You are on page 1of 22

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya. Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah: Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33. Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821 Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat. Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795

/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.

HUKUM BISNIS, Kelompok 3, KAT A4/10

Konsumen pasti akan merasa sangat dirugikan saat barang yang dibeli nya tidak sesuai dengan keinginannya dalam artian cacat atau tidak sempurna. Entah itu dalam keadaan kadaluarsa, bentuknya jauh berbeda dengan apa yang digambarkan dan lain sebagainya. Untuk masalah-masalah itu perlu pengawasan dan tindakan khusus. Sekecil apapun masalah atau kerugian yang dialami konsumen harus dapat ditanggapi oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab. Karena setiap konsumen memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan. Maka dari itu untuk kesempatan ini saya kan membahas bagaimana pelaksanaan undangundang perlindungan konsumen. Sebelum mengetahui lebih dalam adakalanya kita mengetahui apa itu konsumen.

Menurut Undang-undang No.8 tahun 1999 Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Undang undang yang mengatur perlindungan konsumen adalah Undang- Undang No.8 Tahun 1999. Undang- undang ini mengatur apa saja yang hak didaptakan konsumen, kewajiban apa yang harus dilakukan konsumen, asas dan tujuan, perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha , tanggung jawab pelaku usaha, pembinaan dan pengawasan yang harus dilakukan oleh pemerintah, peran kelembagaan perlindungan konsumen serta sanksi.

HUKUM BISNIS, Kelompok 3, KAT A4/10

1.2

Rumusan Masalah 1. Definisi Konsumen 2. Pengertian perilaku konsumen 3. Sifat dari perilaku konsumen 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen 5. Definisi perindungan konsumen 6. Landasan hukum 7. Azas perlindungan konsumen 8. Pelaksanaan UU perlindungan konsumen 9. Tujuan perlindungan konsumen 10. Hak dan kewajiban konsumen 11. Hak dan kewajiban serta tnggung jawab pelaku usaha 12. Sanksi-sanksi untuk para pelaku usaha 13. Penyelesaian sengketa konsumen 14. Contoh kasus

1.3

Tujuan Pembuatan Makalah 1. Agar setiap mahasiswa dapat memahami lebih dalam tentang UU perlindungan konsumen. 2. Mengetahui hak dan kewajiban dari setiap konsumen dan para pelau usaha. 3. Memahami permasalahan dan cara penyelesaian apabila terjadi sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. 4. Sebagai syarat tugas mata kuliah Hukum Bisnis.

HUKUM BISNIS, Kelompok 3, KAT A4/10

BAB II KAJIAN TEORITIS

2.1

Definisi Konsumen Konsumen adalah seseorang atau sekelompok orang yang membeli suatu produk

untuk dipakai sendiri dan tidak untuk dijual kembali. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali, maka dia disebut pengecer atau distributor. pada masa sekarang ini bukan suatu rahasia lagi bahwa sebenarnya konsumen adalah raja sebenarnya, oleh karena itu sebagai produsen yang memiliki prinsip holistic marketing sudah seharusnya memperhatikan semua yang menjadi hak-hak konsumen. Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Menurut Undang-undang no. 8 tahun 1999, Pasal 1 butir 2 tentang Perlindungan Konsumen adalah Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Menurut Hornby adalah Konsumen (consumer) adalah seseorang atau suatu perusahaan yang membeli suatu persediaan atau sejumlah barang tertentu atau menggunakan barang atau jasa. Didalam realitas bisnis seringkali dibedakan antara : a. Consumer (konsumen) dan Custumer (pelanggan). o Konsumen adalah semua orang atau masyarakat termasuk pelanggan. o Pelanggan adalah konsumen yang telah mengkonsumsi suatu produk yang di produksi oleh produsen tertentu. b. Konsumen Akhir dengan Konsumen Antara. o Konsumen akhir adalah Konsumen yang mengkonsumsi secara langsung produk yang diperolehnya o Konsumen antara adalah konsumen yang memperoleh produk untuk memproduksi produk lainnya.
HUKUM BISNIS, Kelompok 3, KAT A4/10 4

2.2

Pengertian Perilaku Konsumen Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1990), perilaku konsumen diartikan Those

actions directly involved in obtaining, consuming, and disposing of products and services, including the decision processes that precede and follow this action. Perilaku konsumen merupakan tindakantindakan yang terlibat secara langsung dalam memperoleh, mengkonsumsi, dan membuang suatu produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan tindakan tersebut.

