You are on page 1of 23

MAKALAH

IMTAQ dan IPTEK yang Berpengaruh


terhadap Alam, Sosial, dan Budaya
Dikorelasikan dengan Al-Qur’an
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Ilmu Alamiah Dasar

Disusun Oleh:
Eka Lusiandani Koncara

Semester 7B
Jurusan Pendidikan Agama Islam
STAI Dr. KHEZ Muttaqien
Purwakarta

2009
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena


hanya berkat petunjuk-Nya-lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini, yang
penulis susun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Alamiah Dasar
di Program Pendidikan Agama Islam STAI Dr. KHEZ Muttaqien – Purwakarta.
Dalam makalah ini, penulis berusaha untuk membahas tentang
bagaimana IMTAQ dan IPTEK mempengaruhi alam, sosial, dan budaya, serta
bagaimana Al-Qur’an menanggapinya.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menghaturkan banyak terima
kasih kepada segenap pihak yang telah turut mendukung dalam penyusunan
makalah ini.
Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena itu
segala kritik dan saran akan menjadi begitu berharga demi peningkatan kualitas
keilmuan kita bersama.
Demikian, semoga bermanfaat.

Purwakarta, Januari 2009


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1


BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 2
A. IMTAQ ................................................................................................ 2
B. IPTEK .................................................................................................. 4
C. Alam, Sosial, dan Budaya ................................................................... 8
D. Al-Qur’an Berbicara tentang IMTAQ dan IPTEK yang Berpengaruh
terhadap Alam, Sosial, dan Budaya ................................................... 13
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Banyak orang beranggapan, apalagi kalangan sekuler, bahwa iman dan


taqwa tidak berpengaruh besar terhadap keadaan dan berbagai alam, sosial, dan
budaya. Iman dan taqwa juga tidak berarti apapun dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sungguh merupakan kecelakaan bagi orang memiliki
anggapan dan keyakinan semacam itu.
IMTAQ dan IPTEK adalah hal yang tidak dapat terpisahkan satu sama lain.
Keduanya memiliki andil dan pengaruh yang tidak dapat dielakkan dalam
berbagai kejadian alam, lingkungan sosial, dan budaya masyarakat. IMTAQ
merupakan dasar dan pedoman dan IPTEK merupakan alat dan media yang
sangat mempengaruhi perjalanan dunia ini.
Lalu bagaimana Al-Qur’an menyikapinya? Jelas sekali bahwa Al-Qur’an
dalam hampir setiap ayatnya, mengulas dan membahas mengenai pengaruh
IMTAQ dan IPTEK terhadap alam, sosial, dan budaya.
Dalam makalah ini, penulis akan berusaha sedikit mengulas tentang
bagaimana IMTAK dan IPTEK mempengaruhi alam, sosial, dan budaya, serta
bagaimana Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia menyikapinya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. IMTAQ
Secara bahasa iman berarti pembenaran (tashdiq) yang pasti dan tidak
terkandung keraguan di dalamnya. Pembenaran yang dimaksud dari iman ini
meliputi dua perkara, yaitu membenarkan segala berita, perintah, dan larangan,
serta melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan- larangan-
Nya.
Adapun secara istilah, Ahlus Sunnah wal Jamaah berpemahaman bahwa
iman adalah ucapan dengan lisan, keyakinan dengan hati, dan amalan dengan
anggota badan. Sebagian mereka ada pula yang mendefinisikan iman dengan
‘ucapan dan amalan’ atau ‘ucapan, amalan, dan niat’ namun semua pengertian
tentang iman ini tidaklah saling bertentangan.
Jadi Iman terdiri dari tiga bagian:
Pertama, keyakinan hati dan amalan hati dan Rasul-Nya sebagaimana
firman Allah: , yakni keyakinan dan pembenaran terhadap apa yang datang dari
Allah.
“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan
membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka
memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Tuhan mereka. Demikianlah
balasan orang-orang yang berbuat baik. ” (Az-Zumar: 33-34)
Adapun amalan hati di antaranya adalah niat yang benar, ikhlas, cinta,
tunduk dan semacamnya terhadap apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya
sebagaiman firman Allah dalam surat Al-Anfal ayat 2 atau yang lainnya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang apabila
disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada
mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada
Tuhanlah mereka bertawakal. ”

