You are on page 1of 48

BAB I PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi terhadap penyakit tertentu. Guna terwujudnya derajat kesehatan yang tinggi, pemerintah telah menempatkan fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas di setiap kecamatan dan didukung posyandu pada setiap puskesmas.1

Angka kesakitan bayi di Indonesia relatif masih cukup tinggi, meskipun menunjukkan penurunan dalam satu dekade terakhir. Program imunisasi bisa didapatkan tidak hanya di puskesmas atau di rumah sakit saja, akan tetapi juga diberikan di posyandu yang dibentuk masyarakat dengan dukungan oleh petugas kesehatan dan diberikan secara gratis kepada masyarakat dengan maksud program imunisasi dapat berjalan sesuai dengan harapan. Program imunisasi di posyandu telah menargetkan sasaran yang ingin dicapai yakni pemberian imunisasi pada bayi secara lengkap. Imunisasi dikatakan lengkap apabila mendapat BCG 1 kali, DPT 3 kali, Hepatitis 3 kali, Campak 1 kali, dan Polio 4 kali.

Bayi yang tidak mendapat imunisasi secara lengkap dapat mengalami berbagai penyakit, misalnya difteri, tetanus, campak, polio, dan sebagainya. Oleh karena itu, imunisasi harus diberikan dengan lengkap sesuai jadwal. Imunisasi secara lengkap dapat mencegah terjadinya berbagai penyakit tersebut.2

Pemerintah telah memberikan berbagai upaya dan kebijakan dalam bidang kesehatan untuk menekan angka kesakitan, namun masyarakat belum bisa memanfaatkannya secara optimal karena ada sebagian ibu yang memiliki persepsi bahwa tanpa imunisasi anaknya juga dapat tumbuh dengan sehat.3

IMUNISASI

Page 1

Pada dasarnya pengetahuan dan pendidikan ibu merupakan dasar untuk mengambil suatu keputusan dan mengenal kebutuhan, khususnya tentang masalah kesehatan. Semakin tinggi pengetahuan dan pendidikan ibu, maka semakin tinggi pula perhatiannya terhadap kesehatan bayinya.4

Cakupan program imunisasi dasar di Kelurahan Payaroba, cakupan Puskesmas H.A.H Hasan pada tahun 2012 adalah sebagai berikut: BCG 86.8%, DPT-HB1 78.7%, DPT-HB4 76.3%, Polio1 76.7%, Polio4 74.4%, Campak 78%. Cakupan program imunisasi dasar tersebut belumlah mencapai target program imunisasi dasar. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada bayi yang belum mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap.

Kelengkapan imunisasi dasar pada bayi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, kesehatan bayi, dan pelayanan kesehatan. Pengetahuan ibu yang kurang dapat berpengaruh terhadap keluarganya, terutama dalam mengambil keputusan dalam masalah kesehatan. Faktor pekerjaan ibu dengan intensitas pekerjaan yang tinggi atau sibuk mengakibatkan ibu lupa pada kesehatan bayinya. Kesehatan bayi pada bayi yang sakit-sakitan berdampak pada keterlambatan imunisasi atau tidak sesuai dengan jadwal. Faktor pelayanan kesehatan yang dapat mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar pada bayi antara lain lokasi atau tempat imunisasi yang sulit dijangkau dan kurangnya keterlibatan petugas kesehatan dalam hal memotivasi ibu untuk memberikan bayinya imunisasi dasar secara lengkap.5

Beberapa fakta ini menarik minat penulis untuk menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar dengan kelengkapan imunisasi dasar; dan juga mengevaluasi program imunisasi dasar di kelurahan paya roba , wilayah kerja Puskesmas H.A.H HASAN pada tahun 2012.

IMUNISASI

Page 2

I.2. PERUMUSAN MASALAH

I.2.1. Pernyataan Masalah

Cakupan program imunisasi dasar di kelurahan Payaroba, wilayah kerja Puskesmas H.A.H Hasan yang belum mencapai target pada tahun 2012.

Belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan belum tercapainya target cakupan program imunisasi dasar di kelurahan payaroba, wilayah kerja Puskesmas H.A.H HASAN pada tahun 2012.

I.2.2. Pertanyaan Masalah

1. Berapa besar cakupan program imunisasi dasar di kelurahan payaroba wilayah kerja Puskesmas H.A.H HASAN pada tahun 2012? 2. Faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan rendahnya cakupan program imunisasi dasar di kelurahan payaroba pada tahun 2012? 3. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi dengan kelengkapan imunisasi dasar di kelurahan payaroba pada tahun 2012? 4. Apakah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar di kelurahan payaroba pada tahun 2012? 5. Upaya apa sajakah yang dapat dilakukan agar cakupan program imunisasi dasar dapat mencapai target?

IMUNISASI

Page 3

1.3. TUJUAN

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui cakupan program imunisasi dasar di kelurahan payaroba tahun 2012.

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan program imunisasi dasar di kelurahan payaroba tahun 2012.

1.3.2. Tujuan Khusus Menganalisis sistem program imunisasi dasar di Puskesmas H.A.H Hasan, khususnya di kelurahan Payaroba dan mencari alternatif jalan keluar untuk kesenjangan yang ditemukan. Mengetahui tingkat hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi dengan kelengkapan imunisasi dasar di kelurahan Payaroba pada tahun 2012. Mengetahui tingkat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar di kelurahan Payaroba pada tahun 2012?

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1.4.1. Bagi peneliti

Sebagai proses pembelajaran dan pematangan dalam melakukan penelitian dan mengaplikasikan pengetahuan teori akademis bagi masyarakat.

1.4.2. Bagi Puskesmas

IMUNISASI

Page 4

1. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan yang berhubungan dengan program imunisasi dasar di wilayah Binjai Barat, khususnya kelurahan Payaroba. 2. Sebagai masukan mengenai upaya pencapaian target cakupan imunisasi dasar di Puskesmas H.A.H Hasan sehingga dapat mengoptimalkan hasil yang dicapai.

1.4.4. Bagi Masyarakat

Menjadi bahan informasi bagi masyarakat bahwa program pelayanan imunisasi mempunyai peranan yang sangat penting untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pada anak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IMUNISASI

Page 5

II.1. PROGRAM IMUNISASI DASAR

II.1.1. Pengertian Imunisasi Dasar Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten, jadi pengertian imunisasi adalah tindakan untuk memberi kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia. Dengan demikian imunisasi bermanfaat untuk menurunkan angka morbiditas, mortalitas, serta bila mungkin didapatkan eradikasi suatu penyakit dari suatu daerah. Sedangkan pengertian imunisasi menurut Departemen Kesehatan RI adalah suatu cara untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan menderita penyakit tersebut. Imunisasi merupakan salah satu upaya pelayanan kesehatan dasar yang memegang peranan dalam menurunkan angka kematian bayi dan ibu. Upaya pelayanan imunisasi dilakukan melalui kegiatan imunisasi rutin dan tambahan dengan tujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Tujuan tersebut dapat tercapai apabila ditunjang dengan sumber daya manusia yang berkualitas dan ketersediaan standar, pedoman, sistem pencatat-pelaporan serta logistik yang memadai dan bermutu.

