6,2%. Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem perairan tropis yang memiliki produktivitas yang sangat tinggi. Komponen yang sangat penting dalam menyusun ekosistem ini adalah karang batu.

Ekosistem terumbu karang memiliki fungsi-fungsi yang penting bagi banyak biota laut, antara lain sebagai tempat mencari makan, tempat memijah, tempat pengasuhan serta tempat berlindung dari predator. Namun, fungsi-fungsi tersebut semakin lama semakin sulit dipenuhi akibat berbagai kerusakan ekosistem terumbu karang baik dikarenakan bencana alam maupun ulah manusia. Pengamatan kondisi terumbu karang secara berkelanjutan merupakan kegiatan yang perlu dilakukan sebagai upaya awal perbaikan kerusakan ekosistem ini.

2.

Tujuan

Mengamati kondisi terumbu karang

di suatu

perairan,

berupa bentuk

pertumbuhan (lifeform) karang berdasarkan ciri-ciri morfologinya, persentase penutupan karang hidup serta indeks kematiannya (mortality index).

B.

TINJAUAN PUSTAKA

Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, Morfologi dan Fisiologi. Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata (hew an berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut sebagai karang (coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa (Muller, 1997).

Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut. Beberapa tipe terumbu karang dapat hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun terumbu karang tersebut tidak bersimbiosis dengan

zooxanthellae dan tidak membentuk karang. Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Untuk dapat tumbuh dan berkembang biak secara baik, terumbu karang membutuhkan kondisi lingkungan hidup yang optimal, yaitu pada suhu hangat sekitar di atas 20oC. Terumbu karang juga memilih hidup pada lingkungan perairan yang jernih dan tidak berpolusi Hal ini dapat berpengaruh pada penetrasi cahaya oleh terumbu karang (Tomascik, dkk., 1997).

Menurut Cesar (1996) terumbu karang memiliki berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi. Estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah:sebagai tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam bidang pangan, seperti ikan kerapu, ikan baronang, ikan

ekor kuning), batu karang, pariwisata, wisata bahari melihat keindahan bentuk dan warnanya, penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya. Sedangkan yang termasuk dalam pemanfaatan tidak langsung adalah sebagai penahan abrasi pantai yang disebabkan gelombang dan ombak laut, serta sebagai sumber keanekaragaman hayati.

C.

METODELOGI

1. Waktu dan Tempat

Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum pengamatan terumbu karang dengan metode Line Intercept Transect (LIT) ini yaitu, tanggal 18 Mei 2013 di Pulau Tegal. 2. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah masker, snorkel dan fin, rollmeter 50 meter, pelampung 2 buah, pensil berpenghapus diikat ke papan tulis, patok 2 buah dan tali rafia, serta kunci identifikasi.

3. Cara Kerja

Cara kerja pada praktikum kali ini adalah: 1. 2. Catat waktu pengamatan terlebih dahulu. Tentukan stasiun pengamatan sejajar garis pantai, lalu tarik lurus rollmeter bersinggungan dengan terumbu karang sepanjang 50 meter. 3. Pada ujung dan pangkal rollmeter ditancapkan patok lalu diikat pelampung sebagai tanda yang terlihat dari permukaan air. 4. Secara berurutan, catat semua bentuk pertumbuhan karang, biota, dan subtype substrat yang bersinggungan dengan rollmeter tersebut. Tiap tipe substrat dicatat menggunakan kode-kode sampai sentimeter terdekat.

Persentase tutupan karang mati, karang hidup dan jenis lifeform lainnya dapat dihitung dengan rumus:

C = Persentase penutupan lifeform i a = Panjang transek lifeform i A = Panjang total transek D. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Tabel 1. Pengamatan Kondisi Terumbu Karang di Pulau Tegal No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jarak (cm) 0-550 550-820 820-1350 1350-1470 1470-1700 1700-1900 1900-2115 2115-2300 2300-2556 2556-2830 2830-3357 3357-3980 3980-5000 Jenis Karang Acropora submassive (ACS) Coral Massive (CM) Berpasir Acropora branching (ACB) Acropora submassive (ACS) Berpasir Acropora submassive (ACS) berpasir Coral foliose (CF) Coral folise (CF) Coral Massive (CM) Berpasir Coral Massive (CM)

Persentase Penutupan Lifeform Terumbu Karang


36.34% 27.06% 19.90% 10.60% 2.40% Acropora submassive (ACS) Coral Massive (CM) Acropora branching (ACB) Coral foliose (CF) Berpasir

Grafik 2. Persentase Penutupan Lifeform Terumbu Karang

2.

Pembahasan

Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa jenis terumbu karang yang memiliki presentase penutupan bentuk pertumbuhan (Lifeform) paling besar adalah terumbu karang jenis Coral massive yaitu dengan presentase 36,34%, sedangkan terumbu karang yang presentase penutupan Lifeform paling rendah adalah terumbu karang jenis Acropora Branching dengan presentase 2,40%.

Berdasarkan jumlah presentase penutupan karang hidup, Acropora submassive (ACS) termasuk dalam kategori rendah, yaitu 19,90%. Coral massive (SM) termasuk dalam kategori sedang dengan persentase 36,34%. Acropora branching termasuk dalam kategor sangat rendah dengan persentase 2,40%. Coral foliase (CF) teramsuk dalam kategori rendah dengan persentase 10,60% dan persentase permukaan substrat berpasir sebesar 27,06%.

Dari data tersebut diketahui bahwa keadaan perairan di Pulau Tegal masih tergolong baik karena persentase tpenutupan terumbu karang yang terdapat di tempat tersebut masih tinggi, sekitar 69,96%. Seperti dijelaskan bahwa

persentase 51% -75% termasuk kategori tinggi.

Banyak organisme-organisme yang hidup di terumbu karang. Mulai dari berbagai macam ikan karang sampai ke hewan-hewan moluska, gastropoda dan bivalvia. Terumbu karang, selain berfungsi untuk perkembangbiakan ikan, pelindung pantai dari erosi dan abrasi, juga bermanfaat untuk sektor pariwisata. Terumbu karang merupakan sumber mata pencaharian bagi masyarakat pesisir dan 60 persen penduduk Indonesia yang tinggal di daerah pesisir. Kehadiran karang di terumbu akan diikuti oleh kehadiran ratusan biota lainnya (ikan, invertebrata, algae), sebaliknya hilangnya karang akan diikuti oleh perginya ratusan biota penghuni terumbu karang (Veron, 1995). Terumbu karang yang sehat

menghasilkan 3-10 ton ikan per kilometer persegi per tahun. Keindahan terumbu karang sangat potensial untuk wisata bahari Indonesia. Namun, saat sekitar 30% terumbu karang di lautan Indonesia mengalami kerusakan. Ekosistem terumbu karang di dunia telah mengalami penurunan sebesar 10%, untuk itu perlu pelestarian terhadap ekositem laut, terutama termbu karang mengingat fungsinya yang sangat penting bagi biota di sekitarnya.

