You are on page 1of 13

Pengertian Ibadah dalam Berbagai Perspektif

Secara etimologis, kata ibadah merupakan bentuk mashdar dari kata kata abada yang tersusun dari huruf ain, ba, dan dal. Arti dari kata tersebut mempunyai dua makna pokok yang kelihatan bertentangan atau bertolak belakang. Pertama, mengandung pengertian lin wa zull yakni ; kelemahan dan kerendahan. Kedua mengandung pengertian syiddat wa qilazh yakni; kekerasan dan kekasaran. H. Abd. Muin Salim menjelaskan bahwa, dari makna pertama diperoleh kata abd yang bermakna mamluk (yang dimiliki) dan mempunyai bentuk jamak abid dan ibad. Bentuk pertama menunjukkan makna budak-budak dan yang kedua untuk makna hamba-hamba Tuhan. Dari makna terakhir inilah bersumber kata abada, yabudu,ibadatan yang secara leksikal bermakna tunduk merendahkan, dan menghinakan diri kepada dan di hadapan Allah. Dalam bukunya Jalan Lurus Menuju Hati Sejahtera dijelaskan, bahwa kata ibadah mengandung ke-mujmal-an dan kemudahan. Ayat-ayat al-Quran yang menggunakan kata abd ( )dan yang serupa dan dekat maknanya adalah seperti khada (tunduk merendahkan diri); khasyaa (khusyuk); athaa (mentaati), dan zal (menghinakan diri). Sejalan dengan pengertian tersebut, T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy juga menjelaskan bahwa ibadah dari segi bahasa adalah taat, menurut, mengikut, tunduk, dan doa. Menurut istilah, tidak disepakati tentang pengertian ibadah. Dengan demikian, ibadah secara terminologis ditemukan dalam ungkapan yang berbeda-beda. TM. Hasbi Ash-Shiddieqy dalam mengutip beberapa pendapat, ditemukan pengertian ibadah yang beragam, misalnya ; perspektif ulama tauhid mengartikan ibadah dengan : Meng-Esakan Allah, mentazhimkan-Nya dengan sepenuh-sepenuhnya tazhim, serta menghinakan diri kita dan menundukkan jiwa kepada-Nya (menyembah Allah sendiri-Nya. Perspektif ulama akhlak mengartikan ibadah dengan : Mengerjakan segala thaat badaniyah dan menyelenggaran segala syariat (hukum). Perspektif ulama tasawuf mengartikan ibadah dengan : Seorang mukallaf mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan ke-inginan nafsunya untuk membesarkan Tuhannya. Perspektif ulama fikih mengartikan ibadah dengan : Segala taat yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan meng-harap pahala-Nya di akhirat. M. Quraish Shihab, menyatakan, ibadah adalah suatu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya sebagai dampak dari rasa pengagungan yang bersemai dalam lubuk hati seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia tunduk. Rasa itu lahir akibat adanya keyakinan dalam diri yang beribadah bahwa obyek yang kepadanya ditujukan ibadah itu memiliki kekuasaan yang tidak dapat terjangkau hakikatnya. Pengertian-pengertian ibadah dalam ungkapan yang berbeda-beda sebagaimana yang telah dikutip, pada dasarnya memiliki kesamaan esensial, yakni masing-masing bermuara pada pengabdian seorang hamba kepada Allah swt, dengan cara mengagungkan-Nya, taat kepada-Nya, tunduk kepada-Nya, dan cinta yang sempurna kepada-Nya. Referensi Makalah Kepustakaan: Abu Husain Ahmad Ibn Faris Ibn Zakariyah, Mujam Maqayis al-Lugah, juz IV (Beirut: Dar al-Fikr, t.th). H. Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah; Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Quran (Cet. I; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994). H. Abd. Muin Salim, Jalan Lurus Menuju Hati Sejahtera; Tafsir Surah al-Fatihah (Cet. I; Jakarta: Yayasan Kalimah, 1999). T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Kuliah Ibadah; Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum dan Hikmah (Cet. VII; Jakarta: Bulan Bintang, 1991). M. Quraish Shihab, Fatwa-fatwa Seputar Ibadah Mahdah (Cet. I; Bandung: Mizan, 1999). Muhammad Fuad Abd. al-Baqy, al-Mujam al-Mufahras li Alfazh al-Quran al-Karim (Bairut: Dar al-Fikr, 1992). Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Quran al-Hakim al-Musamma Tafsir al-Manar, juz I(Mesir: Maktabah al-Qahirat, 1988). Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Quran, 1992). Iklan Tafsir dan Penafsiran