Perilaku konsumen adalah aktivitas seseorang saat mendapatkan, mengkonsumsi, dan membuang barang atau jasa (Blackwell, Miniard, & Engel, 2001). Sedangkan The American Marketing Association mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis dari pengaruh dan kesadaran, perilaku, dan lingkungan dimana manusia melakukan pertukaran aspek hidupnya. Dalam kata lain perilaku konsumen mengikutkan pikiran dan perasaan yang dialami manusia dan aksi yang dilakukan saat proses konsumsi (Peter & Olson, 2005). Perilaku konsumen menitikberatkan pada aktivitas yang berhubungan dengan konsumsi dari individu. Perilaku konsumen berhubungan dengan alasan dan tekanan yang mempengaruhi pemilihan, pembelian, penggunaan, dan pembuangan barang dan jasa yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pribadi (Hanna & Wozniak, 2001).

2.3

Sifat dari Perilaku Konsumen 1. Consumer Behavior Is Dynamic Perilaku konsumen dikatakan dinamis karena proses berpikir, merasakan, dan aksi

dari setiap individu konsumen, kelompok konsumen, dan perhimpunan besar konsumen selalu berubah secara konstan. Sifat yang dinamis demikian menyebabkan pengembangan strategi pemasaran menjadi sangat menantang sekaligus sulit. Suatu strategi dapat berhasil pada suatu saat dan tempat tertentu tapi gagal pada saat dan tempat lain. Karena itu suatu perusahaan harus senantiasa melakukan inovasi-inovasi secara berkala untuk meraih konsumennya.

HUKUM BISNIS, Kelompok 3, KAT A4/10

2. Consumer Behavior Involves Interaction Dalam perilaku konsumen terdapat interaksi antara pemikiran, perasaan, dan tindakan manusia, serta lingkungan. Semakin dalam suatu perusahaan memahami bagaimana interaksi tersebut mempengaruhi konsumen semakin baik perusahaan tersebut dalam memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen serta memberikan value atau nilai bagi konsumen.

3. Consumer Behavior Involves Exchange Perilaku konsumen melibatkan pertukaran antara manusia. Dalam kata lain seseorang memberikan sesuatu untuk orang lain dan menerima sesuatu sebagai gantinya.

2.4

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Menurut Philip Kotler dan Gary Armstrong (1996) keputusan pembelian dari pembeli

sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologi dari pembeli. 1. Faktor Budaya Faktor budaya memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada perilaku konsumen. Perusahaan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya, subbudaya dan kelas sosial pembeli. Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Subbudaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Banyak subbudaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar sering kali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.

HUKUM BISNIS, Kelompok 3, KAT A4/10

Kelas-kelas sosial adalah masyarakat yang relatif permanen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial bukan ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur dari kombinasi pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variable lain. 2. Faktor Sosial Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti kelompok kecil, keluarga serta peranan dan status sosial konsumen. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok kecil. Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung. Definisi kelompok adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai sasaran individu atau bersama.Keluarga dapat pempengaruhi perilaku pembelian. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat. Keputusan pembelian keluarga, tergantung pada produk, iklan dan situasi. Seseorang umumnya berpartisipasi dalam kelompok selama hidupnya-keluarga, klub, organisasi. Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat diidentifikasikan dalam peran dan status. Setiap peran membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat. 3. Faktor Pribadi Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahapan daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli. Konsumsi seseorang juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga. Beberapa penelitian terakhir telah mengidentifikasi tahapan-tahapan dalam siklus hidup psikologis. Orang-orang dewasa biasanya mengalami perubahan atau transformasi tertentu pada saat mereka menjalani hidupnya. Pekerjaan mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok pekerja yang memiliki minat di atas rata-rata terhadap produk dan jasa tertentu.