2
Kedua, ikrar lisan dan amalan lisan. Ikrar lisan yaitu mengucapkan dua
kalimat syahadat dan mengakui konsekuensi dari keduanya. Rasulullah bersabda
yang artinya: “Saya diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka
mengatakan La Ilaha Illallah dan bahwasanya aku adalah Rasulullah. (Shahih, HR
Bukhari dan Muslim)
Sedangkan amalan lisan adalah sebuah amalan yang tidak bisa terlaksana
kecuali dengan lisan, seperti membaca Al Qur’an, dzikir, tasbih, tahmid, takbir,
do’a istighfar, dan lain-lain. Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab dan mendirikan
shalat dan menafkahkan sebagian dari rizqi yang Kami anugerahkan kepada
mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka mengharapkan
perniagaan yang tidak akan merugi.” (Fathir: 29)
Ketiga, amalan anggota badan yaitu sebuah amalan yang tidak terlaksana
kecuali dengan anggota badan seperti ruku’, sujud, jihad, haji dan lain-lain. Allah
berfirman dalam surat Al-Haj ayat 77-78, yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman ruku’lah kamu, sujudlah kamu,
sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan agar kamu mendapat
kemenangan. Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-
benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk
kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim.
Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan
(begitu pula) dalam (Al Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu
dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat, dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah
pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.”
Allah memerintahkan kita supaya menjadi orang-orang yang bertaqwa
sehingga untuk itu Allah menjanjikan banyak hal kepada orang-orang bertaqwa.
Taqwa adalah sumber bagi segala kekayaan. Memiliki taqwa artinya memiliki
segalanya, yakni segala kesenangan lahiriah dan batiniah.

3
Orang bertaqwa, dengan jabatan tinggi yang disandang, dia tidak
sombong. Dengan kekayaan yang dimiliki, dia tidak bakhil. Dengan ilmu yang
yang tinggi, dia tidak berlagak dan takabur. Kalau dia miskin, dia akan akan
terjauh dari sifat dengki.
Alangkah hebat dan bijaknya orang yang mengejar ketaqwaan. Karena
taqwa mengatasi segala nilai pangkat, derajat, gaji besar, banyak harta dan lain-
lain. Taqwa adalah satu derajat tertinggi di sisi Allah. Kalau manusia dapat
memperolehnya, jadilah dia manusia yang agung dan mulia.
Allah berfirman: " Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah ialah
kamu yang paling bertaqwa." (Al Hujurat: 13)
Cara hidup orang bertaqwa berbeda sekali dengan cara hidup orang yang
tidak bertaqwa. Bedanya bagaikan langit dengan bumi. Baik dalam hal hidup
dalam rumah tangga, dalam jemaah, dalam negeri atau dalam negara. Bagi
orang-orang yang bertaqwa, banyak perkara yang pelik dan keramat yang
berlaku. Kalau ada masyarakat dan pemimpin dalam satu negara yang bertaqwa,
maka Allah akan datangkan pertolongan ghaib yang luar biasa.

B. IPTEK
Ilmu Pengetahuan adalah pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda dan
syarat tertentu, yaitu: sistematik, rasional, empiris, umum dan kumulatif.
Objek Ilmu Pengetahuan
1. Objek materia: seluruh lapangan atau bahan yang dijadikan objek
penyelidikan suatu ilmu.
2. Objek forma: objek materia yang disoroti oleh suatu ilmu, sehingga
membedakan ilmu satu dengan ilmu lainnya, jika berobjek materia sama.
Pada garis besarnya, objek ilmu pengetahuan ialah alam dan manusia.
Beberapa cabang ilmu pengetahuan yaitu:
1. Ilmu Pengetahuan Alam
2. Ilmu Kemasyarakatan
3. Ilmu Humaniora

4
Sikap ilmiah adalah sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap ilmuwan
dalam melakukan tugasnya (memelajari, meneruskan, menolak/menerima serta
mengubah/menambah suatu ilmu). Sikap yang seharusnya dimiliki oleh ilmuwan
adalah:
1. skeptif (ragu dan sanksi),
2. penasaran (minat, hasrat dan semangat),
3. objektif (menghindari sikap subjektif, emosi, prasangka),
4. jujur intelektual
5. lain-lain (rendah hati, lapang dada, toleran, sabar dsb.).
Fungsi ilmu pengetahuan adalah:
1. Deskriptif,
2. Pengembangan,
3. Prediksi,
4. Kontrol.
Tegasnya, fungsi ilmu pengetahuan adalah untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia di dalam pelbagai bidangnya.
Beberapa metode ilmu pengetahuan yaitu:
1. Koleksi
2. Observasi
3. Seleksi
4. Klasifikasi
5. Interpretasi
6. Generalisasi
7. Perumusan hipotesis
8. Verifikasi/pengujian
9. Evaluasi/penilaian
10. Perumusan teori
11. Perumusan dalil/hukum.