E.

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Terumbu karang yang memiliki presentase penutupan Lifeform paling tinggi berasal dari jenis Coral massive (CM) yaitu dengan presentase 36,34%. 2. Terumbu karang dengan presentase penutupan Lifeform paling rendah adalah terumbu karang jenis Acropora branching (ACB) dengan presentase 2,40%. 3. Kondisi terumbu karang di Pulau Tegal berdasarkan persentase penutupan karang hidup termasuk baik. Hal ini dilihat dari persentasi keseluruhan terumbu karang, yaitu 69,96% yang termasuk dalam kategori tinggi. DAFTAR PUSTAKA

Cesar, H.1996. Economic Analysis of Indonesian Coral Reef. The World Bank, Washington, D.C.: 97 hlm Muller-Parker, G dan C.F. DElia. 1997. Interaction Between Corals and Their Symbiotic Algae. Dalam: Birkeland, C. (ed.).1997. Life and Death of Coral Reefs. Chapman & Hall, New York: 96-113.

Tomascik, T., A.J. Mah, A. Nontji & M.K. Moosa. 1997. The Ecology of the Indonesian Seas I. The Ecology of Indonesian Series Vol. VII. Periplus Edition (HK) Ltd.: xiv + 1-642.

Veron, J. E. N. 1995. Coral In Space and Time. Australian Institute of Marine Science Cape Ferguson, Townsville, Quensland.

LAMPIRAN

Tabel Pengamatan Terumbu Karang No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jarak (cm) 0-550 550-820 820-1350 1350-1470 1470-1700 1700-1900 1900-2115 2115-2300 2300-2556 2556-2830 2830-3357 3357-3980 3980-5000 Jenis Karang Acropora submassive (ACS) Coral Massive (CM) berpasir Acropora brnching (ACB) Acropora submassive (ACS) berpasir Acropora submassive (ACS) berpasir Coral foliose (CF) Coral folise (CF) Coral Massive (CM) berpasir Coral Massive (CM)

Pengamatan Terumbu Karang

BAB III. MAKROBENTOS

A.

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Substrat dasar dalam ekosistem pantai disamping sebagai tempat hidup organisme juga sebagai salah satu faktor pembatas bagi organisme yang mendiaminya termasuk hewan makrozobentos. Ekosistem perairan pada umumnya dan ekosistem pantai pada khususnya ditempati berbagai jenis organisme tingkat tinggi hingga organisme tingkat rendah yang saling berinteraksi. Salah satu organisme tersebut adalah makrozobentos.

Hewan makrozobentos memegang peranan penting dalam ekosistem perairan dan menduduki beberapa tingkatan trofik pada rantai makanan. Pulau Tegal mempunyai mempunyai keindahan alam bawah laut dan beragam organisme yang terdapat di dalamnya, salah satunya biota dasar.

Biota dasar (bentos) terdiri dari berbagai jenis dan tipe organisme yang hidup di dasar perairan, baik yang hidup tertancap (lamun, rumput laut, sponge), merayap (bintang laut, kepiting), maupun yang membenamkan diri di dalam pasir atau lumpur (kerang, cacing) (Setiobudiandi, 1999). Bentos dapat dikelompokan menjadi epifauna yaitu hewan bentos yang hidup melekat pada permukaan dasar perairan karang, batu, cangkang kerang, tumbuhan dan lain-lain; infauna yaitu hewan bentos yang hidup di dalam dasar perairan; epiflora yaitu tumbuhan yang melekat pada permukaan dasar perairan, karang dan substrat lainnya (Setiobudiandi, 1999). Berdasarkan ukurannya, hewan bentos yang tersaring dengan saringan bentos berukuran 0,5 mm2 disebut makrobentos, sedangkan yang lolos dari saringan tersebut merupakan meiobentos dan mikrobentos (McIntyre et al., 1984 dalam Setiobudiandi, 1999).

Yang akan diamati pada praktikum ini adalah makrobentos yang terdapat di sekitar pulau untuk mengetahui kelimpahan, kepadatan dan identifikasi makrobentos yang ditemukan. 2. Tujuan

Mempelajari kelimpahan, kepadatan serta identifikasi makrobentos yang ditemukan.

B.

TINJAUAN PUSTAKA

Organisme air yang hidup dan tinggal di endapan dasar perairan, baik yang ada di atas atau dibawah permukaan sedimen disebut sebagai bentos. Zoobentos dari sudut cara makannya dapat dibagi menjadi jasad-jasad penyaring (filter feeder) misalnya berbagai jenis karang, dan jasad-jasad pemakan deposit (deposit feeder) misalnya sejenis siput (Odum, 1993).

Menurut Haslindah (2003) berdasarkan ukuran organisme bentos dikelompokkan yakni makrozoobentos, jika ukuran tubuhnya > 0,5 mm, hewan meibentos 0,5 mm mikrobentos yang berukuran < 0,5 mm. Makrozoobentos adalah hidrobiota kecil dari golongan invertebrate yang sebagian besar atau seluruh hidupnya berada di dasar perairan, baik yang menggali lubang, sesil, maupun yang merayap dengan ukuran tubuh lebih besar atau sama dengan 1 mm (Setyobudiandi, 1999).

Kelompok organisme yang dominan yang menyusun makrozoobentos adalah dari kelompok Polychaeta, Crustacea, Echinodermata dan Molusca. Polychaeta banyak terdapat sebagai organisme pembentuk tabung dan penggali, Crustacea terutama golongan Ostracoda yang umumnya mendiami daerah permukaan. Molusca biasanya terdiri dari spesies-spesies Bivalvia dan beberapa Gastropoda yang hidup dipermukaan, serta Echinodermata terutama dari bintang laut atau bintang ular (Rosenberg, 1993).

Menurut (Setyobudiandi,1999), bahwa komposisi makrozoobentos meliputi keanekaragaman jenis, keseragaman dan kelimpahan relative serta

hubungannya dengan kualitas suatu perairan. Hubungan ini didasarkan atas

kenyataan bahwa tidak seimbang lingkungan akan turut mempengaruhi kehidupan suatu organisme yang hidup pada suatu perairan sebagai contoh pengurangan jenis spesies tertentu yang diikuti dengan melimpahnya jumlah individu yang lain, menunjukan telah tercemarnya suatu perairan.

