You are on page 1of 14

PENDAHULUAN Partisipasi masyarakat sebagai kekuatan kontrol dalam pelaksanaan berbagai program pemerintah menjadi sangat penting.

Di bidang pendidikan partisipasi ini lebih strategis lagi. Karena partisipasi tersebut bisa menjadi semacam kekuatan kontrol bagi pelaksanaan dan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah. Apalagi saat ini Depdiknas mulai menerapkan konsep manajemen berbasis sekolah. Karena itulah gagasan tentang perlunya sebuah Komite Sekolah yang berperan sebagai semacam lembaga yang menjadi mitra sekolah yang menyalurkan partisipasi masyarakat (semacam lembaga legislatif) menjadi kebutuhan yang sangat nyata dan tak terhindarkan. Dengan adanya komite sekolah, kepala sekolah dan para penyelenggara serta pelaksana pendidikan di sekolah secara substansial akan bertanggung jawab kepada komite tersebut. Kalau selama ini garis pertanggungjawaban kepala sekolah dan penyelenggara pendidikan di sekolah bertanggungjawab kepada pemerintah, dalam hal ini kepada Dirjen Dikdasmen, maka dengan konsep manajemen berbasis sekolah pertanggung jawaban itu kepada Komite Sekolah. Pemerintah dalam hal ini hanya memberikan legalitas saja. Selama ini Komite Sekolah memang telah dibentuk oleh Pemerintah, tetapi perannya terbatas hanya untuk mengawasi dana Jaring Pengaman Sosial (JPS). Komite Sekolah yang baru ini tentu tidak terbatas hanya untuk mengawasi dana JPS saja, melainkan juga berperan bagi upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah, berfungsi untuk terus menjaga transparansi dan akuntabilitas sekolah, serta menyalurkan partisipasi masyarakat pada sekolah. Tentu saja Komite Sekolah ini mesti diawali dengan melakukan upaya optimalisasi organisasi orang tua siswa di sekolah. Upaya ini sangat penting lagi di saat keadaan budaya dan gaya hidup generasi kita sudah mulai tidak jelas sekarang ini. Dengan adanya upaya ini jalinan antara satu sisi, orang tua, dan di sisi lain sekolah, bisa bersama-sama mengantisipasi dan mengarahkan serta bersama-sama meningkatkan kepedulian terhadap anak-anak di usia sekolah. Dengan demikian, pendidikan menjadi tanggung jawab bersama mulai dari keluarga, masyarakat dan pemerintah.

PEMBAHASAN Eksistensi Dewan dan Komite Sekolah dalam PBM A. Peran Dewan dan Fungsi Komite Sekolah Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Namun, sampai saat ini hal tersebut lebih banyak berbentuk slogan dan masih jauh dari harapan yang sebenarnya. Boleh dikatakan tanggung jawab masing-masing masih belum optimal, terutama peran serta masyarakat yang sampai saat ini masih dirasakan belum banyak diberdayakan. Apabila partisipasi masyarakat dibutuhkan ddi dalam menentukan arah hidup bersama maka sudah tentu pendidikan yang dibuuhkan adalah pendidikan yang bermakna bagi kehidupan bersama. Apabila pendidikan disingkirkan dari tanggung jawab dan partisipasi masyarakat, maka pendidikan itu akan menjadi asing dari masyarakat karena tidak memberikan jawab terhadap kebudayaan nyata. Dengan kata lain pendidikan yang terlepas dari masyarakat dan budaya masyarakatnya, adalah pendidikan yang tidak mempunyai akuntabilitas. Semakin besar partisipasi masyarakat dalam di dalam pendidikanya, semakin tinggi pula akuntabilitas pendidikan, termasuk di dalam relevansi pendidikan terhadap kebutuhan yang nyata dalam masyarakat.1 Komite Sekolah merupakan suatu badan yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan. Badan ini bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan hirarkis dengan sekolah maupun lembaga pemerintah lainnya. Komite Sekolah merupakan penyempurnaan dan perluasan badan kemitraan dan komunikasi antara sekolah dengan masyarakat. Sampai tahun 1994 mitra sekolah hanya terbatas dengan orang tua peserta didik dalam wadah yang disebut dengan POMG (persatuan Orang Tua dan Guru), tahun 1994 sampai pertengahan 2002 dengan perluasan peran menjadi BP3 (Badan Pembantu Penyelenggaraan
1

