You are on page 1of 15

INOVASI KURIKULUM

A. DASAR PEMIKIRAN Indonesia sebagai suatu Negara berkembang telah dan terus melakukan upaya-upaya pemberuan (inovasi) pendidikan, khususnya dalam bidang kurikulum dan pembelajaran. Mengamati perkembangan kurikulum di Indonesia dapat disimpulkan bahwa inovasi kurikulum di Indonesia cenderung bersifat formal dengan menggunakan pendekatan top-down. Artinya inovasi kurikulum tersebut dirancang dan ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional di tingkat pusat, kemudian secara bertahap dan berjenjang disebarluaskan ke bawah melalui Kantor Wilayah/Dinas Pendidikan, baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan sampai akhirnya ke guru-guru disekolah dengan harapan agar dapat diterima dan dilaksanakan sesuai dengan kebjakan pusat.

B. KONSEP, JENIS DAN STRATEGI INOVASI Kongres (1983) mengemukakan bahwa inovasi adalah "ide, praktik atau objek yang dianggap baru oleh individu atau unit penerimanya". Begitu juga miles (1973) mengatakan "inovasi adalah sesuatu yang disengaja, baru, perubahan khusus yang dianggap lebih manjur untuk mewujudkan dari sebuah sistem". Dalam kamus Oxford menjelaskan bahwa inovasi adalah "memperkenalkan sesuatu yang baru atau perubahan dari apa yang ada sekarang, praktik baru atau perubahan terhadap mode yang telah ada". Sementara itu, centre for educational research and Innovation (1969) mengemukakan, "inovasi adalah usaha-usaha melakukan perubahan dalam sistem pendidikan yang secara sdar dan terarah dilakukan untuk memperbaiki sistem yang ada". Inovasi tidak harus sesuatu yang baru, tp sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya, dan kebaikan itu dapat ditunjukan. Selanjutnya, Noel dalam Nichols (1983) mengemukakan "inovasi adalah suatu perubahan dalam salah satu komponen sistem pendidikan yang bertujuan memperbaiki aspek-aspek tertentu dalam sistem sebagai suatu keseluruhan. Berbicara tentang inovasi (pembaruan) mengingatkan kita pada istilah invention dan discovery. Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru sebagai hasil karya manusia. Discovery adalah penemuan sesuatu (benda yang telah ada sebelumnya). Dengan demikian inovasi bearti berusaha menemukan sesuatu dengan jalan melakukan kegiatan (upaya) invetion dan discovery. Inovasi dapat juga diartikan sebagai suatu upaya yang secara sengaja dilakukan untuk membuat hal yang baru, yang secara kualitatif berbeda dari sebelumnya untuk mencapai tujuan tertentu. Sementara itu, Ibrahim dalam Subandiyah (1992) mengemukakan,"inovasi adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau kelompok oang ( masyarakat).Inovasi dapat berupa hasil dari invetion dan discovery. Inovasi dilakukan dengan tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah. Sesuatu yang baru belum tentu baru menurut orang lain, tetapi paling tidak kita dapat melihatnya dari segi "sifatnya" yang baru, yaitu secara kualitatif berbeda dengan sebelumnya. Kata kualitatif berarti menunjukan pembaruan itu memungkinkan adanya reorganisasi atau pengaturan kembali

unsur-unsur kurikulum. Inovasi bukan semata-mata penjumlahan atau penambahan unsur-unsur setiap komponen kurikulum. Tindakan mengatur kembali jenis dan struktur kurikulum, standar isi dan waktu, metode penyampaian materi, dan sistem penilaian untuk mencapai kualitas yang lebih baik merupakan tindakan konkret inovasi kurikulum. Pada dasarnya, inovasi kurikulum berkenaan dengan inovasi terhadap sistem kurikulum itu sendiri. Fokus inovasi adalah ide atau rangkaian ide. Inovasi yang karena sifatnya tetap bercorak mental, sedangkan inovasi yang lain harus memperoleh bentuk yang lain.Inovasi kurikulum harus dilakukan secara sengaja dan terencana, dalam arti bukan karena faktor kebetulan atau sekedar hobi. Hal ini penting untuk dipahami, karena dampak inovasi kurikulum menyangkut hajat orang banyak. Jadi, kalau dilakukan hanya sekedar "iseng", maka jangan berharap hasilnya akan sesuai dengan yang diharapkan. Memang hasil inovasi kurikulum tidak selamanya baik, bahkan bisa jadi sebaliknya, tetapi bagaimanapun suatu inovasi harus dilakukan dengan cara-cara ilmiah. Dengan demikian, apa yang semula dianggap sebagai inovasi, setelah diuji baik teori maupun praktek,bisa saja tidak dianggap lagi sebagai inovasi. Inovassi kurikulum adalah usaha melakukan pembaruan sistem kurikulum untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Tujuan inovasi kurikulum antara lain: a. Lebih meratanya kesempatan belajar b. Ada keserasian antara kegiatan pembelajaran dengan tujuan kurikulum c. Implementasi kurikulum menjadi lebih efisien dan efektif d. Menghargai kebudayaan lokal/daerah e. Tumbuhnya sikap, minat belajar peserta didik f. Tersebarnya paket kurikulum yang menyenangkan semua pihak, mudah dicerna, g. Terpenihinya kebutuhan tenaga terdidik dan terlatih yang bermutu

Adapun ciri-ciri utama suatu inovasi, yaitu: a. Adanya suatu yang baru menurut persepsi yang menerima b. Diciptakan secara sengaja c. Bertujuan memperbaiki sistem yang sudah ada d. Kebaikan dari inovasi itu dapat ditunjukan Inovasi harus mengandung makna perbaikan terhadap tujuan-tujuan yang telah ditetapkan termasuk menetapkan satu atau lebih kriteria kualitatif. Inovasi juga biasanya dilihat sebagai sesutu yang biasa dan bukannya menyusun kembali apa yang sudah ada kedalam pola-pola baru, dilain pihak perubahan meminta respon sedangkan kualifikasi memerlukan inisatif.