Perlu diketahui bahwa istilah imunisasi dan vaksinasi seringkali diartikan sama. Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif, sedangkan istilah vaksinasi dimaksudkan sebagai pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibodi) dari sistem imun di dalam tubuh.

IMUNISASI

Page 6

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator utama penentu status kesehatan dan kesejahteraan suatu bangsa. Pada tahun 1990, angka kematian bayi sebesar 54 per 1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2007 angka kematian bayi turun menjadi 34 per 1000 kelahiran hidup. Untuk meningkatkan menetapkan tingkat suatu kesejahteraan Indonesia negara Sehat Indonesia, Tahun pemerintah Dalam

program

2010.

pelaksanaannya dilakukan secara bertahap yaitu tahun 2001 diharapkan bisa dicapai satu desa sehat per puskesmas, pada tahun 2003 diharapkan 50% desa sehat dapat tercapai, pada tahun 2005 diharapkan 80 % desa sehat dapat tercapai dan Indonesia Sehat dapat tercapai tahun 2013.

Indikator yang digunakan untuk memantau pencapaian cakupan imunisasi rutin pada bayi yang lengkap dan merata adalah Universal Child Immunization (UCI) desa/kelurahan. Target tercapainya UCI pada tahun 2010 adalah 100% desa/kelurahan sebagaimana tertuang dalam SK Mentri Kesehatan RI No. 1457/Menkes/SK/2003, tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.

II.1.2. Tujuan Program Imunisasi Dasar Imunisasi diperlukan untuk mencegah meluasnya penyakit-penyakit tertentu dan menghindari resiko kematian yang diakibatkannya. Tujuan program imunisasi pada anak ada 2, yaitu : 1. Tujuan Umum Turunnya angka kesakitan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).

2.

Tujuan Khusus

IMUNISASI

Page 7

Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi 100% di desa/kelurahan pada tahun 2011.

Tercapainya pemutusan rantai penularan Poliomyelitis pada tahun 2009 2010, serta sertifikasi bebas Polio pada tahun 2011. Tercapainya Reduksi Campak ( Recam ) pada tahun 2008.

II.1.3. Vaksinasi

II.1.3.1. Latar Belakang Vaksinasi

Imunisasi telah diakui sebagai upaya pencegahan penyakit yang paling sempurna dan berdampak terhadap peningkatan kesehatan masyarakat. Sehubungan dengan itu, maka kebutuhan akan vaksin semakin meningkat seiring dengan keinginan dunia untuk mencegah berbagai penyakit yang dapat menimbulkan kecacatan dan kematian. Peningkatan kebutuhan vaksin telah ditunjang pula oleh upaya perbaikan produksi vaksin dengan meningkatkan efektifitas dan keamanan vaksin.

Vaksinasi adalah tindakan dengan sengaja memberikan paparan antigen dari suatu patogen yang telah dibuat sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit, namun memproduksi limfosit yang peka antibodi dan sel memori, sehingga terjadi kekebalan. Vaksin merupakan produk yang rentan dan mudah rusak bila tidak diperlakukan dengan benar.

II.1.3.2. Tujuan Vaksinasi

IMUNISASI

Page 8

Memberikan infeksi ringan yang tidak berbahaya, namun cukup untuk menyiapkan respon imun sehingga apabila terjangkit penyakit yang sesungguhnya dikemudian hari, anak tidak menjadi sakit karena tubuhnya dengan cepat membentuk antibodi dan mematikan antigen dari penyakit tersebut.

II.1.3.3. Keuntungan Vaksinasi 1. Pertahanan tubuh yang dibentuk akan bertahan seumur hidup. 2. Murah dan efektif. 3. Tidak berbahaya, reaksi yang serius sangat jarang terjadi dan jauh lebih jarang daripada komplikasi yang timbul apabila terserang penyakit tersebut secara alamiah.

II.1.3.4. Jenis Imunisasi Dasar Di Indonesia, imunisasi dasar merupakan imunisasi yang dianjurkan bagi bayi berusia 0 11 bulan. Imunisasi ini sendiri terbagi dalam 5 jenis, antara lain :

Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)

Vaksin BCG mengandung kuman tuberkulosis yang masih hidup tetapi sudah dilemahkan. Vaksin ini ditemukan oleh dokter Albert

Calmette dan seorang peneliti yang bernama Cameli Guerin pada 4 April 1927. Penelitian untuk menemukan vaksin BCG dimulai sejak tahun 1906, ketika Guerin menemukan bahwa ketahanan terhadap penyakit TB berkaitan dengan Virus Tuberclebacilli yang hidup didalam darah. Pemberian imunisasi BCG bertujuan untuk

menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TB). Pemberian imunisasi BCG diberikan hanya sekali sebelum bayi berumur 2 bulan.

IMUNISASI

Page 9

Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) Imunisasi DPT diberikan kepada bayi dengan tujuan untuk memberikan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit difteri, pertusis (batuk rejan), dan tetanus. Di Indonesia, imunisasi terhadap 3 jenis penyakit tersebut dipasarkan dalam 3 jenis kemasan, yaitu: dalam bentuk kemasan tunggal khusus bagi tetanus, dalam bentuk kombinasi DT (Difteri dan Tetanus), dan dalam bentuk kombinasi DPT (dikenal sebagai vaksin tripel). Imunisasi DPT ini biasanya diberikan sebanyak 3 kali yaitu: DPT1, DPT 2, dan DPT 3.

Imunisasi Polio Imunisasi Polio diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit poliomietitis. Vaksin polio merupakan virus hidup yang dilemahkan yang dapat memberikan kekebalan hingga 90% terhadap serangan penyakit polio yang dapat menyebabkan kelumpuhan. Imunisasi polio diberikan dengan 2 cara, yaitu: melalui suntikan dan per oral.

Imunisasi Campak Imunisasi Campak diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak (Measles) secara aktif. Vaksin Campak mengandung virus hidup yang telah dilemahkan. IDAI

merekomendasikan pemberian imunisasi Campak pertama pada usia lebih dini 6-9 bulan. Penentuan usia 9 bulan untuk suntikan Campak pertama berdasarkan pertimbangan bahwa pada usia tersebut antibodi bayi yang berasal dari ibunya sudah semakin menurun sehingga bayi membutuhkan antibodi tambahan lewat imunisasi.

Imunisasi Hepatitis

IMUNISASI

Page 10

Tahun

1991,

EPI

(Expanded

Program

on

Imunization)

menetapkan target untuk memasukkan vaksin Hepatitis B kedalam program imunisasi nasional. Pemberian imunisasi Hepatitis ini bertujuan untuk mendapatkan kekebalan aktif terhadap penyakit Hepatitis B atau dikenal dalam istilah sehari-hari yaitu penyakit liver. Jenis imunisasi ini dapat dikembangkan setelah diteliti bahwa virus Hepatitis B mempunyai kaitan dengan terjadinya penyakit liver. Vaksin terbuat dari bagian virus Hepatits B yang dinamakan HbsAG, yang dapat menimbulkan kekebalan tetapi tidak menimbulkan penyakit. Imunisasi Hepatitis ini diberikan sebanyak 3 kali yaitu Hepatits B1, Hepatits B2, dan Hepatits B3.

