You are on page 1of 22

PEMBANGUNAN PROGRAM MINAPOLITAN DALAM PENDEKATAN KLHS MELALUI PERAN STAKEHOLDER (Studi pada Kawasan Minapolitan di Kecamatan Wajak

Kabupaten Malang) Disusun berdasarkan untuk memenuhi mata kuliah Seminar Pembangunan

Kelas B Kelompok 2 Disusun oleh :

Divi Agustina Amida Pratiwi Setana Silvy Nihayah St. Milatul Romlah Fatikhatul Maghfiroh

105030100111133 0910313063 105030107111048 105030101111091 105030100111095

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012
1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km dan memiliki total luas laut sekitar 3,544 juta km2 atau sekitar 70% dari wilayah Indonesia. Luasnya wilayah perairan Indonesia mengandung potensi perikanan yang sangat melimpah dan terdapat peluang potensi ekonomi. Potensi ekonomi pada sektor perikanan diperkirakan mencapai US$ 82 miliar per tahun. Potensi tersebut meliputi potensi perikanan tangkap sebesar US$ 15,1 miliar per tahun, potensi budidaya laut sebesar US$ 46,7 miliar per tahun, potensi peraian umum sebesar US$ 1,1 miliar per tahun, potensi budidaya tambak sebesar US$ 10 miliar per tahun, potensi budidaya air tawar sebesar US$ 5,2 miliar per tahun, dan potensi bioteknologi kelautan sebesar US$ 4 miliar per tahun (Bakosurtanal, 2006). Salah satu daerah yang mengandung potensi perikanan adalah Kabupaten Malang. Daerah ini memiliki potensi perikanan tangkap yang didukung dengan luas potensi perairan laut Kabupaten Malang mencapai 570.801 km2 (setara 57.080 ha). Jika rata-rata produksi per hektar per tahun adalah 456,66 kg, maka potensi produksi perikanan laut dapat mencapai 26.066,2 ton ikan per tahun. Selain potensi perikanan tangkap, di daerah ini juga terdapat potensi perikanan budidaya meliputi budidaya tambak, kolam, keramba, minapadi, dan jaring sekat (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang, 2009). Berdasarkan potensi tersebut, dalam konsep otonomi daerah yang tertuang didalam UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah maka Pemerintah Kabupaten Malang melalui Keputusan Bupati Malang nomor 180/399/KEP/421.013/2008 tentang Penetapan Lokasi Pengembangan Kawasan Minapolitan menetapkan Kecamatan Wajak sebagai kawasan Minapolitan di Kabupaten Malang. Hal ini dikarenakan potensi perikanan di Kecamatan Wajak cukup signifikan dengan komoditas unggulan Ikan Nila (Mossambicus Nilatica). Di Kecamatan Wajak ini sebagai penghasil ikan Nila ada dua Desa yaitu Desa Wajak dan Desa Blayu dengan jumlah komoditi/ hasil pertanian/ produk unggulan
2

masing-masing desa menghasilkan 500 kg ikan Nila/bulan (Peraturan Bupati Malang No.15 tahun 2011 tentang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) tahun 2012). Dalam hal ini dukungan pemerintah melalui Kementerian Perikanan dan Kelautan mengeluarkan kebijakan berupa Peraturan Menteri nomor 12 tahun 2010 tentang Minapolitan dan Nomor 35 tahun 2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan. Kebijakan tersebut dikeluarkan untuk mengembangkan potensi perikanan dan kelautan di seluruh Indonesia. Di antara 41 kabupaten/Kota lokasi Program Minapolitan di seluruh Indonesia, Kabupaten Malang merupakan yang pertama mendapatkan program tersebut (Huda, 2010). Hal ini dikarenakan potensi perikanan di Kabupaten Malang sangat melimpah dan kepedulian dari pemerintah daerah yang sudah menggulirkan kebijakan sejak tahun 2008. Program Minapolitan yang sudah digulirkan sejak tahun 2008 hingga saat ini telah memberikan dampak yang positif. Hal ini dibuktikan dengan kenaikan jumlah budidaya ikan yang semakin tahun semakin bertambah. Jumlah total produksi perikanan dari budidaya air tawar sebesar 1.086,07 ton dari lahan seluas 114,82 Ha (2008). Untuk tahun 2010 meningkat jumlah total produksi 1.455,78 ton dari luas lahan 141,95 Ha. Sedangkan perikanan laut 2010 jumlah total produksi 9.682,66 ton diseluruh daerah laut kabupaten Malang (Kantor Penanaman Modal Kabupaten Malang, 2012). Meskipun program pengembangan sektor perikanan melalui program minapolitan ini memiliki dampak yang positif terhadap masyarakat disekitarnya, ternyata konsep ini juga memiliki dampak negatif disisi lainnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marina pada tahun 2010 di Pesisir Tatapaan, Kabupaten Minahasa Selatan menyatakan bahwa implementasi program Minapolitan memiliki dampak negatif terhadap lingkungan yang menyebabkan terjadinya degradasi sumber daya pesisir, marjinalisasi dan kemiskinan masyarakat pesisir, konflik pemanfaatan dan/atau konflik kewenangan, bencana alam dan/atau bencana akibat tindakan manusia, eksploitasi secara berlebihan, pembuangan limbah maupun sampah hasil olahan ikan dan penggunaan teknologi yang tidak ramah lingkungan seperti bom ikan, dan sering teknologi yang dipilih mempercepat laju exploitasi yang berlebihan (Bustami, 2010).
3