Ruang Lingkup Ilmu Nasikh-Mansukh

Sejarah Perkembangan Teori Nasikh-Mansukh Perbedaan Pendapat mengenai Tafsir Sufi Ragam Tafsir Sufi Takwil sebagai Sisi Lain dari Majaz Hermeneutika dalam Konteks Penafsiran Kekurangan dan Kelebihan Takwil Konsekuensi Takwil menurut Ulama Analisis Sosio Historis dalam Takwil Modern

Referensi tentang Pengertian Ibadah dalam Berbagai Perspektif. diperbolehkan untuk dicopy paste atau disebar-luaskan, dengan ketentuan meletakkan link (URL) http://www.referensimakalah.com/2012/08/pengertian-ibadah-menurut-ulama-dalam-berbagaiperspektif.html, sebagai sumbernya. Pelanggaran atas ketentuan tersebut adalah bentuk plagiasi, dan di luar tanggungjawab penulis. Ditulis Oleh : Mushlihin Al-Hafizh Kategori: Tafsir dan Penafsiran 0 komentar: Post a Comment Pengertian Haji Menurut Fikih Biografi Abdul Qadir Jaelani; Pendiri Tarekat Qadiriyah Home

Referensi Populer

Contoh Latar Belakang atau Rumusan Masalah Sederhana Contoh Latar Belakang, baca : cara membuat rumusan dan latar belakang masalah . Judul: Efektivitas Pembelajaran Kontekstual Model Pengaj...

Biografi Imam Malik Nama lengkapnya adalah Malik bin Anas bin Abi Amir bin Haris bin Ghaiman bin Huzail alAshabi bin Adi bin Malik bin Yazid. Tentang tahun k...

Latar Belakang dan Faktor-faktor Terjadinya Perang Salib Perang Salib adalah serangkaian peperangan yang terjadi antara umat Kristen Eropa dengan Kaum Muslimin. Perang Salib ini merupakan konflik ...

Pengertian Budaya dan Kebudayaan Kata budaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pikiran, akal budi atau adat-istiadat. Secara tata bahasa, pengertian kebu...

Pengertian Riddah Secara etimologi riddah memiliki akar kata yang sama dengan irtidad, keduanya berasal dari akar kata radd yang berarti berbalik kembali...

Pengertian Shalat Jamaah Shalat jamaah adalah gabungan dari kata shalat dan jamaah. al-jamaah secara bahasa berasal dari kata al-Jamu, masdar dari jamaa yang be...

Pengertian dan Tujuan Perencanaan Pembelajaran Proses pembelajaran bisa disebut interaksi edukatif yang sadar akan tujuan, artinya interaksi yang telah dicangkan untuk suatu tujuan terte...

Pengertian, Jenis, Fungsi, dan Tujuan Laporan Hasil Penelitian Sebelum menjelaskan tentang penyusunan laporan hasil penelitian, terlebih dahulu penulis mengungkapkan maksud dari ungkapan tersebut. Penyu...

