You are on page 1of 14

Tugas Mata Kuliah Pemuliaan Tanaman

Pemuliaan Tanaman Pada Sorgum

Disusun Oleh: 1. Gunawan Setyo Budi 2. Himawan Joko R 3. Isni Wiyati 4. Kartika Dewi M (H0711047) (H0711048) (H0711050) (H0711051)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

A. PENDAHULUAN Pemuliaan tanaman adalah suatu seni dari ilmu pengetahuan untuk menciptakan tanaman yang lebih baik melalui perbaiakan genetik. Selain itu pemuliaan tanaman merupakan suatu metode yang secara sistematik merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, hasil dari kegiatan pemuliaan tanaman yaitu berupa tanaman unggul. Tujuan dari pemuliaan tanaman adalah meningkatkan hasil tanaman, meningkatkan kualitas, meningkatkan resistensi terhadap hama dan penyakit, perbaiakan adaptasi atau toleransi terhadap tekanan lingkungan dan efisiensi dalam pengguanaan input (sarana produksi). Secara garis besar, tahap tahap pemuliaan tanaman mencakup pembentukan populasi, seleksi, dan pengujian. Pemuliaan tanaman dalam rangka merakit varietas unggul dapat di tempuh secara konvensional maupun dengan bantuan bioteknologi/rekayasa genetika. Produktivitas tanaman dapat di tingkatkan melalui manipulasi atu perbaikan genetik maupun perbaikan lingkungan tumbuh. Manipulasi lingkungan tumbuh meliputi perbaikan fisik dan kimia tanah. Mutu benih, ketersediaan air, pengendalian organisme, penggangu tanaman, dan teknologi panen dan pasca panen. Manipulasi genetik meliputi penggunaan varietas unggul yang di rakit melalui kegiaatn pemuliaan tanaman. Kegiatan agrikulural ini diawali dengan upaya meningkatkan variasi genetik yang dilanjutkan dengan seleksi pada keturunan terbaik. Ada beberapa cara untuk meningkatkan variasi genetik. Cara yang konvensional adalah menggunakan metode introduksi, persilangan, dan manipulasi genom. Sementara proses modern yang seringkali disebut sebagai bioteknologi, adalah manipulasi gen atau bagian kromosom serta transfer gen. Introduksi berarti mendatangkan bahan baku tanaman dari tempat yang berbeda. Ini merupakan pemuliaan tanaman yang paling sederhana. Introduksi diilhami oleh teori pusat keanekaragaman yang diperkenalkan oleh ahli botani Rusia, N.I. Vavilov. Metode introduksi mendatangkan berbagai varietas tanaman dari tempat yang berbeda-beda, lalu dikembangbiakkan secara

vegetatif. Ada beberapa tanaman yang telah dimuliakan dengan cara ini, di antaranya ketela pohon dan jarak pagar. Persilangan adalah cara kedua yang paling populer untuk meningkatkan variasi tanaman. Sebagai contoh, menyilangkan tanaman gandum supaya tahan terhadap tanah dengan kadar garam yang tinggi. Bahkan, semua tanaman padi, jagung, dan kedelai, yang ditanam sebagai tanaman komoditi di negeri ini merupakan hasil persilangan. Bila diamati secara mendalam, sebenarnya persilangan telah memanfaatkan ilmu manipulasi komposisi gen. Bukan sekadar mengawinkan dua varietas tanaman yang berbeda. Persilangan banyak dipilih sebagai metode perbanyakan variasi karena murah, efektif, efisien, dan mudah dilakukan. Manipulasi genom merupakan proses mengubah susunan gen

menggunakan manipulasi ploidi, baik penggandaan set kromosom maupun perubahan jumlah kromosom. Sebagai contoh, semangka tanpa biji. Semangka ini sebenarnya merupakan persilangan antara semangka tetraploid dengan semangka diploid. Sejatinya, dalam manipulasi genom, masih diperlukan persilangan untuk menghasilkan individu baru yang lebih unggul. Manipulasi gen merupakan metode pemuliaan tanaman dengan menggunakan penerapan genetika molekuler dan juga mutasi gen. Teknik yang dilakukan, di antaranya tilling, teknologi antisense, gene silencing, teknologi RNAi, rekayasa gen, hingga over-expression. Dalam skala laboratorium, teknik-teknik tersebut telah berhasil dibuktikan. Namun, hingga saat ini, belum ada varietas baru yang dihasilkan, khususnya untuk kebutuhan komersil. Transfer Gen, nama lain metode ini adalah transformasi DNA. Caranya, dengan menyisipkan gen dari organisme lain ke dalam DNA tanaman untuk tujuan tertentu. Tanaman yang dihasilkan biasanya mendapat sebutan tanaman transgenik. Sebagai contoh, gen Agrobacterium tumefaciens yang disisipkan ke dalam tanaman tembakau mampu membuat tanaman tersebut tahan terhadap antibotik tertentu.

