You are on page 1of 17

BATAS KADAR NAFKAH

(Dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah)

Karya Ilmiyah Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Sosiologi Hukum”

Oleh :

M. MUJIB ISMA’IL : C51206020

Dosen Pembimbing :

MUHAMMAD YAZID, M.Hi

FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN AHWAL AS-SAKHSIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2008
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam
kehidupan manusia, bahkan menjadi kebutuhan yang sangat mendasar (basic
demand) bagi setiap manusia normal. Tanpa pernikahan, kehidupan seseorang
tidak akan sempurna bahkan lebih dari itu, menyalahi fitrahnya. Karena Allah
SWT menciptakan makhluq-Nya secara berpasang-pasangan, saling mencurahkan
rasa kasih sayang, saling membantu dan memberi. Sehingga pernikahan
merupakan media sekaligus sebagai faktor yang signifikan dalam membangun
nilai-nilai insaniyah. Sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah dalam Al Qur’an
Surat Ar Ruum ayat 21 :
   
    
   
   
    
Artinya: “dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir”. (Q.S Ar Ruum: 21)1
Nabi Muhammad SAW juga memberikan peringatan
bahwasannya pernikahan merupakan sebagian daripada sunnah-
sunnah beliau, sehingga bagi mereka yang melaksanakan
peernikahan berarti telah mengikuti sunnah beliau. Sebagaimana
sabdanya
2
... ... ‫س ِمّني‬
َ ‫سّنِتي َفَلْي‬
ُ ‫ل ِب‬
ْ ‫ن َلْم َيْعَم‬
ْ ‫سّنِتي َفَم‬
ُ ‫ن‬
ْ ‫ح ِم‬
ُ ‫سّلَم الّنَكا‬
َ ‫عَلْيِه َو‬
َ ‫ل‬
ُّ ‫صّلى ا‬
َ ‫ل‬
ِّ ‫ل ا‬
ُ ‫سو‬
ُ ‫ل َر‬
َ ‫َقا‬

1
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta, t.p.,t.t., hal.644
2
Muhammad bin Yazid, Sunan Ibn Majjah I, Kairo: Darul Hadist, t.t hal.592

2
Artinya: ”Rosulullah SAW Bersabda, pernikahan merupakan sunnahku,
barang siapa yang mengingkari sunnahku maka ia bukanlah termasuk dari
golonganku ……”. (HR. Ibn Majjah)
Dengan adanya akad/ ikatan pernikahan maka terbentuklah sebuah
keluarga. Dari keluarga tersebut minimal terdiri dari seorang suami dan seorang
istri, kemudian anak, cucu, cicit dan sebagainya. Ikatan pernikahan tersebut tak
lain bertujuan untuk mendirikan rumah tangga yang kekal, harmonis, dan
sejahtera, yang mana merupakan dambaan bagi setiap manusia.
Namun, tidak semudah membalikkan telapak tangan dalam membentuk
keluarga yang harmonis. Dalam fenomena yang terjadi pada masyarakat, tidak
sedikit yang gagal dalam membina keluarga hanya disebabkan oleh masalah-
masalah yang sepele. Banyak perceraian maupun kasus gugatan cerai karena
masalah nafkah yang tidak terpenuhi. Kadar nafkah lahir dan batin yang tidak
seimbang sering menjadi bahan timbulnya percekcokan dalam sebuah rumah
tangga. Banyak juga istri yang tidak mau melayani suami dengan kasih sayang
yang penuh disebabkan nafkah lahirnya kurang tercukupi.
Apakah kadar nafkah yang sedikit mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap keharmonisan rumah tangga?, apakah kadar keseimbangan nafkah lahir
dan batin sangat berpengaruh terhadap ketemtraman rumah tangga? Dalam
penelitian inilah akan menguraikan bagaimana pengaruh kadar nafkah dalam
membina keluarga sakinah, keluarga yang kekal harmonis dan sejahtera.

