You are on page 1of 22

Contoh Format Laporan Posisi Keuangan (Neraca)

46

mailShare Untuk yang sudah lama tidak update, seperti saya, harap diketahui bahwa laporan keuangan yang dalam PSAK lama disebut Neraca, sekarang namanya berubah menjadi Laporan Posisi Keuangan. *Mikir: jangan-jangan cuma saya neh yang tidak update? Hahaha. Pertanyaannya: Apakah format Laporan Posisi Keuangan (baru) berbeda jika dibandingkan dengan format Neraca (lama)? Lewat tulisan ini saya ingin share contoh format laporan posisi keuangan alias Neraca. Seperti judul tulisan ini, saya akan tampilkan contoh formatnyadari yang paling ringkas sampai yang sepanjang gerbong kereta api. Saya yakin sebagian besar pembaca, termasuk anda, pasti sudah pernah melihat format Neraca (yang sekarang disebut Laporan Posisi Keuangan). Yang kerap meragukan adalah bentuknya yang bervariasiada yang sangat ringkas nan pendek, ada juga yang begitu detail mencantumkan akun-demi-akun sehingga mirip rangkaian gerbong kereta api Argo Bromo Surabaya Jakarta. Ada yang beralur horizontal (ke samping), ada juga yang alurnya vertical (menurun), mengikuti panjang halaman kertas. [quote]Dengan tulisan ini, saya berharap pembaca mendapat gambaran yang jelas (kalau bisa pasti) mengenai format Neraca (Laporan Posisi Keuangan). SEKALIGUS bisa melihat AKUN APA masuk ke kelompok APA.[/quote] Standar Akuntansi manapun (termasuk PSAK yang baru) TIDAK pernah menyatakan suatu format Neraca tertentu sebagai standar yang harus digunakan oleh semua akuntan dalam menyusun laporan keuangan. Pun demikian, ada hal-hal penting yang ditekankan dalam PSAK, sehubungan dengan penyajian laporan keuangan, yang akan saya ikut sertakan juga (dalam tulisan ini). Tetapi sebelum itu, ada hal penting yang tak kalah pentingnya untuk diketahui, sehubungan dengan neraca, yaitu: kelemahan informasi keuangan yang diperoleh dari sebuah Neraca (maaf, saya masih sering menggunakan kata Neraca.)