Berdasarkan penelitian diatas maka di Kecamatan Wajak juga diramalkan akan merasakan dampak negatif dari pengembangan program minapolitan ini. Hal ini dikarenakan sampai saat ini pemerintah kabupaten Malang hanya mengedepankan nilai ekonomi saja tidak melihat aspek lingkungan dalam penetapan RT/RW atau program-program pembangunan wilayah atau kawasan, hal ini dibuktikan dengan adanya Peraturan Daerah Tentang RT/RW Kabupaten Malang yang lebih condong untuk memajukan sektor ekonomi untuk masyarakatnya. Hal ini juga diperkuat dengan tidak diterapkannya Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam pembuatan perda RT/RW dan penetapan wilayah Kabupaten Malang sebagai Kawasan Minapolitan. Berdasarkan UU No 32 tahun 2009 bahwa dalam penetapan RT/RW maupun program pengembangan kawasan suatu daerah wajib menerapkan KLHS agar pembangunan tidak merusak lingkungan dan dapat mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan. Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, seharusnya pemerintah Kabupaten Malang selain memperhatikan pembangunan ekonomi juga pada pembangunan yang berwawasan lingkungan agar dapat meminimalisir kerusakan sumber daya perikanan dalam mengembangkan kawasan minapolitan. Dalam hal ini pembangunan berwawasan lingkungan harus memperhatikan pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan juga perlindungan lingkungan (Budimanta, 2005). Dalam menjalankan pembangunan tersebut tentunya tidak lepas dari keterlibatan dari beberapa aktor pembangunan agar konsep Minapolitan dapat dilaksanakan secara terintegrasi, efisien, berkualitas, dan berakselerasi tinggi. Prinsip integrasi diharapkan dapat mendorong agar pengalokasian sumberdaya pembangunan yang telah direncanakan dan dilaksanakan secara menyeluruh atau holistik dengan mempertimbangkan kepentingan dan dukungan stakeholders, baik instansi sektoral, pemerintahan di tingkat pusat dan daerah, kalangan dunia usaha maupun masyarakat dapat memberikan manfaat yang dapat dirasakan oleh semua pihak (Sunoto, Tt). Sehingga dengan adanya peran dari stakeholder mampu memperbaiki sistem kemitraan yang selama ini terjadi dalam rangka mengembangkan program minapolitan yang berwawasan lingkungan .
4

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas maka kami mengangkat judul Pembangunan program minapolitan dalam pendekatan KLHS Melalui Peran Stakeholder (Studi pada Kawasan Minapolitan di Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang). B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana pembangunan program minapolitan di kecamatan Wajak ditinjau dari pendekatan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis)? 2. Bagaimana peran stakeholder dalam pembangunan program minapolitan di kecamatan wajak kabupaten Malang?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pembangunan Siagian dalam Suryono (2010:2) menjelaskan pembangunan sebagai suatu arah atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan suatu bangsa, negara dan pemerintah secara sadar menuju moderinitas dalam rangka pembinaan bangsa. 1. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) Menurut Budimanta (2005) bahwa pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development adalah suatu cara pandang mengenai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam kerangka peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan lingkungan umat manusia tanpa mengurangi akses dan kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk menikmati dan memanfaatkannya. Pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. 2. Indikator Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) Budimanta (2005) menyatakan, untuk suatu negara agar berhasil dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan terdapat enam indikator yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut: a) Pro Lingkungan Hidup Pro lingkungan dapat diukur dengan berbagai indikator. Salah satunya adalah indeks kesesuaian,seperti misalnya nisbah luas hutan terhadap luas wilayah (semakin berkurang atau tidak), nisbah debit air sungai dalam musim hujan terhadap musim kemarau, kualitas udara, dan sebagainya. Berbagai bentuk pencemaran lingkungan dapat menjadi indikator yang mengukur keberpihakan pemerintah terhadap lingkungan. b) Pro Rakyat Miskin Pro rakyat miskin dalam hal ini memberikan perhatian pada rakyat miskin yang memerlukan perhatian khusus karena tak terurus pendidikannya, berpenghasilan rendah, tingkat kesehatannya juga rendah serta tidak memiliki modal usaha sehingga daya saingnya juga rendah.
6

