You are on page 1of 24

PNEUMONIA

Pendahuluan
Pneumonia adalah suatu radang pada parenkim paru. Proses peradangan tersebut terbanyak disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, dan jamur), selain itu dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor lain (inhalasi bahan kimia atau makanan, radiasi, dll).1 Pneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan. Secara anatomis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia segmentalis, dan pneumonia lobularis yang dikenal sebagai bronkopneumonia dan biasanya mengenai paru bagian bawah..2,3 Pneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering pneumonia lobaris pada dewasa dan anak besar adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.4, 5, 6 Insidensi pneumonia di negara-negara yang sedang berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak kurang dari 5 tahun diperkirakan sekitar 30% dengan angka mortalitas yang tinggi. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Menurut survai kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balaita di Indonesia disebabakan oleh penyakit sistem repiratori, terutama pneumonia.2,7

Definisi
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi,radiasi dll).1,6

Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia berdasarkan anatomi antara lain:3,4

1. Pneumonia Lobaris Penyakit pneumonia dimana seluruh lobus ( biasanya 1 lobus ) terkena infeksi scara difusi. Penyebabnya adalah streptococcus

pneumonia. Lesinya yaitu bakteri yang dihasilkannya menyebar merata ke seluruh lobus.

2. Bronchopneumonia Pada Bronchopneumonia terdapat kelompok-kelompok infeksi pada seluruh jaringan pulmo dengan multiple focal infection yang terdistibusi berdasarkan tempat dimana gerombolan bakteri dan debrisnya tersangkut di bronchus. Penyebab utamanya adalah obstruksi bronchus oleh mukus dan aspirasi isi lambung lalu bakteri terperangkap disana kemudian memperbanyak diri dan terjadi infeksi pada pulmo.

Bronchopneumonia terbagi menjadi 2 subtipe,yakni:

a. Pneumonia aspirasi Mekanisme infeksi terjadi saat partikel-partikel udara membawa bakteri masuk ke paru-paru. Banyak terjadi pada pasien-pasien post operasi dan pasien-pasien dengan kondisi yang lemah.

b. Pneumonia intertitialis Reaksi inflamasi melibatkan dinding alveoli dengan eksudat yang relatif sedikit dan sel-sel lekosit poli-morfo-nuklear dalam jumlah yang

relatif sedikit. Pneumonia intertitialis biasanya ada kaitannya dengan infeksi saluran pernapasan atas. Penyebabnya adalah virus ( influenza A dan B, respiratory syncytial virus, dan rhino virus ) dan mycoplasma pneumonia.

Etiologi
Pembagian atau penggolongan pneumonia berdasarkan atas dasar anatomis kurang relevan dibanding pembagian pneumonia berdasar etiologinya. Berdasar etiologinya, pneumonia dibagi : (1) bakteri (Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, S.hemolyticus, S.aureus, H.influenza,dll), (2) virus (RSV, influenza, adenovirus, CMV), (3) Mycoplasma pneumoniae, (4) Aspirasi (makanan, kerosen, cairan amnion, benda asing), (5) Pneumonia hipostatik, (6) Sindrom Loeffler. 3,4,5,8 Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan bakteri Gram negatif seperti E. Colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.7,8 Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, di samping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Secara klinis, umunya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus. Demikian juga dengan pemeriksaan radiologis dan laboratorium, biasanya tidak dapat menentukan etiologi.7

Usia

Etiologi yang sering Bakteri E.colli Streptococcus group B

Etiologi yang jarang Bakteri Bakteri anaerob Streptococcus group D Haemophillus influenzae Streptococcus pneumoniae Ureaplasma urealuticum Virus Virus sitomegalo Virus Herpes simpleks

Lahir-20hari

Listeria monocytogenes

Bakteri Chlamydia trachomatis Streptococcus pneumoniae 3minggu-3bulan Virus Virus Adeno Virus Influenza Virus Parainfluenza 1.2.3 Respiratory virus Bakteri Chlamydia Pneumoniae

Bakteri Bordetella pertussis Haemophillus influenzae tipe B Moraxella catharalis Staphylococcus aureus Ureaplasma urealyticum Virus

Syncytial Virus sitomegalo

Bakteri Haemophillus influenzae tipe B

Mycoplasma pneumoniae Streptococcus pneumoniae 4 bulan- 5tahun Virus Virus Adeno Virus Influenza Virus Parainfluenza