HUKUM BISNIS, Kelompok 3, KAT A4/10

Situasi ekonomi seseorang akan mempengaruhi pemilihan produk. Situasi ekonomi seseorang terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan (tingkatnya, stabilitasnya, dan polanya), tabungan dan hartanya (termasuk presentase yang mudah dijadikan uang ). Gaya hidup seseorang adalah pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat dan pendapat seseorang. Gaya hidup menggambarkan seseorang secara keseluruhan yang berinteraksi dengan lingkungan. Gaya hidup juga mencerminkan sesuatu dibalik kelas sosial seseorang. Kepribadian adalah karakteristik psikologis yang berada dari setiap orang yang memandang responnya terhadap lingkungan yang relatif konsisten. Kepribadian dapat merupakan suatu variabel yang sangat berguna dalam menganalisa perilaku konsumen. Bila jenis- jenis kepribadian dapat diklasifikasikan dan memiliki korelasi yang kuat antara jenisjenis kepribadian tersebut dengan berbagai pilihan produk atau merek. 4. Faktor Psikologis Pemilihan barang yang dibeli seseorang lebih lanjut dipengaruhi oleh empat faktor psikologis, yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan serta kepercayaan. Motivasi merupakan kebutuhan yang cukup menekan untuk mengarahkan seseorang mencari cara untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Beberapa kebutuhan bersifat biogenik, kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan fisiologis tertentu, seperti rasa lapar, rasa haus, rasa tidak nyaman. Sedangkan kebutuhan-kebutuhan lain bersifat psikogenik yaitu kebutuhan yang timbul dari keadaan fisologis tertentu, seperti kebutuhan untuk diakui, kebutuhan harga diri atau kebutuhan diterima. Persepsi didefinisikan sebagai proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti dari dunia ini. Orang dapat memiliki persepsi yang berbeda-beda dari objek yang sama karena adanya tiga proses persepsi: Perhatian yang selektif Gangguan yang selektif Mengingat kembali yang selektif

HUKUM BISNIS, Kelompok 3, KAT A4/10

Pembelajaran menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Sedang kepercayaan merupakan suatu pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. 5. Faktor Marketing Strategy Merupakan variabel dimana pemasar mengendalikan usahanya dalam memberitahu dan mempengaruhi konsumen. Variabel-variabelnya adalah: Barang Harga Periklanan dan Distribusi yang mendorong konsumen dalam proses pengambilan keputusan. Pemasar harus mengumpulkan informasi dari konsumen untuk evaluasi kesempatan utama pemasaran dalam pengembangan pemasaran. Kebutuhan ini digambarkan dengan garis panah dua arah antara strategi pemasaran dan keputusan konsumen dalam gambar 1.1 penelitian pemasaran memberikan informasi kepada organisasi pemasaran mengenai kebutuhan konsumen, persepsi tentang karakteristik merek, dan sikap terhadap pilihan merek. Strategi pemasaran kemudian dikembangkan dan diarahkan kepada konsumen. Ketika konsumen telah mengambil keputusan kemudian evaluasi pembelian masa lalu, digambarkan sebagai umpan balik kepada konsumen individu. Selama evaluasi, konsumen akan belajar dari pengalaman dan pola pengumpulan informasi mungkin berubah, evaluasi merek, dan pemilihan merek. Pengalamn konsumsi secara langsung akan berpengaruh apakah konsumen akan membeli merek yang sama lagi. Panah umpan balik mengarah kembali kepada organisasi pemasaran. Pemasar akan mengiikuti rensponsi konsumen dalam bentuk saham pasar dan data penjualan. Tetapi informasi ini tidak menceritakan kepada pemasar tentang mengapa konsumen membeli atau informasi tentang kekuatan dan kelemahan dari merek pemasar secara relatif terhadap saingan. Karena itu penelitian pemasaran diperlukan pada tahap ini untuk menentukan reaksi konsumen terhadap merek dan kecenderungan pembelian dimasa yang akan datang. Informasi ini mengarahkan pada manajemen untuk merumuskan kembali strategi pemasaran kearah pemenuhan kebutuhan konsumen yang lebih baik.
HUKUM BISNIS, Kelompok 3, KAT A4/10 9

