You are on page 1of 22

Etika dan Tanggung Jawab Profesi Advokat

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Etika & Tanggung Jawab Profesi

Disusun oleh :
NAMA : MOHAMAD IRFAN
NPM : 01.01.06.056

DIBAWAH BIMBINGAN :

IWAN DARMAWAN SH., MH.


SAPTO HANDOYO SH.

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2009
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puja dan puji saya panjatkan kehadirat Illahi Rabbi,
yang telah memberikan kekuatan kepada saya untuk dapat menyelesaikan
halaman demi halaman sehingga menjadi makalah ini yang merupakan salah satu
dari komponen nilai mata kuliah Etika Dan Tanggung Jawab Profesi Hukum.
Shalawat dan salam tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah
mendobrak pintu kejahiliahan, dan sebagai sang motivator dan ispirator terhebat
sepanjang zaman.
Begitu banyak ilmu, inspirasi, dan motivasi yang saya peroleh dari para
“guru” tempat saya belajar dalam majelis mereka dan untuk rekan-rekan
mahasiswa yang telah mendukung, menyokong, kepada saya dalam penyelesaian
makalah ini. Saya sangat sadar bahwa setiap pencapaian adalah buah dari kerja
dan sokongan banyak pihak yang begitu luar biasa, oleh karenanya tampa
mempermasalahkan hierarkinya, maka saya ingin sekali menyampaikan ucapan
terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada mereka.
Semoga makalah ini yang saya beri judul Etika dan Tanggung Jawab
Profesi Advokat ini dapat menjadi suatu kontribusi positif dan konstruktif bagi
para pembaca, serta diharapkan dapat menambah cakrawala berfikir kita tentang
etika dan tentunya dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi penulis khususnya.
Amien.

Selamat membaca dan mengkritisi…

Bogor, April 2009


Salam hangat,

Mohamad Irfan
DAFTAR ISI

KATAPENGATAR...........................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Identifikasi Masalah..............................................................................2
C. Maksud dan Tujuan...............................................................................2

BAB II TINJAUAN UMUM


A. Tinjauan Tentang Kode Etik Profesi.....................................................3
B. Kode Etik Advokat...............................................................................10
C. Hak dan Kewajiban Advokat................................................................11

BAB III PEMBAHASAN.................................................................................13

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................16
B. Saran.....................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Modernisasi telah mengundang kegerahan seorang Guru besar
kriminologi dari Universitas Indonesia, Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara
yang menyebut fenomena perkembangan hukum di Indonesia sebagai ‘law as
a tool of crime’. Hukum yang berfungsi sebagai alat kejahatan. Beliau bahkan
berpendapat: “Proses hukum menjadi ajang beradu teknik dan keterampilan.
Siapa yang lebih pandai menggunakan hukum akan keluar sebagai pemenang
dalam berperkara. Bahkan, advokat dapat membangun konstruksi hukum
yang dituangkan dalam kontrak sedemikian canggihnya sehingga kliennya
meraih kemenangan tanpa melalui pengadilan.”
Pada jaman modern seperti sekarang tidak jarang kejahatan yang kerap
kali terjadi belakangan ini motivnya karena keadaan ekonomi, sosial maupun
moral. Selain itu juga kejahatan membuat masyarakat menjadi resah dan takut
serta dapat pula merusak tatanan hidup masyarakat. Dengan semakin
terbukanya mata masyarakat terhadap masalah hukum maka peran advokat
menjadi semakin penting. Hal ini menempatkan kedudukan advokat menjadi
sama pentingnya dengan lembaga penegakan hukum lainnya seperti
Kepolisian, Jaksa dan Hakim. Kondisi masyarakat yang seperti ini menuntut
para advokat untuk semakin meningkatkan kemampuan dan profesionalitas
mereka.
Advokat mempunyai tugas memberi jasa hukum antara lain berupa
konsultasi hukum, bantuan hukum, ataupun mendampingi dan membela klien,
di luar maupun di dalam pengadilan baik itu Badan Peradilan Agama,
Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara atau Peradilan Militer. Oleh
karena itu peran advokat merupakan suatu profesi yang penting dan mulia
sepanjang dilakukan untuk mencapai keadilan dalam masyarakat. Dikatakan
penting karena advokat merupakan salah satu unsur dalam peradilan.
Untuk dapat menjawab realita profesi hokum ini seobyektif mungkin,
maka mau tak mau harus kita tengok kembali konsep-konsep etika profesi
hukum yang melandasi tindakan profesional hukum tersebut. Sekaligus dalam
rangka mempersiapkan diri sebagai seorang profesional dalam bidang hukum
serta untuk mengetahui tentang bagaimana cara memperaktikkan hukum,
sehingga memilih judul “Etika dan Tanggung Jawab Profesi Advokat” yang
merupakan Tugas Mata Kuliah Etika dan Tanggung Jawab Profesi.