H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta, 2004. h. 90

Pendidikan) yang personilnya terdiri atas orang tua dan masyarakat di sekitar sekolah. Sejak pertengahan tahun 2002 wadah tersebut bertambah peran dan fungsinya sekaligus perluasan personilnya yang terdiri atas orang tua dan masyarakat luas yang peduli terhadap pendidikan yang tidak hanya di sekitar sekolah. Perbedaan yang prinsip antara BP3 dengan komite sekolah adalah dalam peran dan fungsi, keanggotaan serta dalam pemilihan dan pembentukan kepengurusan. Di dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 54 dikemukakan:2 1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. 2) Masyarakat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. Secara spesifik, pada pasal 56 disebutkan bahwa di masyarakat ada dewan dan komite sekolah atau komite madrasah, yang berperan sebagai berikut:3 1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. 2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana, dan prasarana serta pengawasan pendidikan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. 3) Komite sekolah/madarasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dan memberikan

Undang-Undang Guru dan Dosen N0. 14 Th. 2005 dan Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Th. 2003, Penerbit Asa Mandiri, h. 73. 3 Ibid, h. 74

pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana, dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Atas dasar untuk pemberdayaan masyarakat itulah, maka digulirkan konsep komite sekolah sebagaimana dikemukakan di atas. Berdasarkan Keputusan Mendiknas N0. 044/U/2000 keberadaan komite sekolah berperan sebagai berikut:4 1. 2. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan; 3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan; 4. Pemberi Mediator antara pemerintah (mediating agency) dengan masyarakat di satuan pendidikan. pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di tingkat satuan pendidikan, minimal dalam memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada satuan pendidikan. Supaya masukan tersebut sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan, diperlukan informasi-informasi yang didasarkan pada kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Mengadakan pendataan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan sumberdaya pendidikan di masyarakat sekitar sekolah. 2. Menganalisis hasil pendataan sebagai bahan pemberian masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada sekolah. 3. Menyampaikan masukan, pertimbangan atau rekomendasi secara tertulis kepada sekolah.

Hasbullah, Otonomi Pendidikan: Kebijakan Otonomi Daerah dan Impikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, h. 92-93

4. Memberikan pertimbangan kepada sekolah dalam rangka pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 5. Memberikan pertimbangan kepada sekolah untuk meningkatan mutu pembelajaran. 6. Memberikan pertimbangan kepada sekolah untuk menyelenggarakan pembelajaran yang menyenangkan (PAKEM). 7. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada sekolah dalam penyusunan visi, misi, tujuan, kebijakan, program dan kegiatan pendidikan di sekolah. 8. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada sekolah dalam penyusunan RAPBS. Pendukung (supporting agency) baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, minimal dalam mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelengaraan pendidikan yang bermutu, dalam bentuk kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Mengadakan pertemuan secara berkala dengan stakeholders di lingkungan sekolah. 2. Mendorong peran serta masyarakat dan dunia usaha/industri untuk mendukung penyelenggaraan pembelajaran yang bermutu. 3. Memotivasi di sekolah. 4. Mendorong orang tua dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan, seperti; a. Mendorong peran serta masyarakat dan dunia usaha/industri dalam penyediaan sarana/prasarana serta biaya pendidikan untuk masyarakat tidak mampu. b. Ikut memotivasi masyarakat untuk melaksanakan kebijakan pendidikan sekolah. masyarakat kalangan menengah ke atas untuk meningkatkan komitmennya bagi upaya peningkatan mutu pembelajaran