c) Pro Kesetaraan Jender Pro kesataraan dimaksudkan untuk lebih banyak membuka kesempatan pada kaum perempuan untuk terlibat dalam arus utama pembangunan. d) Pro Penciptaan Lapangan Kerja Dapat diukur dengan menggunakan berbagai indikator seperti misalnya indikator demografi (angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja, dan sebagainya). e) Pro Dengan Bentuk Negara Kesatuan RI Merupakan suatu keharusan, karena pembangunan berkelanjutan yang dimaksud adalah untuk bangsa Indonesia yang berada dalam kesatuan NKRI. f) Harus Anti Korupsi, Kolusi Serta Nepotisme. Indikator ini dapat dilihat dari berbagai kasus yang dapat diselesaikan serta berbagai hal lain yang terkait dengan gerakan anti KKN yang digaungkan di daerah bersangkutan. B. Konsep Minapolitan Minapolitan berasal dari kata mina berarti ikan dan politan berarti polis atau kota, sehingga secara bebas dapat diartikan sebagai kota perikanan. Pengembangan konsep dimaksudkan untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan dengan pendekatan dan sistem manajemen kawasan cepat tumbuh layaknya sebuah kota. Minapolitan adalah konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan. Konseptual Minapolitan mempunyai dua unsur utama yaitu, Minapolitan sebagai konsep pembangunan sektor kelautan dan perikanan berbasis wilayah dan minapolitan sebagai kawasan ekonomi unggulan dengan komoditas utama produk kelautan dan perikanan. 1. Azas Minapolitan a. Demokratisasi ekonomi kelautan dan perikanan pro rakyat; b. Keberpihakan pemerintah pada rakyat kecil melalui pemberdayaan masyarakat; dan

c. Penguatan peranan ekonomi daerah dengan prinsip daerah kuat maka bangsa dan Negara kuat. 2. Tujuan Minapolitan a. Meningkatkan produksi, produktivitas, dan kualitas produk kelautan dan perikanan; b. Meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan yang adil dan merata; dan c. Mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah. 3. Sasaran Minapolitan a. Meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat kelautan dan perikanan skala mikro dan kecil. b. Meningkatkan jumlah dan kualitas usaha kelautan dan perikanan skala menengah ke atas sehingga berdaya saing tinggi. c. Meningkatkan sektor kelautan dan perikanan menjadi penggerak ekonomi regional dan nasional. 4. Prinsip Minapolitan a. Prinsip integrasi diharapkan dapat mendorong agar pengalokasian sumberdaya pembangunan direncanakan dan dilaksanakan secara menyeluruh atau holistik dengan mempertimbangkan kepentingan dan dukungan stakeholders, baik instansi sektoral, pemerintahan di tingkat pusat dan daerah, kalangan dunia usaha maupun masyarakat. b. Adanya konsep minapolitan pembangunan infrastruktur dapat dilakukan secara efisien dan pemanfaatannya diharapkan akan lebih optimal. Selain itu prinsip efisiensi diterapkan untuk mendorong agar sistem produksi dapat berjalan dengan biaya murah, seperti memperpendek mata rantai produksi, efisiensi, c. Pelaksanaan pembangunan sektor kelautan dan perikanan harus berorientasi pada kualitas, baik sistem produksi secara keseluruhan, hasil produksi, teknologi maupun sumberdaya manusia. d. Prinsip percepatan/berakselerasi tinggi diperlukan untuk mendorong agar target produksi dapat dicapai dalam waktu cepat, melalui inovasi dan kebijakan terobosan (Sunoto, 2010;3-6)
8