B. Identifikasi Masalah
Berangkat dari kegerahan Guru Besar Kriminologi Universitas
Indonesia yang merupakan sinyalemen kegelisahan bagi penulis, maka penulis
dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
1. Apa itu Etika Profesi Hukum ?
2. Salahkah secara kode etik tindakan advokat dengan menggunakan
pengetahuan hukumnya sebagai alat untuk memenangkan kliennya?

C. Maksud dan Tujuan


Bertitik tolak dari latar belakang dan identifkasi masalah yang telah
dikemukakan diatas, secara khusus maka maksud dari karya tulis ini adalah
untuk meneliti sehingga memperoleh data dan informasi mengenai seberapa
besar pengaruh hukum terhadap perilaku Advokat dalam kehidupan sehari-
hari. Dan secara umum maksud dan tujuan karya tulis ini adalah :
1. Agar adanya pemahaman dan penggambaran tentang realitas perilaku
Advokat.
2. Dan untuk memahami kode etik Advokat dalam lingkungan peradilan dan
menangani kliennya.
BAB II
TINJAUAN UMUM

A. Tinjauan Tentang Kode Etik Profesi


1. Pengertian Kode Etik Profesi
Etika berasal dari kata yunani kuno “ Ethos “ dalam bentuk tunggal
yang berarti adapt istiadat, adapt kebiasaan, dan akhlak yang baik. Bentuk
jamak dari ethos adalah “ ta etha “ artinya adapt kebiasaan. Dari bentuk
jamak ini terbentuklah istilah etika yang oleh Aristoteles sudah digunakan
untuk menunjukan filsafat moral.1
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, etika dirumuskan dalam tiga
arti :
a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak
dan kewajiban moral ( akhlak ).
b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
c. Nilai mengenai benar dan salah yang di anut suatu golongan atau
masyarakat.2

Kata yang cukup dekat dengan etika adalah “ Moral “ kata moral
berasal dari bahasa latin “ Mos “, jamaknya “ Mores “ yang berarti juga :
kebiasaan, atau adapt. Dalam bahasa inggris dan banyak bahasa lain,
termasuk bahasa Indonesia. Kata mores masih dipakai dalam arti yang sama.
Jadi etimologi kata “ moral “ sama dengan etimologi kata “ etika “ karena
keduanya berasal dari kata yang berarti adapt kebiasaan. Hanya bahasa
asalnya berbeda, yang pertama berasal dari kata yunani sedang yang kedua
dari bahasa latin.3
Etika sebagai ilmu melanjutkan kecenderungan menusia dalam hidup
sehari-hari. Etika mulai, bila manusia merefleksikanunsur-unsur etis dalam
pendapat-pendapat spontan manusia kebutuhan akan merefleksi itu
dirasakan antara lain karena pendapat etis manusia tidak jarang berdeda

1
Abdul Kadir Muhamad , Etika Profesi Hukum, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2001),
hal 13
2
Ibid.
3
K. Berthens , Etika , ( Jakarta : Gramedia Pustaka Utama , 2001 ) , hal . 4
dengan pendapat orang lain. Etika dapat di definisikan sebagai refleksi
kritis, metodis dan sistematis tentang tingkah laku menusia, sejauh berkaitan
dengan norma. Etika adalah refleksi ilmiah tentang tingkah laku manusia
dari sudut norma-norma atau dari sudut baik dan buruk. Segi normatif itu
merupakan sudut pandang yang khas bagi etika, dibandingkan dengan ilmu-
ilmu lain yang juga membahas tingkah laku manusia.4
Adapun kode etik profesi merupakan norma yang diterapkan dan
diterima oleh kelompok profesi yang mengarahkan atau memberi petunjuk
kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin
mutu moral profesi itu di mata masyarakat. Apabila satu anggota kelompok
profesi itu berbuat menyimpang dari kode etiknya, maka kelompok profesi
itu akan tercemar di mata masyarakat.5
Kode etik profesi merupakan produk etika terapan karena dihasilkan
berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesi. Kode etik profesi
dapat berubah dan diubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, sehingga anggota kelompok profesi tidak akan ketinggalan
jaman. Kode etik profesi merupakan hasil pengaturan diri profesi yang
bersangkutan, dan ini perwujudan nilai moral yang hakiki, yang tidak
dipaksakan dari luar.kode etik profesi hanya berlaku efektif apabila dijiwai
oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri.
Kode etik profesi merupakan rumusan norma moral manusia yang
mengemban profesi itu. Kode etik profesi menjadi tolok ukur perbuatan
anggota kelompok profesi. Kode etik profesi merupakan upaya pencegahan
berbuat yang tidak etis bagi anggotanya.6
Adapun pengertian dari profesi itu sendiri dapat dirumuskan dari
beberapa pendapat sebagai berikut :7
a. Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1999 ) :
Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian
( keterampilan, kejujuran, dan sebagainya ) tertentu.