Berdasarkan landasan teori, ada dua faktor dasar yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal Faktor eksternal merupakan faktor yang meliputi pengaruh keluarga, kelas sosial, kebudayaan, marketing strategy, dan kelompok referensi. Kelompok referensi merupakan kelompok yang memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung pada sikap dan prilaku konsumen. Kelompok referensi mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembelian dan sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku. Faktor internal Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor internal adalah motivasi, persepsi, sikap, gaya hidup, kepribadian dan belajar. Belajar menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang individu yang bersumber dari pengalaman. Seringkali perilaku manusia diperoleh dari mempelajari sesuatu.

2.5

Definisi Perlindungan Konsumen Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum

untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Menurut Undang-undang no. 8 Tahun 1999, pasal 1 butir 1 adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. GBHN 1993 melalui Tap MPR Nomor II/MPR/1993, Bab IV, huruf F butir 4a adalah pembangunan perdagangan ditujukan untuk memperlancar arus barang dan jasa dalam rangka menunjang peningkatan produksi dan daya saing, meningkatkan pendapatan produsen, melindungi kepentingan konsumen.

HUKUM BISNIS, Kelompok 3, KAT A4/10

10

2.6

Landasan Hukum Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang

perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan atau jasa yang telah dikonsumsi. Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemampuan teknologi komunikasi dan informatika teah memperluas ruang gerak arus barang dan atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan atau jasa yang ditawarkan bervariasi, baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi demikian di satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan akan barang dan atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi, serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Disisi alain, kondisi dan fenomena tersebut diatas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungannya yang sebesarbesarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama di sebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Dalam rangka melindungi konsumen, pemerintah telah memberlakukan UndangUndang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau disingkat dengan UUPK. Undang-undang ini memberi posisi yang seimbang antara konsumen dengan produsen. Undang-undang ini mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen, hak dan kewajiban pelaku usaha, larangan bagi pelaku usaha, perjanjian baku, tanggungjawab pelaku usaha dan ganti kerugian pada konsumen. Undang- Undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembiaan dan pendidikan konsumen.

HUKUM BISNIS, Kelompok 3, KAT A4/10

11

2.7

Azas Perlindungan Konsumen Adapun Azas perlindungan konsumen antara lain, yaitu ; Asas Manfaat, yaitu mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. Asas Keadilan, yaitu partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. Asas Keseimbangan, yaitu memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen, yaitu memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Asas Kepastian Hukum, yaitu baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

HUKUM BISNIS, Kelompok 3, KAT A4/10

12

BAB III PEMBAHASAN MASALAH

3.1

Pelaksanaan Undang-undang Perlindungan Konsumen Pelaksanaan Undang-undang perlindungan konsumen ini dimaksudkan sebagai

