You are on page 1of 13

Sumber ; http://novhasuke.wordpress.

com/2011/10/06/konsep-tanggung-jawab-sosial-korporat-dalam-bencanayang-disebabkan-oleh-kesalahan-perusahaan/

KONSEP TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORAT DALAM BENCANA YANG DISEBABKAN OLEH KESALAHAN PERUSAHAAN
Oktober 6, 2011 Sejarah Singkat Tanggung Jawab Sosial Korporat Setelah terjadinya revolusi Industri, banyak industri mulai berkembang dan menyebabkan organisasi bisnis memandang dirinya sebagai organisasi yang hanya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar besarnya. Bila melihat teori organisasi klasik, bahwa pada awalnya organisasi bisnis hanya memfokuskan diri untuk memenuhi kebutuhan pasar yang sebanyakbanyaknya dan menganggap hal tersebut sebagai wujud kepeduliannya terhadap masyarakat. Seiring dengan perkembangan masyarakat dan cara pandang yang berbeda dari organisasi bisnis terhadap dirinya sendiri, maka terjadilah perubahan. Masyarakat yang semula hanya menuntut organisasi bisnis untuk menyediakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya, sekarang ini juga menuntut organisasi bisnis untuk melakukan kegiatan tanggung jawab sosial. Tuntutan masyarakat tersebut karena kegiatan ekonomi organisasi bisnis mempunyai dampak yang negatif terhadap lingkungan, misalnya pencemaran air sungai, pencemaran udara, dan sebagainya. Untuk memperbaiki kerusakan tersebut, biaya yang dikeluarkan tentu saja tidak sedikit dan menjadi beban pemerintah dan masyarakat. Sedangkan pada tahun 1970-an, banyak organisasi bisnis yang menganut teori organisasi modern, yaitu mulai memperhitungkan stakeholder internal dan eksternal di dalam organisasinya. Pada saat itu juga pendekatan manajemen strategis mulai digunakan dan hal ini berdampak pada cara pandang organisasi bisnis terhadap lingkungan eksternalnya. Masyarakat (lingkungan eksternal) tidak lagi dipandang hanya sebagai sekumpulan konsumen yang membeli produk yang dihasilkan organisasi bisnis, melainkan dapat menjadi mitra bisnis bagi organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Terlebih lagi, cara pandang masyarakat terhadap organisasi bisnis juga mulai mengalami perubahan. Lahirnya istilah tanggung jawab sosial korporat untuk menyebut program dari organisasi bisnis sebagai bentuk kepedulian sosial, sebenarnya ada banyak istilah juga untuk menyebutnya. Ada yang menyebutnya tanggung jawab korporat, kewarganegaraan korporat, corporate community relationship dan ada juga yang menyebutnya organisasi berkelanjutan (iriantara, 2007 : 48-49). Faktor Pendorong Perkembangan Tanggung Jawab Sosial Korporat Dari sejarah singkat yang dijelaskan di atas, maka dapat ditentukan faktor faktor yang mendorong / mempengruhi perkembangan tanggung jawab sosial korporat. Pertama, kepedulian dan harapan baru dari masyarakat, konsumen, otoritas publik dan investor dalam konteks globalisasi dan perubahan industri berskala besar. Kedua, Kriteria sosial memberi pengaruh besar dalam pengambilan keputusan investasi individu dan institusi baik sebagai konsumen maupun sebagai investor. Ketiga, Meningkatnya kepedulian pada kerusakan lingkungan yang disebabkan kegiatan ekonomi. Dan keempat, transparasi kegiatan bisnis akibat perkembangan media dan teknologi komunikasi dan informasi modern (iriantara, 2007; 46). Definisi dan Tujuan Tanggung Jawab Sosial Korporat Menurut Chambers (2003) mendefinisikan tanggung jawab sosial korporat adalah sebagai melakukan tindakan sosial (termasuk lingkungan hidup) lebih dari batas-batas yang dituntut peraturan perundang-undangan. Menurut Natufe (2001; 9) dengan mengutip definisi dari WBCSD (World Bussines Council for Sustainable Development) menyebut tanggung jawab sosial korporat sebagai komitmen berkelanjutan kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberikan sumbangan pada pembangunan ekonomi sekaligus memperbaiki mutu hidup angkatan kerja dan keluarganya serta komunitas lokal dan masyarakat secara keseluruhan (iriantara,2007; 49). Tanggung jawab sosial

korporat dalam praktiknya bertujuan untuk reputasi dan citra organisasi bisnis yang lebih baik. Reputasi dan citra sangatlah penting untuk kelangsungan hidup dari organisasi bisnis. Selain itu, tanggung jawab sosial korporat juga bertujuan untuk menanamkan kepercayaan yang tinggi kepada masyarakat untuk mendukung kegiatan yang dilakukan oleh organisasi bisnis. Kepercayaan adalah aset atau modal dasar yang amat mahal bagi setiap organisasi. Rumusan ini tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebagus apapun kinerja perusahaan, seprofesional apapun sumber daya manusia (SDM), dan sekuat apapun modal yang dimiliki, tetapi bila kepercayaan publik sudah negatif, dapat dipastikan perusahaan akan terus digerogoti krisis sebelum akhirnya gulung tikar. Bagi instansi Public Relations, berlaku hukum yang mengatakan bahwa hidup dan matinya sebuah organisasi atau perusahaan adalah bergantung kepada kepercayaan publik. Organisasi atau perusahaan bisa tetap hidup dengan melakukan apa saja, termasuk yang salah dan jahat sekalipun, tetapi ia akan mati jika publik tidak lagi mempercayainya. Oleh sebab itu, ia tak boleh sekali-kali kehilangan kepercayaan agar tetap survive (chatra, nasrullah, 2008:iii). Kepercayaan publik hanyalah satu dari sekian banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya krisis. Faktor-faktor lainnya bersifat multidimensional, mulai dari yang ringan berbentuk apatisme dan tidak adanya respon, hingga yang akut berupa kebencian, kemarahan, dan kebrutalan. Untuk itulah sebuah organisasi atau perusahaan membutuhkan sebuah tanggung jawab sosial korporat dalam menjalankan tugasnya sebagai langkah-langkah antisipasi agar publik tidak hilang kepercayaannya terhadap organisasi atau perusahaan itu. Peran Pemerintah dalam Tangggung Jawab Sosial Korporat Sampai sejauh ini, saat membahas tanggung jawab sosial korporat, hanya terfokus pada masyarakat dan korporat sendiri. Bagimana peran sektor publik atau pemerintah dalam menciptakan iklim bagi terwujudnya tanggung jawab sosial korporat ini. Fox menyebutkan ada dua poros yang bisa dimainkan pemerintah yaitu poros peran dan poros kegiatan yang dijalankan sektor pemerintah itu. Dan poros pertama menurut Fox (2002; 3-6) yang bisa dimainkan sektor pemerintah yaitu: pertama, pemberian mandat, yang berupa penyusuna standar minimum kinerja bisnis yang masuk ke dalam kerangka peraturan perundang-undangan, seperti standar emisi gas buangan. Kedua, memfasilitasi, yang memampukan atau yang memberi insentif bagi perusahaan untuk terlibat dalam agenda-agenda tanggung jawab sosial yang mendoronng perbaikan sosial dan lingkungan. Ketiga, kemitraan, dengan mengembangkan kemitraan strategis antara pemerintah, perusahaan dan masyarakat madani untuk menangani permasalahan-permasalahan sosial dan lingkungan yang kompleks. Keempat, dukungan, berupa dukungan politik dan sektor publik. Sedangkan untuk poros kedua, Fox (2002; 7-15) menyebutkan beberapa kegiatan. Pertama, menciptakan dan menjamin pencapaian standar minimal. Kedua, kebijakan publik tentang peran bisnis. Ketiga, tat-pamong korporat. Keempat, investasi yang bertanggung jawab. Kelima, filantropi dan pengembangan masyarakat. Keenam, keterlibatan dan representasi stakeholder. Ketujuh, produksi dan konsumsi yang mendukung tanggung jawab sosial korporat. Kedelapan, sertifikasi yang mendukung tanggung jawab sosial korporat. Kesembilan, transparasi dan pelaporan yang mendukung tanggung jawab sosial korporat. Dan yang terakhir, konvensi, pedoman dan proses multipihak (iriantara, 2007; 56-57). Suatu hal yang kiranya mesti diingat, tanggung jawab sosial korporat selama ini sering identik dengan usaha-usaha besar khususnya perusahaan multinasional atau perusahaan nasional yang masuk kategori papan atas. Padahal, tanggung jawab ini melekat pada semua kegiatan usaha tanpa memandang ukuranya. Bahkan usaha kecil dan menengah sekalipun memikul tanggung jawab ini. Banyak negara di dunia yang mendorong usaha kecil dan menengahnya untuk bisa menjalankan tanggung jawab sosialnya tersebut. Hal ini merupakan konsekuensi dari kenyataan bahwa organisasi bisnis itu selain berdimensi ekonomi juga berdimensi sosial. Dengan demikian, perubahan paradigma pengelolaan organisasi mengenai implementasi konsep tanggung jawab sosial mengubah peran praktisi Public Relations yang menangani program atau kegiatan community relations, dalam konteks tanggung jawab sosial korporat. Community relations tidak lagi dipandang sebagai kegiatan yang bisa dilakukan dan bisa pula tidak dilakukan suatu organisasi bisnis, melainkan sudah merupakan hal yang wajib dilaksanakan, mengingat organisasi bisnis pun mesti menjalankan peran sosialnya dan mesti menunjukan bahwa organisasi bisnis itu

