You are on page 1of 70

BAB I PENDAHULUAN 1.Bahasa Pada saat terakhir ini makin dirasakan betapa pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi.

Kenyataan yang dihadapi dewasa ini adalah bahwa, selain ahli-ahli bahasa, semua ahli yang bergerak dalam bidang pengetahuan yang lain semakin memperdalam dirinya dalam bidang teori dan praktek bahasa. Semua orang menyadari bahwa interaksi dan segala macam kegiatan dalam masyarakat akan lumpuh tanpa bahasa. Begitu pula melalui bahasa, kebudayaan suatu bangsa dapat dibentuk, dibina dan dikembangkan serta dapat diturunkan kepada generasi-generasi mendatang. Dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka semua yang berada disekitar manusia : peristiwa-peristiwa, binatang-binatang, tumbuh-tumbuhan, hasil cipta karya manusia dan sebagainyam mendapat tanggapan dalam pikiran manusia, disusun untuk diungkapkan kembali kepada orang-orang lain sebagai bahan komunikasi. Kommunikasi melalui bahasa ini memungkinkan tiap orang untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya. Ia memungkinkan tiap orang untuk mempelajari kebisaaan, adat-istiadat, kebudayaan serta latar belakangnya masingmasing. Mengingat pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi dan memperhatikan wujud bahasa itu sendiri, kita dapat membatasi pengertian bahasa sebagai: bahasa adalah alat komunikasi antara anggota msyarakat berupa symbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada orang yang berkeberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka itu menunjukkan bahwa dua orang atau pihak dapat mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendrang atau tong-tong dan sebagainya, sejak lama telah dipergunakan untuk mengadakan komunikasi antara anggota masyarakat. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi sebagai disebut tadi mengandung banyak segi lemah. Bahasa memnberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan kompleks daripada yang dapat diperoleh dengan mempergunakan media tadi. Dewasa ini sangat sulit bagi kita untuk membayangkan asal dan perkembangan kebudayaan umat manusia yang begitu kompleks tanpa bahasa. Walaupun asap api, bunyi gendang dan sebagainya dalam keadaan yang sangat terbatas dapat digunakkan untuk komunikasi, tetapi semuanya bukanlah bahasa. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembanrang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan symbol atau perlambang. 2. Aspek Bahasa Bahasa merupakan suatu system komunikasi yang mempergunakan simbolsimbol vocal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerakgerik badaniyah yang nyata. Ia merupakan symbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia harus diberi makna tertentu. Simbol adalah tanda yang diberikan makna tertentu, yang mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap panca indra.

Berarti bahasa mencakup dua bidang, yaitu bunyi dan vocal yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, dan arti atau makna yaitu berhubungan antara rangkaian bunyi vocal dengan barang atau hal yang diwakilinya itu. Bunyi itu merupakan getaran yang merangsang alat pendengar kita yang diserap panca indra kita , sedangkan arti adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan dari orang lain. Arti yang terkandung dalam suatu rangkaian bunyi bersifat arbiter atau manasuka. Arbiter atau manasuka berarti tidak terdapat suatu keharusan bahwa suatu rangkain bunyi tertentu harus mengandung arti yang tertentu pula. Maka sebuah kata tergantung dari konvensi (kesepakatan) masyarakat bahasa yang bersangkutan. Apakah seekor hewan dengan ciri-ciri tertentu dinamakan anjing, dog, Hund, chien atau canis itu tergantung dari kesepakatan anggota masyarakat bahasa itu masing-masing. Dalam sejarah bahasa pernah diperdebatkan apakah ada hubungan yang wajar antara kata dengan barangnya. Satu kelompok mengatakan ada; untuk itu diusahakan bermacam-macam keterangan mengenai timbulnya kata-kata dalam bahasa . Etimologi merupakan hasil dari kelompok ini. Namun etimologi yang mula-mula timbul untuk mendukung pendapat itu terlalu dibuat-buat sehingga sulit diterima. Usaha lain mempertahankan pendapat ini adalah apa yang dikenal dengan anomatope ( kata peniru bunyi ). Namun hal inipun sangat terbatas. Terakhir dikemukakan bahwa tiap bunyi sebenarnya mengandung nilai-nilai tertentu, misal vocal a, u, o, menyatakan suatu yang besar, rendah, dan berat, sebaliknya vocal i, e menyatakan suatu yang tinggi,kecil dan tajam. Demikian pula konsonan-konsonan melambangkan bunyi-bunyi tertentu. Dalam berapa hal barang kali dapat ditunjuk contoh-contoh yang mungkin meyakinkan. Tetapi terlalu banyak hal yang akan menentang contoh-contoh yang mungkin meyakinkan. Tetapi berlaku banyak hal yang akan menentang contoh-contoh tadi. Dengan demikian pendapat lain lebih dapat diterima bahwa antara kata dan barang tidak terdapat suatu hubungan. Hubungan itu bersifat arbitrer, sesuai dengan konversi masyarakat bahasa yang bersangkutan. 3. Fungsi Bahasa Bila kita meninjau kembali sejarah pertumbuhan bahasa sejak awal hingga sekarang, maka fungsi bahasa dapat diturunkan dari dasar dan motif pertumbuhan bahasa itu sendiri. Dasar dan motif pertumbuhan bahasa itu dalam garis besarnya dapat berupa: a. b. c. d. untuk menyatakan ekspresi diri; sebagai alat komunikasi; sebagai alat untuk mengadakan intgrasi dan adaptasi social; sebagai alat untuk mengadakan control social;

a. Alat untuk menyatakan ekspresi diri Sebagi alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secaraa terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain: - agar menarik perhatian orang lain terhadap kita; - keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi 2

sebenarnya semua fungsi bahasa sebagai yang dikemukakan diatas tidak terpisah satu sama lain dalam kenyataan sehari-hari. Sehingga untuk menetapkan dimana yang satu mulai dan dimana yang lain berakhir sangatlah sulit. Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri. Dalam buaian seorang bayi sudah dapat menyatakan dirinya sendiri, ia menagis bila lapar atau haus. Ketika mulai belajar berbahasa , ia memerlukan kata-kata untuk menyatakan lapar, haus dan sebagainya. Hal itu berlangsung terus hingga seorang menjadi dewasa; keadaan hatinya, suka-dukanya, semuanya coba diungkapkan dengan bahasa agar tekanan-tekanan jiwanya dapat tersalur. Kata-kata seperti: aduh, hai, wahai, dsb. Menceritakan pada kita kenyataan ini. b. Alat komunikasi Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita untuk diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi kita dapat menyampaikan semua yang kita rasakan, pikirkan, dan kita ketahui kepada orang-orang lain. Dengan komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sejaman dengan kita. Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerjasama dengan semua warga. Ia mengatur berbagai macam aktifitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita. Ia juga memungkinkan manusia menganalisa masa lampaunya untuk memetik hasil-hasil yang berguna bagi masa kini dan masa yang akan datang. Dalam pengalaman sehari-hari, atau katakanlah sejak kecil hingga seorang menjadi dewasa, bahasa perseorangan mengalami perkembangan , sejalan dengan bertambahnya kenyataan-kenyataan atau pengalaman-pengalaman seseorang. Bila kita membandingkan bahasa dengan suatu system keseluruhan dengan wujud dan fungsi bahasa yang bertahap-tahap dalam kehidupan individual, yaitu wujud dan fungsi yang terbatasa pada masa kanak-kanak, serta wujud dan fungsi bahasa yang jauh lebih luasa pada waktu seorang telah dewasa, maka dapatlah dibayangkan berupa wujud dan fungsi bahasa itu sejak awal muda sejarah umat manusia hingga kini. Bahasa itu mengalami perkembangan dari jaman ke jaman sesuai dengan perkembangan intelektual manusia dan kenyataan cipta-karya manusia sebagai hasil dari kemajuan intelektual itu sendiri. Bila kita menyetujui pendapat yang mengatakan bahwa kebutuhan manusia primitive masih sangat sederhana dan terbatas, serta kemampuan intelektual mereka masih sangat rendah bila dibandingkan dengan keadaan dewasa ini, serta dipihak lain kita mengakui bahwa bahasa adalah alat untuk mengungkapkan atau mengkomunikasikan semua kebutuhan seperti yang telah diuraikan diatas, maka dapat digagaskan pula bahwa wujud dan fungsi bahasa pada manusia manusia primitive masih terbatas pula sesuai dengan keterbatasan kebutuhan dan kemampuan intelektualnya. Tetapi seketika teknik manusia bertambah serta kebudayaan dan kebutuhan manusia meningkat, maka bahasa itu turut pula berkembang untuk dapat menampung semua apa yang telah dicapai oleh umat manusia sehingga komunikasi tidak mengalami kemacetan.

c. Alat mengadakan integrasi dan adaptasi social Bahasa, disamping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan megambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenlan dengan orang-orang lain. Anggota-anggota masyarakat hanya dapat dipersatukan secaraa efesien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat kominikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok social yang memasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efesiensi yang setinggi-tingginya. Ia meyakinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan kemasyarakatan. Melalui bahasa seorang anggota masyarakat perlahan-lahan belajar mengenal segala adat-istiadat, tingkah laku, dan tata-krama masyarakatnya. Ia mencoba menyesuaikan dirinya (adatasi) dengan semuanya melalui bahasa. Seorang pendatang baru dalam sebuah masyarakat pun harus melakukan hal yang sama. Bila ingin hidup dengan tentram dan harmonis dengan mesyarakat itu ia harus menyesuaikan dirinya dengan masyarakat itu, untuk itu memerlukan bahasa , yaitu bahasa masyarakat tersebut. Bila ia dapat menyesuaikan dirinya maka ia pun dengan mudah membaurkan dirinya (integrasi) dengan segala macam tata-krama masyarakat tersebut. Bahasa-bahasa menunjukkan perbedaaan antara satu dengan yang lainnya, tetapi masing-masing tetap mengikat kelompok penuturanya dalam satu kesatuan. Ia memungkinkan kita tiap individual untuk menyesuaikan dirinya dengan adat-istiadat dan kebisaaan masyarakat bahasa itu. Dua orang yang mempergunakan bahasa yang sama, akan mempergunakan pula kata-kata yang sama untuk melukiskan suatu situasi yang identik. Kata sebagain sebuah symbol bukan saja melambangkan pikiran atau gagasan tertentu, tetapi ia juga melambangkan perasaan, kemauan dan tingkah laku seseorang. d. Alat mengadakan control social Yang dimaksud control social adalah usaha untuk mempengaruhi tingkah laku dan tindak-tanduk orang lain. Tingkah laku itu dapat bersifat terbuka ( overt:yaitu tingkah laku yang dapat diamati dengan observasi), maupun yang bersifat tertutup (covert: yaitu tingkah laku yang tidak dapat diobservasi). Semua kegiatan social akan berjalan dengan baik katena dapat diatur dengan mempergunakan bahasa. Semua tutur pertama-tama dimaksudkan untuk mendapat tanggapan, baik tanggapan yang berupa tutur, maupun tanggapan yang berbentuk perbuatan atau tindakan. Seorang pemimpin akan kehilangan kewibawaan, bila bahasa yang dipergunakan untuk menyampaikan intruksi atau penerangan kepada bawahannya, adalah bahasa yang kacau dan tidak teratur. Kekacauan dalam bahasanya akan menggagalkan pula usahanya untuk mempengaruhi tingkah laku dan tindak-tanduk bawahannya. Dalam mengadakan control social, bahasa itu mempunyai relasi dengan prosesproses sosialisai suatu masyarakat. Proses-proses sosialisasi itu dapat diwujudkan dengan cara-cara berikut: Pertama, memperoleh keahlian bicara, dan dalam masyarakat yang lebih maju, memeproleh keahlian membaca dan menulis. Keahlian bicara dan keahlian menulis pada masyarakat yang sudah maju, merupakan persyaratan bagi tiap indivisual untuk mengadakan partisipasi yang penuh dalam masyarakat tersebut, kedua, 4

bahasa merupak saluran yang utama dimana kepercayaann dan sikap masyarakat diberikan kepada anak-anak yang tengah tumbuh. Mereka inilah yang menjadi penerus kebudayaan kepada generasi berikutnya. Ketiga, bahasa melukiskan dan menjelaskan yang dilakukan oleh sianak untuk mengidentifikasikan dirinya supaya dapat mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan. Dan keempat, bahasa menanamkan rasa keterlibatan (sense of belonging atau esprit decorps) pada si anak tentang masyarakat bahasanya. (Gorys Keraf:1984) 4. Kedudukan Bahasa Indonesia Sumpah Pemuda (1928) mengikrarkan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa nasional. Undang-undang Dasar (1945), Bab XV, Pasal 36 menyatakan bahwa bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Berdasarkan kedua hal itulah dikatakan bahwa bahasa Indonesia berkedudukan penting yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Didalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan negara, (2) lambang idengtitas nasional, (3) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing kedalamn kesatuan kebanggaan Indonesia, dan (4) alat penghubung antardaerah dan antarbudaya. Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara bahasa indnesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, (3) alat penghubung pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah, dan (4) alat penghubung kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi (Suhender, 1998:158-160). Fungsi bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggaan nasional, masih harus dibuktikan dengan sikap yang mencerminkan perilaku. Selama perilaku setiap warga negara Indonesia belum menunjukkan perilaku yang positif terhadap bahasa Indonesia,maka fungsi sebagai lambang kebanggaan nasional itu masih merupakan problema, Problema itu berkisar pada: a. mengapa kita harus bangga mempunyai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional? b. Benarkah dalam kenyataan setiap insan Indonesia menunjukkan rasa bangga terhadap bahasa Indenesia? c. Syarat-syarat kebahasaan apakah yang harus ada agar bahasa Indonesia itu dapat dibanggakan? d. Sikap mental bagaimanakah yang mendasari kebanggaan seseorang terhadap bahasa Indonesia? e. Usaha-usaha apakah yang perlu dilakukan agar bahasa Indonesia benar-benar menjadi kebanggaan nasional(Suhender, 1998:183) Problem tersebut sampai saat ini masih tetap perlu direnungkan. Usaha mengatasi problem tersebut sudah dilaksanakan. Usaha itu disebut usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Pembinaan dan pengembangan bahasa adalah usaha dan kegiatan yang ditujukan untuk memelihara dan mengembangkan bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan pengajaran bahasa asing supaya memasuki kedudukan dan fungsinya(Sugono,1994:5).Pembinaan dan penegembangan bahasa Indonesia dilakukan melalui usaha-usaha pembakuan agar tercapai pemakaian yang cermat, tepat, dan efisien. Untuk kepentingan praktis, telah diambil sikap bahwa(1)pembinaan terutama

ditujukan kepada penuturnya yaitu masyarakat pemakai bahasa Indonesia, (2)pengembangan juga ditujukkan kepada bahasa dalam segala aspeknya. Pembinaan bahasa Indoensia sudah digiatkan sejak zaman Pujangga baru (1933). Sampai detik ini nasibnya kurang menggembirakan. Bnyak diantara orang Indonesia yang meremehkannya. Sikap mereka terhadap bahasa Indonesia tak acuh,alasannya: (1) pelaksanaan pembinaan dahasa Indonesia dianggap mudah (Sumowijoyo,2000:5). Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia mencakup dua arah yaitu: (1) pengembangan bahasa yang mencakup masalah bahasa dan masalah kemampuan/sikap, dan (2) pembinaan yang mencakup arah masyarakat dan arah generasi muda kemampuan /sikap berbahasa Indonesia perlu dibina dan dikembangkan. Kemampuan berbahasa Indonesia orang Indonesia (awam maupun terpelajar) belum terlalu mengembirakan sikap kebahasaannya pun demikian. Sebagian orang Indonesia masih ada yang bersikap negatif terhadap pemakian bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dikatakan bersikap negatif karena meremehkan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mereka juga meremehkan usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Sikap negatif tersebut harus dibina, diupayakan menjadi sikap positif. Sikap positif orang Indonesia terhadap pemakaian bahasa Indonesia ditunjukkan dengan adanya kebanggaan pada diri kita, karena itu kita berusaha berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Kita seharusnya merasa malu, merasa bodoh jika tidak berusaha berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Kita merasa bersalah jika tidak menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. 5. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar Bahasa Indonesian yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya,dalam situasi santai dan akrab, hendaklah digunakan bahasa Indonesia ragam santai dan akrab. Dalam situasi resmi dan formal hendaklah digunakaan bahasa Indonesia ragam dan formal. Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah tata bahasa baku. Jadi,bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku (Arif, 1987:1). Orang yang mahir menggunakan bahasa sehingga maksud hatinya mencapai sasaran,apa pun jenisnya ,diaggap berbahasa denga efektif. Bahasa menimbukan efek atau hasil kerena serasi dengan peristiwa atau keadaan yang dihadapinya. Orang yang berhadapan dengan sejumlah lingkunagan harus memilih salah satu ragamyang cocok dan yang benar. Berbahasa Indenosia dengan baik dan benar, diartikan pemakaian bahasa yang serasi dengan sasarannya juga mengikuti kaidah bahasa yang betul. Bahasa Indonesia yang baik dan benar mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi pernyataan kebaikan dan kebenaran (Moeliono,1992:20). 6. Kesalahan Berbahasa Orang terpelajar, pembina bahasa Indonesia mereka harus menjadi contoh teladan, anutan, model bagi orang lain dalam berbahasa Indonesia. Bahasa Indoensia yang bermutu adalah bahasa Indonesia yang bersih dari kesalahan, baik keswalahan kaidah, kesalahan logika, maupun kesalahn budaya(Sumowioyo,2000:6). Kesalahan berbahasa berhubung dengan pemakaian bahasa indoensia yang benar. Kesalahan berbahasa Indonesia akibat pemakaian bahasa Indonesia yang tidak 6

benar. Pemakaian bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku termasuk kesalahan kaidah. Pemakaian bahasa Indonesia yang tidak bernalar, tidak logis, dan tidak berterima termasuk kesalahan logika . kesalahan berbahasa Indonesia yang berhubungan dengan budaya bangsa inonesia disebut kesalahan logika. Kesalahn berbahasa Indonesia dapat juga dibedakan atas kesalahn berbahasa lisan dan kesalahan berbahasa tulis. Kedua macam kesalahn berbahasa Indonesia tersebut masing-masing dapat mencerminkan kesalahan kaidah, kesalahan logika, maupun kesalahn budaya. Jenis kesalahan berbahasa dapat dikelompokkan berdasarkan ragam bahasa (lisan atau tulis) kesalahan berbahasa tulis menyangkut msalah ejaan dan berbahasa lisan maupun tulis menyangkut masalah tata bahasa (struktur) data dan kosakata. 6.1 Kesalahan berbahasa Indonesia Lisan Kesalahan berbahasa Indonesia lisan berhubung dengan lafal bahasa Indonesia. Lafal bahasa Indonesia ialah lafal yang tidak terpengaruh lafal bahasa daerah atau lafal bahasa asing.lafal merupakan logat yang penting menonjol/tanpak dan mudah diamati. Logat adalah pemakaian bahasa yang berbeda-beda karena perbedaan daerah.Logat juga disebut ragam daerah. (Sugiono,1994:10)

BAB II KALIMAT BAKU BAHASA INDONESIA

1. Pendahuluan
Bahasa Indonesia Baku (BIB) bertolak dari Bahasa Indonesia Resmi (BIR). Hal ini wajar. BIR mempunyai keunggulan jika dibandingkan dengan Bahasa Indonesia tak resmi (BIT). Keunggulannya: a) BIR bertaraf nasional; b) BIR seragam untuk seluruh Indonesia; c) BIR dipakai oleh golongan terpelajar (intelektual) dalam situasi resmi; d) BIR mampu merekam kegiatan budaya (kesenian ), ilmu pengetahuan, dan teknologi, keunggulan itu tidak dimiliki oleh BIT. Dengan demikian BIR memiliki prestise yang tinggi jika dibandingkan dengan BIT. Presetise inilah yang menyebabkan BIB bertolak dari BIR. Rupanya, prestise menetukan kedudukan serta hal ini dapat dibuktikan dengan data yang lain. Bahasa Melayu Riau menjadi standar untuk bahasa Melayu karena bahasa Melayu Riau menghasilkan karya sastra ( sastra Melayu) bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia (BI) sebab bahasa Melayu mampu menjadi lingua fraca (bahasa perhubungan ) di kepulauan nusantara ini. Kemapuan ini tidak dimiliki bahasa-bahasa daerah yang lain. Bahasa Sala = Yogya menjadi standar untuk bahasa Jawa karena bahasa sala yogya pendukung kebudayaan Jawa yang dianggap tinggi ( kebudayaan keraton). Data tersebut kiranya, membenarkan anggapan bahwa BIB bertolak dari BIR. BIR terpakai dalam situasi resmi. Masalahnya, apakah situasi itu. Situasi resmi mempunyai ciri : bertaraf nasional, bersifat kenegaraan, menyangkut kepentingan bangsa ( masyarakat, umum ), serius, penuh dengan gagasan ( ide,pikiran). Dengan titik tolak tersebut, pengertian BIB ialah BI yang baik dan benar, BI yang serius, BI yang tertib, BI yang sangkil (objektif), BI yang resmi yang menjadi ukuran (Patokan). Kalau seseorang berbahasa indonesia, ia mengucapkan kalimat-kalimat. Kalimat merupakan unsur terbesar BI di antara unsur yang lain ( frase, morfem, fonem ). Dengan demikian, BI ditunjang oleh kalimat-kalimat. Karena BI di tunjang kaliamat kalimat. Pengertian BIB ini berlaku juga untuk kalimat baku.

2. Hakikat Kalimat Bahasa Indonesia


Hakikat kalimat BI terlihat dari ciri ciri kalimat BI: Ciri ciri itu : ( 1 ) bermakna ( 2 ) bersistem urutan frase ( 3 ) dapat berdiri sendiri dalam hubungannya dengan kalimat yang lain. ( 4 ) berjeda ( 5 ) berakhir dengan berhentinya intonasi (berorientasi selesai )

Makna
Makna menciptakan komunikasi Tidak bermakna berarti tidak komunikatif. Supaya komunikasi tercipta, makna sebuah kalimat perlu jelas. Makna yang kurang jelas ( samar samar, kacau ) menimbulkan gagasan komunikasi. Perhatikan data yang berbunyi Indonesia dengan terburuk minyak perkiaraan harga siap Bandingkan data itu dengan Indonesia siap dengan perkiraan terburuk harga minyak data ini komunikatif karena maknanya jelas. Berbeda dengan data pertama.