B. Rumusan Masalah
Dalam pembahasan ini, agar lebih mengarah dan memenuhi target yang
diinginkan maka penulis membuat beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pemahaman mengenai nafkah?
2. Mengetahui dasar hukum nafkah
3. Memahami makna keluarga sakinah
4. Bagaimana membentuk keluarga sakinah
5. Pengaruh kadar nafkah untuk mewujudkan keluarga sakinah

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Nafkah
1. Pengertian Nafkah
Nafkah berasal dari bahasa arab ‫ النفقققة‬artinya ‫ المصققروف والنفققاق‬yaitu
biaya, belanja, pengeluaran uang.3 Dalam madzahib al arba’ah disebutkan
‫ النفقة في اللغة الخراج‬yaitu pengeluaran4 Sedangkan menurut istilah nafkah adalah
kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan istri dalam menyediakan
makanan, tempat tinggal, pembantu, dan obat-obatan, apabila suaminya kaya5.
Ditinjau dari makna lughowinya, nafkah merupakan makna yang sempit yang
tidak mencakup semua fungsi dari sebuah pernikahan. Namun dari makna
istilah nafkah merupakan hal yang tidak mudah untuk dilaksanakan tanpa
adanya usaha yang maksimal.
Dari pengertian tersebut diatas seolah-olah nafkah hanya merupakan
pemenuhan kepada istri dalam bidang materi. Namun lebih dari itu nafkah
terbagi menjadi dua yaitu nafkah lahir (materi) dan nafkah bathin (seks)6 atau
hubungan biologis. Imam Malik mengatakan bahwa nafkah tidak wajib bagi
suami sampai ia dapat mengajak untuk dukhul (wathi, jimak).7 Oleh sebab itu
hal terpenting yang harus dilakukan seorang suami bagi istrinya sebagai
pemimpin dalam rumah tangganya adalah memberikan nafkah terhadap
keluarga. Suami yang baik selalu memerhatikan masalah ini. Dia tidak akan
menyia-siakan amanah yang sekaligus menjadi kewajibannya. Maka sudah
menjadi tanggungjawab suami untuk menafkahi istri secara lahir ataupun
batin.8

3
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif
2002,cet ke-20. hal.1449
4
Al Juzairi, Fiqih Ala Madzahib Al Arba’ah Juz IV. Beirut: Darul Kutub Al Ilmiyah. 1990.
hal.485
5
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Juz II, Beirut: Darul Fikri, 2006. hal.539., lihat Al Hamdani,
Risalah Nikah. Hal.144
6
http://adeetea.multiply.com/journal/item/49 04/10/2008
7
Ibnu Rusydi Al Hafid, Bidayatul Mujtahid dan Nihayatul Muqtashid Juz II, Beirut: Dar Ibnu
Asshashah, 2005 Jilid 1-6. hal.44 (bab huququ al zaujiyah)
8
http://qultummedia.com/20070506148/Info/Manfaat-dan-Hikmah-Nafkah-untuk-Keluarga.html
04/10/2008

4
2. Dasar Hukum Nafkah
Al Qur’an
... ...    
 
    
Artinya:
 ... ... dan kewajiban
 ayah memberi
 ...Makan
dan
pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya ... ...
(Q.S Al Baqarah : 233)9
    
   
    
   
  
 ... ... 
Artinya: ” tempatkanlah mereka (para isteri) di mana
kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan
janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan
(hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah
ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka
nafkahnya hingga mereka bersalin, … (Q.S At Thalaq : 6)10
    
    
    
      
    
  
Artinya: “ Hendaklah orang yang mampu memberi
nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan
rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan
Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada

9
Departemen Agama RI, Op.Cit. hal.38
10
Ibid., hal.560

5
seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan
kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan
sesudah kesempitan. (Q.S At Thalaq: 7)11
Dalil-dalil tersebut diatas merupakan dasar kewajiban
nafkah secara lahiriyah (materi) yang harus diberikan oleh
seorang suami (atau ayah) untuk keluarganya (istri dan anak)
dengan cara yang ma’ruf sesuai dengan kadar kemampuan
yang dimilikinya. Kemudian sehubungan dengan nafkah
secara bathiniyah dapat diambil dari dalil sebagai berikut;
    ... ...
 ... ... 
Artinya: ”... ... dan bergaullah dengan mereka secara
patut ... ... (Q.S Al Nisaa’: 19)

