You are on page 1of 31

Unsur Intrinsik

Tokoh

Tokoh ialah Individu yang mengalami berbagai peristiwa didalam cerita. Jika dilihat dari peran tokoh dalam pengembangan plot dapat dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh pembantu, sedangkan jika dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat pula dibedakan kedalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis. 1. Tokoh Protagonis ialah tokoh yang memiliki watak tertentu dalam segi kebenaran (baik hati, jujur, setia, dll) 2. Tokoh Antagonis ialah tokoh yang memiliki watak bertentangan dengan tokoh protagonis. 3. Tokoh Tritagonis ialah tokoh yang selalu menjadi penengah, dan sering dimunculkan sebagai tokoh/orang ketiga. 4. Tokoh Pembantu/peran pembantu/figuran ialah tokoh yang membantu cerita tokoh utama, posisinya bisa sebagai seorang pahlawan ataupun sebagai penentang tokoh utama.

Penokohan/Perwatakan Yang dimaksud dengan penokohan ialah penggambaran tentang watak tokoh dalam suatu cerita karya sastra. Ada 3 cara yang dapata

dilakukan untuk menggambarkan watak tokoh dalam cerita karya sastra, yaitu: 1. Campuran ialah penggambaran watak tokoh melalui penggabungan cara analitik dan dramatik dengan tujuan untuk saling melengkapi. 2. Analitik cara ini dilakukan pengarang untuk menggambarkan watak tokoh secara langsung. Contok: Siapa yang tidak mengenal Didi yang pintar dan selalu ceria. Meskipun secara fisik terlihat pendek namun sosoknya yang ramah dan baik hati kepada teman-temannya membuat dirinya menjadi panutan. 3. Dramatik ialah cara pengarang untuk menggambarkan tokoh utama secara tersirat, dengan kata lain tidak langsung. Penokohan cara ini bisa melalui penggambaran tempat tinggal, percakapan/dialog antar tokoh, fisik, tingkah laku, komentar tokoh lain terhadap tokoh tertentu dan jalan pikiran tokoh. Dibawah ini contoh paragraf yang menggambarkan tokoh dengan cara dramatik: Penggambaran Tokoh Melalui Jalan Pikiran Tokoh. Contoh : Tatkala aku masuk sekolah MULO, demikian fasih lidahku dalam Bahasa Belanda sehingga orang yang hanya mendengarkanku berbicara dan tidak

melihat aku, mengira bahwa aku anak Belanda. Aku pun bertambah lama bertambah percaya pula bahwa aku anak Belanda, sungguh hari-hari ini makin ditebalkan pula oleh tingkah laku orang tuaku yang berupaya sepenuh daya menyesuaikan diri dengan langgam lenggok orang Belanda. Penggambaran Tokoh Melalui Tingkah Laku/Perilaku Tokoh. Contoh : Di siang yang terik itu dia berjalan sendiri. Dengan gontai ia gendong tas itu. Sesekali terlihat bahwa ia menegur dan bahkan bertanya kepada orang yang dilaluinya. Setiap selesai ia bertanya, ia selalu menganggukkan kepalanya sebagai tanda terima kasih. Penggambaran Tokoh Melalui Dialog Antar Tokoh. Contoh : Kupukul kau kalau tidak mau mengaku. Dengan cara apa lagi aku mendapatkan pengakuanmu. .

1. Metode Analitik (secara langsung) Pengarang menggambarkan watak-watak tokoh secara langsung, maksudnya adalah langsung disebutkan wataknya dalam cerita tsb. Contoh : Eka memang sangat menarik. Dia cantik dengan rambut ikalnya yang panjang. Hidungnya kecil dan lancip, matanya yang lebar dilengkapi dengan bulu mata yang lebat dan lentik. Wajahnya disempurnakan dengan bibirnya yang sensual dan merah, meski tak memakai lipstik. Dia sangat supel sehingga disukai temantemannya. Teman-temannyapun beragam mulai dari kalangan ekonomi lemah sampai dengan ekonomi atas. Eka sendiri berasal dari keluarga yang kaya, tetapi sangat mengedepankan kesederhanaan. Tak heran kalau Eka terbiasa rajin dan rapi untuk urusan pribadinya. 2. Metode Dramatik (tidak langsung) Pengarang dalam menggambarkan watak watak-watak tokohnya tidak langsung menyebutkan wataknya, tetapi melalui bermacammacam cara, yaitu : A. Melalui penggambaran tempat tinggal atau lingkungan tokoh Contoh : Kawer sedang tiduran di kamarnya yang luas. Ukurannya tak kurang dari 4 X 4 m. Ranjangnya yang berukuran no. 1 terlihat acak-acakan. Spreinya sangat kusut. Diatas tempat tidurnya tedapat buku-buku berserakan yang bercampur dengan baju seragam yang baru dilepasnya. Sepatunya terlihat di ranjang tapi hanya yang sebelah kanan, sedangkan sepatu yang sebelah kiri terlihat di sudut kamar di belakang pintu. Di belakang pintu kamar itu terlihat terdapat kapstok yang dipenuhi pakain kotor. Di lantai kamar terlihat berpasang-pasang kaos kaki dan pakaian yang entah sudah berapa hari tidak dicuci. Televisi dikamar Kawer juga