4
Ibid, hal. 24.
5
Abdul Kadir Muhamad , op cit , hal 77
6
Ibid
7
I Gede A.B. Wiranata , Dasar Dasar Etika dan Moralitas , ( Bandung : Citra Aditya Bakti
) , hal. 243-244
b. Menurut Aubert ( 1973 ) :
Profesi adalah pekerjaan pelayanan yang menerapkan seperangkat
pengetahuan sistematika ( ilmu ) pada masalah-masalah yang sangat
relevan bagi nilai-nilai utama dari masyarakat.
c. Menurut E Sumaryono :
Profesi adalah sebuah sebutan atau jabatan dimana orang yang
menyandangnya mengetahui pengetahuan khusus yang diperolehnya
melalui training atau pengalaman lain, atau bahkan diperoleh melalui
keduanya penyandang profesi dapat membimbing atau memberi
nasihat / saran atau juga melayani orang lain dalam bidangnya sendiri
dengan lebih baik bila dibandingkan dengan warga masyarakat lain
pada umumnya.
d. Lili Rasyidi ( 2002 )
Profesi adalah pekerjaan tetap berupa pelayanan ( servis occupation ).
Pelaksanaannya dijalankan dengan menerapkan pengetahuan ilmiah
dalam bidang tertentu, dihayati sebagai suatu panggilan hidup, serta
terikat pada etika umum dan etika khusus ( etika profesi ) yang
bersumber pada semangat pengabdian terhadap sesame manusia.
Sebuah pekerjaan dapat disebut sebagai profesi apabila memiliki
kriteria-kriteria sebagai berikut :
a. Bersifat khusus / spesialisasi
b. Keahlian dan keterampilan
c. Tetap atau terus menerus
d. Mengutamakan pelayanan
e. Tanggung jawab
f. Organisasi profesi.8

Profesi adalah suatu moral community ( masyarakat moral ) yang di


dalamnya terdapat cita-cita dan nilai-nilai bersama. Terbentuknya suatu
profesi selain atas dasar cita-cita dan nilai bersama juga disatukan karena
latar belakang pendidikan yang sama dan secara besama-sama pula memiliki

8
Ibid, hal 247-249
keahlian yang tertutup bagi orang lain. Dengan demikian, profesi menjadi
suatu kelompok yang mempunyai tanggungjawab khusus.
2. Tujuan dan Manfaat Kode Etik Profesi

Dalam sejarah manusia, jenis pekerjaan yang menuntut kepemilikan


keahlian dan keterampilan yang tinggi dalam tatanan pergaulan masyarakat
mendapatkan tempat yang terhormat dalam masyarakat hingga akhirnya
memiliki atribut-atribut sarat nilai terhadap profesi. Franz Magnis Suseno
mengemukakan tiga nilai moral yang dituntut dari pengemban profesi yaitu
1. Berani beerbuat dengan bertekad umtuk bertindak sesuai
tuntutan profesi.
2. Menyadari kewajiban yang harus dipenuhi dalam menjalankan
profesi.
3. Idealisme yang tinggi sebagai perwujudan makna misi organisasi
profesi.9

Kode etik profesi pada dasarnya adalah norma perilaku yang sudah
dianggap benar atau yang sudah mapan dan tentunya akan lebih efektif lagi
apabila norma perilaku tersebut dirumuskan sedemikian baiknya, sehingga
memuaskan pihak-pihak yang berkepentingan. Kode etik profesi merupakan
kristalisasi perilaku yang dianggap benar menurut pendapat umum karena
berdasarkan pertimbangan kepentingan profesi yang bersangkutan. Dengan
demikian, kode etik profesi dapat mencegah kesalah pahaman dan konflik,
dan sebaliknya berguna sebagai bahan refleksi nama baik profesi. Kode etik
profesi yang baik adalah yang mencerminkan nilai moral anggota kelompok
profesi sendiri dan pihak yang membutuhkan pelayanan profesi yang
bersangkutan.
Kode etik profesi adalah seperangkat kaidah perilaku yang disusun
secara tertulis dan sistematis sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam
mengembankan suatu profesi bagi suatu masyarakat profesi. Sebagai sebuah
pedoman, kode etik ( code of conduct ) memiliki beberapa tujuan pokok,
yaitu : 10
a. Memberikan Penjelasan Standar Etika