Bahan-bahan untuk membuat vaksin antara lain berasal dari bakteri/virus, toksin, dan hasil bioteknologi (rekayasa genetika). Bakteri/virus dan toksin yang digunakan tersebut dimatikan atau dilemahkan terlebih dahulu, sehingga tidak berbahaya bagi manusia. Berikut beberapa contoh vaksin dan bahan pembuatnya: Bakteri yang sudah dimatikan Contoh : Bakteri Bordetella pertusis dalam vaksin DPT Virus/ bakteri yang sudah dilemahkan Contoh : ` Virus campak dalam vaksin campak Virus polio dalam vaksin polio Bakteri Mycobacterium tuberculosis dalam vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin)

Toksin yang diubah menjadi toksoid

IMUNISASI

Page 11

Contoh : Tetanus toksoid dalam vaksin DPT dan TT Difteri toksoid dalam vaksin DPT Hasil bioteknologi (rekayasa genetika) Contoh : Vaksin Hepatitis B rekombinan

II.1.3.5. Kondisi Anak yang Baik untuk Mendapat Imunisasi

Tidak semua ibu yang memiliki balita mengetahui kondisikondisi pada anaknya yang boleh mendapatkan imunisasi atau harus ditunda untuk sementara waktu. Pada prinsipnya, imunisasi atau vaksinasi tidak seharusnya diberikan saat kondisi imunologis atau kekebalan anak menurun. Penundaan tersebut bertujuan untuk menghindari komplikasi yang merugikan bagi tubuh anak dan agar imunisasi itu sendiri mampu memberi respon yang optimal.

Umur yang tepat untuk pemberian vaksin, yaitu sebelum bayi mendapat infeksi dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pemberian imunisasi diusahakan sedini mungkin dan diusahakan melengkapi imunisasi sebelum bayi berumur 1 tahun. Khusus untuk campak dimulai segera setelah anak berumur 9 bulan. Pemberian imunisasi campak sebelum umur 9 bulan dapat mengakibatkan pembentukkan zat kekebalan yang berasal dari ibu.

Imunisasi dapat diberikan dalam kondisi-kondisi sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Gangguan saluran napas dan gangguan saluran cerna. Riwayat kejang dalam keluarga. Riwayat penyakit infeksi. Kontak dengan seseorang yang menderita suatu penyakit tertentu. Kelainan saraf seperti sindrom down. Memiliki penyakit kronis seperti jantung, paru, serta penyakit metabolik. 7. Sedang menjalani terapi antibiotik seperti terapi steroid topikal

IMUNISASI

Page 12

(terapi kulit atau mata). 8. 9. Riwayat kuning pada masa neonatus atau beberapa hari setelah lahir. Berat badan lahir rendah.

Imunisasi yang tidak boleh diberikan dalam kondisi : 1. 2. 3. Sakit berat dan mendadak demam tinggi. Memiliki alergi yang berat (anafilatik). Menderita gangguan sistem imun, misalnya sedang menjalani pengobatan steroid jangka panjang seperti HIV. Keadaan yang seperti ini tidak boleh diberikan vaksin hidup seperti polio oral, MMR, BCG, cacar air.

II.1.3.6. Efek Samping Imunisasi

Imunisasi terkadang dapat menimbulkan efek samping, tetapi hal ini menandakan bahwa vaksin bekerja secara tepat. Efek samping yang dapat terjadi antara lain : 1. Setelah bayi diberikan imunisasi BCG akan terjadi

pembengkakan kecil dan merah pada tempat suntikan selama 2 minggu. Setelah 2-3 minggu, pembengkakan akan menjadi abses kecil dan menjadi luka dengan diamater 10 mm. Luka akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu 2-3 bulan dan meninggalkan luka parut. Apabila dosis yang diberikan terlalu tinggi maka ulkus yang akan timbul akan lebih besar dan apabila penyuntikkan terlalu dalam maka luka parut yang akan tertarik ke dalam (retacred).

2.

Setelah bayi mendapatkan imunisasi DPT anak menjadi gelisah dan menangis terus menerus selama beberapa jam paska suntikan.

IMUNISASI

Page 13

Biasanya bayi akan demam pada sore hari setelah mendapat imunisasi DPT, demam akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar anak akan merasa nyeri, sakit, merah dan bengkak ditempat suntikkan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus karena akan sembuh dengan sendirinya. Bila gejala tersebut tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak bekerja dengan baik.

3.

Setelah mendapatkan imunisasi polio sebagian kecil penerima vaksin OPV akan mengalami gejala pusing-pusing, diare ringan dan sakit otot. Pada umumnya efek samping paska imunisasi polio sangat jarang ditemukan bahkan hampir tidak memberikan efek samping sama sekali.

4.

Setelah mendapatkan imunisasi campak kemungkinan anak akan diare, panas dan disertai kemerahan 4-10 hari sesudah suntikkan. Untuk mengatasi efek yang timbul dianjurkan untuk memakai pakaian yang tipis dan minum obat penurun panas.

5.

Setelah mendapatkan imunisasi hepatitis mungkin hanya terjadi keluhan nyeri pada bekas suntikkan, demam ringan dan pembengkakan. Reaksi ini akan hilang dalam waktu 2 hari.

II.1.3.7. Tenaga Pelaksana Imunisasi

IMUNISASI

Page 14

Standar tenaga pelaksana di tingkat pusksmas adalah petugas imunisasi dan pelaksana cold chain. Petugas imunisasi adalah tenaga perawat atau bidan yang telah mengikuti pelatihan, yang tugasnya

memberikan pelayanan imunisasi dan penyuluhan. Pelaksana cold chain adalah tenaga yang berpendidikan minimal SMA atau SMK yang telah mengikuti pelatihan cold chain, yang tugasnya mengelola vaksin dan merawat lemari es, mencatat suhu lemari es, mencatat pemasukan dan pengeluaran vaksin serta mengambil vaksin di kabupaten / kota sesuai kebutuhan per bulan.

Pengelola program imunisasi adalah petugas imunisasi, pelaksana cold chain atau petugas lain yang telah mengikuti pelatihan untuk mengelola program imunisasi, yang bertugas membuat perencanaan vaksin dan logistik lain, mengatur jadwal pelayanan imunisasi, mengecek catatan pelayanan imunisasi, membuat dan mengirim laporan ke kabupaten/kota, membuat dan menganalisis PWS bulanan, dan merencanakan tindak lanjut.

Untuk meningkatkan pengetahuan dan/atau ketrampilan petugas imunisasi perlu dilakukan pelatihan sesuai dengan modul latihan petugas imunisasi. Pelatihan teknis diberikan kepada petugas imunisasi di puskesmas, rumah sakit dan tempat pelayanan lain, petugas cold chain di semua tingkat. Pelatihan manajerial diberikan kepada para pengelola imunisasi dan supervisor di semua tingkat.