Ciri-ciri yang dikemukakan diatas adalah ciri-ciri berdasarkan batasan atau pengertian inovasi karena dalam spektif yang berbeda tentu akan menunjukan ciri yang berbeda. Rogers (1983), misalnya, mengemukakan ciri-ciri inovasi,yaitu: a. Keuntungan relatif (relative advantage) adalah tingkat yang digunakan untuk mengukur apakah inovasi itu lebih baik dari gagasan sebelumnya atau tidak b. Kesepadanan (compability) tingkat sampai dimana suatu inovasi konsisten terhadap nilai-nilai yang ada, pengalaman-pengalaman masa lampau, dan kebutuhan-kebutuhan para opter yang potensial. c. Kompleksitas (complexity) adalah tingkat sampai dimana suatu inovasi dilihat sebagai hal yang sulit untuk dipahami dan digunakan d. Kemungkinan dapat dicoba (trialability) ialah tingkat sampai dimana kemungkinan suatu iniovasi dapat dicobakan pada batas-batas tertentu e. Kemungkinan dapat diamati (observability) adalah tingkat sampai dimana hasil dari suatu inovasi dapat diamati oleh orang lain.

Selanjutnya Khol dalam colloway (1979) mengatakan , "sutu inopvasi mempunyai sifat yang dapat dipahami dengan jelas, dapat dikonsepsikan, dan mempunyai kegunaan empirik". Jika kita perhatikan ciri-ciri yang melekat pada inovasi, maka dapat disimpulkan bahwa inovasi kurikulum di Indonesia didasarkan pada tiga hal, yaitu: a. Visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional yang ditetapkan oleh pemerintah melalui UU.No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. b. Tujuan inovasi kurikulum adalah untuk memperbaiki sistem kurikulum yang ada agar lebih baik lagi sehingga terasa manfaatnya bagi masyarakat pendidikan itu sendiri. c. Sebagai usaha untuk mencari pemecahan masalah.

Pelaksanaan inovasi kurikulum tidak dapat dipisahkan dari pelaksana inovasi kurikulum itu sendiri.Dilihat dari hal itu, inovasi kurikulum dibagi dalam dua jenis, yaitu : 1. Top-Down Innovation Inovasi itu sengaja diciptakan oleh atasan sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan atau pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan ataupun sebagai usaha untuk meningkatkan efesiensi, dan sebagainya. Inovasi seperti ini dilakukan dan diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan, dan bahkan memaksakan apa yang menurut pencipta itu baik untuk kepentingan bawahannya dan bawahannya tidak punya otoritas untuk menolak pelaksanaannya.Banyak contoh inovasi kurikulum

"top-down inovation" yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional di Indonesia , antara lain :CBSA, guru pamong, sekolah kecil, sistem pengajaran modul, sistem belajar jarak jauh, dan lainlain.Inovasi seperti ini akan berjalan dengan baik apabila pihak pembuat kebijakan, para innovator, dan administrator menuju sikap yang lebih baik.

2. Buttom-Up Innovation Inovasi ini dibuat berdasarkan ide, pikiran, kreasi, inisiatif sekolah, guru atau masyarakat.Jenis yang kedua ini jarang dilakukan di Indonesia karena sistem pendidikan yang ada cenderung bersifat sentralistis. Selanjutnya, chin dan Benne dalam kennedy (1987) mengemukakan tiga dtrategi inovasi,yaitu: a. Power coercive (strategi pemaksaan) Strategi pemaksaan berdasarkan kekuasaan merupakan suatu pola inovasi yang sangat bertentangan dengan kaidah-kaidah inovasi sendiri. Strategi ini cenderung memaksakan kehendak, ide, dan keuntungan sepihak tanpa menghiraukan kondisi dan keadaan serta situasi yang sebenarnya dimana inovasi itu akan dilaksanakan. Kekuasaan mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam menerapkan ide-ide dan perubahan sesuai dengan kehendak dan pikiran-pikiran pencipta inovasinya.

b. Rational empirical (strategi empirik-rasional Asumsi dasar dalam strategi ini adalahbahwa manusia mampu menggunakan pikiran logisnya sehingga mereka akan bertindak secara rasional. Dalam kaitannya dengan ini, inovator bertugas mendemonstrasikan inovasinya dengan menggunakan metode yang terbaik dan valid untuk memberikan manfaat bagi penggunanya. Disekolah, para guru menciptakan strategi atau metode mengajar yang menurutnya sesuai dengan akal sehat, berkaitan dengan situasi dan kondisi, bukan didasarkan dengan pengalaman guru tersebut.

c. Normative-reducative (pendidikan yang berulang secara normatif) Strategi ini didasarkan kepada pemikiran para ahli pendidikan, seperti Sigmund Freud, John Dewey, Kurt Lewis, dan beberapa pakar lainnya (Cece Wijaya,dkk,1991) yang menekankan bagaimana memahami permasalahan pembaruan, seperti perubahan sikap, keterampilan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan manusia.

Misalnya, dalam pelaksanaan perbaikan sistem pembelajaran disekolah, para guru sebagai pelaksana inovasi berulang kali melaksanakan perubahan-perubahan itu sesuai dengan kaidah-kaidah pendidikan.

C. PROSES PENGEMBANGAN DAN KEPUTUSAN INOVASI Menurut Cece Wijaya,dkk,(1991) bahwa inovasi mempunyai bebrapa tahapan, yaitu "invention, development, diffusion, dan adoption". Sedangkan, menurut subandiyah (1992) bahwa proses inovasi terdiri atas: "pengembangan (development), penyebaran(diffusion), diseminasi (dissemination), perencanaan (planning), adopsi (adoption), penerapan (implemention), evaluasi (evaluation)". 1) Invention Meliputi penemuan-penemuan baru yang biasanya merupakan adaptasi dari apa yang telah ada. Dalam praktiknya, sering terjadi inovasi kurikulum dan pembelajaran menggambarkan suatu hasil yang sangat berbeda dengan apa yang terjadi sebelumnya. Tempat terjadinya invention bisa saja didalam maupun diluar sekolah. Biasanya penemuan dari tipe hard-ware kebanyakan dari luar sekolah, sedangkann penemuan didalam sekolah banyak terjadi ketika para guru berupaya untuk mengubah situasi atau menciptakan cara-cara baru untuk menggantikan cara-cara yang tradisional.