9
Ibid , hal . 250
10
Ibid , hal . 251-252.
Standar etika yang harus di penuhi oleh pelaku profesi di rumuskan
dalam kode etik profesi. Di dalamnya di jelaskan mengenai penetapan
hak, tanggungjawab, dan kewajiban terhadap klien, lembaga, dan
masyarakat pada umumnya.
b. Memberikan Batasan Kebolehan dan atau Larangan.
Kode etik memuat batasan kebolehan dan atau larangan terhadap
anggota profesi dalam menjalankan profesinya. Tidak jarang ketika
melaksanakan tugas profesi, seorang profesional menghadapi dilema
dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat.
c. Memberikan Himbauan Moralitas
Kode etik profesi memberi himbauan moralitas kepada anggotanya
dalam melaksanakan tugas di bidangnya. Dengan himbauan meskipun
bersifat moralitas, seorang profesional di ingatkan eksistensi hukum
moral berupa kehendak bebas untuk melakukan profesi tanpa tekanan,
paksaan, atau kepura-puraan. Pelaksanaan moral profesi adalah sesuatu
yang bersifat luhur.
d. Sarana Kontrol Sosial
Kemandirian profesi yang dimiliki sering menjadikan sebuah
profesi sangat sulit untuk terjangkau oleh nalar mereka yang tidak
mengemban atau mematuhi cirri profesi. Meskipun demikian, tidak
pada tempatnya apabila semua profesional selalu berlindung dalam
etik profesinya. Kode etik menjamin perlindungan sejauh moralitas
dasar perbuatannya terpenuhi. Kemandirian profesional dikontrol
melalui kode etik profesinya.
Setiap profesi memiliki kode etik. Secara umum manfaat yang dapat
di petik dari adanya kode etik, diantaranya adalah menjaga dan
meningkatkan kualitas keterampilan teknis, melindungi kesejahteraan
materil para pengmban profesi, dan bersifat terbuka. Apabila di jabarkan
secara lebih rinci, melalui kode etik akan dapat di capai manfaat sebagai
berikut :11

11
Ibid , hal . 254-255
a. Menghindari unsur persaingan tidak sehat di kalangan anggota profesi,
kode etik profesi memuat moralitas profesi, batasan-batasan kebolehan
dan larangan bagi anggota serta pilihan kemungkinan-kemungkinan
yang harus dilakukan jika terjadi dilema dalam pelaksanaan
profesinya. Oleh karena itu, setiap anggota terhindar dari perbuatan
persaingan tidak bebas. Dalam skala yang lebih luas, kualitas moral
profesi akan senantiasa terjaga.
b. Menjamin solidaritas dan kolegialitas antar anggota untuk saling
menghormati. Sikap solidaritas ini akan mewujudkan kehidupan tata
persaudaraan diantara anggota profesi. Dengan memiliki pola
kolegialitas maka dapat dipastikan profesi dan anggotanya mampu
menghindarkan diri dari campur tangan pihak ketiga atau pihak-pihak
lain dalam mengamalkan profesinya.
c. Mewajibkan pengutamakan kepentingan pelayanan terhadap
masyarakat umum / public. Adanya tuntutan pelayanan yang optimal
dalam kode etik secara tersirat harus memacu kejujuran dan
keterampilan diri pribadi anggota profesi untuk tetap menambah
keterampilan dalam bidangnya. Kewajiban ini memberikan jaminan
kepuasan materil pengemban profesi.
d. Kode etik profesi menuntut para anggotanya bekerja secara terbuka
dan transparan dalam mengamalkan keahlian profesinya.
Pertanggungjawaban moral profesi dilakukan selain kepada hati nurani
dan moralitas dirinya, juga dilakukan terhadap masyarakat luas.
Dengan pemaknaan demikian maka seorang profesi terhindarkan dari
wacana penipuan dan kebohongan terhadap public namun, terhadap
rahasia personal yang harus dipegang teguh oleh seorang profesi
karena jabatan yang ditentukan undang-undang wajib untuk tidak
dipublikasikan.
3. Penegakan Kode Etik Profesi
Aristoteles mengajarkan bahwa manusia berbuat kebajikan
sepanjang ia menggunakan akal budinya, yaitu suatu kemampuan khas yang
dimiliki manusia yang membedakannya dari hewan-hewan yang lain. Dalam
bukunya Nichomachean Ethics ( Etika Nichomachus ), Aristoteles
mengatakan yang baik bagi setiap hal ia bila ia dapat mewujudkan
hakikatnya yang tertinggi. Kebaikan yang setinggi-tingginya bagi manusia
ialah mewujudkan kemampuannya secara penuh sebagai manusia.12
Penegakan kode etik profesi tidak akan terlepas dari faktor etika
manusianya sebagaimana dikemukakan Aristoteles di atas, artinya dengan
perilaku yang baik dan benar dari manusia maka sudah barang tentu etika
yang dirumuskan dalam kode etik akan mudah untuk ditegakan oleh
anggotanya, di jadikan pegangan, dan sebagai dasar memberikan sanksi bagi
anggota profesi yang melanggar kode etik tersebut.
Sama halnya dengan penegakan hokum, penegakan kode etik adalah
usaha melaksanakan kode etik sebagaimana mestinya, mengawasi
pelaksanaannya supaya tidak terjadi pelanggaran, dan jika terjadi
pelanggaran memulihkan kode etik yang dilanggar itu supaya ditegakan
kembali, karena kode etik adalah bagian dari hukum positif, maka norma-
norma penegakan hokum juga berlaku pada penegakan kode etik.13
Kode etik dalam formatnya yang tertulis adalah sebuah hukum
positif yang keberlakuannya terbatas pada lingkup anggota profesi
bersangkutan. Meskipun sebagai hukum tertulis, kode etik tidak mempunyai
sanksi yang keras. Pemberlakuan sanksi yang tertuang dalam rumusan kode
etik tidak dapat otomatis di tuntut, tetapi hanya terbatas pada strata sanksi
moral. Akibat lemahnya sanksi dalam kode etik, sering terlihat akhir-akhir
ini bermunculan sejumlah organisasi yang berbeda padahal lingkup
profesinya sama.14
Penegakan kode etik profesi menurut Bintatar Sinaga S.H.,M.H,
Iwan Darmawan S.H.,M.H, Sapto Handoyo DP.,S.H dalam karya ilmiahnya
pada Forum Kajian Hukum FH-UNPAK, adalah sebagai berikut :15
1. Penegakan kode etik adalah usaha melaksanakan kode etik
sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya supaya tidak

