You are on page 1of 6

http://a-farmer.blogspot.com/2010/05/pengembangan-agribisnis-sebagai.

html PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SEBAGAI TEROBOSAN EKONOMI PEDESAAN 15 Mei 2010 di 10:09 AM | Pengembangan Agribisnis sebagai Terobosan Ekonomi Pedesaan Adi Purnama Nuraripin Lomba Artikel Ilmiah Bogor Agricultural Univercity www.ipb.ac.id Visi Dinas Pertanian yaitu Terwujudnya Pembangunan Pertanian yang Berorientasi Agribisnis dan Agrowisata . Misi Dinas Pertanian yaitu : (1) Meningkatkan produksi baik kualitas maupun kuantitas berbagai komoditas unggulan yang memiliki daya saing dan nilai ekonomis tinggi, (2) Men kemandirian dan pemberdayaan peran petani, kelembagaan tani dan pengusaha dorong pertanian dalam pembangunan pertanian, (3) Optimalisasi sumber daya alam secara selektif dan berwawasan lingkungan, dan (4) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sumber daya manusia secara optimal. Sedangkan Tujuannya adalah : (1) Meningkatkan tersedianya pangan yang bermutu dalam jumlah yang cukup tersedia dan terjangkau daya beli masyarakat, (2) Meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian, (3) Meningkatkan kemitraan, kelembagaan tani dan pengusaha, (4) Memberdayakan asosiasi komoditi agar lebih berperan, (5) Memanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana, (6) Meningkatkan pendapatan petani, (7) Memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, (8) Meningkatkan devisa negara, dan (9) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampila petugas dan petani ( Dinas Pertanian, 2004). Dalam menjalankan visi misi diatas tentunya diperlukan hal-hal yang bersifat sebagai alternatif, terobosanterobosan yang fokus sehingga semuanya berjalan sesuai dengan yang di harapkan. Salah satunya adalah terobosan terhadap ekonomi di pedesaan. Pada tahun 2008 harga pangan melonjak di banyak negara membuat masyarakat miskin tidak mampu membeli makanan dan semakin miskin. Lebih buruk lagi penduduk desa yang bekerja menghasilkan makanan dilanda kelaparan, karena kontrol yang besar dari kegiatan agribisnis. Pada aspek lingkungan, kerusakan terjadi di berbagai belahan dunia akibat banjir, kemarau panjang dan juga tanah longsor yang berdampak pada bidang pertanian. Bahkan berujung ke krisis perubahan iklim dunia yang berpotensi memperburuk produksi pangan yang mungkin menyebabkan kelaparan tersebar semakin luas. Krisis multi dimensi menunjukkan bahwa praktek pertanian konvensional tidak lagi sesuai dengan realitas sekarang. Model konvensional hanya menguntungkan perusahaan agribisnis besar dengan biaya eksternal yang dibayarkan oleh petani kecil, penduduk pedesaan, orang-orang biasa seperti urbanisasi, pekerja migran, malnutritions, kejahatan, dan masalah social dan ekonomi. Maka dari itu, kini dibutuhkan sebuah terobosan baru dalam membangun pradigma sistem pertnian (IPB, 2010). Berikut adalah hal-hal yang memprihatinkan yang ditemukan Menteri Pertanian Anton Apriyantono (LPPM IPB 2009) ketika melakukan kunjungan kerja secara maraton selama enam hari (27 Januari sampai dengan 1 Februari 2009) lintas darat menyusuri daerah-daerah selatan Propinsi Banten, Jawa Barat, dan sebagian daerah utara Jawa Tengah. (1) buruknya prasarana jalan daerah selatan terutama di Daerah Cianjur Selatan, Sukabumi Selatan, Garut Selatan dan Lebak merupakan salah satu faktor penyebab mahalnya sarana produksi, sementara di sisi lain harga produk di