merupakan bagian dari warga negara yang memiliki hak dan kewajiban. Kebijakan Pemerintah tentang Tanggung Jawab Sosial Korporat Di Indonesia, tanggung jawab sosial korporat semakin menguat setelah dinyatakan dengan tegas dalam UU Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007, dimana dalam pasal 74 mengatur bahwa, pertama, perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Kedua, tanggung Jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. ketiga, perseroan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat pertama dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan yang keempat, ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan lain yang menyinggung tanggung jawab sosial korporat adalah UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 15 (b) menyatakan bahwa Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Meskipun UU ini telah mengandung sanksi-sanksi secara terperinci terhadap badan usaha atau usaha perseorangan yang mengabaikan tanggung jawab sosial korporat (Pasal 34), UU ini baru mampu menjangkau investor asing dan belum mengatur secara tegas perihal tanggung jawab sosial korporat bagi perusahaan nasional. Konteks Bencana Yang Dimaksud Bencana yang dimaksud dalam konteks ini adalah bencana yang disebabkan oleh kesalahan suatu perusahaan dalam melakukan kegiatan ekonominya. Seperti bencana kebakaran, bencana pencemaran lingkungan hidup, dan bencana lainnya yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakar, seperi pada bencana semburan lumpur lapindo di Sidoarjo. Bencana tersebut, apabila tidak segera ditangani maka akan mengancam kelangsungan hidup dari perusahaan itu sendiri. Bencana yang dibiarkan berlarut larut dan tidak ditangani dengan serius, maka akan menyebabkan sebuah masalah baru, yaitu sebuah krisis kepercayaan dari masyarakat sebagai bentuk kekecewaan mereka terhadap perusahaan Perusahaan yang berpotensi untuk melakukan kesalahan yang berakibat pada bencana ini lebih difokuskan pada perusahaan yang berhubungan dengan penggunaan sumber daya alam karena kemungkinan terjadinya sebuah bencana cukup besar. Maka dari itu, sudah seharusnya perusahaan yang melakukan kegiatan tersebut, melakukan sebuah tanggung jawab sosial korporat sebagaimana yang telah ditetapkan dalam UU Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007 Pasal 74. Perusahaaan harus memastikan keamanan dari masyarakat di sekitar perusahaan atau di sekitar aktivitas penggunaan sumber daya alam tersebut dengan menetapkan standar standar pencegahan dan penaggulangan bencana. Pentingnya Tanggung Jawab Sosial Korporat Sudah menjadi keharusan bagi suatu organisasi atau perusahaan untuk meningkatkan kepedulian pada kerusakan lingkungan apalagi kerusakan lingkungan tersebut disebabkan oleh kegiatan ekonomi. Apabila suatu organisasi atau perusahaan merusak lingkungan karena kegiatan organisasi atau perusahaannya, sudah seharusnya perusahaan atau organisasi tersebut bertanggung jawab penuh terhadap kerusakan lingkungan tersebut, terlebih apabila kerusakan lingkungan tersebut juga merugikan warga sekitar. Mengapa suatu perusahaan atau organisasi perlu melakukan tanggung jawab sosial korporat? Mereka perlu melakukannya karena kriteria sosial dari perusahaan atau organisasi mereka memberi pengaruh besar dalam pengambilan keputusan investasi individu maupun institusi baik sebagai konsumen maupun sebagai investor. Bisa kita lihat apabila sebuah organisasi atau perusahaan menjalankan tanggung jawab sosial korporat bukanlah hal yang negatif atau hal yang merugikan melainkan merereka mendapatkan suatu hal yang posistif atau menguntungkan. Yang masih menjadi pertanyaan apakah organisasi atau perusahaan di Indonesia ini sudah melaksanakan tanggug jawab sosial korporat tersebut ? Terkadang suatu organisasi dalam mempublikasikan ke media tentang tanggung jawab sosial korporat yang mereka lakukan, memang sangatlah menjanjikan, walaupun dalam praktiknya kegiatan tersebut tidak dijalankan secara sungguh-sungguh. Selama ini tanggung jawab sosial korporat selalu indentik dengan usaha-usaha besar atau perusahaan multinasional atau perusahaan nasional yang masuk kategori papan atas. Padahal tanggung jawab sosial korporat ini baik besar maupun kecil suatu perusahaan juga harus memikul tanggung jawab sosial korporat ini. Dengan