5
Batas dan relativitas ilmu pengetahuan yaitu:
1. Tidak semua persoalan manusia dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan.
2. Nilai kebenaran ilmu pengetahuan itu positif (sampai saat ini) dan relatif
(tidak mutlak).
3. Masalah-masalah yang di luar jangkauan ilmu pengetahuan diserahkan
kepada filsafat.
Teknologi adalah satu ciri yang mendefinisikan hakikat manusia yaitu
bagian dari sejarahnya meliputi keseluruhan sejarah. Teknologi, menurut
Djoyohadikusumo (1994, 222) berkaitan erat dengan sains (science) dan
perekayasaan (engineering). Dengan kata lain, teknologi mengandung dua
dimensi, yaitu science dan engineering yang saling berkaitan satu sama lainnya.
Sains mengacu pada pemahaman kita tentang dunia nyata sekitar kita, artinya
mengenai ciri-ciri dasar pada dimensi ruang, tentang materi dan energi dalam
interaksinya satu terhadap lainnya.
Definisi mengenai sains menurut Sardar (1987, 161) adalah sarana
pemecahan masalah mendasar dari setiap peradaban. Tanpa sains, lanjut Sardar
(1987, 161) suatu peradaban tidak dapat mempertahankan struktur-struktur
politik dan sosialnya atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat dan
budayanya. Sebagai perwujudan eksternal suatu epistemologi, sains membentuk
lingkungan fisik, intelektual dan budaya serta memajukan cara produksi
ekonomis yang dipilih oleh suatu peradaban. Pendeknya, sains, jelas Sardar
(1987, 161) adalah sarana yang pada akhirnya mencetak suatu peradaban, dia
merupakan ungkapan fisik dari pandangan dunianya. Sedangkan rekayasa,
menurut Djoyohadikusumo (1994, 222) menyangkut hal pengetahuan objektif
(tentang ruang, materi, energi) yang diterapkan di bidang perancangan
(termasuk mengenai peralatan teknisnya). Dengan kata lain, teknologi mencakup
teknik dan peralatan untuk menyelenggarakan rancangan yang didasarkan atas
hasil sains.
Seringkali diadakan pemisahan, bahkan pertentangan antara sains dan
penelitian ilmiah yang bersifat mendasar (basic science and fundamental) di satu

6
pihak dan di pihak lain sains terapan dan penelitian terapan (applied science and
applied research). Namun, satu sama lain sebenarnya harus dilihat sebagai dua
jalur yang bersifat komplementer yang saling melengkapi, bahkan sebagai bejana
berhubungan; dapat dibedakan, akan tetapi tidak boleh dipisahkan satu dari
yang lainnya (Djoyohadikusumo 1994, 223).
Makna Teknologi, menurut Capra (2004, 106) seperti makna ‘sains’, telah
mengalami perubahan sepanjang sejarah. Teknologi, berasal dari literatur
Yunani, yaitu technologia, yang diperoleh dari asal kata techne, bermakna
wacana seni. Ketika istilah itu pertama kali digunakan dalam bahasa Inggris di
abad ketujuh belas, maknanya adalah pembahasan sistematis atas ‘seni terapan’
atau pertukangan, dan berangsur-angsur artinya merujuk pada pertukangan itu
sendiri. Pada abad ke-20, maknanya diperluas untuk mencakup tidak hanya alat-
alat dan mesin-mesin, tetapi juga metode dan teknik non-material. Yang berarti
suatu aplikasi sistematis pada teknik maupun metode. Sekarang sebagian besar
definisi teknologi, lanjut Capra (2004, 107) menekankan hubungannya dengan
sains. Ahli sosiologi Manuel Castells seperti dikutip Capra (2004, 107)
mendefinisikan teknologi sebagai ‘kumpulan alat, aturan dan prosedur yang
merupakan penerapan pengetahuan ilmiah terhadap suatu pekerjaan tertentu
dalam cara yang memungkinkan pengulangan.
Akan tetapi, dijelaskan oleh Capra (107) teknologi jauh lebih tua daripada
sains. Asal-usulnya pada pembuatan alat berada jauh di awal spesies manusia,
yaitu ketika bahasa, kesadaran reflektif dan kemampuan membuat alat
berevolusi bersamaan. Sesuai dengannya, spesies manusia pertama diberi nama
Homo habilis (manusia terampil) untuk menunjukkan kemampuannya membuat
alat-alat canggih.
Dari perspektif sejarah, seperti digambarkan oleh Toynbee (2004, 35)
teknologi merupakan salah satu ciri khusus kemuliaan manusia bahwa dirinya
tidak hidup dengan makanan semata. Teknologi merupakan cahaya yang
menerangi sebagian sisi non material kehidupan manusia. Teknologi, lanjut
Toynbee (2004, 34) merupakan syarat yang memungkinkan konstituen-