Prinsip-prinsip Ibadah dalam Islam +++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ +++++++ "Allah Swt telah menentukan dan menetapkan bahwa manusia wajib mematuhi semua ketentuan yang telah ditetapkan-Nya agar menusia itu beruntung." +++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

+++++++

Pengertian Ibadah
Kata Ibadah berasal dari bahasa Arab : 'abada, ya`budu, ibadah yang artinya penyembahan, pemujaan, pengabdian, kepatuhan, ketundukan, dan ketaan makhluk kepada Khaliknya. Didalam Al Qur`an, kata ibadah berarti : patuh (at-tha`ah), tunduk (al-khudu`), mengkut, menurut, dan do`a. Ibadah dalam arti taat diungkapkan dalam Q.S Yasin ayat 60 yang artinya :

"Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah setan ? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu" (Q.S Yasin (36): 60).
Dalam pengertian yang sangat luas, ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhoi Allah, baik berupa perkataan maunpun perbuatan. Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa hakikat ibadah adalah mengikuti (mutaba`ah) apa yang telah dicontohkan Nabi Muhammad Saw serta patuh dan taat kepada semua perintah dan larangan Allah.

Menurut ulama Tauhid, ibadah ialah mengesakan Allah dengan sungguh-sungguh dan merendahkan diri serta menundukkan jiwa setunduk-tunduknya kepada Allah. Dasarnya adalah firman Allah dalam Q.S an-Nisa` ayat 36 yang artinya :

"Sembahlah Allah dan jangalah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun" (Q.S an-Nisa` (4): 36).
Adapun menurut ulama fiqih, ibadah adalah semua bentuk pekerjaan yang bertujuan memperoleh ridho Allah dan mendambakan pahala dari-Nya di akhirat. Ibadah dari segi pelaksanaannya dapat dibagi dalam 3 bentuk, yakni sebagai berikut: 1. Ibadah Jasmaniah Rohaniah, yaitu perpaduan ibadah antara jasmani dan rohani misalnya shalat dan puasa. 2. Ibadah Rohaniah dan maliah, yaitu perpaduan ibadah rohaniah dan harta seperti zakat. 3. Ibadah Jasmani, Rohaniah, dan Maliah yakni ibadah yang menyatukan ketiganya contohnya seperti ibadah Haji.

Macam-macam Ibadah
Ditinjau dari segi kepentingannya, ibadah dibagi menjadi 2 yaitu kepentingan fardi (perorangan) seperti shalat dan kepentingan ijtima`i (masyarakat) seperti zakat dan haji. Ditinjau dari segi bentuknya, ibadah ada 5 macam yaitu sebagai berikut : 1. Ibadah dalam bentuk pekataan atau lisan, seperti zikir, doa, tahmid, dan membaca Al Qur`an. 2. Ibdaha dalam bentuk perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti membantu atau menolong orang lain, jihad, dan mengurus jenazah. 3. Ibadah dalam bentuk pekerjaan yang telah ditentukan bentuknya, seperti shalat, puasa, zakat dan haji. 4. Ibadah yang tata cara pelaksanaannya berbentuk menahan diri, seperti puasa, i`tikaf, dan ihram. 5. Ibadah yang berbentuk menggugurkan hak, seperti memaafkan orang yang telah melakukan kesalahan terhadap dirinya dan membebaskan sesorang yang berutang kepadanya. Secara garis besar, ibadah dibagi menjadi 2 yakni : ibadah khassah (khusus) atau mahdah dab ibadah `ammah (umum) atau gairu mahdah. Ibadah mahdah adalah ibadah yang khusus berbentuk praktik atau pebuatan yang menghubungkan antara hamba dan Allah melalui cara yang telah ditentukan dan diatur atau dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Oleh karena itu, pelaksanaan dan bentuk ibadah ini sangat ketat, yaitu harus sesuai dengan contoh dari Rasulullah seperti, shalat, zakat, puasa, dan haji. Adapun ibadah gairu mahdah adalah ibadah umum berbentuk hubungan sesama manusia dan manusia dengan alam yang memiliki nilai ibadah. Ibadah ini tidak ditentukan dan diatur secara ketat sebagaimana ibadah mahdah. Ibadah ini bisa berbentuk perbuatan atau perkataan, selama tidak bertentangan dengan syariat dan diniatkan hanya karena Allah semata.