tanggung jawab seperti itu sudah seharusnya semua perusahaan harus menjalankan tanggung jawab sosial korporat tersebut dengan sungguh-sungguh dalam semua aspek, jangan hanya bersungguhsungguh dalam hal publisitasnya saja tetapi juga harus serius dalam menjalankan program tanggung jawab sosial korporat tesebut secara menyeluruh dan menyelesaikan program tanggung jawab sosial korporat tersebut. Pada dasarnya, tanggung jawab sosial korporat merupakan sebuah tanggung jawab dan kewajiban sebuah perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan. Hal ini menjadi hal yang mutlak dan wajib dijalankan oleh perusahaan sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya. Tanggung jawab sosial korporat juga akan menjadi tolak ukur pandangan masyarakat atau khalayak secara umum terhadap perusahaan tersebut. Khalayak umum bisa menilai baik dan buruknya sebuah perusahaan dari tanggung jawab sosial korporat yang ia jalankan. Walaupun secara garis besar masih banyak indikator lain yang bisa menunjukkan hal itu, namun pelaksanaan tanggung jawab sosial korporat yang baik, peduli, dan memperhatikan lingkungan sosial perusahaan, juga menjadi salah satu hal yang bisa menentukan keberhasilan sebuah perusahaan atau tidaknya. Jika program sosial yang dilakukan perusahaan bertanggung jawab dan dirasa memberikan dampak positif bagi masyarakat, maka masyarakat atau khalayak akan merespon program itu. Sehingga masyarakat merasa senang dengan program yang dijalankan itu dan mendukung program yang dijalankan oleh perusahaa itu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan kesan positif perusahaan di mata publik. Dan jika hal ini terjadi, maka kedepannya perusahaan akan semakin mendapatkan jalan terang menapaki kesuksesan. Karena masyarakat menerima dan mendukung serta memberikan kepercayaan mereka kepada perusahaan ini. Sehingga perusahaan mempunyai reputasi yang baik dan citra positif di mata publik. Namun berdeda jika yang terjadi adalah sebaliknya. Ketika tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan dinilai telah gagal dan tidak memberikan dampak positif untuk lingkungan dan masyarakat sekitar perusahaan, maka khalayak tidak akan memberikan respon yang positif terhadap perusahaan itu. Lebih-lebih jika dirasa perusahaan justru memberikan dampak negatif dan menimbulkan kerugian terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Maka masyarakat akan menolak program yang dilakukan perusahaan itu dan tentu saja citra dan reputasi perusahaan akan menjadi buruk dan negatif di mata khalayak umum atau publik. Dan jika hal ini terjadi, perusahaan akan mengalami hambatan, bahkan bisa menjadi jalan buntu untuk meraih kesuksesannya. Banyak perusahaan yang mengalami masalah-masalah seperti ini. Ada yang bisa dengan mudah keluar dengan merebut hati khalayak umum dan kemudian mendapatkan kesuksesan. Namun tidak sedikit perusahaan yang mendapatkan jalan buntu dan akhirnya berakhir dengan keterpurukan karena menerapkan program atau strategi yang salah dalam menghadapi permasalahan seperti ini. Hal inilah yang seharusnya membuat perusahaan berpikir dan tidak menganggap remeh tanggung jawab sosial korporat perusahaan yang mereka jalankan. Apalagi hal ini akan berpengaruh terhadap masa depan perusahaan mereka. Jika mereka hanya menganggap remeh dan menjalankan secara asal-asalan, maka mereka harus siap untuk menghadapi krisis kepercayaan dari public dan terancam mengalami kejatuhan. Banyak sekali tanggung jawab sosial korporat yang bisa dilakukan oleh suatu perusahaan, salah satunya tanggung jawab sosial korporat perusahaan terhadap lingkungan yang terjadi akibat kelalaian perusahaan. Di sini kita bisa mengambil contoh kasus Lapindo misalnya. Semburan Lumpur Lapindo yang tiada ujungnya, tentu saja saja menimbulkan banyak kerugian dan kerusakan alam di sekitarnya. Dan tentu saja perusahaan harus bertanggung jawab akan hal itu semua. Namun pada pelaksanaannya, PT Lapindo yang seharusnya bertanggung jawab dan menanggung kerugian yang diakibatkan oleh semburan lumput itu, tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya. PT Lapindo juga tidak memenuhi janji-janji untuk membayarkan ganti rugi secara penuh kepada masyarakat, sehingga banyak pihak yang telah dirugikan dalam kasus ini. Dari hal itu bisa kita lihat bahwa PT Lapindo telah gagal melaksanakan tanggung jawab sosial korporat yang seharusnya dilaksanakannya. Sehinnga muncul pandangan atau citra buruk masyarakat terhadap PT Lapindo karena telah gagal melaksanakan programmnya. Sehingga tentu saja hal ini menjadi semacam bumerang dan bom waktu yang pada akhirnya akan menghancurkan kredibilitas dan keberadaan PT Lapindo itu sendiri. Tanggung Jawab

Sosial Korporat atau Ganti Rugi ? Apabila berbicara tentang tanggung jawab sosial korporat dalam sebuah bencana, tentunya akan timbul sebuah pertanyaan apakah kegiatan yang dilakukan setelah bencana terjadi bisa disebuat tanggung jawab sosial korporat atau hanya sebuah ganti rugi ? Dalam sebuah tanggung jawab sosial korporat pada bencana, kegiatan yang sebenarnya dilakukan tidak hanya dilakukan setelah bencana terjadi atau ada yang menyebutnya sebagai ganti rugi. Tetapi, dapat juga dilakukan sebelum bencana terjadi. Dan hal ini yang kurang diperhatikan oleh perusahaan, karena hanya fokus pada kegiatan setelah bencana terjadi. Berkitan dengan kebingungan antar tanggungjawab sosial korporat atau ganti rugi, ada contoh yang bisa dijadikan gambaran tentang perbedaan dari kedua istilah tersebut. Pada bencana semburan lumpur lapindo, tentunya menjadi sebuah masalah yang serius bagi PT Lapindo selaku perusahaan yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. PT Lapindo harus bertanggung jawab dengan memberikan ganti rugi bagi para korban. Terkait dengan hal tersebut, kita kembali lagi pada pertanyaan di atas, apakah yang dilakukan PT Lapindo tersebut bisa dikatakan tangggung jawab sosial korporat atau hanya sebuah ganti rugi ? Apabila dipahami lagi dari istilah yang digunakan, maka yang paling tepat dilakukan oleh PT Lapindo adalah tanggung jawab sosial korporat. Jika menggunakan istilah ganti rugi, dalam hal ini PT Lapindo, hanya akan mengganti kerugian para korban dalam jangka waktu yang pendek, misalnya hanya menganti kerugian materi saja. Namun, jika istilah tanggung jawab sosial korporat yang digunakan, maka PT Lapindo tidak hanya memikirkan ganti rugi untuk jangka waktu yang pendek saja, tapi juga untuk jangka waktu yang panjang, misalnya pemberian lapangan pekerjaaan. Mengingat tujuan dari tanggung jawab sosial korporat adalah pelaksanaan program sosial secara berkelanjutan, untuk jangka waktu yang panjang, dan untuk menciptakan citra yang baik bagi perusahaan dengan memperoleh kepercayaan dari masyarakat. PT Lapindo tentunya harus memikirkan kehidupan selanjutnya dari para korban, karena kehidupan normal mereka sudah hilang akibat bencana lumpur tersebut. Hal tersebut juga berlaku bagi PT Lapindo terkait untuk memperoleh citra yang baik dengan memberikan tanggung jawab yang penuh atas peristiwa tersebut dan tidak kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Dalam kenyataannya, PT lapindo belum mampu melakukan sebuah tanggung jawab sosial korporat. Namun, hanya sebatas ganti rugi saja dan penggantian rugi itu pun tidak maksimal, bahkan banyak janji janji yang tidak ditepati. Kenyataan seperti itu tentunya sangat memprihatinkan, karena fungsi dari Public Relations yang seharusnya menangani kegiatan tanggung jawab sosial korporat menjadi mati. Perusahaan seolah olah menganggap tanggung jawab sosial korporat tidaklah penting dan tidak perlu. Padahal, itu sangatlah penting untuk kelangsungan hidup sebuah perusahaan. Perusahaan yang mengabaikan tanggung jawab sosial korporat hanyalah mementingkan kepentingan bisnis saja tanpa memperhatikan hal yang lebih penting daripada itu, yaitu masyarakat dan lingkungan di sekitarnya. Padahal, dalam kegiatan bisnis tidak hanya berdimensi ekonomi saja, tapi juga berdimeni sosial. Masalah tersebut tentunya sangat merugikan masyarakat yang terkena dampak langsung dari lumpur lapindo. PT Lapindo menjanjikan sejumlah ganti rugi pada korban, namun hal itu tidak terealisasikan dengan baik. Pembayaran cicilan ganti rugi dari PT Lapindo tersendat di dalam pelaksanaannya. Jelas sekali bahwa pada PT Lapindo telah mengabaikan tanggung jawab sosialnya kepada para korban lumpur lapindo.. PT Lapindo seolah olah lepas tanggung jawab begitu saja. Hal tersebut terlihat dari ketidakseriusan penanganan atas masalah semburan lumpur ini. Biaya ganti rugi yang seharusnya dibayarkan kepada para korban hanyalah sebuah janji yang tak kunjung ditepati. Cara pembayaran ganti rugi yang telah ditetapkan dalam Perpres Nomor 14 tahun 2007 tidak dipatuhi sepenuhnya oleh PT Lapindo. Selain hal tersebut, upaya untuk membendung luapan lumpur juga tidak dilakukan dengan serius oleh PT Lapindo. Sampai saat ini, semburan lumpur masih saja belum dapat dihentikan. Sikap dari PT Lapindo tersebut tentunya jauh dari sebuah tanggung jawab sosial korporat yang sesuai dengan kebijakan pemerintah. UU Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007 yang mengatur tentang tanggung jawab sosial korporat tidak lagi dipatuhi. PT Lapindo harusnya melakukan sebuah tanggung jawab sosial korporat, baik apabila terjadi bencana seperti ini atau pun tidak. Ini karena kegiatan yang dilakukan oleh PT Lapindo berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam yang tentunya sangat berpotensi terhadap kerusakan