Bentos memegang peranan yang penting dalam komunitas perairan, terutama dalam proses mineralisasi dan pendaurulangan bahan organik. Selain itu dalam rantai makanan, hewan bentos menempati tingkat rantai makanan (tropik-level) kedua dan ketiga. Sebagai konsumer tingkat pertama, hewan bentos terdiri dari pemakan tingkat tinggi dan sebagai konsumer kedua, hewan bentosa hanya bisa memangsa zooplankton atau sesame hewan bentos lainnya (Oemarjati, 1990). Peranan penting makrozoobentos tersebut adalah karena mampu mengurai materi-materi organik autokhon dan alokthon, sehingga memudahkan mikrobamikroba untuk mengurai organik menjadi materi anorganik yang merupakan nutrien bagi produsen perairan.

C.

METODELOGI

1. Waktu dan Tempat

Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum makrobentos yaitu, tanggal 18 Mei 2013 di Pulau Tegal. 2. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain kuadran transek, tali rafia yang sudah diberi tanda posisi kuadran, core sampler, saringan berukuran 0,5 mm2 atau 1 mm2, 15 buah plastik sampel ukuran 1 kg dengan ziplock, spidol permanen, formalin 4%, alkohol 70%, alat tulis, dan buku identifikasi.

3. Cara Kerja

Penghitungan Kepadatan 1. Catat waktu pengamatan terlebih dahulu 2. Tarik garis lurus dari garis pantai dengan tali rafia (panjang disesuaikan di 3. lapangan)

4. Letakkan kuadran transek sepanjang garis yang telah ditentukan dengan interval 5. antar kuadran sejauh 5 m 6. Dalam kuadran transek, catat spesies dan hitunglah jumlah dari masingmasing 7. spesies yang ditemukan 8. Hasil pengamatan lalu dimasukkan ke dalam tabel

Identifikasi Makrobentos 1. Catat waktu pengamatan terlebih dahulu 2. Tarik garis lurus dari garis pantai dengan tali rafia (panjang disesuaikan di lapangan) 3. Letakkan kuadran transek sepanjang garis yang telah ditentukan 4. Sampel sedimen diambil dengan core sampler secara acak sebanyak 3 kali. 5. Sedimen, moluska dan makrobentos lain yang diambil dari tiap kuadran di setiap stasiun dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diawetkan dengan formalin 10% lalu diberi label. 6. Pemisahan sedimen dan spesimen dilakukan melalui penyaringan dengan saringan berukuran 0,5 mm2. 7. Kemudian sampel makrobentos yang didapat diidentifikasi.

D.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.

Hasil Pengamatan

Distribusi Kelimpahan dan Kepadatan Makrobentos


4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0

Kelimpahan Kepadatan

Grafik 3. Distribusi Kelimpahan dan Kepadatan Makrobentos

Persentase Makrobentos
Kepiting 9% Asiatic clam 9% Aquatic worm 13% Crane fly larva 24%

Janthinna sp. 34%

Mussel 11%

Grafik 4. Persentase Makrobentos yang Ditemukan 2. Pembahasan

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, diketahui bahwa kelimpahan makrobentos tertinggi terdapat pada jenis Janthinna sp. dari golongan gastropoda dengan kelimpahan sebesar 4. Sedangkan kelimpahan makrobentos terendah adalah adalah Asiatic clam dan kepiting yang masing-masing memiliki kelimpahan sebesar 1 denganan kepadatan 0,2. Sementara itu kepadatan

makrobentos tertinggi terdapat pada jenis makrobentos Crane fly larva dengan kepadatan sebesar 2,8 dan kepadatan makrobentos terendah berasal dari jenis Asiatic clam dan kepiting, yaitu sebesar 0,2. Persentase makrobentos tertinggi yang ditemukan ialah dari spesies Janthinna sp. dan terendah dari jeenis Asiatic clam dan kepiting. Banyaknya ditemukan keong dapat disebabkan oleh lokasi pengambilan sampel yang berada dekat batuan. Jenis substrat yang ditemukan di lokasi pengmbilan makrobentos adalah substrat berpasir halus. Selain itu pada transek tertentu ditemukan substrat pasir dan batu bekas karang. Sebagian perairan Pulau Tegal ditutupi oleh lamun, namun lokasi pengambilan sampel dicari tempat yang tidak tertutup lamun dan hanya di sekitar pinggir pulau, hal ini karena kondisi air yang masih tinggi. Oleh karena itu makrozoobentos yang ditemukan tidak terlalu banyak dan beragam.

Penyebaran bentos di suatu periran umum terkait dengan keadaan lingkungan yang mempengaruhinya, diantaranya adalah kualitas air di perairan tesebut. Penyebaran dan munculnya bentos memiliki karakteristiknya sendiri tergantung pada kondisi lingkungannya. Keanekaragaman bentos ini berbeda setiap jenis

atau spesiesnya tergantung kondisi lingkungannya. Kondisi lingkungan perairan, seperti substrat dasar perairan yang berpasir dan berbatu, kandungan oksigen terlarut dalam air yang cukup tinggi (6,48-7,46 mg/l), kandungan organik substrat sebagai sumber nutrisi (0,04-6,07 %), pH air (7,35-7,56), dan suhu yang tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. Arthropoda menyukai habitat berbatu yang dan berpasir, kandungan oksigen terlarut dalam air yang tinggi, serta pH air yang normal. Menurut McCafferty (1983), beberapa mollusca dapat hidup atau berkembang dengan baik pada berbagai jenis substrat yang memiliki ketersediaan nutrisi yang berlimpah, kandungan oksigen terlarut dalam air tinggi dan pH air normal.

Selain itu bisa dikatakan bahwa kondisi perairan di Pulau Tegal cukup baik, dilihat dari keberagaman jenis makrobentos yang ditemukan. Namun, jumlah makrobentos yang ditemukan belum sesuai harapan, melihat dari kondisi perairan di sana yang masih asri seharusnya banyak ditemukan beragam jenis makrobentos lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi lokasi pengambilan sampel yang masih pasang dan terndam air cukup tinggi saat pengambilan sampel. E. KESIMPULAN

1. Jenis makrobentos yang memiliki kepadatan tertinggi adalah dari jenis Crane fly larva. 2. Jenis makrobentos yang memiliki kelimpahan tertinggi berasal dari spesien Janthina sp. 3. Untuk kelimpahan da kepadatan makrobentos terendah yang ditemukan ialah Asiatic clam dan kepiting. 4. Jenis substrat di lokasi pengambilan makrobentos adalah substrat berpasir halus dan batuan tempat menempelnya gastropoda. 5. Pelaksanaan praktikum saat pengambilan sampel masih belum maksimal karena kondisi lokasi pengambilan sampel yang terendam air cukup tinggi sehingga menyulitkan pengambilan makrobentos.