Moraxella catharalis Neisseria meningitidis

Staphylecoccus aureus Virus Virus Varisela-Zoster

Virus Rino Respiratory virus Bakteri Chlamydia pneumoniae Mycoplasma pneumoniae Streptococcus pneumoniae 5 tahun remaja Virus Virus Adeno Virus Epstein-Barr Virus Influenza Virus parainfluenza Virus Rino Respiratory virus Virus Varisela-Zoster Syncytial Bakteri Haemophillus influenza Legionella sp Staphylococcus aureus Syncytial

Bakteri 1. Pneumococcus Merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada kasus pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumokokus, ditemukan pada dewasa dan anak besar.3,5 Pneumokokus jarang yang menyebabkan infeksi primer, biasanya menimbulkan peradangan pada paru setelah adanya infeksi atau kerusakan oleh virus atau zat kimia pada saluran pernafasan.3

2. Staphylococcus aureus Infeksi yang disebabkan oleh organisme ini merupakan infeksi berat yang cepat menjadi progresif dan resisten terhadap pengobatan, serta bila tidak segera diobati dengan semestinya akan berhubungan dengan kesakitan yang berkepanjangan dan mempunyai angka mortalitas tinggi. Penyakit bronkopneumonia akibat organisme ini jarang ditemukan.4,7 Seperti pada infeksi pneumokokus, infeksi stafilokokus ini sering didahului dengan infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas. Pada umumnya terjadi pada setiap umur, 30% dari semua penderita berumur di bawah 3 bulan dan 70% berumur di bawah 1 tahun. Epidemi penyakit ini terjadi di dalam ruang perawatan bayi, biasanya berhubungan dengan strain-strain organisme patologis spesifik, yang biasanya resisten terhadap berbagai antibiotika. Bayi akan memperlihatkan penyakit dalam beberapa hari setelah dikolonisasi atau setelah beberapa minggu kemudian. Infeksi virus pada saluran pernafasan memegang peranan penting dalam memajukan penyebaran stafilokokus, di antara bayi-bayi dan dalam mengubah kolonisasi menjadi penyakit.5 3. Haemophilus influenzae Infeksi yang serius akibat bakteri patogen ini lebih banyak ditemukan pada bayi dan anak-anak, teriutama yang belum mendapatkan vaksinasi hemofilus, dan sangat berhubungan dengan adanya riwayat meningitis, otitis media, infeksi traktus respiratorius dan epiglotitis.5,8 Pneumonia aspirasi Aspirasi ini dapat terjadi karena terminumnya minyak tanah atau bensin. Terdapat 2 teori tentang patogenesisnya, yaitu : (1) kerosene dapat mencapai paru setelah diabsorpsi di traktus digestivus, (2) aspirasi terjadi sewaktu menelan kerosen, muntah atau pada saat membilas lambung. Suhu tubuh dapat meninggi dan kesadaran dapat menurun. Pneumonia aspirasi juga dapat terjadi pada neonatus, yang sering terjadi ialah adanya aspirasi dari cairan amnion. Pengobatan simtomatik dan antibiotika

sebagai profilaksis, dapat diberikan kombinasi penisilin atau ampisilin dengan gentamisin. Pada umumnya pembilasan lambung tidak dilakukan untuk menghindari terjadinya aspirasi.3,5 Sindrom Loeffler Pada sindrom ini terlihat gambaran foto toraks gambaran infiltrat besar dan kecil yang tersebar, ada yang menyerupai tuberkulosis miliaris dengan batas tidak tegas. Infiltrat dapat berpindah-pindah dari satu lobus ke lobus lainnya atau dari paru satu ke paru yang lain. Infiltrat ini merupakan infiltrat eosinofil oleh karena dijumpai banyak eosinofil pada infiltrat tersebut. Pada umumnya infiltrat tersebut dianggap sebagai reaksi alergi terhadap protein asing yang di daerah tropis dihubungkan dengan migrasi larva cacing Ascaris lumbricoides atau lainnya, dari usus masuk ke peredaran darah dan paru. Darah menunjukkan eosinofilia yang meningkat sebesar 40-70%. Penyakit ini biasanya tidak memberat dan dapat sembuh sendiri setelah beberapa hari sampai beberapa bulan. Pengobatannya terdiri atas antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder dan antelmintika.3,5

Manifestasi Klinis
Gambaran klinis penumonia pada anak berkisar antar ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawtan di RS.7 Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasny penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenisis.7,8

Gambaran klinis penumonia pada bayi dan anak bergantung pada beratringanya infeksi, tetapi secar umum adalah sebagai berikut: 3,7 Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malise, penuruanan muntah,atau nafsu diare; makan, keluhan gastrointestinal ditemukan seperti gejala mual, infeksi

kadang-kadang

ekstrapulmoner. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.