2) Development Yaitu suatu proses sebelum masuk kedalam skala yang lebih besar. Pengembangan sering kali bergandengan dengan penelitian sehingga prosedur "research and development" (R&D) merupakan tahapan yang digunakan dalam kurikulum " research and development" yang meliputi berbagai aktivitas, antara lain penelitian dasar. Penelitian ini mengetengahkan proses pengembangan bahanbahan kurikulum yang baru.

3) Diffusion. Gabriel Tarde adalah seorang pemikir ulung dizamannya tentang difusi. Konsep-konsepnya banyak ditiru oleh para pengikut sifusi belakangan ini dengan menggunakan pendekatan kuantitadtif, termasuk invisible college dan para sarjana Amerika lainnya menggunakan "hukum imitasi" dari Tarde. Akar sejarah penelitian difusi lainnya adalah sekelompok antropolog pemula yang muncul di Inggris dan Jerman-Australia, stelah masa Gabriel Tarde di prancis. Para antropolog ini disebut "British Diffusionnist" dan "German-Austrian Diffusionist". Diffisionisme adalah pandanga dalam antropologi yang mejelaskan perubahan masyarakat tertentu sebagai hasil pengenalan inovaso dari masyarakat lainnya. Diffisionosme ini tidak banyak diikuti sekrang. Pandangan yang dominan sekarang adalah bahwa perubahan sosial itu disebabkan oleh invensi dan difusi yang biasanya terjadi secara berurutan. Para peneliti antropologi mengggunakan sembilan tradisi penelitian difusi, yaitu tradisi riset antropologi ,early siciology, sosiologi pedesaan, pendidikan, kesehatan masyarakat dan sosiologis medis, komunikasi, pemasaran, geografi dan sosiologi umum, sedangkan tipe penelitian difusi, meliputi pengetahuan tentang inovasi, pendapat para pemimpin/tokoh/pemuka, siapa berinteraksi dengan siapa, kecepatan adopsi dalam sistem sosial, menggunakan saluran komunikasi, dan konsekuensi inovasi.

Di samping itu, ada empat hal pokok sebagai suatu kriktikan terhadap penelitian difusi, yaitu: (a) its pro-innovation bias, implikasinya adalah inovasi harus didifusi dan diadopsi oleh semua anggota sistem sosial, dan inovasi tersebut harus re-intenved nor rejected, (b) the individual blame bias, yang cenderung mempertahankan respons individu untuk mengatasi masalah-masalahnya dari pada sistem sebagai bagian dari individu, (c) the recall problem dalam penelitian difusi sering tidak tepat ketika responden ditanya untuk mengingat waktu mereka mengadopsi suatu ide baru dan (d) the issue of equality dalam difusi inovasi, seperti sosio ekonomi di antara anggota kelompok sosial. Difusi sebagai proses berkaitan erat dengan komunikasi. Sebagaimana dikemukakan Rogers (1983) bahwa "difusi adalah proses dimana inovasi di komunikasikan melalui saluran-saluran tertentu secara terus menerus diantara anggota-anggota sistem sosial". Ini merupakan bentuk komunikasi khusus, dan pesan yang disampaikan itu berkenaan dengan ide-ide baru, sedangkan komunikasi adalah sebuah proses dimana partisipan menciptakan dan saling tukar informasi agar terjadi saling pengertian. Selanjutnya, Torsten Hagerstran dalam House (1974) menjelaskan "difusi inovasi terjadi melalui jaringan kontak-kontak sosial". Kontak-kontak itu terjadi baik pada tingkat lokal, regional, nasional, dan intersional. Dengan demikian, penyebaran inovasi kurikulum dapat dilakukan melalui kontak-kontak sosial, di dalam jaringan komunikasi atau pendekatan-pendekatan lain sesuai dengan kultur masyarakat setempat. Difusi merupakan suatu tipe khusus dari komunikasi yang berhubungan dengan gagasan atau ide baru. Komunikasi merupakan proses yang melibatkan para pelakunya dalam menciptakan membagi informasi diantara sesamanya dalam rangka mencapai pemahaman bersama. Artinya, komunikasi adalah suatu proses konvergen atau divergen, karena dua atau lebih individu saling bertukar informasi untuk menggambarkan suatu peristiwa/fenomena tertentu. Komunikasi lebih dianggap sebagai suatu proses konvergensi dua arah dari pada satu arah, yaitu tindakan linear dalam usaha individu mentransfer suatu pesan kepada orang lain. Karakteristik komunikasi dalam difusi adalah isi pesan dalam komunikasi tersebut adalah baru. Barunya isi pesan yang terdapat dalam komunikasi tersebut menentukan ketidakpastian. Ketidakpastian adalah tingkat kepercayaan terhadap sejumlah alternatif dalam dari suatu pristiwa yang akan terjadi. Menurut Rogers (1983) ada empat elemen pokok dalam difusi, yaitu inovasi, saluran komunikasi, waktu, dan sistem sosial". Dalam proses difusi, sorang inovator harus berpijak pada konsep-konsep inovasi yang utuh sehingga tidak terjebak dengan istilah-istilah lainya, seperti perbaikan, perubahan, penyempurnaan dan sebagainya. Wujud atau bentuk dari inovasi itu akan berkaitan dengan kelompok pemakai dan strategi implementasi inovasi. Seorang inovator dalam melakukan difusi harus memikirkan juga bentuk saluran komunikasi, apakah akan menggunakn media massa atau pertemuan langsung dengan kelompok-kelompok pemakai. Dalam proses difusi, waktu merupakan elemen yang penting, baik dalam proses keputusan inovasi, keinovatifan seseorang maupun kecepatan dalam sistem. Selanjutnya, difusi terjadi di dalam suatu sistem sosial karena struktur sosial dan sistem sosial memengaruhi difusi inovasi dalam berbagai cara, sekalipun sistem sosial itu sendiri memiliki beberapa keterbatasan. Sistem sosial yang dimaksudkan di sini adalah seperangkat unit yang saling berhubungan dan yang terlibat dalam pemecahan masalah bersama untuk mencapai tujuan bersama. Anggota unit dari suatu sistem sosial bisa individu-individu, kelompok informal, organisasiorganisasi atau sub-sistem lainya.