5. Karakteristik dan Persyaratan Kawasan Minapolitan a. Karakteristik Kawasan Minapolitan 1) Suatu kawasan ekonomi yang terdiri atas sentra produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran dan kegiatan usaha lainnya, seperti jasa dan perdagangan; 2) Mempunyai sarana dan prasarana sebagai pendukung aktivitas ekonomi; 3) Menampung dan mempekerjakan sumberdaya manusia di dalam kawasan dan daerah sekitarnya; dan 4) Mempunyai dampak positif terhadap perekonomian di daerah sekitarnya. b. Persyaratan Kawasan Minapolitan 1) Kesesuaian dengan Rencana Strategis, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan/atau Rencana Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil (RZWP-3-K) kabupaten/kota, serta Rencana Pengembangan Investasi Jangka Menengah Daerah (RPIJMD) yang telah ditetapkan. 2) Memiliki komoditas unggulan di bidang kelautan dan perikanan dengan nilai ekonomi tinggi. 3) Letak geografi kawasan yang strategis dan secara alami memenuhi persyaratan untuk pengembangan produk unggulan kelautan dan perikanan. 4) Terdapat unit produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran dan jaringan usaha yang aktif berproduksi, mengolah dan/atau memasarkan yang terkonsentrasi di suatu lokasi dan mempunyai mata rantai produksi pengolahan, dan/atau pemasaran yang saling terkait. 5) Tersedianya fasilitas pendukung berupa aksesibilitas terhadap pasar, permodalan, sarana dan prasarana produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran, keberadaan lembaga-lembaga usaha, dan fasilitas penyuluhan dan pelatihan. 6) Kelayakan lingkungan diukur berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, potensi dampak negatif, dan potensi terjadinya kerusakan di lokasi di masa depan. 7) Komitmen daerah, berupa kontribusi pembiayaan, personil, dan fasilitas pengelolaan dan pengembangan minapolitan.
9

8) Keberadaan kelembagaan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang kelautan dan perikanan. 9) Ketersediaan data dan informasi tentang kondisi dan potensi kawasan (Permen No. 12, 2010;5-6). C. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) 1. Definisi KLHS Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program (UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). 2. Tujuan dan Manfaat KLHS a. Tujuan KLHS 1) KLHS adalah untuk memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan. 2) KLHS merupakan upaya untuk mencari terobosan dan memastikan bahwa pada tahap awal penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan sudah dipertimbangkan. b. Manfaat KLHS 1) KLHS bermanfaat untuk menjamin bahwa setiap kebijakan, dapat menghindarkan atau mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan hidup. 2) KLHS bermanfaat untuk memfasilitasi dan menjadi media proses belajar bersama antar pelaku pembangunan, dimana seluruh pihak yang terkait penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program dapat secara aktif mendiskusikan seberapa jauh substansi kebijakan, rencana dan/atau program yang dirumuskan telah mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. 3. Prinsip-prinsip KLHS a. Penilaian Diri (Self Assessment) b. Penyempurnaan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program c. Peningkatan Kapasitas dan Pembelajaran Sosial
10

d. Memberi Pengaruh Pada Pengambilan Keputusan e. Akuntabel. f. Partisipatif (Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup, 2009;1-5 4. Model pendekatan/kelembagaan KLHS UNEP (2002) dan Sadler (2005) mengidentifikasi adanya 4 model pendekatan/kelembagaan KLHS, antara lain sebagai berikut : 1. KLHS dengan kerangka dasar AMDAL (EIA Mainframe) 2. KLHS dalam model ini secara formal ditetapkan sebagai bagian dari peraturan perundangan AMDAL atau melalui peraturan lain namun memiliki prosedur yang terkain dengan AMDAL. KLHS sebagai kajian penilaian keberlanjutan lingkungan (Enviromental Appraisal Style) 3. KLHS model ini menggunakan proses yang terpisah dengan system AMDAL. Prosedur dan pendekatannya telah dimodifikasi hingga memiliki karakteristik sebagai penilaian lingkungan. KLHS sebagai kajian terpadu atau penilaian keberlanjutan (Integrated Assessment/Sustainability Appraisal) 4. KLHS ditempatkan sebagai bagian dari kajian yang lebih luas untuk menilai atau menganalisis dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup secara terpadu. Banyak pihak menempatkan model ini bukan sebagai KLHS melainkan Kajian Terpadu untuk Jaminan Keberlanjutan (ISA). KLHS sebagai pendekatan untuk pengelolaan berkelanjutan sumberdaya alam (Sustainable Resource Management) KLHS diaplikasikan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan dan dilaksanakan sebagai bagian tak terpisahkan dari hierarki system perencanaan penggunaan lahan dan sumberdaya alam serta sebagai bagian strategi spesifik pengelolaan sumberdaya alam.