Mengenai lafadz “Asyara” dalam bahasa arab adalah sempurna dan


optimal.12 Dan juga akar kata Asyara yaitu ’isyrah’ (‫ )العشقرة‬adalah berkumpul
atau bercampur.13 Maka berkumpul disini adalah apa yang seharusnya ada
pada suami istri seperti rasa saling terikat dan bertautan. Karena dalam syariat
islam antara suami istri diwajibkan untuk bergaul dengan sebaik-baiknya,
tidak diperbolehkan menunda hak dan kewajiban, dan juga tidak boleh saling
membenci apalagi bersikap saling menyakiti sebagaimana dalam ayat tersebut.
Oleh sebab itu dalam memaknai lafadz tersebut Al Qusairi menyatakan dalam
tafsirnya yaitu maksudnya mempergauli istri dengan ilmu-ilmu agama dan tata
cara atau adab serta akhlaq yang baik.14

Hadist nabi
‫ت ِهْنقٌد‬
ْ ‫خَلق‬
َ ‫ت َد‬
ْ ‫شَة َقاَل‬
َ ‫عاِئ‬
َ ‫ن‬
ْ‫ع‬
َ ‫ن َأِبيِه‬
ْ‫ع‬
َ ‫عْرَوَة‬
ُ ‫ن‬
ِ ‫شاِم ْب‬
َ ‫ن ِه‬
ْ‫ع‬َ ‫سِهٍر‬
ْ ‫ن ُم‬
ُ ‫ي ْب‬
ّ ‫عِل‬
َ ‫حّدَثَنا‬
َ ‫ي‬
ّ ‫سْعِد‬
ّ ‫جٍر ال‬
ْ‫ح‬
ُ ‫ن‬
ُ ‫ي ْب‬
ّ ‫عِل‬
َ ‫حّدَثِني‬
َ
ٌ ‫حي‬
‫ح‬ ِ‫ش‬
َ ‫ل‬
ٌ‫ج‬ُ ‫ن َر‬
َ ‫سْفَيا‬
ُ ‫ن َأَبا‬
ّ ‫ل ِإ‬
ِّ ‫ل ا‬
َ ‫سو‬
ُ ‫ت َيا َر‬
ْ ‫سّلَم َفَقاَل‬
َ ‫عَلْيِه َو‬
َ ‫ل‬
ُّ ‫صّلى ا‬
َ ‫ل‬
ِّ ‫ل ا‬
ِ ‫سو‬
ُ ‫عَلى َر‬
َ ‫ن‬
َ ‫سْفَيا‬
ُ ‫عْتَبَة اْمَرَأُة َأِبي‬
ُ ‫ت‬
ُ ‫ِبْن‬

11
Ibid.
12
Syeikh Imad Zaki Al-Barudi, Tafsir Wanita, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2007. hal.327
13
Saleh Al Fauzan, Fiqih Sehari-hari, Jakarta: Gema Insani, 2006. hal.682
14
463 ‫ ص‬/ 1 ‫ ج‬- ‫تفسير القشيري‬