lingkungan. Lingkungan di luar perusahaan, yaitu masyarakat di sekitar PT Lapindo sama sekali kurang diperhatikan dan dikelola dengan baik. PT Lapindo tidak bisa memenuhi kewajibannya, sebagai konsekuensi dari dampak kegiatan ekonomi yang menimbulkan bencana yang merusak lingkungan dan merugikan masyarakat. Dalam hal ini, PT Lapindo menyanggupi untuk membayar ganti rugi sesuai dengan aturan pemerintah. Tapi, kenyataannya tidak demikian, karena pembayaran ganti rugi tersebut tidak dilaksanakan dengan baik, misalnya macetnya pembayaran yang seharusnya diterima korban tiap bulan. Padahal, di dalam konsep tanggung jawab sosial korporat, lingkungan di luar perusahaan merupakan target utama dari pencitraan sebuah perusahaan. Masyarakatlah yang akan menilai baik atau buruk perusahaan. Perusahaan yang seharusnya bisa memperoleh kepercayaan yang tinggi dari masyrakat, malah berakhir dengan ketidakpercayaan karena tanggung jawab sosial yang akan dilaksanakan tidak sesuai dengan aturannya dan malah merugikan merugikan masyarakat. PT Lapindo hanya bisa melaksanakan janji jani tanggung jawab sosial korporat, bukannya melaksanakan tanggung jawab sosial korporat yang sebenarnya. Padahal, di dalam perkembangan tanggung jawab sosial korporat, ada salah satu faktor pendorongnya adalah meningkatnya kepedulian pada kerusakan lingkungan yang disebabkan kegiatan ekonomi. Pada kasus lumpur lapindo, jelas telah terjadi kerusakan lingkungan akibat dari kegiatan ekonomi atau lebih tepatnya kesalahan sebuah korporat di dalam menjalankan kegiatan pemanfaatan sumber daya alam untuk kepentingan bisnis. Hal tersebut tentunya menimbulkan berbagai pertanyaan, apakah tanggung jawab sosial korporat sekarang ini sudah mulai dilupakan oleh sebagian korporat dan tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang penting. Dan definsi dari WBCSD ( World Bussines Council For Sustainable Development ) menyebut bahwa tanggung jawab sosial korporat sebagai komitmen berkelanjutan kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberikan sumbangan pada pembangunan ekonomi sekaligus memperbaiki mutu hidup angkatan kerja dan keluarganya serta komuniktas lokal dan masyarakat secara keseluruhan. Dari pengertian itu juga semakin memperjelas bahwa PT Lapindo tidak melaksanakannya bagaimana PT lapindo akan memperbaiki mutu hidup angkatan kerja dan keluarganya jika banyak anak-anak yang putus sekolah akibat bencana semburan lumpur tersebut yang menenggelamkan sekolah dan juga peralatan sekolah mereka. Di lain hal PT Lapindo juga tidaklah etis dalam memberikan sumbangan pada pembanguna ekonomi karena banyak janji-janji tentang perbaikan ekonomi bagi para korban semburan lumpur yang dimana janji-janji tersebut hanyalah obralan omong kosong dari PT Lapindo belaka.Dari contoh kasus lapindi di atas, maka apakah tanggung jawab sosial korporat tidak lagi dianggap penting oleh perusahaan dan bagaimanakah konteks tanggung jawab sosial korporat dalam sebuah bencana yang benar ? Konteks Tanggung Jawab Sosial Korporat Dalam Bencana Dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial korporat pada suatu bencana, seringkali terjadi kesalahan dalam prakteknya. Perusahaan hanya melakukannya ketika sudah terjadi bencana dan itu pun belum benar. Sebelum terjadi bencana, sebenarnya sangat penting untuk melakukan tanggung jawab sosial korporat ini. Akan tetapi, perusahaan tidak mau melakukannya karena perusahaan hanya memikirkan kondisi pada saat sekarang ini yang dinilai semuanya masih baik baik saja dan masyrakat tidak ada masalah dengan keberadaan perusahaan. Namun, perusahaan lupa jika tidak selamanya keadaan tersebut akan bertahan. Perusahaan juga harus memikirkan kondisi ke depan yang mungkin akan terjadi. Bencana dapat muncul sewaktu waktu dan mengancam kelangsungan hidup sebuah perusahaan. Maka dari itu perusahaan perlu melakukan langkah langkah awal sebagai upaya pertahanan diri jika bencana terjadi. Komunikasi merupakan hal yang paling penting dalam pelaksanaan sebuah tanggung jawab sosial korporat pada suatu bencana. Komunikasi adalah kunci utamanya, komunikasi dengan para karyawan, dengan lingkungan sekitar perusahaan, dengan media massa dan dengan pemerintah. Komunikasi yang baik dengan semua aspek (karyawan,masyarakat,media massa, pemerintah) yang mendukung perusahaan akan menghasilkan hubungan yang baik dan citra yang baik bagi perushaan. Hubungannya dengan bencana adalah semua aspek pendukung perusahaan akan selalu mendukung perusahn jika bencana terjadi sehingga potensi munculnya krisis kepercayaan dapat dikurangi. Setelah terjadi bencana pun komunikasi tetap menjadi hal yang paling penting terutama dalam