Pengontrol (controlling agency) dalam rangka tranparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan. Minimal melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan dari satuan pendidikan. Dalam bentuk kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Meminta penjelasan sekolah tentang hasil belajar siswa di sekolahnya. 2. Mencari penyebab ketidakberhasilan belajar siswa, dan memperkuat berbagai hal yang menjadi keberhasilan belajar siswa. Komite Sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program sekolah kepada stakeholder secara periodik, baik yang berupa keberhasilan maupun kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran program sekolah. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban bantuan masyrakat baik berupa materi, maupun non materi kepada masyarakat dan pemerintah setempat. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan, seperti : 1. Melakukan kerjasama dengan masyarakat baik perorangan, organisasi pemerintah dan kemasyarakatan untuk penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang bermutu. 2. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat. Untuk dapat memberdayakan dan meningkatkan peran masyarakat, sekolah harus dapat membina kerja sama dengan orang tua dan masyarakat, menciptakan suasana kondusif dan menyenangkan bagi peserta didik dan warga sekolah. Itulah sebabnya maka paradigma MBS mengandung makna sebagai manajemen partisipatif yang melibatkan peran serta masyarakat sehingga semua kebijakan dan keputusan yang diambil adalah kebijakan dan keputusan bersama, untuk mencapai keberhasilan bersama. Sementara itu komite sekolah juga berfungsi dalam hal-hal sebagai berikut:5

Ibid, h. 93-94

1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; 2. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; 3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat; 4. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai: a. kebijakan dan program pendidikan; b. Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS); c. kriteria kinerja satuan pendidikan; d. kriteria tenaga kependidikan; e. kriteria fasilitas pendidikan; dan f. hal hal lain yang terkait dengan pendidikan; 5. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataaln pendidikan; 6. Menggalang dana masyarakat calam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan; 7. melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan. Dalam era otonomi daerah ini, di mana sekolah memiliki otonomisasi dan ruang gerak yang lebih besar dalam penyelenggaraan pendidikan, melalui paradigma MBS sekolah-sekolah diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengurus dan mengatur pelaksanaan pendidikan pada masing-masing sekolah. Pelaksanaan pendidikan di sekolah-sekolah dalam tempat yang berlainan dimungkinkan untuk menggunakan sistem dan pendekatan pembelajaran yang berlainan. Kepala sekolah diberikan keleluasaan untuk mengelola pendidikan dengan jalan mengadakan serta memanfaatkan sumber-sumber daya pendidikan sendiri-sendiri asalkan sesuai dengan kebijakan dan standar yang ditetapkan oleh

pusat. Karena karakteristik setiap siswa juga berbeda-beda secara individual, pendekatan pembelajaran juga dimungkinkan berbeda untuk masing-masing siswa yang berlainan. Dengan kondisi seperti itu, komite sekolah akan dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai penunjang dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang sejalan dengan kondisi dan permasalahan lingkungan masing-masing sekolah. Komite sekolah dapat melaksanakan fungsinya sebagai partner dari kepala sekolah dalam mengadakan sumber-sumber daya pendidikan dalam rangka melaksanakan pengelolaan pendidikan yang dapat memberikan fasilitasi bagi guru-guru dan siswa untuk belajar sebanyak mungkin sehingga pembelajaran menjadi semakin efektif. Adanya sinergi antara komite sekolah dengan sekolah menyebabkan lahirnya tanggung jawab bersama antara sekolah dan masyarakat sebagai mitra kerja dalam membangun pendidikan. Dari sini masyarakat akan dapat menyalurkan berbagai ide dan partisipasinya dalam memajukan pendidikan di daerahnya. Dengan pemberdayaan komite sekolah secara optimal, termasuk dalam mengawasi penggunaan keuangan, transparansi penggunaan alokasi dana pendidikan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Pengembangan pendidikan secara lebih inovatif juga akan semakin memungkinkan, disebabkan lahirnya ideide cemerlang dan kreatif semua pihak terkait (stakeholder) pendidikan yang bersangkutan. B. Struktur Organisasi Komite Sekolah Pembentukan komite sekolah dilakkan secara transparan, akuntabel, dan demokratis. Dilakukan secara transparan adalah bahwa komite sekolah harus dibentuk secara terbuka dan diketahui oleh masyarakar secara luas mulai dari tahap pembentukan panitia persiapan, proses sosialisasi oleh panitia persiapan, kriteria calon anggota, proses seleksi calon anggota, pengumuman calon anggota, proses pemilihan, dan penyampaian hasil pemilihan. Dilakukan secara akuntabel