Kelemahan Neraca (Di Masa Lalu) Sebagai Penyaji Laporan Posisi Keuangan

Sebenarnya, sudah sejak lama, nama lainnya Neraca (Balance Sheet) adalah Laporan Posisi Keuangan, tetapi entah mengapa publik (termasuk pengatur standar) lebih suka menggunakan istilah Neraca. Bisa jadi karena lebih mudah disebutkan (singkat) dan tidak membingungkan ketika bersandingan dengan istilah Laporan Keuanganyang terdiri dari: Neraca, Laporan Laba/Rugi, Laporan Perubahan Modal, dan Laporan Arus Kas. Nah, apa kelemahan Neraca sebagai penyaji laporan posisi keuangan? Kelemahannya yang paling mencolok adalah: tidak mewakili nilai aset dan liabilitas yang sesungguhnya, pada saat dilaporkan. Mengapa demikian? Karena nilai aset (aktiva) dan liabilitas (kewajiban) yang digunakan dalam Neraca (di masa lalu) menggunakan pendekatan cost histories (historical cost approach). Dengan kata lain, di masa lalu, nilai yang dicantumkan dalam Neraca adalah nilai aset dan liabilitas pada saat transaksi terjadi, sedangkan pelaporan baru dilakukan di akhir tahun. Nah, selama kurun waktu antara transaksi dan pelaporan, jika terjadi kenaikan atau penurunan nilai pasar, TIDAK diperhitungkan. Terutama aset tidak lancar, termasuk Goodwil dan aset tak berwujud lainnya. Misalnya: Di tahun tahun 2010, PT. JAK membeli bangunan tempat usaha seharga Rp 2 milyar, lalu disusutkan selama 15 tahun dengan menggunakan metode garis lurus, tanpa nilai sisa (no residual value). Di Neraca PT. JAK per 2012, maka nilai buku bangunan tersebut menjadi (perhitungan saya sederhanakan): = Nilai Perolehan Akumulasi penyusutan = Rp 2 milyar [2 x (Rp 2 milyar/15) = Rp 2 milyar [2 x Rp 133,333,333) = Rp 2 milyar 266,666,667 = Rp 1,733.333,333 Nilai Rp 1,733.333,333 itulah yang terlihat di Neraca sebagai nilai aset bangunan, meskipun pada kenyataannya harga bangunan naik (Note: ada kecenderungan harga bangunan selalu naik). Itu artinya, nilai aset bangunan yg di Neraca lebih rendah dari kenyataannya. Sebaliknya, aset mesin, peralatan dan kendaraan, pada kenyataannya cenderung menurun lebih cepat jika dibandingkan dengan penyusutan yang dibebankan tiap periodenya sehingga nilai aset jenis ini, pada Neraca cenderung lebih besar dibandingkan kenyataannya (bila dijual misalnya). Kenyataan-kenyataan itu membuat investor (baik yang sudah berstatus pemegang saham maupun calon pembeli saham) merasa bahwa: [quote]Neraca (di masa lalu) belum menyajikan posisi keuangan (nilai aset, liabilitas dan ekuitas pemilik) yang sesuai dengan kondisi sebenarnya.[/quote]

Regulator (IASB untuk IFRS dan FASB untuk GAAP) merespon keluhan tersebut dengan membuat perombakan standar akuntansi yang nantinya bisa membuat Neraca mampu menyajikan laporan posisi keuangan yang lebih representative. Bersama dengan perlakuanperlakuan akuntansi yg lain (selain aset dan liabilitas), IASB mengeluarkan IFRS (yang sekarang telah diimplementasikan sepenuhnya dalam PSAK yang baru). Perubahan standar akuntansi yang paling mencolok, sehubungan dengan hal ini, adalah: penentuan nilai asetterutama aset tak lancar (aktiva tetap) termasuk goodwill dan aset tak berwujud lainnya. Jika dahulu menggunakan nilai perolehan (historical cost) (seperti kasus aset bangunan di atas), kini IFRS telah menggunakan nilai wajar (Fair value) (nilai wajar) sebagai acuan. Penerapan nilai wajar (fair value), oleh IFRS, diwujudkan dengan cara: mewajibkan perusahaan (terutama yang berstatus publik) untuk melakukan revaluasi berkala terhadap aset tak lancar mereka. Hasil revaluasi bisa jadi lebih kecil atau lebih besar jika dibandingkan dengan nilai buku di Neraca:

Jika hasil revaluasi (nilai terpulihkan/recoverable amount) lebih kecil dari nilai buku (carrying amount), maka dibuatkan jurnal koreksi rugi revaluasi. Jika sebaliknya, dibuatkan jurnal koteksi Laba revaluasi.