tertutupi debu yang tebal. Di situ Kawer telentang dengan kaos kaki yang masih melekat di kakinya. B. Melalui percakapan tokoh atau tokoh lain Contoh 1 : Rina : Sin, bagaimana sebenarnnya Lita ya ? Sinta : Ya bagaimana lagi ! Dia itu memang judes sich ! Tapi sebenarnya dia baik juga lho .. Rina : Ya emang. Kemarin aku juga diaajarin dia waktu aku kesulitan mengerjakan PR matematika. Sinta : Itulah, biar saja dia sekarang marah. Sebentar lagi juga dia akan baik. Dia itu nggak bakalan tahan kalau marah lama-lama. Lagian, kalau kamu nggak nyinggung dia duluan, dia juga ndak mungkin semarah itu. Rina : Aku emang salah. Tapi tadi aku sudah minta maaf. Cuma Lita emang marah banget, jadi pas aku minta maaf dia malah pergi. Contoh Dramatik melalui percakapan tokoh atau tokoh lain Contoh 2 : Rin kamu ini gimana sich ? Cuma bercanda kok malah marah beneran, tegur Lila. Rinta sejenak menatap Lila, lalu katanya, Yach maaf Lila, aku memang mudah tersinggung, tapi jangan khawatir ya, aku kalau marah ngga bisa bakalan lama-lama. Rinta menggandeng tangan Lila. Lila tersenyum dan berkata, Iya, tapi aku takut, karena kamu sahabatku jadi aku khawatir ntar kamu dendam ke aku, kaya temen kita yang di sana itu, Ujar Lila sambil matanya melirik ke arah kanan. Rinta Cuma bilang, Ya, kalau sama dia, kamu musti ati-ati, jangan bikin dia marah, ntar kamu bias dimusuhin selama-lamanya. Dua cewek itupun tertawa tertahan sambil melirik ke arah Nola.

C. Melalui pikiran sang tokoh atau tokoh lain Contoh Dina menatap wajah ibunya. Ibuku memang cantik,batinnya, meski sudah lanjut usia, kecantikan ibu masih terlihat jelas di wajahnya. Aku sangat menyayangi wanita ini. Sikapnya yang tegas telah ikut membentuk karakterku. Kasih sayangnya padaku tak pernah habis. Perhatiannya padaku juga sangat luar biasa. Meski sejak usiaku 10 tahun ayah sudah meninggal, tapi ibuku samapi kini tak menikah lagi. Ibu sangat kuat dan tabah dalam menapaki hari-hari bersamaku, mendidikku, mengajariku, membimbingku sendirian. Aku ingin sekali bias sekuat dia, Begitu pikir Dina. D. Melalui perbuatan atau tingkah laku tokoh Contoh : Pulang sekolah tanpa mengetuk pintu, Tono langsung masuk rumah dan dibantingnya pintu rumahnya dengan keras. Ibunya yang sedang berada di dapur sampai terkejut. Begitu masuk, Tono langsung menuju meja makan, segera dibukanya tudung saji. Ketika dilihatnya lauknya itu-itu saja, dibantingnya tudung saji sampai gelas yang yang ada di meja makan jatuh dan hancur berkeping-keping. Dengan muka masam ia menuju ke kamarnya. Ditendangnya pintu kamarnya samapi terbuka, lalu masuk. Dibantingnya pintu itu untuk menutup. Kemudian ia membantingkan badannya di tempat tidur tanpa mencopot sepatu. Tangannya meraih tape recorder, lalu dia menyetel lagu-lagu rock dengan volume maksimal

Tema

Tema ialah suatu unsur dalam karya sastra yang menjadi pokok masalah/pokok pikiran dari pengarang melalui karyanya (jalan cerita). Plot / Alur

Plot atau alur ialah jalan cerita atau rangkaian peristiwa dari awal sampai akhir. Rangkaian peristiwa ini disusun berdasarkan hukum kausalitas (hubungan yang menunjukkan sebabakibat). Berdasarkan hubungan tersebut setiap cerita memiliki plot/alur cerita sebagai berikut : 1. Tahapan perkenalan ialah tahap dimana permulaan suatu cerita dimulai dengan suatu kejadian, tetapi belum ada ketegangan. Di tahap ini berisi pengenalan tokoh, reaksi antar pelaku, penggambaran fisik dan penggambaran tempat). 2. Menuju ketahap pertikaian ialah tahap dimana terjadinya pertentangan antar pelaku (awal mula pertentangan selanjutnya). Konflik dapat dibagi menjadi 2, yaitu: a). Konflik Internal ialah konflik yang terjadi dalam diri sang tokoh. b). Konflik Eksternal ialah konflik yang terjadi dari luar diri tokoh (konflik tokoh dengan tokoh, tokoh dengan lingkungan, tokoh dengan tuhan, dll). 3. Komplikasi/tahap penanjakan konflik, ketegangan dirasakan mulai semakin berkembang dan rumit terjadi pada tahap ini (nasib pelaku semakin sulit diduga).