mengimplementasikan kegiatan tanggung jawab sosial korporat. Tanggung jawab sosial korporat dalam sebuah bencana seharusnya bisa dilaksanakan dengan baik oleh perusahaan, apalagi bencana tersebut disebabkan akibat kelalaian perusahaan sendiri. Apabila masalah tersebut tidak ditangani dengan baik, maka tidak akan pernah selesai, terbukti hingga saat ini masalah lumpur lapindo belum juga selesai. Pelaksanaan tanggung jawab sosial korporat dalam bencana tentunya berbeda dengan pelaksanaan Pelaksanaan tanggung jawab sosial korporat dalam kondisi yang normal. Di dalam sebuah bencana, Pelaksanaan tanggung jawab sosial korporat harus cepat dilaksanakan dengan program-program nyata, bukan hanya dengan sebuah pernyataan / janji, baik secara langsung atau lewat media. Apabila tidak cepat ditangani dan hanya sebuah janji-janji saja, maka akan menyebabkan krisis kepercayaan. Padahal, kepercayaan publik menjadi sumber kekuatan utama bagi organisasi dengan beragam kegiatannya, termasuk yang menikmati monopoli dan diproteksi oleh pemerintah. Dengan kata lain, organisasi bisa eksis dan berkembang tidak lain karena adanya kepercayaan dari publiknya, yang merupakan kekuatan internal dan eksternal penentu hidup matinya organisasi tersebut (Chatra dan Nasrullah, 2008 : 26) Penanganan pelaksanaan tanggung jawab sosial korporat dalam konteks bencana seharusnya bisa dijadikan sebagai peluang untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan, bukan malah menjadi sebuah krisis kepercayaan Bencana adalah sesuatu hal yang tidak bisa dihindari dalam aktivitas sebuah perusahaan. Terlebih lagi pada perusahaan yang melakukan kegiatan ekonomi yang erat kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya alam. Pemanfaatan sumber daya alam ini, sangat berpotensi untuk mendatangkan sebuah bencana apabila tidak dilaksanakan sesuai dengan prosedurnya dan tidak diimbangi dengan upaya pelestarian dan kepedulian terhadap lingkungan di sekitar perusahaan. Lingkungan, dalam hal ini bisa lingkungan yang berarti alam, maupun lingkungan yang berarti masyarakat di sekitar perusahaan. Kesadaran sebuah perusahaan akan kedua lingkungan tersebut, saat ini terbilang masih kurang. Kita lihat saja peristiwa yang sampai saat ini belum ada penyelesaiannya, yaitu bencana lumpur lapindo. Dalam peristiwa tersebut sangat jelas bahwa PT Lapindo tidak dapat mengelola kedua lingkungan tersebut dengan baik dan adanya kesalahan di dalam melakukan pemanfaatan sumber daya alam. Respon terhadap peristiwa tersebut juga dirasa sangat kurang. PT Lapindo tidak melaksanakan tanggung jawab sosial korporatnya dengan sebagaimana mestinya. Menanggapi bencana lumpur lapindo tersebut, maka sudah seharusnya ada sebuah konsep tentang tanggung jawab sosial korporat dalam sebuah bencana. Konsep tersebut meliputi upaya yang harus dilakukan perusahaan sebagai konsekuensi dari penggunaan sumber daya alam dan upaya penanganan krisis setelah terjadinya bencana. Sebagai konsekuensi dari penggunaan sumber daya alam/kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan, maka perusahaan perlu memperhatikan dua aspek, yaitu lingkungan alam itu sendiri dan lingkungan yang berada di dalam lingkungan alam tersebut, yaitu manusia (masyarakat di sekitar perusahaan). Berkaitan dengan lingkungan alam perusahaan perlu menjaga lingkungan tempat perusahaan melakukan kegiatan ekonomi. Upaya menjaga lingkungan alam ini, perusahaan bisa mengadakan penghijauan, melakukan konservasi tanah, membuat tata ruang di sekitar perusahaan agar sewaktu terjadi bencana, dampak yang ditimbulkan dapat diminimalisasi. Selain itu, perlu adanya standar dan prosedur yang jelas dalam pengambilan, pemrosesan, dan penanganan limbah dari pemanfaatan sumber daya alam tersebut. Pada lingkungan masyarakat di sekitar perusahaan, perlu adanya menjaga hubungan yang baik dengan masyarakatnya agar perusahaan mendapatkan kepercayaan dan dukungan di dalam menjalankan kegiatan ekonominya maupun dukungan masyarakat ketika terjadi sebuah bencana akibat kegiatan ekonomi perusahaan. Perusahaan dapat membuat suatu pertemuan rutin dengan masyarakat di sekitarnya, untuk menanggapi keluhan dari masyarakat dan perusahaan juga dapat menyampaikan kebijakannya pada masyarakat. Di dalam pertemuan ini akan terjadi kesepakatan yang tentunya harus menguntungkan kedua belah pihak. Manfaat dari pertemuan rutin ini adalah untuk menjaga komuikasi yang baik antara perusahaan dengan masyarakat. Ini tentunya akan menguntungkan jika bencana terjadi, masyarakat akan memberikan pengertian dan membantu perusahaan jika terjadi bencana. Bagi masyarakatnya, akan cepat mendapatkan penanganan/bantuan dari perusahaan saat bencana terjadi.