Frase
Kalimat terdiri atas frase frase ( paling sedikit dua frase ). Kalimat tidak dibentuk dengan mendampingkan kata yang satu dengan kata yang lain, tetapi merangkaikan frase yang satu dengan yang lain. Contoh : saya ucapkan / terima kasih / atas perhatian Anda. Saya / ucapkan / terima / kasih / atas / perhatian / Anda . Contoh terakhir itu tidak dikenal dalam BI . Contoh pertama terdiri atas tiga frase. Ketiga frase ini dapat dipindah pindahkan. Kalau dipindah pindahkan ketiga frase itu, hasilnya : Saya ucapkan / atas perhatian Anda / terima kasih. Terima kasih / saya ucapkan / atas perhatian Anda. Terima kasih / atas perhatian Anda / saya ucapkan Atas perhatian Anda / saya ucapkan / terima aksih. Atas perhatian Anda / terima kasih / saya ucapkan. Ada kenyataan lain yang perlu kita perhatikan ternyata ketika frase tersebut berfungsi gramatika fungsi (gramatika) ketiga frase itu : Saya ucapkan = P ( predikat ) Terima kasih = S ( subyek ) Atas perhatian Anda = K ( keterangan ) Farase frase tersebut terdiri atas dua kata atau lebih. Ada juga frase yang terdiri atas satu kata. Contoh : sekarang / kita / mempelajari BI I II III Di sini tanpak sekarang dan kita sebagai farse terdiri atas satu kata saja. Demikianlah frase itu mempunyai ciri. Ciri cirinya: (1) ditandai jeda; (2) dapat dipindahkan; (3) berfungsi gramatika ( SPOK ); (4) terdiri atas satu kata atau lebih : (5) merupakan suku kalimat.

Kemandirian
Kalimat tersebut berdiri sendiri ( bermandiri ) karena mempunyai gagasan yang lengkap ( utuh). Suku kalimat ( frase) tidak dapat berdiri sendiri karena gagasannya kurang lengkap. Suku kalimat (frase) merupkan bagian atau unsur kalimat. Pada dasarnya, setiap bagian atau unsur tidak dapat berdiri sendiri. Setiap bagian atau unsur tidak dapat berdiri sendiri sebagai satu keutuhan. Dalam komunikasi, pembicara tidak pernah mengucapkan sebuah kalimat saja. Sebab pembicara mengemukakan banyak gagasan. Gagasan gagasan ini tertuang kedalam kalimat kalimat. Karena itu. Sebuah kalimat mempunyai hubungan dengan kalimat lain yang melingkunginya

Jeda
Kalimat terdiri dua frase atau lebih. Frase frase itu dibatasi oleh jeda. Karena itu dengan sendirinya tiap kalimat mempunyai jeda. Jeda inilah yang membedakan kalimat dengan yang bukan kalimat. Contoh : RUMAH SAKIT bukan kalimat IMAH SAKIT kalimat

Intonasi
Sebuah kalimat berakhir dengan berhentinya intonasi ( lagu kalimat ) karena itu utuh dan dapat berdiri sendiri.

3. C i r i

ciri Kalimat

Baku

ciri ciri kalimat baku : A. gramatikal B. masuk akal C. bebas dari unsur yang mubazir D. bebas dari kontaminasi E. bebas dari interferansi F. sesuai dengan ejaan yang berlaku G. sesuai dengan lafal BI A. Gramatikal kalimat baku itu gramatikal. Artinya kalimat baku itu sesuai dengan tata BI, yang meliputi tata kalimat (sintaksis) tata frase (frasiologi)tata morfem(morfologi), dan tata fonem (fonologi). Secaraa garis besar, ciri gramatika kalimat baku terangkum dalam pembicaraan di bawah ini. (1) Fungsi fungsi frase (SPOK) terpakai secaraa jelas ( tanpak , tersurat , eksplisit). Ketidak jelasan SPOK , terutama SP, menghadirkan kalimat tidak baku. 10

Contoh : (a) Demikian harap maklum K P (b) Demikian dikatakan presiden K P (c) Wajar, bila prestasinya menurun P K (d) Bagaimana kalau ketrampilan berbahasa Indonesia dijadikan syarat P K kenaikan pangkat pegawai negeri ?

(e) Untuk mengtahuai tingkat tinggi rendahnya pendidikan seseorang dapat K P dinilai dari caranya berbicara K (f) Agar diperoleh hasil yang nyata, mohon Bapak/Ibu aktif. K P O1
`yang baku
(a) Demikian., kami harap Anda maklum. K P S

(b) Demikian , kata Presiden.

P P

S S

(c)Wajar , Prestasinya menurun.

(d) Bagaimana pendapat Anda kalau kita adakan kerja bakti.

P S K (e)Tinggi rendahnya pendidikan seseorang dapat diketaui dari caranya berbicara. S P K (f)Agar diperoleh hasil yang nyata kami mohon Bapak/Ibu aktif. K S O1 (2) kalimat baku tidak mengandung subyek ganda Contoh yang tidak baku: (a) Para pemenang diberikan hadiah. S P S (b) Hal itu saya sudah tahu. S S P (c) Tanah ini akan dibangun industri. S P S (d) Penyusun laporan ini kami mendapat bimbingan bapak dosen. S S P O1 11

(e) Bahwa PSSI kalah terus-menrus,hal itu memalukan. S S P Yang baku : (a) Para pemenang diberi hadiah. S P (b) Hal itu saya sudah ketahui. S S P saya sudah ketahui hal itu. S P O1 (c) Ditanah ini akan dibangun industri. K P S (d) Dalam menyusun laporan ini kami mendapat bimbingan bapak dosen. K S P O1 (e) laporan ini kami susun dengan bimbingan bapak dosen. S P K (f) Bahwa PSSI kalah terus-menrus,memalukan. S P (3) kalimat baku tidak memperlihatkan pemakian subyek yang diawali kata depan Contoh : (a) Hadirin kami persilahkan berdiri. S P (b) Yang tidak berkepentingan dilarang masuk. S P (c) Memecahkan permasalahn itu tidak mudah. S P (d) Rapat itu membicarakan SPP. S P O1 (e) Penggelontoran kali Surabaya meningkatkan produksi PDAM. S P O1 Yang tidak baku: (a) Kepada parahadirin dipersilahkan berdiri. K/O2 P (b) Bagi yang tidak berkepentingan dilarang masuk. K/O2 P (c) Untuk memecahkan permasalahn itu tidak mudah. K P (d) Dalam rapat itu membicarakan SPP. K P O1 (e) Dengan penggelontoran kali Surabaya meningkatkan produksi PDAM. K P O1 (4) Kalimat baku tidak mengandung predikat ganda Contoh: (a) Bertindak sebagai Inspektur upacara bapak Gubernur. P S (b) Siapa yang menulis surat ini? 12

(c) Yang lebih parah adalah situasi politik tidak menentu. S P P Yang tidak baku : (a) Bertindak sebagai Inspektur upacara adalah Bapak Gubernur P P (b) Siapa menulis surat ini? P P O1 (c) Yang lebih parah adalah situasi politik tidak menentu. P P (5) Suku kalimat tidak dapat berdiri sendiri sebagai kalimat. Contoh : (a) Dalam kecelakaan itu para korban terbakar hangus, Sehingga identitasnya sulit dikenal. (b) Para kreditur terpaksa menyelamatkan brankas ke tempat lain, sebab pemilik toko emas itu menghilang. Yang baku : (a) Dalam kecelakaan itu para korban terbakar hangus, sehingga identitasnya sulit dikenal. (b) Para kreditur terpaksa menyelamatkan brankas ke tempat lain sebab pemilik toko emas itu menghilang. (6)kalimat baku tidak memperlihatkan kejanggalan setelah mengalami perpindahan letak frase (permutasi) contoh: (a) Saya ucapkan/terima kasih/atas perhatian Anda. (b) Terima kasih/saya ucapkan/atas perhatian Anda. (c) Atas perhatian Anda/terima kasih/saya ucapkan. Yang tidak baku : (a) Tanah ini/akan dibangun/industri Tanah ini/indistri/akan dibangun Akan dibangun/tanah ini/industri Akan dibangun/industri/tanah ini (b) Siapa/menulis surat ini? Menulis surat ini/siapa? (7)Kalimat baku tidak mencampuradukkan dua pola struktur yang berbeda. Contoh : (a)Harga minyak dibekukan ataukah dinaikkan secaraa luwes? (b)Cara menulisnya dari bawah ke atas. 13

Yang tidak baku : (a) Harga minyak dibekukan ataukah kenaikkan secaraa luwos? (b) Cara menulisnya: Tulislah dari bawah ke atas ! (8) kalimat baku tidak memperhatikan hubungan predikat verbal transitif dengan obyek penderita terganggu oleh kata depan. Contoh: (a) Ia menyadari kesalahannya. (b) Hari ini membicarakan kalimat baku. Yang tidak baku : (a) Ia menyadari akan kesalahannya. (b) Hari ini membicarakan tentang kalimat baku. (9) kalimat baku memperhatikan pemakaian bentuk pasif aspek + agens + verba secaraa asas (konsisten). Contoh : ()a Persoalan itu sudah kami selesaikan. Sudah kami selesaikan persoalan itu.. ()b Pancasila harus kita hayati dan kita amalkan. Yang tidak baku: (a) Persoalan itu kami sudah selesaikan. Kami sudah selesaikan persoalan itu. (b) Pancasila kita harus hayati dan amalkan. (10) Kalimat baku memperlihatkan pemakaian morfem terikat (imbuhan, afiks) secaraa tepat, sesuai dengan tata morfem BI. Contoh : (a) Atas perhatian Anda, saya ucapkan terima kasih. (b) Keputusan itu tidak dapat diubah. (c) Pak Badudu mengajarkan BI. (d) Para petatar disediai makalah. (e) Kesadaran politik sedang tumbuh. (f) Stabilitas nasional dewasa ini lebih mantap jika dibandingkan dengan lima tahun yang lalu. Yang tidak baku: (a) Atas perhatiannya Anda, saya ucapkan terima kasih. (b) Keputusan itu tidak dapat dirubah. (c) Pak Badudu mengajar BI. (d) Para petatar disediakan makalah. (e) Kesadaran politik sedang bertumbuh.

14

(f) Stabilitas nasional dewasa ini lebih mantap jika dibanding dengan lima tahun yang lalu. B. Masuk Akal Kalimat baku mengandung makna yang masuk akal (logis). Makna yang tidak masuk akal membentuk kalimat yang tidak baku meski gramatikal. Contoh : (a) Waktu dipersilahkan. S P (b) Naik kendaraan diharap turun ! S P (c) Masalah ini sulit memecahkannya. S P (d) Para penumpang harap turun setelah bus berhenti. S P K Yang baku: (a) Waktu kami berikan (b) Pengendara diharap turun ! (c) Masalah ini sulit dipecahkan (d) Para penumpang diharap turun ketika bus berhenti C. Unsur unsur yang Mubazir D. Unsur yang mubazir ialah unsur yang tidak berarti dan tidak berfungsi. Kalimat baku, tentu saja, tidak mengandung unsur yang mubazir. Contoh : (a) Meski ia sudah berusaha keras, hasilnya masih belum mengembirakan. (b) Demi berhasilnya pembangunan, kerja keras perlu ditingkatkan. (c) Pendidikan merupakan modal masa depan bangsa. Yang tidak baku : (a) Meski ia sudah berusaha keras, tetapi hasilnya masih belum mengembirakan (b) Demi untuk berhasilnya pembangunan, kerja keras perlu ditingkatkan,.. (c) Pendidikan adalah merupakan modal masa depan bangsa. E. Kontaminasi Kontaminasi ialah perancuan (pencampuradukan,pengacauan) dua makna, dan unsur, atau dua struktur. Kalimat yang mengandung kontaminasi bukan kalimat yang baku. Contoh : (a) Bu guru tidak pernah menghapus papan tulis (b) Pak Andre membicarakan tentang kata kata baru (c) Dalam rapat itu membicarakan SPP 15

Yang baku : (a) Bu guru tidak pernah membersihkan papan tulis Bu guru tidak pernah menghapus tulisan papan tulis (b) Pak Andre membicarakan kata kata baru Pak Andre berbicara tentang kata kata baru (c) Rapat itu membicarakan SPP Dalam rapat itu dibicarakan SPP F. I n t e r f e r e n s i Dalam perkembangannya, BI dipengaruhi unsur bahasa daerah dan bahasa asing. Diantara unsur unsur itu ada yang memperkaya, ada pula yang memiskinkan BI. Unsur yang pmemperkaya kita terima sebagai serapan. Sedangkan unsur yang memiskinkan kita tolak karena merugikan. Unsur yang merugikan ini merupakan gangguan atau interfrensi bagi BI. Contoh: (a) Atas perhatiannya kami haturkan terima kasih. (b) Belajarlah yang rajin ! (c) Mereka latihan di kampus. (d) Orang itu adalah teman daripada ayah saya. (e) Siapa menulis surat ini ? Yang baku : Atas perhatian Bapak/Ibu, kami sampaikan (ucapkan) terima kasih. Belajarlah rajin - rajin ! Mereka berlatih di kampus. Orang itu teman ayah saya. Siapa yang menulis surat ini ? Ternyata, hatur, yang rajin, dan latihan merupakan interferensi dari bahasa daerah (Jawa). Sedangkan adalah dan daripada dari bahasa asing (Belanda,Inggris). Dapat disimpulkan, interferensi ialah penyimpanagan kebahasaan yang diakibatkan oleh perkenalan suatu bahasa dengan bahasa lain. G. Ejaan Ejaan yang berlaku sekarang ialah ejaan yang disempurnakan ( E Y D ). Karena ejaan sudah diresmikan, penulisan kalimat yang sesuai dengan EYD merupakan keharusan. Dalam hubungan ini, kata-kata asing yang sudah menjadi warga BI tidak dikecualikan. Pelanggaran terhadap EYD melahirkan kalimat yang tidak baku kendati ciri ciri kalimat baku yang lain terpenuhi. H. Lafal baku Lafal baku itu bukan lafal perseorangan ( ideolek), bukan lafal daerah (dialek), dan bukan lafal asing. Dengan demikian, lafal baku itu lafal nasional. 16

Artinya, lafal baku itu lafal yang disepakati kebenarannya oleh kebanyakan ( mayoritas) penutur BI dalam situasi resmi. Kalimat baku dilafalkan dengan benar, sesuai dengan lafal baku BI. Atas dasar itu, memberikan, pendidian , mbesu , berapa , keciil , melihhat , adiq , yunit , lokhis , bukan lafal baku. Yang baku : memberikan , pendidikan , beso , berapa , kecil , melihat , adi , unit , logis. 4. Penutup Dari pembicaraan di atas dapat diambil simpulan sebagai berikut : (1) Kalimat baku itu kalimat yang bermutu. (2) Pemakaian kalimat baku mencerminklan kecendekiaan pemakainya. (3) Sering terjadi kesalahan dalam pemakaian BI karena pemakai BI belum menuasai kalimat baku (BIB) (4) Kebanyakan pemakai BI belum menguasai kalimat baku karena mereka lebih akrab dengan BI yang santai daripada dengan BI yang serius itu. (5) Latihan latihan dalam bidang ketrampilan manusis, perlu ditingkatkan bagi para pemakai BI yang sering terlihat dengan situasi resmi mereka karab dengan BIB.

Contoh kata Yang Mubazir


Demi untuk, agar supaya, adalah merupakan, contoh misalnya,zaman dahulu kala, betapun juga, bagaimanapun juga, sehingga dengan demikian, konon kabarnya, berdasarkan atas keputusan rapat, disebabkan oleh karena, akibat peristiwa itu menimbulkan kesedihan yang mendalam, kemungkinan ia tidak hadir, bahwa sesunguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, meskipun ia berusaha keras, tetapi hasilnya mengecewakan, karena hujan sangat lebat selama beberapa jam, maka Surabaya banjir, Alasannya karena kesehatannya tidak mengizinkan, Tujunnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Contoh kata kontaminasi


Menanak nasi, Menghapus papan tulis, Menundukkan badan, Seringkali, Sedari, Dan lain sebagainya, Untuk sementara waktu, Pengusahawan, Mempertinggi, Jangan boleh, Dalam rapat itu membicarakan SPP, Negara RI adalah berdasar Pancasila., Para pemenang diberikan hadiah.,Bertindak sebagai Inspektor Upacara adalah Bapak gubernur.

Contoh kata Interferensi

17

Kapok, Drop out, Kepingan,pretest, Kangen, posttest,

Kayak,

poster,Guyon,

paper, Ada, input, Sungkan, output, Mesem, finish, Nggak (ndak), start, Kaget, point, Topik, Surabaya Plaza, Shopping Center, Pak Lurah Cup, Ketintang Taylor

Contoh kata Serapan


Macet, ilmu, Luwos, bahasa, Mantap, sastra, Siswa, teknologi, Budaya, matematika, Departemen, guru, Institut, sarjana, Universitas, system, Fakultas, dokter, Kampus, insinyur, Sekolah, mesin, Kurikulum, musik, Metode, anduk, Strategi, olahragawan, Sukuisme, statistic

Contoh kata Perilaku kebahasaan yang salah


()1 M e r e m e h k a n m u t u, (2) T u n a h a r g a d i r i , (3) M e n j a u h k a n d i s i p i n, (4) E n g g a n m e m i l i k i t a n g g u n g J a w a b, (5)L a t a h, (6)J a l a n p i n t a s (Gatot Susilo Sumowijoyo :1991)

18

BAB III
LAFAL DAN EJAAN BAHASA INDONESIA
1. Pengantar Seorang ahli bahasa mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang sewenagng-wenang yang dipakai oleh anggota kelompok sosial untuk saling bekerja sama dan saling mempengaruhi. Bertolak dari batasan bahasa diatas jelaslah bahwa bahasa itu memiliki kedudukan yangsa ngat penting dalam kehidupan manusia. Bayangkan saja apa yang bakal terjadi seandainya bahasa itu tidak ada. Tentu saja kehidupan ini amat macet. Sebab antara manusia yang satu dengan yang lain tidak dapat berkomunikasi. Sehubungan dengan itu betapa pentingnya orang memahami bahasa. Sebagai warga negara Indonesia yang memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa nasionalnya. Rasanya tidak terlalu menyimpang jika kita mengkaji, memahami, dan menggunakannya secaraa benar. Bagaimana demikian? Hal ini jelas sebab ada pepatah yang mengatakan bahwa bahasa menunjukkan bangsa, peribahasa ini memberi tahu kita baik buruknya tingkah laku kita dapat dilihat adri bagaimana kita berbahasa: Disamping itu dengan bahasa kita dapat mengkaji dan memahami segala ilmu, ungkapan-ungkapan seperti baik budi bahasanya (sopan santun, tingkah laku yang baik) dan tak tahu bahasa ( kurang sopan) menunjukkan bahwa bahasa itu memiliki kedudukan yang istimewa dalam kehidupan manusia . Banyak masalah yang perlu kita ketahui tentang bahasa. Beberapa diantaranya adalah hal-hal yang berkaitan dengan lafal, ejaan, dan unsur serapan. Dibawah ini disajikan rinciannya. 2 .Lafal bahasa Indonesia Bahasa harus dipelajari dalam sekelompok manusia bagaimanapun kecilnya bahasa merupakan unsur kebudayaan yang tiak diturunkan secaraa biologis. Tetapi harus dipelajari. Bahasa terjadi dari sekumpulan bunyi-bunyi bahasa manusia menggunakan alat-alat bicaranya untuk dapat mengeluarkan bunyi-bunyi bahasa itu. Bunyi-bunyi bahasa yang disajikan manusia tidak keluar dengan mandirinya, tetapi harus dipelajari sejak kecil dengan cara meniru apa yang diucapkan orang tuanya atau orang lain. 19

Sesuai dengan batasan yang dikemukakan oleh Stutervant diatas, bahwa bahasa adalah sistem simbol lisan atau ujaran. Maka lafal ujaran harus benar-benar diperhatikan, ada banyak simbol atau lambang didalam kehidupan manusia. Misalnya gambar, gerak-gerik, isyarat dan simbol-simbol visual yang lain. Yang erat kaitannya dengan bahasa diantara lambang-lambang atau simbol-simbol itu adalah simbol bunyi. Dalam bahasa simbol dibatasi oleh lambang bunyi tutur, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang sudah disetujui bersama. Bunyi-bunyi dalam suatu bahasa termasuk bahasa Indonesia dilambangkan dengan huruf-huruf, yaitu hufuf A sampai Z yang disebut abjad atau alfabet. Alfabet yang sangat umum dipakai adalah alfabet latin dan romawi. Untuk dapat membaca lambang-lambang itu dengan tepat digunakkan suatu ilmu yang disebut IPA (Internasional Phonetic Asosiation ). Lafal bunyi-bunyian bahasa Indonesia secara resmi,belum dibakukan . Sementara itu hanya ejaan dan pembentukan istilah yang sudah baku, karena telah resmi dan berbadan hukum. Bagaimana kita dapat melafalkan bahasa Indonesia secaraa baku, sedangng tata aturan kebakuan itu sendiri belum ada. Oleh karena itu kita masih sulit dalam melafal kan bahasa Inonesia secara seragam di seluruh Indonesia. Kita amati saja rambu-rambu lalu lintas sebagai panutan untuk melafalkannya. Tetap saja ini tidak mutlak. Akan tetapi dapat membantu kita. Ciri lafal yang sementara ini dianggap baik antara lain terbebasnya lafal itu dari lafal bahasa daerah atau pengaruh lafal bahasa asing. Selain itu dapat pula dipakai sebagai panduan lafal-lafal yang diucapkan oleh para penyiar radio pemerintah, para penyiar TVRI, dan para pembina bahasa. Lafal-lafal semacam itu selalu dipakai dalam situasi resmi. Persoalan lafal bahasa Indonesia sering mengundang pertanyaan. Persoalanpersoalan itu antara lain adalah : (1) Pengucapan kata yang memperoleh imbuhan i dan an seperti: Masuk + an ... Masukan Didik + an ... Didikan Duduk + i ... Duduki Loncat + i ... Loncati Perlu diketahui bahwa kata-kata semacam ini hanya terbatas pada kata-kata yang berakhir dengan konsonan. (2) Pengucapan bunyi /h/ yang sering dihilangkan , atau malah dimunculkan, seperti: Sudah ... suda Lelah ... Lela Merah ... Mera Putih ... puti Bahwa ... bahwah Bisa ... Bisah Muda ... Mudah (3) Pengucapan bunyi /a/ yang sering diganti dengan /e/, seperti: Diberikan ... Diberiken Diucapkan ... Diucapken 20

Menuliskan... Menulisken Dapat ... dapet Benar ... bener Cepat ... cepet Enam ... enem Malam ... malem, dan sebagainya. Gejala semacam ini diduga adanya pengaruh bahasa Jawa .