4. Klimaks merupakan ketegangan yang semakin memuncak (perubahan nasib pelaku sudah mulai dapat diduga, kadang pula tidak terbukti pada akhir cerita). 5. Penyelesaian, tahap akhir cerita pada bagian ini terdapat penjelasan mengenai nasib-nasib yang dialami para tokoh dalam cerita setelah mengalami konflik dalam cerita. Beberapa cerita terkadang menyerahkan penyelasaian kepada pembaca, sehingga akhir cerita seperti ini tak ada penyelesaian atau menggantung. Plot dapat dibedakan menjadi dua macam jika dilihat dari segi keeratan hubungan anta peristiwa, yaitu: 1. Plot Erat yaitu sebuah cerita yang memiliki plot erat jika hubungan antar peristiwa terjalin dengan rapat, sehingga tak ada satu peristiwa pun yang dapat dihilangkan. 2. Plot Longgar yaitu jika hubungan antar peristiwa terjalin kurang erat dan jika ada salah satu jalan cerita yang dihilangkan maka penghilangan jalan cerita tersebut tidak akan mengganggu jalan cerita. Berdasarkan jalan cerita plot dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1. Plot Ledakan yaitu plot yang akhir ceritanya mengejutkan dan tak terduga-duga.

2. Plot Lembut yaitu plot yang akhir ceritanya berakhir tanpa adanya kejutan. 3. Plot Campuran yaitu plot yang akhir cerita menggabungkan kedua plot sebelumnya (ledakan & lembbut). Berdasarkan rangkaian peristiwanya plot dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1. Plot Maju, yaitu rangkaian peristiwa yang diceritakan mulai dari awal hingga akhir cerita. 2. Plot Mundur/sorot balik/flash back, yaitu peristiwa-perisiwa yang menjadi bagian penutup diutarakan terlebih dahulu, baru menceritakan peristiwa-peristiwa pokok sebagai kenangan/masa lalau sang tokoh. 3. Plot Campuran, yaitu peristiwa-peristiwa pokok diceritakan diawala lalu dilanjutkan dengan menceritakan peristiwa-peristiwa lama/ masa lalu tokoh sebagai sebuah kenangan, dan diakhiri dengan peristiwa-peristiwa pokok(masa kini). Plot yang dilihat dari segi sifatnya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Plot Terbuka, yaitu akhir cerita yang dapat merangsang pembaca untuk mengembangkan jalan cerita. 2. Plot Tertutup, yaitu akhir cerita yang tidak dapat merangsang pembaca untuk mengembangkan jalan cerita.

3. Plot Campuran, yaitu penggabungan antara plot terbuka dan plot tertutup.

Gaya Bahasa Gaya bahasa ialah cara pengarang dalam mengungkapkan ide/gagasan melalui cerita. Sudut Pandang/Point Of View

Sudut pandang ialah posisi pengarang dalam sebuah cerita atau karya sastra. Posisi pengarang ini terbagi menjadi 2, yaitu: 1. Pengarang berperan langsung sebagai tokoh utama. 2. Pengarang hanya sebagai orang ketiga yang posisinya sebagai pengamat.

Amanat Amanat ialah pesan/kesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui jalan cerita. Pesan dalam karya sastra bisa berupa, kritik, saran, harapan, usul, dll. Latar/Setting Latar ialah tempat dimana terjadinya kejadian/peristiwa dan waktu terjadinya sebuah peristiwa, latar juga menjelaskan segala keterangan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dakam plot cerita. Latar terbagi lagi menjadi beberapa unsur seperti dibawah ini:

1. Latar Tempat ialah latar yang mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa dalam novel. Contoh : Kota, Pedesaan, dll. 2. Latar Waktu ialah latar yang berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa. Contoh : masa kini, masa lalu, dll. 3. Latar Sosial ialah latar yang mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat. Contoh : Kesederhanaan, keramahan, dll. Didalam karya sastra latar berfungsi sebagai : 1. Atmosfer atau Suasana merupakan latar yang lebih mudah dibicarakan daripada didefinisikan. Latar ini semacam aura rasa dan emosi yang ditimbulkan penulis melalui tulisannya, agar membantu terciptanya ekspektasi pembaca. 2. Latar Tempat sebagai Elemen Dominan, latar tempat memiliki peran penting dalam karya sastra. Latar tempat menjadi unsur netral atau spiritual dalam sebuah tempat tertentu. Termasuk dalam fiksi jenis ini: Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang berbicara tentang Belitong pada zaman Orde Baru. 3. Latar Waktu sebagai Elemen Dominan, dalam karya sastra ada yang menggunakan elemen waktu sebagai unsur yang dominan. Fungsi latar ini terjadi terutama pada karya sastra yang berlatar sejarah. Tidak hanya waktu yang menjadi unsur utama yang terlibat. Ada unsur-

unsur nilai dalam waktu, misalnya unsur nilai dalam masa kemerdekaan, masa Orde Baru, dsb. 4. Metafora, artinya jika latar spiritual ialah unsur latar yang secara spiritual memberi efek nilai pada karya sastra, maka fungsi latar ini adalah fungsi eksternal yang tidak secara langsung (eksplisit) berpengaruh pada cerita. Sebagai metafora, latar menghadirkan suasana yang secara tidak langsung menggambarkan nasib tokoh. Contoh : Pohon-pohon kelapa itu tumbuh di tanah lereng di antara pepohonan lain yang rapat dan rimbun. Kemiringan lereng membuat pemandangan seberang lembah itu seperti lukisan alam gaya klasik Bali yang terpapar di dinding langit. Selain pohon kelapa yang memberi kesan lembut, batang sengon yang lurus dan langsing menjadi garis-garis tegak berwarna putih dan kuat. Ada beberapa pohon aren dengan daun mudanya yang mulai mekar; kuning dan segar. Ada pucuk pohon jengkol yang berwarna coklat kemerahan, ada bunga bungur yang ungu berdekatan dengan pohon dadap dengan kembangnya yang benarbenar merah. Dan batang-batang jambe rowe, sejenis pinang dengan buahnya yang bulat dan lebih besar, memberi kesan purba pada lukisan