11

BAB III PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Program Minapolitan di Kecamatan Wajak Kabupaten Malang Kecamatan Wajak merupakan salah satu dari 33 kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Malang bagian Timur. Kecamatan Wajak terletak di bagian barat wilayah Kabupaten Malang dengan luas wilayah 94,56 Km2, jumlah penduduk 81.055 orang, tingkat kepadatan penduduk 857 orang/Km2. Secara geografis terletak di sebelah Timur 25 Km dari kota Malang, terletak pada ketinggian wilayah 525 m/dpl, suhu maksimum/minimum : 32C /20C , dalam rupa bumi terletak dikordinat sebelah timur pada 112 43 dan garis lintang selatan pada 0806, curah hujan rata rata pertahun antara 1297 sampai dengan 1925 mm setiap tahunnya dengan batas Utara Kecamatan Poncokusumo, sebelah Timur Kecamatan Tirtoyudo dan kawasan hutan, sebelah selatan Kecamatan Turen dan Kecamatan Dampit, dan sebelah Barat Kecamatan Bululawang dan Kecamatan Tajinan (Kecamatan Wajak, 2011). Pada tahun 2008, pemerintah kabupaten Malang sudah menetapkan Kecamatan Wajak sebagai kawasan Minapolitan di Kabupaten Malang. Kemudian adanya dukungan kebijakan dari Kementerian perikanan dan kelautan dalam Peraturan Menteri No 12 tahun 2010 tentang Minapolitan dan Nomor 35/2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan. Dalam hal ini penetapan maupun dukungan dari pemerintah ini tidak terlepas dari potensi perikanan yang ada. Kecamatan Wajak memiliki luas 9.785 Ha, dengan potensi mina mendong kurang lebih 200 Ha, potensi lahan mina padi 40 Ha, potensi kolam 40,5 Ha. Dalam hal ini didukung dengan potensi kolam terpal dan sejenisnya 1000 Ha dan tambak 400 Ha di Kabupaten Malang. Selain adanya potensi tersebut, di Kecamatan Wajak terdapat potensi budidaya air tawar terutama jenis ikan Nila yang mempunyai nilai cukup tinggi dan sebagai produk unggulan karena memiliki nilai protein yang tinggi (19%) dan harga jual setelah berumur 4-5 bulan cukup mahal. Pada tahun 2008, produksi ikan air tawar termasuk Nila mencapai 10.086 ton (Kanjuruhan, 2009).
12

Penetapan kecamatan Wajak sebagai kawasan minapolitan ini pernah di tolak untuk dijadikan kawasan minapolitan karena pemerintah cenderung pada pembangunan fisik saja. Camat Wajak Kukuh Banendro mengatakan, penguatan dan pemberdayaan petani ikan seyogyanya menjadi prioritas utama. Sebab untuk mewujudkan sebuah minapolitan, butuh penciptaan kultur dan pengenalan bahwa Wajak adalah gudangnya ikan air tawar. Salah satu caranya dengan memperbanyak jumlah petani ikan, menguatkan pasokan bibit, dan memberikan sarana pendukung pasar ikan. "Kami sepakat kalau wujud minapolitan tidak hanya fisik. Namun didahului penguatan petani," kata Kukuh (Informasi Malang, 2009). Sehingga dalam hal ini pemerintah harus memperhatikan kualitas sumber daya manusia yang akan mengelolahnya terlebih dahulu karena berdasarkan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Malang disebutkan, jumlah nelayan di Kabupaten Malang mencapai 3.171 orang, pembudidaya sebanyak 5.118 orang, dan pengolah 1.083 orang (Beritadaerah.com, 2012). Dalam hal ini apabila sumber daya manusia yang ada belum bisa mengelolah sumber daya ikan secara baik, maka bisa dikatakan dapat menghambat berjalannya program minapolitan yang ada. Selain sumber daya manusia, ternyata ditemukan pula kurangnya manajemen dan jaringan pemasaran pada produk perikanan di Kecamatan Wajak ini. Ha ini di sampaikan oleh Pemerintah ditingkat kecamatan: Saat ini, ada sebelas desa yang sangat potensial untuk menjadi sentra produksi ikan air tawar. Selain terdapat kolam ikan, ratusan hektare adalah lahan budidaya mendong (bahan pembuat tikar). Lahan budidaya mendong yang selalu digenangi air saban tahun potensial untuk budidaya ikan air tawar. Apalagi, di sebelas desa itu, ada mata air pegunungan untuk mengairi kolam. "Mereka ini butuh bibit, manajemen, dan jaringan pemasaran. Kami sepakat kalau itu menjadi prioritas utama saat ini," katanya (Berita Daerah.com, 2012). Selain itu pemerintah Kabupaten Malang juga pernah melakukan sosialisasi kepada warga Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang dengan tujuan agar mengerti tentang adanya Program Minapolitan di Wilayah Kabupaten Malang yang meliputi lokasi, tujuan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Minapolitan. Dalam hal ini sosialisasi tidak melibatkan masyarakat khususnya nelayan, pembudidaya, maupun pengelolah sebagai obyek dalam
13

