You are on page 1of 4

DENGUE SHOCK SYNDROME Dengue shock syndrome (DSS) merupakan demam berdarah dengue yang ditandai dengan kegagalan

sirkulasi termasuk tekanan nadi yang rendah (<=20 mmHg) dan tanda-tanda syok lainnya. (7) Demam berdarah dengue yang disertai syok ini dapat terjadi tiba-tiba, biasanya setelah demam turun, yaitu antara hari ke-3 dan ke-7 sakit. Syok yang terjadi pada saat demam mempunyai prognosis yang buruk. (2) Syok ditandai dengan nadi yang cepat dan lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi yang menurun, kulit dingin dan lembab. (1) Pasien seringkali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok. Nyeri perut hebat seringkali mendahului perdarahan gastrointestinal. (2) Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi. Jumlah trombosit <>3 ditemukan diantara hari sakit ke-3 sampai ke-7. Peningkatan kadar hematokrit merupakan bukti adanya kebocoran plasma, terjadi juga pada kasus derajat ringan walaupun tidak sehebat dalam keadaan syok. Hasil laboratorium yang lain biasanya ditemukan hipoproteinemia, hiponatremi, kadar transminase serum dan urea nitrogen darah meningkat (2). Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ke-3 terlihat peningkatan limfosit atopik yang berlangsung sampai hari ke-8. Limfosit ini disebut sebagai limfosit plasma biru (LPB). Pemeriksaan LPB secara seri dari preparat hapus tepi memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue mencapai puncaknya pada hari ke-6 demam. LPB merupakan campuran antara limfosit-B dan limfosit-T (1) . 3.1 PATOGENESIS Virus Dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi tubuh memberikan reaksi yang berbeda ketika seseorang mendapat infeksi yang berulang dengan serotipe Virus Dengue yang berbeda. Hal ini merupakan dasar teori yang disebut the secondary heterologous infection atau the sequential infection hypothesis. Infeksi virus yang berulang atau re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) dengan konsentrasi tinggi (4). Terdapatnya kompleks virus-antibodi di dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut : Kompleks virus-antibodi mengaktivasi sistem komplemen, yang berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a. C5a menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan meyebabkan plasma keluar melalui dinding tersebut (plasma leakege), suatu keadaan yang berperan pada terjadinya syok. Telah terbukti bahwa pada DSS, kadar C3a dan C5a menurun masingmasing sebanyak 33% dan 89% (4). Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok diduga akibat kebocoran plasma melaui kapiler yang rusak ke daerah ekstravaskular seperti rongga pleura, peritonium atau perikardium (2). Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami metamorfosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis ini akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada keadaan terjadinya agregasi, trombosit akan melepaskan amin vasoaktif yang bersifat meninggikan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor 3 yang merangsang koagulasi intravaskular (4) Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat terjadinya pembekuan intravaskular yang luas (DIC). Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan pengahancuran fibrin menjadi fibrin degradation product. Di samping

itu aktivasi ini juga merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding kapiler (4). 3.2 PENATALAKSANAAN Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan utama, yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak cepat sekali mengalami syok dan sembuh segera dalam 48 jam setelah diobati. (3) Penggantian Volume Plasma Segera Seperti diketahui cairan tubuh dibagi menjadi 3 kompartemen utama yaitu, 2/3 bagian cairan intraselular, 1/3 bagian cairan ekstraselular. Cairan ekstraselular ini dibagi lagi menjadi cairan intrtravaskular (25%) dan interstitial (75%). (10) Cairan resusitasi yang diberikan adalah cairan kristaloid dan koloid. Cairan kristaloid isotonik efektif mengisi ruang interstitial, mudah disediakan, tidak mahal dan tidak meninbulkan reaksi alergi. Namun hanya seperempat bagian bolus yang tetap berada di dalam intravaskular, sehingga diperlukan lebih banyak volume dan berisiko terjadi oedem jaringan terutama paru. Contoh larutan ini adalah ringer laktat, ringer asetat dan NaCl 0,9%. Cairan koloid berada lebih lama di ruang intravaskular, mampu mempertahankan tekanan onkotik, namun lebih mahal, dapat menyebabkan reaksi sensitivitas dan komplikasi lain. Contoh cairan koloid adalah albumin, dextran dan gelatin. (1) Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat 10-20 ml/kgbb, tetesan secepatnya. Apabila syok belum teratasi dalam 30 menit, tetesan dinaikkan lagi menjadi 20 ml/kgbb disamping pemberian koloid 10-20 ml/kgbb/jam, tidak melebihi 30 ml/kgbb/jam. Apabila setelah pemberian kedua cairan tresebut syok belum teratasi sedangkan kadar Ht menurun didiga terjadi perdarahan maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar Ht. (3)

Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume Pemberian cairan tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar Ht turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kgbb/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Cairan intravena dapat dihentikan apabila Ht telah turun, jumlah urin 1 ml/kgbb/jam atau lebih merupakan keadaan sirkulasi membaik.

Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit Hiponatremi dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DSS, maka pemeriksaan analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa.

Pemberian Oksigen

Terapi oksigen harus selalu diberika pada semua pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan menggunakan masker, tetapi harus diingat bahwa anak sering menjadi gelisah apabila dipasang masker oksigen.