Note: Khusus Goodwill, menggunakan impairment (penurunan nilai) sebagai pendekatan untuk menentukan nilai wajar. Dengan penggunaan nilai wajar (fair value), diharapkan nilai aset tak lancar perusahaan yang tersaji di Neraca menjadi lebih representative. HANYA SAJA, masih banyak wilayah lain (selain aset tak lancar) yang belum mewakili nilai yang sebenarnya. Misalnya: Nilai persediaan. Oke ada banyak metode penentuan nilai persediaan yang diijinkan (kecuali LIFO), yang sedikit-banyaknya bisa membuat nilai inflasi tercover. Tetapi sampai saat ini belum boleh mengakui nilai persediaan sesuai dengan harga pasartetap menggunakan historical cost (cost yang timbul saat barang dibuat). Kecuali untuk barang kembalientah itu karena cacat (ringan, sedang, berat) atau karena tak laku dijual, melalui IAS 17 telah ditentukan agar barang yang kembali direvaluasi. Pada dasarnya, IFRS mencoba untuk membuat semua elemen aset dan liabilitas menggunakan nilai wajar (fair value). Tetapi pada prakteknya, khususnya untuk instrument-instrumen investasi dan derivative bank, masih menjadi pro-dan-kontra. Sehingga meskipun sudah ditetapkan, kalangan bank masih enggan mengikuti standar yang baru (IFRS). Pertanyaan selanjutnya: Sampai kapan kelemahan Neraca (Laporan Posisi Keuangan) ini bisa diperbaiki? Entahlah, sampai saat ini belum bisa diperbaiki sepenuhnya. Semoga saja suatu saat nanti ditemukan pendekatan yang lebih pas (dan bisa diterima oleh semua pihak). Kita lanjut ke Penyajian Laporan Posisi Keuangan

Penyajian Laporan Posisi Keuangan Sesuai PSAK Baru (Konvergen IFRS)


Seperti sudah saya singgung di awal tulisan, tidak ada ketentuan pasti mengenai Format Laporan Posisi Keuangan (Neraca) di dalam standar Akuntansi manapun. Bukan hanya di PSAK atau IFRS yang berlaku di Indonesia, di US-GAAP yang direformasipun tidak ada. Yang ada adalah beberapa ketentuan dasaryang (mungkin) diharapkan bisa menjamin isi Neraca menjadi tidak bias atau menyesatkan pembacanya, logis dan mudah dipahami. Sedangkan format pastinya, diserahkan ke perusahaan, sepanjang ketentuan-ketentuan dasar tersebut dipatuhi. Apa saja ketentuan-ketentuan dasar penyajian Laporan Posisi Keuangan sesuai PSAK baru? Berikut adalah kutipan beberapa bagian PSAK 1 yang penting-penting saja (untuk detailnya silahkan baca PSAK). Dalam sebuah Laporan Keuangan (dan Penjelelasan Rinci-nya), perusahaan diminta untuk menyajikan informasi ini secara jelas (paragraph 49):

Nama entitas pembuat laporan keuangan atau identitas lain, dan setiap perubahan informasi dari akhir periode laporan sebelumnya; Apakah merupakan laporan keuangan satu entitas atau suatu kelompok entitas; Tanggal akhir periode pelaporan atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan atau catatan atas laporan keuangan; Mata uang pelaporan sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 52; dan Pembulatan yang digunakan dalam penyajian jumlah dalam laporan keuangan

Mengenai pos-pos (akun-akun) yang disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan (Neraca), paragraph 52 menyebutkan agar minimal mencakup penyajian jumlah pos-pos berikut (jika ada):

Aset tetap; Properti investasi; Aset tidak berwujud; Aset keuangan (tidak termasuk jumlah yang disajikan pada (e), (h) dan (i)); Investasi dengan menggunakan metode ekuitas; Aset biolojik; Persediaan; Piutang dagang dan piutang lainnya;

Kas dan setara kas; Total aset yang diklasifikasikan sebagai aset yang dimiliki untuk dijual dan aset yang termasuk dalam kelompok lepasan yang diklasifikasikan sebagai yang dimiliki untuk dijual sesuai dengan PSAK 58; Utang dagang dan terutang lainnya; Kewajiban diestimasi; Liabilitas keuangan (tidak termasuk jumlah yang disajikan dalam (k) dan (l)); Liabilitas dan aset untuk pajak kini sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 46; Liabilitas dan aset pajak tangguhan, sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 46; Liabilitas yang termasuk dalam kelompok yang dilepaskan yang diklasifikasikan sebagai yang dimiliki untuk dijual sesuai dengan PSAK 58; Kepentingan non-pengendali, disajikan sebagai bagian dari ekuitas; dan Modal saham dan cadangan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk.