supaya untuk menjaga janji produsen apabila sewaktu-waktu produsen menyalahi ketentuan yang telah ditentukan maka konsumen itu berhak untuk managih ganti ruginya. Dalam pelaksanaan undang- undang ini ada lembaga yang bertanggung jawab dalam menangani masalah yang dialami konsumen yaitu LPK ( Lembaga Perlindungan Konsumen) dan YLKI ( Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia) Tugas utama dari kedua elemen ini adalah dapat menindak tegas produsen yang menyalahi dan memberikan sebuah janji kepada konsumen disaat konsumen mendapatkan ketidakpuasan atau kerugian dalam membeli barang atau jasa. Menurut kami, saat ini peran pemerintah dalam melindungi konsumen masih lemah. Walau Undang-Undang tentang perlindungan konsumen sudah cukup banyak, tapi dalam pelaksanaannya belum kuat dan perlu ditingkatkan. Selain itu, pengawasan terhadap barang beredar yang dilakukan oleh pemerintah masih kurang. Contohnya saja masih ada produk kadaluarsa yang kadang terbungkus dalam parcel atau diganti bungkusnya saja. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap hak-hak yang dimiliki oleh konsumen. Sebenarnya pihakpihak yang berwenang telah mengambil tindakan, sayangnya hal ini hanya dilakukan sesekali yaitu pada momen-momen tertentu seperti saat menjelang idul fitri. Selain itu juga maraknya keberadaan zat kimia berbahaya yang terjual dan beredar bebas di supermarket dan pasar tradisional merupakan contoh lainnya. Saat ini banyak pedagang atau produsen nakal yang membuat atau menggunakan zat-zat kimia berbahaya seperti boraks, formalin, dan zat pewarna tekstil untuk bahan makanan yang dijualnya. Di sisi lain, produk jasa yang ada selama ini juga banyak yang merugikan konsumen. Seharusnya Pemerintah harus lebih tegas dalam melindungi konsumen. Akan tetapi sampai saat ini kepedulian Pemerintah masih sangat kurang. Dalam kenyataannya aparat penegak hukum yang berwenang seakan tdak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa dalam dunia

HUKUM BISNIS, Kelompok 3, KAT A4/10

13

perdagangan atau dunia pasar terlalu banyak sebenarnya para pelaku usaha yang jelas-jelas telah melanggar UU Perlindungan Konsumen yang merugikan kepentingan konsumen. Sebenarnya, perlindungan konsumen bukan hanya tugas pemerintah. Pengusaha, jelas dia, ikut andil dalam melindungi konsumen. Pemerintah berperan dalam membentuk peraturan dan penegakan hukum melalui berbagai aktivitas pengawasan barang. Namun, pelaku usaha punya peran tak kalah penting untuk berkomitmen pada aturan perlindungan konsumen. Menurut kami, perlindungan konsumen tidak dapat berjalan hanya dengan mengandalkan peran pemerintah dalam membentuk peraturan dan penegakan hukum melalui berbagai aktivitas pengawasan barang. Tetapi ini saatnya pelaku usaha sebagai sahabat pemerintah mampu berperan serta dalam menegakkan perlindungan konsumen.

3.2

Tujuan Perlindungan Konsumen Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang no. 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen,

tujuan dari Perlindungan ini adalah : Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

HUKUM BISNIS, Kelompok 3, KAT A4/10

14

3.3

Hak dan Kewajiban Konsumen Hak konsumen yang paling pokok adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan

keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa. Barang dan atau jasa yang penggunaannya tidak memberikan kenyamanan terlebih lagi yang tidak aman atau membahayakan keselamatan konsumen jelas tidak layak untuk diedarkan pada masyarakat. Berikut adalah hak-hak konsumen pada pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, yaitu ; Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminasi. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Selain memperoleh hak, konsumen berkewajiban membaca atau mengikuti informasi dan prosedur penggunaan barang dan atau jasa, beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian, membayar harga sesuai dengan kesepakatan, dan mengikuti upaya penyelesaian hukum secara patut. Hal ini dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh hasil optimum atas perlindungan hukum.

HUKUM BISNIS, Kelompok 3, KAT A4/10

15

3.4

Hak dan Kewajiban Serta Tanggung Jawab Pelaku Usaha 1. Hak-hak pelaku usaha Dalam rangka menciptakan kenyamanan berusaha bagi pelaku usaha dan sebagai

keseimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen, maka pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undangundang perlindungan konsumen, yaitu ; Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

2. Kewajiban pelaku usaha Sebagai konsekuensi dari hak konsumen yang telah disebutkan, maka kepada pelaku usaha dibebankan pula kewajiban-kewajiban sebagaimana Pasal 7 Undang-undang perlindungan konsumen, yaitu ; Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.