B. PEMBAHASAN a. Karakteristik Sorgum Sorgum (Sorghum bicolor L.) merupakan tanaman biji-bijian (serealia) yang banyak dibudidayakan di daerah beriklim panas dan kering. Sorgum bukan merupakan tanaman asli Indonesia tapi berasal dari wilayah sekitar sungai Niger di Afrika. Domestikasi sorgum dari Etiopia ke Mesir dilaporkan telah terjadi sekitar 3000 tahun sebelum masehi. Sorgum memiliki potensi hasil yang tinggi dibanding padi, gandum dan jagung. Bila kelembaban tanah bukan merupakan faktor pembatas, hasil sorgum dapat melebihi 11 ton/ha dengan rata-rata hasil antara 7-9 ton/ha. Pada daerah dengan irigasi minimal, rata-rata hasil sorgum dapat mencapai 3-4 ton/ha (House 1985). Selain itu, sorgum memiliki daya adaptasi luas mulai dari dataran rendah, sedang sampai dataran tinggi. Hasil biji yang tinggi biasanya diperoleh dari varietas sorgum berumur antara 90110 hari. Varietas sorgum berumur dalam cenderung akan cocok bila digunakan sebagai tanaman pakan ternak (forage crop). Sorgum terkenal sebagai tanaman yang tahan terhadap kondisi kekeringan. Secara fisiologis, permukaan daun yang mengandung lapisan lilin dan sistem perakaran yang ekstensif, fibrous dan dalam cenderung membuat tanaman efisien dalam absorpsi dan pemanfaatan air

(evapotranspirasi). Hasil studi menunjukkan bahwa untuk menghasilkan 1 kg akumulasi bahan kering sorgum memerlukan 332 kg air, sedangkan jagung, barley dan gandum berturut-turut memerlukan 368, 434 dan 514 kg air (House, 1985). Dibanding tanaman jagung, sorgum juga memiliki sifat yang lebih tahan terhadap genangan air, kadar garam tinggi dan keracunan aluminium. Berdasarkan bentuk malai dan tipe spikelet, sorgum diklasifikasikan ke dalam 5 ras yaitu: Bicolor, Guenia, Caudatum, Kafir, dan Durra. Karakteristik tipe spikelet masing-masing ras dapat dilihat dalam Gambar 1 Durra yang berbiji putih merupakan ras yang paling banyak dibudidayakan sebagai sorgum biji (grain sorgum) dan digunakan sebagai sumber bahan

pangan. Diantara ras Durra terdapat varietas yang memiliki batang dengan kadar gula tinggi disebut sebagai sorgum manis (sweet sorghum). Di banyak negara sorgum manis digunakan sebagai sumber bahan baku pembuatan sirup, gula (jaggery), dan etanol (Dista 2007).

b. Program Pemuliaan Sorgum Sorgum tergolong tanaman yang menyerbuk sendiri (self pollinated crop) dan diploid (2x = 2n = 20). Oleh karena itu, sistem pemuliaan tanaman sorgum kira-kira mirip dengan sistem pemuliaan tanaman padi, kedelai dan sebagainya. Seperti halnya pada padi, pemuliaan tanaman sorgum dapat diarahkan menuju perolehan varietas galur murni atau varietas hibrida. Di beberapa negara seperti Amerika Serikat, India dan Cina, sorgum hibrida telah banyak dikembangkan dan memiliki hasil sampai 15 ton/ha. Di masa depan Indonesia mungkin perlu juga mengarah pada pengembangan sorgum hibrida apabila nanti budidaya sorgum telah memasyarakat, meluas dan komersial (Batan 2011). Keterbatasan ragam genetik sorgum memacu pemulia tanaman untuk mencari sumber-sumber genetik baru untuk memperbaiki sifat-sifat agronomi, produksi dan kualitas sorgum. Upaya tersebut mungkin dapat ditempuh melalui program pemuliaan tanaman dengan metoda seleksi, introduksi, hibridisasi, mutasi, bioteknologi. Kombinasi antara metodametoda tersebut mungkin juga dapat dilakukan untuk memperoleh hasil yang optimal. Seandainya sumber plasma nutfah tersedia cukup, maka pemuliaan sorgum dengan metoda seleksi dapat dilakukan dengan cara memilih sumber plasma nutfah yang tepat dan dapat dikembangkan lebih lanjut