Pos-pos tambahan, judul dan subtotal dalam laporan posisi keuangan BOLEH DISAJIKAN, jika penyajian tersebut relevan untuk pemahaman posisi keuangan perusahaan. Pengklasifikasian aset lancar dan tidak lancar dan liabilitas jangka pendek dan jangka panjang juga DIBOLEHKAN, akan tetapi Pajak Tangguhan TIDAK BOLEH diklasifikasikan sebagai aset lancar atau liabilitas jangka pendek. Lebih jauh mengenai Aset Lancar dan Tak lancar dan Liabilitas Jangka Pendek dan Jangka Panjang, PSAK 1 paragraph 64 dan 67 memberikan panduan khusus sebagai berikut: 1. Aset Lancar dan Tak Lancar Perusahaan mengklasifikasikan aset sebagai aset lancar, jika:

Entitas mengharapkan akan merealisasikan aset, atau bermaksud untuk menjual atau menggunakannya, dalam siklus operasi normal; Entitas memiliki aset untuk tujuan diperdagangkan; Entitas mengharapkan akan merealisasi aset dalam jangka waktu 12 bulan setelah periode pelaporan; atau Kas atau setara kas (seperti yang dinyatakan dalam PSAK 2: Laporan Arus Kas) kecuali aset tersebut dibatasi pertukarannya atau penggunaannya untuk menyelesaikan laibilitas sekurang-kurangnya 12 bulan setelah periode pelaporan.

Note: Aset yang TIDAK masuk kategori di atas diklasifikasikan sebagai Aset Tidak Lancar 2. Liabilitas Jangka Pendek dan Jangka Panjang Suatu liabilitas diklasifikasikan sebagai laibilitas jangka pendek jika:

Entitas mengharapkan akan menyelesaikan liabilitas tersebut dalam siklus operasi normalnya; Entitas memiliki liabilitas tersebut untuk tujuan diperdagangkan; Liabilitas tersebut jatuh tempo untuk diselesaikan dalam jangka waktu 12 bulan setelah periode pelaporan; atau Entitas tidak memiliki hak tanpa syarat untuk menunda penyelesaian liabilitas selama sekurangkurangnya 12 bulan setelah periode pelaporan.

Note: Liabilitas yang TIDAK masuk kategori di atas diklasifikasikan sebagai Liabilitas Jangka Panjang. Itu saja point-point yang yang penting. Sekalilagi, untul lebih jelasnya silahkan baca PSAK 1.

Contoh Format Laporan Posisi Keuangan alias Neraca


Bisa dikatakan bahwa, tidak ada format Laporan Posisi Keuangan (Neraca) standar yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar akuntansi manapaun. Adapun format yang selama ini lumrah dipakai, baik oleh perusahaan yang sudah berstatus publik maupun yang belum, adalah tradisi, kebiasaan yang lama-lama menjadi semacam kesepakatan tak tertulis antara para pembuat dan pengguna laporan keuangan. Penyajian yang paling lumrah digunakan adalah format bersaldo seimbang (seperti yang saya gunakan dalam contoh dibawah). Dalam format ini, masing-masing elemen (aset, liabilitas dan ekuitas pemegang saham) disertai jumlah saldo saat pelaporan, di tempatkan di satu halaman, sehingga pembaca laporan posisi keungan bisa melihat bahwa: aset = liabilitas + ekuitas pemegang saham. Wujud atau bentuk Laporan Posisi Keuangan (Neraca) itu sendiri, ada 2 macam yang lumrah digunakan, yaitu:

Bentuk yang menyerupai T-Account: Kelompok Aset diletakkan di sisi kiri, sementara kelompok Liabilitas dan Ekuitas Pemegang Saham di sisi kanan laporan. Bentuk yang menyerupai Ledger (Buku Besar): Kelompok Aset diletakan di bagian atas laporan, diikuti oleh kelompok Liabilitas dan Ekuitas Pemegang Saham di bawahnya.