(4) Pengucapan bunyi /ai/ yang berubah menjadi /e/ miring, seperti: Sampai diucapkan sampek (5) Penggunaan bunyi /a/ yang diubah menjadi /o/, seperti: Saleh diucapkan soleh Musyawarah musyawaroh Rahmat rohmat Rahim rohim Gejala semacam ini diduga adanya pengaruh bahasa Arab. (6) penagruh bunyi /e/, Bunyi /e/ lemah sering diucapkan menjadi /e/ keras, misalnya: tenang diucapkan tenang senang senang dengan dengan peta peta Bunyi /e/ keras diucapkan menjadi /e/ lemah, misalnya : Tebar diucapkan tebar Peka peka Teras teras, dan sebagainya. (7) Pengaruh bahasa Inggris dapat menimbulkan kesalahan lafal bahasa Indonesia, misalnya: Unit diucapkan Yunit Dapat daphath Universitas Yuniversitas USA yu es a Tidak tau thitaq thahu (8) pengaruh Bahasa Belanda Akibat pengaruha bahasa Belanda, banyak kata bahasa Indoensia dilafalkan sebagai berikut: Logis diucapkan loghis Nasional national Generasi ghenerasi Hasil hasil (9) lafal Singkatan asing lafal singkatan asing yang berasal dari bahasa asing seharusnya dilafalkan sesuai dengan bunyi bahasa Indonesia, dalam konteks bahasa Indonesia. 21

Contoh: TV IQ 50 CC diucapkan teve bukan tivi atau tipi iki bukan ia kyu limah puluh cece bukan lima puluh sese Dan sebaginya.

3. Ejaan Bahasa Indonesia 3.1 Pengertian Ejaan Hubungan ejaan dengan huruf sangant erat, ini terbukti sampai sekarang masih banyak orang berangapan bahawa ejaan ialah huruf. Kenyataan ini ada kemungkinan disebabkan oleh kekaburan pengertian ejaan Soewandi, yang menagaburkan pengertian huruf dengan ejaan. Hal ini terbuki dari ucapan menteri pendidikan dari kebudayaan sebagai berikut ejaan Soewandi hanya mengatur penilaian huruf, penulisan kata, dan pemakaiaan tanda baca sama sekali tidak diatus (mashuri, 1972:3) Anggapan bahwa ejaan adalah huruf tidak tepat, sebab ejaan itu merupakan aturan-aturan atau system yang menetukan bagaimana huruf-huruf itu harus dipakai untuk menyatakan bunyi dalam tulisan. Padahal huruf itu hanyalah lambang bunyi. Sejalan dengan pengertian diatas, Drs, Soewandi menjelaskan, bahwa ejaan ialah ilmu yang menerangkan bagaimana kita harus menyatakan bahasa bentuk lisan kedalam bentuk tulisan, atau pengetahuan hukum, bagaimana cara menuliskan atau melambangkan bahasa bentuk lisan. (soewandi.1973:24) Soewandi mengartikan ejaan sebagai suatu ilmu atau penegtahaun hukum, lebih jauh Gorys keraf memberikan batasan sebagai berikut: keseluruhan daripada peraturan bagaimana menggambarkan lambang-lambang bunyi ejaan dan bagaimana interrelasi antara lambang-lambang itu (pemisahan, penggabungannya) dalam suatu bahasa disebut ejaan. (gorys keraf, 1975:30) Ditinjau dari segi teknis, Mashuri mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ejaan ialah penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca. (Mashuri, 1972:5) Jika batasan-batasan diatas diperhatikan, maka batasa Gorys keraf dapat dipandang lebih lengkap dan bisa dipakai sebagai pedoman. Dikatakan demikian, sebab ejaan bukan hanya bertugas mewakili fonem-fonem, morfem-morfem, melainkan juga menyangkut bagaimana interelasi antara lambang-lambang itu, meskipun demikian tidak mengurangi penegasan mashuri, bahwa disamping itu pemakaian tanda baca tidak dapat diabaikan. 3.2 Guna Ejaan

22

Banyak orang menganggap bahwa ejaan itu tidak penting, banyak orang meremehkan. Hal ini terbukti adanya sementara orang atau siswa yang menagtakan bahwa ejaan tak perlu, yang penting tulisan dapat dibaca dan dimengerti. Melihat kenyataan seperti ini memberi kesan kurangnya pengertian akan kegunaan ejaan, dalam arti menurut aturan-aturan yang telah disepakati dalam suatu bahasa tertentu. Jika kita perhatikan benar, ejaan menduduki tempat yang sangat penting dalam hubungannya dengan komunukasi tertulis , kenyataan pemakaian ejaan ini dapat dilihat dalam bentuk kegiatan-kegiatan membuat catatan, mengarang, menulis surat, dan sebagainya. Dengan demikian kegunaan ejaan itu ialah untuk memudahkan orang membaca tulisan dan menyeragamkan cara penyampaian bahasa secaraa tertulis, atau untuk merekam bahasa tulisan.

3.3 Ejaan Bahasa Indonesia Yang dimaksud dengan ejaan bahasa Indonesia yaitu ejaan yang diterapkan dalam bahasa Indonesia, dengan ketentuan ditulis dengan huruf latin jadi ejaan bahasa Indonesia itu merupakan peraturan tentang bgaimana mengambarkan bunyi-bunyi ajaran bahasa Indonesia dan bagaimana interelasi antara lambanglambang bahasa Indonesia, memakai lambang lambang (huruf) latin. Ejaan bahasa Indonesia yang berlaku saat ini adalah ejaan yang disempurnakan (EYD), yang ditulis dengan huruf Latin. Sebenarnya mengenai huruf latin ini masih belum lama dipakai untuk menuliskan bahasa Indonesia, sebab sebelum itu dipakai huruf arab, yang lazim disebut Arab Indonesia (Arab-Melayu). Perlu diketahui bahwa ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan itu merupakan hasil penyempurnaan dari ejaan Republik, dan ejaan Republik merupakan penyederhanaan dari Ejaan Van Ophusyen. Keseluruhan peraturan EYD ini termuat dalam buku Pedoman Ejaaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, yang disebarluaskan oleh penerbit Saadiyah bukit tinggi, 1972, sebagai patokan pemakaian ejaan itu. Selanjutnya pemaparan termuat dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Dalam buku Pedoman Ejaan Umum Bahasa Indonesia Yang disempurnakan itu termuat segala sesuatu yang berhubungan dengan ejaan bahasa Indonesia. Secaraa singkat dapat digolongkan menjadi empat bab yaitu : (1) Bab I berisi tentang pemakaian huruf, yang meliputi abjad, vocal, diflong, konsonan, dan nama diri. (2) Bab II berisi penulisan kata, yang meliputi : penulisan kata dasar, kata jadian, kata ulang, kata majemuk, kata depan di dan ke, prtikel (lah, kah, tah, pun), dan penulisan kata ganti (kau, ku, mu, nya). (3) Bab III berisi penulisan huruf. Bab ini hanya membicarakan dua hal, yaitu penulisan huruf besar, dan penulisan huruf miring. (4) Bab IV berisi tanda baca, meliputi pemakaian tanda baca: titik, koma, titik koma, titik dua, tanda hubung, tanda pisah, tanda ellipsis, tanda tanya, tanda seru, tanda kurung, tanda kurung siku, tanda petik tunggal, dan tanda garis miring. 23

Dalam makalah ini yang diutamakan untuk dibahasa adalah pemakaian huruf, penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda tanda baca. Melihat masalahnya memang luas, akan tetapi dalam makalah ini hanya beberapa persoalan saja yang dibicarakan terutama yang masih sering salah dalam penggunaannya.

3.4 Kata Depan di, ke dan dari Kita semua tahu bahwa kata depan di, ke dan dari itu menytakan arah atau tempat, menurut EYD penulisannya harus dipisahkan dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang dianggap sebagai satu kata seperti kata kepada dan daripada. Contoh: Di kamar ke kamar dari kamar Di dalam ke dalam dari dalam Di meja ke meja dari meja Di luar ke luar dari luar Perhatikan Penulisan berikut ini: Ayah pergi ke luar negeri Ayah dikeluarkan dari perkumpulan kesenian itu Ayah keluar sebetar Kesalahan yang secaraa umum dilakuan oleh para penulis adalah kekacauan penulisan kata depan di dan ke dengan imbuhan awalan di- dan ke-. Menurut kaidahnya kata depan di- dan ke- dituliskan terpisah dari kata yang mengikutinya, sedangkan imbuan, awalan di- dan ke- dituliskan serangkai dengan kata yang mengikutinya. Contoh: di- + culik menjadi diculik di- + tilis ditulis di- + makan dimakan di- + cukur dicukur ke- + hendak kehendak ke- + tua ketua ke- + kasih kekasih ke- + satu (an) kesatuan untuk mempermudah cara meningkatkan apakah penuisan di itu dipisah (kata depan) ataukah dirangkaikan (imbuhan awalan) ikutilah patokan-patokan berikut ini: 24

a) apabila menJawab pertanyaan dimana, jelas bahwa itu kata depan, jadi penulisannya harus diceraikan. Contoh: Di kursi --di mana? --di kursi Di Malang --di mana? --di Malang b) apabila di itu dapat diganti dengan ke dan dari penulisannya harus diceraikan. Contoh: Di kursi --ke kursi --- dari kursi Di malang --ke malang --- dari malang c) apabila di itu dapat diubah menjadi me, maka pada umumnya penulisannya dirangkaikan. Contoh: Dicabuti Diminum Bandingkan : Di meja Di atas 3.5 Gabungan kata Berdasarkan pengamatan penulis, masih banyak dijumpai kesalahan penulisan gabungan kata, menurut kaidahnya, penulisan gabungan kata harus terpisah. Contoh : Tanda tangan Tanggung Jawab Sebar luas Beri tahu Lipat ganda Jika gabungan kata itu mendapat imbuhan awalan, harus dituliskan serangkai dengan kata langsung mengikutinya. Contoh: Ber + tanda tangan --- bertanda tangan Ber + tanggung Jawab --- bertanggung Jawab Di + beri tahu --- diberi tahu Ber + lipat ganda --- berlipat ganda Jika gabungan kata itu mendapat imbuhan akhiran, harus dituliskan serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: Tanda tanda + -i --- tanda tandai Tanggung Jawab + -lah --- tanggung Jawablah Beri tahu + -kan --- beritahukan Sebar luas + -kan --- sebar luaskan Lipat ganda + -kan --- lipat gandakan 25 --------- mencabuti --------- meminum --------- memeja? --------- mengatas?

Jika gabungan kata itu serentak mendapat imbuhan awalan dan akhiran sekaligus, gabungan kata itu dituliskan serangkai. Contoh: Me- + tanda tangan + -i --- menantatangani Per- + tanggung Jawab + -an --- pertanggungJawaban di- + beri tahu + -kan --- diberitahukan me- + sebar luas + -kan --- menyebarluaskan me- +lipat ganda + -kan --- melipatgandakan Di samping yang telah dikemukakan diatas, apabila gabungan kata itu sudah dianggap benar-benar sama, dianggap sebagai satu kata, penulisannya dirangkaikan. Contoh: Barangkali Bilamana Matahari Peribahasa Bagaimana Sendratari Sekaligus Jika unsur gabungan kata yang tidak dapat berdiri sendiri seperti antar-, anti-, catur-, dwi-, ekstra-, tuna-, infra-, kontar-, maha-, multi-, non-, panca-, purna-, semi-, dan sebagainya, harus dituliskan serangkai dengan kata yang mengikutinya. Contoh: Antar - + kota --antarkota Anti - + komunis --antikomunis Catur - + warga --caturwarga Dwi - + tunggal --dwitunggal Ekstra - + kurikuler --ekstrakulikuler Infra - + merah --inframerah Kontra - + revolusi --kontarevolusi Multi - + bahasa --multibahasa Non - + kapitalis --nonkapitalis Panca - + sila --pancasila Purna - + karya --purnakarya Semi - + final --semifinal Tuna - + rungu --tunarungu 3.6 Tanda Hubung Kesalahan pemakaian tanda hubung juga masih sering keta temui. Kapankah kita harus menggunakan tanda hubung itu? Tanda hubung dipakai : a) di antara dua unsur kata ulang contoh: lari-lari sayur-mayur makan-makan lauk-pauk berlomba-lomba compang-camping tolong-menolong tunggang-langgang 26

b) di antara huruf kecil dan huruf capital dalam kata ber imbuhan, baik awalan maupun akhiran. Contoh: hamba Mu Berkah Nya Se- Indonesia Anti Rusia c) di antara angka dan huruf contoh: ke 9 ke 2 ke 100 d) di antara angka dan huruf contoh : 25 an 100 an 5000 an e) di antara singkatann yang terdiri atas huruf-huruf capital yang mendapat awalan atau unsur kata yang dapat berdiri sendiri. Contoh : NIP nya SK mu Ber SIM Di BIMAS kan f) di antara unsur bahasa Indonesia dan unsur bahasa asing, dengan catatan unsur bahasa itu digarisbawahi atau dicetak miring. Contoh : Di calling Di charter Di recall 3.7 Huruf Kapital Menurut EYD ada 13 aturan pemakaian huruf beraas atau capital. Dibawah ini disajikan beerapa diantaranya yang dianggap penting. Huruf besar atau huruf capital dipakai untuk: a) Untuk penulisan nama khas geografi. Contoh: Rumahku di Jalan Basuki Rahmat Pramuka itu mendaki Gunung Arjuna Sebutkan beberapa pulau di Teluk Cendrawasi. Kapal itu berlayar didekat Selat Karimata. Bandingkan : Mereka bertemu di dalam Pendaki gunung itu terperosok ke dalam jurang Kapal itu berlabuh di sebuah teluk Perahu kami melewati sebuah selat b) Sebagai huruf pertama gelar kehormatan, keturunan dan keagamaan yang diikuti nama orang. 27

Contoh: Mahapura Yamin Sultan Agung Haji Agus Aalim c) Sebagai huruf pertama nama panhgkat atau jabatan yang diikuti nama orang. contoh: Gubernur Suryo Jendral Ahmad Sugiono bandingkan : Menurut perintah gubernur, siapa saja harus melestarikan lingkungan Siap nama jendral yang meninggal dunia itu ? c) Sebagai huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintahan, serata nama dokumnen resmi. Contoh: Dewan Perwakilan Rakyat Departemen Pertanian Undang-undang Dasar Republik Indonesia d) Sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. Contoh: Tahun Hijriah Bulan Mei Hari Jumat Hari Natal Proklamasi Kemerdekaan e) Sebagai huruf Ipertama namun kata di dalam nama suku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali partikel, seperti di, ke, dari, daripada, bagi, yang, untuk :yang tidak pada posisi awal. Contoh: Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Lanjutan Pertama 3.8 Penulisan Partikel Pun Ada dua kaidah berkaitan dengan penulisan partikel pun ini. a) Partikel pun dituliskan seringkali dengan kata yang mendahuluinya. Hal ini khusunya untuk kata-kata berikut ini, yaitu : Adapun sungguhpun Apapun mekipun Ataupun walaupun Kalaupun biarpun Kendatipun bagaimanapun b) Partikel pun dipisahkan penulisannya jika maknanya dapat dipertukarkan dengan juga. Contoh: Sekalipun rumahnya dekat, sekali pun belum pernah ia berkunjung ke rumahku. Ayah, ibu, dan aku ke pesta, adik pun tidak ketinggalan. 28

3.9 Partikel Per Partikel Per yang berarti mulai, demi, dan tiap ditulis terpisah dari bagianbagian kalimat yang mendampinginya. Contoh: Penonton pertunjukan itu antri satu per satu . Surat keputusan itu berlaku per 1 april 1996. Harga buku itu Rp 5.000,00 per biji. 3.10 Penulisan Singkatan Banyak penulisan yang salah dalam menuliskan singkatan. Bebrapa di antara singkatan yang di maksud adalah : a.n. ----atas nama d.n. ----dengan alamat s.d. ----sampai dengan u.b. ----untuk beliau u.p. ----untuk perhatian dkk. ----dan kawan-kawan dsb. ----dan sebaginya hlm. ----halaman tgl. ----tanggal perhatian : singkatan untuk dua perkataan menggunakan daua buah titk . sedangkan untuk tiga kata perkataan justru menggunakan satu titik. 3.11 Angka dan Lambang Bilangan

Angka digunakan untuk menyatakan lambang atau nomor. Ada dua macam angka yang lazim digunakan dalam menulis, yaitu angka Arab dan angka Romawi. Pemakaiannya sebagai berikut a) Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut: Dua belas ----12 Dua ratus dua puluh dua ----222 b) Penulisan kata bilangan tingkat dilakukan dengan cara sebagai berikut : Mangkunegoro keempat Mangkunegoro ke-4 Mangkunegoro IV c) Penulisan kata bilangan tingkat seperti kesatu, kedua, ketiga, kesejuta dan sebagainya, ke selalu dirangkaikan. d) Penulisan bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata, ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secaraa berurutan, seperti perincian dan pemaparan. Contoh : Adik menonton film itu sampai tiga kali Ayah membeli dua ratus ekor ayam 29

Alat alat tulis yang dibelinya terdiri atas: 25 Buku, 2 Penggris, dan 100 lembar kertas folio bergaris. e) Penulisan lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf Contoh: Lima belas orang tewas dalam kecelakaan Bandingkan Panitia itu mengundang 350 orang peserta. f) Kecuali dia dalam dokumen resmi, seperti akta dan kwitansi bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus. Contoh: Di almari itu tersimpan 25 ( dua puluh lima ) setel pakaian. 3.12 Penulisan Unsur Serapan Dalam perkembangannya bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing, seperti: bahasa sangsekerta, bahasa Arab, bahasa Portugis, bahasa Belanda, bahasa Inggris, dan bahasa Cina. Berdasarkan taraf integrasinya unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar, yaitu: (1) unsur asing yang belum sepenuhnya terserap kedalam bahasa Indonesia, seperti: team shuttle cock, dan sebagainya, dan (2) unsur asing yang pengucapan dan penulisannya di sesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal diusahakan agar ejaan asing hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk aslinya. Misalnya: Aa ( bahasa Belanda ) menjadi a Paal -----pal Baal -----bal Octaaf -----oktaf ie jika menjadi i, menjadi i politiek -----politik patient -----pasien riem -----rim q menjadi k aquarium -----akuarium frequensi -----frekuensi equator -----ekuator uu menjadi u prematuur -----premature vacuum -----vacuum y yang media lafal i, menjadi i dynamo -----dimano psychology -----psikologi ies menjadi is 30

egoist publicist teit, ly, menjadi tas universiteit, university

----------------

egois publisis universitas

3.13 Tanda Baca Tanda baca yang dipakai untuk menulis bahasa Indonesia berjumlah enam belas buah, yaitu tanda titik ( . ), tanda koma ( , ), tanda titik koma ( ; ), tanda titik dua ( : ), tanda hubung ( - ), tanda pisah ( - ), tanda ellipsis (), tanda Tanya ( ? ), tanda petik (.), tanda titk tunggal (.), tanda ulang (2), tanda garis miring ( / ), dan tanda penyingkat/operator ( ). Diantara tanda baca diatas hanya beberapa saja yang dibicarakan disini, yaitu tanda titik, koma, titik dua dan tanda petik. a) Tanda titik ( . ) 1) tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang . misalnya: A.S Samsudin Moh. Yamin 2) tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat dan sapaan. Misalnya : Dr. (Doctor) dr. (dokter) Kep. (Kepala) Ir. (Insinyur) Kol. ( Kolonel) S.H. (Sarjana Hukum) Sdr. ( Saudara) S.T. (Sarjana Teknik)

b) Tanda Koma ( , ) 1) Tanda koma dikai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dari kalimat Misalnya : kata ayah, saya akan pergi hari ini. 2) Perhatikan contoh dibawah ini! Surabaya, 26 september 1991 Siregar, Merari.19920. Azab dan sengsara. Waltervreden: Balai Pustaka

3) Tanda koma dipakai untuk menggapit keterangan tambahan dan keterangan aposisi. Misalnya : Guru saya, pak Dalimin, pandai sekali. c) Tanda Titik Dua ( : ) 31

Tanda titik dua ( : ) dipakai : 1) Pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian Misalnya : yang kita butuhkan sekarang adalah barang-barang berikut : Kursi, meja, dan almari. 2) Sesudah titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu merupakn pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Misalnya : Ketua : Sofyan Hasan Sekretasi : Budi Santoso Hari : Jumat Tanggal : 30 September 1991 Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Misalnya : Ketika memerlukan meja, kursi, dan almari Tanda titik dua dipakai pada (1) di antara dua jilid atau nomor dan halaman, (2) di antara bab dan ayat dalam kitab-kitab suci, (3( di antara judul dan anakjudul dalam suatau karangan. Misalnya : Tempo, I 1971, 34:7 Surat Yasin :9 Karangan Ali hakim, pendidikan seumur hidup sebuah studi, sudah terbit.