HUKUM BISNIS, Kelompok 3, KAT A4/10

16

Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

3. Tanggung jawab pelaku usaha Pengertian tanggung jawab produk (pelaku usaha) adalah tanggung jawab para produsen untuk produk yang telah dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkan/ menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut. Di dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terdapat 3 (tiga) pasal yang menggambarkan sistem tanggung jawab produk dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu ketentuan Pasal 19 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merumuskan tanggung jawab produsen sebagai berikut: 1. Pelaku Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/ atau kerugian konsumen akibat mengkomsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. 2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau secara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. 4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasrkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsure kesalahan. (50 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

HUKUM BISNIS, Kelompok 3, KAT A4/10

17

3.5

Sanksi-sanksi Untuk Para Pelaku Usaha Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, yaitu ; A. Sanksi Perdata Ganti rugi dalam bentuk : Pengembalian uang atau Penggantian barang atau Perawatan kesehatan, dan/atau Pemberian santunan *Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi B. Sanksi Administrasi : maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25. a. Pasal 19 ayat 2 berisi sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak. Penjelasan: Ayat ini mengatur pengenaan sanksi administrasi berupa bunga dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak. Contoh: Wajib Pajak menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebesar Rp1.120.000,00 yang diterbitkan pada tanggal 2 Januari 2009 dengan batas akhir pelunasan tanggal 1 Februari 2009. Wajib Pajak tersebut diperbolehkan untuk mengangsur pembayaran pajak dalam jangka waktu 5 (lima) bulan dengan jumlah yang tetap sebesar Rp224.000,00. Sanksi administrasi berupa bunga untuk setiap angsuran dihitung sebagai berikut: angsuran ke-1 : 2% x Rp1.120.000,00 = Rp22.400,00. angsuran ke-2 : 2% x Rp896.000,00 = Rp17.920,00. angsuran ke-3 : 2% x Rp672.000,00 = Rp13.440,00. angsuran ke-4 : 2% x Rp448.000,00 = Rp8.960,00. angsuran ke-5 : 2% x Rp224.000,00 = Rp4.480,00.

HUKUM BISNIS, Kelompok 3, KAT A4/10

18

b. Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a diperbolehkan untuk menunda pembayaran pajak sampai dengan tanggal 30 Juni 2009. Sanksi administrasi berupa bunga atas penundaan pembayaran Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut sebesar 5 x 2% x Rp1.120.000,00 = Rp112.000,00. Pasal 19 ayat 3 berbunyi bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan apabila WP diperbolehkan menunda penyampaian SPT Tahunan dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut. C. Sanksi Pidana Kurungan : Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18. Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f. Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian. Hukuman tambahan antara lain, yaitu ; Pengumuman keputusan Hakim. Pencabutan izin usaha. Dilarang memperdagangkan barang dan jasa. Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa. Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat.

HUKUM BISNIS, Kelompok 3, KAT A4/10

19

3.6

Penyelesaian Sengketa Konsumen Pelaku usaha yang merugikan konsumen dapat menuntut pertanggungjawab

konsumen dapat menuntu pertanggungjwaban pelaku usaha. Untuk konsumen perorangan, pemerintah telah membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen namun untuk konnsumen perusahaan maka tuntutan tersebut diproses melalui pengadilan. Proses pembuktiannya bersifat terbalik dalam arti pelaku usahalah yang harus membuktikan bahwa barang dan atau jasa yang dijual tidak merugikan konsumen. Jumlah ganti rugi tergantung dari putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau pengadilan. Bagi pelaku usaha yang melakukan terhadap pelanggaran UUPK akan diberikan sanksi berupa sanksi administrasif, pidana pokok, dan pidana tambahan, hal tersebut disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya.