Pengertian Syariat
Syariat menurut bahasa berarti jalan menuju tempat keluarnya air untuk minum. Kata ini kemudian dikonotasikan sebagai jalan lurus yang harus diikuti. Menurut istilah, syariat adalah hukum-hukum dan tata aturan Allah yang ditetapkan bagi hamba-Nya untuk diikuti. Berdasarkan pengertian diatas, dapat dipahami bahwa syariat meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, baik aspek hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam semseta. Syariat juga mengatur hidup manusia sebagai individu, yaitu hamba yang harus taat, tunduk, dan oatuh kepada Allah. Ketaatan dan ketundukan tersebut ditunjukkan dengan cara melaksanakan ibadah yang tata caranya telah diatur sedemikian rupa dalam aturan yang disebut syariat. Selain itu, syariat Islam juga mengatur hubungan antara manusia dan dirinya sendiri untuk mewujudkan sosok individu yang saleh dan mencerminkan sosok pribadi yang baik dan membawa kabaikan. Syariat Islam juga mengatur hubungan manusia dan manusia dalam bentuk muamalah sehingga terwujud kesalehan sosial. Kemudian syariat Islam juga mengatur hubungan manusia dengan alam semesta dalam mewujudkan hubungan yang harmonis dan mendorong mewujudkan lingkungan alam yang makmur dan lestari.

Prinsip-prinsip Ibadah
1. Ada perintah

Ada beberapa prinsip dalam ibadah yaitu sebagai berikut : Adanya perintah merupakan syarat sahnya suatu ibadah. Tanpa perintah, ibadah merupakan sesuatu yang terlarang, dalam sebuah kaidah diungkapkan:

"Asal mula ibadah itu terlarang, hingga ada ketentuan yang memerintahkannya"

2. Tidak mempersulit (`Adamul Haraj)


Prinsip ini didasarkan kepada firman Allah yang artinya :

"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu" (Q.S al-Baqarah (2): 185).

3. Menyedikitkan beban (Qilatuttaklif)


Prinsip ini didasarkan kepada firman Allah yang artinya :

"Allah tidak membebani seseorang melainkan atas dasar kemampuannya" (Q.S alBaqarah (2): 286).

4. Ibadah hanya ditujukan kepada Allah Swt 5. Ibadah tanpa perantara

Prinsip ini merupakan konsekuensi pengakuan atas kemahaesaan Allah Swt, yang dimanifestasikan sesorang muslim dengan kata-kata (kalimat tauhid) La ilaha Illallah. Ibadah harus dilakukan oleh seorang hamba Allah tanpa melalui perantara, baik berupa benda, binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun manusia. Adanya perantara dalam beribadah bertentangan dengan prinsip tauhid dan beribadah hanya kepada Allah semata. Hal ini dimaksudkan agar ibadah seseorang hamba benar-benar murni dan jauh dari perbuatan syirik.

6. Ibadah dilakukan secara ikhlas

Ikhlas artinya murni, tulus, tidak ada maksud dan tujuan lain selain hanya kepada Allah. Ikhlas dalam beribadah berarti beribadah tanpa merasa terpaksa, melainkan benar-benar murni untuk menunaikan perintah Allah Swt.

7. Keseimbangan Jasmani dan Rohani

Sesuai dengan kodratnya bahwa manusia itu makhluk Allah yang terdiri atas jasmani dan rohani, maka ibadah mempunyai prinsip adanya keseimbangan diantara keduanya, Tidak hanya mengejar satu hal lalu meninggalkan yang lainnya, atau sebaliknya, akan tetapi keseimbangan antara keduanyalah yang harus dikerjakan.