II.1.3.8. Penatalaksanaan Vaksinasi

Salah satu mata rantai yang paling lemah dalam rantai dingin/cold chain adalah transportasi, karena sangat bergantung pada jenis alat angkut yang digunakan, lama perjalanan, kendaraan yang digunakan maupun kondisi jalan. Karena vaksin memiliki sifat sangat peka, maka vaksin memerlukan penanganan khusus, mulai dari penerimaan, penyimpangan,

IMUNISASI

Page 15

pendistribusian serta penanganan di lapangan. Vaksin yang sudah terpapar akan mengalami penurunan potensi, sebagian atau seluruhnya walaupun sudah dilakukan perbaikan suhu. Cold chain adalah suatu prosedur dan peralatan yang digunakan dalam pengiriman/penyimpanan vaksin mulai dari pabrik pembuat sampai vaksin diberikan kepada sasaran. Manfaat dan tujuan cold chain adalah untuk memperkecil kesalahan selama penanganan terhadap vaksin dan dapat diyakini bahwa vaksin yang digunakan berada pada suhu dingin yang ditetapkan dan masih mempunyai potensi yang dapat menimbulkan kekebalan. (DepKes RI, 2000). Ada 2 unsur cold chain: sarana penyimpan vaksin dan sarana pembawa vaksin. 1. Sarana penyimpan vaksin a. Kamar dingin Ada 2 macam kamar dingin : b. Suhu 2 C sampai 8 C (cold room) Suhu 20 C sampai 25 C (freezer room)

Lemari es Menurut cara kerjanya ada 2 macam : Lemari es kompresi Lemari es yang menggunakan kompresor untuk menekan refrigerant (gas pendingin) untuk

bersirkulasi di cooling unit, guna memperoleh suhu dingin di ruang penyimpan.

Lemari es absorbsi Lemari es yang menggunakan pemanas (heater) unutk menyerap panas diruang penyimpan, sehingga ruang tersebut menjadi dingin.

Menurut bentuk pintunya, dibedakan : Lemari es buka atas (Top Opening)

IMUNISASI

Page 16

Lemari es buka depan (Front opening) Lemari es dengan pintu buka atas lebih baik daripada buka depan karena suhunya lebih stabil. Udara dingin memiliki berat jenis lebih besar daripada udara biasa sehingga cenderung berada dibagian bawah.

2.

Sarana pembawa vaksin

Untuk mengangkut vaksin, sarana yang digunakan harus bersifat air tight (kedap udara) sehingga dapat mempertahankan suhu yang diinginkan. Waktu penyimpanan tergantung pada tebal insulasi, volume cold pack, konstruksi (air tight). Sarana pengangkut cold chain yang dipergunakan progrm : o Cold box o Vaccine carrier Cold pack atau Cool pack

II.1.4. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

Imunisasi terbukti sebagai satu upaya pencegahan penyakit yang paling efektif dan efisien. Dengan semakin banyaknya orang yang diimunisasi, maka semakin rendah angka kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Seperti halnya dengan semua tindakan medis, resiko terjadinya efek samping selalu ada walaupun kemungkinannya sangat kecil. Efek samping yang terjadi setelah pemberian imunisasi disebut dengan KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi).

Seiring dengan cakupan imunisasi yang tinggi maka penggunaan vaksin juga meningkat dan sebagai akibatnya kejadian yang berhubungan dengan imunisasi juga meningkat. Dalam menghadapi hal tersebut penting

IMUNISASI

Page 17

diketahui apakah kejadian tersebut berhubungan dengan vaksin yang telah diberikan ataukah terjadi secara kebetulan. Reaksi simpang yang dikenal sebagai kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) atau Adverse Events Following Immunization (AEFI) adalah semua kejadian sakit yang terjadi setelah menerima imunisasi. Untuk mengetahui hubungan antara imunisasi dengan KIPI diperlukan pencatatan dan pelaporan semua reaksi simpang yang timbul setelah pemberian imunisasi. Seperti halnya dengan semua tindakan medis, resiko terjadinya efek samping selalu ada walaupun kemungkinannya sangat kecil. Efek samping yang terjadi setelah pemberian imunisasi disebut dengan KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi). KIPI adalah kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi, baik berupa reaksi vaksin ataupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis; atau kesalahan program, koinsidensi, reaksi suntikan, atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu, untuk menentukan KIPI diperlukan keterangan mengenai: 1) besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu, 2) sifat kelainan tersebut lokal atau sistemik, 3) derajat sakit resipien, apakah memerlukan perawatan, menderita cacat atau menyebabkan kematian, 4) apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti, dan 5) apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan produksi, atau kesalahan prosedur.

Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan syaraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumnya makin cepat terjadi KIPI makin berat gejalanya.

IMUNISASI

Page 18

Baku keamanan suatu vaksin dituntut lebih tinggi daripada obat. Hal ini disebabkan oleh karena pada umumnya produk farmasi diperuntukkan orang sakit sedangkan vaksin untuk orang sehat terutama bayi. Karena itu toleransi terhadap efek samping vaksin harus lebih kecil daripada obat-obatan untuk orang sakit. Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping, maka apabila seorang anak telah mendapat imunisasi perlu diobservasi beberapa saat, sehingga dipastikan bahwa tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa lama observasi sebenarnya sulit ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan observasi selam 15 menit.

Tabel II.1.4.1 Gejala KIPI


Reaksi Lokal Gejala KIPI Abses pada tempat suntikan Limfadenitis Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis, BCG-itis SSP Kelumpuhan akut Ensefalopati Ensefalitis Meningitis Kejang

IMUNISASI

Page 19

Lain-lain

Reaksi alergi : urtikaria, dermatitis, edema Reaksi anafilaktoid Syok anafilatik Artralgia Demam tinggi > 38,5C Episode hipotensif-hiporesponsif Osteomielitis Menangis menjerit yang terus menerus (3 jam) Sindrom syok septik

II.1.5. Jadwal dan Cara Pemberian Imunisasi

Gambar II.1.5.1. Gambar Jadwal Imunisasi Anak Umur 0-18 tahun

IMUNISASI

Page 20

Tabel II.1.5.1. Cara Pemberian Imunisasi

Vaksin BCG

Dosis 0,05 cc

Cara Pemberian Suntikkan intrakutan, tempatnya insertio M. deltoideus dextra Suntikkan intramuskuler atau subkutan dalam di anterolateral paha atas Meneteskan per oral Suntikkan intramuskuler pada paha atas luar atau anterolateral Suntikkan secara subkutan biasanya di lengan kiri bagian atas.

DPT

0,5 cc

Polio
Hepatitis B

2 tetes 0,5 cc 0,5 cc

Campak

II.1.6. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan

merupakan

kegiatan

yang

sangat

penting

dalam

pelaksanaan program imunisasi. Tujuan dari pencatatan ini adalah untuk mengetahui sasaran yang belum diimunisasi, belum lengkap diimunisasi atau bahkan yang sudah diimunisasi lengkap, sasaran drop-out dan jumlah dosis yang diberikan setiap bulan. Rekapitulasi dari hasil dokumentasi tersebut setiap bulan dimanfaatkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program imunisasi di tingkat puskesmas, merencanakan kebutuhan vaksin setiap bulan.

II.1.7. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)

Pemantauan merupakan upaya rutin mulai dari pengumpulan, pengolahan dan analisa data setempat yang hasilnya kemudian untuk perbaikan program imunisasi di tingkat tersebut. Tujuan dari pemantauan ini adalah untuk mengetahui sampai dimana keberhasilan kerja sekarang, permasalahan yang ada, dan hal-hal apa yang perlu dilakukan untuk memperbaiki program.