6
َ ‫ح َفَققا‬
‫ل‬ ٍ ‫جَنققا‬
ُ ‫ن‬
ْ ‫ك ِم‬
َ ‫ي ِفي َذِل‬
ّ ‫عَل‬
َ ‫ل‬
ْ ‫عْلِمِه َفَه‬
ِ ‫ن َماِلِه ِبَغْيِر‬
ْ ‫ت ِم‬
ُ ‫خْذ‬
َ ‫ل َما َأ‬
ّ ‫ي ِإ‬
ّ ‫ن الّنَفَقِة َما َيْكِفيِني َوَيْكِفي َبِن‬
ْ ‫طيِني ِم‬
ِ ‫ل ُيْع‬
َ
15
ِ ‫ك َوَيكِْفي َبِني‬
‫ك‬ ِ ‫ف َما َيْكِفي‬
ِ ‫ن َماِلِه ِباْلَمْعُرو‬
ْ ‫خِذي ِم‬
ُ ‫سّلَم‬
َ ‫عَلْيِه َو‬
َ ‫ل‬
ُّ ‫صّلى ا‬
َ ‫ل‬
ِّ ‫ل ا‬
ُ ‫سو‬
ُ ‫َر‬
Artinya: Hindun istri Abu Sofyan berkata pada Rosulullah, Ya
Rosulallah sesungguhnya Abu Sofyan adalah lelaki yang amat bakhil, tidak
memberiku nafkah yang bisa mencukupiku dan anakku kecuali apa yang
kuambil hartanya tanpa sepengetahuannya, apakah hal ini dosa bagiku?
Rosulullah menjawab ambillah hartanya dengan baik dan mencukupi dirimu
dan anakmu.

3. Pendapat Fuqoha’ Mengenai Kadar Nafkah


Nafkah adalah pintu sebuah keberkahan dalam rumah tangga. Dasar
kewajiban suami memberikan sesuai dengan Al Quran dalam surat Al Baqarah
: 233, “…Dan, kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu
dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya.”16 Namun daripada hal tersebut, suami tidak boleh
seenaknya memperlakukan istri dengan semaunya sendiri, memberikan nafkah
dengan semaunya walaupun sebenarnya dia mampu.
Nafkah sebagai tanggungjawab suami kepada istrinya harus terpenuhi
dengan sempurna sesuai dengan kadar kemampuannya sebagai mana
dijelaskan dalam al qur’an surat at thalaq ayat 7 yang artinya “hendaklah
orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya”. Dari ayat
tersebut Qurai Shihab dalam tafsirnya mengatakan bahwa suami memberikan
nafkah sesuai dengan kadar kemampuanya, sehingga istri tidak diperbolehkan
menuntut lebih dari apa yang dimiliki oleh suami sehingga nantinya
mengakibatkan suami itu sampai mencari nafkah dari jalan yang tidak direstui
oleh Allah.17
Ulama’ hanafiyah berpendapat bahwa kadar nafkah tidak ditetapkan
oleh syara’ tetapi suami wajib memenuhi keperluan-keperluan istrinya seperti
15
105 ‫ ص‬/ 9 ‫ )ج‬- ‫صحيح مسلم‬
16
http://qultummedia.com/20070506148/Info/Manfaat-dan-Hikmah-Nafkah-untuk-Keluarga.html
17
Qurai Shihab, Tafsir Al Misbah Vol.14. hal.303

7
makanan, lauk-pauk, daging, sayur, buah-buahan dan keperluannya yang
lazim, sesuai dengan tempat dan keadaan serta selera orangnya. Imam Malik
juga sependapat bahwa kadar nafkah tidak ditetapkan oleh syara’ akan tetapi
diruju’ pada kebutuhan suami dan istri.18 Namun Syafi’iyah berbeda, kadar
nafkah itu tertentu,19 mereka beralasan dengan ayat al qur’an surat at thalaq :
7. “hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya.
dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta
yang diberikan Allah kepadanya”.
Allah mewajibkan pemberian nafkah, namun tidak menetapkan jumlah
kadarnya secara jelas, namun Imam Syafi’i menetapkan kadar tersebut dengan
dasar/jalan ijtihad dan ukuran yang terdekat. Bagi orang yang kaya (al musir)
adalah 2 mud, bagi orang sedang (al ausath) adalah 1,5 mud, dan bagi orang
lemah/kurang mampu (al mu’sir) adalah 1 mud.20 Dengan kadar makanan
yang digunakan untuk membayar kafarat, karena makanan itu untuk
menghilangkan lapar. Kafarat itu paling banyak adalah dua mud, dan
sekurang-kurangnya satu mud.21