DAFTAR PUSTAKA

Haslindah, 2003. Komunitas Makrozoobentos Daerah Intertidal Pantai Slag Kelurahan Dawi-Dawi Kecamatan Pomalaa. Skripsi. FKIP. Universitas Haluoleo. Kendari.

Mccafferty, W. P. 1983. Aquatic Entomology. Jones & Bartlett Publishers, Inc. Pp. Boston. 98-102.

Odum EP. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Press. Yogayakarta.

Gajah Mada University

Oemarjati, B. S. dan W. Wardhana. 1990. Taksonomi Avertebrata. Pengantar Praktikum Jakarta. Laboratorium. Penerbit Unversitas Indonesia Press.

Rosenberg, D.M. and V.H. Resh. 1993. Freshwater biomonitoring and benthic macroinvertebrates. Chapman and Hall. New York.

Setyobudiandi, I. 1999. Makrozoobenthos : Sampling, Manajemen Sampel dan Data. FPIK. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

LAMPIRAN

BAB IV. LAMUN

A.

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang

Padang lamun (seagrass meadow) merupakan hamparan tanaman rumput laut yang selalu terendam air ini bisa ditemui baik di lingkungan sedimen estuaria yang dangkal maupun di tengah laut sekitar pulau-pulau. Diseluruh dunia diperkirakan terdapat lebih dari 50 jenis yang mampu hidup di lingkungan terendam air yang bersifat saline. Walaupun dari lingkungan terendam air, namanya juga menyebutkan sebagai rumput laut, namun tanaman berbunga yang termasuk golongan angiospermae ini tidak ada hubungan dengan tanaman rumput yang biasa kita kenal di daratan walaupun sama-sama berakar rimpang.

Secara ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, yaitu : Produsen detritus dan zat hara. Mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang. Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini. Sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari.

Mengingat pentingnya fungsi padang lamun bagi kehidupan biota laut dan manusia sendiri, maka pengamatan dan pendataan lebih lanjut sangat dierlukan. Salah satu cara yang digunakan untuk melakukan pendataan terhadap lamun yaitu menggunakan metode transek kuadrat. Pendataan di lakukan untuk mengmati distribusi komunitas lmaun dan melihat spesies yang hidup di lokasi bentangan transek kuadrat.

2.

Tujuan

Adapun tujuan pada praktikum ini yaitu, untuk mengamati distribusi komunitas lamun. B. TINJAUAN PUSTAKA

Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun dan akar sejati yang hidup terendam dalam laut. Lamun mengkolonisasi suatu daerah melalui penyebaran buah (propagule) yang dihasilkan secara seksual (dioecious) lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih pada kedalaman berkisar antara 2 C 12 meter dengan sirkulasi air yang baik, (Mann, 2000). Lamun dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali di daerah kutub. Lebih dari 52 jenis lamun yang telah ditemukan. Di Indonesia hanya terdapat 7 genus dan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili yaitu: Hydrocharitacea ( 9 marga, 35 jenis ) dan Potamogetonaceae (3 marga, 15 jenis).

Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain : Thalassia hemprichii Enhalus acoroides Halophila ovalis Cymodoceae serulata Thallasiadendron ciliatum (Romimohtarto, 2001).

Lamun banyak di temukan dimana saja dengan keanekaragaman hayatinya yang tinggi, namun lamun banyak sekali di temukan pada barisan kedua setelah mangrove, Lamun umumnya membentuk padang yang luas di dasar laut yang masih dapat di jangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi

pertumbuhannya (Nontji, 1993).

Secara ekologi padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, yaitu: (1) produsen detritus dan zat hara; (2) mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang; (3) sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar dan memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini; dan (4) sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari (Bengen, 2002)

Moluska adalah salah satu kelompok makroinvertebrata yang paling banyak diketahui berasosiasi dengan lamun di Indonesia, dan mungkin yang paling banyak dieksploitasi. Sejumlah studi tentang moluska di daerah subtropik telah menunjukkan bahwa moluska merupakan komponen yang paling penting bagi ekosistem lamun, baik pada hubungannya dengan biomasa dan perannya pada aliran energi pada sistem lamun (Watson et al. 1984). Telah didemonstrasikan bahwa 20% sampai 60% biomasa epifit pada padang lamun di Filipina dimanfaatkan oleh komunitas epifauna yang didominasi oleh gastropoda (Klumpp et al. 1992).

C.

METODELOGI

1.

Waktu dan Tempat

Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum pengamatan pengamatan komunitas lamun ini yaitu, hari Minggu tanggal 19 Mei 2013 di Pulau Tegal. 2. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan antara lain transek kuadran berukuran 1 m x 1 m, tali rafia sepanjang 50m dengan penanda posisi kuadran, meteran jahit, label kuadran (papan bertuliskan nomor kuadran), spidol papan tulis, kamera, alat tulis, dan buku identifikasi. 3. Cara Kerja

1. Penentuan lokasi sampling ekosistem lamun dilakukan dengan survey lapangan terlebih dahulu. 2. Untuk mengetahui kondisi ekosistem lamun dilakukan dengan menggunakan metode garis transek (transect line method). Metode ini dilakukan dengan menetapkan transek-transek garis dari darat ke arah laut (tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi padang lamun yang terjadi) di daerah intertidal. 3. Pada transek tersebut ditarik tali rafia sepanjang 50 meter. Sedangkan interval titik sampling yang satu dengan yang lain adalah 5 meter. Pada setiap titik sampling diambil contoh dengan menggunakan kuadran transek. 4. Lamun yang berada dalam bingkai tersebut diberi label dan diambil foto dokumentasinya. Ambil foto dengan sudut severtikal mungkin, sudah termasuk di dalamnya bingkai kuadran dan label kuadran. Hindari bayangan atau daerah pantulan air di area pandang. 5. Gambarkan komposisi sedimennya (misalnya: pasir, pasir halus/berlumpur). 6. Taksir prosentase luas tutupan lamun dan alga dengan acuan foto penuntun.

7. Identifikasi jenis-jenis lamun pada kuadran melalui penentuan persentase kontribus spesies/jenis (total harus 100%). Gunakan kunci identifikasi yang tersedia. 8. Tinggi kanopi diukur dari dasar hingga ujung-ujung daun. 9. Catat dan hitung semua organisme lain yang penting dalam kuadran seperti moluska, teripang, bulu babi, bebas dari aktifitas penyu.