12
Louis O Kattsoff , Pengantar Filsafat , ( Yogyakarta : Tiara Wacana , 1995 ) , hal. 368.
13
Abdul Kadir Muhamad , op cit , hal .120.
14
I Gede A.B Wiranata , op cit , hal . 258.
15
Iwan Darmawan, Etika Dan Tanggung Jawab Profesi Hukum – Suatu Kontemplasi
Menuju Fajar Budi, (FKH : FH-UNPAK, 2009), hal 48
terjadi pelanggaran. Jika tidak terjadi pelanggaran maka untuk
memulihkannya kode etik yang dilanggar itu supaya ditegakkan
kembali.
2. Penegakan kode etik dalam arti sempit adalah memulihkan hak dan
kewajiban yang telah di langgar, sehingga timbul keseimbangan seperti
semula. Bentuk pemulihan itu berupa penindakan terhadap
pelanggaran kode etik.
3. Penindakan tersebut meliputi tingkatan sebagai berikut :
a. Teguran himbauan supaya menghentikan pelanggaran, dan jangan
melakukan pelanggaran lagi
b. Mengucilkan pelanggar dari kelompok profesi sebagai orang tidak
disenangi sampai dia menyadari kembali perbuatannya
c. Memberlakukan tindakan hokum sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku dengan sanksi yang keras.

B. Kode Etik Advokat Indonesia


Kode Etik Advokat Indonesia yang dimaksud terdiri dari :
1. Advokat Indonesia adalah Warga Negara Indonesia yang bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dalam melakukan tugasnya
menjujung tinggi hukum berdasarkan kepribadian pancasila dan UUD
1945 serta sumpah jabatannya.
2. Advokat harus bersedia memberikan bantuan hukum kepada siapa saja
yang memelurkan, tanpa memangdang agama, suku, ras, keturunan,
kedudukan social dan keyakinan politiknya, juga tidak semata-mata
untuk mencari imbalan materi.
3. Advokat harus bekerja bebas dan mandiri serta wajib memperjuangkan
hak asasi manusia ;
4. Advokat wajib memegang teguh solidaritas sesama rekan advokat ;
5. Advokat wajib menjujung profesi advokat sebagai profesi terhormat,
6. Advokat harus bersikap teliti (correct) dan sopan terhadadap para
pejabat penegak hukum.
Selain mengatur kepribadian advokat, dalam kode etik ini juga diatur
mengenai hubungana advokat dengan klien secara lebih rinci, demikian juga
dengan sesame profesi. Kemudiann terdapat pula pengaturan tentang cara
bertindak dalam menangani perkara. Didalamnya tampak jelas bahwa seorang
advokat harus benar-benar menegakan nilai kejujuran, dalam berpekara.
Sebagi contoh seorang advokat tidak boleh menghubungi saksi-saksi pihak
lawan jaga tidak boleh menghubungi hakim kecuali sama-sama dengan
advokat pihak lawan.
Dalam keentuan-ketentuan lain disebutkan misalnya advokat tidak
boleh mengiklankan diri untuk promosi, termasuk melalui perkara. Untuk
menjaga agar tidak terjadi benturan kepentingan, seorang advokat yang
sebelumnya menjadi hakim atau panitera disuatu pengadilan, tidak dibenarkan
memegang perkara di pengadilan yang bersangkutan, paling tidak selama tiga
tahun sejak ia berhenti dari pengadilan tersebut.