4) Adoption. Pada tahap penyerapan (adoption) terdapat beberapa unsur penting yang perlu dipertimbangkan, antara lain : penerimaan, waktu, tipe pembaruan, unit pengadopsi, saluran komunikasi, struktur sosial, dan budaya. Proses pengembangan inovasi perlu memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut. a. Memahami masalah atau kebutuhan yang timbul dalam masyarakat. Dalam situasi tertentu, akibat desakan dan kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi, maka muncullah ide, gagasan dan pandangan baru yang mencoba memecahkan masalah secara komprehensif. Oleh sebab itu, perlu dilakukan redefinisi terhadap masalah sosial yang menyangkut interaksi antara individu dan sistem masyarakat. b. Melakukan penelitian dasar dan terapan. Dasar ilmu pengetahuan dan teknologi biasanya berasal dari penelitian dasar, sedangkan penelitian terapan terdiri atas investigasi sains yang diarahkan pada pemecahan masalah praktis. c. Pengembangan. Kegiatan pengembangan selalu dikaitkan dengan penelitian. Dalam kenyataan sangat sulit memisahkan antara research and development (R&D) sehingga kedua istilah ini sering digunakan secara bersama-sama. d. Komersial. Pada tahap ini proses penelitian dan pengembangan dikemas dalam bentuk produk siap pakai oleh oleh pengguna. Komersialisasi merupakan produksi, manufakur, kemasan, pemasaran dan distribusi. e. Difusi dan adopsi. Masalah yang paling krusial dalam proses pengembangan inovasi adalah keputusan untuk memulai difusi kepada pengguna (adopter). Pada satu sisi perlu penekanan untuk menerapkan inovasi sesegera mungkin dalam memecahkan masalah, tetapi di sisi lain kredibilitas dan reputasi lembaga perlu dijaga dalam merekomendasikan inovasi yang dapat menguntungkan pengguna. Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan dua hal, yaitu menjaga kualitas teknologi dan keputusan untuk menyebarluaskan inovasi. f. Konsekuensi. Tahap akhir dari proses pengembangan inovasi adalah kosekuensi. Persoalanya adalah apakah kebutuhan dapat dipecahkan oleh hasil inovasi atau sebaliknya. Sering juga muncul masalah baru sebagai akibat dari inovasi sehingga timbul masalah lain untuk memulai lagi proses pengembangan inovasi. Apa yang dimaksud dengan proses keputusan inovasi? Proses keputusan inovasi adalah proses dimana seorang individu unit pembuat keputusan mempertimbangkan langkah-langkah membuat keputusan, mulai dari memahami tentang inovasi, menentukan terhadap inovasi, membuat keputusan untuk mengadopsi atau menolaknya, implementasi inovasi, sampai pada konfirmasi putusan tersebut. Adapun uraian dari kelima langkah utama dalam proses keputusan inovasi adalah sebagai berikut.

1. Pengetahuan, terjadi bila seorang individu atau unit pembuat keputusan lainya terbuka terhadap adanya inovasi dan memperoleh pengetahuan tentang bagaimana cara ia terlibat dan berfungsi dalam pengembangan inovasi. 2. Persuasi, terjadi bila seorang individu atau unit pembuat keputusan lainya menentukan sikap senang atau tidak senang terhadap inovasi tersebut. 3. Keputusan, terjadi bila seorang individu atau unit pembuat keputusan lainya terikat dalam aktivitas untuk memilih mengadopsi atau menolak inovasi itu. 4. Implementasi, terjadi bila seseorang individu atau unit pembuat keputusan lainya menentukan pelaksanaan suatu inovasi. Pembaruan kembali mungkin sekali terjadi pada tahap implementasi ini. 5. Konfirmasi, terjadi bila seorang individu atau unit pembuat keputusan lainya mencari dukungan bagi suatu keputusan inovasi yang telah dibuat, tetapi ia mungkin mengembalikan keputusan yang lau jika pesan-pesan yang disampaikan bertentangan dengan inovasi itu.

Kelima langkah ini pada akhirnya disebut Rogers sebagai Model Proses Keputusan Inovasi. Selanjutnya, Havelock mengemukakan tiga model yaitu: (a) model penelitian, pengembangan, dan difusi yaitu model yang memandang bahwa proses perubahan merupakan rangkaian kegiatan rasional ketika inovasi ditemukan, kemudian dikembangkan, diproduksi, dan disebarluaskan kepada; (b) model interaksi sosial, yaitu model yang menekankan pada difusi melalui gerakan penyampaian antar individu atau antar sistem dengan perhatian utamnya adalah penerima potensial; (c) model pemecahan masalah yaitu model yang memandang proses perubahan sebagai sebuah lingkungan, dimulai dari adanya kebutuhan (masalah) diikuti dengan mencari kemungkinan pemecahan yang dapat dipilih dan diaplikasikan. Berkaitan dengan keputusan inovasi, perlu juga diketahui beberapa tipe keputusan inovasi, yaitu (a) keputusan inovasi pilihan yaitu pilihan-pilihan untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi yang dapat dibuat oleh seseorang, yang bebas dari keputusan-keputusan dari anggota sebuah sistem, (b) keputusan inovatif kolektif, yaitu pilihan-pilihan untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi yang dibuat secara kosensus di kalangan para anggota suatu sistem sosial, dan (c) keputusan inovasi otoritas, yaitu pilihan-pilihan untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi yang telah di buat oleh individu dalam suatu sistem yang mempunyai kekuatan, status atau keahlian teknis.