D. 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan

Persentase Tutupan Lamun dan Alga


Tutupan alga 80% 80% 60% Persentase 60% 40% 20% 0% 0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nomor Transek 17% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 52% 28% 20% 12% 0% 0% 52% 36% 72% 60% Tutupsn Lamun

Grafik 5. Persentase Tutupan Lamun dan Alga

Tabel 2. Kerapatan Jenis Lamun No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kuadran 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 N (jumlah tegakan) 6 5 6 6 7 5 4 6 5 7 A (m2) 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 D (jumlah tegakan/m2) 0.24 0.2 0.24 0.24 0.28 0.2 0.16 0.24 0.2 0.28

Tabel 3. Status Padang Lamun No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2. Kuadran 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kondisi kurang kaya/kurang sehat kaya/sehat miskin kaya/sehat kaya/sehat kurang kaya/kurang sehat kaya/sehat kurang kaya/kurang sehat miskin miskin Tutupan Lamun (%) 52 60 28 72 80 52 60 36 20 12

Pembahasan

Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa lamun yang ditemukan berasal dari genus Enhalus dengan spesies Enhalus acoroides. Lamun ini memiliki ciri daun yang bentuknya menyerupai pita, akar rhizoma tebal berwarna hitam mencuat ke atas, dan daunnya memiliki panjang 30-150 cm. Tutupan lamun tertinggi terdapat pada transek 5 dengan presentase 80% dan tutupan lamun terendah terdapat pada transek ke 10 dengan presentase 12%. Sedangkan kerapatan lamun tertinggi ada pada transek ke 5 dan 10 dengan jumlah 28 tegakan/m2 dan kerapatan lamun terendah pada transek ke 2, 6, dan 9 dengan jumlah tegakan 2 tegakan/m2 per masing-masing kuadran. Substrat yang ada di lokasi pengamatan lamun adalah berpasir halus dan substrat karang berpasir. Organisme yang hidup di sana adalah Gastropoda, Echinodermata, dan alga jenis halimeda. Gastropoda yang ditemukan ialah jenis Janthina sp. pada transek 9 dan 10. Sedangkan Echinodermata yang ditemukan adalah bulu babi (sea Urchin) pada transek 3 dan 5. Presentase alga hanya 17% pada transek 2. Lokasi transek 1 terdapat di tempat yang bersubstrat karang berpasir, kemudian semakin ke depan semakin ke tepi pulau. Hal inilah yang mengakibatkan jumlah lamun yang ditemui semakin lama semakin sedikit. Semakin menjorok ke arah laut, maka kondisi padang lamun semakin kaya (semakin banyak ditemukan lamun dbanding pinggir pulau). Secara ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, yaitu : Produsen detritus dan zat hara. Mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang. Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa

dewasanya di lingkungan ini. Sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari. Padang lamun juga memiliki manfaat sebagai berikut : (1) Tempat kegiatan marikultur berbagai jenis ikan, kerang-kerangan dan tiram; (2) Sebagai tempat mencari makan, memijah dan memlihara juvenil; (3) Tempat rekreasi atau pariwisata; (4) Sumber pupuk hijau. E. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang didapat antara lain: Spesies lamun yang ditemukan adalah Enhalus acoroides Jenis organisme yang menempel pada lamun antara lain dari Filum Echinodermata (contohnya bulu babi), Filum Gastropoda (contohnya Janthina sp.), dan alga jenis halimeda. Tutupan lamun tertinggi terdapat pada transek 5 dengan presentase 80% dan tutupan lamun terendah terdapat pada transek ke 10 dengan presentase 12%. Kerapatan lamun tertinggi ada pada transek ke 5 dan 10 dengan jumlah 28 tegakan/m2 dan kerapatan lamun terendah pada transek ke 2, 6, dan 9 dengan jumlah tegakan 2 tegakan/m2 per masing-masing kuadran. Semakin ke arah laut, persentase lamun yang ditemukan semakin banyak dan semakin ke arah pinggir pulau, maka lamun yang ditemukan semakin sedikit. DAFTAR PUSTAKA Bengen, D.G. 2002. Sinopsis ekosistem dan sumberdaya alam pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Instititut Pertanian Bogor. Klumpp et al.1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan : M. Eidman, D. G. Bengen, Koesoebiono, M. Hutomo dan Sukristijono. Penerbit PT Gramedia. Jakarta. xiii+459h. Mann, H. 2000. Telaah Kualita Air Bagi Pengelolaan umberdaya dan Lingkungan Perairan.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Nontji, A.1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. Romimohtarto,K dan Juwana, Sri. 2001. Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut.

LAMPIRAN

BAB V. KOMUNITAS MANGROVE

A.

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang

Mangrove berasal dari bahasa Portugis, yang asal katanya mangae yang berarti belukar dan groove yang artinya hutan kecil. Hutan mangrove merupakan salah satu tipe hutan hujan tropis yang terdapat disepanjang garis pantai perairan tropis. Hutan ini merupakan peralihan habitat lingkungan darat dan lingkungan laut, maka sifat-sifat yang dimiliki tidak sama persis sifat-sifat yang dimiliki hutan hujan tropis didaratan.

Mangrove adalah sejumlah komunitas tumbuhan pantai tropis dan sub-tropis yang didominasi oleh pohon dan semak tumbuhan bunga (Angiospermae) terestrial yang dapat menginvasi dan tumbuh di lingkungan air laut. Keberadaan spesies dalam hutan mangrove tergantung berbagai faktor lingkungan seperti salinitas, ketersediaan nutrien, kadar oksigen dalam tanah dan aliran energi. Karena tumbuhan mangrove memiliki tanggapan tertentu terhadap kondisikondisi ini maka mereka tersebar dalam zonasi tertentu. Zonasi sering menjadi karakteristik hutan mangrove.

Mangrove membantu melindungi pantai dari erosi (abrasi), angin ribut, dan gelombang laut. Kawasan mangrove merupakan tempat persembunyian dan perkembang-biakan ikan, kepiting, udang dan moluska. Mangrove juga merupakan tempat bersarang dan tempat singgah ratusan jenis burung. 2. Tujuan

Mengetahui struktur dan komposisi dari vegetasi mangrove berdasarkan Nilai Penting, Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, dan Indeks Dominansinya.

Mengetahui keanekaragaman spesies tumbuhan mangrove mayor, minor dan tumbuhan lain yang berasosiasi di lingkungan mangrove. Mengetahui adaptasi morfologi khas mangrove mayor dan minor, serta perbedaannya dengan tumbuhan asosiasi. B. TINJAUAN PUSTAKA

Mangrove berasal dari kata mangal yang menunjukan suatu tumbuhan (Odum, 1983). Di Suriname, kata mangro pada mulanya merupakan kata yang umum dipakai untuk jenis Rhizopora mangle. Di Portugal, kata mangue digunakan untuk menunjukan suatu individu pohon & kata mangal untuk komunitas pohon tersebut (Rahmawaty, 2006).