B. Tinjauan Keluarga Sakinah


1. Pengertian Keluarga Sakinah
Keluarga dalam kamus bahasa Indonesia diartikan dengan ibu, bapak
dengan anak-anaknya, seisi rumah; orang seisi rumah yang menjadi
tanggungan, batih, sanak saudara dan diartikan juga dengan satuan
kekerabatan yang mendasar dalam masyarakat.22 Dalam literatur Al Qur’an
keluarga diistilahkan dengan kata ahlu (‫ ) الهل‬jama’nya ahluna dan ahal (
‫ اهقققال‬,‫ )اهلقققون‬yang mempunyai makna famili, keluarga dan kerabat.23
Sebagaimana ayat al qur’an
  
   
18
Ibnu Rusydi Al Hafid, Op.Cit. hal.44
19
Al Hamdani, Risalah Nikah, Jakarta: Pustaka Amani, 2002. hal.152
20
Ibnu Rusydi Al Hafid, Op.Cit. hal.44
21
Ibid, hal.153, (satu mud kira-kira 6-7 ons beras)
22
Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, t.t., hal.471
23
Ahmad Warson Munawwir, Op.Cit hal.46

8
   
   
 
Artinya: ”dan perintahkanlah kepada keluargamu
mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu,
kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang
baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa”. (Q.S. Thoha :
132)
   
   
   
 
   
    
   
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan”. (Q.S Al Tahriim: 6)
Selain itu keluarga diartikan dengan suatu matriks sosial
atau suatu organisasi bio-psiko-sosio-spiritual, dimana
anggota keluarga terikat dalam suatu ikatan khusus untuk
hidup bersama dalam ikatan pernikahan dan bukan ikatan
yang sifatnya statis dan terbelenggu.24 Dan sakinah adalah
kedamaian, ketentraman, ketenangan, kebagahagiaan,
kecintaan dan kasih sayang.25 Adapun sakinah dalam bahasa
arab diartikan dengan tenang, ketenangan, dan diam.26

24
Dadang Hawari, Al Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Yogyakarta: Dana
Bhakti Prima Yasa. 1999. hal.282
25
Pengembangan Bahasa, Op.Cit. hal. 723
26
Ahmad Warson Munawir, Op.Cit. hal.646

9
Sebagaimana disebutkan dalam ayat al qur’an sebagai
berikut:
    
  
  ... ... 
Artinya: ”Kemudian Allah menurunkan ketenangan
kepada RasulNya dan kepada orang-orang yang
beriman, ... ... (Q.S Al Taubah: 26)
Menurut Rosyid Ridlo sakinah adalah sikap jiwa yang timbul dari
suasana ketenagan dan merupakan ketenangan dan merupakan lawan dari
kegoncangan batin dan kekalutan. Sedangkan menurut Al Jurjani sakinah
adalah adanya ketentraman dalam hati pada saat datangnya suatu yang tak
diduga, yang dibarengi suatu nur (cahaya) dalam hati yang memberi
ketenangan dan ketentraman pada yang menyaksikannya. Dan menurut
Roghib Al Isfahan antara lain mengartikan sakinah dengan tidak adanya rasa
gentar dalam mengahadapi sesuatu.27
Adapun sebuah keluarga itu bisa dikatakan dengan keluarga yang
harmonis/bahagia dan sehat adalah diantaranya harus tercakup didalamnya
enam (6) kriteria, 28 sebagai berikut:
a. kehidupan beragama dalam keluarga
b. mempunyai waktu untuk bersama
c. mempunyai pola komuniksai yang baik bagi sesama anggota
keluarga (ayah-ibu-anak)
d. saling menghargai satu sama lainnya
e. masing-masing anggota keluarga merasa terikat dalam ikatan
keluarga sebagai suatu kelompok
f. apabila terjadi suatu permasalahan dalam keluarga akan mampu
menyelesaikan secara positif dan kontruktif.