D. SALURAN KOMUNIKASI (a) bentuknya yang paling sederhana, suatu proses difusi dengan melibatkan suatu inovasi , (b) seorang individu atau unit lain dari adopsi yang mempunyai pengetahuan tentang atau mempunyai pengalaman dalam menggunakan inovasi itu, (c) individu atau unit lain yang belum mempunyai pengetahuan tentang inovasi itu, dan (d) suatu saluran komunikasi yang menghubungkan kedua unit tersebut. Saluran komunikasi adalah alat untuk menyampaikan pesan dari individu kepada individu lain, baik langsung maupun tidak langsung. Saluran media massa adalah semua alat yang digunakan untuk menyalurkan pesan-pesan yang melibatkan suatu media massa seperti, radio, televisi dan

surat khabar yang memungkinkan pesan-pesan tersebut sampai kepada khalayak. Di lain pihak, saluran antar manusia lebih aktif dalam memengaruhi seorang individu untuk mengadopsi gagasan terutama jika saluran antar manusia tersebut menghubungkan satu atau lebih individu yang berada dalam lingkungan yang hampir sama. Saluran antar manusia melibatkan pertukaran secara tatap mukaabatara dua atau lebih individu. Prinsip dasar dari komunikasi manusia adalah bahwa transfer ide anatar individu mempunyai sifat yang sama. Mophily adalah tingkat dimana individu-individu yang berinteraksi mempunyai ciri-ciri yang sama seprti kepercayaan, pendidikan, status sosial dan kesenangan lainya. Sebaliknya, heteropily adalah derajat sampai dimana pasangan berinteraksi itu memiliki sifat yang sama. Meskipun demikian terdapat kecendrungan yang kuat untuk memilih seseorang yang paling mirip dengan dirinya atau disebut homopili. Misalnya , sifat individu yang sama, tinggal atau kerja berdekatan dan tertarik dengan kesenangan yang sama. Keadaan sosial yang dekat ini membuat komunikasi homopili lebih memungkinkan terjadinya difusi. Komunikasi akan lebih efektif apabila individu memiliki homopili. Untuk mengukur pendapat kepemimpinan keterkaitan jaringan kerja difusi yang di gunakan dalam penelitian dapat digunakan beberapa tekhnik, antara lain: (a) sosiamatrik, (b) mendapat informan, (c) tekhnik rancangan diri, (d) dan observasi. Dalam proses difusi perlu dipertimbangkan juga masalah waktu, karena waktu merupakan unsur penting dalam proses difusi. Waktu, terpisah dari kejadian-kejadian karena merupakan aspek penting dari setiap aktivitas. Dimensi waktu yang terlibat dalam proses difusi, antara lain: (a) dalam proses keputusan inovasi, di mana individu baru pertama kali mengetahui tentang inovasi sampai kepada adopsi atau penolakan, (b) dalam keinovasian individu atau unit adopsi lainya, artinya perbandingan kecepatan inovasi untuk diadopsi dari suatu sistem dengan sistem lainya adalah relatif, (c) tingkat adopsi dalam sistem, biasanya diukur menurut jumlah anggota sistem sistem yang mengadopsi inovasi dalam jangka waktu tertentu.

E. IMPLEMENTASI INOVASI DAN KECEPATAN ADOPSI Dalam rangkaian inovasi, implementasi menduduki posisi yang sangat penting karena menyangkut sistem inovasi itu sendiri. Fullan dan Pomfret (1977) menjelaskan bahwa ".....implementation refres to the actual use of an innovation on what an innovation consist of in practice". Pengertian lain dikemukakan Pressman dan Wildavsky (1973) yang mengatakan implementasi sebagai "...the translation of any tool, technique, procces or method of doing from knowledge to practice". Dengan demikian tindakan melaksanakan atau lebih tepat mewujudkan apa yang telah ditetapkan sebagai kebikajan merupakan pandangan yang hampir sama di antara para ahli bahwa ketika kebijakan ditetapkan, maka saat itu merupakan awal suatu kegiatan implementasi. Tanpa adanya proses implementasi sebagai salah satu titik yang menentukan keseluruhan proses inovasi, maka tidak akan dapat diketahui daya guna dan hasil guna dari inovasi. Berkaitan dengan masalah implementasi Nakamura dan Smallwood (1980) mengatakan, "terdapat tiga lingkungan yang di hubungkan dengan komunkasi dan pemenuhan yaitu pembentukan

kebijakan, penilaian kebijakan dan implementasi kebijakan dalam sistem yang bersifat siklus". Dalam konteks itu, mereka mengingatkan agar kiata tidak hanya melihat implementasi sebagai suatu proses dari atas ke bawah tetapi perlu mempertimbangkan penjajagan terhadap peranan yang dimainkanh oleh para pelaku di setiap lingkungan seperti disebutkan diatas. Lebih lanjut Fullan dan Pomfret (1977) menjelaskan studi cenderung menggambarkan dua orientasi pokok. Tidak semua indivisu dalam suatu system social mengadopsi suatu inovasi pada waktu yang sama. Mereka mengasopsi sesuai dengan urutan waktu, dan mereka mungkin mengelompokan kategori pengadopsi ketika mereka mulai pertama kali menggunakan ide-ide baru. Pemimpin Opini Pemimpin Opini adalah tingkat dimana seseorang secara informal dapat mempengaruhi sikap atau perilaku individu yang lain sesuai dengan cara yang diharapkan dalam frekuensi tertentu. Pemimpin opini adalah seseorang yang memimpin dalam mempengaruhi pendapat orang lain tentang inovasi. Perilaku dari pemimpin merupakan hal penting untuk menentukan kecepatan adopsi inovasi dalam sutu system social. Seorang pemimpin opini perlu memahami model-model komuniasi massa yaitu : Hypodermic needle Model, berasumsi bahwa media massa mempunyai pengarh secara langsung, cepat dan kuat terhadap mayarakat banyak. The Two Step Flow Model. Langkah pertamanya bersumber dari pendapat pemimpin yang merupakan suatu transfer informasi, kemudian langkah keduanya dari pendapat pemimpin ke pengikut-pengikutnya, juga termasuk perbedaan pengaruh. Hipotesis-Two-Step Flow sudah diuji dalam situasi komunikasi yang beragam dan secara umum dapat menggunakan kerangka kerja konseptual untuk menguji arus komunikasi massa.