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ +++++++ Dari Nu`man Basyir r.a, bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda : "Sesungguhnya doa adalah ibadah". Riwayat Imam Empat, (Hadis shahih menurut Tirmidzi) ++++++++++++++++++++++++++++++++++

PRINSIP AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH DALAM IBADAH 4


12 02 2011

III. 3.1 Ibadah secara etimologi

PENGERTIAN IBADAH

Ibadah berasal dari kata artinya menyembah, beribadah. Asal dari ibadah adalah ketundukan, kerendahan diri dan ketaatan[1]. Kesemua pengertian itu mempunyai makna yang berdekatan. Seseorang yang tunduk, patuh merendahkan diri di hadapan yang disembah disebut abid (orang yang beribadah). Budak disebut karena dia harus tunduk dan patuh serta merendahkan diri terhadap majikannya.[2] Menurut Yusuf Qordhowi, apabila kita kembali pada Al Qur an dan struktur serta pemakaian bahasa Arab, kata yang diambil dari kata yang kebanyakan ditujukan kepada Allah. Sedangkan kata yang kebanyakan ditujukan kepada selain Allah, karena kata tersebut diambil dari yang berarti budak.[3] 3.2 Ibadah menurut Ibnu Taimiyah Rohimahulloh[4] Ibnu Taimiyah dalam kitabnya al Ubudiyah mengatakan bahwa Ibadah adalah suatu kata yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhoi Allah dari ucapan ucapan, amalamal batin dan lahir. Sholat, zakat, puasa, haji, berkata jujur, menunaikan amanah, berbakti kepada orang tua, silaturrohim, menepati janji, amar maruf nahi mungkar, jihad melawan orang kafir dan orang munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, dan musafir, berdoa, dzikir, mencintai Allah dan Rosul-Nya, Khosyah, inabah, ikhlas, sabar terhadap ketentuan-Nya, bersyukur atas nikmat-Nya, ridho kepada takdir-Nya, tawakkal, harap dan takut dengan siksa-Nya serta yang semisal dengan itu semua yang berupa ibadah kepada Allah. Karena ibadah adalah tujuan yang dicintai dan diridhoi Allah. Dan itulah sebab mengapa Allah menciptakan manusia. Allah Taala berfirman : 65 : . Ibadah hanya kepada Allah adalah tujuan Allah mengutus para Rosul. Sebagaimana Allah mengutus Nuh Alaihis Salam, Allah berfirman : . Sembahlah Allah , sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selainnya. (QS. Al-Araaf : 59) Menurut imam Ibnu Katsir ibadah secara bahasa adalah ( )kehinaan. Sedangkan menurut istilah syari adalah : . Himpunan dari semua rasa kecintaan, ketundukan dan ketakutan yang sempurna (kepada Allah).[5] 3.3 Ibadah menurut para ahli : Selanjutnya para ahli dari berbagai disiplin ilmu mengemukakan pengertian ibadah dari segi terminologi dengan rumusan yang bervariasi sesuai dengan bidangnya. Di antara pengertian-pengertian tersebut yaitu[6] :

1.

Ibadah menurut ulama tauhid dan hadist adalah :

Mengesakan dan mengagungkan Allah sepenuhnya serta menghinakan diri dan tunduk kepada-Nya. 2. Para ahli bidang akhlak mendefinisikan ibadah sebagai berikut :

. Mengerjakan segala bentuk ketaatan badaniyyah dan menunaikan semua syariat 3. Menurut ahli fiqh ibadah adalah :

. Segala bentuk ketaatan yang engkau laksanakan yang bertujuan untuk meraih ridho Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat. Dari pengertian-pengertian di atas dapat kita tarik pengertian umum dari ibadah adalah : , . Ibadah itu suatu nama yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridhoi oleh Allah , baik berupa perkataan atau perbuatan secara terang-terangan ataupun tersembunyi yang bertujuan untuk mengagungkan Allah dan mengharapkan pahalanya.