2. Ikhtiar Mewujudkan Keluarga Sakinah

27
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islami. Jakarta: PT Ikhtiar Baru, 1994. hal.202
28
Dadang Hawari,Op.Cit. hal.215

10
Keluarga sakinah merupakan dambaan setiap suami istri atau mereka
yang telah melangsungkan pernikahan, serta menjadi esensi dan tujuan
pernikahan, selain itu merupakan pilar pembentukan masyarakat ideal yang
dapat melahirkan keturunan yang sholeh.29 Sehingga untuk memperoleh
predikat keluarga sakinah diperlukan usaha sebagai berikut;
a. Niat Ikhlas
Pernikahan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam
kehidupan manusia, bahkan menjadi kebutuhan yang sangat mendasar (basic
demand) bagi setiap manusia normal, karena pernikahan merupakan sarana
bagi seseorang untuk menyalurkan hasrat biologisnya secara sah dan legal
bersama pasangannya. Saling mencurahkan rasa kasih sayang, namun bukan
semata menyalurkan kebutuhan biologisnya saja, namun lebih jauh dari itu,
bahkan ditinjau dari sudut religiusnya pada hakikatnya pernikahan merupakan
salah satu bentuk pengabdian (ibadah) kepada Allah SWT.
Pernikahan yang dilandasi dengan niat yang ikhlas merupakan awal
dari terwujudnya keluarga sakinah, yaitu keluarga yang senantiasa diliputi rasa
kasih sayang serta saling menyadari eksistensi dan tanggungjawab masing-
masing. Karena dengan niat yang ikhlas akan tumbuh dan menghasilkan
keluarga yang baik dan sakinah sebagaimana tujuan pernikahan, dan juga
sabda nabi yang berbunyi;
... ‫ئ َما َنَوى‬
ٍ ‫لْمِر‬
ِ ‫ل ِبالّنّيِة َوِإّنَما‬
ُ ‫عَما‬
ْ‫ل‬َْ ‫ ِإّنَما ا‬...
Artinya: Bahwa segala sesuatu perbuatan itu tergantung pada
niatnya, dan sesungguhnya setiap sesuatu tersebut sesuai dengan apa yang
diniatkan (niat yang menyertainya) ... (H.R. Bukhori)30
b. Kafa’ah
Kafa’ah atau sekufu berarti sama, setaraf, sederajat, sepadan,
sebanding.31 Sekufu maksudnya adalah antara suami dan istri tersebut
sebanding dalam tingkat sosial, derajat, kedudukan harta dan juga akhlaq.

29
M. Nashichin Al Mu’iz, Skripsi Usia Ideal Memasuki Dunia Pernikahan Sebuah Ihtiar
Mewujudkan Keluarga Sakinah. Tulungagung: STAIN, 2007. hal.40
30
Shohih Bukhori, Hadits No. 6195
31
Ahmad Warson Munawir, Op.Cit. hal.1216

11
Namun lebih ditekankan kafa’ah ini pada keseimbangan, keharomonisan dan
keserasian utamanya dalam hal agama yaitu akhlaq dan ibadahnya.
Sehingga perlu diperhatikan tentang kafaah dalam membina keluarga
sakinah. Dan dengan keseimbangan tersebut benar-benar membentuk keluarga
yang endingnya menjadi keluarga sakinah, mawaddah warohmah.
c. Nafkah yang cukup
Nafkah juga merupakan sebuah faktor penting dalam menjaga
keharmonisan rumah tangga. Kerap kali perceraian maupun percekcokan
muncul akibat nafkah yang kurang dan tidak seimbang. Sehingga tidak bisa
dipungkiri lagi bahwa pemberian nafkah lahir dan bathin yang cukup dan
seimbang merupakan penjagaan sebuah keluarga tetap tentram, harmonis
penuh rasa kasih dan sayang.
Karena seperti yang dikatakan Syeikh Taqiyuddin “Timbulnya bahaya
bagi istri dengan tidak disetubuhi suaminya bisa menjadi alasan untuk
meminta cerai kapan saja dan bagimanapun keadaannya, baik sang suami
melakukan hal itu dengan sengaja atau tidak sengaja. Walaupun sang suami
mampu melakukan hal itu atau tidak. Terutama mengenai alasan nafkah.32