tingkat petani sangat rendah di banding daerah lainnya yang lebih maju, (2) hampir semua lahan sawah di daerah selatan adalah lahan tadah hujan, sehingga tanam hanya 1 kali setahun pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau kesulitan air. Di sisi lain aliran sungai di sekitarnya relative banyak. Sentuhan Pemerintah berupa pembangunan bendungan dan irigasi sekunder, akan merubah daerahdaerah selatan ini menjadi sentra-sentra baru yang sangat potensial bagi ketersedian pangan secara nasional, dan (3) para petani di daerah selatan ini sangat antusias menanam padi dan sangat responsive terhadap program-

program pertanian yang digulirkan pemerintah baik pusat maupun daerah, sehingga pada musim hujan hampir setiap jengkal tanah ditanami padi sampai ke bukit-bukit, sehingga rawan terjadinya erosi. Sementara banyak lahan-lahan PTPN dan perusahaan swasta di sekitarnya tidak dikelola secara baik. Pengertian Agribisnis Agribisnis pertama kali dikenal di Amerika Serikat pada tahun 1955, ketika Davis (Suparta, 2001) menggunakan istilah agribisnis dalam makalahnya yang disampaikan pada Boston Conference on Distribution. Kemudian Davis dan Golberg menulis buku untuk memasyarakatkan agribisnis dengan judul Conception of Agribussiness pada tahun 1957 di Harvard University, dan memberikan pengertian agribisnis sebagai berikut : Agribusiness is the sum total of all operation involved in the manufacture and distribution of farm supplies, production on the farm, and the storage, processing, and distributions of farm commodities and items made from them . Downey dan Erickson (1992) juga memberikan batasan agribisnis sebagai berikut: Agribisnis meliputi keseluruhan kegiatan manajemen bisnis mulai dari perusahaan yang menghasilkan sarana produksi untuk usahatani, proses produksi pertanian, serta perusahaan yang menangani pengolahan, pengangkutan penyebaran, penjualan secara borongan maupun penjualan eceran produk konsumen akhir . Kedua batasan agrib isnis yang telah dikemukakan, memberikan bahwa agribisnis merupakan suatu sistem. Sebagai konsep, sistem merupakan suatu entitas tersusun dari sekumpulan yang bergerak bersama -sama untuk mencapai tujuan bersama (Amirin, 1996). Konsep agribisnis sebagaimana dikemukakan oleh John H. Davis dan Ray Golberg (Suparta, 2001) bahwa agribisnis meliputi keseluruhan kegiatan manajemen bisnis mulai dari perusahaan yang menghasilkan sarana produksi untuk usahatani, proses produksi pertanian, serta perusahaan yang menangani pengolahan, pengangkutan, penyebaran, penjualan secara borongan maupun penjualan eceran produk kepada konsumen akhir. Konsep agribisnis tersebut sejalan dengan konsep sistem agribisnis (Sutjipta, dkk 1995; Simatupang, 1995; Saragih, 1998; dan Badan Agribisnis, 1995), yakni sekumpulan subsistem yang bergerak bersama-sama dan saling tergantung untuk mencapai tujuan bersama. Agribisnis adalah kegiatan usaha dibidang pertanian yang berwatak bisnis, pelakunya secara konsisten berupaya untuk meraih nilai tambah komersial dan finansial yang berkesinambungan untuk menghasilkan produk yang dibutuhkan pasar Adjid (1995). Pengertian tersebut menggambarkan agribisnis sebagai suatu perusahaan ( perusahaan agribisnis ). Perilaku Agribisnis Dalam penerapan agribisnis, petani diharapkan mampu memiliki wawasan agribisnis, yakni cara pandang terhadap pertanian sebagai lapangan usaha dan lapangan kerja yang menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi permintaan pasar, dengan tujuan untuk memperoleh nilai tambah yang maksimal secara kompetitif (Adjid, 1995). Ditinjau dari sudut perilaku, wawasan agribisnis tersebut diharapkan mampu menimbulkan sikap dan motivasi petani di era industrialisasi dan globalisasi yang semakin gencar (Departemen Pertanian, 1995). Perilaku petani agribisnis yang diharapkan terbentuk adalah mampu merencanakan dan mengelola usaha sehingga dapat memenuhi permintaan pasar, selalu mengacu kepada efisiensi, mempergunakan teknologi akrab lingkungan, berperilaku wirausaha, mampu melakukan kerjasama sesama petani maupun dengan pengusaha subsistem agribisnis lainnya (Harun, 1995). Paradigma pembangunan pertanian pada dasarnya berorientasi pada manusia, yang meletakkan petani sebagai subjek dan sekaligus objek pembangunan guna mempercepat upaya pemberdayaan ekonomi petani. Upaya-upaya tersebut dilakukan untuk mempersiapkan masyarakt petani menjadi mandiri, dimana pemerintah hanya sebagai stimulator, fasilitator dan dinamisator. Kemandirian merupakan perwujudan dari kemampuan seseorang untuk memanfaatkan potensi dirinya sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, yang dicirikan oleh kemampuan dan kebebasan menentukan pilihannya yang terbaik (Hubeis, 1996). Peranan Agribisnis Kegiatan-kegiatan dalam sistem agribisnis telah memberikan sumbangan yang nyata bagi perekonomian di Indonesia (Sumardjo dalam Kumpulan Makalah Ilmu Pertanian, 2009), yaitu dalam bentuk: (1) hasil produksi

pertanian (2) pasar (3) faktor produksi, dan (4) kesempatan kerja. Peranan Agribisnis akan tetap penting di masa-masa pembangunan yang akan datang (Sumardjo dalam Kumpulan Makalah Ilmu Pertanian, 2009). Peranan pertanian atau sub-sistem budidaya cukup nyata terhadap pendapatan nasional maupun dalam penyedia lapangan kerja di masa pembangunan. Hal ini telah mendorong berkembangnya sub-sistem lain, yaitu agroindustri hasil pengolahan pertanian, pemasaran dan sub-sistem jasa penunjang, seperti lembaga keuangan dan penyuluhan atau konsultasi. Diharapkan nantinya terjadi transformasi struktural di Indonesia, yaitu transformasi struktur agribisnis. Agribisnis juga merupakan kegiatan produksi berbasis sumberdaya yang terbesar hal ini sangat penting karena diperkirakan pada masa yang akan datang kegiatan produksi yang berbasis sumber daya (resource base) berpeluang besar mempunyai keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif disbanding kegiatan produksi yang bersifat berbasis teknologi atau technological. (Krisnamurthi dan Saragih , 1992) (Sumardjo dalam Kumpulan Makalah Ilmu Pertanian, 2009), Pengembangan sistem agribisnis Pengembangan sistem agribisnis menjadi tuntutan logis dalam perkembangan keadaan perekonomian. Perkembangan permintaan terhadap produk pertanan ternyata tidak hanya dalam hal jumlah, tetapi juga terjadi peningkatan permintaan kesesuaian tempat, waktu, kemasan, pengangkutan, mekanisme pemasaran dan sebagainya. Petani tidak cukup lagi hanya mengetahui bagaimana menghasilkan produk sebaik dan sebanyak ungkin dan kemudian dijual, tetapi perlu pula mengetahui bagaimana seleradan kebutuhan konsumen akhir, termasuk konsumen luar negeri sehingga dapat menghasilkan produk yang sesuai dan laku dijual dengan harga memadai (Sumardjo dalam Kumpulan Makalah Ilmu Pertanian, 2009). Daftar Pustaka Sumardjo. 