7
konstituen non material kehidupan manusia, yaitu perasaan dan pikiran ,
institusi, ide dan idealnya. Teknologi adalah sebuah manifestasi langsung dari
bukti kecerdasan manusia.
Dari pandangan semacam itu, kemudian teknologi berkembang lebih jauh
dari yang dipahami sebagai susunan pengetahuan untuk mencapai tujuan praktis
atau sebagai sesuatu yang dibuat atau diimplementasikan serta metode untuk
membuat atau mengimplementasikannya. Dua pengertian di atas telah
digantikan oleh interpretasi teknologi sebagai pengendali lingkungan seperti
kekuasaan politik di mana kebangkitan teknologi Barat telah menaklukkan dunia
dan sekarang telah digunakan di era dunia baru yang lebih ganas. Untuk
memperjelas statement tersebut, kita coba menelaah teknologi secara lebih
dalam lagi. Melihat substansi teknologi secara lebih komprehensif, yaitu konsepsi
teknologi dari kerangka filsafat.

C. Alam, Sosial, dan Budaya


Alam ialah seluruh zat dan energi, khususnya dalam bentuk esensinya.
Dalam skala, "alam" termasuk segala sesuatu dari semesta pada subatom. Ini
termasuk seluruh hal binatang, tanaman, dan mineral; seluruh sumber daya alam
dan peristiwa (hurrikan, tornado, gempa bumi). Juga termasuk perilaku binatang
hidup, dan proses yang dihubungkan dengan benda mati.
Sumber Daya Alam (biasa disingkat SDA) adalah segala sesuatu yang
berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia.
SDA dibagi menjadi dua, yaitu,SDA yang dapat diperbaharui dan SDA yang
tidak dapat diperbaharui. SDA yang dapat diperbaharui meliputi air, tanah,
tumbuhan dan hewan. SDA ini harus kita jaga kelestariannya agar tidak merusak
keseimbangan ekosistem. SDA yang tidak dapat diperbaharui itu contohnya
barang tambang yang ada di dalam perut bumi seperti minyak bumi, batu bara,
timah dan nikel. Kita harus menggunakan SDA ini seefisien mungkin. Sebab,
seperti batu bara, baru akan terbentuk kembali setelah jutaan tahun kemudian.
SDA juga dapat dibagi menjadi SDA hayati' dan SDA non-hayati.

8
1. SDA hayati adalah SDA yang berasal dari makhluk hidup. Seperti: hasil
pertanian, perkebunan, pertambakan dan perikanan.
2. SDA non-hayati adalah SDA yang berasal dari makhluk tak hidup (abiotik).
Seperti: air, tanah, barang-barang tambang.
Pemanfaatan SDA: Tumbuhan Manfaat tumbuhan antara lain:
Menghasilkan oksigen bagi manusia dan hewan Mengurangi polusi karena dapat
menyerap karbondioksida yang dipakai tumbuhan untuk proses fotosintesis
Mencegah terjadinya erosi, tanah longsor dan banjir Bahan industri, misalnya
kelapa sawit bahan industri minyak goreng Bahan makanan, misalnya padi
menjadi beras Bahan minuman, misalnya teh dan jahe
Persebaran sumber daya alam tidak selamanya melimpah. ada beberapa
sumber daya alam yang terbatas jumlahnya. terkadang dalam proses
pembentukannya membutuhkan jangka waktu yang relatif lama dan tidak dapat
di tunggu oleh tiga atau empat generasi keturunan manusia.
Sosial dapat berarti kemasyarakatan, dengan gejala sebagai berikut:
1. Struktur sosial - urutan derajat kelas sosial dalam masyarakat mulai dari
terendah sampai tertinggi. Contoh: kasta.
2. Diferensiasi sosial - suatu sistem kelas sosial dengan sistem linear atau
tanpa membeda-bedakan tinggi-rendahnya kelas sosial itu sendiri.
Contoh: agama.
3. Integrasi sosial - pembauran dalam masyarakat, bisa berbentuk asimilasi,
akulturasi, kerjasama, maupun akomodasi.
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang
yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana
sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam
kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa
Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan
hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas
yang interdependen (saling tergantung satu sama lain).