3.7

Contoh Kasus Pelanggaran Perlindungan Konsumen Perlindungan konsumen adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh para

konsumen akan setiap produk yang dibeli. Namun dalam kenyataannya saat ini konsumen seakan- akan dianak tiririkan oleh para produsen. Dalam beberapa kasus banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan para konsumen dalam tingkatan yang dianggap membahayakan kesehatan bahkan jiwa dari para konsumen. Beberapa contoh-contohnya, yaitu : 1. Makanan kadaluarsa yang kini banyak beredar berupa parcel dan produkproduk kadaluarsa pada dasarnya sangat berbahaya karena berpotensi ditumbuhi jamur dan bakteri yang akhirnya bisa menyebabkan keracunan. 2. Masih ditemukan ikan yang mengandung formalin dan boraks, seperti kita ketahui bahwa kedua jenis cairan kimia ini sangat berbahaya jika dikontaminasikan dengan bahan makanan, ditambah lagi jika bahan makanan yang sudah terkontaminasi dengan formalin dan boraks tersebut dikonsumsi secara terus-menerus akibat ketidaktahuan konsumen maka kemungkinan besar yang terjadi adalah timbulnya sel-sel kanker yang pada akhirnya dapat memperpendek usia hidup atau menyebabkan kematian. 3. Daging sisa atau bekas dari hotel dan restoran yang diolah kembali, beberapa waktu lalu public digemparkan dengan isu mengenai daging bekas hotel danrestoran yang diolah kembali atau dikenal dengan sebutan daging limbah ataudaging sampah.
HUKUM BISNIS, Kelompok 3, KAT A4/10 20

Mendengar namanya saja kita akan merasa jijik dan seakan-akan tidak percaya pada hal tersebut, namun fakta menyebutkan bahwa dikawasancengkareng, Jakarta Barat telah ditemukan serta ditangkap seorang pelaku pengolahan daging sampah. Dalam pengakuannya pelaku menjelaskan tahapan-tahapan yang ia lakukan, yaitu ; Limbah daging dibersihkan lalu dicuci dengancairan formalin, selanjutnya diberi pewarna tekstil dan daging digoreng kembalisebelum dijual dalam berbagai bentuk seperti sup, daging empal dan bakso sapi.Dan hal yang lebih mengejutkan lagi adalah pelaku mengaku bahwa praktik tersebut sudah ia jalani selama 5 (lima) tahun lebih. Produk susu China yang mengandung melamin. Berita yang sempat menghebohkan publik China dan juga Indonesia adalah ditemukannyakandungan melamin di dalam produk-produk susu buatan China. Zat melamin itu sendiri merupakan zat yang biasa digunakan dalam pembuatan perabotan rumah tangga atau plastik. Namun jika zat melamin ini dicampurkan dengan susu maka secara otomatis akan meningkatkan kandungan protein pada susu. Walaupun demikian,hal ini bukan menguntungkan para konsumen justru sebaliknya hal ini sangat merugikan konsumen. Kandungan melamin yang ada pada susu ini menimbulkan efek samping yang sangat berbahaya. Faktanya banyak bayi yang mengalami penyakit-penyaktit tidak lazim seperti, gagal ginjal, bahkan tidak sedikit dari mereka yang meninggal dunia. Dari keempat contoh diatas dapat kita ketahui bahwa konsumen menjadi pihak yang paling dirugikan. Selain konsumen harus membayar dalam jumlah atau harga yang boleh dikatakan semakin lama semakin mahal, konsumen juga harus menanggung resiko besar yang membahayakan kesehatan dan jiwanya halyang memprihatinkan adalah peningkatan harga yang terus menerus terjadi tidak dilandasi dengan peningkatan kualitas atau mutu produk. Hal-hal tersebut mungkin disebabkan karena kurangnya pengawasan dari Pemerintah serta badan-badan hukum seperti Dinas kesehatan, satuan Polisi Pamong Praja, serta Dinas Perdagangan dan Perindustrian setempat. Eksistensi konsumen tidak sepenuhnya dihargai karena tujuan utama dari penjual adalah memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dalam jangka pendek bukan untuk jangka panjang.Oleh karena itu, kami menyusun makalah ini yang berisi tentang Perlindungan konsumen.

HUKUM BISNIS, Kelompok 3, KAT A4/10

21

BAB IV KESIMPULAN
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.

HUKUM BISNIS, Kelompok 3, KAT A4/10

22

You might also like