IMUNISASI

Page 21

Dalam program imunisasi telah dikembangan suatu alat pemantau sederhana, yaitu PWS (Pemantau Wilayah Setempat). Tujuan PWS adalah memanfaatkan data yang paling minimal dengan mengembangkan indikator yang cukup sensitif bagi pemantauan penyelenggaraan program imunisasi sehingga dapat dikatakan secara cepat wilayah mana yang maju dan mana yang belum serta tindakan atau upaya yang diperlukan untuk

memperbaikinya.

Prinsip PWS ialah dengan memanfaatkan data yang ada dari cakupan atau laporan cakupan imunisasi; menggunakan indikator yang sederhana untuk masing-masing antigen lain, antara lain: DPT/HB1 untuk mengukur jangkauan program/ pemerataan pelayanan, campak untuk mengukur tingkat perlindungan, polio 4 untuk mengukur tingkat perlindungan, dan drop out (DO) DPT/HB1-Campak untuk mengukur efisiensi manajemen program. Pemantauan ini dilakukan secara teratur dan setiap bulan untuk menghindari hilangnya informasi penting agar tidak terlambat dalam mengambil keputusan.

Indikator PWS yang dipergunakan : 1. Untuk mengukur jangkauan program (pemeriksaan pelayanan)

2.

Untuk mengukur tingkat perlindungan (efektifitas program)

3. DO =

Untuk mengukur manajemen program (efisiensi program) DPT/HB1 Campak DPT/HB1 X 100 %

Target efisiensi program : < 8 %

IMUNISASI

Page 22

Alat pemantauan ini berfungsi untuk meningkatkan cakupan, jadi sifatnya lebih memantau kuantitas program. Dipakai pertama kalinya di Indonesia pada tahun 1985 dan dikenal dengan nama Local Area Monitoring (LAM). LAM terbukti efektif kemudian diakui WHO untuk diperkenalkan di negara lain. Grafik LAM disempurnakan menjadi yang dikenal sekarang dengan PWS.

II.2.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELENGKAPAN IMUNISASI

II.2.1. Pendidikan

Pendidikan dalam arti formal sebenarnya adalah suatu proses penyampaian bahan/materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran guna mencapai perubahan tingkah laku.

Pendidikan sangat penting berpengaruh terhadap cara berpikir juga dengan pendidikan akan dapat mempengaruhi perilaku seseorang khususnya perilaku tentang kesehatan yaitu dalam perawatan dan meningkatkan status kesehatan bayi.

Orang dengan tingkat pendidikan yang rendah biasanya kurang bisa mengambil keputusan dalam kesehatnnya dan keluarga, juga kurang dalam pemanfaatan fasilitas kesehatan yang tersedia dalam menjaga dan meningkatkan status kesehatan keluarga tentang bayinya.

II.2.2. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia.

IMUNISASI

Page 23

Pengetahuan bisa didapat dari mendengar, membaca, atau dapat juga dari sumber sumber media massa atau bisa juga dari pengalaman. Dengan banyak mendengar, melihat sebuah fenomena yang ada khususnya tentang kesehatan, maka nantinya seseorang tersebut akan dapat mengenal masalah serta mengetahui kebutuhan kesehatan diri dan keluarganya yang pada akhirnya untuk dapat hidup dan menjaga anggota keluarganya.

Dengan demikian pengetahuan yang tinggi, dapat dijadikan dasar untuk bertindak dan mengetahui kebutuhan bayi dengan dimanifestasikan ibu mau mengantar bayinya ke posyandu guna mendapatkan imunisasi secara rutin setiap bulan hingga usia 11 bulan. Pengetahuan yang rendah akan mempengaruhi seseorang, khususnya ibu dalam hal mengenal imunisasi.

II.2.3. Pekerjaan

Masyarakat yang sibuk hanya memiliki sedikit waktu untuk memperoleh informasi sehingga pengetahuan yang mereka peroleh berkurang.

Kondisi ibu yang disibukkan oleh pekerjaan akan mempengaruhi berkurangnya perhatian kepada anaknya terutama berkenaan dengan jadwal pemberian imunisasi bayinya, karena kesibukan tertentu yang menyita banyak waktu maka kesempatan waktu untuk mengantar anaknya ke poyandu tidak ada dan akhirnya bayinya tidak bisa mendapatkan imunisasi dengan lengkap.

II.2.4. Pelayanan Kesehatan

Petugas kesehatan adalah faktor pendukung terselenggaranya kegiatan kedatangan petugas kesehatan ke tempat posyandu adalah komponen utama, karena tidak akan berjalan program imunisasi bila petugas kesehatannya

IMUNISASI

Page 24

kurang aktif datang ke posyandu, petugas harus bekerja secara profesional dan ramah kepada masyarakat, juga harus bisa menyampaikan informasi tentang kesehatan agar masyarakat mengerti khususnya tentang imunisasi sehingga ibu yang mempunyai bayi mau memberikan bayinya imunisasi dengan lengkap.

II.2.5. Kesehatan Bayi Kondisi bayi yang sakit-sakitan menghambat dalam pemberian imunisasi, yaitu pada kondisi yang dikontraindikasikan seperti panas lebih
0

dari 38 C dan mempunyai riwayat kejang demam tidak boleh diberikan imunisasi DPT dan campak.

Keadaan bayi yang sakit akan membahayakan bila dilakukan imunisasi mengingat adanya efek samping vaksin sendiri terutama vaksin DPT dan campak yang dapat menimbulkan panas pada bayi setelah diimunisasi.

II.3. KERANGKA TEORI Faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi bayi: 1. Pengetahuan Ibu 2. Pendidikan 3. Pekerjaan 4. Pelayanan Kesehatan 5. Kesehatan Bayi

Bayi yang Mendapat Imunisasi Dasar

IMUNISASI

Lengkap Faktor yang mempenga ruhi kelengkap an status imunisasi :

Tidak Lengkap Faktor yang mempengaruhi kelengkapan status imunisasi :


Page 25

BAB III METODE PENELITIAN

III.1. Jenis Penelitian

Penelitian menggunakan sistem survei, bersifat deskriptif kuantitatif. Survei adalah penelitian yang diadakan untuk memperoleh fakta dari gejalagejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual. Survei penelitian dan kuisioner penelitian bukanlah hal yang sama. Walaupun kuisioner sering digunakan di dalam survei, namun tidak selamanya selalu sama. Ada dua karakteristik untuk membedakannya, yaitu format data dan metode analisis data. Sedangkan kuisioner berdasarkan pengumpulan data, seperti wawancara yang mendalam, pengamatan, analisis data dan sebagainya yang digunakan dalam survei. Survei ini di lakukan untuk mendapatkan informasi sebanyak banyaknya mengenai pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar dan hubungannya dengan kelengkapan imunisasi dasar baduta di kelurahan Payaroba Binjai. III.2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan diwilayah kerja Puskesmas H.A.H Hasan Kelurahan Paya Roba kecamatan Binjai Barat

III.3. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 30 April 2013 sampai 16 Mei 20

III.4. Sasaran Penelitian

Orang tua ( ibu ) yang mempunyai balita dikelurahan Paya Roba Binjai

IMUNISASI

Page 26

III.5. Populasi dan Sampel

III.5.1. Populasi

Sulistyo-Basuki

(2006

:182)

engemukakan

populasi

adalah

keseluruhan objek yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki balita berumur 0 bulan sampai 24 bulan di Kelurahan Paya Roba Binjai tahun 2013.