2009. Peranan agribisnis .Kumpulan Makalah Ilmu Pertanian.Bogor: IPB Press Krisnamurthi dan Saragih .1992. Kegiatan Produksi Berbasis Sumberdaya. Kumpulan Makalah Ilmu Pertanian .Bogor: IPB Press Sumardjo. 2009. Pengembangan Sistem Agribisnis. Kumpulan Makalah Ilmu Pertanian.Bogor: IPB Press "Adjid.1995. Agribisnis. Sofwanto, A. 2006. " "Adjid, 1995. Penerapan agribisnis. Sofwanto, A. 2006. " "Amirin, 1996.Konsep agribisnis. Sofwanto, A. 2006. " "Dinas Pertanian. 2004. Visi Misi Dinas Pertanian. " "Downey dan Erickson.1992. Batasan Agribisnis. Sofwanto, A. 2006. " "Harun.1995. Perilaku petani agribisnis. Sofwanto, A. 2006. " "Hubeis.1996. Paradigma pembangunan pertanian. Sofwanto, A. 2006. " "IPB.2010. Terobosan Baru Dalam Memban] " "LPPM IPB.2009. " "Suparta.2001. Konsep agribisnis. Sofwanto, A. 2006. " "Sutjipta, dkk 1995; Simatupang, 1995; Saragih, 1998; dan Badan Agribisnis, 1995. Konsep agribisnis. Sofwanto, A. 2006. " "Suparta. 2001. Pengertian Agribisnis. Sofwanto, A. 2006. " "Sofwanto, A. 2006. PERSEPSI PETANI TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM UPAYA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAYURAN (Kasus Petani Sayuran Peserta Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Desa Sindang Jaya Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur).

http://www.rbmsampang.com/berita-700-rencana-tata-ruang-perdesaan.html RENCANA TATA RUANG PERDESAAN (Konsep Pengembangan Kawasan Perdesaan yang Partisipatif dan Berkesinam

Diposting oleh : Tim Redaksi Rato Ebhu Kategori: Artikel - Dibaca: 3694 kali Pendahuluan Perdesaan merupakan suatu bagian wilayah yang tidak berdiri sendiri. Suatu wilayah bisa disebut perdesaan karena mempunyai karakteristik yang tidak sama dengan perkotaan. Suatu kawasan yang aktifitas utamanya atau aktifitas ekonomi penduduknya bersandar pada pengelolaan sumberdaya alam setempat atau pertanian dinamakan dengan kawasan perdesaan (UU 24 Tahun 1992). Dalam pengembangan wilayah, kawasan perdesaan harus dipandang sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan kawasan perkotaan. Pemahaman yang menyeluruh dan tidak dikotomis ini menjadi penting dan mendasar dalam penyusunan peraturan atau aturan main yang berkaitan dengan perdesaan maupun perkotaan, agar terjadi sinergi dan keseimbangan perlakuan wilayah, khususnya oleh pelaku pembangunan. Selama ini masyarakat perdesaan dicirikan dengan kondisinya yang serba kurang apabila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Dari segi ekonomi, jelas terbukti bahwa masyarakat kota lebih mempunyai taraf kehidupan jauh diatas masyarakat perdesaan. Dari segi pendidikan, jumlah serta kualitas pendidikan masyarakat desa jauh dibawah masyarakat perkotaan. Kemampuan berpolitik masyarakat perkotaan pun lebih elegan dibanding kemampuan masyarakat perdesaan. Dari segi ikatan sosial, memang masyarakat perdesaan mempunyai sedikit kelebihan dibanding masyarakat perkotaan, terutama dalam sikap tolong-menolong (bergotong-royong) sebagai cerminan dari semangat UUD 45, walau sekarang sifat tersebut mulai tererosi pula dengan masuknya teknologi informasi ke perdesaan. Kenyataan tersebut terbentuk karena sistem, termasuk kelembagaan dan peraturan, yang berkembang selama ini. Apabila tetap diteruskan, artinya tidak ada terobosan yang berarti, baik dari sisi kebijakan atau peraturan maupun willingness Pemerintah serta pelaku pembangunan lainnya, tentu termasuk masyarakat desanya sendiri, maka mereka akan tetap seperti itu, yaitu miskin dan