Transfusi Darah Pemeriksaan golongan darah dan cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien syok, terutama pad asyok yang berkepanjangan (prolonged shock). Transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Penurunan ematokrit tanpa parbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi merupakan tanda perdarahan. Pemberian darah segar adalah untuk meningkat konsentrasi sel darah merah. Plasma segar atau suspensi trombosit berguna untuk pasien dengan DIC yang menimbulkan perdarahan masif. Pemeriksaan hematologi seperti PT, PTT dan FDP berguna untuk mementukan berat-ringannya DIC.

Pemantauan

Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemantauan adalah : Nadi, tekanan darah, respirasi dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih sering sampai syok teratasi. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai klinis pasien stabil. Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan mengenai jenis cairan, jumlah dan tetesan, untuk mementukan apakah cairan sudah mencukupi. Jumlah dan frekuensi diuresis (normal diuresis 2-3 ml/kgbb/jam). Rawat di PICU Anak dengan DSS sebaiknya dirawat di PICU untuk memantau dan mengantisipasi perubahan sirkulasi dan metabolik serta memberiakn tindakan suportif. (3) 3.3 KRITERIA MEMULANGKAN PASIEN Pasien dapat pulang apabila : Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik Nafsu makan membaik Tampak perbaikan klinis Hematokrit stabil Tiga hari setelah syok teratasi,Jumlah trombosit >50.000/mm3,Tidak dijumpai distress pernafasan (3)

Pertolongan yang cepat dan tepat sangat membantu penyelamatan hidup pada kasus kegawatan demam berdarah dengue. Disfungsi sirkulasi atau syok pada DBD, dengue shock syndrome ( DSS ), disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular yang pada akhirnya mengakibatkan turunnya perfusi organ. Pemberian cairan resusitasi yang tepat dan adekuat pada fase awal syok merupakan dasar utama pengobatan DSS. (10) Prognosis kegawatan DBD tergantung pada pengenalan, pengobatan yang tepat segera dan pemantauan ketat syok Beberapa infeksi dapat menyebabkan demam berdarah dengue (DBD) yang secara cepat dapat menyebabkan penderita jatuh ke dalam syok, yang disebut sebagai dengue shock syndrome ( DSS ). KESIMPULAN Demam berdarah dengue adalah demam berdarah yang disebabkan oleh Virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk betina Aedes aegypti. Manifestasi klinis dari penyakit ini mulai dari asipmtomatis sampai demam berdarah dengue yang disertai syok atau yang disebut sebagai dengue shock syndrome (DSS). Infeksi primer oleh Virus Dengue mungkin memberi gejala demam dengue, apabila terjadi reinfeksi oleh Virus Dengue dengan serotipe yang berbeda maka reaksi yang terjadi sangat berbeda. Teori patogenesis demam berdarah dengue yang banyak dianut saat ini adalah secondary heterologous infection. Menurut teori ini re-infeksi akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi. Patofisiologi utama yang membedakan demam dengue dengan DBD adalah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma, serta diatesis hemoragik. Dasar penatalaksanaan DSS yang utama adalah penggantian volume plasma secepat mungkin untuk memperbaiki kehilangan volume plasma. Dengan memahami patogenesis DBD yang baik dan adanya keterampilan yang baik untuk menegakkan diagnosis secara dini dan pengambilan keputusan yang tepat, akan menentukan keberhasilan pengobatan DBD. Hasil penelitian secara invitro ini menunjukkan bahwa sel endotel yang dipapar dengan masingmasing serotipe virus Dengue memberikan gambaran kinetik molekul yang berbeda. Molekul virus Dengue pada DEN 1, 2, 3, dan 4 terlihat pada bagian sitoplasmanya sedangkan pada DEW mix terlihat pada sitoplasma dan nukleusnya. Kecepatan virus untuk menginfeksi sel dari jam ke jam juga terlihat lambat. Virus Dengue DEN-1, 2, 3, 4, dan DEN-mix yang dipaparkan pada kultur sel endotel pembuluh darah menunjukkan memiliki daya replikasi yang bervariasi. Titer virus Dengue DEN-1 dan 3 turun 4 jam setelah inokulasi dan perlahan naik kembali pada jam ke-8 kemudian turun pada jam ke-72. Infeksi dengan DEN-4 menunjukkan titer virusnya terus naik sampai 72 jam setelah inokulasi, sedangkan DEN-2 terjadi sebaliknya. Infeksi DEN-mix menunjukkan hasil yang naik turun pada masing-masing perlakuan. Hal ini berarti bahwa masing-masing serotipe virus Dengue memiliki daya replikasi yang berbeda. Pemaparan masing-masing serotipe virus Dengue pada kultur sel endotel pembuluh darah dapat menimbulkan cytopathogenic effect (CPE). Pemaparan virus DEN-1 DAN DEN-3 ditemukan CPE mulai pada 24 jam posinfeksi sedangkan DEN-2,4 dan DEN-mix pada 8 jam posinfeksi serta rata-rata mengalami lisis pada 72 jam posinfeksi. Hasil penelitianni menunjukkan bahwa masing-masing serotipe virus Dengue memiliki daya virulensi yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap partikel-partikel yang lebih infeksius dan imunogenik sehingga dapat ditentukan antigenitas dan imunogenitas dari masing-masing serotipe virus Dengue tersebut.

You might also like