You are on page 1of 6

ANALISIS Berdasarkan artikel berjudul Lari dari Malari yang sedikit banyak

menceritakan mengenai kronologis peristiwa Malari serta Soeharto sebagai penguasa Orde Baru yang dianggap seakan melupakan periode kelam yang terjadi pada 15 Januari 1974 dengan tidak menyinggung periode ini dalam biografinya. Dalam peristiwa 15 Januari 1974 atau yang dikenal dengan Malari kita tidak akan terlepas dari pada mahasiswa yang selama ini diakambing hitamkan. Para Mahasiswa berkumpul di kampus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di Jalan Salemba. Mereka menyusun Tritura baru yang mengingatkan pada Tritura 10 Januari 1966. Isi dari Tritura baru ini ialah : 1) bubarkan Aspri; 2) turunkan harga dan 3) ganyang korupsi. Para mahasiswa ini selanjutnya bergerak menuju Monumen Nasional. Adapun berbagai tulisan terkait dengan Malari akan dikaitkan dengan peran-peran Mahasiswa Indonesia saat itu, dalam kesempatan kali ini saya akan mencoba mempadu-padankan artikel Lari dari Malari dengan referensi-referensi lain yang terkait dan yang kebanyakan hanya sedikit dibahas dalam artikel tersebut. Mahasiswa Indonesia (1972-1974) berada dalam situasi yang sulit. Satu sisi Mahasiswa Indonesia dekat dengan para penguasa melalui anggota-anggota parlemen yang berasal dari kelompok Tambolong, mengalahkan sebuah faktor yang dianggap kunci dengan menjadi bagian dari kelompok penekan (pressure group), yang kemudian belasan anggotanya mendapat kursi di DPR. Selain itu, Mahasiswa Indonesia juga mesti puas karena pembangunan ekonomi secara kuantitatif telah meningkat. Namun, aspirasi sosial dan keadilan demokrasi yang telah seimbang menimbulkan suatu gerakan protes terhadap pelaksanaan pembangunan. Gerakan protes ini sama dengan gerakan yang telah ada sebelumnya. Dikenal dengan Angkatan 66 yang telah mampu menumbangkan Orde Lama (Murniasih, 2003: 39). Dalam buku Politik dan Idiologi Mahasiswa Indonesia (1985) menyebutkan hal yang berbeda, bahwa para pengecam baru ini berbeda dengan

gerakan protes sebelumnya, merasa tidak terwakili dalam lembaga yang tidak terlalu mereka percayai sehingga menggunakan taktik yang berbeda pada 1972. Mereka beranggapan sanggup melakukan penyesuaian-penyesuaian yang

dibutuhkan dengan menyandarkan diri pada kelompok reformis di dalam kursi kekuasaan karena keberatan-keberatan mereka tidak didengarkan, baik dari strategi pembangunan maupun metode yang dipergunakan. Sehingga mahasiswa mencoba memperbaiki Orde Baru dari dalam dan dari luar. Hal inilah yang dianggap membingungkan, berada dalam kekuasaan sambil sekaligus

mengkritiknya. Hal ini mengindikasikan menurun dan melemahnya posisi dan kreadibilitas Mahasiswa Indonesia dimata mahasiswa lainnya karena terlalu dekat dengan kekuasaan. Ditambah lagi dengan para wakil mahasiswa yang menjadi anggota parlemen mulai ikut-ikutan membeli mobil Holden fasilitas pemerintah dengan harga murah, ini dianggap korupsi karena pada waktu rakyat masih miskin, para mahasiswa ini sudah mau memasuki hidup yang mewah (Tempo; 97). Berbeda dengan kaidah ekonomi dan politik zaman Soekarno, pertama sistem perekonomian yang digunakan terpimpin, dengan tidak memberikan izin kepada kekuatan pasar untuk melakukan fungsinya. Kedua, pemerintah Orde Lama tidak ramah terhadap dunia barat dan lebih berpihak kepada poros antiimperialis. Bantuan ekonomi lebih banyak datang dari Uni Soviet, tetapi proyek-proyeknya kurang mempu meningkatkan produksi dan kemakmuran, juga oleh karena banyak proyek yang tidak terselesaikan. Sedangkan Orde Baru mengubah orientasinya. Pertama, pasar dan harga diberi kesempatan jauh lebih banyak untuk melakukan fungsi alokasinya. Kedua, orientasi politik menjadi bebas aktif untuk menerima bantuan dari Barat dan tidak menolak bantuan dari blok Timur asal diberikan dengan syarat-syarat yang sama. Selain itu, Mahasiswa Indonesia berkeinginan terhadap modernisasi, salah satunya melalui pertumbuhan ekonomi yang didasarkan atas peranan modal asing yang diharapkan dapat memberikan sumbangan menggantikan tabungan nasional yang sangat sedikit dan memperkenalkan teknologi serta pengetahuan modern.