menjadi varietas sorgum unggul baru. Namun apabila sumber genetik terbatas maka perlu dilakukan cara lain. Metoda introduksi adalah upaya pemuliaan tanaman dengan mendatangkan sumber genetik (varietas) dari luar negeri/wilayah yang kemudian diteliti daya adaptasi dan daya hasilnya di daerah setempat. Tanaman sorgum introduksi yang terseleksi memiliki daya adaptasi baik, berproduksi tinggi dan atau memiliki sifat keunggulan lainnya kemudian dapat dilepas menjadi varietas unggul baru. Apabila tidak dapat dilepas sebagai varietas unggul baru, sorgum introduksi mungkin bisa dimanfaatkan sebagai sumber genetik baru dalam suatu program persilangan (hibridisasi). Sebagai contoh dan seperti telah disebut di atas, bahwa Indonesia telah mengintroduksi materi genetik sorgum dari luar dan setelah melalui proses penelitian kemudian dilepas sebagai varietas unggul nasional. Sampai saat ini Indonesia telah memiliki beberapa varietas sorgum unggul nasional (Batan 2011). Sejak dikenalnya hukum Mendel dalam ilmu genetika, pemuliaan tanaman lebih intensif dilakukan dengan metoda hibridisasi yaitu melalui persilangan tanaman (dalam spesies yang sama) yang memiliki sifat-sifat genetik yang berbeda. Perpaduan genetik antara tetua tanaman yang disilangkan diharapkan menghasilkan rekombinasi sifat baru yang kemudian malui proses seleksi dapat menghasilkan galur atau varietas unggul tanaman. Sampai kini telah banyak dilaporkan varietas unggul sorgum yang dihasilkan melalui pemuliaan lewat hibridisasi yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Sejalan dengan semakin berkembangnya ilmu genetika, maka akhir-akhir ini dikenal pemuliaan tanaman dengan menggunakan metoda bioteknologi. Dalam upaya meningkatkan keragaman genetik tanaman, pada prinsipnya teknik ini mirip dengan hibridisasi, hanya saja materi yang disilangkan (ditransfer) pada teknik bioteknologi berada pada tingkat gen. Transfer gen dapat dilakukan baik dalam spesies tanaman yang sama maupun yang berbeda. Gen yang ditransfer seharusnya telah diidentifikasi sebagai gen unggul pengontrol ekspresi suatu sifat tertentu, misalnya gen

pengontrol ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit. Transfer gen dapat dilakukan melalui media bakteri (Agrobacterium) atau dengan menggunakan alat biolistic bombardment. Tanaman yang telah menerima transfer gen dikenal sebagai tanaman transgenik, dan apabila tanaman transgenik memang memiliki keunggulan maka dapat dilepas menjadi varietas unggul baru. Namun demikian, di banyak negara penggunaan tanaman transgenik sampai kini masih berada dalam perdebatan karena pemanfaatan tanaman transgenik sangat erat terkait dengan isyu keamanan hayati (biosafety), keamanan pangan (food safety) dan keamanan lingkungan (environmental safety). Setiap negara, termasuk Indonesia, perlu menetapkan peraturan atau regulasi khusus untuk menjamin keamanan penggunaan tanaman transgenik. Selain dapat digunakan dalam rekayasa keragaman genetik tanaman, bioteknologi (biologi molekuler) dapat juga digunakan sebagai alat (tool) dalam proses seleksi tidak langsung (inderect selection) terhadap keunggulan sifat tertentu pada suatu program pemuliaan tanaman. Teknik seleksi semacam itu dikenal sebagai Molecular Assisted Selection (MAS). Namun secanggih apa teknik MAS yang digunakan, pengujian dan seleksi tanaman di lapangan masih saja tetap diperlukan. c. Aplikasi Teknik Nuklir dalam Pemuliaan Tanaman Iptek nuklir berperan dalam pemuliaan tanaman terutama terkait dengan kemampuannya untuk menimbulkan mutasi. Kemampuan tersebut ada dikarenakan tenaga nuklir, misalnya sinar Gamma, memiliki energi yang cukup tinggi sehingga apabila sinar tersebut melintasi materi reproduksi tanaman dapat menimbulkan ionisasi dan menyebabkan perubahan pada struktur dan/atau komposisi materi genetik tanaman. Perubahan tesebut kemungkinan dapat terjadi pada tingkat genom, kromosom, atau gen (DNA). Perubahan materi genetik yang terjadi secara tiba-tiba, acak dan terwariskan (heritable) ke generasi berikutnya dikenal dengan istilah mutasi. Bahan yang dapat menimbulkan mutasi disebut