Ada dua masalah pokok yang akan dihadapi agen perubahan yaitu : (a) arginalitas social, sehubungan dengan posisi agen diantara lembaga pembaharuan dengan system klien. (b) Kelebihan informasi, yaitu keadaan individu atau system mendapat masukan informasi yang berlebihan dan tidak dapat diproses atau digandakan bahkan dapat menimbulkan kekacauan. Agen perubahan memiliki peranan penting, yaitu mengembangkan kebutuhan untuk perubahan, memantapkan hubungan pertukaran informasi, mendiagnosi masalah, menciptakan niat klien untuk berubah, mewujudkan niat klien kedalam suatu tindakan, menciptakan stabilitas adopsi dan mencegah penghentiannya dan mencapai hubungan akhir dengan klien. Banyak orang ketika membahas inovasi, tidak membicarakan konsekuensinya. Konsekuensi Inovasi adalah perubahan-perubahan yang terjadi terhadap suatu system social sebagai hasil dari adopsi atau penolakan dari suatu inovasi. Pertanyaannya adalah mengapa konsekuensi itu tidak atau belum banyak dikaji? Alasannya , Pertama, Agen pembaharuan sering kali hanya merupakan sponsor penelitian difusi, terlalu menitikberatkan pada adopsi, dan berasumsi bahwa konsekuensi inovasi itu akan positif. Kedua mungkin juga terletak pada metode-metode penelitian yang biasanya tidak cocok untuk penyelidikan konsekuensi inovasi. Ketiga, konsekuensi inovasi itu sulit untuk diukur. Konsekuensi dapat dibagi kedalam tiga bagian besar, yaitu : a. Konsekuensi Fungsional dan Konsekuensi Disfungsional

Konsekuensi fungsional adalah akibat-akibat yang diinginkan dari penyebaran suatu inovasi dalam suatu system social, sedangkan konsekuensi disfungsional berhubungan dengan efek-efek yang tidak diinginkan. b. Konsekuensi Langsung dan Tak Langsung. Konsekuensi Langsung adalah perubahan-perubahan dalam system social yang terjadi sebagai respons segera suatu inovasi, sedangkan konsekuensi tak langsung adalah perubahan-perubahan uatu system social yang terjadi sebagai hasil konsekuensi langsung suatu inovasi.

c. Konsekuensi Yang tampak dan Laten Konsekuensi yang tampak adalah perubahan-perubahan yang terlihat dan dikehendaki oleh system social, sedangkan konsekuensi laten adalah berbanding terbalik dari pengertian diatas. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh Agen perubahan dalam menilai kecepatan inovasi, antara lain : (a) keseimbangan yang stabil. Hal ini berhubungan dengan kestabilan perubahan struktur atau fungsi social. (b) Keseimbangan yang dinamis. Pertimbangan ini berhubungan dengan perubahan system social dengan kemampuan system untuk mengatasinya. Dan (c) Ketidakseimbangan akan terjadi apabila kecepatran suatu perubahan itu sangat cepat sehingga tidak dapat diikuti oleh system social.

F. INOVASI KURIKULUM DIINDONESIA Dalam perkembangan pendidikan di Indonesia telah dilakukan berbagai upaya inovasi kurikulum dan pembelajaran, seperti perubahan tujuan kurikulum, restrukturisasi kurikulum, penyesuaian materi dan waktu. Untuk itu, sering dilakukan percobaan-percobaan atau studi kasus pada sekolah tertentu. Apabila dari percobaan ini menunjukan hasil yang baik, maka selanjutnya dituangkan dalam suatu kebijakan nasional untuk digunakan diseluruh Indonesia, yaitu sebagai berikut : Pertama, relevansi, yaitu masih adanya ketidaksesuaian antara kurikulum yang ada dengan kebutuhan dilapangan. Disatu Pihak, kurikulum menyediakan tentang A, B dan C (misalnya) tetapi di pihak lain masyarakat/ dunia sudah membutuhkan tenaga yang memiliki pengetahuan tentang A, B , C dan D. begitu juga ketika anak masuk keperguruan tinggi,. Jadi, kurikulum yang ada selalu ketinggalan, dan ini sulit untuk dikejar karena pekembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memang sangat cepat dan luar biasa . Untuk mengatasi kesenjangan relevansi tersebut, maka inovasi kurikulum mutlak harus dilakukan. Kedua, mutu pendidikan (baca: proses dan hasil belajar) di Indonesia sangat rendah( sesuai dengan indicator tertentu). Jangan untuk sekala Internasional, dalam skala ASEAn saja mutu pendidikan Indonesia masih dibawah Malaysia dan Singapore, bahkan Filipina dan Thailand. Padahal kita tahu bahwa pada tahun 1970-an, orang-orang Malaysia banyak belajar di Indonesia. Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan ini, maka inovaasi kurikulum harus terus dilakukan. Ketiga, masalah pemerataan. Pembangunan Pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih kurang merata. Di satu sisi, pendidikan di kota dapat berjalan dengan lancar dan baik sesuai dengan

tuntunan kurikulum. Sementara di sisi lain, di kota kecil atau didaerah/ desa sangat jauh ketinggalan. Hal ini mungkin disebabkan karena dikota besar (Paling tidak di Ibukota Kabupaten) pembangunan infrastruktur sudah tersedia sehingga kurikulum dapat berjalan dengan lebih baik. Untuk menghadapi permasalahan pemerataan pendidikan ini, maka perlu dilakukan inovasi kurikulum yang sesuai dengan kondisi objektif di kota maupun didesa. Keempat, masalah keefektifan dan efisien pendidikan. Keefektifan berkenaan dengan keampuhan pelaksanaan kurikulum, baik tentang struktur kurikulum, metologi, evaluasi, guru, pengawas maupun instrumental input lainya. Masalah Efesiansi berkenaan dengan manajemen kurikulum itu sendiri. Keterbatasana dana dan daya menuntut system manajemen kurikulum yang efisien dan terpadu. Baik terpadu secara vertical maupun horizontal. Dalam efisiensi menyangkut juga aspek waktu, yaitu penggunaan waktu disetiap masa pelajaran.