C. Hak dan Kewajiban Advokat


Hak Dan Kewajiban Advokat menurut Pasal 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20
Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat adalah :
Pasal 14
Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela
perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan
dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 15
Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela
perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada
kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam
menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan
pembelaan Klien dalam sidang pengadilan.
Pasal 17
Dalam menjalankan profesinya, Advokat berhak memperoleh informasi,
data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi Pemerintah maupun pihak
lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk
pembelaan kepentingan Kliennya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 18
(1) Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan
perlakuan terhadap Klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik,
keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya.
(2) Advokat tidak dapat diidentikkan dengan Kliennya dalam membela
perkara Klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat.
Pasal 19
(1) Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau
diperoleh dari Kliennya karena hubungan profesinya, kecuali
ditentukan lain oleh Undang-undang.
(2) Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien,
termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap
penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan
atas komunikasi elektronik Advokat.
Pasal 20
(1) Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan
kepentingan tugas dan martabat profesinya.
(2) Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian
sedemikian rupa sehingga merugikan profesi Advokat atau
mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas
profesinya.
(3) Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas
profesi Advokat selama memangku jabatan tersebut.

BAB III
PEMBAHASAN

Realita yang akan anda baca adalah hasil kutipan penulis dari
pengalaman seseorang.
Seorang rekan advokat dengan miris menceritakan pengalamannya
pertama kali menjalankan tugas dari advokat seniornya untuk menyerahkan
sejumlah uang kepada hakim dalam rangka memuluskan permohonan
penangguhan penahanan bagi kliennya dalam proses persidangan pidana.
Jumlahnya tidak terlalu banyak. Kalau sebelumnya dengan jaksa penuntut
umum kantor hukumnya mengeluarkan anggaran Rp7,5 juta agar klien mereka
tidak ditahan dalam proses penuntutan maka setelah tawar menawar yang
cukup alot kali ini mereka hanya mengeluarkan Rp5 juta agar klien mereka
tidak ditahan dalam proses pemeriksaan oleh hakim di persidangan.
Setelah itu, biaya lain juga harus disiapkan paling tidak ketika vonis
akan dibuat. Semua biaya semacam itu pada akhirnya nanti akan dibebankan
kepada klien. Praktek serupa adalah hal yang biasa dalam menjalankan profesi
hukum. Demikian kesimpulan cerita. Kalau tidak begitu, jangan harap seorang
advokat dapat leluasa menjalankan profesinya. Relasi dengan aparat penegak
hukum lainnya akan terganggu dan cenderung dimusuhi.
Artinya tidak berguna segala macam pengetahuan dan keterampilan
berkaitan dengan penanganan kasus, karena pada akhirnya yang menentukan
adalah uang. Artinya lagi tidak terlalu banyak berguna keberadaan advokat
dalam memberikan jasa hukum kepada kliennya. Kalau sekedar bayar
membayar dan transaksi seperti itu saya yakin masyarakat awam pun mampu
melakukannya tak perlu didampingi advokat, yang tentunya tidaklah gratis.
Apakah advokat sekaliber Adnan Buyung Nasution, Todung Mulya
Lubis dan beberapa nama yang terkenal idealis lainnya dalam menjalankan
profesi mereka tidak menghadapi kondisi serupa? Tidak menyuap, tidak
melobi dan tidak mengandalkan relasi dengan aparat hukum lain untuk
memenangkan perkara yang ditanganinya? Kalau tidak bagaimana mereka
bisa eksis dan semakin berjaya dengan profesinya padahal sudah menjadi