Pada perkembangannya, hal inilah yang menurut saya mengindikasikan mengapa dalam artikel Lari dari Malari tersebut menerangkan bahwa muncul dugaan bahwa petaka Malari adalah bara yang memercik akibat rivalitas antara Jenderal Soemitro dan Ali Moertopo (asisten pribadi Presiden dan Kepala Operasi Khusus Waktu itu). Soemitro dituding memiliki ambisi kekuasaan seperti disebut dalam Dokumen Ramadi, yang dikenal dekat dengan Ali Moertopo, menurut Asvi Warman. Sumber lain mengatakan, di sekitar Presiden Soeharto terjadi perebutan pengaruh antara keduanya, yang selanjutnya disebut kelompok Amerika dan kelompok Jepang. Kelompok pertama terdiri dari para Menteri Teknokrat dan beberapa Jenderal (diantaranya Pangkopkamtib, Jenderal Soemitro) yang menghendaki koreksi terhadap cara-cara pembangunan selama ini. kelompok kedua, dipimpin oleh Asisten Pribadi Presiden seperti Jenderal Ali Moertopo dan Jenderal Sudjono Humardhani, para pendukung cara pembangunan dengan bantuan luar negeri terutama dari Jepang. Modal asing yang dahulu diusulkan ternyata menjadi pangkal penyakit yang membuat Indonesia menderita dengan adanya ketidakadilan sosial-ekonomi, ketergantungan terhadap negara asing, modal internasional, alienasi kebudayaan yang merupakan hasil mengikuti cara barat dengan penerapan yang brutal. Jadi, menurut saya kaidah yang dipegang masa Orde Baru justru menjadi celah bagi orang-orang di sekitar Soeharto untuk dapat dimanfaatkan untuk kepentinganya masing-masing. Menghadapi pertikaian politik antara kelompok Ali Moertopo dan kelompok Soemitro, para pemimpin Mahasiswa Indonesia memilih untuk melawan para Jenderal bergaris keras- para penasehat pribadi Jenderal Soeharto. Faktor inilah yang menjadi penyebab utama adanya Tritura baru. Dimana Ali Moertopo sebagai asisten pribadi presiden dan sahabat-sahabatnya telah menyebarkan berita adanya komplotan melawan Negara dimana Mahasiswa Indonesia terlibat di dalamnya perlu diberanguskan. Terlihat ada rasa ketidak terimaan dari tubuh mahasiswa. Jadi disini terlihah adanya suatu perpecahan, apa yang sebelumnya diusungkan menjadi sebuah harapan bersama melalui program-

program yang disusulkan, namun ternyata salah hanya dimanfaatkan segelintir orang yang berujung pada Indonesia yang menderita. Terkait demontrasi-demontrasi yang terjadi saat itu, satu diantaranya yang mempersoalkan demokrasi (Demontrasi Golongan Putih) dan tiga lainnya mempersoalkan korupsi (Demontrasi Mahasiswa Menggugat (1970), Komite Anti Korupsi (1970) dan Gerakan Anti TMII). Yang juga menjadi tuntutan dalam Tritura baru. Pada awalnya korupsi masih kecil-kecilan merebak ke Pertamnia hingga mahasiswa yang menjadi wakil di parlemen seperti yang telah di terangkan sebelumnya. Para asisten pribadi Presiden yang mulai terlibat bisnis, dan Ibu Tien Soeharto menggusur tanah rakyat untuk mendirikan Taman Miniatur Indonesia Indah (TMII). Berbagai cara dilakukan Soharto untuk menghadapi demontrasidemontasi tersebut, mulai dari Demontrasi Mahasiswa Menggugat dengan cara memerintahkan menterinya untuk menerima mahasiswa dan menjawab pertanyaan hingga Demontrasi TMII yang ditindaklanjuti oleh Soeharto lebih keras dengan melakukan penahanan terhadap para pemimpin demontrasi yang puncaknya pada 15 Januari 1974. Setelah inilah terlihat jelas kerjasama yang terjalin antara pemerintah Soeharto dengan kaum intelektual (mahasiswa) bubar. Hubungan keduanya bercerai, tidak se-iya dan se-kata seperti saat menumbangkan Orde Lama. Adapun akibat yang ditimbukan dari peristiwa Malari (Tempo 2 Februari 1974) dalam Murniasih (2003) antara lain : 1) melakukan penangkapan terhadap orang-orang yang dianggap terlibat dalam peristiwa Malari seperti Fahmi Idris, Dorodjatun Kuntjorojakti, Marsilam Simanjuntak, Hariman Siregar, Adanan Buyung Nasution, HJC. Princen, Jusuf AR, Jessy Monintja, Aini Chalik, John Pangemanan dan lainnya (Murniasih, 2003: 56). Para tokoh ini menurut artikel Lari dari Malari ditahan berdasarkan Undang-Undang Antisubversi. Sebagian dari mereka dibebaskan setahun setelah meringkuk di penjara, karena terbukti tidak terlibat (Tempo: 76); 2) dilakukan mencabutan Surat Izin terbit (SIT) dan Surat Izin Cetak (SIC) terhadap 12 surat kabar; 3) pemerintah menghapuskan lembaga Asisten Pribadi Presiden (Aspri) dan presiden Soeharto memegang

langsung pimpinan Komkamtib; 4) pada tanggal 22 Januari 1974 sidang Stabilisasi Nasional mengeluarkan tiga keputusan yaitu : patokan pola hidup sederhana bagi pejabat pemerintah, usaha nyata memajukan usaha pribumi dalam PMA dan PMDN, serta larangan import kendaraan bermotor dari jenis sedan dan Station Wagon dalam keadaan jadi.

Referensi __________.Lari dari Malari. Tempo. Edisi Khusus Soeharto. Hal. 75 - 76 Budiman, Arief. Matinya Masyarakat Madani. Tempo. Edisi Khusus Soeharto. Hal. 96 98 M. Sadli. Tentang Pasar dan Ekonomi Soeharto. Tempo. Edisi Khusus Soeharto. Hal. 56 - 60. Murniasih, Yeni. 2003. Peristiwa Malapetaka 15 Januari 1974 dan Perkembangan Pers Indonesia pada Masa Orde Baru. Skripsi tidak diterbitkan. Raillon, Francois. 1985. Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia. Jakarta: LP3ES http://Semaraks.blogspot.com, diakses pada Sabtu 25 Mei 2013 pukul 15.35.

You might also like