yang terpajang di sana. Dalam sapuan hujan panorama di seberang lembah itu terlihat agak samar. Namun cuaca pada musim pancaroba sering kali mendadak berubah. Lihatlah, sementara hujan tetap turun dan angin makin kencang bertiup tiba-tiba awan tersibak dan sinar matahari langsung menerpa dari barat. Pohonpohon kelapa digambarkan dengan indah dalam sebuah ekosistem yang padu. Namun kemudian digambarkan dalam suasana yang mengerikan dengan keadaan yang tidak menentu. Sekilas latar ini hanya latar netral yang tidak melambangkan apa-apa. Kemudian diketahui bahwa tokoh utama Lasi yang hidupnya bahagia dalam kesederhanaan mulai masuk dalam ketidakpastian setelah kecelakaan yang menimpa Darsa. Unsur Ekstrinsik Latar belakang kehidupan pengarang. Pandangan hidup pengarang.

Situasi sosial, Budaya yang melatarbelakangi lahirnya karya sastra tersebut.

Sudut Pandang (Point of View)


Sudut Pandang (SP) merupakan salah satu unsur fiksi yang dapat digolongkan sebagai sarana cerita. Meski begitu unsur ini tidak bisa dianggap remeh.Apa yang Anda lihat dan rasakan ketika menyaksikan sebuah mobil menabrak sepeda motor, tentu akan berbeda dengan yang dilihat dan dirasa oleh si pengendara mobil yang menabrak, atau si pengendara sepeda motor yang menjadi korban tabrakan. Akibat dari peristiwa itu pun akan berbeda bagi anda, si pengendara mobil, dan si pengendara motor. Sebab itu, pemilihan SP tidak saja akan mempengaruhi penyajian cerita, tetapi juga mempangaruhi alur cerita. SP sendiri memiliki pengertian sebagai cara pengarang menempatkan dirinya di dalam cerita. Dengan demikian, SP pada hakikatnya merupakan teknik atau siasat yang sengaja dipilih penulis untuk menyampaikan gagasan dan ceritanya, melalui kaca mata tokohatau tokoh-tokohdalam ceritanya. Ragam Sudut Pandang Friedman (dalam Stevick, 1967:118) mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya bisa digunakan untuk membedakan

SP. Salah satu pertanyaan itu adalah siapa yang berbicara kepada pembaca (pengarang dalam persona ketiga, atau pertama)? Pembedaan SP yang akan saya kemukakan berikut berdasarkan atas pertanyaan tersebut. Secara garis besar ada dua macam SP, yakni, SP orang pertama dan SP orang ketiga. Hanya kemudian dari keduanya terbentuk variasi-variasai yang memiliki konsekuensi berbeda-beda. 1. SP Orang Pertama Tunggal Pengarang dalam sudut pandang ini menempatkan dirinya sebagai pelaku sekaligus narator dalam ceritanya. Menggunakan kata ganti Aku atau Saya. Namun begitu, SP ini bisa dibedakan berdasarkan kedudukan Aku di dalam cerita itu. Apakah dia sebagai pelaku utama cerita? atau hanya sebagai pelaku tambahan yang menuturkan kisah tokoh lainnya? a. Aku tokoh utama Pengarang menempatkan dirinya sebagai tokoh di dalam cerita yang menjadi pelaku utama. Melalui tokoh Aku inilah pengarang mengisahkan kesadaran dirinya sendiri (self consciousness); mengisahkan peristiwa atau tindakan. Pembaca akan menerima cerita sesuai dengan yang diketahui, didengar, dialami, dan

dirasakan tokoh Aku. Tokoh Aku menjadi narator sekaligus pusat penceritaan. Apabila peristiwa-peristiwa di dalam cerita anda terbangun akibat adanya konflik internal (konflik batin) akibat dari pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, atau harapan dari tokoh cerita, SP ini merupakan pilihan yang tepat. Karena anda akan leluasa mengungkapkan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh tokoh cerita anda. Sambil bermain aku melirik topi lakenku. Kulihat sebuah kursi roda. Duduk di kursi roda itu, seorang tua yang wajahnya tak bisa kulihat dengan jelas karena memakai topi laken seperti aku. Rambutnya gondrong dan sudah memutih seperti diriku, namun ketuaannya bisa kulihat dari tangannya yang begitu kurus dan kulitnya yang sangat keriput. Tangan itulah yang terangkat dan tiba-tiba menggenggam sebuah gitar listrik yang sangat indah. (Cerpen Ritchie Blackmore karya Seno Gumira Ajidarma dalam buku Kematian Donny Osmond)

Perhatikan kata: kulihat pada penggalan cerita di atas. Tokoh Aku hanya menyampaikan apa yang terlihat oleh matanya. Begitulah, jika anda memilih SP ini, anda tidak mungkin mengungkapkan perasaan atau pikiran tokohtokoh lain, selain tokoh Aku.