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut diatas, maka diperlukan berbagai upaya atau terobosan dadn pemikiran yang mendalam serta pendekatan progresif dalam bentuk inovasi kurikulum sehingga diharapkan ada peningkatan mutu pendidikan, baik di masa sekarang maupun dimasa yang akan datang. Gagasan baru sebagai hasil pemikiran kembali haruslah mampu memecahkan persoalan yang tidak mungkin dipecahkan dengan cara-cara trdisional atau komersial. Gagasan dan pendekatan baru tentang kurikulum ini biasanya disebut inovasi kurikulum. Setelah bentuk atau wujud kurikulum itu ada, kemudian dilaksankan dalam situasi yang sebenarnya. Untuk itu, ada bebrapa factor yang perlu diperhatikan.

1. Faktor Guru (Pendidik) Guru sebagai ujung tombak dalam pengembangan kurikulum, merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran. Kepiawaian dan kewibawaan seorang guru sangat menentukan keefektifan kurikulum, baik disekolah maupun diluar sekolah. Oleh karena itu, guru memiliki peran utama dan pertama, baik sebagai pendidik, pembimbing, pengajar, pelatih, pelaksana, maupun sebagai innovator kurikulum.

2. Faktor Peserta Didik (Siswa) Sebagai objek utama dalam kurikulum terutama dalam proses pembelajaran, peserta didik memegang peranan yang sangat dominant. Peserta didik dapat menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensia, kemampuan motorik, pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan. Hal ini biasa terjadi apabila peserta didik juga dilibatkan dalam proses inovasi kurikulum. Peserta didik perlu diperkenalkan dan dilibatkan dalam inovasi kurikulum sehingga mereka tidak saja menerima dan melaksanakan inovasu tersebut, tetapai juga mengurangi resistensi.

3. Faktor Program Pembelajaran Program Pembelajaran dan perangkatnya merupakan pedoman dalam implementasi kurikulum di sekolah. Program pembelajaran merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kurikulum sebagai suatu system. Factor ini harus diperhatikan karena hasil inovasi kurikulum pada akhirnya disusun dalam program pembelajaran.

4. Faktor Fasilitas Fasilitas, termasuk sarana dan prasarana tidak bias diabaikan dalam peranan inovasi kurikulum. Fasilitas merupakan hal yang turut mempengaruhi kelangsungan suatu inovasi yang akan diterapkan. Tanpa adanaya fasilitas, maka pelaksanaan inovasi kurikulum ddapat dipastikan tidak akan berjalan dengan baik. Fasilitas (terutama fasilitas pembelajaran) meruakan hal sangat esensial dalam melakukan perubahan dan pembaharuan kurikulum. Dalam penerapan inovasi kurikulum , factor fasilitas mutlak harus diperhatikan.

5. Faktor Lingkungan Sosial Masyarakat Masyarakat secara langsung maupun tidak langsung, sengaja maupun tidak sengaja terlibat dalam inovasi kurikulum. Pada dasarnya, tujuan inovasi kurikulum adalah mengubah masyarakat menjadi lebih baik, terutama masyarakat dimana peserta didik itu berasal. Tanpa melibatkan masyarakat sekitarnya, inovasi kurikulum tentu tidak akan terganggu, bahkan bias merusak. Banyak kegiatan inovasi kurikulum yang tidak didukung oleh masyarakat berakibat terhentinya pelaksanaan inovasi. Keterlibatan masyarakat dalam inovasi kurikulum justru akan membantu innovator dan pelaksana inovasi dalam melaksanakan inovasi kurikulum.

G. RUANG LINGKUP DAN BENTUK INOVASI KURIKULUM Secara garis besar , ruang lengkup invasi kurikulum terdiri atas, tujuan kurikulum, struktur kurikulum, isi/ materi pengajaran, proses pembelajaran, dan system penilaian. Tujuan Kurikulum(tujuan kulikuler) bersumber dari setiap mata pelajaran. Jadi, stiap[ terjadi perubahan mata pelajaran , maka stiap itu pula terjadi perubahan kurikulum. Susuan mata pelajaran ini biasanya disebut struktur kurikulum. Hampir setiap pergantian kurikulum selalu terjadi perubahan struktur kurikulum. Misalnya, pada tahun 1975, struktur kurikulum mengalami perubahan yang sangat mendasar, mulai dari jenis mata pelajaran sampai dengan organisasi kurikulumunya. Dalam Kurikulum tahun 1968, organisasi kurikulum yang digunakan adalah ata pelajaran yang terpisahpisah (isolated-subject curriculum). Seperti ilmu hayat, ilmu bumi, dan berhitung, sedangkan dalam kurikulum 1975, organisasi kurikulum yang digunakan adalah bidang studi (broad Field), yaitu mata pelajaran yang serumpun difungsikan menjadi satu bidang studi. Akibat organisasi kurikulum yang digunakan berbeda, maka struktur kurikulumnya juga berbeda.