C. Pengaruh Kadar Nafkah


Tujuan pokok pernikahan adalah menciptakan kesenangan, keramah-
tamahan dalam persekutuan serta kepuasan bersama.33 Kemudian nafkah
merupakan hal yang pokok dalam ikatan perkawinan, yang mana harus dipenuhi
oleh seorang suami untuk istrinya. Dengan adanya nafkah beberapa kebutuhan
bisa terpenuhi, maka dengan begitu dapat memperkecil peluang terjadinya
perpecahan diantara keduanya. Sehingga tujuan pernikahan tersebut dapat
terealisasi dengan baik dan sempurna.

32
Saleh Al Fauzan, Op.Cit. hal.686
33
Hammudah Abd. Al ‘Ati, Keluarga Muslim, hal.225

12
Karena tidak sedikit angka perceraian yang terjadi di Indonesia disebabkan
karena permasalahan nafkah, gugatan cerai sebab nafkah yang kurang memenuhi,
dan juga belaian kasih sayang suami yang minim, nafkah lahir dan bathin-pun
tidak terpenuhi secara maksimal, hal ini menyebabkan timbal balik rasa kasih
sayang yang seharusnya menjadi hal yang urgent dan harus dipenuhi oleh istri
berkurang.
Seorang suami dalam membina keluarga menjadi keluarga sakinah,
keluarga yang harmonis, harus pandai mengaplikasikan pemberian nafkah dalam
segala bentuk, menjaga dan melindungi istrinya dengan baik, serta
memperlakukan dengan ma’ruf. Sebagaimana sabda Nabi yang diriwayatka oleh
Abu Hurairah dalam shohih Bukhori ... ...‫خْيققًرا‬
َ ‫سققاِء‬
َ ‫صققوا ِبالّن‬
ُ ‫سَتْو‬
ْ ‫َوا‬... ... (…
perlakukanlah istri-istrimu dengan baik … ) (HR. Abu Hurairah)34.
Seorang suami wajib menginap dirumah dengan istrinya yang merdeka
selama sekurang-kurangnya semalam dalam 4 (empat) malamnya, jika memiliki
empat orang istri. Karena mungkin tiga istri yang lain juga memintanya. Namun
Syaikh Taqiyuddin tidak menyepakatinya sebab keadaan sendiri (seorang istri)
tidak bisa disamakan dengan keadaan ramai-ramai (empat istri).
Dalam islam juga diajarkan bahwa seorang suami diwajibkan menyetubuhi
istrinya minimal empat bulan sekali, jika ia mampu dan istri memintanya. Karena
Allah menetapkan empat bulan bagi suami yang menjatuhkan ‘Ilaa’ pada istrinya.
Demikian dengan hak istri lainnya, Syeikh Islam Ibn Taimiyah berpendapat
bahwa kewajiban suami untuk menggauli istrinya disesuaikan dengan kemampuan
istri dalam hal tersebut, serta tidak membahayakan suami.35
Suami dalam memberikan nafkah lahir juga disesuaikan dengan kebiasaan
keadaan istri sebelumnya dan menurut kadar kemampuannya. Sehingga ketika
nafkah (lahir dan bathin) tersebut kurang terpebuhi maka hal itu dapat
mempengaruhi keharmonisan rumah tangga. Sebagaimana perkataan Syeikh
Taqiyuddin “Timbulnya bahaya bagi istri dengan tidak disetubuhi suaminya bisa
menjadi alasan untuk meminta cerai kapan saja dan bagimanapun keadaannya,
baik sang suami melakukan hal itu dengan sengaja atau tidak sengaja. Walaupun
34
184 ‫ ص‬/ 16 ‫ ج‬- ‫صحيح البخاري‬
35
Saleh Al Fauzan, Op.Cit. hal.686

13
sang suami mampu melakukan hal itu atau tidak. Terutama mengenai alasan
nafkah.36