IV. HAKEKAT IBADAH Dalam syariat Islam ibadah mempunyai dua unsur, yaitu ketundukan dan kecintaan yang paling dalam kepada Allah Subhanahu wa Taala. Di samping itu ibadah juga mengandung unsur kehinaan, yaitu kehinaan yang paling rendah di hadapan Allah Subhanahu wa Taala.[7] Seseorang yang mengaku dirinya tunduk kepada orang lain sedang di dalam jiwanya tersembunyi rasa benci kepada orang itu, dia tidak bisa disebut sebagai seorang abid. Demikian pula sesorang yang cinta kepada sesuatu namun dia tidak tunduk kepada orang yang dia cintai tersebut, maka dia tidak bisa dinamakan sebagai abid.[8] Kecintaan yang sempurna adalah cinta yang ditujukan kepada Allah. Allah berfirman : .

Katakanlah:Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu,saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumahrumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rosul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. (at Taubah : 24) Rosululloh bersabda: Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga aku lebih dicintai daripada anak, orang tuanya dan seluruh manusia.[9] Dengan melihat hakekat dan pengertian ibadah Yusuf Qordhowi mengemukakan bahwa ibadah merupakan kewajiban dari Allah dan disampaikan kepada para Rosul-Nya dalam bentuk perintah dan larangan.[10] V. RUANG LINGKUP IBADAH[11]

Untuk mengetahui ruang lingkup ibadah terlepasa dari pemahaman terhadap pengertian itu sendiri. Dalam hal ini penulis mengambil pengertian ibadah yang dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah, untuk dilihat apa saja ruang lingkup ibadah itu. Ruang lingkup ibadah yang dikemukakan Ibnu Taimiyah cabangnya sangat luas. Bahkan semua ajaran agama termasuk dalam ibadah. Bila diklasifikasikan dapat menjadi beberapa kelompok, yaitu : 1. Kewajiban-kewajiban atau rukun-rukun syariat seperti sholat,puasa, zakat dan haji. 2. Yang berhubungan dengan kewajiban-kewajiban di atas dalam bentuk ibadah-ibadah sunat, seperti dzikir, membaca Al Qur an, doa dan istighfar. 3. Semua bentuk hubungan sosial yang baik serta pemenuhan hak-hak manusia, seperti berbakti pada orang tua, silaturahmi, berbuat baik kepada fakir miskin. 4. Akhlak insaniyyah (kemanusiaan), seperti benar dalam berbicara dan menepati janji. 5. Akhlak robbaniyyah(ketuhanan), sepeerti mencintai Allah dan Rosul-Nya, takut dan ikhlas kepada-Nya. Lebih khusus lagi ibadah dapat diklasifikasikan menjadi ibadah umum dan khusus. Ibadah umum ruang lingkupnya sangat luas, yaitu mencakup segala amal kebajikan yang dilakukan dengan niat ikhlas dan sulit untuk mengemukakan sistematikanya. Tetapi ibadah khusus ditentukan oleh nash atau syariat mengenai bentuk dan caranya yang secara garis besar sistematikanya sebagai berikut :thoharoh, sholat, penyelenggaraan jenazah, zakat, puasa, haji dan umroh, Itikaf, sumpah dan kafarat, nazar, qurban dan aqiqah. VI. SYARAT DITERIMANYA IBADAH

Syarat diterimanya ibadah ada 2, yaitu: 1. Ikhlas,Ikhlas merupakan ruh dan inti agama.