sebagai bahan mutagen dan tanaman yang telah mengalami mutasi disebut sebagai tanaman mutan. Sebetulnya mutasi dapat saja terjadi secara alami (spontaneous mutation) dan dapat juga terjadi melalui induksi (induced mutation). Pada prinsipnya tidak terdapat perbedaan antara mutasi yang terjadi secara alami dan mutasi induksi, hanya saja proses kejadian mutasi induksi jauh lebih cepat dibanding mutasi alami. Keduanya dapat menimbulkan variasi genetik untuk kemudian dijadikan dasar seleksi tanaman, baik melalui seleksi alami (evolusi) maupun seleksi buatan (pemuliaan). Metoda mutasi khususnya mutasi induksi, merupakan salah satu cara untuk meningkatkan keragaman genetik dalam suatu program pemuliaan tanaman. Induksi mutasi dapat dilakukan dengan perlakuan bahan mutagen tertentu terhadap organ reproduksi tanaman seperti biji, stek batang, serbuk sari, akar rhizome, kultur jaringan dan sebagainya. Bahan mutagen yang sering digunakan dalam program pemuliaan tanaman digolongkan menjadi dua kelompok yaitu mutagen kimia (chemical mutagen) dan mutagen fisika (physical mutagen). Mutagen kimia pada umumnya berasal dari senyawa alkyl (alkylating agents) misalnya seperti Ethyl Methane Sulphonate (EMS), diethyl sulphate (dES), Methyl Methane Sulphonate (MMS), hydroxylamine, nitrous acids, dan acridines. Sedangkan mutagen fisika bersifat sebagai radiasi pengion (ionizing radiation) dan termasuk diantaranya adalah sinar-X, radiasi Gamma, radiasi beta, neutrons, dan partikel dari aselerators. Perubahan yang terjadi pada materi genetik (karena mutasi) pada umumnya diekspresikan pada fenotipe tanaman dan diturunkan (inherited) ke generasi berikutnya. Namun dalam beberapa kasus, mungkin juga mutasi tidak langsung terekspresikan pada fenotipe tanaman (silent mutation). Secara relatif ekspresi mutasi pada fenotipe tanaman dapat menuju ke arah positif (desirable mutations) maupun negatif, dan kemungkinan mutasi yang terjadi dapat juga kembali ke normal (recovery). Kearah negatif, mutasi mungkin saja dapat menyebabkan kematian

(lethality), ketidak normalan (abnormality), sterilitas (sterility) atau kerusakan fisiologis (physiological damage). Mutasi yang terjadi ke arah sifat positif dan terwariskan (heritable) ke generasi-generasi berikutnya merupakan mutasi yang dikehendaki oleh pemulia tanaman pada umumnya. Sifat positif yang dimaksud sangat relatif, tergantung pada tujuan program pemuliaan tanaman. Bahan mutagen kimia dapat menimbulkan mutasi melalui beberapa mekanisme. Gugusan alkyl aktif dari bahan mutagen kimia dapat ditransfer ke molekul lain pada posisi dimana kepadatan elektron cukup tinggi seperti phosphate groups dan juga molekul purine dan pyrimidine yang merupakan penyusun struktur dioxiribonucleic acid (DNA) tanaman. Seperti diketahui umum, DNA merupakan struktur kimia yang membawa gen. Basa-basa yang menyusun struktur DNA terdiri dari adenine, guanine, thyimine, dan cytosine. Adenine dan guanine merupakan basa bercincin ganda (doublering bases) disebut purines, sedangkan thymine dan cytosine bercincin tunggal (single-ring bases) disebut pyrimidines. Struktur molekul DNA berbentuk pilitan ganda (double helix) dan tersusun atas pasangan spesifik Adenine-Thymine dan Guanine-Cytosine. Suatu contoh mutasi yang paling sering ditimbulkan oleh mutagen kimia adalah perubahan basa pada struktur DNA yang mengarah pada pembentukan 7-alkyl guanine (IAEA, 1977). Bahan mutagen fisika bersifat sebagai radiasi pengion (ionizing radiation) yang dapat melepas energi (ionisasi), begitu melewati atau menembus materi. Begitu materi reproduksi tanaman terkena radiasi, proses ionisasi akan terjadi dalam jaringan yang selanjutnya dapat menyebabkan perubahan pada tingkat sel, genom, kromosom dan/atau gen (DNA). Perubahan yang terjadi sering bersifat permanen dan terwariskan (heritable) ke generasi-generasi berikutnya dikenal sebagai mutasi. Dalam program pemuliaan tanaman, mutasi sering berperan positif dalam upaya meningkatkan keragaman genetik tanaman.