Dalam contoh berikut ini, saya hanya menggunakan bentuk yang kedua, dalam dua versi: ringkas dan detail. Ini adalah contoh format Laporan Posisi Keuangan (Neraca) yang ringkas:

Dan, ini adalah contoh format Laporan Posisi Keuangan (Neraca) yang agak detail:

Karena keterbatasan ruang, penjelasan dari masing-masing akun dalam format Laporan Posisi Keuangan (Neraca) ini akan saya bahas di tulisan berikutnya. Untuk sementara saya ucapkan selamat berlibur bagi yang libur, dan selamat beraktivitas untuk yang tidak libur. - See more at: http://jurnalakuntansikeuangan.com/2012/05/contoh-format-laporan-posisikeuangan-neraca/#sthash.oOcFokQx.dpuf

Perencanaan Audit dan Prosedur Analitis


11.05 M. Agus Sudrajat

PERENCANAAN AUDIT Standar Pekerjaan Lapangan dalam Standar Auditing mengharuskan bahwa audit harus direncanakan dengan sebaik-baiknya - Tiga alasan utama auditor merencanakan audit dengan baik: (1) memperoleh bukti kompeten yang memadai, (2) membantu menjaga biaya audit dikeluarkan dalam jumlah wajar, (3) menghindari kesalahpahaman dengan klien - Acceptable audit risk/AAR (risiko akseptibilitas audit): ukuran untuk menilai seberapa besar kesediaan auditor untuk menerima bahwa laporan keuangan mungkin saja disajikan dengan kesalahan penyajian yang material setelah proses audit dilaksanakan dan pendapat wajar tanpa pengecualian dinyatakan - Inherent Risk/IR (risiko inheren/risiko bawaan): ukuran penilaian auditor atas kemungkinan adanya kesalahan penyajian yang material atas account sebelum mempertimbangkan efektivitas pengendalian intern - Penilaian terhadap AAR dan IR merupakan bagian penting dari perencanaan karena penilaian tersebut mempengaruhi jumlah bukti audit yang harus dikumpulkan dan penugasan staf yang lebih berpengalaman dan pelaksanaan audit Presentation Outline Perencanaan Audit I. Menerima Klien dan Melakukan Perencaan Audit Awal II. Memahami Bisnis dan Industri Klien III.Menilai Risiko Bisnis Klien IV.Melakukan Prosedur Analitik Awal I. Menerima Klien dan Melakukan Perencanaan Audit Awal A. Client Acceptance and Continuance B. Indentifikasi Alasan Klien Meminta Penugasan Audit C. Membuat Kesepahaman dengan Klien D. Memilih Staf untuk Melaksanakan Penugasan E. Mengevaluasi Kebutuhan terhadap Spesialis dari Luar