III.5.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari sebuah populasi yang dianggap dapat mewakili dari populasi tersebut (Notoatmojo,2002). Untuk menentukan besarnya sampel menurut Arikunto (2002: 112) apabila subjek kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya penelitian populasi. Jika subjeknya lebih besar dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 %. Dalam penelitian ini digunakan sampel dari ibu yang memiliki balita berumur 0 24 bulan diKelurahan Paya Roba sebanyak 30 orang.

III.6. Definisi Operasional Variabel

III.6.1. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel independen (bebas) yaitu variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel ini juga dikenal dengan nama variabel lain, variabel mempunyai nama lain yaitu variabel prediktor, resiko, atau kausa (Hidayat, 2007). Dalam Penelitian ini variabel bebas yang digunakan : Tingkat pendidikan ibu Pengetahuan ibu tentang imunisasi

IMUNISASI

Page 27

III.6.2. Variabel Tergantung (Dependent Variable)

Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini tergantung dari variabel bebas terhadap perubahan (Hidayat, 2007). Dalam penelitian ini variabel tergantung yang digunakan : Kelengkapan Imunisasi dasar

III.7. Kerangka Konsep

Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar


(Variabel Bebas)

Kelengkapan Imunisasi Dasar


(Variabel Terikat)

Pendidikan Ibu
(Variabel Bebas)

III.8. Pengumpulan Data

III.8.1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui

kuisioner yang diberikan kepada

responden masyarakat Kelurahan Paya Roba . Dengan cara membagikan kuisioner dan mengumpulkan masyarakat dan membagikan kuisioner.

III.8.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dan di dapatkan dari Puskesmas H.A.H Hasan Kecamatan Binjai Barat.

IMUNISASI

Page 28

III.9. Instrumen Penelitian

Instrumen yang dipakai pada penelitian berupa kuisioner yang terdiri dari 25 pertanyaan berdasarkan tinjauan pustaka sebagai berikut : 12 pertanyaan untuk menilai pengetahuan 7 pertanyaan untuk menilai sikap 6 pertanyaan untuk menilai tindakan

III.10. Teknik Penelitian / Skoring

Skor jawaban dikategorikan berdasarkan tingkatan skala pengukuran menurut Hadi Pratomo dan Sudarti (1986). Kategori ordinalnya adalah sebagai berikut :

Tabel 3.101. Tingkatan Skala Pengukuran Menurut Hadi Pratomo dan Sudarti (1986)

Skor

Kategori

>75 % jawaban benar dari total nilai kuisioner

Baik

45 -75 % jawaban benar dari nilai kuisioner

Sedang

< 45 % jawaban benar dari total nilai kuisioner

Kurang

Kuisioner ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab, yang terbagi atas tiga bagian besar yaitu no. 1-III.

IMUNISASI

Page 29

1. Pengetahuan

Apabila jawaban responden benar diberi nilai 1, dan jawaban salah diberi nilai 0.

Skor pengetahuan: 1. Benar (1) Salah (0) 2. Benar (1) Salah (0) 3. Benar (1) Salah (0) 4. Benar (0) Salah (1) 5. Benar (0) Salah (1) 6. Benar (1) Salah (0) 7. Benar (0) Salah (1) 8. Benar (1) Salah (0) 9. Benar (1) Salah (0) 10. Benar (1) Salah (0) 11. Benar (0) Salah (1) 12. Benar (1) Salah (0)

Jumlah skor pengetahuan adalah 12. Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh selanjutnya dikategorikan sebagai berikut : 1. 2. 3. Baik : 8-12 (>75 % dari nilai yang tertinggi)

Sedang : 4-7 (45-75% dari nilai yang tertinggi) Kurang : 0-3 (<45% dari nilai yang tertinggi)

2. Sikap

Apabila responden menjawab dengan benar diberi nilai 1, dan apabila responden menjawab salah diberi nilai 0

IMUNISASI

Page 30

Skor sikap : 1. A (1) B (0) C (0) 2. A (1) B (0) C (1) 3. A (1) B (0) C (0) 4. A (1) B (0) C (0) 5. A (1) B (0) C (0) 6. A (1) B (0) C (0) 7. A (1) B (0) C (1)

Jumlah skor sikap adalah 7. Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh selanjutnya dikategorikan sebagai berikut : 1. 2. 3. Baik Sedang Kurang : 5-7 (>75 % dari nilai yang tertinggi) : 3-4 (45-75% dari nilai yang tertinggi) : 0-2 (<45% dari nilai yang tertinggi)

3.

Tindakan

Apabila jawaban responden sudah diberi nilai 1, dan apabila responden menjawab belum diberi nilai 0

Skor Tindakan: 1. Sudah ( 1 ) 2. Sudah ( 1 ) 3. Sudah ( 1 ) 4. Sudah ( 1 ) 5. Sudah ( 1 ) 6. Sudah ( 1 ) Belum ( 0 ) Belum ( 0 ) Belum ( 0 ) Belum ( 0 ) Belum ( 0 ) Belum ( 0 ) Tidak Menjawab(0) Tidak Menjawab(0) Tidak Menjawab(0) Tidak Menjawab(0) Tidak Menjawab(0) Tidak Menjawab(0)

IMUNISASI

Page 31

Jumlah skor tindakan adalah 6. Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh selanjutnya dikategorikan sebagai berikut : 1.Baik : 5-6 (>75 % dari nilai yang tertinggi)

2.Sedang : 3-4 (45-75% dari nilai yang tertinggi) 3.Kurang : 0-2 (<45% dari nilai yang tertinggi)

III.11. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan beberapa tahapan antara lain:

a.

Editing Menyelesaikan data yang diperoleh baik primer maupun sekunder

b. Coding Memberi kode pada data penelitian.

c.

Entry data Memasukkan data kedalam program komputer

d. Tabulating Data yang telah diberikan kode dikelompokkan dalam bentuk tabel dan diagram

III.12. Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif dengan analisis univariant. Setelah data terkumpul, kemudian data di analisa sesuai dengan bentuk data. Analisa univariant digunakan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karekteristik setiap variabel penelitian, sehingga didapatkan besarnya persentase tiap-tiap variabel imunisasi di Kelurahan Paya Roba kecamatan Binjai Barat.

IMUNISASI

Page 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

IV.1. Deskripsi Wilayah Penelitian

IV.1.1. Data Geografis

Puskesmas H.A.H. Hasan beridiri pada tahun 1986 dan berada di Jalan H.A.H. Hasan, Kelurahan Paya Roba, Kecamatan Binjai Barat. Luas wilayah kecamatan Binjai Barat 7,22 Ha dengan letak diatas permukaan laut 28 m. Puskesmas H.A.H. Hasan terletak di daerah Kecamatan Binjai Barat yang mempunyai batas wilayah : 1. Utara 2. Selatan 3. Barat 4. Timur : Kelurahan Cengkeh Turi. : Kelurahan Bandar Sinembah. : Kelurahan Suka Ramai. : Kelurahan Pekan.

