Professional Documents
Culture Documents
Seperti sebelumnya saya akan membahas tentang materi pajak yang ada di perkuliahan. Sebelum itu mahasiswa harus mampu memahami tentang : 1. Pajak Langsung Dan Pajak Tidak Langsung 2. Pajak Pusat Dan Daerah 3. Pajak Subyektif Dan Obyektif
TIMBULNYA HUTANG PAJAK Pajak adalah sebuah perikatan bila ditinjau dari segi hukum. Namun perikatan pajak ini berbeda dengan perikatan dalam perdata. Dalam perdata perikatan itu dapat timbul dari suatu perjanjian ataupun lahir dari undang undang. Pajak adalah suatu perikatan yang lahir dan ada krena undang undang. Hal ini yang juga berhubungan dengan saat timbulnya utang pajak sendiri. Setiap utang pajak yang timbul selalu bertujuan untuk mengakhiti perikatan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak.
1. Ajaran materiil Suatu utang pajak timbulnya bukan karena ketetapan fiskus melainkan karena undang undang yaitu karena adanya suatu tatbestand yaitu adanya suatu keadaan keadaan, perbuatan-perbutan, dan peristiwa-peristiwa yang dapat menimbulkan utang pajak
a.
Keadaan-keadaan seperti memiliki senjata api akan dikenakan bea materai, dan harta tidak bergerak seperti tanah, rumah akan dikenakan pajak bumi dan bangunan.
b. Perbuatan-perbuatan seperti pengusaha yang mengimpor barang mewah atau melakukan penyerahan barang di daerah pabean dalam lingkungan perusahaan akan dikenakan Pajak Mewah (PPN dan PPBM), pembuatan rokok akan dikenai cukai c. Peristiwa-peristiwa seperti meninggalnya pewaris. Sejak si pewaris meninnggal, harta warisan yang belum terbagi merupakan subjek pajak penghasilan dan dikenakan pajak, mendapatkan hadiah undian juga dikenakan pajak. Menurut ajaran materiil ini, utang pajak menentukan bahawa jika sebelum ketetapan keluar wajib pajak meninggal dunia maka utang pajak beralih kepada ahli warisnya. Mengingat ahli waris adalah termasuk golongan pengganti-pengganti dalam hak seseorang. Berdasar hukum umum, selain memperoleh kekayaan ahli waris juga harus bertanggung jawab terhadap utang-utang orang yang meninggal dunia, termasuk utang pajak yang sudah timbul sebelum wajib pajak tersebut meninggal. 2. Ajaran Formal Timbulnya utang pajak karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Jadi sebelum ada surat ketetapan pajak maka utang pajak tidak pernah ada sehingga orang yang telah meninggal dunia sebelum adanya surat ketetapan pajak keluar maka orang tersebut bebas dari pengenaan pajak.
B. Kegunaan Mengetahui Saat Timbulnya Utang Pajak a. Pembayaran/penagihan pajak Undang-undang biasanya menentukan jangka waktu setelah saat terutangnya pajak untuk pelunasan utang pajaknya. Jika utang pajak pada jatuh tempo utang pajak belum dibayar maka akan dilakukan pengalihan oleh kantor pelayanan pajak setempat dan untuk pembayaran yang terlambat akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda. b. Memasukkan Surat Keberatan Surat keberatan hanya dapat dimasukkan dalam jangka waktu tiga bulan setelah diterimanya surat ketetapan pajak atau saat terutangnya pajak berdasar ajaran formal. c. Penentuan Daluarsa
Daluarsa dalam pajak dihitung lima tahun sejak terutangnya pajak. Ada yang dihitung sejak awal tahun (untuk PBB) dan ada pula yang dihitung sejak akhir tahun (untuk pajak penghasilan) tergantung kepada sistem pungutan. d. Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Tambahan. Surat ketetapan pajak atau surat ketetapan pajak tambahan hanya dapat diterbitkan dalam jangka waktu lima tahun sejak terutangnya pajak. PENAGIHAN HUTANG PAJAK Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan penagihan pajak, apabila jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Peraturan perundang-undangan perpajakan menetapkan bahwa STP, SKPKB, serta SKPKBT dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan, kecuali untuk WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jangka waktu pelunasan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan. Surat Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (STPPBB), Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB), Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT), serta Surat Tagihan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (STB), dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima oleh WP. Dalam hal WP keberatan atas SKPKB atau SKPKBT, jangka waktu pelunasan pajak untuk jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan sebesar pajak yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan. Dalam hal WP mengajukan banding atas Surat Keputusan Keberatan sehubungan dengan SKPKB atau SKPKBT, jangka waktu pelunasan pajak tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
A. Tindakan Penagihan Pajak Apabila utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran belum dilunasi, akan dilakukan tindakan penagihan pajak sebagai berikut: 1. Surat Teguran a. Dalam hal WP tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan WP tidak mengajukan keberatan atas SKPKB atau SKPKBT, kepada WP disampaikan Surat Teguran setelah lewat 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan; b. Dalam hal WP tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan WP mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan SKPKB atau SKPKBT, kepada WP disampaikan Surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding; c. Dalam hal WP tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan SKPKB atau SKPKBT, kepada WP disampaikan Surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Putusan Banding; d. Dalam hal WP menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, kepada WP disampaikan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan; e. Dalam hal WP mencabut pengajuan keberatan atas SKPKB atau SKPKBT setelah tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi sebelum tanggal diterima Surat Pemberitahuan Untuk Hadir oleh WP, kepada WP disampaikan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut; dan f. Dalam rangka Penagihan Pajak atas utang Bumi dan Bangunan dan/atau Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang tercantum dalam STPPBB, SKBKB, SKBKBT, STB atau Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, kepada WP disampaikan Surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal jatuh tempo pelunasan. Penyampaian Surat Teguran dapat dilakukan secara langsung, melalui pos atau melalui jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat. 2. Surat Paksa Utang pajak setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari dari tanggal Surat Teguran tidak dilunasi, diterbitkan Surat Paksa yang diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan dibebani biaya penagihan pajak dengan Surat Paksa sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah). Utang pajak harus dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak. 3. Surat Sita Utang pajak dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak tidak dilunasi, Jurusita Pajak dapat melakukan tindakan penyitaan, dengan dibebani biaya pelaksanaan Surat Perintah Melakukan Penyitaan sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah). 4. Lelang Dalam jangka waktu paling singkat 14 (empat belas) hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak belum juga dilunasi akan dilanjutkan dengan pengumuman lelang
melalui media massa. Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali dan untuk barang tidak bergerak dilakukan 2 (dua) kali. Penjualan secara lelang melalui Kantor Lelang Negara terhadap barang yang disita, dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang. Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan untuk pengumuman lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan. Catatan Barang dengan nilai paling banyak Rp.20.000.000,- tidak harus diumumkan melalui media massa. BEBERAPA KEWAJIBAN WAJIB PAJAK A. Kewajiban memasukkan SPT B. Kewajiban mengadakan pembukuan C. Kewajiban memberikan keterangan D. Kewajiban memperlihatkan buku buku dan bukti bukti pembukuan setiap waktu diperlukan untuk penetapan pajak E. Kewajiban memberitahukan dari pihak ketiga