Vegetasi mangrove biasanya tumbuh di habitat mangrove membentuk zonasi mulai dari daerah yang paling dekat dengan laut sampai dengan daerah yang dekat dengan daratan. Pada kawasan delta atau muara sungai, biasanya vegetasi mangrove tumbuh subur pada areal yang luas dan membentuk zonasi vegetasi yang jelas. Sedangkan pada daerah pantai yang lurus, biasanya vegetasi mangrove tumbuh membentuk sabuk hijau/green belt dengan komposisi yang hampir seragam (Nirarita, dkk, 1996). Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar, biasanya di sepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau di belakang terumbu karang dilepas pantai yang terlindung (Nybakken, 1992).

Ekosistem mangrove sebagai tempat habitat berbagai macam ikan, crustacea, mollusca, dan burung serta mendukung kehidupan reptil dan

mamalia. Masyarakat percaya bahwa akar mangrove dapat berperan dalam melindungi ikan kecil dari pemangsa. Ketika ikan menjadi dewasa, mereka meninggalkan payau dan pindah ke estuaria, karang, dan laut lepas (Indra, 2011).

Mangrove juga memiliki fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis satwa liar. Keanekaragaman fauna di hutan mangrove cukup tinggi, secara garis besar dapat dibagi dua kelompok, yaitu fauna akuatik seperti ikan, udang, kerang, dan

lainnya serta kelompok terestrial seperti insekta, reptilia, amphibia, mamalia, dan burung (Nirarita et al, 1996 dalam Anwar & Hendra, 2006).

Komposisi flora yang terdapat pada ekosistem mangrove ditentukan oleh beberapa faktor penting seperti kondisi jenis tanah dan genangan pasang surut. Di pantai terbuka pohon perintis (pionir). Umumnya adalah api-api (Avicennia) dan pedada (Sonneratia). Api-api cenderung hidup pada tanah yang berlumpur lembut. Pada tempat yang terlindung dari hempasan ombak komunitas mangrove terutama Blunguli oleh bakau Rhizopora mucronata atau Rhizopora

apiculata lebih ke arah daratan pada tanah lempung yang agak pejal dapat ditemukan komunitas (Bruguiera gymnorhiza). Sejenis paku laut (Acrostichium aureum) dari jeruju (Acanthus ilucifolius) seringkali dapat ditemukan di daerah pinggiran pohon-pohon mangrove sebagai tumbuhan bawah. Nypa

(Nypa fruticans) merupakan jenis palma yang juga merupakan komponen mangrove yang acapkali ditemui di tepi sungai ke hulu (Tomlinson, 1986)).

Pada tempat yang terlindung dari hamparan komunitas mangrove terutama diungguli oleh bakau Rhizopora Mucranata atau Rhizopora apiculata. Lebih ke arah daratan pada tanah lempung yang agak pejal dapat ditemukan komunitas panjang (Bruguigera gymnohirzo). Sejenis paku laut (Acrostichum dureum) dan jeruju (Achantus niafdolrus) sering kali dapat ditemukan di daerah pinggiran pohon-pohon mangrove sebagai tumbuhan bawah. Nypa (Nypa fruticans) merupakan jenis palma yang juga merupakan komponen mangrove yang acapkali ditemukan di tepian sungai yang lebih ke hulu (Russady, 2011).

Hutan Mangrove memberikan perlindungan kepada berbagai organisme baik hewan darat maupun hewan air untuk bermukim dan berkembang biak. Hutan Mangorove dipenuhi pula oleh kehidupan lain seperti mamalia, amfibi, reptil, burung, kepiting, ikan, primata, serangga dan sebagainya. Selain menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem Mangorove juga sebagai plasma nutfah (geneticpool) dan menunjang keseluruhan sistem kehidupan di sekitarnya. Habitat Mangorove merupakan tempat mencari makan (feeding ground) bagi hewan-hewan tersebut dan sebagai tempat mengasuh dan membesarkan (nursery ground), tempat bertelur danmemijah (spawning ground) dan tempat berlindung yang aman bagi berbagai ikan-ikan kecil dari predator (Rahmawaty, 2006). Keberadaan hutan mangrove dapat sebagai penahan angin (win breaker) sehingga kecepatan dan kekuatan angin dapat berkurang atau

dibelokkan sebelum sampai ke permukiman penduduk. Hutan mangrove secara umum mampu mempertahankan keberadaan daratan di tepi pantai. Batang mangrove yang rapat dengan banyak akar nafas disekitarnya mampu menahan tanah di daerah pantai dari kikisan air laut. Hutan mangrove memiliki produktifitas primer yang tinggi karena dapat memberikan kontribusi yang besar berupa bahan organik (Saenger, 2002).

C. 1.

METODELOGI Waktu dan Tempat

Praktikum biola laut komunitas mangrove dilaksanakan pada tanggal 18 Mei 2013 di Pulau Tegal, Kabupaten Pesawaran, Lampung.

2.

Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang diperlukan antara lain roll meter, meteran, tali rafia, alat tulis, buku identifikasi mangrove. 3. Cara Kerja

1. Sampling vegetasi dilakukan dengan metode plot kuadrat, dimana setiap stasiun dibuat tiga ulangan pada lokasi yang paling tinggi tingkat keanekaragaman spesiesnya (acak). Ukuran plot kuadrat adalah 10X10 m2 untuk pohon, 5X5 m2 untuk semak dan 1X1 m2 untuk seedling (< 50 cm) dan herba. Ketiganya dapat terletak pada satu tempat atau tidak. 2. Cacah individu setiap spesies pada setiap plot kuadrat dihitung untuk menentukan densitas, frekuensi, distribusi, nilai penting, indeks diversitas dan indeks keragaman. 3. Identifikasi spesies tumbuhan mayor dan minor dilakukan dengan mengacu vegetasi dilakukan langsung di lapangan dengan mengacu pada Setyawan dkk., (2002), sedangkan identifikasi tumbuhan asosiasi dilakukan dengan merujuk pustaka-pustaka lain.

D.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.

Hasil Pengamatan

Densitas Seluruh Spesies

1.61

Densitas Seluruh Spesies A


67.7%

18.01%

12.42%

1.86%

Rhizophora apiculata

Rhizopora x lamarckii

Rhizopohora mucronata

Lumnitzera littorea

Grafik 6. Densitas Seluruh Spesies A

2.5 2.5 Frekuensi spesies A 2 1.5 1 0.5 0 Rhizophora apiculata

Frekuensi Spesies A

1.5

1.5

0.5

Rhizopora x Rhizopohora lamarckii mucronata Jenis Mangrove

Lumnitzera littorea

Frafik 7. Frekuensi Spesies A

Frekuensi Relatif Spesies


250% Frekuensi Relatif Spesies 250 200 150 100 50 0 Rhizophora apiculata Rhizopora x Rhizopohora Lumnitzera lamarckii mucronata littorea Jenis mangrove 50% 150% 150%

Grafik 8. Frekuensi Relatif Spesies 0.807407407

Indeks ketidaksamaan

2.