Begitu juga ketika menggunakan kurikulu SMA 1984, strukur kurikulumnya berbeda ada program inti, ada program pilihan A dan ada program pilihan B serta masuknya mata pelajaran baru, yaitu Pendidikan Sejarah Bangsa (PSPB). Program pilihan A dimaksudkan untuk memberikan bekal kemampuan yang diperlukan guna melanjutkan keperguruan tinggi, seperti ilmu-ilmu fisik, biologi, social dan budaya. Sedangkan program pilihan B dimaksudkan untuk menampung bakat, minat, dan kemampuan siswa sesuai dengan bidang kehidupan yang ada di masyarakat dan aspek-aspek budaya tertentu. Dalam kurikulum 1994 dan kurikulum 2004 menggunakan struktur kurikulum yang baru, dimana program inti, program pilihan, dan mata pelajaran PSPB dihapuskan. Inovasi kurikulum juga menyangkut tentang materi. Selama ini, kurikulum di Indonesia banyak menggunkan kurikulum yang berbasis isi (content-based curriculum), dan sejak menggunakan kurikulum 2004 baru menggunakan kurikulum berbasis kompentensi (competency- curriculum based). Perubahan kurikulum ini mengakibatkan perubahan paradigma terhadap proses pembelajaran, yaitu dari apa yang di ajarkan (isi) menjadi apa yang harus dikuasai (kompetensi). Perubahan kurikulum tersebut tidak hanya mengakibatkan terjadinya penyesuaian substansi materi, tetapi juga terjadi pergeseran paradigma dari pendekatan pendidikan yang berorientasi masukan (input-oriented education) ke pendekatan pendidikan yang berorientasi hasil atau standar (outcome-based education). (Sumarna Supranata dan Muhammad Hatta, 2004). Perubahan kurikulum ini juga membawa implikasi terhadap cara guru mengajar atau proses pembelajaran. Semula guru lebih menekankan pada selesainya pokok bahasan (isi), tetapi melupakan hasil, tetapi sekarang justru lebih menekankan pada hasil .Beberapa bentuk inovasi kurikulum yang pernah dilakukan di Indonesia, terutama pada aspek proses pembelajaran, antara lain : Dalam Kurikulum 1975, kita mengenal strategi PPSI (Prosedur Pembangunan Sistem Intruksional), dan pendekatan CBSA (Cara Baca Siswa Aktif), Kemudian dalam kurikulum 1984 diberlakukan system kredit dan system semester serta pendekatan keterampilan proses. Kurikulum 1994 dengan system catur wulannya lebih banyak menggunakan pendekat-pendekatan seperti kurikulum sebelumnya. Kurikulum 2004, penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi serta sumber belajar. Bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur dedukatif. Hal ini dimaksudkan agar dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar peserta didik pada masa yang akan datang. Bentuk-bentuk inovasi kurikulum seperti disebutkan diatas membawa implikasi terjadinya perubahan penilaian. Selama ini kurikulum kita menggunakan pendekatan penilaian norma (normrefrenced assessment), yaitu aspek yang menunjukan beberapa kompeten peserta didik yang menguasai materi yang telah diajarkan. Oleh karena itu, model penilaian yang dianggap tepat untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kampetensi adalah penilaian berbasis kelas (classroom-based-asessment) dengan salah satu teknik penilaian adalah portfolio. Memperhatikan bentuk-bentuk inovasi kurikulum tersebut diatas, berarti sudah banyak upayaupaya inovasi kurikulum yang dilakukan di Indonesia, tetapi mengapa hasil dari inovasi kurikulum tersebut tidak/belum pernah diespos ke masyarakat luas, baik kelebihan maupun kekurangannya. Padahal, hasil-hasil penelitian tentang itu banyak dilakukan , dana-dana penelitian pun dianggarkan cukup besar, tetapi sayang hasil penelitian hanya berhenti sampai dengan laporan.

H. Hambatan-Hambatan dalam Implentasi Inovasi Kurikulum Berbagai upaya inovasi kurikulum telah banyak dilakukan di Indonesia, terutama untuk menata kembali keseluruhan struktur dan prosedur pengembangan kurikulum pendidikan dasar dan mencegah agar lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Inovasi tersebut, antara lain konsep pendekatan kompetensi, pengembangan media audio-visual, penerbitan buku-buku sumber elektronik (BSE), pengembangan sumber-sumber belajar, pembelajaran konstektual (contectual teaching-learning) . Pembelajaran Aktif-Kreatif-Menyenangkan (PAKEM), penilaian berbasis kelas, penilaian portofolio, dan sebagainya. Meskipun Demikian, tidak sedikit juga hambatan yang terjadi setiap kali melakukan upaya inovasi. Hambatan itu antara lain dapat disebabkan oleh tidak sesuainya latar belakang kultur budaya Indonesia. Penyebab lainya adalah masih kurangnya sikap dan kemampuan berpikir kritis, analis,reflektif, konstruktif, dan antisipatif terhadap inovai yang dikenalkan baik mengenai kegunaannya maupun implikasi yang mungkin timbul, sekarang atau masa yang akan datang. Penerimaan inovasi juga belum dibarengi dengan tekad dan semangat baru serta kerja keras dari guru, sebab inovasi itu itu bukan dukun yang dapat mengobatai segala mcam penyakit dengan demikian nilai dan esensi dari suatu inovasi belum menjadi milik instrinsik manusia Indonesia sebagai akibat dari penerimaan inovasi demi target formalistic belaka. (Soepardjo Adikusumo, 1986) Guru memang memiliki potensi, tetapi guru juga memiliki ketrbatasan. Beberapa keterbatasan guru antara lain : (a) guru mempunyai waktu yang terbatas untuk mengkaji lebih lanjut informasi tentang inovasi, (b) guru mempunyai tingkat kemampuan yang bervariasi, menyebabkan pemahaman, sikap dan kemampuan mengimplentasi inovasi kurikulum juga bervariasi, (c) guru kurang memperoleh kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya terutama yang berkaitan dengan inovasi kurikulum. (d) dikap antara guru yang satu dengan guru lainya berbeda. Ada guru yang antusias untuk memahami lebih jauh tentang inovasi kurikulum, bahkan ada guru yang merasakan bahwa inovasi merupakan suatu tuntutan ddan kebutuhan professional. Meskipun demikian, tidak sedikit juga guru yang menolak untuk melaksanakan inovasi. Keterbatasan guru ini mengimplentasikan perlunya perencanaan yang matang dan komperehensif tentang inovasi kurikulum dalam berbagai tingkatan dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan hambatan yang terjadi sehingga keterbatasan tersebut dapat diatasi dengan segera.

You might also like