Patogenesis
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.4,5,10 Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :3 1. Inhalasi langsung dari udara 2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring. 3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain. 4. Penyebaran secara hematogen. Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari :3 1. Susunan anatomis rongga hidung. 2. Jaringan limfoid di nasofaring. 3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut. 4. Refleks batuk. 5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
8

6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional. 7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A. 8. Sekresi enzim enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.10 Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : A. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. B. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah

dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. C. Stadium III (3 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. D. Stadium IV (7 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. 3,5,7,10

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosis pneumonia: 1. Darah Perifer Lengkap Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan didapatkan PMN. Leukopenia (<5000/mm3) menunjukan prognosis buruk. Leukosistosis hebat (>30000/mm3) hampir selalu menunjukan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi Chlamydia pneumoniae kadangkadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300-100.000/mm3, protein >2,5g/dl, dan

10

glukosa relatif lebih rendah dari pada glukosa darah. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.7

2. C-Raective Protein (CRP) C-Raective Protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respons infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama interleukin (IL)-6, IL1, dan tumor nekrosis factor (TNF). Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak.7 Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. C-Raective Protein kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respons terapi antibiotik. Suatu penelitian melaporkan bahwa CRP cukup sensitif tidak hanya untuk diagnosis empiema torasis, tetapi juga untuk memantau respons pengobatan. Dari 38 kasus empiema yang diselidiki, ternyata sebelum pengobatan semua kasus mempunyai CRP yang tinggi. Dengan pengobatan antibiotik, kadar CRP turun secara meyakinkan pada hari pertama pengobatan.7

3. Uji Serologis Untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik memp[unyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi Streptokokus group A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, strptozim, atau antiDnase B. Peningkatan titer dapat juga berarti adanya infeksi terdahulu. Untuk konfirmasi diperlukan serum fase akut dan serum fase konvalesen (paired sera).5,7

11

Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik. Akan tetapi, untuk deteksi infeksi bakteri atipik seperti Mikoplasma dan Klamidia, serta beberapa virus seperti RSV, Sitomegalo, campak, Parainfluenza 1,2,3, Infulenza A dan B, adan Adeno, peningkatan antibodi IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.7

4. Pemeriksaan mikrobiologis Untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah,pungsi pleura, atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru. Kecuali pada masa neonatus, kejadian bakteremia sangat rendah sehingga kultur darah jarang yang positif. Pada pneumonia anak dilaporkan hanya 10-30% ditemukan bakteri pada kultur darah. Pada anak besar dan remaja spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologik dapat berasal dari sputum, baik untuk perwanaan Gram maupun untuk kultur. Spesimen yang memenuhi syarat adalah sputum yang mengandung lebih dari 25 leukosit dan kurang dari 40 sel epitel/lapangan pada pemeriksaan mikroskopis dengan pembesaran kecil. Spesimen dari nasofaring untuk kultur maupun untuk deteksi antigen bakteri kurang bermanfaat karena tingginya prevalens kolonisasi bakteri di nasofaring. 4,5,7

Kultur darah jarang positif pada infeksi Mikoplasma dan Klamida, oleh karean itu tidak rutin dianjurkan. Pemeriksaan PCR memerlukan laboratorium yang canggih, hasil PCR positif tidak selalu menunjukan diagnosis pasti.7

12

5. Pemeriksaan Rontgen toraks Foto rongten toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang-kadang bercak-bercak sudah ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrat sering memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang. Pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, ulanag foto rongten toraks tidak diperlukan. Ulanagn foto rongten toraks diperlukan apabila gelaja klinis menetap, penyakit memburuk, atau untuk tindak lanjut.4,5,7 Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menujang diagnosis pneumonia di Instalasi Gawat Darurat hanyalah pemeriksaan foto rongten toraks posisi AP. Foto rongten toraks AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distres pernafasan seperti takipnea, batuk, dan ronki, dengan atau tanpa suara napas yang melemah. Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :7 Infiltrat interstisial, ditandai ddengan peningkatan corakan bronkovaskuler, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi. Infiltrat alveolar, merupana konsolidasi paru dengan air

bronchogram. Konsoliddasi dapat mengenai satu lobus disebut pneumonia lobaris, atua terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia. Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, diseratai dengan peningkatan corakan peribronkial.