Pembahasan

Dari hasil yang diperoleh dari praktikum ini adalah mangrove dengan jumlah terbanyak adalah jenis Rhizophora apiculata dengan jumlah 109 buah pohon, mulai dari yang semai, anakan hingga pohon. Sementara itu mangrove yang paling sedikit ditemukan di stasiun yang diamati adalah jenis Lumnitzera littorea yang hanya berjumlah 3 pohon. Selain kedua mangrove tersebut, ditemukan juga mangrove jenis Rhizopora x lamarckii Montr dan Rhizopohora mucronata yang masing-masing berjumlah 29 dan 20 batang. Kondisi lingkungan di daerah tersebut adalah substrat berpasir halus. Banyak ditemukan spesies hewan di daerah tersebut, mulai dari gastropoda, bivalvia, crustacea.

Jenis-jenis mangrove (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di bagian terluar yang kerap digempur ombak. Mangrove Rhizophora apiculata dan R.

mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Pada bagian laut yang lebih tenang hidup api-api hitam (Avicennia alba) di zona terluar atau zona pionir ini. Di bagian lebih kanan ke dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran mangrove R. mucronata dengan jenis-jenis kendeka (Bruguiera spp.), kaboa (Aegiceras corniculata) dan lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa ditemui nipah (Nypa fruticans), pidada (Sonneratia caseolaris) dan bintaro ( Cerbera spp.). vegetasi pionir hutan mangrove. Pohon-

pohon mangrove (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya gelombang.

Menghadapi lingkungan yang ekstrim di hutan mangrove, tumbuhan beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove

menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar garam di daun. Namun ada pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis. Hampir semua jenis flora hutan mangrove memiliki biji atau buah yang dapat mengapung sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis mangrove yang bersifat vivipar : yakni biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon. Contoh yang paling dikenal adalah perkecambahan buah-buah mangrove (Rhizophora), tengar (Ceriops), atau kendeka (Brugueria). Buah pohon-pohon telah berkecambah dan mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih bergantung pada tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung menancap di lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada bagian lain dari hutan. Kemungkinan lain, terbawa arus laut dan melancong ke tempat-tempat jauh.

Peran dan Manfaat Hutan Mangrove Pelindung alami yang paling kuat dan praktis untuk menahan abrasi pantai Sebagai peredam gelombang dan angin, penahan intrusi air laut ke darat, penahan lumpur dan perangkap sedimen Sebagai penghasil sejumlah besar detritus bagi plankton yang merupakan sumber makanan utama biota laut Sebagai daerah asuhan (nursery ground), tempat mencari makan (feeding grounds), dan daerah pemisahan (spawing grounds) berbagai jenis ikan, udang, dan biota laut lainnya Sebagai habitat bagi beberapa satwa liar, seperti burung, reptilia, dan mamalia Menyediakan berbagai hasil kehutanan seperti kayu bakar, alkohol, gula, bahan penyamak kulit, bahan atap, bahan perahu, dll. Sebagai tempat akowisata.

E.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut: Jenis mangrove yang ditemukan antara lain Rhizophora apiculata, Rhizopora x lamarckii Montr, Rhizopohora mucronata, dan Lumnitzera littorea. Dari hasil yang diperoleh dari praktikum ini adalah mangrove dengan jumlah terbanyak adalah jenis Rhizophora apiculata dengan jumlah 109 batang, mulai dari ukuran semai, anakan hingga pohon. Mangrove dengan jumlah paling sedikit adalah jenis Lumnitzera littorea yang haya berjumlah 3 pohon. Jenis mangrove dari genus Rhizophora tumbuh di tempat terluar yang langsung berhadapan dengan ombak dan gelombang. Rhizophora mucronata biasanya tumbuh di tempat tergenang air laut.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar dan Hendra, 2006. Peranan Ekologis dan Sosial Ekonomis Hutan Mangrove dalam Mendukung Pembangunan Wilayah Pesisir, 20

september 2006. Dikutip pada tanggal 6 Juni 2011 pukul 20.40 WIB.

Indra, 2011. Mangrove. http://www.blogspot.com/2011/05/06. Diakses pada tanggal 30 Mei 2013, pada pukul 22.00 WIB. Nirarita, dkk , 1996 , Ekosistem Lahan Basah Indonesia , Bogor : Wetlands International-Indonesia Programme.

Nybakken, 1992. Biologi Suatu Pendekatan Ekologi. Gramedia. Jakarta.

Odum EP. 1983. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Press. Yogayakarta.

Gajah Mada University

Rahmawaty, 2006. Upaya Kelestarian Mangrove Berdasarkan Pendekatan Masyarakat. Fakultas Pertanian. mei. 2006.

Saenger, Peter. 2002. Ekologi Mangrove, Silvikultur, dan Konservasi. Academic Publishers, Dordrecht. ISBN 1-4020-0686-1.

Tomlinson. 1986. The Botany of Mangrove. Cambridge University Press. New York.

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Peta Lokasi Praktikum

PERHITUNGAN

Perhitungan Mangrove Analisis Vegetasi 1. Densitas Densitas seluruh spesies = = = 1,61

Densitas seluruh spesies A

Rhizophora apiculata

= =

x 100% 67,70%

Rhizopora x lamarckii

= =

x 100% 18,01%

Rhizopohora mucronata

= =

x 100% 12,42%

Lumnitzera littorea

= =

x 100% 1,86%

2. Frekuensi Frekuensi spesies A : Rhizophora apiculata = = 2,5

Rhizopora x lamarckii

= = 1,5

Rhizopohora mucronata

= = 1,5

Lumnitzera littorea

= = 0,5

Frekuensi relative spesies : Rhizophora apiculata = = x 100% 250%

Rhizopora x lamarckii

= =

x 100% 150

Rhizopohora mucronata

= =

x 100% 150

Lumnitzera littorea

= =

x 100% 50

Pengamatan Mangrove

Daun, Batang dan Akar Rhizophora x lamarckii montr

Daun, Batang dan Akar Rhizophora apiculata

Tabel Pengamatan Lamun Kerapatan Jenis Lamun No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kuadran 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 N (jumlah tegakan) 6 5 6 6 7 5 4 6 5 7 A (m2) 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 D (jumlah tegakan/m2) 0.24 0.2 0.24 0.24 0.28 0.2 0.16 0.24 0.2 0.28

Status Padang Lamun no. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 kuadran 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 kondisi kurang kaya/kurang sehat kaya/sehat miskin kaya/sehat kaya/sehat kurang kaya/kurang sehat kaya/sehat kurang kaya/kurang sehat miskin miskin Tutupan Lamun (%) 52 60 28 72 80 52 60 36 20 12