Kebanyakan penulis yang menggunakan SP ini, seringkali terlalu asyik menceritakan (tell) keseluruhan cerita, tanpa berusaha menunjukkan (show) atau memperagakannya. Akibatnya cerita menjadi kurang dramatis. Bahkan bukan tidak mungkin, apabila anda memilih SP ini, anda akan kesulita memperkenalkan tokoh, apakah seorang perempuan atau lelaki. Seno Gumira Ajidarma cukup piawai melukiskan tokoh Aku lewat adegan dalam penggalan cerita di atas. Namun, karena cerita dituturkan oleh tokoh Aku, anda harus menulis dengan bahasa tokoh Aku, sesuai dengan karakter yang telah anda tetapkan. Apabila tokoh anda lebih tua atau lebih muda dari usia anda, akan mempengaruhi bahasa yang bisa anda gunakan. Sebab itu, mengenali dengan baik karakter tokoh anda menjadi sebuah keharusan. b. Aku tokoh tambahan Pengarang menempatkan dirinya sebagai pelaku dalam cerita, hanya saja kedudukannya bukan sebagai tokoh utama. Keberadaan Aku di dalam cerita hanya sebagai saksi. Dengan demikian, tokoh Aku bukanlah pusat pengisahan. Dia hanya bertindak sebagai narator yang menceritakan kisah atau peristiwa yang dialami tokoh lainnya yang menjadi tokoh utama. Tetangga saya orangnya terkenal baik. Suka menolong orang. Selalu memaafkan. Apa saja yang kita lakukan

terhadapnya, ia dapat mengerti dengan hati yang lapang, bijaksana, dan jiwa yang besar. Setiap kali ia mengambil putusan, saya selalu tercengang karena ia dapat melakukan itu dengan kepala yang kering, artinya sama sekali tidak ketetesan emosi. Tidak hanya terhadap persoalan yang menyangkut orang lain, untuk setiap persoalan pribadinya pun ia selalu bertindak sabar dan adil. Banyak orang menganggapnya sebagai orang yang berhati agung. (Cerpen Pencuri karya Putu Wijaya dalam buku Protes)

Dalam penggalan cerita karya Putu Wijaya di atas, terlihat tokoh Saya mengomentari atau memberikan penilaian pada tokoh utamatetangganya. SP ini memang mirip dengan SP orang ketiga. Hanya saja narator ikut terlibat di dalam cerita. Sebab itu dia menjadi sangat terbatas, tidak bersifat mahatahu. Sebagai narator, tokoh Saya hanya mungkin mengomentari apa yang dilihat dan didengar saja. Narator melalui tokoh Aku bisa saja mengungkapkan apa yang dirasakan atau dipikirkan tokoh Dia, namun komentar itu hanya berupa dugaan dari tokoh Aku. Atau kemungkinan berdasarkan apa yang diamati dari gerak tubuh tokoh Dia atau karakter dari tokoh Dia yang memang telah diketahui secara umum. 2. SP Orang Pertama Jamak Bentuk SP ini sesungguhnya hampir sama dengan SP orang pertama tunggal. Hanya saja menggunakan kata ganti

orang pertama jamak, Kami. Pengarang dalam sudut pandang ini menjadi seseorang dalam cerita yang bicara mewakili beberapa orang atau sekelompok orang. Perhatikan petikan di bawah ini. Kami bekerja sebagai juru masak di sebuah restoran continental yang brengsek. Kami sebut restoran ini brengsek, sebab kami diwajibkan memasak sambil menangis. Bayangkan! Kami mengaduk kuah buntut sambil menangis. Kami memasak nasi goreng, merebus aneka pasta, membuat adonan pizza, memotong daging ayam, mengupas kentang, semua itu kami lakukan sambil menangis. Begitulah. Setiap hari selalu ada saja airmata yang meluncur dari sepasang mata kami; mengalir membasahi pipi, dagu, dan menetes ke dalam setiap masakan kami. (Cerpen Resep Airmata karya Noor H. Dee dalam buku Sepasang Mata untuk Cinta yang Buta)

Dalam SP ini, pembaca mengikuti semua gerak dan tindakan satu orang atau beberapa orang melalui kaca mata sebuah kelompok. Narator dalam cerita yang berbicara mewakili kelompoknya (Kami), tidak pernah mengungkapkan jati dirinya kepada pembaca, seakanakan dia tidak mempunyai jati diri, selain jati diri kelompoknya. SP orang pertama jamak ini bisa anda pilih, jika anda ingin membuat cerita dengan latar sebuah komunitas kecil seperti sekolah, masjid, keluarga, restoran,