program minapolitan. Selain upaya pemerintah untuk mensosialisasikan tersebut, untuk membangun kawasan minapolitan di Kecamatan Wajak, anggaran yang telah dikucurkan sekitar Rp4,5 miliar yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) dan dana tugas pembantuan (TP) APBD Kabupaten Malang 2011 (Berita Daerah.com, 2012). Semua itu adalah digunakan untuk perkembangan wilayah minapolitan di kecamatan wajak ini. B. Pembangunan Program Minapolitan Di Kecamatan Wajak Ditinjau dari Pendekatan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) Berdasarkan uraian gambaran umum program minapolitan di Kecamatan Wajak Kabupaten Malang tersebut, maka penulis ingin menganalisa kesesuaian program ini dengan model KLHS yang dapat digunakan untuk menganalisis berbagai dampak seperti dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup yang terjadi dalam program minapolitan di Kecamatan Wajak. Menurut UNEP (2002) dan Sadler (2005) mengidentifikasi adanya 4 model, salah satu modelnnya yaitu KLHS sebagai kajian terpadu atau penilaian keberlanjutan (Integrated Assessment/Sustainability Appraisal), hal tersebut mencegah agar kejadian di Kabupaten Minahasa selatan tidak teerjadi lagi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marina pada tahun 2010 menyatakan bahwa implementasi program Minapolitan di Pesisir Tatapaan, Kabupaten Minahasa Selatan, berdampak negatif terhadap lingkungan dan menyebabkan terjadinya degradasi sumber daya pesisir, marjinalisasi dan kemiskinan masyarakat pesisir, konflik pemanfaatan dan/atau konflik kewenangan, bencana alam dan/atau bencana akibat tindakan manusia, eksploitasi secara berlebihan, pembuangan limbah maupun sampah hasil olahan ikan dan penggunaan teknologi yang tidak ramah lingkungan seperti bom ikan, dan sering teknologi yang dipilih mempercepat laju exploitasi berlebihan (Bustami, 2010). Budimanta (2005) menyatakan bahwasanya ada enam indikator yang dapat mengukur keberhasilan dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, yaitu 1. Pro Lingkungan Hidup

14

Dalam hal ini berdasarkan pemaparan implementasi program minapolitan di Kecamatan Wajak Kabupaten Malang pada gambaran umum di atas maka dapat disimpulkan program minapolitan ini lebih condong pada sektor ekonomi dari pada memperhatikan lingkungannya. Sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa program ini akan mengalami kerugian atau dampak negatif karena pemerintah hanya melihat dari hasil produksi perikanan yang ada di kawasan ini. 2. Pro Rakyat Miskin Dalam hal ini bentuk pemerintah dalam pengembangan program minapolitan ini sudah memeprhatikan rakyat miskin yang dibuktikan dengan adanya pembangunan secara fisik serta adanya pembiayaan atau bantuan dari pemerintah daerah dalam pengembangan kawasan ini sebesar 4,5 Milyar. Selain itu juga adanya peningkatan jumlah produksi perikanan yang semakin tahun mengalami kenaikan. Hal ini membuktikan bahwa peningkatan perekonomian di daerah ini berpihak pada masyarakat. 3. Kesetaraan Jender Dalam hal ini keterlibatan perempuan dalam program ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah nelayan, pembudidaya, serta pengelolah perikanan yang tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. 4. Pro Penciptaan Lapangan Kerja Dalam hal ini peningkatan jumlah perolehan ikan semakin tahun semakin bertambah tentunya menjadikan masyarakat di daerah ini memiliki lapangan pekerjaan. Di daerah ini lapangan pekerjaan yang ada yaitu sebagai nelayan, pembudidaya, serta pengelola dan belum ada bentuk penciptaan lapangan pekerjaan baru seperti menghasilkan produk olahan ikan atau industri perumahan yang dapat menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi. Dalam hal ini juga kurangnya dukungan untuk fasilitas pemasaran bagi produk perikanan ini. 5. Pro dengan Bentuk Negara Kesatuan RI Dalam hal ini program minapolitan sudah dengan indikator ini, karena merupakan kebijakan dari kementerian Perikanan dan Kelautan yang berada dilingkungan pemerintahan Indonesia.

15

6. Anti Korupsi, Kolusi serta Nepotisme Sejauh ini belum ada permasalahan dalam indikator ini, karena program ini belum lama bejalan sehingga belum ada audit terkait dengan anggaran keuangan yang digunakan dalam mendukung program ini. Berdasarkan hasil analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa program ini tidak bersifat berkelanjutan dan tidak mengarah pada konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, hal ini dikarenakan aspek lingkungan tidak menjadi perhatian penting dalam implementasi program ini, namun disatu sisi program ini telah berdampak positif terhadap aspek sosial dan ekonomi walaupun tidak terjamin keberlanjutannya. Pembangunan berkelanjutan dikatakan berhasil apabila tercapai keseimbangan antara sektor ekonomi, social dan lingkungan. Sehingga dalam implementasinya harus memperhatikan prinsip-prinsip serta persyaratan yang tertuang dalam konsep minapolitan. Oleh karena itu dalam rangka membangun kawasan perikanan dan kelautan atau minapolitan di kecamatan Wajak dibutuhkan adanya sinergisitas kerjasama antara pemerintah dengan swasta serta masyarakat. Sejauh ini pemerintah kabupaten Malang telah mengadakan kerjasama dengan pihak swasta dengan cara memasukkan ikan Nila segar ke Valor Co.Ltd yang membuka Supemarket di Kecamatan Dau. Dalam hal ini tujuannya adalah agar pemasaran perikanan dapat berkembang dengan baik (Wicaksono, 2009). C. Peran Stakeholder dalam pembangunan program minapolitan di kecamatan Wajak Kabupaten Malang. Berdasarkan pemaparan tersebut maka penulis menawarkan model kerjasama yang dapat dilakukan oleh masing-masing stakeholder dalam mengembangkan program minapolitan agar terwujud pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan di Kecamatan Wajak Kabupaten Malang. Adapun peran dari masing-masing stakeholder tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