9
Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok
orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia dapat
dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan,
serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia
kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan.
Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan cara utamanya dalam
bermata pencaharian. Pakar ilmu sosial mengidentifikasikan ada: masyarakat
pemburu, masyarakat pastoral nomadis, masyarakat bercocoktanam, dan
masyarakat agrikultural intensif, yang juga disebut masyarakat peradaban.
Sebagian pakar menganggap masyarakat industri dan pasca-industri sebagai
kelompok masyarakat yang terpisah dari masyarakat agrikultural tradisional.
Masyarakat dapat pula diorganisasikan berdasarkan struktur politiknya:
berdasarkan urutan kompleksitas dan besar, terdapat masyarakat band, suku,
chiefdom, dan masyarakat negara.
Kata society berasal dari bahasa latin, societas, yang berarti hubungan
persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata socius yang berarti
teman, sehingga arti society berhubungan erat dengan kata sosial. Secara
implisit, kata society mengandung makna bahwa setiap anggotanya mempunyai
perhatian dan kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan bersama.
Diferensiasi sosial merupakan perbedaan seseorang dilihat dari suku
bangsa, ras, agama, klan, dan sebagainya.
Pada intinya hal-hal yang terdapat dalam diferensiasi itu tidak terdapat
tingkatan-tingkatan, namun yang membedakan satu individu dengan individu
yang lainnya adalah sesuatu yang biasanya telah ia bawa sejak lahir. contohnya
saja, suku sunda dan suku batak memiliki kelebihan masing-masing. jadi
seseorang tidak bisa menganggap suku bangsanya lebih baik, karena itu akan
menimbulkan etnosentrisme dalam masyarakat. diferensiasi merupakan
perbedaan yang dapat kita lihat dan kita rasakan dalam masyarakat, bukan untuk
menjadikan kita berbeda tingkat sosialnya seperti yang terjadi di Afrika Selatan.

10
Integrasi sosial memiliki 2 pengertian, yaitu :
1. Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu
sistem sosial tertentu
2. Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu
Sedangkan yang disebut integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan,
disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau
kemasyarakatan.
Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun
menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik
yang terjadi secara sosial budaya.
Menurut pandangan para penganut fungsionalisme struktur sistem sosial
senantiasa terintegrasi di atas dua landasan berikut :
1. Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus
(kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-
nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar)
2. Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus
menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation).
Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan
sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-
cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan
sosial.
Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat
memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma,
dan pranata-pranata sosial
Bentuk integrasi sosial:
1. Asimilasi, yaitu pembauran kebudayaan yang disertai dengan hilangnya
ciri khas kebudayaan asli.
2. Akulturasi, yaitu penerimaan sebagian unsur-unsur asing tanpa
menghilangkan kebudayaan

11
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa
Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu
mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau
bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa
Indonesia.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari
satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian,
nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial,
religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik
yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan
dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan yang mana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi
sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan
kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk
yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya
pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan

12
lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

D. Al-Qur’an Berbicara tentang IMTAQ dan IPTEK yang Berpengaruh terhadap


Alam, Sosial, dan Budaya
Al-Quran Al-Karim, yang terdiri atas 6.666 ayat itu, menguraikan berbagai
persoalan hidup dan kehidupan, antara lain menyangkut alam raya dan
fenomenanya. Uraian-uraian sekitar persoalan tersebut sering disebut ayat-ayat
kawniyyah. Tidak kurang dari 750 ayat yang secara tegas menguraikan hal-hal di
atas. Jumlah ini tidak termasuk ayat-ayat yang menyinggungnya secara tersirat.
Tetapi, kendatipun terdapat sekian banyak ayat tersebut, bukan berarti
bahwa Al-Quran sama dengan Kitab Ilmu Pengetahuan, atau bertujuan untuk
menguraikan hakikat-hakikat ilmiah. Ketika Al-Quran memperkenalkan dirinya
sebagai tibyanan likulli syay'i (QS 16:89), bukan maksudnya menegaskan bahwa
ia mengandung segala sesuatu, tetapi bahwa dalam Al-Quran terdapat segala
pokok petunjuk menyangkut kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi.
Al-Ghazali dinilai sangat berlebihan ketika berpendapat bahwa "segala
macam ilmu pengetahuan baik yang telah, sedang dan akan ada, kesemuanya
terdapat dalam Al-Quran". Dasar pendapatnya ini antara lain adalah ayat yang
berbunyi, Pengetahuan Tuhan kami mencakup segala sesuatu (QS 7:89). Dan bila
aku sakit Dialah Yang Menyembuhkan aku (QS 26:80). Tuhan tidak mungkin
dapat mengobati kalau Dia tidak tahu penyakit dan obatnya. Dari ayat ini
disimpulkan bahwa pasti Al-Quran, yang merupakan Kalam/Firman Allah, juga
mengandung misalnya disiplin ilmu kedokteran. Demikian pendapat Al-Ghazali
dalam Jawahir Al-Qur'an. Di sini, dia mempersamakan antara ilmu dan kalam,
dua hal yang pada hakikatnya tidak selalu seiring. Bukankah tidak semua apa
yang diketahui dan diucapkan?! Bukankah ucapan tidak selalu menggambarkan
(seluruh) pengetahuan?
Al-Syathibi, yang bertolak belakang dengan Al-Ghazali, juga melampaui
batas kewajaran ketika berpendapat bahwa "Para sahabat tentu lebih