3)

4)

d) Tanda Petik (.) 1) Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Misalnya : Sudah siap? Tanya Mira Saya belum siap, Jawab Mira 2) Tanda petik mengapit judul syair, karangan, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat. Misalnya : Sejak Sepatu bola terdapat pada halam 5 buku itu Bacalah Bola Lampu dalam buku dari suatu masa dari suatu tempat. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang masih kurang dikenal atau kata yang mempunyai khusus. Misalnya : Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama Cutbrai. Tanda petik mengapit kalimat atau bagian kalimat, kata, atau ungkapan yang dipakai dalam arti khusus. Misalnya : Kerena warna kulitnya hitam, Budi mendapat julukan si hitam. (Gatot Susilo Sumowijoyo:1991) 32

3)

4)

BAB IV KALIMAT EFEKTIF 1. Pengantar Kalimat merupakan satuan bahasa yang sangat penting dalam penyampaian suatu gagasan. Bagi seorang penulis, kalimat merupakan sarana penyampai gagasan yang lengkap dan utuh. Satuan bahasa yang lebih kecil dari kalimat, misalnya: kata atau frase tidak dapat dikai sebagai alat penyampai yang utuh karena tidak mampu menampung gagasan yang lengkap. Dalam karangan, kalimat memegang peranan yang penting karena setiap kalimat menampung gagasan satu butir penulis, yang selanjutnya, akan merangkai membnetuk gagasan yang utuh. Keberhasilan seorang penulis dalam menyampaikan gagasannya tergantung pada fektivitas kalimat-kalimat yang dibuatnya. Kalimat yang dibuat tidak harus panjangpanjang dan kompleks, tapi cukup berupa kalimat yang pendek, sederhana dan mudah dipahami oleh pembaca. Penulis akan berhasil jika mampu menbuat karangan dengan kalimat-kalimat yang apik (well formed) yang dapat menampung gagasan yang disampaikan sehingga gagasan tergambar secaraa jelas dan lengkap dalam pikiran pembaca persis seperti yang disampaikan, kalimat demikian itu disebut sebagai kalimat efektif. 2 Kalimat Efektif Untuk membuat kalimat yang efektif, penulis harus memperhatikan beberapa hal. Setidak-tidaknya penulis perlu memperhatikan lima hal yang menjadi ciri kalimat efektif, yaitu (1) kekompakan dan kesatuan, (2) kehematan, (3) kevariasian, (4) kesejajaran, dan (5) penekanan. 2.1 Kekompakan dan Kesatuan Seorang pelulis pertama-tama harus memahami bahwa kalimat-kalimat yang akan dibuatnya haruslah berupa kalimat yang efektif. Kalimat efektif itu mempunyai struktur yang baik. Setiap kaliamat yang baik harus dengan jelas memperlihatkan satuan gagasan. Kesatuan gagasan ini keberadaannya dalam kalimat terlihat pada hadirnya fungsi subject (S), Predikat (P), objek (O), dan dapat pula dilengkapi dengan fungsi pelengkap (Pel), serta keterangan (K). Jadi, sebuah kalimat yang efektif setidaknya memiliki unsur S, P, O serta masing-masing unsur fungsi kalimat itu harus terlihat dengan jelas ketidakjelasan kedudukan masing-masing fungsi akan membawa dampak kekaburan makna kalimat. Perhatikan kalimat berikut, 33

(1) Mentri hukum dan perundang-undangan sedang menertibkan semua hukum masa lalu dengan segera. Kalimat (1) jelas maknanya sebab hubungan antara fungsi S (Mentri hukum dan perundang-undangan) dengan P (sedang menertibkan), dan antara P dengan O (semua produk hukum masa lalu) beserta K (dengan segera) terjalin secaraa baik. Kekompakan hubungan masing-masing unsur fungsi itu membentuk suatu kepaduan makna kalimat. Kalimat ini akan menjadi lain sama sekali jika kata-katanya kita susun dengan sebenarnya menjadi: (2) Semua produk hukum dengan segera masa lalu sedang menertibkan mentri hukum dan perundang-undangan. Makna kalimat (2) diatas menjadi kabur bahkan tidak jelas sama sekali karena fungsi masing-masing katanya tidak jelas. Unsur fungsi S, P, O, Pel, serta K-nya tidak jel;as, sehingga kekompakan bentuk dan kesatuan maknanya tidak tercapai. Kekaburan makna juga akan terjadi jika salah satu dan fungsi-fungsi kalimat tidak ada. Hal ini dapat dilihat dari contoh berikut, (3) Dalam menulis surat bahasa Indonesia sudah lazim menggunakan kata pendahulu sebagai pengantar isi surat. Makna kalimat (3) diatas sangat kabur, sebab tidak jelas apa atau siapakah yang sudah tidak lazim menggunakan kata pendahulunya sebagai pengantar isi surat. Ketidak hadiran fungsi S pada kalimat (3) menyebabkan kesatuan gagasan kalimat itu tidak tanpak. Untuk itu kehadiran kata kita (misalnya) sebagai S kalimat tersebut dapat mengendalikan kesatuan gagasannya, Perhatikan kalimat dibawah ini, (4) Dalam menulis surat bahasa Indonesia, kita yang sudah lazim menggunakan kata pendahuluan sebagai pengantar isi surat. Kelompok kalimat juga hilang karena kesalahan penggunaan kata depan. Perhatiakan contoh kalimat berikut, (5) Untuk pengangkutan pupuk dari lini II ke lini IV diserahkan sepenuhnya kepada Puskud. Meskipun kelihatannya komunikatif, kesatuan gagasan kalimat ini tetap tidak terebntuk sebab gagasan pokok yang didukung oleh fungsi S tidak tanpak secaraa jelas. Agar kalimat tersebut efektif, kata depan untuk sebelum S harus dihilangkan, sehingga kalimat tersebut menjadi sebagai berikut. (6) Pengangkutan pupuk dari lini II ke lini IV diserahkan sepenuhnya kepada puskud 2.2 Kehematan Kehematan merupakan unsur penting lain yang harus diperhatikan dalam membentuk kalimat efektif meliputi kehematan dalam pemakaian kata, frase, atau unsur kalimat lainnya yang tidak diperlukan. Kehematan ini menyangkut masalah grametikal dan makna. Kehematan tidak dapat berarti bahwa semua kata penjelas yang berfungsi menjelaskan makna kalimat boleh dihilangkan. Unsur-unsur kalimat yang bisa dihemat ini meliputi (a) pengulangan bagian-bagian kalimat, (b) pemakaian hiponim, (c) pemadatan kelompok kata menjadi kata. 2.2.1 Pengulangan Bagian-Bagian Kalimat Ketika menggabungkan beberapa kalimat tunggal menjadi kalimat majemuk, kita sering mengulang kata-kata yang sama, yang menduduki fungsi yang sama. Pengulangan ini tidak akan menjadi kalimat menjadi semakin jelas. Oleh karena 34

itu,pengulangan bagian kalimat semacam itu tidak diperlukan. Perhatikan contohcontoh berikut, (7) Pencari kerja itu segera membuat surat lamaran setelah dia tahu ada lowongan pekerjaan dimuat di koran harian. (8) Hasan menulis surat itu kemudian mengirimkan sendiri surat itu ke kantor pos Demi kehematan, kedua kalimat diatas dapat diperbaiki menjadi, (7a)Pencari kerja itu segera membuat surat lamaran setelah tahu ada lowongan pekerjaan dimuat di koran harian (8a) Hasan menulis surat itu kemudian mengirimkannya ke kantor pos Penghematan juga dapat dilakukan terhadap bagian-bagian kalimat yang kehadirannya memang tidak menambah kejelasan, kalimat (9), (10), dan (11) berikut ini dapat dihemet dengan menghilangkan kata-kata yang dicetak miring dengan dengan tanpa mengurangi kejelasan isinya. (9) Wawasan Nusantara tidak hanya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi bangsa Indonesia saja, tetapi juga ikut serta dalam meyujudkan kebahagian bagi seluruh umat manusia. (10) Ini adalah merupakn hasil swadaya masyarakat. (11) Saya akan naik keatas melalui tangga disamping rumah. 2.2.2 Pemakaian Hiponimi Hiponim merupakan kata-kata yang maknanya sudah tercakup dalam makna kata kelompoknya (hipernimnya). Kata mawar, misalnya, sudah mengandung makna kelompok bunga kata senin sudah mengandung makna hari, dan sebagainya. Itulah sebabnya, kalimat (12), (13), dan (14) akan lebih efektif bila kata-kata yang tercetak miring dihilangkan. (12) Gadis itu sedang menanam bunga mawar di halaman. (13) Pertemuan itu akan berlangsung pada hari Senin pecan depan. (14) Saya akan pergi ke Australia pada bulan Agustus tahun depan. 2.2.3 Pemadatan Kelompok Kata Menjadi kata Bentuk kelompok yang panjang tidak jarang memiliki padanan yang lebih singkat dan padat. Pemakaian bentuk yang lebih singkat tentunya akan lebih efektif. Bentuk diberi penafsiran dan diberi makna pada (15) memiliki padanan ditafsirkan dan dimaknai, begitu pula pemakaian kata menjelaskan lebih singkat dan padat daripada memberikan penjelasan (periksa (16)) (15) Mahasiswa sering diberi predikat sebagai tulang punggung bangsa dan nehara, suatu predikat harus diberi penafsiran dan diberi makna secermatcermatnya. (16) Letjen Prabowo akan memberikan penjelasan kasus kerusakan 12 dan 13 Mei. Demi kehematan, kedua kalimat itu dapat diubah menjadi: (15a) Mahasiswa sering diberi predikat sebagai tulang punggung bangsa dan Negara, suatu predikat yang harus ditafsirkan dan dimaknai secermatcermatnya. (16a) Letjen Prabowo akan menjelaskan kasus kerusakan 12 dan 13 Mei.

35

2.3 Kevariasian Yang dimaksud dengan kevariasian di sini merupakan upaya menganekaragamkan bentuk-bentuk kalimat agar menghasilkan daya informasi yang lebih baik dan tidak membosankan. Tanpa adanya variasi bentuk-bentuk kalimat, suatu karangan akan terasa sangat monoton dan meletihkan bagi pembaca. Untuk itu, perlu diperhatikan kevariasian bentuk-bentuk kalimat dalam suatu karangan agar pembaca merasa terpikat dan mau membacanya sampai tuntas. Kevariasian bentuk-bentuk kalimat ini dapat berupa upaya untuk menjaga keseimbangan jumlah antara kalimat panjang dan kalimat pendek, kalimat pasif dan kalimat aktif, kalimat sederhana dan kompleks, kalimat langsung dan tidak langsung, kalimat berita, Tanya, dan perintah, serta kevariasaian dalam mengawali kalimat, misalnya, ada yang dimulai dengan subjek dan ada pula yang dimulai dengan predikat atau keterangan. Kevariasian struktur kalimat dengan awal yang berbeda-beda ini sangat baik untuk menonjolkan gagasan sentral kalimat. Jumlah kata yang mendukung sebuah kalimat menetukan panjang, pendek kalimat. Variasi panjang dan pendek kalimat dalam wacana akan memberikan kesempatan kepada pembaca untuk berfikir. Sebagai contoh dapat dibaca kalimat nomor (17) dan (18) dibawah ini. (17) Para mahasiswa berkumpul di ruang khusus membicarakan tugas-tugas yang diberikan dosen. (18) Mereka berdiskusi. Usaha untuk memunculkan kalimat aktif di samping kalimat pasif dilakukan sematamata untuk menghindarkan kebosanan pembaca. Keduanya dapat dilihat pada kalimatkalimat di bawah ini. (19) Pada hari Idul Adha yang lalu H. Muflich menyembelih seekor kambing. (20) Di samping itu disembelih pula seekor lembu jantan. Variasi antara kalimat tunggal dan kalimat majemuk atau kalimat sederhana dan kalimat kompleks dalam suatu wacana dapat diamati pada contoh kalimat majemuk (21) dan kalimat tunggal (22) berikut. (21) Menilai sebuah buku berarti memberikan sarana kepada pembaca untuk menolak atau menerima kehadiran buku itu. (22) Oleh karena itu, sebuah buku harus dinilai secaraa keseluruhan. Pemakaian secaraa bergantian antara kalimat berita, tanya, dan perintah dalam sebuah wacana sangat mendukung keefektivan daya informasi. Kalimat (23) berikut merupakan contoh variasi tersebut dalam suatu wacana. (23) Mahasiswa pencinta alam Unair mengadakan ekspedisi ke Gunung Jaya Wijaya, Irian Jaya. 2.4 Kesejajaran Pemakaian kata, kelompok kata, atau bentuk kata dalam kalimat hatus dijaga kesejahteraannya. Bila suatu gagasan kita tempatkan dalam struktur kata benda (misalnya: dalam bentuk pe-an), maka kata-kata atau kelompok kata yang lain yang menduduki fungsi gramatikal yang sama harus ditempatkan ke dalam kata benda dengan bentuk ini. Begitu pula sebaliknya, bila suatu gagasan kita tempatkan ke dalam struktur kata kerja (misalnya bentuk di-kan dan me-kan), maka kata-kata atau kelompok kata yang lain yang menduduki fungsi gramatikal yang sama harus dinyatakan ke dalam kata kerja., bentuk itu. Perhatikan contoh (24) dan (25) berikut ini.

36

(24) Setelah diproduksi dan dipak, barang itu tinggal dipasarkan ke daerahdaerah. (25) Seorang insinyur telah memecahkan masalah itu dengan caranya sendiri kemudian membuat alatnya dan masyarakat tinggal membeli dan memakainya. Pada contoh (24) gagasan yang dinyatakan dengan bentuk paralel kata kerja pasif sedangkan pada contoh (25) gagasan yang sederajat dinyatakan dengan bentuk paralel kata kerja aktif meKesejajaran bentuk dapat membantu memberi kejelasan unsur-unsur gramatikal sehingga akan membantu pembaca dalam memahami isi kalimat secaraa keseluruhan . Oleh karena itu, pemakaian bentuk kata yang berbeda yang menduduki fungsi gamatikal yang sama akan dapat menyulitkan laju informasi kalimat sehingga kalimat tidak efektif lagi. 2.5 Penekanan Setiap kalimat mewakili gagasan penulisnya. Penulis bisaanya ingin menekankan gagasan yang dianggap penting pada bagian-bagian tertentu. Ada bebrapa cara yang dapat ditempuh untuk memberikan penekanan terhadap gagasan utama yang ingin disampaikan oleh penulis. 2.5.1 Posisi Dalam Kalimat Bahasa Indonesia termasuk ke dalam bahasa yang mempunyai urutan S-P-O. Oleh karena itu, dalam tuturan yang normal, tidak ada gagasan yang dipentingkan. Struktur kalimat akan selalu menunjukkan urutan seperti itu, Namun, bila penulis ingin menekankan bagian-bagian tertentu, penulis tinggal menempatkan bagian yang ditekankan itu kedalam awal kalimat. Bandingkan kalimat (26) dan (27) berikut. (26) Peristiwa itu terjadi kemarin (27) Kemarin peristiwa itu terjadi Dalam kalimat (26) tidak ada gagasan yang dipentingkan. Dalam kalimat (27) yang dipentingkan ialah waktu kejadiannya, yaitu kemarin. Memang dalam kalimat bahasa Indonesia pembalikan urutan kalimat, merupakan bagian dari topikalisasi. Bagian yang menempati awal kalimat yang dianggap mengalami penekanan (topikalisasi) 2.5.2 Urutan yang Logis Penekanan bagian kalimat dapat juga ditempuh dengan menyusun secaraa logis informasi yang ada dalam kalimat. Urutan ittu dapat berlangsung secaraa kronologis, sesuai dengan proses, atau secaraa bertahap semakin memuncak pada informasi yang lebih penting. 2.5.3 Pemakaian Repetisi Repetisi adalah pengulangan bagian-bagian kalimat tertentu yang dianggap penting di dalam kalimat. Repetisi ini merupakan upaya yang bertolak belakang dengan kevariasian. Repetisi dipakai untuk memperoleh efek penekanan gagasan yang dianggap penting sehingga membuat maksud kalimat menjadi lebih jelas. Hal yang perlu diperhatikan dalam repetisi ialah jangan sampai pemakaian repetisi ini berlebihan sehingga dapat menghambarkan selera pembaca. Perhatikan contoh berikut.

37

(28) Dalam pembiayaan harus ada keseimbangan antara pemerintah dengan swasta, keseimbangan domestic dengan luar negeri, dan keseimbangan perbankan dengan lembaga keuangan nonbank. Kalimat (28) tersebut menjadi lebih jelas maksudnya dengan adanya pengulangan kata keseimbangan yang dianggap penting. Dari keseluruhan uraian di atas, kiranya cukup jelas bahwa penyusunan kalimat yang baik perlu memperbaiki dan menerapkan ciri kalimat efektif di atas secaraa bersamasama.

BAB V PARAGRAF 1 Pengertian Paragraf Paragraf adalah bagian tulisan yang berupa kumpulan kalimat yang berhubungan secaraa utuh dan padu serta merupak an satu satuan pikiran. Kalimatkalimat itu membantu penulis mendukung tesisnya. Paragraf itu sendiri pada dasarnya dapat dikatakan sebagai esai kecil. Pengertian paragraf tersebut menggambarkan adanya ciri umum paragraf, yaitu memiliki kesatuan pikiran, memiliki kohesi dan koherensi, serta memiliki pengembangan dengan pola penalaran tertentu secaraa taat asas. Paragraf yang baik harus memperlihatkan suatu maksud atau tema tertentu dengan jelas. Maksud atau tema itu bisaanya didukung oleh sebuah kalimat utama atau kalimat topik. Dalam sebuah paragraf harus terdapat satu gagasan. Jadi, tidak dibenarkan jika dalam satu paragraf terdapat beberapa gagasan yang ditumpukkan. Kohesi adalah hubungan formal antarkalimat pembentuk paragraf. Denagn adanya hubungan formal itu, hubungan antara satu kalimat dengan kalimat yang lain terjalin secaraa baik dan runtut. Akibatnya, logika pembaca dengan mudah menagkap maksud dibalik formal itu. Koherensi adalah hubungan makna antar kalimat dalam paragraf. Makna kalimat-kalimat pembentuk paragraf berhungan secaraa runtut dan logis. Kekompakan hubungan antarparagraf dapat ditandai secaraa tersirat (koherens) dan tersurat (kohesif). Penanda koherensi berupa lagu kalimat, situasi pembacaan, lingkungan topik, pengetahua bersama, dan sebagainya. Penanda koherensi berbentuk (a) pengulangan kata dan frase kunci, (b) penggunaan kata transisi, (c) pengulangan kata ganti . 2. Jenis Paragraf Ada dua cara untuk mengorganisasikan paragaraf, yaitu deduktif dan induktif disebut paragrat deduktif, karena pokok pikirannya terletak diawal. Paragraf ini sering disebut juga sebagai paragraf dengan pola memberikan janji ( promise pattern ). Pokok pikiran yang terletak diawal dianggap sebagai janji dan pikiran penjelas yang menyertainya dianggap sebagai pemenuhi janji itu. Pada sisi lain, paragraf induktif 38

disebut juga dengan paragraf dadakan ( suspense paragraf ). Berikut ini dikemukakan penjelasan tetntang kedua cara tersebut. 2.1 Paragraf Deduktif Pada pengoperasian paragraf dengan cara deduktif, penulis menjanjikan kepada pembaca bahwa ia akan menyampaikan sesuatu dengan janji itu dipenuhi penulis dengan bagian-bagian berikut. Janji yang telah dinyatakan pada kalimat awal atau bagian awal paragraf dipenuhi penulis dalam bentuk kalimat-kalimat yang menunjang janji tersebut. Dalam tulisna yang lebih besar, janji merupakan tesis tulisan. Berikut ini dikemukakan contoh paragraf yang diorganisasikan dengan pola deduktif dengan pokok pikiran berada pada kalimat kedua. Contoh 1: Retorika sebagai salah satu disiplin ilmu telah berkembang sejak kurang lebih dua puluh tahun yang lalu. Dengan jangka waktu yang demikian panjang itu tentu retorika mengalami berbagai macam perkembangan. Pada suatu saat, retorika berkemabng pesat dengan memunculakan tokoh-tokoh retorik yang berfikir cemerlang dan menghasilkan karya-karya besar. Pada saat yang lain, retorika dipandang sebagai disiplin ilmu yang tidak ada manfaatnya, bahkan diragukan ekstensinya sebagai suatu ilmu. Akibatnya, retorika mengalami masa suram, tidak ada perkembangan yang berarti. Setelah masa suram itu, bangkit lagi pikran-pikiran baru yang menghasilkan wawasan baru dalam retorika. Keadaan seperti ini sebenarnya merupakan hal yang bisa terjadi dalam setiap disiplin ilmu (syafiie, 1988:7). Kalimat kedua, Dalam jangka waktu yang demikian panjang itu tentu retorika mengalami berbagai perkembangan, merupakan janji dan sekaligus pokok pikiran paragraf tersebut. Kalimat itu merupakan generalisasi sejarah pasang surut retorika. Bisaanya, paragraf deduktif berangkat dari generalisasi sebagai pangkal tolak. 2.2 Paragraf Induktif Kebalikan paragraf deduktif adalah induktif. Paragraf jenis ini disebut juga dengan paragraf dadakan (suspense paragraf). Dengan pengorganisasian dengan cara induktif, penulis menempatkan ide pokok pada bagian akhir. Teknik ini membiarkan penulis berkosentrasi pada detail dan membiarkan pembaca berada dalam ketegangan menuju maksud paragraf. Dengan teknik ini, paragraf lebih dramatic dan menarik. Pokok pikiran paragraf jenis ini sering berbentuk generalisasi. Generalisasi ini dapat berdasarkan fakta, asumsi, atau Andaian; fakta atau pernyataan yang dianggap benar meskipun belum tentu atau tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Pernyataan yang berdasarkan cita rasa orang atau keyakinan subjektif tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Generalisasi juga sering diperkuat dengan contoh, rincian, penjelasan, pengkhususan, dan ilustrasi. Berikut ini dikemukakan contoh paragraf jenis deduktif yang diperkuat dengan penjelasan (contoh 2) dan ilustarsi (contoh 3). Contoh 2: Kebudayaan suatu bangsa dapat dikembangkan dan diturunkan kepada genersi-generasi mendatang melalui bahasa. Semua yang berada disekitar manusia, misalnya peristiwa-peristiwa, hasil karya manusia, dan sebaginya dapat diungkapkan kembali dengan bahasa pula. Semua orang menyadari bahwa semua kegiatan masyarakat akan lumpuh tanpa bahasa. Memang, bahasa