dll. Anda bisa memusatkan penceritaan pada seorang tokoh yang memiliki masalah dengan lingkungan sekitarnya. Jika ini yang dipilih, maka Kami hanya menjadi tokoh tambahan yang menuturkan konflik yang dialami oleh tokoh utama. Atau justru sekelompok orang itu (Kami) yang memiliki masalah dengan lingkungannya, seperti yang bisa kita lihat pada cerpen Resep Airmata, karya Nurhadiansyah. Dengan demikian, Kami di dalam cerita sekaligus menjadi tokoh utama, sebagai pusat penceritaan. 3. SP Orang Kedua Pengarang menempatkan dirinya sebagai narator yang sedang berbicara kepada orang lain, menggambarkan apaapa yang dilakukan oleh orang tersebut. SP ini menggunakan kata ganti orang kedua, Kau, Kamu atau Anda yang menjadi pusat pengisahan dalam cerita. Kedua lututmu terasa lemas saat kau bersandar pada pemadam api yang baru saja dicat merah, putih, dan biru. Nalurimu ingin berlari mendekati mereka, berteriak, aku juga! Aku juga! Sekarang kau bisa merasakan penyangkalan yang sudah lama sekali kaulakukan; kau ingin berlari dan mengatakan kepadanya tentang kehidupanmu selama tiga puluh satu tahun tanpa dirinya, dan membuatnya berteriak dengan kepastian tanpa dosa: Oh, kau sungguh putri yang cantik! (Cerpen Main Street Morning karya Natalie M. Patesch, pengarang cerpen asal Amerika)

Pada SP ini pembaca seolah-olah diperlakukan sebagai pelaku utama. Pembaca akan merasa seperti seseorang yang tengah membaca kiriman surat dari kerabat atau orang terdekatnya. Sehingga membuat pembaca menjadi merasa dekat dengan cerita, karena seolah-oleh dialah pelaku utama dalam cerita itu. 4. SP Orang Ketiga Tunggal Pengarang menempatkan dirinya sebagai narator yang berada di luar cerita, atau tidak terlibat dalam cerita. Dalam SP ini, narator menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut namanya, atau kata gantinya; Dia atau Ia SP orang ketiga dapat dibedakan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap cerita. Pada satu pihak, pengarang atau narator dapat bebas mengungkapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh Dia. Di pihak lain, pengarang atau narator tidak dapat leluasa menguangkapkan segala hal yang berhubungan dengan tokoh Dia, atau dengan kata lain hanya bertindak sebagai pengamat. a. SP Orang Ketiga Mahatahu SP ini sering juga disebut SP mata tuhan. Sebab dia berlaku seperti tuhan terhadap tokoh-tokoh di dalam

ceritanya. Pengarang atau narator mengetahui segala hal tentang tokoh-tokohnya, peristiwa, dan tindakan, termasuk motif yang melatarbelakanginya. Dia bebas berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Bahkan, pengarang bebas mengungkapkan apa yang ada dipikiran serta perasaan tokoh-tokohnya. Ya ampun, luar biasa mimpiku ini, kata Tomas sambil menghela napas, kedua tangannya memegang setir, memikirkan roket, wanita, wiski yang aromanya menyengat, rek kereta api di virginia, dan pesta tersebut. Sungguh visi yang aneh, pikir makhluk Mars itu, sambil bergegas membayangkan festival, kanal, perahu, para wanita dengan mata berkilauan bagai emas, dan aneka lagu. (Cerpen Agustus 2002: Night Meeting karya Ray Bradbury)

Dalam SP ini, pengarang bebas memasuki pikiran dua atau tiga orang dan menunjukkannya pada pembaca. Seperti contoh di atas, pengarang seakan tahu apa yang ada di pikiran Tomas, pada saat yang bersamaan dia juga mengetahui apa yang ada di pikiran makhluk Mars. b. SP Orang Ketiga Terbatas Dalam SP ini, pengarang juga bisa melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikirkan dan dirasakan oleh tokoh ceritanya. Namun hanya terbatas pada satu tokoh, atau terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas (Stanton,

1965:26). Pengarang tidak leluasa berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Melainkan terikat hanya pada satu atau dua tokoh saja. Selalu ada cita-cita di dalam benaknya, untuk mabuk dan menyeret kaki di tengah malam, menyusuri Jalan Braga menuju penginapan. Ia akan menikmati bagaimana lampulampu jalan berpendar seperti kunang-kunang yang bimbang; garis-garis bangunan pertokoan yangyang berderet tak putusacap kali menghilang dari pandangan; dan trotoar pun terasa bergelombang seperti sisa ombak yang menepi ke pantai. (Cerpen Lagu Malam Braga karya Kurnia Effendi dalam buku Senapan Cinta)

Dari contoh di atas, tampak Kurnia Effendi sebagai pengarang masuk ke dalam benak tokoh Ia dan menyampaikan isi kepala tokohnya itu kepada pembaca. Hal ini mirip SP orang ketiga mahatahu. Hanya saja terpadas pada satu orang tokoh saja yang merupakan tokoh utama. c. SP Orang Ketiga Objektif Pengarang atau narator dalam SP ini bisa melukiskan semua tindakan tokoh-tokohnya, namun dia tak bisa mengungkapkan apa yang dipikirkan serta dirasakan oleh tokoh-tokohnya. Dia hanya boleh menduga apa yang dipikirkan, atau dirasakan oleh tokoh ceritanya.