13
mengetahui tentang kandungan Al-Quran" tetapi dalam kenyataan tidak seorang
pun di antara mereka yang berpendapat seperti di atas. "Kita," kata Al-Syathibi
lebih jauh, "tidak boleh memahami Al-Quran kecuali sebagaimana dipahami oleh
para sahabat dan setingkat dengan pengetahuan mereka." Ulama ini seakan-
akan lupa bahwa perintah Al-Quran untuk memikirkan ayat-ayatnya tidak hanya
tertuju kepada para sahabat, tetapi juga kepada generasi-generasi sesudahnya
yang tentunya harus berpikir sesuai dengan perkembangan pemikiran pada
masanya masing-masing.
Seperti dikemukakan di atas bahwa Al-Quran berbicara tentang alam dan
fenomenanya. Paling sedikit ada tiga hal yang dapat dikemukakan menyangkut
hal tersebut:
1. Al-Quran memerintahkan atau menganjurkan kepada manusia untuk
memperhatikan dan mempelajari alam raya dalam rangka memperoleh
manfaat dan kemudahan-kemudahan bagi kehidupannya, serta untuk
mengantarkannya kepada kesadaran akan Keesaan dan Kemahakuasaan
Allah SWT.
2. Alam dan segala isinya beserta hukum-hukum yang mengaturnya,
diciptakan, dimiliki, dan di bawah kekuasaan Allah SWT serta diatur
dengan sangat teliti.
3. Redaksi ayat-ayat kawniyyah bersifat ringkas, teliti lagi padat, sehingga
pemahaman atau penafsiran terhadap ayat-ayat tersebut dapat menjadi
sangat bervariasi, sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pengetahuan
masing-masing penafsir.
Dalam kaitan dengan butir ketiga di atas, perlu digarisbawahi beberapa
prinsip dasar yang dapat, atau bahkan seharusnya, diperhatikan dalam usaha
memahami atau menafsirkan ayat-ayat Al-Quran yang mengambil corak ilmiah.
Prinsip-prinsip dasar tersebut adalah
1. Setiap Muslim, bahkan setiap orang, berkewajiban untuk mempelajari
dan memahami Kitab Suci yang dipercayainya, walaupun hal ini bukan
berarti bahwa setiap orang bebas untuk menafsirkan atau

14
menyebarluaskan pendapat-pendapatnya tanpa memenuhi seperangkat
syarat-syarat tertentu.
2. Al-Quran diturunkan bukan hanya khusus ditujukan untuk orang-orang
Arab ummiyyin yang hidup pada masa Rasul saw. dan tidak pula hanya
untuk masyarakat abad ke-20, tetapi untuk seluruh manusia hingga akhir
zaman. Mereka semua diajak berdialog oleh Al-Quran serta dituntut
menggunakan akalnya dalam rangka memahami petunjuk-petunjuk-Nya.
Dan kalau disadari bahwa akal manusia dan hasil penalarannya dapat
berbeda-beda akibat latar belakang pendidikan, kebudayaan,
pengalaman, kondisi sosial, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek), maka adalah wajar apabila pemahaman atau penafsiran
seseorang dengan yang lainnya, baik dalam satu generasi atau tidak,
berbeda-beda pula.
3. Berpikir secara kontemporer sesuai dengan perkembangan zaman dan
iptek dalam kaitannya dengan pemahaman Al-Quran tidak berarti
menafsirkan Al-Quran secara spekulatif atau terlepas dari kaidah-kaidah
penafsiran yang telah disepakati oleh para ahli yang memiliki otoritas
dalam bidang ini.
4. Salah satu sebab pokok kekeliruan dalam memahami dan menafsirkan Al-
Quran adalah keterbatasan pengetahuan seseorang menyangkut subjek
bahasan ayat-ayat Al-Quran. Seorang mufasir mungkin sekali terjerumus
kedalam kesalahan apabila ia menafsirkan ayat-ayat kawniyyah tanpa
memiliki pengetahuan yang memadai tentang astronomi, demikian pula
dengan pokok-pokok bahasan ayat yang lain.
Dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip pokok di atas, ulama-ulama tafsir
memperingatkan perlunya para mufasir untuk menyadari sepenuhnya sifat
penemuan-penemuan ilmiah, serta memperhatikan secara khusus bahasa dan
konteks ayat-ayat Al-Quran.
Disepakati oleh semua pihak bahwa penemuan-penemuan ilmiah, di
samping ada yang telah menjadi hakikat-hakikat ilmiah yang dapat dinilai telah