16

1. Pemerintah Pemerintah khususnya dalam hal ini pemerintah daerah melalui dinas perikanan dan kelautan harus menjalin komunikasi dengan semua aktor yang akan terlibat dalam program ini. Pemeritah harus membuat standard operational system dalam mengimplementasikan program ini dan harus melakukan kajian lingkungan hidup dan analisis potensi terlebih dahulu. Dalam rangka mensukseskan program ini maka pemerintah daerah harus melakukan sosialisasi program ini dengan diikuti oleh SOP (Standart Operational System) yang telah dibuat kepada seluruh masyarakat dan aparat kecamatan maupun desa. Selain itu pemerintah daerah khususnya dinas perikanan dan kelautan harus melakukan upaya penyusunan rencana induk, rencana pengusahaan, dan rencana tindak, melakukan koordinasi dengan provinsi dan pusat serta menjalin hubungan kerjasama dengan pihak akademisi maupun pihak swasta agar dapat berinvestasi di lokasi tersebut. Langkah selanjutnya pemerintah mengkampanyekan adanya program ini melalui media cetak maupun media elektronik mulai dari tingkat lokal dan terus dikembangkan hingga media mancanegara. 2. Masyarakat Peran yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam hal ini yaitu dengan berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan program minapolitan. Selain itu masyarakat juga dapat berkreasi mengembangkan program ini dengan usaha mandiri menjalin kerjasama dengan pihak swasta dalam memasarkan produk produk dari program minapolitan keluar daerah. Selain itu masyarakat juga harus mengantisipasi dari limbah yang ditimbulkan dari program ini agar nantinya tidak menimbulkan dampak yang merugikan lingkungan sekitarnya. 3. Peran swasta Pihak swasta memiliki peran sebagai investor, distributor, supplier dan pendampingan. Fungsi investor disini dapat berupa penciptaan industri baru sesuai potensi lokal yang ramah lingkungan sehingga mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat. Selain itu memberikan bantuan modal kepada dalam rangka mengembangkan industri kecil tersebut.

17

Fungsi Distributor yaitu mengembangkan wilayah pemasaran dari hasil budidaya dan perikanan serta hasil produk olahan ke pasar lokal maupun internasional. Kemudian Fungsi Supplier, bergerak dalam penyediaan bahan baku tertentu dalam jumlah besar dengan menyediakan peralatan maupun bahan baku bagi pembudidaya dan pengelolah ikan. Sektor swasta disini juga melakukan peran yang telah dilakukan oleh akademisi, dalam hal ini yaitu menjalankan peran pendampingan dan fungsi corporate sosial responsibility (CSR) perusahaan khususnya perusahaan yang terdapat dikawasan minapolitan. Contoh kegiatannya yaitu melakukan diskusi, pelatihan, dan saling tukar menukar pengalaman keberhasilan dari kelompok yang lain. Diharapkan adanya kerjasama ini maka dapat meningkatkan pembangunan di Kecamatan Wajak dalam hal prikanan.