39

merupakan alat komunikasi yang panjang, efektif, dan efesien (soedjito dan hasan, 1990). Contoh 3: Jam meja yang bisaanya berdering puluk 05.00 untuk membangunkan diriku tadi pagi membisu jarena lupa diputar. Akibatnya, aku terlambat bangun. Cepat-cepat aku pergi ke kamar mandi. Ternyata sabun mandi pun habis dan lupa membelinya kemarin sore. Mau berpakaian, semua baju kotor sehingga terpaksa memakai baju yang sudah dipakai beberapa hari berturut-turut. Ketika mau sarapan, ansi belum matanmg. Tambahan lagi sewaktu menunggu kendaraan umum untuk pergi ke kantor, kendaraan selalu penuh, padahal mendung hitam mengelantung diangkasa. Akhirnya, adapatkan bus yang kosong, malangnya setelah aku tumpangi beberpa menit, bus itu pun mogok dijalan. Turun dari kendaraan, baru melangkah satu dua langkah disambut hujan lebat dicurahkan. Tidak hanya basah kuyup dan terlambat, dikantor pun dapat ocehan dar boos, sungguh sial benar hari ini (taringan, 1987 dengan modifikasi). Pada contoh 2 dan 3 diatas terasa adanya ketegangan. Ketegangan itu timbul karena pembaca tidak segera mendapat inti tulisan. Inti tulisan tersebut baru di dapatsetelah pembaca sampai pada bagian akhir paragraf. Dengan kata lain, paragraf induksi memaksa pembaca untuk membaca sampai bagian akhir paragraf. Hal ini berbeda dengan paragraf deduksi, dalam paragaraf deduktif, pembaca tidak selalu dituntut untuk membaca sampai akhir paragaf. 3 Pengembangan Paragraf Ada dua cara pengembangan paragaraf, yaitu pengembangan dengan analisis penalaran atau penjelssan dan pengembangan dengan ilustrasi. Metode yang pertama memanfaatkan logika deduktif, khususnya silogisme, dan yang kedua memanfaatkan logika induktif. 3.1 Pengembangan dengan Analisis Penalaran Pengembangan dengan analisis penalaran atau penjelasan menunjukkan bahwa kalimat-kalimat dalam paragraf bertautan erat tidak saja dengan kalimat topik, tetapi juga dengan sesama kalimat penjelasannya. Perpautan itu dapat dirinci sebagai berikut. 3.1.1 Pengurutan Gagasan yang Logis Dalam penulisn suatu permasalahan, kadang-kadang penulis berhadapan dengan ide atau tindakan yang amat menarik, sangat penting, sangat berguna, sangat praktis, atau sangat bernilai. Dalam contoh 4, terdapat lima buah cara yang dapat dipilihuntuk meninggalkan kampus, mudik, pada libur lebaran. Tiap-tiap cara dapat dipilih berdasarkan pertimbangan harga, kecepatan, keamanan atau kebahayaan, kepraktikan, kemenarikan, dan keterpercayaan. Seorang penulis dapat menawarkan ssalah satu cara dengan mengemukakan tingkat urutannya berdasarkan salah satu atau keseluruhan factor tersebut. Contoh 4:

40

Kepada para mahasiswa yang belum pernah berjuang dalam desakan arus mudik lebaran, saya ssampaikan cara terbaik untuk dapat meninggalkan kampus menjelang hari raya. Membonceng truk kurang dibenarkan disamping juga berbahaya (tidak cukup terpercaya), lebih-lebih untuk wanita. Kapal terbang memang cepat, tetapi bandaranya jauh dari kampus. Lebih dari itu, belum tentu bisa lengsung menuju kota tujuan di samping bisa jadi harga tiket terjangkau. Transportasi yang terpercaya adalah kereta api, tetapi trasportasi ini sering terlambat hingga berjam-jam. Pulangdenagn mencarter mobil, tanpaknya lebih baik daripada neik kereta api terutama jika ada teman yang satu tujuan. Namun, harga carter mobil dapat berlipat tiga hingga empat kali harga pada hari bisaa. Transportasi yang paling terpercaya bagi mahasiswa adalah bus. Busnya dua minggu sebelum dan sesudah lebaran semua bus cadangan dioperasikan. Di samping itu harga tiket relative murah. Kecepatannya pun tidak diragukan. Lebih baik lagi jika mendapatkan bus cepat atau bus patas. Kedua bus ini tidak berhenti di kota-kota kecil (Tibbets, 1991:227 dengan modifikasi) Contoh diatas mengacu pada gradasi berdasarkan keterpercayaan. 3.1.2 Penghubungan Sebab Akibat Dalam pengembangan paragaraf dengan penghubungan sebab-akibat, analisis logis dilakukan denagn menerangkan mengapa suatu hal terjadi. Hasil ditunjukkan oleh kalimat utama, sedangkan sebab-akibatnya ditunjukkan oleh kalimat penjelasnya. Contoh 5: Keluarga berencana berusaha menjamin kebahagian hidup berkeluarga. Ibu tidak harus selalu merana karena setiap tahun melahirkan. Bapak tidak pula terlalu pusing untuk memikirkan usaha untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Anak pun tidak terlantar hidupnya (Ardiana,1993). 3.1.3 Pemrosesan Pengembangan dengan pemrosesan dilakukan untuk menjelaskan suatu atau melakukan sesuatu. Pada pengembangan ini menJawab oleh pertanyaan bagaimana dan bukan mengapa. Pengembangan ini bersifat pemerian karena tidak diminta membuktikan. Contoh 6 : Novel pop diciptakan berdasarkan prinsip-prinsip objektivitas terhadap pembaca missal. Penulis berusaha mencari kecenderungan terbesar dari selera pembaca. Bahkan, penulis berusaha menciptakan dan mempengaruhi pembaca itu dari tema, gaya, dan latarnya. Penekanan yang paling penting dalam novel pop adalah pada plot ceritanya yang memikat dan memaksa. Polt ini berusaha meneggelamkan kesadaran individual membaca dan menyeretnya kedalam konflik yang diciptakan (Ahmadi, 1990:88 dengan modifikasi) 3.1.4 Pendefinisian Pengembangan dengan pendefinisian dilakukan jika penulis bermaksud menjelskan kata atau frase. Yang dilakukan pada pengembangan dengan definisi ini lebih berfokus daripada yang dilakukan oleh penulis kamus. Kata dunia mengandung banyak makna (1) bumi dengan segala yang terdapat padanya, (2) alam kehidupan, (3) semua manusia yang ada dimuka bumi, (4) lingkungan atau lapangan kehidupan, (5) 41

segala yang bersifat kebenaran (KBBI, 1998). Dan kalimat makna tersebut hendaklah dibatasi makna yang menjadi focus pembahasan, agar pembahasan terarah, sistematis, dan terbatas. Penulisan definisi harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (a) konsep tidak boleh dibatasi oleh konsep itu sendiri, (b) unsur pentingnya tidak boleh ditinggalkan. Agar definisi itu jelas, penulis perlu memperhatikan empat langkah: a) klasifikasi konsep, b) penetuan ciri khas konsep, c) pemberian definisi terbatas tentang istilah khasus, dan d) contoh sebagai ilustrasi Contoh 7 : Apa dan siapakah pahlawan itu? Pahlawan adalah orang yang berpahala. Mereka berbuat baik, melaksanakan kewajiban dengan baik. Pahlawan tidak menuntut balas jasa, tidak ingin dihargai, tidak meminta pengakuan dari orang lain. Mereka berbuat atas dasar idealisme, cita-cita luhur, berjuang untuk kepentingan umum, membela nusa, bangsa, dan Negara. Pahlawan sejati adalah pahlawan yang tidak menonjol-nonjolkan diri, tidak ingin disanjung dan dijunjung. Pahlawan itu berjuang dengan ikhlas, rela berkorban, dan tanpa pamrih (Ardiana, 1993). 3.2 Pengembangan dengan Ilustrasi Metode pengembangan dengan ilustrasi memanfaatkan induksi (yang khusus menuju ke yang simpulan). Metode ini dirinci sebagai berikut. 3.2.1 Pencontohan Dalam pengembangan jenis ini dikemukakan suatu pernyataan, kemudian disebutkan rincian-rinciannya berupa contoh-contoh konkret. Percontohan merupakan variasi dari pengembangan dengan rincian. Gunanya agar kalimat topik telah menarik dan lebih meyakinkan dengan menjajakan contoh kongrit. Contoh 8: Kata-kata seperti: saya, badan, pasar, meja, bendera, kursi, dan sebagainya merupakan kata serapan yang sudah mewarga. Berbeda halnya dengan kata-kata seperti: akhlak, maaf, disrtai, proklamasi, suksus, proses, adator, dan sebaginya merupakan kata-kata yang masih terasa serapan asingnya. Memang kata serapan dari bahasa daerah dan bahasa asing ada yang telah lama diserap, tetapi ada pula yang masih baru. Baik yang lama maupun yang masih baru. Ada yang benar-benar telah menjadi warga bahasa Indonesia (Ardiana, 1993 dengan modifikasi) 3.2.2 Pembandingan dan Penetangan Pembandingan berarti menunjukkan persamaan, sedangkan sedangkan mempertentangkan adalah menunjukkan perbedaan. Ada tiga metode untuk mengolah perbandingan dan pertentangan yaitu blok, persamaan-perbedaan, dan bagianperbagian. Untuk membadingkan A dan B dapat digunakan variasi ketiga metode tersebut: Metode Teknik Pembandingan Blok 1. Pengantar pokok bahasa 2. Membahasa A (transisi) 3. Membahasa B 42

Persamaan perbedaan

Bagian per bagian

4. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4.

simpulan Pengantar pokok bahasan membahasa persamaan A dan B Membahasa perbedaan A dan B Simpulan Pengantar pokok bahasan Membahasa butir 1 dari A dan B Membahasa butir 2 dari A dan B simpulan

Contoh 9: Bagaimana menjadi gadis yang diasuh oleh dua orang tua yang masih bujangan?. Ketika berumur sepuluh tahun, ibu saya meninggal. Denganterpaksa saya diasuh oleh kedua paman saya. Paman Arthur dan Alan. Usia keduanya masih hamper berkepala empat. Dulu Arthur pernah menikah, tetapi istrinya kabur. Alan belum pernah menikah, kata orang dia amat benci kepada wanita. Sebagai dua orang yang bersaudara, mereka memiliki persamaan dan perbedaan kepribadian, terutama tanpak dalam caranya memperlakukan saya. Begitu tahu mereka kalau saya kerja sambilan di bioskop[ local, keduanya melarang saya. Keduanya berpendapat bahwa tempat wanita adalah dirumah. Alan langsung memaksa saya berhenti, sedangkan Arthur bersikap lebih lunak dengan mendatagi manajer bioskop dan mengertaknya karena memperkerjakan wanita dibawah umur. Dalam menyangkut diri pribadi saya, mereka amat bersebrangan. Alan sangat protektif terhadap diri saya menyangkut teman pria dan kencan. Sebaliknya, Arthur mendorong saya agar berpacaran sebab dia ingin saya tidak kehilangan masa muda saya. Alan tidak minum tetapi Arthur seorang alkoholik. Dia tidak hanya minum, tetapi dia juga suka melihat orang minum. Dialah yang pertama kalimengajariku minum. Bagi alan setiap tetes yang memabukkan adalah syetan. Dia sangat membenci kebisaaan Arthur, tetapi dia tidak pernah berhasil menyerang Arthur yang gampang memikatnya itu. Demikianlah kedua paman saya itu, meski mereka banyak berbeda, kedua paman saya iu sangat memperhatikan saya. Ketika saya lulus SMA tahun lalu, keduanya dating kewisuda saya naik pick up. Alan memakai stelan jas terbaiknya, satu-satunya yang dimiliki dan sudah ketinggalan zaman sejak dua puluh tahun lalu. Arthur berdandan seperti raja dan dia harus dipapah keluar ruang wisuda karena terlalu mabuk. Benar-benar keluarga yang aneh, namun hanya mereka yng aku miliki dan dalam banyak hal mereka yang kuperlukan. Cermati dan temukan menggunakan metode manakah pertentangan dan perbandingan pada contoh tyersebut, 3.2.3 Pengisahan Pengembangan dengan pengisahan dilaksanakan untuk meyakinkan pembaca pada eksposisi atau persuasi. Yang enonjol pada paragraf pengisahan tokoh dan alur, rangakain peristiwa yang bertautan. Contoh 10: Pada tahun 1977 ia lulus ujian Negara MTs. Satu setengah tahun berikutnya ia lulus ujian Negara PGA 4 tahun yang hamper saja tidak diikutinya karena sudah cukup dengan ijazah MTs. Padahal, dngan ijazah PGA 4 tahun ia 43

dapat melanjutkan ke PGAN Kudus langsung kelas dua pada tahun 1979 dan lulus tahun 1981. ia baru saja benar-benar berminat melanjutkan studi ketika hamper tamat PGAN Kudus dan pada tahun 1981 memang diterima dijenjang D3 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Surabaya. Pada tahun berikutnya, ia dan teman-temanya secaraa klasifikasi ditransfer kejenjang S1 sapai lulus pada tahun 1985. (Asrori, 1998 dengan modifikasi). 3.2.4 Pemeriaan Bagaimana pengembangan dengan pengisahan, pengembangan dengan pemeriaan dimaksudkan untuk meyakinkan pada tulisan eksposisi atau persuasi. Hal pentingdari pengembangan dengan pemerian adalah adanya kesan indra yang diperoleh pembaca, seolah pembaca melihat, merasa, meraba, atau membau objek yang diperiksa. Contoh 11: ( E. Yono Hudiyono :2001) Sejauh saya tertegun. Saya yakin tadi selesai membaca, lampu kamar telah saya matikan. Tetapi, mengapa kini mendadak benderang? Heran,bilik dalam pun tiba-tiba menjadi seperti dalam ruangan pertemuan. Belasan meja berlapis formika putih diatur membentuk huruf U yang kaku. Meja siapakah ini? Siapa pulaorang-orang ada disekelilingku? Andai ini suatu sidang, megapa semua terdiam? Ini sangat aneh (Marahimin, 1994:56)

44

BAB VI KARYA TULIS ILMIAH

1 Penulisan karya Ilmiah 1.1 Pengantar Sudah banyak buku yang membicarakan karya tulis ilmiah. Akan tetapi, sampai saat ini masih banyak mahasiswa yang kurang tanggap dan binggung dalam hal penulisan karya ilmiah. Selain itu, masih banyak diantara mereka yang masih mencaricari model dan teknik penulisan terbaru, yang dapat dipertanggung Jawabkan latar belakang serta kebenarannya, khususnya dari segi kebisaaan. Oleh karena itu, bagian ini berusaha mengupas model dan teknik penulisan karya ilmiah dengan pengkhususan landas tumpu pada masalah kebahasaan. 1.2 Pengertian Karya Ilmiah Karya ilimiah adalah karya berdasarkan ilmu pengetahuan yang berdasarkan fakta umum dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar (Brotowijoyo, 1985:8-9). Sebab itu, suatu karya dapat disebut ilmiah apabila karya itu telah menuhi syarat (hukum) ilmu pengetahuan. 1.3 Model Penulisan Karya Ilmiah Dari sisi segi penulisan, karya ilmiah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu karya ilmiah resmi dan karya ilmiah subresmi. Karya ilmiah resmi ialah karya ilmiah yang model penulisannya dan urut-urutannya sudah ditentukan dengan secaraa lengkap. Jadi, ada bagianbagian yang harus ada dan bisaanya dieksplisitkan dengan kata yang sama, missal: judul, kata pengantar, daftar isi (untuk karangan yang lebih dari sepuluh halaman), pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan seterusnya. Landasan teori ( dapat juga dengan kata lain yang berfungsi sama), metodologi penelitian, analisis, daftar pustaka dan lampiran. Yang termasuk dalam kelompok ini ialah tesis, skripsi, disertasi, laporan penelitian, dan lain-lain. Adapun karya ilmiah subresmi ialah karya ilimiah yang model penulisannya tidak ditentukan secaraa lengkap, misal:cukup ada bagian yang berfungsi sebagai judul, pendahuluan, isi, dan penuup (bagian-bagian ini tidak harus dieksplisitkan dengan kata 45

yang sama, yaitu judul, pendahuluan, isi, dan penutup, tetapi dapat juga dengan katakata lain yang berfungsi sama).Selain itu, dapat juga ditambahkan daftar pustaka dan lampiran. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah makalah, artikel, dan sebagainya. Jadi, dalam kelompok ini termasuk juga kelompok karya ilmiah popular. 1.4 Perumusan Topik, Tema, Judul, Tujuan dan Tesis Sebelum seseorang menulis karya ilmiah, dia harus tahu topik apa yang akan ditulisnya. Topik adalah proposisi yang berwujud frase atau kalimat yang menjadi inti pembicaraan atau pembahasan (moelono, 1988:351). Topik tidak sama dengan tema karena topik merupakan rincian penjabaran tema, sedangkan tema lingkupnya lebih luas daripada topik dan bisaanya lebih abstrak. Tema Pengajaran Bahasa misalnya, dapat dibagi menjadi beberapa topik seperti (1) Pengajaran Bahasa Indonesia di SD, (2) Pengajaran Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi, (3) Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Orang Asing. Suatu topik adakalanya diangkat menjadi judul. Di samping itu, suatu topik dapat pula dijabarkan menjadi beberapa judul. Walaupun demikian, haruslah selalu dinggat bahwa topik tidak sama dengan judul karena judul adalah nama yang diberikan pada suatu tulisan. Berdasarkan topik Pengajaran Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi dapat dibuat judul Peran dosen dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi.Sikap Mahasiswa terhadap Mata Kuliah Bahasa Indonesia, dan sebagainya. Selanjutnya, suatu karya ilmiah pasti mempunyai tujuan, berdasarkan topik Pengajaran Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi ditentukan tujuan untuk menunjukkan pentingnya penguasaan bahasa Indonesia yang baik bagi mahasiswa Topik tujuan inilah yang akan menunjukkan tesis. Tesis adalah tema yang terbetuk satu kalimat dengan topik dan tujuan yang akan dicapi melalui topik yang bertindak sebagai gagasan sentral kalimat (Keraf,1980:117). Tesis dapat berbentuk kalimat tunggal atau kalimat majemuk tidak disarankan adanya tesis yang berbentuk kalimat majemuk setara karena kalimat majemuk setara menunjukkan adanya gagasan sentral, fungsi sebuat tesis dalam sebuah karya ilmiah sama dengan kalimat topik dalam suatu paragraf. Contoh topik tujuan, dan tesis (Keraf, 1980:117). Topik : Pengajaran Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi Tujuan : Pentingnya penguasan bahasa Indonesia yang baik bagi masyarakat Tesis : Pengajaran Bahasa Indonesia perlu diberikan di perguruan tinggi karena dengan penguasan yang baik seorang mahasiswa akan dapat memahami literature dn dapat dengan lancar dan teratur mengungkapkan pikirannya baik secaraa lisan maupun tulis. 1.5 Teknik Penulisan Karya Ilmiah Teknik penulisan karya ilmiah subresmi tidak begitu rumit, lebih luwes. Oleh sebab itu, penjelasn mengenai teknik penulisan berikut ini akan banyak berkisar teknik penulisan ilmiah resmi. Walaupun demikian, penjelasan yang perlu untuk karya ilmiah subresmi juga akan dikemukakan. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing bagian dalam karaya ilmiah. 1.5.1 Judul