15
memiliki kemapanan, ada pula yang masih sangat relatif atau diperselisihkan
sehingga tidak dapat dijamin kebenarannya.
Atas dasar larangan menafsirkan Al-Quran secara spekulatif, maka
sementara ulama Al-Quran tidak membenarkan penafsiran ayat-ayat
berdasarkan penemuan-penemuan ilmiah yang sifatnya belum mapan. Seorang
ulama berpendapat bahwa "Kita tidak ingin terulang apa yang terjadi atas
Perjanjian Lama ketika gereja menafsirkannya dengan penafsiran yang kemudian
ternyata bertentangan dengan penemuan para ilmuwan." Ada Pula yang
berpendapat bahwa "Kita berkewajiban menjelaskan Al-Quran secara ilmiah dan
biarlah generasi berikut membuka tabir kesalahan kita dan mengumumkannya."
Abbas Mahmud Al-Aqqad memberikan jalan tengah. Seseorang
hendaknya jangan mengatasnamakan Al-Quran dalam pendapat-pendapatnya,
apalagi dalam perincian penemuan-penemuan ilmiah yang tidak dikandung oleh
redaksi ayat-ayat Al-Quran. Dalam hal ini, AlAqqad memberikan contoh
menyangkut ayat 30 Surah Al-Anbiya' yang oleh sementara ilmuwan Muslim
dipahami sebagai berbicara tentang kejadian alam raya, yang pada satu ketika
merupakan satu gumpalan kemudian dipisahkan Tuhan.
Setiap orang bebas memahami kapan dan bagaimana terjadinya
pemisahan itu, tetapi ia tidak dibenarkan mengatasnamakan Al-Quran
menyangkut pendapatnya, karena Al-Quran tidak menguraikannya.
Setiap Muslim berkewajiban mempercayai segala sesuatu yang dikandung
oleh Al-Quran, sehingga bila seseorang mengatasnamakan Al-Quran untuk
membenarkan satu penemuan atau hakikat ilmiah yang tidak dicakup oleh
kandungan redaksi ayat-ayat Al-Quran, maka hal ini dapat berarti bahwa ia
mewajibkan setiap Muslim untuk mempercayai apa yang dibenarkannya itu,
sedangkan hal tersebut belum tentu demikian.
Pendapat yang disimpulkan dari uraian Al-Aqqad di atas, bukan berarti
bahwa ulama dan cendekiawan Mesir terkemuka ini menghalangi pemahaman
suatu ayat berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan. Tidak! Sebab,
menurut Al-Aqqad lebih lanjut, "Dahulu ada ulama yang memahami arti 'tujuh

16
langit' sebagai tujuh planet yang mengitari tata surya sesuai dengan
perkembangan pengetahuan ketika itu. Pemahaman semacam ini merupakan
ijtihad yang baik sebagai pemahamannya (selama) ia tidak mewajibkan atas
dirinya untuk mempercayainya sebagai akidah dan atau mewajibkan yang
demikian itu terhadap orang lain."
Bint Al-Syathi' dalam bukunya, Al-Qur'an wa Al-Qadhaya Al-Washirah,
secara tegas membedakan antara pemahaman dan penafsiran. Sedangkan Al-
Thabathaba'i, mufasir besar Syi'ah kontemporer, lebih senang menamai
penjelasan makna ayat-ayat Al-Quran secara ilmiah dengan nama tathbiq
(penerapan). Pendapat-pendapat di atas agaknya semata-mata bertujuan untuk
menghindari jangan sampai Al-Quran dipersalahkan bila di kemudian hari
terbukti teori atau penemuan ilmiah tersebut keliru.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, para mufasir mengingatkan agar
dalam memahami atau menafsirkan ayat-ayat Al-Quran seseorang dituntut untuk
memperhatikan segi-segi bahasa Al-Quran serta korelasi antar ayat.
Sebelum menetapkan bahwa ayat 88 Surah Al-Naml (yang berbunyi, Dan
kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka ia tetap di tempatnya, padahal ia
berjalan sebagai jalannya awan), ini menginformasikan pergerakan gunung-
gunung, atau peredaran bumi, terlebih dahulu harus dipahami kaitan ayat ini
dengan ayat-ayat sebelumnya. Apakah ia berbicara tentang keadaan gunung
dalam kehidupan duniawi kita dewasa ini atau keadaannya kelak di hari
kemudian. Karena, seperti diketahui, penyusunan ayat-ayat Al-Quran tidak
didasarkan pada kronologis masa turunnya, tetapi pada korelasi makna ayat-
ayatnya, sehingga kandungan ayat terdahulu selalu berkaitan dengan kandungan
ayat kemudian.
Demikian pula halnya dengan segi kebahasaan. Ada sementara orang
yang berusaha memberikan legitimasi dari ayat-ayat Al-Quran terhadap
penemuan-penemuan ilmiah dengan mengabaikan kaidah kebahasaan.
Ayat 22 Surah Al-Hijr, diterjemahkan oleh Tim Departemen Agama
dengan, "Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-