13

Pneumonia Lobaris

14

Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)

Pneumonia Interstisial

15

Gambaran foto rongten toraks pneumonia pada anak meliputi infiltrart ringan pada satu paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu penelitian ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak terbanyak berada di paru kanan, terutama dilobus atas. Bila ditemukan di paru kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal itu merupakan prediktor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan risiko terjadinya pleuritis lebih meningkat.7 Beberapa faktor teknis radiologis dan faktor noninfeksi dapat menyebakan gambaran yang menyerupai pneumonia pada foto rongten toraks.7 Faktor teknis radiologis : Intensitas sinar rendah (underpenetration) Grid pada film tidak merata Kurang inspirasi

Faktor non infeksi: Bayangan timus Bayangan payudara Gambaran atelektasis Gambaran atelektasi sulit dibedakan dengan gambaran pneumonia pada foto rontgen toraks. Atelektasis disebabkan oleh berbagai penyebab seperti kompresi ekstrinsik pada bronkus dan obstruksi bronkial intrinsik. Disamping itu penyakit paru non infeksi dapat juga menyababkan atelektasi, misalnya penyakit membran hialin atau edema paru.5,7 Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrat intersisial merata, dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar,

bronkopneumonia, dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh

16

bakteri. Pada pneumonia Stafilokokus sering ditemukan abses-abses kecil dan pneumatokel dengan berbagai ukuran.4,7

Diagnosis
Diagnosis etilogik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau serologis merupana dasar terapi yang optimal. Oleh karena itu, pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radilogis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut : takipnea, batuk, napas cuping hidung, retralksi, ronki, dan suara napas melemah.5,7 Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk; tanda bahaya untuk bayi berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.5,7 Klasifikasi pneumonia menurut WHO berdasarkan pedoman diagnosis : Bayi dan anak berusia 2 bulan- 5 thaun Pneumonia berat Bila ada sesak napas Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pneumonia Bila tidak ada sesak napas Ada napas cepat dengan laju napas : > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan 1 tahun > 40 x/menit untuk anak > 1 -5 tahun

Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral

Bukan pneumonia Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas.

17

Bayi berusia dibawah 2 bulan Pada bayi berusia di bawah usia 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi, mudah terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian. Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah: Pneumonia Bila ada napas cepat (>60 x/menit) atau sesak napas Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia Tidak ada napas cepat atau sesak napas Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.7

Diagnosis Banding
Tuberculosis paru (TBC) Suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M.tuberculosis. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji

tuberkulin positif, dan foto paru yang mengarah pada TB(sugestif TB) merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah sakit TB. Kesulitan dalam mendiagnosis TB anak karena gejalanya tidak khas. Yang termasuk gejala antara lain;1) deman lebih dari 2 minggu dengan penyebab yang tidak jelas yang dapat disertai keringatmalam hari, nafsu makan tidak ada (anoreksia) yang dapat disertai penurunan berat badan, batuk lama lebih dari 3 minggu, malaise dan diare persisten yang tidak sembuh denganpengobatan baku diare. 4,5

18

Ateletaksis Pengkerutan sebagian atau seluruh paru -paru a k i b a t p e n yu m b a t a n s a l u r a n u d a r a ( bronkus maupun bronkiolus) a t a u akibat pernafasan yang sangat dangkal. Gejala klinis atelektasis dispnea, sianosis dan kolaps, bagian dada yangatelektasis tidak bergerak, dan pernapasan terdorong ke arah yang sakit. Pada pemeriksaan foto thoraks didapatkan bayangan padat serta diafragma menonjol ke atas.4,5

Bronkiolitis Infeksi virus akut saluran pernapasan bawah yang menyebabkan obstruksi inflamasi bronkiolus, terjadi terutama pada anak-anak dibawah umur 2 tahun. 4,5 Diagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis,umur penderita dan adanya epidemi RSV di masyarakat . Kriteria bronkiolitis terdiri dari: (1) wheezing pertama kali, (2) umur 24 bulan atau kurang, (3) pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran infeksi virus misalnya batuk, pilek, demam dan (4) menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan wheezing.4,5 Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak dengan orang dewasa atau anak besar yang menderita infeksi saluran napas atas yang ringan. 4,5