46

Judul hendaknya meberikan gambaran yang jelas tentang materi dan ancangan atau ruang lingkup masalah yang akan dibahasa. (Sudjiman dan Sugono, 1984:4) Selain itu judul harus sesingkat-singkatnya tanpa mengurangi esensinya, harus dibuat provoktif sehingga dapat metrangsang keingintahuan pembaca, dan judul harus relevan dengan isi yang dikarangnya. Berikut ini adalah salah satu cara menulis halaman judul, misal: untuk tugas-tugas di perguruan tinggi. (1) Judul dan anak judul (kalau ada) ditulis dapat baris atas dengan jarak tepi kertas (pias atas) lebih kurang 3 cm. (2) Judul dan anak judul ditulis dengan huruf kapital semua dan tidak diakhiri dengan tanda baca (kecuali dalam karya ilmiah popular) Apabila menggunakan huruf cetak, judul dapat ditulis dengan huruf yang berukuran lebih besar dibandingkan dengan anak judulnya. (3) Dalam bentuk ketik, anak judul dipisahkan dari judul dengan tanda titik dua. (4) Nama penulis termasuk keterangan yang menyertai (misal : nomor registrasi) di tulis di tengah di antara judul dan nama jurusan, fakultas dan perguruan tinggi. Nama penulis dan keterangan yang menyertai ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf awal kata-kata yang bukan kata tugas. Penulisan nama penulis dan keterangan yang menyertainya tidak diakhiri dengan tanda baca apapun. (5) Pada bagian bawah dengan jarak lebih kurang sama dengan jarak judul dari nama penulis ditulsikan secaraa berurutan kebawah nama program (kalau ada), nama jurusan, nama fakultas, nama perguruan tinggi, nama kota, dan tahun penyusunan. Pada bagian ini huruf kapital hanya digunakan pada huruf awal kata yang bukan kata tugas. Pias bawah berjarak lebih kurang 3,5 cm. Catatan: Apabila judul disebut-sebut pada bagian ini secaraa keseluruhan (termasuk kata penngantar, pendahuluan, penutup), judul ditulis di antara tanda petik dengan menggunakan huruf kecil kata yang bukan kata tugas. 1.5.2 Kata Pengantar Kata pengantar merupakan suatu keterangan yang berfungsi sebagai pengantar suatu karya yang tertera di bagian depan suatu karangan. Secara lengkap, hal-hal yang terdapat dalam suatu kata pengantar adalah sebagai berikut. (1) Ucapan syukur (kalau ada) (2) Penjelasan mengenai tugas pembuatan (kalau ada) (3) Penjelasan mengenai garis besar isi (4) Ucapan terima ksih kepada pihak-pihak yang telah membantu (5) Sumbang saran an harapan penulis (6) Penyebutan tempat, tanggal, bulan, dan tahun penulisan, serta penyebutan nama atau identitas penulis Kata pengantar sebagai tajuk ditulis dengan huruf kapital. Tempat penulisan kata pengantar sebaiknya disesuaikan dengan model yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah itu, model simetris atau model lurus (Kisyani-Laksono,1990:22). Sebagai tajuk, kata penhantar ditulis dari margin atau tepi diturunkan sepertiga teks (Sudjiman dan Sugono, 1987, Proyek Penelitian bahasa dan Sastar Indonesia dan Daerah Jawa Timur,1985). Nama tempat (kota), tanggal. Bulan, dan tahun penyusunan karya ilmiah ditempatkan pada bagian bawah dengan jarak empat spasi dari baris akhir teks tanpa diakhiri dengan tanda baca apapun (misal : Surabaya, 12 Februari 2000). Nama penulis 47

dapat ditempatkan di bawah nama tempat dengan nama tempat jarak dua spasi dan tanpa diakhiri tanda baca apapun. Penempatan nama penulis dibawah nama tempat dianggap menguntungkan karena terlihat jelas dan sesuai dengan kebisaaan penulisan di Indonesia (bandingkan dengan bentuk surat resmi Indonesia baru). 1.5.3 Daftar Isi Daftar isi berguna untuk memudahkan pencarian hal-hal yang dikehendaki oleh pembaca. Oleh karena itu, nomor halaman dalam daftar isi harus sesuai dengan nomor halaman dalam naskah. Daftar isi baru diperlukan apabila suatu karya ilmiah sudah lebih dari sepuluh halaman (Sujdiman dan Sugono, 1986:4) Susunan derajat penomoran dalam daftar isi dapat bervariasi. Sistem yang dipakai bisa sistem huruf dan angka sistem digit dengan model lurus atau medel lekuk. Apabila yang digunakan sistem digit, derajat penomoran hendaknya dibatasi sampai empat angka setelah itu dapat meminjam model dari sistem huruf dan angka ( peminjaman dimulai dari a)

Contoh: (a) Sistem Huruf dan Angka Model Lurus I. BAB A. SubBab 1. 2. a. b. 1) 2) a) b) (1).. (2).. (a).. (b). (b) Sistem Digit Model Lurus I. BAB I.I Sub Bab I.I.I I.I.I.I Atau BAB I I.I Sub Bab I.I.I

Model Lekuk I.BAB A. Sub Bab 1. 2. a. b. 1). 2). a) b) (1).. (2).. (a) (b) Model Lekuk I.BAB I.I Sub Bab I.I.I.. I.I.I.I

BAB I. I.I Sub Bab I.I.I. 48

I.I.I.I

I.I.I.I

Daftar isi sebagi tajuk ditulis dengan huruf kapital dan ditempatkan pada baris yang berjarak sepertiga teks dari margin atau (lebih kurang sepuluh cm dari tepi kertas). 1.5.4 Pendahuluan Pendahuluan berfungsi untuk mengantarkan pembaca ke dalam pembahasan suatu masalah. Seperti halnya dengan bagian lain, pendahuluan ini dapat berdiri sendiri sebagai satu bab seperti pada kerya ilmiah resmi (misal: dalam buku ilmiah, skripsi, dan lain-lain) dan dapat juga langsung menyatu dengan karangan atau dituliskan pada awal karangan seperti pada karya ilmiah subresmi (missal: artikel, jurnal, dan lain-lain) Suatu pendahuluan yang lengkap dalam kata ilmiah resmi akan menyajikan latar belakang dan masalah, tujuan pembahasan, ruang lingkup, teori atau pendapat yang dipakai, sumber data, metode dn teknik, serta matematika penyajian (Sujdiman dan Sugono, 1986:4). Akan tetapi, bagian teori atau landasan teori dapat juga dipisah tersendiri dalam bab berikunya setelah bab pendahuluan. Demikiana pada bagian sumber data metode dan teknik dapat juga dipisah dalam bab tersendiri setelah teori/landasan teori. Tidak setiap karya ilmiah harus mempunya pendahuluan yang lengkap seperti itu. Dalam beberapa karya ilmiah subresmi, bagian-bagian dalam pendahuluan itu pun tidak harus terpisah secaraa eksplisit tetapi dapat juga disatukan dalam satu uraian yang berjudul pendahuluan (misal buku ilmiah). Pendahuluan dapat juga langsung menyatu dengankarya ilmiah (misal : artikel, amkalah). Sebagai tajuk pendahuluan diatas dengan huruf kapital dan ditempatkan pada baris yang berjarak sertiga teks dan margin atas. Letak penu;lisannya disesuaikan dengan model penulisan yang digunakan (model penuh atau simetris). 1.5.5 Isi Bagian ini berisi inti karya ilmiah yang menguraikan masalah pokok yang dibahasa. Bagian ini bisa terdiri atas satu bab tetapi juga lebih dari satu bab, tergantung Dario keluassan masalah yang dibahasa. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini (apabila lebih dari satu bab) adalah kesamaan bobot dari masing-masing bab dan berkaitan antarbab. Tajuk yang terdapat pada bagian ini ditulis dengan huruf kapital dan ditempatkan pada baris yang berjarak sepetiga teks dari margin atas (lebih kurang sepuluh cm dari tepi kertas atas). Secaraa garis besar bagian isi mengungkapkan uraian masalah, analisis dan interpretasi, ilustrasi atau contoh-contoh konkret, tabel, bagan, dan gambar (jika ada), serta simpul pembahasan/interpretasi. 1.5.6 Penutup Bagian penutup/penutupan (sejajar dengan pe-an dalam pendahuluan) berisi simpulan dan saran. Simpulan merupakan Jawaban permasalahan yang dikemukakan dalam pendahuluan (bagian rumusan masalah). Oleh sebab itu, simpulan merupakan suatu pendapatan dari olahan bagian isi. Simpulan bukan suatu rangkuman atau ikhtisar. Simpulan pada bagian penutup merupakan suatu hasil keseluruhan dari suatu karya ilmiah (bandingkan dengan simpulan yang terdapat pada bagian isi). Apabila penulis merasa perlu mengemukakan saran, maka saran dapat disampaikan pada bagian ini (setelah simpulan).Saran yang disampaikan adalah saran 49

yang berhubungan dengan pembahasan masalah dalam karya itu, baik saran untuk waktu itu atau untuk waktu yang akan datang. Bagian penutup sebagai tajuk ditulis dengan huruf kapital dan ditempatkan pada baris yang berjarak sepertiga teks dari margin atas. 1.5.7 Daftar Pustaka Daftar pustaka berisi daftar buku, majalah, artikel, makalah, dan lain-lain yang dipergunakan sebagai acauan dalam suatu karya ilmiah. Daftar pustaka dapat dipakai sebagai salah satu indikator untuk menunjukkan seberapa jauh wawasan penulis. Akan tetapi, suatu artikel dapat mencantumkan catatan pustaka. Oleh sebab itu, sebelum membahasa daftar pustaka secaraa rinci, berikut ini akan disajikan hal-hal yang erat kaitannya dengan daftar pustaka, yaitu teknik pengutipan atau catatan pustaka dan catatan kaki, kemudian daftar pustaka. (a) Teknik pengutipan Kutipan atau dalam karya ilmiah lazim disebut sebagai catatan pustaka, adalah pernyataan atau keterangan yang diambil dari buku bacaan. Kutipan ini dimaksudkan untuk menunjang atau memperkuat ide-ide yang dikemukakan dalam suatu karya ilmiah. Penampilan kutipan, juga dimaksudkan sebagai pertanggungJawaban moral penulisan dalam hubungannya dengan kelaziman dalam karya ilmiah. Dalam karya ilmiah resmi, sumber informasi yang terdapat dalam catatan pustaka harus terdapat dalam daftar pustaka. Kutipan atau catatan pustaka, bisa langsung dicantumkan dalam teks sehingga memudahkan pembaca. Penggunaan singkatan ibid,op.cit, dan loc.cit, sudah mulai ditinggalkan orang, sebab sering menyulitkan bembaca. Kutipan bisa ditulis sama persis dengan teks aslinya, bisa juga ditulis dengan bahasa dan gaya pengitupan sendiri tanpa mengurangi maksud teks aslinya. Kutipan langsung yang kurang dari empat baris, ditempatkan langsung dalam teks diantara tanda petik dengan baris sama dengan baris dalam teks. Contoh: Jadi, kita harus mengunakan tanda pisah. Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya (Depdikbud, 1984:414). Kutipan langsung yang terdiri atas empat baris atau lebih, ditempatkan tersendiri dibawah garis yang mendahuluinya. Kutipan ditulis tanpa tanda menjorok kedalam lima ketukan dari margin kiri (seperti paragraf) dengan jarak antarbaris satu spasi. Contoh: Menurut Keraf (1982:3), argumentasi adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mepengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan penulis atau pembicara. Melalui argumentasi penulis berusaha merangkaikan fakta sedemikian rupa, sehingga ia menunjukkan apakah suatu pendapat atau suatu hal tertentu itu benar atau tidak. Teknik pengutipan seperti diatas, sudah mulai ditinggalkan orang. Dewasa ini baik kutipan langsung maupun kutipan tak lansung, ditempatkan didalam teks dengan jarak baris sama dengan baris yang lain. 50

Catatan: Apabila sumber acuan tertulis dalam bahasa asing, semua unsur bahasa asing diberi garis bawah pada tiap katanya atau dicetak dengan huruf miring. Berikut akan dipaparkan teknik pengutipan dalam urutan karya ilmiah. (1) Jika nama pengarang dituliskan sebelum kutipan, ketentuannya sebagai berikut. Buatlah dulu pengantar kalimat yang sesuai dengan keperluan, kemudian tulislah nama akhir pengarang, berikutnya cantumkan tahun terbit, titk dua dan nomor halaman di dalam kurung, baris kutipan ditampilakan baik langsung maupun tidak langsung. Contoh: Dalam hal ini, Keraf (1989:133) menyatakan bahwa hubungan logis dari pokok-pokok yang tercakup dalam kerangka karangan seperti tanpak pada contoh atas, diperlhatkan dengan identitas tertentu, berupa penempatan pokok-pokok itu sejajar secaraa vertical. (2) Jika nama pengarang dicantumkan setelah kutipan, ketentuannya sebagai berikut: Buatlah dahulu pengantar kalimat yang sesuai dengan keperluan, tampilkan kutipan, kemudian sebutkan nama akhir pengarang, tanda koma, tahun penerbit, titik dua, dan nomor halam dalam kurung, dan diakhiri dengan tanda titik. Contoh: Dalam hal ini dinyatakan bahwa hubungan logis dari pokokpokok yang tercakup dalam kerangka karangan seperti tanpak pada contoh diatas, diperlihatkan dengan identitas tertentu, berupa penempatan pokokpokok itu sejajar secaraa vertical (keraf,1989:155). (3) Jika ada dua nama pengarang, kedua nama akhir nama dicantumkan dengan urutan yang terdapat dalam buku sumber dan dihubungkan dengan kata dan, diikuti tanda koma, tahun terbit, titk dua, dan nomor halaman. Contoh: Selanjutnya Eman dan Fauzi (1970:18) mengatakan bahwa tenaga mesin itu dapat mengatasi sekian tenaga manusia. Oleh sebab itu, masalah ketenagakerjaan menjadi masalah yang serius pula. atau Pilihan lain sebagi berikut dalam bagian ini dikemukana bahwa tenaga mesin itu dapat mengatasi sekian tenaga manusia. Oleh karena itu, masalah ketenagkerjaan menjadi masalah yang serius pula (Eman dan fauzi, 1970:18). (4) Jika pengarang lebih dari dua orang, cara penulisan seperti butir 3, dengan ketentuan yang dicantumkan adalah nama akhir pengarang perma diikuti dengan nama singkatan dkk. Contoh: Jika dirumuskan bagaimana hubungan antar arsitektur dengan arsitek, Sularko dkk (1982:10) mengatakan arsitektur adalah perpaduan antara ilmu dan seni, sedangkan arsitek adalah orang yang 51

menciptakan ruang sehingga melhirkan bentuk-bentuk srsitektur yang beraneka ragam. (5) Jika sebuah kutipan diambil dari satu buku acuan karena isinya kurang lebih sama, maka tampilan kutipannya sebagi berikut. Contoh: Untuk menciptakan hubungan yang harmonis dan estetis, diperlukan unsur-unsur yang menjadi penunjang bentuk-bentuk arsitektur (Ali, 1984:6, Gani, 1985:17, Wawan, 1986:54). (6) Jika lebih dari satu acuan yang diterbitkan dalam tahun yang sama oleh seorang pengarang, maka kedua acuan itu dibedakan dengan meletakkan huruf kecil (sesuai dengan urutan abjad pada daftar pustaka) dibelakang tahun terbit Contoh: Judul buku Argumentasi dan Narasi Penolakan merupakan sebuah proses penalaran dalam kerangka berargumentasi (Keraf, 1985a:80). Judul Buku: Eksposisi dan Deskripsi Menurut Keraf (1985b:34), klasifikasi merupakan suatu proses yang bersifat alamiah untuk menampilkan pengelompokan sesuai dengan pengalaman manusia (7) Jika suatu kutipan diintegrasikan kedalam paragraf sebuah teks, maka harus diusahakan agar koherensi paragraf tetap utuh dan tidak terkesan bahwa kutipan itu muncul secaraa tiba-tiba, yang tidak ada relevansinya dengan pembicaraan dalam paragraf tersebut. Perhatikan contoh berikut! Contoh: Amoniak selain digunakan sebagai bahan pembuatan urea juga merupakan komoditas dalam negeri dan komoditas ekspor, seperti dikatakan oleh Subandi (1970:40) bahwa amoniak dikirim secara kontinu untuk memenuhi keperluan PT Petro Kimia Gresik dan dieksport ke Filipina, Thailand, Korea Selatan, dan Jepang. (8) Jika pustaka acuan tidak mempunyai tahun terbit, maka pada bagian tahun dituliskan Tanpa Tahun. Contoh: Wawancara menjadi efektif jika tujuan dari pewawancara adalah untuk memberi informasi, hiburan, atau bimbingan yang praktis (Bonar, Tanpa Tahun:48) (9) Jika pustaka acuan mengacu pada pendapat orang lain, cara penulisannya sama seperti cara-cara diatas, hanya saja tahun dan nomor halaman buku asli tidak usah dituliskan. Contoh: Buku acuan (Taringan,1984:32) berbunyi:

52

Kemampuan membaca sepintas ini memang sangat bermanfaat oleh karena itu maka sang guru harus mengajarkan ketrampilan ini kepada anak didiknya (Burmeister,1878:296). Apabila pendapat itu diacu, cara penulisannya: Burmeister (Taringan, 1984:32) berpendapat bahwa kemampuan membaca sepintas sangat bermanfaat. Oleh karena itu maka sang guru harus mengajarkan ketrampilan itu kepada anak didiknya. Atau Kemampuan membaca sepintas ini memang sangat bermafaat. Oleh karena itu maka sang guru harus mengajarkan ketrampilan kepada anak didiknya (Burmeister dalam Tarigan, 1984:32) (10)Apabila penulis menambah pendapat, mengurangi pendapat, atau mengurangi pendapat pada bagian acuan, atau penulis meminta pembaca untuk membandingkan lebih dari satu acuan, cantumkanlah of atau conf. (Confer berartibandingkan) sebelum nama akhir pengarang. Contoh: Buku acuan (Sumantri, 1978:14) berbunyi Jenis surat dapat dilihat dari segi isi, pengirim, wujud, sifat, cara menyampaikan, urgensi penyelesaiannya, sasaran, maksud dan tujuan, dan sebagainya. Menjadi Jenis surat dapat digolongkan berdasarkan isi dan pengirim, sifat, keamanan isi, wujud, maksud dan tujuan, dan urgensi penyelesaiannya (ef. Sumantri, 1978:14). Catatan pustaka bisa berwujud ulasan atau kutipan pendapat orang lain maupun dari sendiri. Kutipan yang diungkapkan dengan bahasa dan gaya pengutip disebut kutipan tak langsung, sedangkan kutipan yang sama persis seperti aslinya disebut sebagai kutipan langsung. b. Catatan Kaki Catatan kaki berfungsi memberikan keterangan tambahan yang bersifat umum atau yang berasal dari sumber lisan. Dalam artikel, catatan kaki bisaanya hanya digunakan untuk menerangkan apa dan siapakah penulis. Maksud pembuatan catatan kaki yang berdiri sendiri dan tidak dimasukkan kedalam uraian, supaya perhatian pembaca tidak beralih dari pokok pembahasan. Penempatan catatan kaki pada umumnya terletak pada bagaian bawah, biarpun ada juga catatan kaki yang ditempatkan pada akhir tulisan. Catatan kaki yang ditempatkan dibagian bawah halaman perlu diperhitungkan tempatnya supaya tidak melampaui margin bawah. Catatan kaki dipisahkan dari teks dengan garis sepanjang empat belas ketukan dari margin kiri.Garis pemisah ini berjarak dua spasi dari baris terakhir teks dan dua spasi dari nomor catatan kaki yang pertama. Isi catatan kaki ditulis turun setengah spasi dari catatan kaki dan dituliskan dengan jarak antarbaris satu spasi. Sedangkan jarak antara dua nomor catatan kaki adalah dua spasi.Untuk karya ilimiah yang terdiri atas bebrapa bab, nomor catatan kaki diurutkan dalam 53

setiap bab. Apabila berganti bab, penomoran dimulai dari nomor satu lagi. Nomor catatan kaki dalam teks diletakkan langsung di belakang huruf terakhir dari pernyataan yang diberi catatn dengan menaikkan setengah spasi (Sudjiman dan Sugono, 1986:17). Contoh: Ani merupakan anak semata wayang sehingga dia sangat dimanja oleh orang tuanya.

1.5.8 Daftar Pustaka Daftar pustaka merupakan sesuatu yang mutlak harus ada dalam suatu karya ilmiah. Pencantuman daftar pustaka dimaksudkan untuk mengetahui sumber acuan yang dijadikan landasan berpijak oleh penulis karya ilmiah, dan sekalipun untuk mengukur kedalaman pembahasan masalah karya ilmiah tersebut. Daftar pustaka diletakkan pada halaman tersendiri sesudah bab simpulan. Tajuk daftar pustaka dituliskan dengan huruf kapital semua tanpa diberi tanda baca apapun. Letaknya disesuaikan dengan model penulisan yang digunakan (model lurus atau model simetris). Dalam daftar pustaka dicantumkan semua kepustakaan yang digunakan sebagai acuan, termasuk di dalamnya artikel (majalah atau surat kabar), makalah, jurnal, skripsi, tesis, disertasi, buku, diklat, antologi, dan lain-lain. Daftar pustaka disusun berdasarkan urutan abjad nama pengarang atau lembaga penerbitan, tanpa diberi tanda urut, dan diketik dengan jarak dua spasi antarbaris. Ada beberapa penulisan daftar pustaka. Semua cara sebetulnya baik, asal taat asas. Cara penulisan yang akan diungkap di sini adalah cara penulisan daftar pustaka yang terdapat dalam EYD edisi ke-2. Contoh penulisan daftar pustaka ini terdapat dalam petunjuk penggunaan tanda titk butir ke-5 yang berbunyi,Tanda titk yang digunakan di antara nama penulis, judul penulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka. Misalnya: Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Waltervreden: Balai Pustaka (Pedoman Umum EYD dalam Moeltiono, 1988:1036) Urutan penulisan unsur-unsur pustaka acuan dalam daftar pustaka adalah (1) nama pengarang, (2) tahun terbit, (3) judul pustaka acuan, (4) kota tempat terbit, dan (5) nama penerbit. (1) Nama pengarang (a) Nama pengarang ditulis lengkap tetapi tanpa gelar kesarjanaan (b) Penulisan nama pengarang yang terdiri atas dua kata atau lebih, dimulai dengan nama akhir, diikuti tanda koma, kemudian nama pertamanya. Nama Tionghoa urutannya tidak perlu dibalik kerena unsur nama pertamanya Tionghua merupakan nama keluarga. Contoh: Sultan Takdir Alisyahbana menjadi Alisyahbana, Sultan Takdir 54

Liem Swie King tetap Liem Swei King (c) Jika nama yang tercantum dalam nama acuan nama editor, penulisan nama pengarang ditambah dengan tulisan (Ed). Contoh: Halim, Amran (Ed). (d) Jika ada dua nama pengarang, hanya nama pengarang pertama yang dibalikkan urutannya, diikuti kata dan. Sedangkan nama pengarang kedua dituliskan bisaa (urutannya tidak dibalik). Contoh: Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1985. (e) Jika pengarang terdiri atas tiga orang atau lebih, hanya nama pengarang pertama yag dituliskan (urutan dibalik) diikuti singkatan dkk. (dan kawankawan). Contoh: Sirait, Bistok dkk. 1978. (f) Jika beberapa buku yang diacu ditulis oleh seorang pengarang, nama pengarang dituliskan sekali pada buku yang diterbitkan paling awal (diurutkan berdasarkan tahun penerbit). Untuk buku selanjutnya diberi garis sepanjang sepuluh ketukan dari margin kiri diakhiri dengan tanda baca titik, dilanjutkan dengan tahun terbit, dan seterusnya. Contoh: Keraf,Gorys. 1980. __________. 1981. __________. 1983. (2) Tahun Terbit (a) Tahun terbit ditempatkan sesudah nama pengarang dan diakhiri dengan tanda titik. (b) Jika beberapa acuan ditulis seorang pengarang dalam tahun yang sama, penempatan urutan didasarkan pada urutan abjad judul buku dengan ciri pembeda huruf sesudah tahun terbit. Contoh: Hutomo, Suripan Sadi. 1980a. Sosiologi Sastra Jawa Modern __________________. 1980b. Teknik Sastra Jawa Modern (c) Jika acuan yang digunakan tidak menyebutkan tahun terbit, dituliskan Tanpa. Tahun pada kolom tahun terbit. Contoh: Lubism Mochtar. Tanpa Tahun. Teknik Mengarang. (3) Judul Buku (a) Judul buku dituliskan sesudah tahun terbit diakhiri dengan tanda titik. (b) Judul buku dituliskan dengan cetak miring atau dengan garis bawah pada tiap-tiap katanya. Judul dengan anak dipisahkan dengan tanda titik dua. Contoh: Sudjito. 1988. Kosakata Bahasa Indonesia Zoetmulder, P.J. 1985. Kalangwan:Sastra Jawa Kuno Selayang PAndang.