36
Ibid.

14
BAB III
PENUTUP
Allah SWT menciptakan makhluq-Nya secara berpasang-pasangan, saling
mencurahkan rasa kasih sayang, saling membantu dan memberi. Sehingga
pernikahan merupakan media sekaligus sebagai faktor yang signifikan dalam
membangun nilai-nilai insaniyah. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Ar
Ruum ayat 21, “dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir (Q.S Ar Ruum 21).
Keluarga merupakan ikatan khusus untuk hidup bersama dalam
ikatan pernikahan dan bukan ikatan yang sifatnya statis dan
terbelenggu. Dan sakinah adalah kedamaian, ketentraman,
ketenangan, kebagahagiaan, kecintaan dan kasih sayang. Dan
keluarga sakinah merupakan tujuan yang paling penting dalam
suatu pernikahan.
Nafkah adalah faktor penting dan sangat urgent sekali
dalam membina sebuah keluarga agar tetap harmonis dan
sejahtera. Dalam pembahasan ini dapat disimpulkan
bahwasannya kadar nafkah dapat mempengaruhi sebuah kasih
sayang dalam keluarga atau dalam pembentukan keluarga
sakinah. Karena ternyata dengan nafkah lahir (materi) yang
kurang dapat menimbulkan percekcokan sebuah rumah tangga,
begitu pula nafkah bathin (non materi) atau kebutuhan biologis
yang tidak teratur bahkan kurang juga mempunyai dampak yang
dapat memutuskan sebuah ikatan pernikahan.
Oleh karena itu pemberian nafkah lahir (materi) maupun
bathin (non materi) harus sesuai dengan usaha dan kemampuan
yang maksimal dan juga teratur. Sebab kasih sayang istri yang
diberikan pada suaminya juga tergantung pada pemberian

15
nafkah lahir yang cukup dan juga nafkah bathin yang ideal.
Sebagaimana dalam penjelasan yaitu untuk orang kaya (al
musir) 2 mud, orang cukup (al ausath) 1,5 mud dan orang lemah
(al mu’sir) 1 mud. Dan kebutuhan biologis minimal sekali dalam
setiap empat malamnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir Arab-Indonesia. Surabaya:


Pustaka Progresif, 2002
Al Hamdani, Risalah Nikah, Jakarta: Pustaka Amani, 2002
Al Juzairi, Fiqih Ala Madzahib Al Arba’ah Juz IV. Beirut: Darul Kutub Al
Ilmiyah. 1990
Dadang Hawari, Al Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,
Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa. 1999
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta, t.p.,t.t.,
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islami. Jakarta: PT Ikhtiar Baru,
1994
Hammudah Abd. Al ‘Ati, Keluarga Muslim, t.p., t.t
http://adeetea.multiply.com/journal/item/49 04/10/2008
http://qultummedia.com/20070506148/Info/Manfaat-dan-Hikmah-Nafkah-untuk-
Keluarga.html 04/10/2008
Ibnu Rusydi Al Hafid, Bidayatul Mujtahid dan Nihayatul Muqtashid Juz II,
Beirut: Dar Ibnu Asshashah, 2005
M. Nashichin Al Mu’iz, Skripsi Usia Ideal Memasuki Dunia Pernikahan Sebuah
Ihtiar Mewujudkan Keluarga Sakinah. Tulungagung: STAIN, 2007. hal.40
Muhammad bin Yazid, Sunan Ibn Majjah I, Kairo: Darul Hadist, t.t
Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Qurai Shihab, Tafsir Al Misbah Vol.14.
Saleh Al Fauzan, Fiqih Sehari-hari, Jakarta: Gema Insani, 2006
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Juz II, Beirut: Darul Fikri, 2006. hal.539., lihat Al
Hamdani, Risalah Nikah
Syeikh Imad Zaki Al-Barudi, Tafsir Wanita, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2007
1 ‫ ج‬- ‫تفسير القشيري‬
16 ‫ ج‬- ‫صحيح البخاري‬
9 ‫ ج‬- ‫صحيح مسلم‬

17

You might also like