adalah

bahwa

panitia

persiapan

hendaknya

menyampaikan

laporan

pertanggungjawaban kinerjanya maupun penggunaan dan kepanitiaan. Dilakukan secara demokratis adalah bahwa proses pemilihan anggota dan pengurus dilakukan dengan musyawarah mufakat. Keanggotaan Komite Sekolah terdiri dari unsur masyarakat yang dapat berasal dari perwakilan orangtua/wali murid berdasarkan jenjang kelas yang dipilih secara demokratis, para tokoh masyarakat, anggota masyarakat, pejabat peerintah setempat, pakar pendidikan, organisasi profesi tenaga pendidikan, perwakilan siswa, dan forum alumni SD/SLTP/SLTA yang telah dewasa dan mandiri. Anggota komite sekolah yang berasal dari Badan unsur dewan guru, Desa yayasan/lembaga penyelenggara pendidikan, Pertimbangan

sebanyak-banyaknya berjumlah tiga orang. Jumlah anggota Komite Sekolah sekurang-kurangnya sembilan orang. Syarat-syarat, hak dan kewajiban, serta masa keanggotaan komite sekolah ditetapkan di dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART). Struktur kepengurusan komite sekolah ditetapkan berdasarkan AD/RT yang seskurang-kurangnya terdiri atas seorang ketua, sekretaris, dan bendahara. Apabila dipandang perlu, kepengurusan dapat dilengkapi dengan bidang-bidang tertentu sesuai kebutuhan yang ada. C. Implementasi Komite Sekolah Dalam upaya mengaplikasikan transformasi konsep Komite Sekolah tentunya tidak bisa sekaligus, namun memerlukan proses bertahap dari waktu ke waktu, mulai dari tingkat menyadarkan perlunya komite sekolah baik kepada masyarakat maupun penyelenggara pendidikan sebagai peluang partisipasi masyarakat di bidang pendidikan. Sebagai tingkatan atau langkah selanjutnya adalah bagaimana menyebarluaskan konsep pelibatan publik dalam komite sekolah kepada masyarakat dan penyelenggara pendidikan melakukan konsultasi ke masyarakat