18

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Salah satu daerah yang menerpakan program minapolitan adalah Kabupaten Malang yang terfokus pada Kecamatan Wajak. Penetapan program ini tidak lepas dari potensi yang ada di daerah ini. Dalam implementasi program ini tidak lepas dari dampak positif maupun negatif. Implementasi program minapolitan di kecamatan Wajak ini belum memenuhi semua prinsip dan persyaratan serta karakter konsep minapolitan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Perikanan dan Kelautan dan juga konsep KLHS yang berwawasan lingkungan. Padahal prinsip dan persyaratan tersebut sangat penting dilakukan dalam pengembangn daerah minapolitan. Arah kebijakan program minapolitan ini lebih condong pada pembangunan berkelanjutan dari aspek ekonominya saja, sehingga untuk mengetahui keberhasilan program ini maka ada beberapa indikator yang digunakan yaitu Pro lingkungan hidup, Pro rakyat miskin, Pro kesetaraan gender, Pro penciptaan lapangan pekerjaan, Pro dengan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan anti KKN. Dari analisis penilaian tersebut bahwa kecamatan Wajak bisa dikatakan belum memenuhi indikator pembangunan berkelanjutan tersebut karena lebih condong pada pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, dalam implementasinya perlu adanya kerjasama antar stakeholder dalam rangka membangun kawasan minapolitan di Kecamatan Wajak yang beerwawasan lingkungan yakni antara pemerintah khususnya pemerintah daerah, masyarakat dan juga swasta dengan menjalankan peran masing-masing aktor sesuai denagn pemaparan yang ada di konsep stakeholder. B. Saran 1. Dalam program minapolitan perlu adanya perhatian terhadap aspek lingkungan, aspek ekonomi, serta aspek social. 2. Adanya peran dari beberapa aktor yang saling mendukung agar kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, tidak tersentral pada pemerintah saja yang menjalankan kebijakan.
19

3. Adanya partisipasi dari masyarakat agar aktif dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh para aktor demi terciptanya pembangunan yang berkelanjutan.

20

DAFTAR PUSTAKA Bakosurtanal. 2006. Luas Perairan dan Potensi Imdonesia. Diakses melalui: suta.blogsport.com [03 Oktober 2012]. Beritadaerah.com. 2012. Produksi Tangkapan Ikan Laut Kabupaten Malang Minim. www.beritadaerah.com, diakses pada tanggal 03 Oktober 2012. Budimanta. A. 2005. Memberlanjutkan Pembangunan di Perkotaan Melalui Pembangunan Berkelanjutan Dalam Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia Dalam Abad 21. Jakarta: Media Pustaka Bustami, Marina. 2010. Minapolitan Tatapaan dan Pelestarian Kawasan Konservasi. Diakses melalui www.marinabustami.blogsport.com [4 oktober 2012]. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang. 2009. Potensi Dinas Kelautan dan Perikanan. Diakses melalui kelautan malangkab.go.id [30 September 2012]. Departemen Perdagangan RI. 2008. Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025. Jakarta: Kelompok Kerja Indonesia, Design Power. Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup. 2009. Draft Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Jakarta. Dunn. William N. 1999. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada Universty Press Dwiyanto, Agus. 2010. Manajemen Pelayanan Publik: Peduli Inklusif dan Kolaboratif. Yogyakarta: Gadjah Mada Universty Press. Huda, Miftachul. 2010. Sosialisasi Program Minapolitan. Diakses melalui pencarisenyum.blogspot.com [03 Oktober 2012]. Informasi Malang, 2009. Riset Kota Ikan (Minapolitan) Wajak ditolak. Diakses melalui dimalang.blogspot.com [03 Oktober 2012]. Kanjuruhan. 2009. Kawasan Bisnis Baru Siap Diadu. Pemerintah Kabupaten Malang. Diakses Melalui www.malangkab.go.id, pada tanggal 03 Oktober 2012.

21

Kantor Penanaman Modal Kabupaten Malang, 2012. Sektor Perikanan: Potensi Perikanan. Diakses melalui kpm.malangkab.go.id [03 Oktober 2012]. Kecamatan Wajak, Wajak Minapolitan. 2011. Batas Wilayah. Diakses melalui wajak.malangkab.go.id [03 Oktober 2012]. Keputusan Bupati Malang nomor 180/399/KEP/421.013/2008 tentang Penetapan Lokasi Pengembangan Kawasan Minapolitan. Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep.18/Men/2011 Tentang Pedoman Umum Minapolitan Noviandi, Nunu, dkk. 2012. Manajemen Pengetahuan Untuk Penguatan Sistem Inovasi Daerah : Konsep dan Aplikasi. Jakarta : BPPT Press. Nugroho, Rian. 2009. Public Policy. Jakarta: Elek Media Komputindo Peraturan Bupati Malang No.15 tahun 2011 tentang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) tahun 2012. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.12/Men/2010 Tentang Minapolitan Savas, EE. 2000. Privaization and Public-Private Partnerships. Chatham, N.J: Chatham House Publisher. Sunoto. Tt . Arah Kebijakan Pengembangan Konsep Minapolitan Di Indonesia. Suryono, Agus. 2010. Dimensi-Dimensi Prima Teori Pembangunan. Malang: UB Press. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Wahab, Solicin Abdul.2001. Analisis kebijaksanaa: dari formulasi ke implementasi kebijaksanaan negara. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Wicaksono, Ary. 2009. Wajak Bakal Jadi Kawasan Minapolitan. Diakses melalui malangraya.web.id pada tanggal 03 oktober 2012.

22

You might also like