tak mempunyai bargaining position. Bahkan predikat negatif lainnya pun akan semakin bertambah. Rencana Tata Ruang Perdesaan diharapkan nantinya mampu menjadi acuan atau koridor bagi semua pihak yang berkepentingan dengan pengembangan perdesaan. Yang lebih penting lagi adalah bahwa diharapkan RTR (Rencana Tata Ruang) tersebut mampu menjadi inspirasi dalam menyusun terobosan untuk mengangkat masyarakat desa menjadi lebih baik. Untuk itu keterlibatan semua pihak yang berkepentingan dari mulai proses penyusunan, diskusi perbaikan sampai pada perumusan draft akhir RTR tersebut menjadi sangat penting. Pola Pikir Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa Desa merupakan suatu lokasi di pedesaan dengan kondisi lahan sangat heterogen dan topografi yang beraneka ragam. Pola tata ruangnya sangatlah tergantung pada topografi yang ada. Pola tata ruang merupakan pemanfaatan ruang atau lahan di desa untuk keperluan tertentu sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan berguna bagi kelangsungan hidup penduduknya. Pemanfaatan lahan di desa dibedakan atas dua fungsi, yaitu: 1. Fungsi sosial adalah untuk perkampungan desa. 2. Fungsi ekonomi adalah dimanfaatkan untuk aktivitas ekonomi seperti ,sawah, perkebunan, pertanian dan peternakan. Dalam penataan ruang desa diperlukan empat komponen, yaitu : 1. Sumberdaya alam; 2. Sumberdaya manusia; 3. IPTEK dan; 4. Spatial (keruangan). Pola tata ruang desa pada umumnya sangat sederhana, letak rumah di kelilingi pekarangan cukup luas, jarak antara rumah satu dengan lain cukup longgar, setiap mempunyai halaman, sawah dan ladang di luar perkampungan. Pada desa yang sudah berkembang pola tata guna lahan lebih teratur, yaitu adanya perusahaan yang biasa mengolah sumberdaya desa, terdapat pasar tradisional, tempat ibadah rapi, sarana dan prasarana pendidikan

serta balai kesehatan. Semakin maju daerah pedesaan, bentuk penataan ruang semakin teratur dan tertata dengan baik. Pola persebaran dan pemukiman desa menurut R Bintarto (1977) sebagai berikut: 1. Pola Radial; 2. Pola Tersebar; 3. Pola memanjang sepanjang pantai; 4. Pola memanjang sepanjang sungai; 5. Pola memanjang sepanjang jalan; 6. Pola memanjang sejajar dengan jalan kereta api. Tujuan Tujuan penyelenggaraan penataan ruang kawasan perdesaan 1. Mengatur pemanfaatan ruang kawasan perdesaan guna meningkatkan kemakmuran rakyat dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan buatan, dan lingkungan social; 2. Meningkatkan fungsi kawasan perdesaan secara serasi, selaras dan seimbang antara perkembangan lingkungan dan tata kehidupan masyarakat; 3. Mencapai tata ruang perdesaan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang dalam pengembangan kehidupan manusia; 4. Mendorong dinamika kegiatan pembangunan di perdesaan sehingga dicapai kehidupan perdesaan yang berkeadilan serta menunjang pelestarian budaya; 5. 6. 7. 8. Menciptakan keterkaitan fungsional antara kawasan perdesaan dan perkotaan; Mengendalikan konversi pemanfaatan ruang berskala besar; Mencegah kerusakan lingkungan; Meningkatkan pemanfaatan SDA dan SDM secara tepat;