Si lelaki tua bangkit dari kursinya, perlahan-lahan menghitung tatakan gelas, mengeluarkan pundi-pundi kulit dari kantungnya dan membayar minumannya dan meninggalkan persenan setengah peseta Si pelayan mengikutinya dengan mata ketika si lelaki tua keluar ke jalan, seorang lelaki yang sangat tua yang berjalan terhuyung-huyung tetapi tetap dengan penuh harga diri. Kenapa tak kau biarkan saja dia minum sampai puas? tanya si pelayan yang tidak tergesa-gesa. Mereka berdua sedang menurunkan semua tirai. Hari belum lagi jam setengah dua. Aku ingin cepat pulang dan tidur. ( Cerpen Tempat yang Bersih dan Terang karya Ernest Hemingway dalam buku Salju Kilimanjaro)

Seperti ternampak pada penggalan cerita karya Ernest Hemingway di atas, narator hanya berlaku seperti wartawan yang tengah melaporkan sebuah peristiwa. Posisinya sejajar dengan pembaca. SP ini menuntut ketelitian dalam mencatat dan mendeskripsikan peristiwa, tindakan, latar, samapi ke detil-detil yang terkecil. Narator tak ubahnya sebuah kamera yang merekam dan mengabadikan sebuah objek. 5. SP Orang Ketiga Jamak Pengarang menjadi narator yang menuturkan cerita

berdasarkan persepsi atau kaca mata kolektif. Narator akan menyebut tokoh-tokohnya dengan menggunakan kata ganti orang ketiga jamak; Mereka. Pada suatu hari, ketika mereka berjalan-jalan dengan Don Vigiliani dan dengan beberapa anak lelaki dari kelompok pemuda, dalam perjalanan pulang, mereka melihat ibu mereka di sebuah kafe di pinggir kota. Dia sedang duduk di dalam kafe itu; mereka melihatnya melalui sebuah jendela dan seorang pria duduk bersamanya. Ibu mereka meletakkan syal tartarnya di atas meja (Cerpen Mother karya Natalia Ginzburg, pengarang asal Italia)

Pada hakikatnya, SP ini mirip dengan SP orang pertama jamak. Pembaca menerima semua gerak dan tindakan satu orang atau beberapa orang melalui kaca mata sebuah kelompok. Perbedaannya ada pada posisi narator yang berada di luar cerita, tidak terlibat dalam cerita yang dituturkannya melalui kaca mata tokoh Mereka. 6. SP Campuran Sebuah novel mungkin saja menggunakan lebih dari satu ragam SP. Bahkan, belakangan ini, SP campuran tak hanya digunakan dalam novel saja, tetapi juga digunakan di dalam cerpen. Pengarang menempatkan dirinya bergantian dari satu tokoh ke tokoh lainnya dengan SP

yang berbeda-beda menggunakan Aku, Kamu, Kami, Mereka, atau Dia. Seketika mata Masayu membuka. Lewat pukul sembilan malam ketika lubang pernafasaannya membaui aroma dari daging yang terbakar. Matanya membelalak menyaksikan api merambat cepat. Dia merasakan panas di sekujur tubuhnya. *** Pernahkah dalam hidupmu, kau merasakan kebencian yang teramat hebat? Sehingga apapun yang ada di kepalamu selalu tentang bagaiman cara melampiaskannya? Kami hanya dua gadis lugu yang tak pernah tahu arti membenci. Sebelum perceraian Mami dan Papi menyadarakan kami akan arti memiliki. Kami baru menyadari kalau selama ini kami tak pernah benar-benar memiliki Mami. Mungkin juga begitu yang dirasakan oleh Papi. Sehingga dia lebih memilih berpisah dengan Mami, dari pada hidup bersama tetapi tidak merasa memiliki. Namanya Melly. Tubuhnya tak lebih dari dua puluh centi. Bulunya kuning pudar dimakan usia. Hidungnya bulat berwarna cokelat tua. Moncongnya putih gading. Kau pasti menduga kalau Melly seekor binatang piaraan? Hampir tepat. Dia memang menyerupai binatang. Tapi bukan binatang. Karena dia tidak bernyawa. Dia hanya sebuah boneka. Boneka beruang kepunyaan Mami. Tapi meski hanya sebuah boneka beruang, di mata Mami, Melly lebih manusia dari manusia. Sehingga ia harus diperlakukan

dengan istimewa. Sampai-sampai Mami lupa kalau dia memiliki dua orang putri berusia 13 dan 10 tahun. Dua orang putri bernama Bening dan Ranikamiyang lebih butuh perlakuan istimewa darinya. (Cerpen Melly karya Denny Prabowo)

Pada paragraf pertama digunakan sudut pandang Dia tokoh Masayu. Pengarang berada di luar cerita. Namun pada paragraf berikutnya pengarang menempatkan dirinya sebagai Kami yang berbicara pada Kau. Itu berarti, pengarang menjadi pelaku sekaligus narator di dalam ceritanya. Sebagai narator, tokoh Kami bertutur tentang tokoh lainnya bernama Melly. Dalam penggunaan SP campuran, dimungkinkan terjadi pergantian pusat penceritaan dari seorang tokoh ke tokoh lainnya. Dengan begitu, pembaca akan memperoleh pandangan terhadap suatu peristiwa atau masalah dari beberapa tokoh. *** Demikianlah pembahasan sederhana mengenai sudut pandang. Dengan mengetahui ragam dari sudut pandang, kamu dapat menggunakannya sebagai teknik penceritaan. Selamat mencoba!