55

(c) Artikel, laporan penelitian,makalah, skripsi, atau tesis dituliskan di antara tanda petik ganda. Contoh: Kisyani. 1985.Pisuhan sebagai Cermin Nilai Rasa Jiwa. (d) Keterangan yang menyertai judul (misalnya:jilid,edisi, dan seterusnya) ditempatkan sesudah judul dan diakhiri dengan tanda titk. Contoh: Kridalaksana, Harimurti. 1988. Kamus Linguistik. Edisi Kedua. (e) Acuan yang berbahasa asing, unsur-unsur keterangannya diIndonesiakan. Contoh: Second Edition menjadi Edisi Kedua

(4) Tempat Terbit dan Nama Penerbit (a) Tempat terbit dituliskan sesudah judul buku dan keterangan yang menyertainya. Diikuti tanda titik dua, dilanjutkan dengan penulisani nama penerbit, dan diakhiri dengan tanda titik. Contoh: Samsuri. 1985. Analisis Bahasa. Cetakan Keenam. Jakarta Erlangga. (b) Jika lembaga berkedudukan sebagai pengarang dan penerbit, nama lembaga dicantumkan dalam kolom pengarang dan tidak perlu disebut lagi dalam kolom nama penerbit. Contoh: BP-7 Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur. 1988. Buku Serapan Bahan Penataran PUUD 1945. GBHN. Surabaya 2. Penuliasan Makalah Makalah merupakan kertas kerja yang dibawakan atau disampaikan pada suatu seminar, symposium, penataran, dan sebagainya. Kita sering menulis beberapa butir pikiran dan gagasan. Pikiran dan gagasan itu akan menjadi makalah setelah dirangkaikan dalam bahasa yang lancar dan berhubungan secaraa logis serta sistematis. 2.1 Sistematika Penulisan Makalah. Sebuah system memiliki judul, pembuka, isi, penutup, dan daftar pustaka. Makalah yang agak panjang (lebih dari sepuluh halaman) bisaanya dilengkapi dengan daftar isi. Hal-hal lain yang dianggap penting disertakan dalam makalah dapat dilampirkan. Panjang makalah yang ditulis dalam bentuk esai lebih kurang 2000 kata. Jika ditulis pada kertas kuarto dengan jarak dua spasi yang memuat sekitar 250 kata, panjang makalah bisa mencapai 8 12 halaman. Walaupun dapat disajikan dengan berbagi metode dan sistematika penulisan, makalah hendaknya ditulis dengan metode dan sistematika yang ajeg. 2.1.1 Judul Makalah Judul makalah hendaknya bisa memberikan gambaran yang jelas tentang ruang lingkup materi yang akan dibahasa. Selain itu, judul harus mampu menarik perhatian 56

pembaca. Dengan mencermati judul diharapkan pembaca tergoda rasa ingin tahunya terhadap keseluruhan isi makalah. Umumnya judul makalah yang berangkat dari judul yang telah dirumuskan lebih dahulu. 2.1.2 Bagian Pembuka Bagian pembuka dibuat untuk menghantarkan pembaca ke dalam pembahasan masalah. Bagian pembuka harus memikat dan memudahkan pembaca dalam memahami pokok-pokok masalah yang hendak dipaparkan dalam masalah. Dalam bagian pembuka ini penulis makalah harus (1) menjabarkan topik yang akan dikembangkan,(2) menyatakan pendirian yang mantap tentang topik yang dipilih, (3) menjabarkan keterkaitan topik dengan isu penting yang sedang berkembang, (4) menyanggah atau membantah asumsi umum, dan (5) mengutip secaraa singkat statmen yang relevan dengan topik yang dikembangkan. 2.1.3 Bagian Isi Isi merupakan bagian utama makalah. Didalamnya termuat uraian-uraian pokok masalah yang dibahasa. Uraian isi hendaknya dapat memberikan petunjuk kepada pembaca dalam memahami keseluruhan bahasa secaraa rinci. Bagian isi harus menunjukkan kelngkapan, keterbatasan, kejelasan analisis, dan simulan masalah yang dipaparkan. Panjang pendek uraian isi harus disesuaikan dengan kepentingan dan kejelasan masalah yang akan dibahasa. Bagian isi makalah memuat (1) uraian masalah yang dibahasa, (2) analisis dengan interpretasi data, (3) ilustarsi atau contoh-contoh, dan (4) tabel, bagan, gambar (bila ada) Isi makalah bisa bersumber dari penelitian kecil. Oleh karena itu, penyajian isi makalah harus sejalan dengan prosedur kerja secaraa ilmiah dalam sekal kecil. Dalam makalah tidak tertutup adanya data statistic untuk meguji penolakan atau penerimaan hipotesis nol. Isi makalah bisa juga bisa bersandar dari suatu penilaian, analisis, atau tanggapan terhadap suatu persoalan. Oleh karenanya, sebuah makalah bisa ditulis berdasarkan sumber pustaka atau eksperimen laboratories. 2.1.4 Bagian Penutup Sebagaimana karya ilmiah yang lain, penutup makalah memuat simpulan dan saran (bila ada saran). Yang diungkapkan dalam simpulan adalah pernyataanpernyataan dalam analisis atau pembahasan yang dilakukan dalam bagian isi. Simpulan pada dasarnya merupakan Jawaban terhadap permasalahan yang dikemukakan dalam bagian pembuka. Simpulan yang dimaksud bukan rangkaian atau ikhtisar isi. Simpulan bisa berupa uraian (esei) atau butir-butir bernomor. 2.1.5 Daftar Pustaka Daftar pustaka merupak daftar buku, artikel (dalam majalah, surat kabar, bunga rampai), atau ensiklopedia yang digunakan sebagai acuan dalam pengumpulan data, analisis, ataupun penyusunan makalah. Daftar pustaka merupakan prasyarat suatu karya ilmiah (dalam hal ini termasuk makalah yang merupakan bagian dari karya ilmiah). Penyusunan daftar pustaka ini sangat memudahkan pembaca yang berniat mengembangkan permasalahan dalam masalah memalui rujukan aslinya.

57

2.2 Penggunaan Bahasa dalam Makalah Gagasan atau pemikiran dari suatu masalah, percobaan, penelitian, atau studi wisata dikomunikasikan dengan bahasa. Bahasa yang dugunakan dalam makalah merupakan bahasa ragam tulis, bukan ragam lisan. Ragam tulis dalam makalah hendaknya jelas, lugas, dan komunikatif supaya pemabaca secaraa mudah memahami isinya. Jelas, maksudnya bahasa yang digunakan serta jelas memperlihatkan unsurunsur kalimat (subjek, predikat, objek, pelngkap, dan keterangan ). Dengan unsur-unsur kalimat, makalah itu dengan jelas dipahami pembaca. Lugas, maksudnya bahasa yang digunakan tidak menimbulkan tafsiran ganda bentuk dan pilihan kata serta struktur kalimat dalam makalah hanya memungkinkan satu tafsiran, sejalan dengan tafsiran penulisnya. Komunikatif, berarti apa yang ditangkap pembaca dari wacana yang tertulis sama dengan maksud penulisnya. Wacana yang komunikatif tersaji secaraa logis dan sistematis. Kelogisan itu terlihat dari hubungan antar bagian dalam kalimat, antarkalimat dengan paragraf, dan antarparagraf dalam wacana. Pemakaian kata atau istilah asing atau daerah perlu mendapat perhatian dalam penulisan makalah, pemakaian kata/ istilah asing atau daerah perlu dihindari bila dalam bahasa Indonesia suadah ada padanannya. Jika kata/istilah Indonesia masih dianggap asing dan masih perlu penjelasan dengan kata/istilah aslinya, istilah Indonesia dituliskan lebih dahulu, kemudian disertakan istilah asing atau daerah yang diapit tanda kurung dan dicetak miring atau garis bawahi perkata. Selanjutnya, cukup istilah Indonesia yang digunakan. Kata/istilah asing atau daerah terpaksa digunakan, karena belum ada padanannya dalam bahasa Indonesia, perlu dicetak miring atau digaris bawahi perkata. Ejaan yang digunakan dalam penulisan makalah ialah ejaan resmi, yaitu ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan. Penulisan kata atau istilah dan penggunaan fungtuasi (tanda baca) mengacu pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan., 3. Penulisan Skripsi 3.1 Pengertian Skripsi Skripsi adalah satu jenis karya tulis ilmiah yang melembaga. Artinya,karya tulis ini berada di bawah naungan sebuah lembaga, dalam hal ini tentu saja perguruan tinggi. Berbeda dengan karya tulis lain seperti artikel atau makalah yang bersifat bebas, skripsi cenderung lebih bersifat monumental. Oleh karena itu,sering karya ilmiah ini dijadikan karya akhir oleh para sarjana S-1 karena setelah itu tidak muncul lagi tulisan-tulisan lain. Padahal,semestinya skripsi itu dijadikan tonggak pemacu dan pemicu bagi karyakarya tulis yang kemudian lebih pantas kiranya jika penulisan skripsi itu dianggap sebagai ajang pelatihan dan pemanasan bagi kegiatan menulis berikutnya. Pada hakikatnya, skripsi adalah hasil penelitian atau kajian dalam bidang ilmu tertentu. Oleh karena itu, proposisi-proposisi yang ada didalamnya tidak begitu saja muncul sebagai hasil angan-angan atau lamunan. Didalamnya tersaji hasil analisis yang tersimpul dalam generalisasi-generalisasi konkret. Penyajian proposisi dilakukan dengan menggunakan bahasa yang lugas,logis, dan logos. Artinya,bahasa yang digunaskan dalam skripsi itu sedarhana,bernalar,dan ilmiah. Sejak decade 70-an dan 80-an penulisan skripsi bagi mahasiswa S-1 bersifat manasuka. Artinya,mahasiswa boleh memilih apakah penyelesaian studinya diakhiri 58

dengan penyusutan skripsi atau tidak. Tentu saja,hasil pemilihan ini mengandung konsenkuensi. Mereka yang memilih skripsi akan mendapatkan fasilitas yang jauh lebih menguntungkan daripada mereka yang memilih tidak menulis skripsi. Dari uraian di atas,daapt disimpulkan bahwa skripsi adalah akrya tulis ilmiah yang bersifat monumental yanmg merupakan syarat penyelesaian studi program sarjana S-1. 3.2 Bagian-Bagian Skripsi Secaraa garis besar dalam skripsi terdapat bagian-bagian: (1) pembuka, (2) isi, dan (3) penutup. Bagian pembuka terdiri atas halaman judul, halaman pengesahan, halaman persembahan atau motto, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel/bagan, daftar istilah dan singkatan. Bagian isi terdiri atas pendahuluan, kajian teori, metodologi, hasil dan pembahasan , dan simpulan dan saran. Bagian penutup terdiri atas daftar pustaka dan lampiran. Secaraa rinci bagian-bagian skripsi diatas dijelaskan sebagai berikut: 3.2.1 Halaman Judul Halaman judul adalah lembaran dari halaman jilid depan. Dengan kata lain, halaman ini merupakan tampilan utama sebuah skripsi yang bisa memberikan sugesti yang membacanya. Dengan melihat halaman judul, pembaca bisa membayangkan keseluruhan isi skripsi. Oleh karena itu,buatlah halaman judul dengan sebaik-baiknya agar pembaca bisa membayangkan hal-hal yang baik dari skripsi tersebut. Halaman judul memuat hal-hal berikut: (1) judul skripsi, yang ditulis dengan huruf capital semua dengan ukuran huruf relative lebih besar dari bagian yang lain (lihat hal tentang penulisan judul); (2) pernyataan keperluan, didalamnya diungkapkan untuk kepentingan apa skripsi disusun; (3) logo, lambang yang digunakan disesuaikan dengan departemen atau lembaga yang menaunginya; (4) nama penulis, ditulis lengkap tetapi tanpa nama gelar, pangkat, dan kehormatan,dan (5) nama lembaga, ditulis secaraa berurut ke bawah dari mulai dari lembaga yang tert inggi sampai lembaga penyelenggara yang diakhiri dangan tahun penyusunan skripsi. sistematika penyajian tidak selalu harus sama urutan nomor diatas pengurutannya cenderung lebih mengikuti gaya selingkuh masing-masing lembaga. 3.2.2 Halaman Persetujuan Yang dimaksud dengan halaman persetujuan di sini adalah persetujuan dari pembimbing skripsi setelah didahului dengan tahapan perbaikan penulisan oleh penulis. Halaman persetujuan terdiri atas: nama penulis, judul skripsi, tanggal persetujuan skripsi, tanda tangan dekan. Setelah disetujui oleh pembimbing, dan tanda tangan dekan. Setelah disetujui oleh pembimbing, maka skripsi tersebut berhak dan siap untuk diujikan oleh tim penguji skripsi. 3.2.3 Halaman pengesahan 59

Secaraa garis besar yang dimaksud dengan halaman pengesahan, disini adalah halaman yang memuat tanda tangan penguji skripsi. Artinya, apabila penulis telah melewati fase pengujian dari tim penguji. Halaman pengesahan terdiri atas: nama penulis, nomor registrasi, jurusan/fakultas, judul skripsi, tanggal pengesahan skripsi, tanda tangan tim penguji, dan tanda tangan dekan. 3.2.4 Motto/Persembahan Halaman motto bisaanya berupa kata-kata mutiara yang diambil dari Al Quran ataupun kata-kata mutiara dari penulis sendiri. Sedangkan persembahan antara lain diperuntukkan bagi: Tuhan, orang tua, istri, anak, saudara, kekasih, sahabat, dan almamater. Bentuk penulisan pada halaman motto/persembahan tidak ada aturannya. Jadi, sesuai dengan keinginan penulis. 3.2.5 Kata Pengantar Kata pengantar sebenarnya dimaksudkan untuk menyambungkan pemikiran pembaca dengan isi skripsi. Oleh karena itu, idealnya kata pengantar berisi perihal berbagai fonemena atau pernyataan yang mengarah pada temuan dalam skripsi. Di dalam kata pengantar, hal pertama yang diungkapkan adalah puji syukur kepada Tuhan, disusul kemudian dengan judul dan fonemena isi. Berbagai hambatan dalam proses penyusunan skripsi dan upaya mengatasinya dikemukakan kemudian. Setelah itu, barulah ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang terkait. Dengan selesainya penyusunan skripsi ini bukan berarti selesai pula pekerjaan penulisnya, melainkan dia harus pula berlapang dada menerima kritik dan saran guna penyempurnaan berbagai hal didalamnya. Bagian terakhir, bisaanya ditutup dengan sebuah harapan, Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin! 3.2.6 Daftar Isi Halaman daftar isi memuat judul-judul yang terdapat dalam skripsi, mulai dari judul bab, subbab, subsubbab, dan seterusnya. Daftar isi bisaanya disusun setelah tulisan selesai. Ini dimaksudkan untuk menyesuaikan nomor halaman dengan juduljudul yang termuat (perihal penulisan daftar isi lihat perihal pembuatan ragangan penelitian). 3.2.7 Daftar Tabel / Bagan Tabel digunakan untuk menyajikan data yang banyak dengan tampilan yang sangat padat. Dengan melihat tabel, pembaca bisa memperoleh informasi sebanyakbanyaknya dengan waktu yang relatif singkat. Dengan kata lain,tabel dimaksudkan untuk memberikan kemudahan kepada pembaca dalam memahami sebaran data atau proses dan hasil penelitian. Dalam penyajiannya, setiap tabel diberi nomor urut. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pencarian. Selain itu, tabel hendaknya disajikan pada halaman yang tidak bersambung atau berganti halaman. Jika ditulis pada halaman bersambung atau berganti, hal itu dapat menghambat pemahaman pembaca terhadap tabel tersebut. Hal yang sama juga diberlakukan terhadap bagan dan ikhtisar. Setiap judul tabel lazim ditulis dengan huruf capital semua, kecuali tabel, seperti:Tabel 1; Tabel 2; Tabel 3; dan jarang ditulis TABEL 1; TABEL 2; TABEL 3. Selain itu yang paling penting adalah penjelasan dan komentar terhadap tabel tersebut.

60

3.2.8 Daftar Istilah dan Singkatan Daftar istilah dan singkatan penting untuk diperhatikan. Oleh karena ketidaksadaran atau kelatahan atau mungkin juga kesengajaan karena ingin keren, penulis sering menggunakan istilah asing dan singkatan yang tidak dipahami oleh pembaca. Yang perlu diperhatikan adalah sedaoat-dapatnya penggunaan istilah asing dikurangi apalagi jika padanannya dalam bahasa Indonesia sudah ada. Begitu pula dengan penggunaan singkatan. Bukan tidak boleh menggunakan singkatan. Hanya yang perlu dicatat adalah pergunakan singkatan tersebut secaraa taat asas. Misalnya, kata cirebon bisa disingkat dengan Cir, Crb, atau C. dari ketiga alternative itu, pilihan pertama yang seekiranya tidak menimbulkan salah tafsir. Jika digunakan Crb, apakah tidak akan tertukar dengan caruban, dan jika digunakan C apakah tidak akan menimbulkan kesalahanpahaman dengan kepanjangan Ciamis, Ciawi Ciwidey, dan sebagainya. 3.2.9 Abstrak Abstrak adalah rangkuman keseluruhan isi skripsi. Bentuknya paling mudah dikenali, karena selalu ditulis dengan spasi tunggal. Jumlah kata yang dipergunakan berkisar antara 500 sampai 750 kata yang disusun dalam bentuk uraian satu paragraf. Di dalamnya hanya termuat masalah penelitian, tujuan, metodologi, dan hasil penelitian. 3.2.10 Pendahuluan Pendahuluan dalam skripsi selalu menjadi bab 1. di dalamnya tercakkup latar belakang, masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Di samping itu terdapat pula definisi istilah dan kerangka teori. Dalam latar belakang disajikan beberapa fonemena menarik yang berhubungan dengan penelitian. Tentu saja ini harus didukung dengan fakta dilapangan. Selain itu dikemukakan pula berbagai hasil penelitian terkini yang berhubungan dengan fonemena tersebut (hal ini bisa didapatkan dari jurnal-jurnal ilmiah). Segi-segi apa saja yang sudah diteliti, apa saja yang menjadi kelebihan dan kekurangan dari penelitian-penelitian tersebut; baru kemudian dikemukakan segi-segi apa yang belum dan perlu diteliti lebih lanjut. Setelah dipilih satu segi yang sesuai dengan minat dan kemampuan, kemukakanlah alasan mengapa Anda tertarik meneliti masalah itu. Masalah sering dipecah menjadi beberapa bagian, antara lain; ruang lingkup penelitian, rumusan masalah, dan masalah penelitian. Ruang lingkup masalah mencoba membatasi keluasan masalah penelitian. Tentu saja hal itu harus disesuaikan dengan tenaga, waktu, biaya, dan kemampuan. Yang penting, penelitian tersebut tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit. Di samping itu, penelitian tersebut tidak bertumpang tindih, antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilnu lainnya, kecuali pada penelitian interdisiplin. Dalam ruang lingkup yang telah dibatasi tersebut munculah banyak masalah. Masalah apa saja yang terlintas dalam benak peneliti dirumuskan dalam beberapa proposisi. Setelah masalah terdaftar sekian banyak, dipilihlah beberapa masalah yang akan dicari pemecahannya dalam penelitian. Inilah yang disebut dengan masalah penelitian. Setiap peneliti mesti mempunyai tujuan dengan penelitiannya. Yang jelas, tujuan ini harus sesuai dengan permasalahan yang telah ditetapkan. Umumnya, tujuan 61

itu terbagi dalam dua macam,yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum lebih mengarah pada tujuan ideal sedangkan tujuan khusus cenderung bersifat praktis. Hasilnya penelitian hendaknya memberikan manfaat yang sebesar-besarnya, baik bagi pengembangan ilmu maupun bagi pelaksaan ilmu. Dengan kata lain, kontribusi penelitian ini harus berdampak terhadap perkembangan teoretis dan pemanfaatan praktis. Untuk membantu pemahaman pembaca terhadap isi skripsi perlu kiranya disajikan beberapa istilah, khususnya istilah-istilah yang merupakan kata kunci dalam penelitian. Jadi, tidak harus semua istilah didefinikan. Yang patut didefinisikan hanyalah kata-kata kunci terutama yang ada dalam judul penelitan. Yang tidak kalah pentingnya dan harus ada dalam pendahuluan adalah kerangka teori. dipergunakan sebagai dasar berpijak melakukan kegiatan penelitian yang bersangkutan. Didalamnya tidak diungkapkan hasil-hasil telah terhadap teori tertentu. Tetapi lebih merupakan penyebutan teori-teori mana yang digunakan sebagai dasar berpijak. Dari situ, kita bisa melihat pola pikir yang digunakan oleh peneliti dalam menyikapi penelitiannya.