9. Mewujudkan lingkungan perumahan dan permukiman yang layak, sehat aman, serasi dan teratur; 10. Meningkatkan perekonomian masyarakat kawasan perdesaan. Konsepsi Penataan Ruang Kawasan Perdesaan Pengalaman yang bisa diambil dari krisis ekonomi di Indonesia adalah bahwa sector agribisnis merupakan sector yang cukup survive. Dan sector tersebut berkembang di lokasi yang jauh dari perkotaan atau dengan kata lain perdesaan. Oleh karena itu pengembangan wilayah perdesaan yang bertumpu pada sector agribisnis menjadi satu alternatif yang menarik. Konsep pengembangan tersebut sering disebut dengan konsepsi pengembangan agropolitan. Majoritas dari kegiatan masyarakat perdesaan di Indonesia adalah di bidang pertanian, seperti tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, perikanan maupun kehutanan. Untuk itu modus yang paling tepat dalam menggerakkan masyarakat perdesaan adalah dengan melakukan kegiatan pertanian atau agribisnis, baik yang mencakup subsistem hulu (pupuk dan alat pertanian), subsistem usaha tani (KUD), subsistem hilir (agroindustri, pemasaran), dan subsistem penunjang (irigasi desa). Kegiatan tersebut diharapkan mampu memberikan berbaagai pelayanan sarana produksi, jasa distribusi maupun pelayanan sosial ekonomi lainnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di kawasan pertanian dan sekitarnya. Dengan layanan dasar yang sudah terpenuhi tersebut diharapkan masyarakat desa tidak perlu ke kota lagi untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, sehingga mereka mampu hidup mandiri di lingkungannya. Gambaran konsepsual dari struktur pengembangan kawasan agropolitan mencakup : a). Pusat-pusat kegatan utama; b). Sebaran kegiatan-kegiatan permukiman dan pertanian; c). Keterkaitan pusat-pusat kegatan produks;i d). Orientasi pusat-pusat permukiman (hilir dan hulu); e). Orientasi hubungan keluar dari wilayah (pemasaran).

Agar kawasan agropolitan ini dapat mempuyai daya saing yang sehat dengan kawasan lainnya, terutama dalam mengoptimalkan keunggulan komparatifnya, maka pengembangan kawasan agropolitan tersebut haruslah diberikan insentif yang mendorong perkembangannya. Pengembangan kawasan tersebut haruslah dipandang sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kawasan lain dalam sistem pengembangan wilayah secara menyeluruh. Untuk itu disusun strategi pengembangannya yang mencakup pemberian modal awal, penyusunan kebijakan insentif dan disinsentif agar swasta ikut berperanserta, perlu dukungan PSD yang memadai, dan mendorong terbangunnya network untuk pemasaran produknya. Dari aspek penataan ruang, strategi tersebut dijabarkan menjadi: 1. Mendorong terwujudnya keterpaduan program dalam pengembangan agropolitan yang bersifat lintas sektor dan lintas wilayah; 2. Mendorong terjadinya kemitraan antar wilayah dan antar stakeholder agar terjadi sinergi optimal; 3. Mendorong terciptanya community driven planning yang mengedepankan keunggulan lokal, tetapi dalam wadah NKRI; 4. Mendorong terwujudnya pola dan struktur ruang yang mendukung perwujudan agropolitan. Kesimpulan dan Saran Dari uraian diatas dapat dicatat beberapa hal sebagai berikut: 1. Bahwa RTR mencakup substansi perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian bagi pengembangan kawasan perdesaan sebagai bagian dari sistem wilayah secara utuh; 2. Untuk mengantisipasi ditetapkannya RTR yang diharapkan menjadi payung dari kegiatan pengembangan kawasan perdesaan, maka perlu disiapkan pedoman operasionalnya sedini dan sebaik mungkin; Bahwa pengembangan kawasan perdesaan di Indonesia yang mayoritas berbasis pertanian dilakukan melalui pendekatan yang menguntungkan masyarakat sekitarnya yaitu agropolitan based.***M. F. Lisan,ST. (Fasilitator Teknik Kec. Pangarengan Kab Sampang

You might also like