Yang tergolong sebagai mutagen fisika diantaranya adalah sinar-X, radiasi Gamma, radiasi Beta, neutrons, dan partikel dari aselerators. Selama ini sinar Gamma merupakan mutagen fisika yang paling banyak digunakan dalam program pemuliaan tanaman karena memiliki panjang gelombang pendek sehingga energi dan daya tembusnya sangat tinggi. Secara global sinar Gamma telah terbukti paling efektif, efisien dan banyak digunakan dalam menghasilkan varietas unggul bermacam jenis tanaman (Rana 2000). d. Pemuliaan Sorgum dengan Teknik Mutasi Upaya dalam perbaikan dan peningkatan keragaman genetik dan kualitas sorgum melalui sinar radiasi gamma bersumber Cobalt-60 diperlukan terhadap benih sorgum kultivar Durra (ICRISAT-India). Dosis optimal sinar gamma telah diperoleh berada pada kisaran 20-50 kRad atau 200500 Gy . Seleksi dilakukan menggunakan metode Pedegree. Keragaman (variance) tanaman yang muncul akibat iradiasi sinar Gamma dipelajari pada generasi kedua setah perlakuan iradiasi (disebut generasi M2). Seleksi tanaman yang memiliki sifat agronomi lebih unggul (dibanding kontrol) juga dimulai pada generasi M2, terfokus pada populasi tanaman berada dalam kisaran dosis optimal (IAEA, 1984). Pemurnian dan pengujian (dibanding kontrol) galur-galur tanaman terseleksi dilakukan berkesinambungan selama beberapa generasi sampai tanaman mencapai tingkat homogenitas tinggi (asumsi genotipe tanaman homozygot). Selanjutnya tanaman unggul yang telah homogen disebut sebagai galur mutan harapan (promising mutant lines). Sebanyak 70 galur mutan yang terseleksi berdasarkan sifat-sifat agronomi unggul kemudian diuji ketahanannya terhadap kekeringan di Gunung Kidul dan Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengujian dilakukan secara langsung di lapangan dengan mengatur waktu tanam pada saat akhir musim hujan (sekitar bulan Juni 2003-2005). Sebagai tanaman kontrol digunakan varietas asal yang tidak diradiasi (Durra) dan varietas unggul nasional (UPCA dan Higari). Variabel data agronomi yang diamati meliputi daya tumbuh, umur 75% berbunga, umur panen, tinggi tanaman,

jumlah daun, berat kering malai, panjang malai, jumlah biji/malai, berat biji/tanaman, produksi biomas, indeks panen, hasil/plot, dan estimasi hasil/ha (ton/ha).
Respon Sorgum Terhadap Iradiasi
.3 6 1 11 9 2. 7 4. 5 5. 3 7. 1 8. 83 31 79 26 74

Survival Rate (%)

2 0 .2 0.0

183.3

366.7

550.0

733.3

916.7

1100.0

Dosis Iradisi Gamma (Gy)

Gambar 2. Kurva respons tanaman sorgum varietas Durra terhadap iradiasi sinar Gamma pada generasi M1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa galur mutan yang secara signifikan memiliki ketahanan sangat tinggi (dilihat dari produksi biomas) dan produksi bijinya relatif tinggi (3-4 ton/ha) pada kondisi kering di Gunungkidul dan Bantul. Diantara galur-galur mutan tersebut adalah galur B-68, B-69, B-72, B-75, B-76, B-83, B-92, B-95, dan B-100. Secara visual, variasi bentuk dan ukuran malai beberapa galur mutan sorgum disajikan dalam Gambar 3. Produksi biji galur-galur mutan harapan tersebut secara nyata lebih tinggi dibanding tanaman kontrol yaitu varietas Durra (varietas asal), UPCA dan Higari (varietas unggul nasional). Galur-galur mutan harapan tersebut kini sedang dalam taraf pengujian secara multi lokasi sebelum akhirnya akan diusulkan untuk dilepas menjadi varietas sorgum baru. Perolehan galur-galur mutan harapan tersebut telah memperkaya koleksi plasma nutfah sorgum di BATAN. Ada kemungkinan galur-galur tersebut dapat dilepas menjadi varietas sorgum baru (melalui proses uji multi lokasi) atau mungkin digunakan sebagai sumber genetik dalam program hibridisasi.