17
tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit ..." Terjemahan ini, di samping
mengabaikan arti huruf fa; juga menambahkan kata tumbuh-tumbuhan sebagai
penjelasan sehingga terjemahan tersebut menginformasikan bahwa angin
berfungsi mengawinkan tumbuh-tumbuhan.
Hemat penulis, terjemahan dan pandangan di atas tidak didukung oleh fa
anzalna min al-sama' ma'a yang seharusnya diterjemahkan dengan maka kami
turunkan hujan. Huruf fa' yang berarti "maka" menunjukkan adanya kaitan sebab
dan akibat antara fungsi angin dan turunnya hujan, atau perurutan logis antara
keduanya sehingga tidak tepat huruf tersebut diterjemahkan dengan dan
sebagaimana tidak tepat penyisipan kata tumbuh-tumbuhan dalam terjemahan
tersebut. Bahkan tidak keliru jika dikatakan bahwa menterjemahkan lawaqiha
dengan meniupkan juga kurang tepat.
Kamus-kamus bahasa mengisyaratkan bahwa kata tersebut digunakan
antara lain untuk menggambarkan inseminasi. Sehingga, atas dasar ini, Hanafi
Ahmad menjadikan ayat tersebut sebagai informasi tentang fungsi angin dalam
menghasilkan atau mengantarkan turunnya hujan, semakna dengan Firman Allah
dalam surah Al-Nur ayat 43: Tidakkah kamu lihat bahwa Allah mengarak awan,
kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)-nya, kemudian dijadikannya
bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya.
Memang, seperti yang dikemukakan di atas, sebab-sebab kekeliruan
dalam memahami atau menafsirkan ayat-ayat Al-Quran antara lain adalah
kelemahan dalam bidang bahasa Al-Quran, serta kedangkalan pengetahuan
menyangkut objek bahasan ayat. Karena itu, walaupun sudah terlambat, kita
masih tetap menganjurkan kerja sama antar disiplin ilmu demi mencapai
pemahaman atau penafsiran yang tepat dari ayat-ayat Al-Quran dan demi
membuktikan bahwa Kitab Suci tersebut benar-benar bersumber dari Allah Yang
Maha Mengetahui lagi Mahaesa itu.

18
BAB III
PENUTUP

Dari ulasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:


1. Iman adalah ucapan dengan lisan, keyakinan dengan hati, dan amalan
dengan anggota badan.
2. Taqwa adalah melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-
Nya, karena itu kehidupan orang bertaqwa senantiasa membawa pengaruh
dalam seluruh aspek kehidupannya dan lingkungan sekitarnya.
3. Ilmu Pengetahuan adalah pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda dan
syarat tertentu, yaitu: sistematik, rasional, empiris, umum dan kumulatif.
4. Teknologi adalah satu ciri yang mendefinisikan hakikat manusia, yaitu bagian
dari sejarahnya meliputi keseluruhan sejarah. Teknologi berkaitan erat
dengan sains, yang merupakan sarana pemecahan masalah mendasar dari
setiap peradaban.
5. Alam ialah seluruh zat dan energi, khususnya dalam bentuk esensinya. Alam
termasuk segala sesuatu dari semesta pada subatom, yaitu seluruh hal
binatang, tanaman, mineral, dan peristiwa (hurrikan, tornado, gempa bumi).
6. Sosial dapat berarti kemasyarakatan, dimana masyarakat adalah sekelompok
orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup, dimana sebagian besar
interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok
tersebut.
7. Budaya atau kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan
budi dan akal manusia.
8. Al-Quran Al-Karim, yang terdiri atas 6.666 ayat itu, menguraikan berbagai
persoalan hidup dan kehidupan, antara lain menyangkut alam raya dan
fenomenanya.
9. Dalam hal ini, jelas sekali bahwa iman dan taqwa seseorang sangat
mempengaruhi alam, sosial, dan budaya, dimana ilmu pengetahuan dan
teknologi menjadi jalan dan alat utama dalam implementasinya.

19
DAFTAR PUSTAKA

• Aji, 2008, Teknologi, http://ajidedim.wordpress.com/

• Al-Atsari, Abu Hamzah Yusuf, 2007, Hakikat iman syariah,


http://asysyariah.com/

• Muhammad, Ashaari, 2007, Taqwa Adalah Kemuliaan,


http://kawansejati.ee.itb.ac.id

• Shihab, Quraish, 1996, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan


Masyarakat, Bandung: Mizan

• Zakaria, Mumuh M., 2008, ILMU PENGETAHUAN,


http://blogs.unpad.ac.id/mumuhmz

• http://id.wikipedia.org

20

You might also like