rahasia umum bahwa kalau tak mau bayar jangan harap perkara menang?
Dalam hal ini saya tak bisa berspekulasi. Tetapi yang jelas masalah
praktek mafia peradilan memang tampaknya masih menjadi tantangan utama
bagi reformasi penegakan hukum. Kondisi ini merupakan tugas berat bagi
Mahkamah Agung, Komisi Judisial, pejabat penegak hukum lainnya serta
organisasi profesi advokat tentunya dalam meningkatkan fungsi pengawasan
bagi aparat penegak hukum.
Bagi sebagian kalangan advokat ada pemahaman bahwa seolah-olah
mereka berada pada posisi yang diperas oleh aparat penegak hukum lainya.
Asumsinya, advokat lebih mudah memperoleh penghasilan besar dari kasus
yang mereka tangani sementara aparat penegak hukum lain hanya
mengandalkan gaji bulanan dengan berbagai tunjangan yang tetap saja
dipahami tidak akan lebih besar dari pendapatan seorang advokat yang sukses
tentunya. Maka ketika advokat mulai bekerja menangani kasus sekaligus akan
menjadi ladang bagi-bagi rezeki bagi aparat hukum lainnya. Pada sisi lain bila
permintaan biaya-biaya lain tidak dipenuhi oleh advokat dikuatirkan akan
berpengaruh bagi kasus yang mereka tangani. Intinya nasib kliennya akan
berada di ujung tanduk.
Klien mana yang mau menderita kerugian terlalu besar apalagi bila
harus menjadi pesakitan dengan hukuman yang maksimal. Maka prinsip
ekonomi pun bekerja di sini. Biarlah mengeluarkan sejumlah cost tetapi
besarnya tidak sebesar kerugian bila harus menjalani hukuman maksimal,
sekalipun sudah jelas posisi hukumnya lemah, atau memang berada pada
pihak yang bersalah. Pada kondisi ini seolah-olah advokat berada dalam
dilema antara tekanan aparat penegak hukum dengan posisi klien mereka yang
kebanyakan berpikiran pragmatis. Maka tidak bisa tidak etika profesipun
terabaikan dengan justifikasi nasib klien. Sekalipun dengan demikian entah
sadar entah tidak aturan hukumpun telah dilanggar.
Tetapi benarkan advokat dalam kondisi demikian berada dalam kondisi
tertindas hingga terpaksa memenuhi atau menjalankan praktek serupa di atas?
Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
menegaskan Profesi Advokat adalah profesi bebas dan mandiri yang dijamin
oleh hukum dan peraturan perundang-undangan. Sebelum menjalankan
profesinya seorang advokat telah bersumpah di antaranya akan bertindak jujur
berdasarkan hukum dan keadilan dalam melaksanakan tugas profesinya,
menjaga tingkah laku dan menjalankan kewajiban sesuai dengan kehormatan,
martabat, dan tanggung jawab sebagai advokat.
Hemat saya bila sumpah ini saja diingat dan dijalankan oleh semua
advokat idealnya mafia peradilan tidak akan terjadi. Tetapi kalau sebagian
besar advokat tidak memiliki integritas dan lebih berprinsip siap sedia
membela siapa saja yang bayar maka tentunya profesi advokat sebagai profesi
yang terhormat tidak akan bertemu realisasinya.
Maka selain membangun mekanisme rekrutment yang tidak hanya
mementingkan pengetahuan dan keterampilan teknis tetapi juga menekankan
aspek moral dan integritas seorang calon advokat, menerapkan sistem
pengawasan profesi yang mestiya terhindar dari semangat buta pembelaan
“korp” profesi, tak bisa tidak memberantas mafia peradilan harus dimulai dari
advokat itu sendiri. Sebab baik sistem rekruitment dan pengawasan serta
penegakan etika profesi tentunya akan diisi oleh para advokat itu sendiri.
Kalau yang merekrut dan mengawasi etika profesi adalah advokat yang tidak
punya integritas hasilnya akan sama dengan istilah “jeruk makan jeruk”. Maka
setiap advokat harus menegakkan etika profesinya. Jangan biarkan advokat
sebagai profesi terhormat harus tertindas dan terpaksa melanggar hukum dan
etika sekaligus menjadi ladang perasan oleh aparat hukum lainnya.
Bersikap kompromi agar hubungan aman dengan aparat penegak
hukum tak juga ada gunanya karena siapapun orangnya tak akan bisa tentram
dari olok-olok dan umpatan masyarakat sekalipun bergelimang harta hasil
menggadaikan kehormatan profesi. Maka ada baiknya kita meminjam bait
sajak Wiji Thukul ;” Hanya ada satu kata : Lawan