Puskesmas H.A.H. Hasan memiliki cakupan wilayah kerja seluas 4 Ha, dan menaungi 3 Puskesmas Pembantu untuk menjangkau wilayah kerjanya, yaitu: 1. Puskesmas Pembantu Limau Sundai, luas wilayah : 1,72 Ha

2. Puskesmas Pembantu Limau Mungkur, luas wilayah : 1,11 Ha 3. Puskesmas Suka Ramai, luas wilayah : 0,94 Ha

IMUNISASI

Page 33

Wilayah Kerja Puskesmas H.A.H. Hasan, terdiri dari 4 desa, yaitu : 1. Kelurahan Paya Roba 2. Kelurahan Suka Ramai 3. Kelurahan Limau Sundai : 7 lingkungan. : 8 lingkungan. : 8 lingkungan.

4. Kelurahan Limau Mungkur : 6 lingkungan.

IV.1.2. Data Demografis

Tabel 4.1. Prasarana Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas H.A.H Hasan No. 1 2 3 4 5 6 TK SD/ Sederajat SLTP / Sederajat SLTA / Sederajat Universitas / Akademik Perguruan Tinggi Prasarana Jumlah 1 7 5 7 -

Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Kelurahan Paya Roba tahun 2012 Pendidikan Umum Tidak Tamat SD SMP/ SLTP SMA/ SLTA Akademi (D1-D3) Sarjana (S1-S3) Jumlah
Sumber : Kelurahan Paya Roba 2012

Jumlah (Jiwa) 65 125 330 141 661

Persentase (%) 9,8 19 50 21,2 100

IMUNISASI

Page 34

Diagram 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Kelurahan Paya Roba tahun 2012

Keterangan: Dapat dilihat dari tabel dan diagram diatas bahwa tingkat pendidikan penduduk terbanyak adalah SLTA/sederajat dengan jumlah 330 jiwa. Hal ini disebabkan karena sarana pendidikan paling tinggi di Kelurahan Paya Roba yaitu SLTA dan kemungkinan masyarakat enggan untuk melanjutkan pendidikan ke luar daerah dikarenakan faktor ekonomi.

IMUNISASI

Page 35

Tabel 4.3 Data Imunisasi Balita di Puskesmas H.A.H Hasan tahun 2012
No. Bulan BCG HEP-B DPT-HB Polio Campak Jlh Sasaran (y) Cakupan = x/y x 100%

<1 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des 15 16 15 15 13 18 16 15 15 13 151

>1

0-7

>7

<1

>1

3 5 7 4 4 3 7 6 5 5 7 3 5 51

9 12 10 8 9 12 10 7 7 12 10 97

14 15 13 15 14 13 14 15 12 15 16 142

13 14 14 14 13 14 14 14 11 14 14 136

14 14 13 14 14 14 13 14 12 14 13 135

15 15 16 15 15 13 18 16 15 15 13 151

14 14 15 15 14 14 14 14 15 14 13 142

13 13 13 13 13 14 13 13 13 13 14 132

13 13 10 13 13 11 13 13 13 13 14 126

13 15 13 14 13 12 15 15 10 15 15 137 0

121 132 121 125 121 124 130 126 113 132 125 1249

160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160

75,6 82,5 75,6 78,1 75,6 77,5 81,2 78,7 70,6 82,5 78,1

Jumlah total

Dari tabel di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa cakupan imunisasi dipuskesmas H.A.H Hasan belum mencapai 100%. Hal ini belum memenuhi SPM untuk Indonesia sehat 2015. Hal ini harus terus ditingkatakan guna meningkatkan kualitas hidup generasi penerus Indonesia dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.

IMUNISASI

Page 36

IV.2. Hasil Penelitian Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Responden Di Kelurahan Paya Roba tahun 2013

No 1 2 3

Usia 20 - 30 tahun 31 40 tahun 41 50 tahun Jumlah

Frekuensi 16 11 3 30

Persentase ( % ) 53 37 10 100

Diagram 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Responden Di Kelurahan Paya Roba tahun 2013

Keterangan Tabel dan Diagram Dari tabel dan diagram di atas menunjukkan bahwa dari 30 responden dalam penelitian ini , didapatkan responden terbanyak berusia 20 30 tahun yaitu 16 ibu ( 53% ) dan paling sedikit berusia 41 50 tahun yaitu 3 ibu (10 %).

IMUNISASI

Page 37

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Responden Di Kelurahan Paya Roba Tahun 2013

No 1 2 3 4

Tingkat Pendidikan PNS Wiraswasta Petani IRT Jumlah

Frekuensi 5 6 3 16 30

Presentase ( % ) 17 20 10 53 100

Diagram 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Responden Di Kelurahan Paya Roba Tahun 2013

Keterangan Tabel dan Diagram 4.7. Dari tabel dan diagram di atas didapatkan bahwa sebagian besar pekerjaan responden adalah Ibu Rumah Tangga sebanyak 53%. Pekerjaan tidak terlalu berpengaruh terhadap imunisasi. Hal ini dikarenakan sebagian besar pekerjaan dari ibu-ibu di kelurahan Paya Roba adalah sebagai Ibu Rumah Tangga.

IMUNISASI

Page 38

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Responden Di Kelurahan Paya Roba Tahun 2013

No 1 2 3 4

Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD SD SMP/SLTP SMA/SLTA Akademi (D1-D3) Sarjana (S1-S3) Jumlah

Frekuensi 5 8 15 2 30

Presentase ( % ) 17 26 50 7 100

Diagram 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Responden Di Kelurahan Paya Roba Tahun 2013

Keterangan Tabel dan Diagram Dari tabel dan diagram diatas menunjukkan bahwa dari 30 responden dalam penelitian ini , didapatkan responden terbanyak adalah yang berpindidikan Tamat SLTA yaitu 15 ibu ( 50 % ).

IMUNISASI

Page 39

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Responden tentang Imunisasi Di Kelurahan Paya Roba Tahun 2013

No 1 2 3

Tingkat Pengetahuan Baik Sedang Kurang Jumlah

Frekuensi 17 6 7 30

Presentase ( % ) 57 20 23 100

Diagram 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Responden tentang Imunisasi Di Kelurahan Paya Roba Tahun 2013

Keterangan Tabel dan Diagram Dari tabel dan diagram diatas menunjukkan bahwa dari 30 responden dalam penelitian ini , didapatkan responden terbanyak adalah yang berpengetahuan baik yaitu 17 ibu ( 57 % ) dan paling sedikit yang berpengetahuan sedang yaitu 6 ibu (20%)

IMUNISASI

Page 40

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Antara Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan Responden tentang imunisasi di Kelurahan Paya Roba Tahun 2013

Pengetahuan Tingkat No. Pendidikan N Tidak Tamat 1. SD Sekolah Dasar2. SMP/ SLTP SMA/ SLTA Akademi (D14. D3)Sarjana (S1-S3) Jumlah 17 56 6 21 7 23 30 100 2 6 2 6 4 13 3 11 1 3 8 27 1 3 4 13 5 17 % N % N % N % Baik Sedang Kurang Total

3.