3.2.11 Kajian Teori Penyebutan kajian teori tidak mutlak karena ada yang menyebutnya kajian pustaka atau telah pustaka. Ada juga yang menyebutlandasan teori. Yang paling penting di sini adalah apapun namanya, maksudnya tetap sama, yakni kupasan teori yang akan dijadikan dasar dalam penelitian. Kajian teori sangat penting dalam penelitian. Bagaimana kita bisa meneliti kalau kita tidak mempunyai dasar teori sama sekali, sangat mustahil rasanya. Kajian teori bukanlah kumpulan teori yang dijejer-jejer begitu saja, melainkan lebih merupakan hasil telaah peneliti terhadap satu atau beberapa teori yang berhubungan dengan topik penelitiannya. Kajian teori sebagai dasar dalam penelitian boleh diambil dari satu teori boleh juga dari beberapa teori yang dipadukan secaraa eklektik. pengambilannya. Sering terjadi,teori seseorang atau katakanlah hasil kajian seseorang dikutip begitu saja tanpa mencantumkan sumbernya. Inilah yang sering menimbulkan polemik dan bisa dikatakan itu suatu bentuk kecurangan ilmiah. Banyak contoh yang namanya tercoreng karena perilaku kecurangan ini. Alasannya bermacammacam. Untuk menghindari kejadian yang tidak diharapkan ini lebih baik kita mengkaji sendiri seperti apapun hasilnya. Hal-hal atau topik-topik yamg perlu ditampilkan dalam kajian teori hendaknya topik-topik yang sesuai dengan judul, sesuai dengan masalah penelitian, dan sesuai pula dengan tujuan penelitian. Jika kajian teori itu asal ambil atau asal ada, akhirnya akan terjadi tumpukan teori dan bukan kajian teori. Sebagai contoh, jika kita akan memasak, kita membutuhkan bahan-bahan seperti: garam, gula, cabai, kacang tanah, kencur, sayuran, dsb. Bahan-bahan itu tidak ditumpuk begitu saja langsung disajikan. Orang akan berpikir dua kali untuk menyantapnya. Akan tetapi, jika bahan-bahan itu diolah sedemikian rupa, bisa menjadi gado-gado yang siap santap. Itulah kira-kira gambaran kajian teori. 3.2.12 Metodologi

62

Jika dilihat dari asal-usul katanya, metodologi berarti ilmu tentang metode. Akan tetapi, dalam hal ini tidak diartikan demikian, melainkan merujuk pada sebuah kondisi penggunaan metode dalam penelitian. Metodologi terbagi atas metode penelitian dan metode kajian, yang setiap bagiannya mempunyai teknik dasar dan teknik lanjut yang berbeda. Dalam penulisan skripsi, yang paling penting adalah harus dicantumkan secaraa eksplisit penggunaan salah satu atau kedua-duanya dari metode tersebut. Penulisan untuk metodologi bervariasi. Ada yang menulis kan metodologi. Ada juga yang menuliskan dengan metode penelitian. Di samping itu ada juga metode da teknik penelitian, dan ada pula yang hanya menulis metode. Yang harus tercantum dalam skripsi tidak hanya itu. Penggunaan strategi, pendekatan, teknik, dan hal-halyang lebih detil lagi, seperti prosedur dan langkah-langkah harus ditulis secaraa jelas. Dengan demikian, pembaca akan mengetahui dan bisa memperkirakan cara, prosedur, dan hasil penelitian yang dibacanya. 3.2.13 Hasil dan Pembahasan Hasil dan pembahasan tidak harus menjadi nama dari suatu bab dalam skripsi. Yang umum, penamaan untuk bab ini berhubungan dengan masalah yang akan ditetapkan akan menjadi tiga bab. Boleh juga dilakukan hasil dan pembahasan ini dibagi dalam dua bab, yakni bab hasil dan bab pembahasan. Selain itu, bab pembahasan dibagi lagi kedalam beberapa subbab. Cara mana yang harus dilakukan? Ini bergantung paling tidak pada tiga hal, yaitu: (1) kemauan, minat, dan kesenangan, (2) pembimbing, dan (3) gaya selingkung. 3.2.14 Simpulan dan Saran Simpulan bukan rangkuman atau ringkasan. Yang dimaksud simpulan disini adalah hasil penelitian yang merupakan Jawaban terhadap permasalahan yang telah ditetapkan pada bab pendahuluan. Hal yang terkait dengan bab ini adalah masalah penelitian dan tujuan penelitian. Isinya singkat, padat, dan jelas. Cara penyajiannya bisa degan uraian dan bisa juga poin-poin atau rincian. Saran bukanlah perintah, petuah, atau petunjuk . saran bisa berisi anjuran dan harapan yang berhubungan dengan hasil penelitian yang baru saja dilakukan. Mungkin penelitian tersebut kurang luas, ada yang kurang, data yang kurang valid, dsb. Oleh karena itu, saran tidak boleh ditujukan kepada orang per orang sebagai pribadi tetapi harus tertuju pada lembaga, profesi, masyarakat, atau mungkin juga lingkungan. 3.2.15 Daftar Pustaka Daftar pustaka adalah kumpulan buku atau sumber lain yang benar-benar diacu atau dipakai sebagai sumber penulisan skripsi, jangan sekali-kali mencntumkan nama buku yang diacu sama sekali dan hanya dimaksudkan agar tulisan itu bergengsi,atau juga sebaliknya, ada kutipan tetapi sumbernya tidak dicantumkan. Hal ini bisa disebut penipuan ilmiah, dunia keilmuhan akan hancur kerenanya. Penulis dan pemikir tidak akan berharga. Plagiasi akan merajalela. Seperti halnya dengan penentuan bab hasil dan pembahasan, penulisan, daftar pustaka pun bergantung pada tiga hal, yaitu (1) kemauan. Minat, dan kesenagan, (2) pembimbing, dan (3) gaya selingkuh. Untuk mengatasi hal ini, strategi yang ampuh adalah menguasai semua cara penulisan daftar pustaka. Tentang cara penulisan daftar pustaka, lihat tentang penulisan daftar pustaka 63

3.2.15 Lampiran Hal yang perlu dilampirkan dalam skripsi adalah berkas-berkas yang sesuai dengan keperluan dan mendukung penguatan skripsi. Tidak harus semua berkas tentang skripsi dicantumkan karena ini akan memperbanyak halaman dan berdampak negative terhadap biaya yang harus dikeluarkan.

BAB VII KETRAMPILAN BERPIDATO/ CERAMAH

A. PENDAHULUAN Peranan pidato, ceramah, penyajian penjelasan kepada suatui kelompok massa merupakan suatu hal yang sangat penting, baik pada waktu sekarang atau pada waktuwaktu mendatang. Mereka yang makin berbicara dengan mudah dapat, menguasai massa, dan hasil memasarkan gagasan mereka sehingga dapat diterima oleh orang lain. Dalam sejarah umat manusia dapat dicatat betapa keampuhan penyajian lisan ini yang dapat mengubah sejarah umat atau sejarah suatu bangsa. Hitler dengan keahliannya berbicara atau berpidato menyeret bangsa kedalam api peperangan dengan bangsa-bangsa lain serta menimbulkan kesengsaraan yang sekian besarnya kepada umat manusia. Tetapi besarnya umat manusia. Tetapi disamping itu dapat pula dicatat pengaruh tokoh-tokoh penting yang sanggup membawa kedamaian, kesejahteraan berkat melahirkan bicaranya. Kita masih ingat bagaimana Bung karno membangkitkan semangat kemerdekaan lewat pidatonya yang berapi-api atau masih segar ingatan kita bagaimana Bung Tomo menggerakkan semangat heroik arek-arek Suroboyo tatkala kota pahlawan itu hancur berkeping keping akibat serangan tentara Belanda dan sekutunya, lewat pidato radionya, Bung Tomo mampu mempersatukan dan memompa semangat perjuangan arek-arek Suroboyo. Dan masih banyak lagi tokohtokoh yang dengan keahliannya bicaranya ia dapat menguasai dunia ini. Penyajian lisan dapat berguna bagi masyarakat bila kemahiran itu dapat dipergunakan untuk memajukan masyarakat,untuk memajukan dan mengembangkan suatu tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan lebih luhur. Tetapi sebaliknya keahlian bicara itu dapat pula meneengelamkan umat manusia beserta nilai dan kebudayaan yang sudah diperoleh beratus-ratus lamanya. Seorang tokoh dalam masyarakat, seorang pemimpin dalam oraganisasi lebih-lebih lagi seorang sarjana atau ahli harus memiliki pula keahlian untuk menyajiakan pikiran dan gagasan secaraa oral, seseorang tokoh atau pemimpin yang tidak bisa berbicar didepan umum akan menjauhkan dirinya sendiri dari masyarakat yang dipimpinnya, ia

64

tidak sanggup mengadakan komunikasi langsung dengan anggota-anggota masyarakatnya. Betapa baik administrasi pemerintah yang dijalankannya,betapa jujur ia menjalankan tugasnya, tetapi kalau komunikasi langsung itu tidak dapat dijalankan dengan semestinya, maka dapat dikatakan ia setengah gagal. Demikian pula dengan seorang sarjana atau ahli. Betapa pun cemerlang teori yang dirumuskannya, betapapun gemerlapnya penerapan teori-teorinya dan penemuan yang baru, namun bila tak sanggup mengungkapakan pengetahuannya itu kepada orang lain, maka sukar ia mendapat pengikut dalam bidang pengetahuannya. Oleh sebab itu sebagai pemimpin sebuah organisasi atau sebagai seorang tokoh masyarakat, sebagai calon sarjana harus pula memiliki kemampuan pidato ini, disamping keahlian mengungkapkan pikirannya secaraa tertulis. Kemampuan atau keahlian mengungkapkan pikiran secaraa lisan bukan saja menghendaki penguasaan secaraa baik dan lancar, tetapi disamping itu menghendaki pula persyaratan lain misalnya : kebranian, ketenagan sikap di depan masa. Sanggup mengadakan reaksi yang cepat dan tepat, sanggup menampilkan gagasangagasan secaraa lancar dan teratur, memperlihatkan suatu sikap dan garak-gerik yang tidak kaku dan canggung. B. PENYAJIAN LISAN (PIDATO) Persiapan-persiapan yang diperlukan untuk menyusun bahasa lisan, disamping memperhatikan hal-hal seperti: gerak-gerik, sikap, komunikasi dengan pendegar dsb, maka perlu pula memperlihatkan metode pengajiannya ada yang menggarap naskah secaraa lengkap sebagai sebuah komposisi tertulis, untuk kemudian dibacakannya pada kesempatan yang disediakan baginya. Sebaliknya ada yang cukup menuliskan ide atau beberapa catatan yang kemudian dikemnagkan sendiri pada waktu menyajikannya secaraa lisan. Sehubungan dengan penyajian lisan ini ada empat metode, yaitu: 1. Metode improptu (serta merta) : metode improptu ialah metode penyajian berdasarkan kebutuhan sesaat. Tidak ada persiapan persiapan sama sekali. Pembicara serta merta berbicara berdasarkan pengetahuan dan keahliannya.kesanggupan penyajian secaraa elsan menurut cara ini sangat berguna dalam keadaan darurat, tetapi bergunanya terbatas pada kesempatan yang tidak terduga itu saja. Pengetahuan yang ada dukaitkan dengan situasi dan kepentingan itu akan sangat menolong pembicaraan. 2. Metode menghafal: metode ini merupakan lawan dari metode improptu. Penyajian lisan yang dibawakan dengan metode ini bukan saja direncanakan. Tetapi ditulis dengan secaraa lengkap kemudian dihafalkan kata-demikata. Ada pembicara yang berhasil dengan metode ini, tetapi lebih sering menjemuhkan dan tidak menarik. Ada kecendrungan untuk berbicara cepat-cepat mengeluarkan kata-kata tanpa menghayati maknanya. Cara ini akan menyulitkan pembucara untuk menyesuaikan dirinya dengan situasi dan reaksi-reaksi pendengar selagi menyajikan gagasannya. 3. Metode naskah (membaca): metode ini jarang dipakai, kecuali dalam pidatopidato resmi atau TV. Metode ini sifat agak kaku sebab tidak mengadakan latihan yang 65

cukup, maka pembicara seolah-olah menimbulkan suatu tirai antara dia dengan pendengar Mata/pandangan pembica selalu ditunjukan kenaskah, sehingga ia tidak bebas menatap pendengarannya. Bila pembicara bukan seorang ahli, ia pun tidak bisa memberi tekanan dan variasi suara untuk menghidupkan pembicaraanya. 4. Metode ekstemporan (tanpa persiapan naskah) metode ini sangat dianjurakan karena merupakan jalan tengah, uraian yang akan dibawakan dengan metode ini direncanakan dengan cermat dan dibuat catatan-catatan yang penting, yang sekaligus yang menjadi uraian bagi uraian itu. Kadang-kadang disiapkan konsep nakal yang tidak perlu menghafal kata-katanya nengan mempergunakan catatan-catatan tersebut diatas . Pembicaraan dengan bebas berbicara serta bebas pula memiliki kata-katanya sendiri, catatan-catatan tadi hanya dipergunakan mengingat urutan idenya. Metode ini lebih banyak memberikan fleksibelitas dan variasi dalam memilih aksinya. Begitu pula pembicara dapat mengubah nada pembicaranya sesuai dengan reaksi-reaksi yang timbul pada para hadirin sementara uraian itu berlangsung. Sebaliknya bila metode ini terlalu bersifat sketsa, maka hasilnya sama dengan metode improptu. Dalam kenyataan metode-metode diatas adapat digabungkan untuk mencapai hasil yang baik.Yang sering dilakukan penggabungan metode naskah dan metode ektemporer. Pembicara menyiapkan uraiannya secaraa mendalam dan terperinci dengan menyiapkan sebuah naskah, tertulis, namu ia tidak dapat membaca seluruh naskah itu. Karena menguasai bahan dalam naskah itu, pembicara akan berbicara secaraa bebas, sedangkan naskah itu hanya dipaki untuk membantunya dalam urutan-urutan gagasan yang akan dikemukakan. C. PERSIAPAN PENYAJIAN LISAN Sebelum kita tampil di podium untuk memaparkan ide kita maka perlu juga mengadakan persiapan. Ada bebrapa persiapan yang perlu mendapat perhatian, antara lain: 1. menunjukan tujuan : tujuan pidato ada dua macam yaitu tujuan bersifat umum dan sifat khusus Tujuan yang bersifat umum dibagi tiga jenis yaitu : a. Memberi suatu kepada pendengar (ekposisi) b. Menghibur atau menyenagkan pendengar c. Mempengaruhi pendapat atau pendirian pendengar (argumentasi) atau membujuk para pendegar untuk melakukan perbuatan tertentu (persuasi) Bila tujuan pidato untuk memberikan sesuaatu kepada para pendengar yaitu pemahaman terhadap apa yang diuraikan pembaca. Bila tujuan pidato untuk menyenagkan pendengar maka reaksi yang diharapkan adalah perasaan puas atau perasaan senang. Bila pidato ditujukan untuk mempengaruhi pendapat atau pemikiaran pendengar, atau membujuk pendengar untuk melakukan perbuatan tertentu maka reaksi yang diharapkan pembicara yaitu keyakinan pendengar akan apa yang akan diuraikan pembicara dan kerena itu pendengar dengan suka rela melakukan perbuatan itu. Tentu saja dalam suatu pidato dapat terjadi pembicaraan tidak hanya ingin mengejar salah satu saja dari tiga tujuan diatas. Mungkin ia ingin mencapai dua atau ketiganya sekaligus.

66

Dalam hal ini pembicara berusaha sebaik-baiknya. Begitu pula teknik yang sering digunakan dalam suatu jenis pidato dapat pula digunakan untuk jenis pidato yang lain. Sedang tujuan khusus ini berupa kesan dan pesan apa yang diinginkan pembicara dan pendengar setelah pidato itu berlangsung.Pembicara harus yakin betul apa yang ingin dicapainya itu. 2. Menentukan topik dan tujuan Untuk memilih sebuah topik yang baik maka pembicara harus memperhatikan beberapa aspek sbb: a. Topik yang dipilih hendaknya jelas dan mengenai sasaran.. b. Persoalan yang dibawakan hendaknya menarik perhatian pembicara sendiri dan pendengar. c. Topik hendaknya yang tegah ramai dibicarakan orang (aktual). d. Persoalan yang dibahasa tidak boleh melampui daya tangkap pendengar atau sebaliknya terlalu mudah untuk daya intelektual pendengar. e. Persoalan yang dibawakan itu harus dapat diselesaikan dalam waktu yang disediakan. Bila penyajian itu melampui waktu yang telah ditetepkan, maka perhatian pendengar akan merosot bahkan akan lenyap sama sekali. Disamping topik hal yang perlu diperhatikan adalah judul topik yang mengandung materi pembicaraan atau masalah yang diuraikan serta obyek atau aktivitas yang perlu diketahui pendengar. Sedangkan judul adalah etiket yang diberikan kepada komposisi lisan , untuk menimbulkan rasa ingin tahu terhadap masalah yang diuraikan, judul adalah semacam slogan yang menapilkan topik dalam bentuk yang menarik, oleh karena itu judul menarik and baik harus bersifat relevan, provokatif dan singkat. 3. Menganalisa situasi dan pendengar dengan memperhatiakn situasi dan pendengar kita dapat menetapkan metode apa yang akan kita gunakan kita dapat mengetahui pendengar, minat dan keinginan pendengar, serta sikap mereka. Kita dapat mengenali situasi dan kondisi yang bagaimana saat pidato berlangsung. Pemahaman ini penting demi kesuksesan pidato yang akan kiata sampaikan. Dalam menganalisa situasi ini akan muncul persoalan-persoalan sbb: a.Apakah hadirin berkumpul untuk dengarkan pidato ini b.Kapan berlangsung pembicaraan itu, pagi siang, malam, sesudah atau sebelum perjamuan dsb, perlu diperhatikan c. Dimana pembicaraan itu berlangsung ? dialam terbuka atau di sebuah gudang ditempat yang luas atau sempit. Apakah pada saat itu hujan, mendung, panas terik? Hadirin duduk atau berdiri? Apakah suara pembicara dapat didengar pembicara atau tidak. Pertanyaan diatas harus mendapatkan jawaban apabila kita menghendaki keberhasilan dalam pidato. Disamping itu yang tidak kalah pentingnya adalah menganalisa pendengar. Data-data umum yang dapat dipakai untuk menganalisa hadir adalah : jumlah, jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, dan keanggotaan politik atau sosial, maupun agama. Disamping itu pula pembicara harus memperhatikan pula data-data khusus untuk lebih mendekatkan diri dengan situasi pendengar yang sebenarnya. Data-data khusus tersebut meliputi : 67

a. Pengetahuan pendengar mengenai topic yang dibawakan. b. Minat dan keinginan pendengar c. Sikap pendengar D. TEKNIK PENYAJIAN LISAN (BERPIDATO) Hal-hal yang perlu kita perhatikan pada saat kita menyampaikan pidato ialah: a. Sikap : seorang orator hendaknya bersikap terang, menghindarkan diri dari perasaan ragu-ragu, was-was, acuh tak acuh, gelisah dan tegang. Hendaknya berdiri dengan menghadap muka kepada para pendengar. Aturlah mimic sedemikian rupa hingga kita dapat menyesuaikan dengan materi. b. Suara : Dalam berpidato suara sering menentukan keberhasilan. Intonasi suara hendaknya disesuaikan dengan dimensi ruang, dan sedikit banyaknya pendengar. Pidato yang bersifat mengerakkan sebaiknya menggunakan nada suara tinggi dan tegas c. Bahasa : Gunakan bahasa yang baik dan benar yang dapat dipahami pendengar bervariasi, sederhana, dan jelas, penggunaan bahasa harus disesuaikan dengan intelektualitas pendengar. d. Gaya atau gerak-gerik : Hindarkan gaya yang mengarah pada over atau berlebihan. Bergayalah seadanya, hindarkan gaya yang dibuat-buat. Tunjukan sikap bersahabat, berseri-seri dan sopan. Berpakaian yang rapid an sopan, bila perlu ciptakan humor yang sehat dan menyenangkan, tetapi jangan terlalu sering. Bila ada reaksi baik pro maupun kontra, hendaknya bersikap objektif berbaik pra-sangka dan berusaha mencari jalan keluar. Keempat hal tersebut diatas kita lakukan untuk menjaga suksesnya pidato kita

68

DAFTAR PUSTAKA Akhdiah,sabarti dkk.1998. pembinaan kemapuan menulis bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga Ardian, Leo Idra.1993. : menulis paragraf makalah pada penataran penerjemahan IKIP Surabaya, tanggalm 10 - 29 Januari 1993. Arifin, E Zaenal. 1987 Berbahasa Indonesia dengan benar. Jakarta: PT Mediayatama Perkasa Brotowidjojo, Makayat D. 1985. Penulisan Karangan Ilmiah.Jakarta: Balai Pustaka. Depdikbud. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi kedua. Jakarta: Balai Pustaka. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 19976. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Jakarta : panitia Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Effendi S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar. Jakrta: PT Dunia Pustaka Jaya. Keraf, Gorys. 1984. Komposisi. Ende: Nusa Indah Moeliano, Antom M. 1987. Pemakaian Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar: Bagaimana Menyusun Sambutan, Surat, dan Laporan yang Menarik. Jakarta: P3B Depdikbut . 1989. Penalaran dan Pembuatan Paragraf dalam Karangan Ilmiah dalam Kembara Bahasa. Jakarta: Gramedia. .............................. (Ed). 1992. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka .. (Ed). 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Soedjito dan Hasan M. 1990. Ketrampilan Menulis Paragraf. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sudjiman, Panuti dan Dendy Sugono. 1986. Diklat Petunjuk Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: Kelompok 24 Pengajar Bahasa Indonesia. Sugono, Dendy. 1994. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara. Suhendar, H.M.E.dkk. 1998. Pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

69

Sumowijoyo, Gatot Susilo. 2000. Pos Jaga Bahasa Indonesia. Surabaya: Unipress Unesa Surabaya. ........................................... 1991. Kalimat Baku Bahasa Indonesia. Surabaya: Materi Penataran. Surakhmad, Winarno. 1988. Paper, Skripsi, Thesisi, Desertasi. Bandug: Tarsito Syafeie, Imam. 1984. Retorika dalam Menulis. Jakarta: P2LPTK Depdikbud . 1994. Pemakaian Bahasa Indonesia dalam Penulisan Ilmiah dalam Bahasa Indonesia Keilmuan, malang: FPBS Malang. Tarigan, Djago. 1987. Membina Ketrampilan Menulis Paragraf dan Pengembangannya. Bandung: Angkasa.

70

You might also like