Perusahaan juga dapat mengadakan sebuah simulasi dalam menghadapi sebuah bencana, baik bencana alam maupun bencana yang ditimbulkan oleh perusahaan. Simulasi ini tentunya harus melibatkan masyarakat sehingga apabila bencana terjadi kerugian materi maupun non materi dapat dikurangi. Selain itu kegiatan simulasi ini dapat memberikan pengetahuan terhadap masyarakat tentang apa saja yang harus dilakukan jika bencana terjadi sehingga masyarakat tidak terlalu panik dan tidak banyak menuntut pada perusahaan jika bencana yang terjadi disebabkan oleh perusahaan, seperti pada kasus lumpur lapindo. Dalam kasus tersebut, PT lapindo tidak melakukan hal ini sebelumnya. Terbukti kesiapan dari masyarakat maupun PT Lapindo sangatlah kurang. Komunikasi antara keduanya pun juga tidak baik karena sebelumnya kurang atau tidak ada kegiatan yang melibatkan masyarakatnya. Penjelasan di atas merupakan kegaiatan tanggung jawab sosial korporat yang dilakukan sebelum terjadi bencana. Lalu, bagaiamana tanggung jawab sosial korporat yang harus dilakukan setelah terjadinya bencana ? Tanggung jawab sosial korporat yang harus dilakukan pada kondisi ini tentuya yang paling penting harus memperhatikan beberapa hal. Pertama, ketersediaan akan informasi. Pada bencana semburan lumpur lapindo, PT Lapindo tidak menginformasikan kepada masyarakat tentang perkembangan dari semburan lumpur tersebut sehingga bnyak harta benda masyarakat yang tidak dapat diselamatkan. Dalam sebuah bencana, informasi sangatlah penting. Dengan informasi, para korban akan dapat mengetahui perkembangan sampai sejauh mana bencana tersebut terjadi dan dampaknya sebesar apa. Informasi dapat digunakan untuk memberitauhukan kepada masyarakat yang belum terkena bencana untuk segera mengungsi setelah diperkirakan sejauh mana bencana tersebut akan meyebar sehingga kerugian materi maupun non materi dapat dikurangi. Hal kedua yang harus diperhatikan adalah kebutuhan dari para korban bencana. Para korban tentunya sangat membutuhkan tempat tinggal sementara/pengungsian dan juga berbagai kebutuhan lainnya. Pihak perusahaan harus memberikan kebutuhan ini dengan cepat dan merata sehingga para korban tidak bertambah kecewa terhadap perusahaan yang menyebabkan bencana tersebut. Apabila hal ini dilakukan perusahaan dengan baik, maka kekecewaan akibat bencana tersebut dpat dikurangi dan masih terbuka kesempatan untuk membangun kembali kepercyaan dari masyarakat dengan tanggung jawab sosial korporat yang dilaksanakan dengan baik dan nyata. Hal ketiga adalah langkah untuk membangun kepercayaan dari masyarakat itu sendiri. Pada tahap ini perusahaan harus merumuskan tujuan jangka panjang yang ingin dicapai. Jangan sampai bencana yang terjadi akan menyebabkan sebuah krisis kepercayaan seperti yang terjadi pada PT Lapindo. Pada tahap membangun kembali kepercayaan dari masyarakat, perusahaan perlu melakukan kegiatan kegiatan yang hasilnya bisa dicapai untuk waktu yang lebih lama. Perusahaan dapat memberikan rumah baru bagi para korban di lokasi jauh dari tempat terjadinya bencana. Pembangunan rumah baru ini tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Perusahaan dapat meminta dukungan dana dari pemerintah karena kpentingan ini terkait dengan kesejahteraan warga negara. Untuk itu, perusahaan sebelumya harus menjalin hubungan yang baik dengn pemerintah dengan mematuhi semua ketetapan dari pemerintah tentang pelaksanaan tanggung jawab sosial korporat. Perusahaan juga harus menyediakan lapangan pekerjaan baru bagi para korban, misalnya pelatihan tentang kewirausahaan dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan pemberian modal. Dengan begitu, masyarakat tetap dapat melakukan kehidupan normalnya kembali seperti sebelum bencana terjadi. Dari kegiatan kegiatan tersebut, masyarakat akan berpikir jika perusahaan sangat peduli terhadap nasib mereka dan akan percaya lagi terhadap perusahaan dan hubungan yang terjalin akan semakin baik dari sebelumnya.

Sumber :

http://csrindonesia.com/ Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan saat ini telah menjadi konsep yang kerap kita dengar, walau definisinya sendiri masih menjadi perdebatan di antara para praktisi maupun akademisi. Sebagai sebuah konsep yang berasal dari luar, tantangan utamanya memang adalah memberikan pemaknaan yang sesuai dengan konteks Indonesia. Berangkat dari pendirian tersebut, situs ini didedikasikan untuk membuka diskusi dan menyebarkan wacana CSR agar dipahami oleh lebih banyak lagi pihak: masyarakat sipil, perusahaan maupun pemerintah. Tujuannya adalah agar semua pihak dapat beranjak dari pemahaman yang memadai ketika berbicara tentang CSR, yaitu sebagai suatu wahana yang dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Dengan pemahaman yang demikian, CSR tidak akan disalahgunakan hanya sebagai marketing gimmick untuk melakukan corporate greenwash atau pengelabuan citra perusahaan belaka. Dalam situs ini dapat dibaca berbagai hal yang berkaitan dengan CSR, mulai dari konsep dasar hingga bagaimana CSR diaplikasikan oleh perusahaan di berbagai sektor. Situs ini juga mengundang Anda untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang CSR melalui ajang diskusi. Bagi perusahaan-perusahaan yang berkehendak untuk melaksanakan CSR dengan sungguh-sungguh, situs ini menyediakan deskripsi layanan jasa yang dapat kami berikan untuk bersama-sama mencapai tujuan keberlanjutan.

Sumber : http://businessenvironment.wordpress.com/2007/03/01/program-corporate-social-responsibility-yangberkelanjutan/
Pembangunan suatu negara bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, setiap insan manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Dunia usaha berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mempertimbangan pula faktor lingkungan hidup. Kini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line), melainkan sudah meliputi aspek keuangan, aspek sosial, dan aspek lingkungan biasa disebut triple bottom line. Sinergi dari tiga elemen ini merupakan kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Seiring dengan pesatnya perkembangan sektor dunia usaha sebagai akibat liberalisasi ekonomi, berbagai kalangan swasta, organisasi masyarakat, dan dunia pendidikan berupaya merumuskan dan mempromosikan tanggung jawab sosial sektor usaha dalam hubungannya dengan masyarakat dan lingkungan. Namun saat ini saat perubahan sedang melanda dunia kalangan usaha juga tengah dihimpit oleh berbagai tekanan, mulai dari kepentingan untuk meningkatkan daya saing, tuntutan untuk menerapkan corporate governance, hingga masalah kepentingan stakeholder yang makin meningkat. Oleh karena itu, dunia usaha perlu mencari pola-pola kemitraan ( partnership) dengan seluruh stakeholder agar dapat berperan dalam pembangunan, sekaligus meningkatkan kinerjanya agar tetap dapat bertahan dan bahkan berkembang menjadi perusa haan yang mampu bersaing. Upaya tersebut secara umum dapat disebut sebagai corporate social responsibility atau corporate citizenship dan dimaksudkan untuk mendorong dunia usaha lebih etis dalam menjalankan aktivitasnya agar tidak berpengaruh atau berdampak buruk pada masyarakat dan lingkungan