Gambar 3. Variasi bentuk dan ukuran malai galur mutan sorgum hasil iradiasi sinar Gamma bersumber Cobalt-60. Metode Pedegree digunakan dalam ke-giatan seleksi. Sejumlah 66 genotipe galur mu-tan generasi M3 telah diperoleh dan terseleksi. Secara visual penampilan di lapang dari galur-galur mutan tersebut memiliki indikasi sor-gum manis yang ditandai oleh batang daun coklat (brown midrid), batang terasa manis apabila digigit dan produksi biomasa tinggi (Gambar 2). Hal senada dilaporkan Direktur Serealia (2003) bahwa sorgum manis memiliki karak-teristik batang daun coklat dan tanaman yang tinggi. Didapatkananya galur mutan yang me-miliki indikasi ke arah sorgum manis maka galur-galur mutan tersebut saat ini sedang dilakukan penelitian secara intensif.

C. KESIMPULAN 1. Sorgum (Sorghum bicolor L.) merupakan tanaman biji-bijian (serealia) yang banyak dibudidayakan di daerah beriklim panas dan kering. Secara fisiologis, permukaan daun yang mengandung lapisan lilin dan sistem perakaran yang ekstensif, fibrous dan dalam cenderung membuat tanaman efisien dalam absorpsi dan pemanfaatan air (evapotranspirasi). 2. Produktivitas tanaman gandum dapat di tingkatkan melalui manipulasi atu perbaikan genetik maupun perbaikan lingkungan tumbuh. Manipulasi lingkungan tumbuh meliputi perbaikan fisik dan kimia tanah. Mutu benih, ketersediaan air, pengendalian organisme, penggangu tanaman, dan teknologi panen dan pasca panen. Manipulasi genetik meliputi penggunaan varietas unggul yang di rakit melalui kegiaatn pemuliaan tanaman. 3. Pemuliaan tanaman Sorgum dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu: metode Seleksi, Metoda Introduksi dan Metode Bioteknologi. 4. Iptek nuklir berperan dalam pemuliaan tanaman yakni kemampuannya untuk menimbulkan mutasi. Metoda mutasi yaitu mutasi induksi, merupakan salah satu cara untuk meningkatkan keragaman genetik dalam suatu program pemuliaan tanaman. 5. Bahan mutagen yang sering digunakan dalam program pemuliaan tanaman digolongkan menjadi dua kelompok yaitu mutagen kimia (chemical mutagen) dan mutagen fisika (physical mutagen). 6. Pemuliaan sorgum dengan teknik mutasi dilakukan dengan melakukan peningkatan keragaman genetik dan kualitas sorgum melalui sinar radiasi gamma bersumber Cobalt-60.

DAFTAR PUSTAKA Batan 2011. Pemuliaan Tananaman Sorgum di Parir. http://www.batan.go.id/patir/_berita/pert/sorgum/sorgum.html. Diakses pada 1 Juni 2013. 2007. Botani Sorgum. http://www.scribd.com/doc/38420207/BotaniSorgum. Diakses pada 1 Juni 2013.

Dista

HOUSE L R 1985. A Guide to Sorghum Breeding. International Crops Research Institute for Semi-Arid Tropics. Andhra Pradesh, India. 238p. IAEA 1984. Selection in mutation breeding. Proceedings of Consultants Meeting, Joint FAO/IAEA, Vienna, 21-25 June 1982. STI/PUB/665. ISBN 92-0111284-X.` ICRISAT 1990. Industrial Utilization of Sorghum. Proceedings of Symposium on the Current Status and Potential of Industrial Uses of Sorghum. 59p. RANA B.S. RAO, M.H 2000. Technology for increasing sorghum production and value addition. National Research Center for Sorghum, Indian Council of Agricultural Research. Hyderabad, India. 65p.

You might also like