SUDUT PANDANG DALAM CERITA

Apa yang anda lihat dan rasakan ketika menonton sepak bola? Sebagai penonton, perasaan anda jelas berbeda dengan apa yang dilihat dan dirasa oleh si pemain yang timnya menang atau malah si pemain yang timnya kalah. Akibat dari kejadian itupun akan berbeda bagi anda, si pemain yang menang, dan si pemain yang kalah. Oleh sebab itu sudut pandang adalah krusial dalam mempengaruhi penyajian cerita dan alurnya. Sudut pandang (point of view) sendiri memiliki pengertian sebagai cara penulis menempatkan dirinya di dalam cerita. Secara mudah, sudut pandang adalah teknik yang dipilih penulis untuk menyampaikan ceritanya. Berikut ini macammacamnya: 1. Sudut Pandang Orang Pertama

Penulis sebagai pelaku sekaligus narator yang menggunakan kata ganti aku. A. Aku sebagai tokoh utama. Penulis adalah aku sebagai tokoh utama cerita dan mengisahkan dirinya sendiri, tindakan, dan kejadian disekitarnya. Pembaca akan menerima cerita sesuai dengan yang dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan aku sebagai narator sekaligus pusat cerita. Contoh: Seorang lelaki tua memanggilku sepuluh menit lalu di ruang pribadinya di lantai paling atas pada gedung megah biru dunker, inti kampusku. Dia duduk pongah di kursi busa berukir khas jepara dibalik meja. Senyumnya mahal, semahal kursi itu. Kucoba duduk santai dihadapannya, sambil melirik buku yang tadi dibantingnya. Gagasan, itu tulisan di sudut kanan atas sampul depan. Mendesah sebelum kualirkan mata ke tanda pengenal

meja disebelah buku itu, tulisan cerlang bereja Rektor pongah menatapku. Kulengoskan kepala keluar jendela, sementara mulutnya terus mengumpat. Soal buku itu, tentu juga soal aku. (Rektor Itu Ayahmu, Sayang? Ardyan Amroellah) B. Aku sebagai tokoh bukan utama. Penulis adalah aku dalam cerita tapi bukan tokoh utama. Keberadaan aku hanya sebagai saksi/kawan tokoh utama. Aku adalah narator yang menceritakan kisah yang dialami tokoh lain yang menjadi tokoh utama. Contoh: Aku sudah mengetahui wajahnya sejak lama, sejak sekitar dua tahun lalu. Seminggu sekali dia datang ke salon itu, selalu. Aku kerap tertawa saat ingat kali pertama aku melihatnya. Lusuh, kusam, dekil, sama sekali tak berwarna. Tapi aku tahu, dia bak mutiara jatuh dalam kotoran dan ketakberuntungan. Tinggal membasuhnya saja sebelum moncernya kembali. Dan rupanya dia tahu bagaimana cara memelihara diri. Terbukti, tak ada tanda kekusaman yang muncul. Aih, aku jadi iri. (Mimpimu Apa? Ardyan Amroellah) 2. Sudut Pandang Orang Ketiga Penulis ada di luar cerita tak terlibat dalam cerita. Penulis juga menampilkan para tokoh dengan menyebut namanya atau kata ganti dia. A. Sudut Pandang Orang Ketiga Mahatahu. Penulis seperti Tuhan dalam karyanya, yang mengetahui segala hal tentang semua tokoh, peristiwa, tindakan, termasuk motif. Penulis juga bebas berpindah dari satu tokoh ke tokoh lain. Bahkan bebas mengungkapkan apa yang ada dipikiran serta perasaan para tokohnya. Contoh: Ibrahim?! Ya, Ibrahim. Seperti itulah tugasnya setelah dipanggil pulang Jawaban itu tak memuaskan, Ranju masih dliputi ketakpercayaan saat si guide bertudung memintanya melanjutkan jalan. Secepat Ranju berkedip,

secepat itu Ranju menjumpai pantai di matanya. Dan itu membuat Ranju mulai percaya ini tak dunia? Tidak, hatinya masih penuh logika. Meski Ranju ingat, dia tadi berjalan diatas air, dia tadi menghirup susu di parit kecil pinggir jalan, dia tadi menatap wanitawanita elok yang menyapa genit. Ranju bermainmain di pikiran sampaisampai si guide bertudun menyentak lengannya. Ranju terpaku diluar pagar sebuah rumah kecil serupa rumah keluarga Amerika kelas menengah. (Lelaki Di Tengah Lapangan Ardyan Amroellah) B. Sudut Pandang Orang Ketiga Terbatas. Penulis melukiskan segala apa yang dialami tokoh hanya terbatas pada satu orang atau dalam jumlah yang sangat terbatas. Penulis tak leluasa berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Melainkan terikat hanya pada satu atau dua tokoh saja. Contoh: Selalu ada cita di dalam benaknya, untuk mabuk dan menyeret kaki di tengah malam, menyusuri Jalan Braga menuju penginapan. Dia akan menikmati bagaimana lampu-lampu jalan berpendar seperti kunang yang bimbang; garis-garis bangunan pertokoan yang berderet tak putus acap kali menghilang dari pandangan; dan trotoar pun terasa bergelombang seperti sisa ombak yang menepi ke pantai. (Lagu Malam Braga Kurnia Effendi)

You might also like