hidupnya, sehingga pada akhirnya dunia usaha akan dapat bertahan secara berkelanjutan untuk memperoleh manfaat ekonomi yang menjadi tujuan dibentuknya dunia usaha. Konsep tanggung jawab sosial perusahaan telah mulai dikenal sejak awal 1970an, yang secara umum diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan praktek yang berhubungan dengan stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat dan lingkungan; serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan. Corporate Social Responsibility (CSR) tidak hanya merupakan kegiatan karikatif perusahaan dan tidak terbatas hanya pada pemenuhan aturan hukum semata. Implementasi konsep sustainable development dalam Program CSR Masih banyak perusahaan tidak mau menjalankan program-program CSR karena melihat hal tersebut hanya sebagai pengeluaran biaya (cost center). CSR memang tidak memberikan hasil secara keuangan dalam jangka pendek. Namun CSR akan memberikan hasil baik langsung maupun tidak langsung pada keuangan perusahaan di masa mendatang. Dengan demikian apabila perusahaan melakukan program-program CSR diharapkan keberlanjutan perusahaan akan terjamin dengan baik. Oleh karena itu, program-program CSR lebih tepat apabila digolongkan sebagai investasi dan harus menjadi strategi bisnis dari suatu perusahaan. Dengan masuknya program CSR sebagai bagian dari strategi bisnis, maka akan dengan mudah bagi unit-unit usaha yang berada dalam suatu perusahaan untuk mengimplementasi kan rencana kegiatan dari program CSR yang dirancangnya. Dilihat dari sisi pertanggung jawaban keuangan atas setiap investasi yang dikeluarkan dari program CSR menjadi lebih jelas dan tegas, sehingga pada akhirnya keberlanjutan yang diharapkan akan dapat terimplementasi berdasarkan harapan semua stakeholder. Mengapa Program CSR harus Sustainable. Pada saat ini telah banyak perusahaan di Indonesia, khususnya perusahaan besar yang telah melakukan berbagai bentuk kegiatan CSR, apakah itu dalam bentuk community development, charity, atau kegiatan-kegiatan philanthropy. Timbul pertanyaan apakah yang menjadi perbandingan/perbedaan antara program community development, philanthropy, dan CSR dan mana yang dapat menunjang berkelanjutan (sustainable)? Tidak mudah memang untuk memberikan jawaban yang tegas terhadap pertanyaan diatas, namun penulis beranggapan bahwa CSR is the ultimate level towards sustainability of development. Umumnya kegiatan-kegiatan community development, charity maupun philanthropy yang saat ini mulai berkembang di bumi. Indonesia masih merupakan kegiatan yang bersifat pengabdian kepada masyarakat ataupun lingkungan yang berada tidak jauh dari lokasi tempat dunia usaha melakukan kegiatannya. Dan sering kali kegiatannya belum dikaitkan dengan tiga elemen yang menjadi kunci dari pembangunan berkelanjutan tersebut. Namun hal ini adalah langkah awal positif yang perlu dikembangkan dan diperluas hingga benar-benar dapat dijadikan kegiatan Corporate Social Responsibility yang benar-benar sustainable. Selain itu program CSR baru dapat menjadi berkelanjutan apabila, program yang dibuat oleh suatu perusahaan benar-benar merupakan komitmen bersama dari segenap unsur yang ada di dalam perusahaan itu sendiri. Tentunya tanpa adanya komitmen dan dukungan dengan penuh antusias dari karyawan akan menjadikan program-program tersebut bagaikan program penebusan dosa dari pemegang saham belaka. Dengan melibatkan karyawan secara intensif, maka nilai dari programprogram tersebut akan memberikan arti tersendiri yang sangat besar bagi perusahaan. Melakukan program CSR yang berkelanjutan akan memberikan dampak positif dan manfaat yang lebih besar baik kepada perusahaan itu sendiri maupun para stakeholder yang terkait. Sebagai contoh nyata dari program CSR yang dapat dilakukan oleh perusahaan dengan semangat keberlanjutan antara lain, yaitu: pengembangan bioenergi, melalui kegiatan penciptaan Desa Mandiri Energi yang merupakan cikal bakal dari pembentukan eco-village di masa mendatang bagi Indonesia. Program CSR yang berkelanjutan diharapkan akan dapat membentuk atau menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera dan mandiri. Setiap kegiatan tersebut akan melibatkan semangat sinergi dari semua pihak secara terus menerus membangun dan menciptakan kesejahteraan dan pada akhirnya akan tercipta kemandirian dari masyarakat yang terlibat dalam

program tersebut. Program CSR tidak selalu merupakan promosi perusahaan yang terselubung, bila ada iklan atau kegiatan PR mengenai program CSR yang dilakukan satu perusahaan, itu merupakan himbauan kepada dunia usaha secara umum bahwa kegiatan tersebut merupakan keharusan/tanggung jawab bagi setiap pengusaha. Sehingga dapat memberikan pancingan kepada pengusaha lain untuk dapat berbuat hal yang sama bagi kepentingan masyarakat luas, agar pembangunan berkelanjutan dapat terealisasi dengan baik. Karena untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera dan mandiri semua dunia usaha harus secara bersama mendukung kegiatan yang terkait hal tersebut. Dimana pada akhirnya dunia usaha pun akan menikmati keberlanjutan dan kelangsungan usahanya dengan baik. Manfaat dari program CSR bagi perusahaan di Indonesia Memang pada saat ini di Indonesia, praktek CSR belum menjadi suatu keharusan yang umum, namun dalam abad informasi dan teknologi serta adanya desakan globalisasi, maka tuntutan terhadap perusahaan untuk menjalankan CSR akan semakin besar. Tidak menutup kemungkinan bahwa CSR menjadi kewajiban baru standar bisnis yang harus dipenuhi seperti layaknya standar ISO. Dan diperkirakan pada akhir tahun 2008 mendatang akan diluncurkan ISO 26000 on Social Responsibility, sehingga tuntutan dunia usaha menjadi semakin jelas akan pentingnya program CSR dijalankan oleh perusahaan apabila menginginkan keberlanjutan dari perusahaan tersebut. CSR akan menjadi strategi bisnis yang inheren dalam perusahaan untuk menjaga atau meningkatkan daya saing melalui reputasi dan kesetiaan merek produk (loyalitas) atau citra perusahaan. Kedua hal tersebut akan menjadi keunggulan kompetitif perusahaan yang sulit untuk ditiru oleh para pesaing. Di lain pihak, adanya pertumbuhan keinginan dari konsumen untuk membeli produk berdasarkan kriteria-kriteria berbasis nilai-nilai dan etika akan merubah perilaku konsumen di masa mendatang. Implementasi kebijakan CSR adalah suatu proses yang terus menerus dan berkelanjutan. Dengan demikian akan tercipta satu ekosistem yang menguntungkan semua pihak (true win win situation) konsumen mendapatkan produk unggul yang ramah lingkungan, produsen pun mendapatkan profit yang sesuai yang pada akhirnya akan dikembalikan ke tangan masyarakat secara tidak langsung. Sekali lagi untuk mencapai keberhasilan dalam melakukan program CSR, diperlukannya komitmen yang kuat, partisipasi aktif, serta ketulusan dari semua pihak yang peduli terhadap programprogram CSR. Program CSR menjadi begitu penting karena kewajiban manusia untuk bertanggung jawab atas keutuhan kondisi-kondisi kehidupan umat manusia di masa datang. Perusahaaan perlu bertanggung jawab bahwa di masa mendatang tetap ada manusia di muka bumi ini, sehingga dunia tetap harus menjadi manusiawi, untuk menjamin keberlangsungan kehidupan kini dan di hari esok.