Tatalaksana
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit. Dasar tatalakasana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suprtif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam basa, elektrolit,
19

dan gula darah. Untuk demam dan nyeri dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi Vitamin A tidak terbukti efektif. Penyakit penyerta harus dtanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi. 7,9,11 Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri. 3,7 Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris. Umumnya pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor epidemiologis.7 Pneumonia rawat jalan Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai 90%. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25 mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP20 mg/kgBB sulfametoksazol.7 Makrolid, baik eritromisi maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai terapi alternatif beta-laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S. Pneumoniae dan bakteri atipik.7 Penumonia rawat inap Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan beta-laktam atau klorafenikol, yang tidak responsif dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi.7

20

Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti kombinasi beta-laktam/klavulanat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari.7 Pada balita dan anak yang lebih besar, antibitik yang

diremondasikan adalah antibiotik beta-laktam dengan/tanpa klavulanat, pada kasus berat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan.7 Pada pneumonia rawat inap memberikan antibiotik betalaktam,ampisilin, atau amoksisilin, dikombinasikan dengan klorafenikol. Hasil perbandingan pemberian antibiotik pada anak dengan pneumonia berat berusia 2-24 bulan. Antibiotik yang dibandingkan adalah gabungan penisilin G intravena (25.000 U/kgBB setiap 4jam) dan klorafenikol (15mg/kgBB setiap 6 jam), dan seftriakson intravena (50 mg/kgBB setiap 12 jam). Keduanya diberikan selama 10 hari, dan ternyata memiliki efektifitas yang sama.7

Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.4,5,7

Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.4

21

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Keduaduanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.5,10

Pencegahan
Penyakit pneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.4,7 Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan , beristirahat yang cukup, rajin berolahraga dll.3 Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain: a. Vaksinasi Pneumokokus b. Vaksinasi H. Influenza c. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah d. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.9

22

Ringkasan
Insidensi pneumonia lobaris di negara-negara yang sedang berkembang pada anak kurang dari 5 tahun diperkirakan sekitar 30% dengan angka mortalitas yang tinggi. Pembagian atau penggolongan pneumonia berdasarkan atas dasar anatomis kurang relevan dibanding pembagian pneumonia berdasar etiologinya. Berdasar etiologinya, pneumonia dibagi : (1) bakteri, (2) virus, (3) Mycoplasma pneumoniae, (4) Jamur, (5) Aspirasi, (6) Pneumonia hipostatik, (7) Sindrom Loeffler. Golongan bakteri yang sering menyebabkan ataupun didapatkan pada kasus pneumonia lobaris adalah : a. Bakteri gram positif : Pneumococcus dan Staphylococcus aureus a. Bakteri gram negatif : Haemophilus influenzae dan Klebsiella pneumoniae Diagnosa ditegakkan dari manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang yang meliputi laboratorium darah, pemeriksaan sputum, roentgenogram dada dan serologis. Penatalaksanaan berdasar etiologi dari pneumonia lobaris dan uji kepekaan terhadap antibiotika penting untuk dilakukan. Tindakan vaksinasi pada beberapa kasus dapat dipertimbangkan pada kondisi-kondisi tertentu.

23

DAFTAR PUSTAKA
1. Budiono E, Hidyam B. Pola Kuman Pneumonia pada Penderita di RSUP Dr. Sardjito 2005 2008, Vol. 32, No. 3. Penerbit FK UGM. Yogyakarta. 2008. hal: 161-64. 2. Price SA, Wilson LM. Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes. Penerbit EGC. Jakarta. 2006. hal: 709-12. 3. Alatas H, Hasan R. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Percetakan Infomedika. Jakarta. 2007. hal: 1228-35. 4. Soeparman, Waspadji S (ed). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2008. hal: 695-705. 5. Arvin, Kliegman, Behrman. Nelson Textbook of Pediatrics Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2008. 6. Kumala P, dkk (ed). Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Penerbit EGC. Jakarta. 2006. hal: 1714. 7. Rahajoe, Nastini.N. Buku Ajar Respirologi, Edisi 1.Jakarta : IDAI. 2008. hal 350-65 8. Rudolph AM, et al. Pediatrics. Appleton & Lange. California. 2009. pp:1427-28. 9. Shulman TS, et al. Paduan penyakit Infeksi dan Terapi Antimikroba pada Anak. EGC. Jakarta. 2007. hal 496-522. 10. Isselbacher, et al. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 13, Vol. 2. Penerbit EGC. Jakarta.2005. hal. 906-09. 11. Murray,nedels. Text Book of Respiratory Medicine,Edisi 1,Volume1. United State of America :Elseiver Saunders. 2007.

24

You might also like