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan apa yang sudah diterangkan diatas, maka saya sebagai penulis
akan menyimpulkan beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Standar etika profesi advokat saat ini sudah mulai seragam meskipun
dalam enforcementnya tetap kembali pada organisasi advokat masing-
masing, padahal tujuan semula KKAI membentuk kode etik tunggal
adalah agar pengawasan perilaku para advokat diawasi oleh suatu Dewan
Kehormatan yang dibentuk bersama, agar pengawasan advokat menjadi
efektif mengingat kesemerawutan pengawasan selama ini karena adanya
delapan organisasi profesi advokat.
2. Sejalan dengan pemikiran yang disampaikan oleh Prof. Liev, bahwa
keberhasilan pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia akan sangat
tergantung keberhasilannya bila seluruh kekuatan tokoh-tokoh hukum
bersatu, sebagai pressure group.
3. Etika dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik
sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada; dan pada saat
yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi
segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense)
dinilai menyimpang dari kode etik. Kode etik profesi ini akan dipakai
sebagai rujukan (referensi) normatif dari pelaksanaan pemberian jasa
profesi kepada mereka yang memerlukannya. Seberapa jauh norma-norma
etika profesi tersebut telah dipatuhi dan seberapa besar penyimpangan
penerapan keahlian sudah tidak bisa ditenggang-rasa lagi, semuanya akan
merujuk pada kode etik profesi yang telah diikrarkan oleh mereka yang
secara sadar mau berhimpun kedalam masyarakat (society) sesama profesi
itu.
4. Selama ini Dewan Kehormatan Advokat tak banyak berperan. Hanya ada
sedikit kasus yang sampai ke meja Dewan Kehormatan Advokat. Bukan
karena tak ada pelanggaran kode etik advokat, tetapi karena semangat
saling melindungi sesama anggota profesi telah membuat pengaduan ke
Dewan Kehormatan Advokat seperti tabu.
B. Saran
1. Pasal 5 Undang-Undang tentang Advokat, jika dibaca bersamaan dengan
Pasal 4 UU Advokat tentang Sumpah Advokat, akan terlihat, profesi
advokat yang dikenal sebagai officium nobelium adalah profesi luhur,
mulia, dan bermartabat. Sumpah itu antara lain berbunyi, "Bahwa saya
dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan tidak
akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat
pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan
bagi perkara yang sedang atau akan saya tangani".
Bila Sumpah Advokat ini dibaca dengan teliti, kita seharusnya tak melihat
advokat berkolusi dengan polisi, jaksa, hakim, atau sesama advokat.
Seharusnya tak ada korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang
merongrong wajah penegakan hukum kita sehingga organisasi seperti
Transparency International menggarisbawahi betapa maraknya judicial
corruption (mafia peradilan) di Indonesia.
2. Disinilah sebenarnya peran Dewan Kehormatan Advokat dibutuhkan yang
telah ditunjang oleh Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Kita pun sebagai bagian dari masyarakat tidak boleh membiarkan
penyimpangan perilaku advokat yang semakin ‘menggila’ ini. Dengan
adanya Dewan Kehormatan Advokat, kita bisa melaporkan penyimpangan
tersebut sekaligus mengawasi kerja Dewan Kehormatan Advokat dalam
menangani laporan yang telah kita berikan.
3. Disisi lain, perlunya persatuan organisasi advokat dalam satu wadah
organisasi akan lebih memudahkan Dewan Kehormatan Advokat dalam
mengawasi perilaku advokat agar sesuai dengan Kode Etik Profesi
Advokat. Selain itu, tidak akan terjadi konflik kepentingan antar organisasi
profesi advokat.
4. Dengan banyaknya perilaku menyimpang profesi advokat tersebut,
semoga saja kita yang saat ini sebagai mahasiswa Fakultas Hukum akan
memperbaiki kinerja di bidang hukum agar lebih baik dan jauh dari
penyimpangan-penyimpangan. Amin…
Terkait dengan saran diatas tentang harapan wajah hukum Indonesia, maka
ijinkanlah penulis mengutip kata-kata mutiara dari sang motivator kampus FH-
UNPAK (Bpk Iwan Darwaman),
Harapan dan cita-cita adalah suatu taman yang indah bagi setiap manusia, oleh
sebab itu ia diburu siang dan malam.
Seperti halnya kita sebagai insan akademisi yang mengemban visi misi ke-
illahian selalu berharap tentang hokum yang ideal tumbuh dan berkembang di
masyarakat, sehingga menimbulkan keteraturan, ketertiban, dan kesejahteraan.

DAFTAR PUSTAKA

Berterns, Etika, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2001


Muhammad, Abdulkadir, Etika Profesi Hukum, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,
2001

Bintatar Sinaga S.H.,M.H, Iwan Darmawan S.H.,M.H, Sapto Handoyo DP.,S.H,


Etika Dan Tanggung Jawab Profesi Hukum, Suatu Kontemplasi Menuju
Fajar Budi, FKH : FH-UNPAK, 2009

Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, Ketika Kejahatan Berdaulat, Ganesha Ex :


Bandung, 2005

I Gede A.B. Wiranata, Dasar Dasar Etika dan Moralitas, Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2001

Darmawan iwan, Untaian Mutiara Kehidupan, Wedatama Widya Sastra, Jakarta,


2004

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat

www.hukumonline.com

You might also like