Sumber : http://yesalover.wordpress.com/2007/03/10/csr-antara-tuntutan-dan-kebutuhan/ I. Latar Belakang Akhir-akhir ini kerapkali terjadi kecelakaan dan musibah yg disebabkan oleh kalangan industri, sehingga menimbulkan stigma industrial di kalangan masyarakat. Sebagai contoh adalah mengenai kasus lumpur panas Porong,-memang hal ini lebih dikarenakan faktor teknis dan human error- yang telah menjadi trigger untuk kembali menyerukan tanggung jawab kalangan pebisnis terhadap lingkungan sekitranya. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan perlunya kesadaran terhadap CSR ( Corporate Social Responsibility ) demi tercapainya sebuah keseimbangan dunia usaha antara pelaku dan masyarakt sekitar. Semenjak keruntuhan rezim diktatoriat Orde Baru, masyarakt semaikn berani untuk beraspirasi dan mengekspresikan tuntutanny terhadap perkembangan dunia bisnis Indonesia. Masyarakt telah semakin kritis dan mampu melakukan filterisasi terhadap dunia usaha yg tengah

berkembang di tengah masyarakt ini. Hal ini menuntut para pelaku bisnis utk menjalankan usahany dengan semakin bertanggungjawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut utk memperoleh capital gain atau profit dari lapangan usahanya, melainkan mereka juga diminta utk memberikan kontribusi-baik materiil maupun spirituil- kepada masyarakat dan pemerintah. II. Masalah CSR yg seharusnya telah terintegrasi dalam hierarki perusahaan sbg strategi dan policy manejemenny, tetap masih dipandang sebelah mata oleh kebanykan pelaku bisnis di Indoneisa. Esensi dan signifikansi dari CSR masih belum dapat terbaca sepenuuhnya oleh pelaku bisnis, sehingga CSR sendiri baru sekedar wacana dan implementasi atas tuntutan masyarakat. Hal ini otomatis akan mengurangi implementasi dari CSR itu sendiri. CSR pada dasarnya memuiliki kerinduan yg sama; ingin menjalankan bisnis dengan lebih bermartabat, dgn konsekuensi akan mengurangi profit. Pengusaha seharusnya menjalankan bisnis tidak semata untuk profitability melainkan lebih dari itu, sustainability. Nah, `kesadaran utk menjalankan bisnis bukan sekedar utk mencari profit semata, masih minim dimiliki oleh sebagian pelalku bisnis di Indonesia. Padahl, justru faktor kesinambungan tadi yg sangat menetukan masa depan sebuah usaha. Ambil contoh, jika Anda seorang pengelola usaha, maka Anda punya pilihan untuk mendapatkan keuntungan 30% dan 10%. Agar mendapatkan keuntugn 30%, Anda harus rajin tuk melobi para pejabat, menjilat para atasan, mengelabui mitra usaha, dan mengesampingkan social responsibilty. Tetapi, risikonya bisnis Anda paling banter hanya mampu bertahan selama 5 tahun, karena banyaknya masalah yg timbul dari praktik usaha semacam itu. Namun, jika Anda memilih keuntungan yg lebih sedikit, 10% tetapi dengan memperhatikan etika bisnis serta mempunyai social responsibility yg besar, bisnis Anda notabene akan dapat berjalan dengan baik. Peluang untuk hidup dan berkompetisi dalam jangka panjang pun akan lebih terjamin. Toh, masayarakt kita bukanlah masyarakt yg masih dapat dibodohi oleh sisi eksternal perusahaan, masyarakt ini lebih kritis dan peka terhadap kinerja dan kontribusi perusahaan terhadap dunia luar.Masalahnya semakin rumit ketika tetap saja para pelaku dan investor berpijak pada stereotipe bahwa CSR tidak profitable, tidak berdampak langsung terhadap peningkatan pendapatan perusahaan. Mereka cenderung ingin yang instan, langsung mendapat profit besar, tanpa peduli terhadap masalah2 eksternal perusahaan. Selain itu, investor juga terlalu menginginkan realisasi investasi mereka utk sektor riil-dalam artian benar2 berdampak langsung terhadp peningkatan pendapatan-. Padahal, CSR memiliki dimensi yg jauh lebih rumit dan kompleks dari sekedar analisis rug-laba. Pengenalan terhadaap budaya setempat atau analisis terhadap need assesment semestinya menjadi hal krusial yg mesti dilakukan. Poin inilah yg terkadang menyebabkan crash kepentingan, sehingga dunia usaha terkadang merasa program CSR bukanlah kompetisi mereka. Paradigma mengenai kontribusi pajak perusahaan terhadap negara semakin menambah runyam masalah ini. Ada beberapa kalangan yg menilai jika masalah sosial hanya merupakan tanggungjawab negara saja, dunia usaha cukup membayar pajak utk memberikan kontribusi terhadap masyarakt. Pemikiran ini sudah tidak relevan, justru perusahaan yg akan memenagkan kompetisi global adalah perusahaan yg memiliki kemampuan public relation yg baik, salah satunya dapat dicapai dgn mencangkn program CSR yg terintegrasi sebgai standar kebijakan dan strategi bisnis mereka. Lagipula, dengan adanya anggapan bahwa dunia usaha merupakan bagian yg terintegrasi dalam masyarakt, sudah sepatutnya jika dunia usaha berkewajiban utk membantu menyelesaikan masalah sosial yg ada dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, semestinya dunia usaha tidak mengganggap CSR sebagai kewajiban yg memaksa, sebagai refleksi dari tuntutan masyarakat terhadap dunia usaha yg jika tidak dilakukan akan berdampak adanya anarkisme, vandalisme, maupun bentuk2 kegiatan represif dari masyarakat. Sebalikny, dunia usaha harus menjadikan program CSR sebagai kebutuhan, yg jika

tidak dilakukan akan mempengaruhi kinerja perusahaan. III. Analisis Isu CSR dapat disimpulkan sebagai parameter kedekatan era kebangkitan masyarakt (civil society). Maka dari itu, sudah seharusnya CSR tidak hanya bergerak dalam aspek philantropy maupun level strategi, melainkan harus merambat naik naik ke itngkat kebijakan ( policy) yg lebih makro dan riil. Dunia usaha harus dapat mencontoh perusahaan2 yg telah terlebih dahulu melaksanakn program CSR sbgi salah satu policy dari manjemen perusahaan. PT. Bogasari, misalnya memiliki program CSR yg terintegrasi dengan strategi perusahaan, melalui pendampingan para pelaku usah mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berbasis terigu. Seperti yg telah kita ketahui, jika mereka adalah konsumen utama dari produk perusahaan ini. Demikian juga dengan PT. Unilever yg memiliki program CSR berupa pendampingan terhadap petani kedelai. Bagi kepentingan petani, adanya program CSR ini berperan dalam meningkatkan kualitas produksi, sekaligus menjamin kelancaran distribusi. Sedangkan bagi Unilever sendiri, hal ini akan menjamin pasokan bahan baku utk setiap produksi mereka yg berbasis kedelai, sperti kecap Bango, yg telah menjadi salah satu andalan produknya. Ada kalanya program CSR perusahaan tidak mesti harus berada pada tingkat produsen dan pengembangan produk, tetapi dapat mencakup aspek2 lain, semisal pendidikan dan pelatihan, serta konservasi. Poin yg pertama, akhir2 ini seakan2 sedang menjadi tren di dunia usaha. Banyak perusahaan yg memilih program CSR di bidang edukasi. Program seperti ini kebanyakn memfokuskan pada edukasi bagi generasi mendatang, pengembangan kewirausahaan, pendidikan finansial, maupun pelatihan2. PT. Astra International Tbk, misalny, telah membentuk Politeknik Manufaktur Astra, yg menelan dana puluhan milyar. Selain itu, ada juga program dari HM Sampoerna utk mengembangkan pendidikan melalui Smapoerna Foundation, utk program ini, Sampoerna sendiri telah mengucurkan dana tak kurang dari 47 milliar. Nah, jelas sudah jika CSR sangat bermanfaat untuk masyarakat dan dapat meningkatkan image perusahaan. Jadi, semestinya dunia usaha tidak memandang CSR sebgai suatu tuntutan represif dari masyarakat, melainkan sebagai kebutuhan dunia usaha.

You might also like