11

37

15

50

Keterangan : Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa responden dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap Imunisasi terbanyak adalah pada tingkat pendidikan SMA/Sederajat.hal ini menunjukkan adanya pengaruh pendidikan dengan

pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar. Maka dari itu informasi tentang Imunisasi perlu ditingkatkan lagi pada ibu-ibu yang pendidikannya lebih rendah, sehingga ibuibu tersebut dapat mengetahui tentang imunisasi bagi anak-anak mereka.

IMUNISASI

Page 41

Tabel 4.8 Distribusi Sikap Responden tentang Imunisasi Di Kelurahan Paya Roba Tahun 2013

No 1 2 3

Sikap Baik Cukup Kurang Jumlah

Frekuensi 11 10 9 30

Presentase ( % ) 37 33 30 100

Diagram 4.6 Distribusi Sikap Responden tentang Imunisasi Di Kelurahan Paya Roba Tahun 2013

Keterangan Tabel dan Diagram Dari tabel dan diagram diatas menunjukkan bahwa dari 30 responden dalam penelitian ini , didapatkan responden terbanyak adalah yang bersikap baik yaitu 11 ibu ( 37 % ) dan paling sedikit yang bersikap kurang baik 9 ibu (30 %)

IMUNISASI

Page 42

Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Responden Mengenai Kelengkapan Imunisasi Dasar Anak Di Kelurahan Paya Roba Tahun 2013

No. 1. 2. 3

Jawaban A. Sudah B. Belum C. Tidak menjawab Jumlah

Frekuensi 23 7 0 30

Persentase ( % ) 77 23 0 100

Diagram 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Responden Mengenai Apakah Sudah Membawa Anak ke Posyandu Untuk Imunisasi Di Kelurahan Paya Roba Tahun 2013

Keterangan Tabel dan Diagram Dari tabel dan diagram diatas menunjukkan bahwa dari 30 responden dalam penelitian ini , didapatkan responden terbanyak adalah yang menjawab sudah yaitu 23 ibu (77 %) dan palin sedikit yang tidak menjawab.

IMUNISASI

Page 43

Tabel 4.10 Distribusi Tindakan Responden tentang Imunisasi Di Kelurahan Paya Roba Tahun 2013

No 1 2 3

Tindakan Baik Sedang Kurang Jumlah

Frekuensi 12 10 8 30

Presentase ( % ) 40 33 27 100

Diagram 4.8 Distribusi Tindakan Responden tentang Imunisasi Di Kelurahan Paya Roba Tahun 2013

Keterangan Tabel dan Diagram Dari tabel dan diagram diatas menunjukkan bahwa dari 30 responden dalam penelitian ini , didapatkan responden terbanyak adalah yang tindakan baik yaitu 12 ibu ( 40 % ) dan paling sedikit yang tindakan kurang baik yaitu 8 ibu (27 %)

IMUNISASI

Page 44

Tabel 4.11 Tabulasi Silang Antara Tingkat Pendidikan Responden tentang imunisasi dan Tindakan Kelengkapan Imunisasi Dasar Anak di Kelurahan Paya Roba Tahun 2013

Kelengkapan Imunisasi Dasar Tingkat No. Pendidikan N Tidak Tamat 1. SD Sekolah Dasar2. SMP/ SLTP SMA/ SLTA Akademi (D14. D3)Sarjana (S1-S3) Jumlah 23 77 7 23 0 0 30 100 2 7 2 6 6 20 2 7 8 27 1 3 4 13 5 17 % N % N % N % Sudah Belum Tidak jawab Total

3.

14

47

15

50

Keterangan : Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa responden yang telah memberikan Imunisasi dasar lengkap terbanyak adalah pada tingkat pendidikan SMA/Sederajat. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan kelengkapan imunisasi pada anak. Maka dari itu informasi tentang Imunisasi perlu ditingkatkan lagi pada ibu-ibu yang pendidikannya lebih rendah, sehingga ibu-ibu tersebut dapat menglengkapi imunisasi dasar pada anak mereka.

IMUNISASI

Page 45

Tabel 4.12Tabulasi Silang Antara Tingkat Pengetahuan Responden tentang imunisasi dan Tindakan Kelengkapan Imunisasi Dasar Anak di Kelurahan Paya Roba Tahun 2013

Kelengkapan Imunisasi Dasar Tingkat No. Pengetahuan N 1. 2. 3. Baik Sedang Kurang Jumlah 17 5 1 23 77 1 6 7 23 % N % N 0 % 0 N 17 6 7 30 % 57 20 23 100 Sudah Belum Tidak jawab Total

Keterangan : Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa responden yang telah memberikan Imunisasi dasar lengkap terbanyak adalah yang berpengetahuan baik. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kelengkapan imunisasi pada anak. Maka dari itu informasi tentang Imunisasi perlu ditingkatkan lagi pada ibu-ibu yang pengetahuan kurang , sehingga ibu-ibu tersebut dapat menglengkapi imunisasi dasar pada anak mereka.

IMUNISASI

Page 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil Penelitian tentang Imunisasi di Kelurahan Paya Roba dengan memberikan kuisioner yang berisikan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan kepada Ibu-ibu yang memiiki balita usia 0 24 bulan sebanyak 30 Responden. Dan mendapatkan persentase BAIK, SEDANG, KURANG, sebagai berikut: 1. Dari kuisioner Pengetahuan ibu ibu tentang Imunisasi yang kategori BAIK adalah 17 orang dari 30 Responden. 2. Dari kuisioner Sikap Ibu ibu tentang Imunisasi yang kategori BAIK adalah 11 orang dari 30 Responden. 3. Dari kuisioner Tindakan Ibu-ibu tentang ISPA yang kategori KURANG adalah 12 Orang dari 30 responden. 4. Dari Penelitian didapatkan bahwa Pendidikan responden berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang Imunisasi. 5. Dari Penelitian didapatkan bahwa Pendidikan responden berpengaruh terhadap kelengkapan Imunisasi dasar pada anak. 6. Dari Penelitian didapatkan bahwa Pengetahuan responden berpengaruh terhadap kelengkapan Imunisasi dasar pada anak.

Pengetahuan Dari kuisioner didapatkan bahwa Ibu ibu sudah mengetahui apa itu Imunisasi dan semakin tinggi pendidikan semakin bertambah pengetahuan tentang imunisasi

IMUNISASI

Page 47

Sikap Dari kuisioner didapatkan bahwa ibu ibu dengan pendidikan terakhir tingkat SMA dan Perguruan Tinggi memiliki sikap BAIK tentang imunisasi.

Tindakan Dari kuisioner didapatkan bahwa Ibu-ibu cukup Baik dalam tindakan melengkapi imunisasi dasar pada anak terutama yang berpendidikan tinggi dan berpengetahuan baik

SARAN

Pengetahuan Ibu-ibu sudah mengetahui tentang Imunisasi tetapi belum mengetahui secara jelas apa itu Imunisasi maka perlu diadakannya penyuluhan dan pemberian informasi tentang Imunisasi serta meningkatkan pemahaman bagi masyarakat tentang pentingnya imunisasi pada anak.

Sikap Diperlukan sikap yang perduli dan tanggap dalam melengkapi imunisasi dasar

Tindakan Mengajak Ibu-ibu untuk membawa anaknya imunisasi keposyandu atau puskesmas terdekat.

IMUNISASI

Page 48

You might also like