Enhalus acoroides Local English : Settu pita : Tropical eelgrass

Keterangan gambar : 1. 2. 3. 4. Daun Rambut rambut kaku Rimpang/rhizoma Akar

Jenis lamun ini disebut juga dengan lamun tropika. Jenis lamun ini memiliki akar yang kuat dan diselimuti oleh benang-benang hitam yang kaku. Daun mempunyai tulang daun, dan terdapat dalam pasangan pelepah bonggol. Pada bagian rhizoma terdapat semacam rambut yang merupakan akar dan akar lainnya yang menjulur ke bawah berwarna putih dan kaku. Tumbuhan ini terdapat di bawah air surut rata-rata pada pasang surut purnama pada dasar pasir lumpuran.(Moriaty,1989). Ciri ciri morfologi dari Enhalus acoroides adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Bentuk fisiknya paling besar dibanding spesies lamun yang lain. Daun berwarna hijau pekat. Daunnya panjang dan kebar seperti sabuk. Lebar daun + 3 cm. Panjang daun berkisar antara + 30 150 cm. Rimpangnya berdiameter lebih dari 1 cm.

(Moriaty, 1989).

Lamun termasuk dalam subkelas Monocotyledonae dan merupakan tumbuhan berbunga (kelas Angiospermae). Secara lengkap klasifikasi beberapa jenis lamun yang terdapat di perairan pantai Indonesia (Phillips dan Menez,1988) adalah sebagai berikut :

Divisi : Anthophyta Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledonae

Ordo : Helobiae Famili : Hydrocharitaceae Genus : Enhalus Species : Enhalus acoroides Tumbuhan lamun terdiri dari akar rhizome dan daun.Rhizome merupakan batang yang terpendam dan merayap secara mendatar dan berbuku-buku.Pada bukubuku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak ke atas,berdaun dan berbunga. Pada buku tumbuh pula akar (Nontji,1993). Lamun memiliki daun-daun tipis yang memanjang seperti pita yang mempunyai saluran-saluran air (Nybakken, 1992). Bentuk daun seperti ini dapat memaksimalkan difusi gas dan nutrien antara daun dan air, juga memaksimalkan proses fotosintesis di permukaan daun (Philips dan Menez, 1988). Lamun hidup terendam di perairan laut. Bagian-bagiannya adalah: rhizome, daun (thalus) dan akar. Lamun hidup di lautan yang dangkal dan biasanya menempel pada substrat yang berlumpur, thalusnya tegak berdiri dengan panjang bisa mencapai satu meter (Romimohtarto,2001). Lamun dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali di daerah kutub. Lebih dari 52 jenis lamun yang telah ditemukan. Di Indonesia hanya terdapat 7 genus dan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili yaitu: 1. Hydrocharitacea ( 9 marga, 35 jenis ) dan 2. Potamogetonaceae (3 marga, 15 jenis). Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain : 1. Thalassia hemprichii 2. Enhalus acoroides 3. Halophila ovalis 3. Cymodoceae serulata 4. Thallasiadendron ciliatum (Romimohtarto, 2001).

Tabel Pengamatan mangrove Pohon SP Rhizophora apiculata Rhizopora x lamarckii Rhizophora apiculata Rhizopora x lamarckii Anakan SP Rhizophora apiculata Rhizopora x lamarckii Rhizophora apiculata Rhizopora x lamarckii Rhizopora x lamarckii Rhizophora apiculata Rhizopohora mucronata Semai SP Rhizophora apiculata Rhizopora x lamarckii Rhizophora apiculata Rhizopora x lamarckii Tipe Subtrat IND 10 4 10 4 DB 1 cm 1 cm 0.8 cm 1 cm 0.8 cm 0.7 cm

No.

No. Plot 10x10

IND 16 4 6 2

DB 10 cm 8 cm 5 cm 7 cm

IND 33 21 7 3 2 10 4

DB 3 cm 3 cm 2 cm 3 cm 2 cm 3 cm 2 cm 2.5 cm 2 cm 2 cm 2 cm

5x5 1x1

lumpur pasir halus

Rhizophora apiculata 10x10 2 5x5 1x1 Rhizopohora mucronata Lumnitzera littorea Rhizophora apiculata Rhizopohora mucronata Rhizophora apiculata

16 3 3 8 2 2

11 cm 8 cm 6 cm 7 cm 5 cm 4 cm

Rhizophora apiculata Rhizopohora mucronata

24 10

Rhizophora apiculata Rhizopohora mucronata Rhizophora apiculata Rhizopohora mucronata

2 1 1 1

lumpur pasir halus

Data Pengamatan Makrobentos 1 No. Substrat 1 2 3 4 5 6 berpasir berpasir berbatu berpasir berpasir berpasir Jenis/Spesies Crane fly larva Mussel Janthinna sp. Aquatic worm Asiatic clam Kepiting 2 Jumlah individu dalam kuadran I II III IV V 3 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 1 5 2 3 1 0 0 1 1 5 0 1 0 3 1 0 2 0 0 3 Jumlah total individu 14 5 8 3 1 1 4 Jumlah kuadran tempat ditemukan spesies tersebut 5 4 2 2 1 1 5 Jumlah kuadran yang digunakan 5 5 5 5 5 5 6 7

kelimpahan Kepadatan 2.8 1.25 4 1.5 1 1 2.8 1 1.6 0.6 0.2 0.2

Pengamatan Makrobentos

Tabel Pengamatan Lamun No. Kuadran Sedimen/Subtrat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 berpasir berpasir berpasir berpasir berpasir berpasir berpasir berpasir berpasir berpasir Keterangan Tinggi Kanopi (m) 0,72 (4 helai) 0,67 (3 helai) 0,71 (4 helai) 0,78 (3helai) 0,72 (2 helai) 0,59 (3 helai) 0,62 (2 helai) 0,68 (4 helai) 0,52 (3 helai) 0,47 (3 helai) Kanopi terendah (m) 0,65 (2 helai) 0,25 (2 helai) 0,36 (3 helai) 0,25 (3 helai) 0,25 (5 helai) 0,21 (2 helai) 0,24 (2 helai) 0,30 (2 helai) 0,17 (2 helai) 0,15 (4 helai) Tutupan Alga (%) 0 17 0 0 0 0 0 0 0 0 Tutupan Lamun (%) 52 60 28 72 80 52 60 36 20 12 Komposisi Jenis Lamun Enhalus acoroides Enhalus acoroides Enhalus acoroides Enhalus acoroides Enhalus acoroides Enhalus acoroides Enhalus acoroides Enhalus acoroides Enhalus acoroides Enhalus acoroides

Efifit Echinodermata Echinodermata

Gastropoda Gastropoda

You might also like