Allah Subhanahu wa Taala berfirman : . Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan ) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. Al-Bayyinah : 5) Allah Subhanahu wa Taala berfirman: . Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Robbnya,maka hendaklah ia mengerjakan amal sholih dan janganlah ia mempersektukan Robbnya dengan sesuatu pun. (QS. Al Kahfi : 110) Ibnu Katsir berkata:Inilah dua rukun diterimanya amal. Amal itu harus murni ditujukan kepada Allah dan benar sesuai syariat Rosululloh Shollallahu Alaihi wa Sallam.[12] 2. Mengikuti Sunnah Rosululloh Shollallahu Alaihi wa sallam : . 2 Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. (QS. Al Mulk:2)

Berkata Fudhail bin Iyadh:Yang paling ikhlas dan paling benar. Orang-orang bertanya:Wahai Abu Ali, apa yang dimaksud dengan yang paling ikhlas dan paling benar itu ?Beliau menjawab:Sesungguhnya amal apabila dilakukan dengan ikhlas namun tidak benar, maka tidak akan diterima. Dan apabila dilakukan dengan benar namun tidak ikhlas, maka tidak akan diterima hingga ia dilakukan dengan ikhlas dan benar. Yang dilakukan dengan ikhlas ialah hanya ditujukan untuk Allah Taala, sedangkan yang benar ialah sesuai dengan sunnah.[13] Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam juga bersabda, Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.[14] Ibnu Rojab berkata:Hadist ini adalah hadist yang sangat agung mengenai pokok-pokok Islam, dan hadist ini merupakan tolak ukur dari amalan-amalan lahiriyah sebagaimana hadist, ( nalama irad ruku kalot idajnem( -amalan batin. Jika suatu amalan tidak diniatkan untuk mencari wajah Allah Taala, maka pelakunya tidak akan memperoleh pahala. Demikian pula semua amalan yang bukan termasuk dari perintah Allah dan Rosul-Nya, pasti amal yang ia lakukan akan tertolak. Dan setiap perkara yang diada-adakan dalam agama yang tidak ada izin Allah dan Rosul-Nya, maka perkara itu bukanlah menjadi bagian dari agama ini.[15] Beliau Rohimaholloh melanjutkan perkataannya,Hadist ini secara tersurat (manthuq) menunjukkan bahwa setiap amalan yang bukan merupakan tuntunan dari syariat, amalan itu akan tertolak. Sedangkan secara tersirat (mafhum), setiap amalan yang termasuk dari tuntunan syariat, amalan tersebut tidak tertolak.[16] Dalam sabda beliau, [17] nakukalid gnay lama aumes awhab taraysi haubes halada seseorang, hendaknya berada di bawah ketetapan hukum-hukum syariat. Jadi ketetapan hukum-hukum syariat merupakan hakim (penentu) amalan, apakah amal itu diperintahkan atau tidak.[18]

[1] Ibnu Mandzur, Lisanul Arab, juz 3, hal. 273, Maktabah Syamilah. [2] Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, hal. 1 [3] Ibid [4] Ibnu Taimiyah, al Ubudiyah, hal. 44, Maktabah Syamilah [5] Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur an al Adzim, juz 1, hal 134, Maktabah Syamilah [6] Rahman Ritonga dan Zainuddin,Fiqh Ibadah, hal. 2-4 [7] Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, hal. 4 [8] Ibid [9] HR. Bukhori, Bab Hubb ar Rosul Shollallahu Alaihi wa Sallam min al Iman, no. 13, juz 1, hal 23, Maktabah Syamilah [10] Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, hal. 5 [osul [11] Ibid, hal. 6-7

[12] Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur an al Adzim, juz 5, hal. 5, Maktabah Syamilah [13] Ibnu Taimiyah, al Majmu Fatawa, juz III, hal. 124, Maktabah Syamilah [14] HR. Muslim, Bab Naqd al-Ahkam al-Bathilah wa Rodd al-Muhdatsah al-Umuur, no. 3243, juz 9, hal. 119, Maktabah Syamilah [15] Ibnu Rojab, Jami al Ulum wal Hikam, hal. 59, Maktabah Syamilah [16] Ibid [17] Yang bukan ajaran kami [18] Ibnu Rojab,hal. 50 PRINSIP AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH DALAM IBADAH 3 PRINSIP AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH DALAM IBADAH 5

You might also like