untuk mendapat masukan dalam proses menetapkan kebijakannya. Setelah itu adalah adanya kerja sama antara segenap potensi yang ada di masyarakat secara sinergis dalam bentuk saran dengan penyelenggara pendidikan memutuskan kebijakan. Dan pada tingkatan tertinggi adalah tercapainya rasa saling memiliki, bahwa komite sekolah merupakan wadah pemecahan masalah bersama yang dihadapi dalam penyelenggaraan pendidikan. Pada tingkatan tertinggi ini masyarakat ikut memutuskan dan memecahkan masalah tanpa ada peran oposisi. Risiko ini menempatkan perlunya kemmatangan kondisi internal penyelenggara pendidikan, perubahan tatanan dalam pola berpikirnya mengedepankan demokrasi, keterbukaan, dan akuntabilitas, di samping prinsip lainnya yang harus dilaksanakan secara sesuai dengan kewenangan yang telah didelegasikan kepadanya, responsibilitas yang telah diugaskan kepadanya, dan akuntabilitas yang melekat paa diri masing-masing. Peran komite sekolah dalam menjembatani kepentingan di antara masyarakat dan penyelenggara pendidikan senantiasa memerlukan kecermatan identifikasi. Ketika ada keluhan masyarakat yang masuk, ada keengganan memanfaatkannya sebagai masukan bagi koreksi ke arah perbaikan. Pada tingkat apa dan dengan cara bagaimana dialog publik, maka disinilah posisi dan peran komite sekolah yang perlu dikenalkan manfaatnya. Dianjurkan, pada awal penerapan fungsi komite sekolah lebih bergerak mulai dari bidang perencanaan dahulu dalam porsi lebih besar dan menghindari evaluasi. Langkah strategis ini akan memberikan kesempatan bagi masing-masing pihak terkait memahami manfaat suatu perubahan perbaikan dengan memerhahatikan mekanisme layanan pengaduan masyaraka di masa depan. Karena suatu rencana sangat menyenangkan, di sana ada harapan dan kepentingan, sedangkankeluhan masyarakat sebagai kritik, koreksi, evaluasi tidak disukai banyak orang. Padahal, ini masuk dalam pelayanan konsumen yang sangat penting. Di tingkat awal pelayanan konsumen ini, institusi penyelenggara pendidikan perlu mengidentifikasi konsumen di masyarakat, menentukan kehendak dan

10

harapan konsumen, mempertemukan kehendak konsumen, mengatasi harapan konsumen, mengantisipasi kebutuhan konsumen, mempertemukan konsumen dalam bentuk pencapaian tingkat kepuasan masyarakat, dan pada tingkat paling atas adalah mendapatkan komitmen konsumen dalam bentuk citra penyelenggara pendidikan. Dengan demikian, komite sekolah berhadapan dengan realitas adanya jalan yang panjang yang harus ditempuh secara bertahap. Kondisi demikian memerlukan komitmen dan dukungan fasilitasi yang konsisten dan berkesinambungan. Pihak-pihak terkait perlu megukur dari waktu ke waktu dan ditindaklanjuti dengan proses yang serasi pada kondisi lokalnya, sperti apa yang sudh berhasil dicapai, apa yang maasih kurang, dan apa prospek ke depan dari keberadaan fungsi komite sekolah dalam penyelenggara pendidikan. Dengan demikian, keberadaan kommite sekolah di samping benar-benar diperlukan, juga diharapkan dapat berjalan efektif dan efesien.

11

Eksistensi Dewan dan Komite Sekolah dalam PBM


Disusun untuk dipresentasikan dalam seminar kelas pada mata kuliah Pendidikan Berbasis Sosial pada Program Pascasarjana UIN SUSKA RIAU

Oleh: ISNAINI SEPTEMIARTI NIM: 0804 S2 780 Dosen Pembimbing Dr. AMRIL M., M.A

KOSENTRASI PENDIDIKAN ISLAM PROGRAM PASCASARJANA (S2) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU 2009

12

KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis ucapan kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya kepada kita semua. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dan dipresentasikan dalam seminar kelas pada mata kuliah Pendidikan Berbasis Masyarakat/Sosial di Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Makalah ini membahas tentang Eksistensi Dewan dan Komite Sekolah dalam PBM. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, sebagai penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan semua pihak yang tekait. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, terutama kepada Dosen Pembimbing Dr. Amril M., M.A Pekanbaru, Mei 2009

Penulis

13

DAFTAR PUSTAKA H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta, 2004. Hasbullah, Otonomi Pendidikan: Kebijakan Otonomi Daerah dan Impikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006. Undang-Undang Guru dan Dosen N0. 14 Th. 2005 dan Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Th. 2003, Penerbit Asa Mandiri http://elearn.bpplsp-reg5.go.id http://herryanto.com/index.php/pendidikan

14

You might also like