II. Memahami Bisnis dan Industri Klien A. Alasan utama untuk Memahami Industri dan Lingkungan Eksternal B. Operasi dan Bisnis Proses C. Manajemen dan Governance D. Tujuan dan Strategi Klien E. Pengukuran dan Kinerja III. Menilai Risiko Bisnis Klien Risiko bisnis klien adalah risiko dimana klien gagal dalam mencapai tujuan bisnisnya. Risiko ini dapat timbul dari berbagai faktor yang mempengaruhi klien dan lingkungannnya. Contoh: kompetitor, teknologi baru, kondisi industri, dan regulatory environment Perhatian utama terletak pada kemungkinan salah saji material dalam LK klien Contoh: sebuah perusahaan supplier peralatan IT memiliki persediaan peralatan komputer dalam jumlah besar karena memprediksi tingkat penjualan yang akan meningkat pesat. Tetapi penurunan kondisi ekonomi mengakibatkan penurunan penjualan yang signifikan. Perusahaan IT biasanya memiliki siklus yang pendek, sehingga auditor harus memperhatikan nilai persediaan ini agar tidak disajikan secara tidak wajar dalam LK IV. Melakukan Prosedur Analitik Awal A. Definisi Prosedur Analitik B. Kemampuan Membayar Hutang Jangka Pendek (Short-term Debt) C. Rasio Likuiditas (Liquidity Activity Ratios) D. Kemampuan Membayar Hutang Jangka Panjang (Meet Long-term Debt Obligation) E. Rasio Profitabilitas (Profitability Ratios) Standar Pekerjaa Lapangan menharuskan Akuntan Publik untuk merencanakan audit sebaik mungkin. Tahap awal dari perencanaan audit (audit planning) terdiri dari 4 hal , yaitu: 1. Accept client and perform initial audit planning (menerima klien dan melakukan perencanaan audit awal) 2. Understand the Clents Business and Industry (memahami karakteristik bisnis dan industri klien) 3. Assess Client Business Risk (Menilai Risiko Bisnis Klien) 4. Perform Preliminary Analytical Procedures (Melakukan Prosedur Analitik Awal) A. AUDIT PLAN (PERENCANAAN PEMERIKSAAN) Standar pelaksanaan pekerjaan lapangan mengharuskan perencanaan yang sebaik-baiknya dalam setiap penugasan audit. Oleh sebab itu tahap perencanaan audit merupakan tahap yang mau tidak mau harus mendapat perhatian yang serius dari auditor. Hal ini tentu tidak dapat dipungkiri karena

pekerjaan apapun tentu akan lebih baik bila terencana dengan baik. Standar pekerjaan lapangan pertama berbunyi sebagai berikut : Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. 1. Pengertian dan Tujuan Audit Plan Audit Plan adalah pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan disusun segera setelah MANAGEMENT LETTER (surat perikatan) disetujui klien. Tujuan Audit Plan adalah untukmencapai keyakinan yang memadai guna mendeteksi salah saji yang diyakini jumlahnya besar, baik secara individual mapun secara keseluruhan, yang secara kuantitatif berdampak material terhadap laporan keuangan. Dalam merencanakan audit : Risiko audit dapat dibatasi pada tingkat yang rendah, sesuai dengan pertimbangan professional Menetapkan pertimbangan awal mengenai tingkat matealitas Untuk audit plan, auditor dapat mempertimbangkan materialitas : Sebelum laporan keuangan yang akan diaudit selesai dususun Setelah laporan keuangan yang akan diaudit selesai diaudit, namun perlu dimodifikasi Untuk kedua keadaan tersebut didasarkan atas laporan keuangan intern klien yang disetahunkan atau laporan keuangan tahunan satu / lebih periode sebelumnya, dengan syarat memperhatikan pengaruh perubahan besar dalam perusahaan klien dan perubahan lain yang relevan dalam perekonomian secara keseluruhan Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan antara lain : Pahami bisnis dan industri klien Kebijakan dan prosedur akuntansi klien Metode pengolahan informasi akuntansi yang digunakan klien, termasuk penggunaan organisasi jasa dari luar untuk mengolah informasi akuntansi pokok perusahaan Penetapan tingkat resiko pengendalian yang direncanakan Pertimbangan awal tingkat materialitas untuk tujuan audit Pos laporan keuangan yang memerlukan penyesuaian (adjustment) Kondisi yang mungkin memerlukn perluasan atau pengubahan pengujian audit, seperti risiko kekeliuran dan ketidakberesanyang material atau adanya transaksi antar pihak yang mempunyai hubungan istimewa Sifat laporan audit yang diharapkan akan diserahkan kepada pemberi tugas sebagai contoh: laporan audit tentang laporan keuangan konsolidasi,laporan khusus untuk menggambarkan kepatuhan klien terhadap kontrak/perjanjian Langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan audit : Menghimpun pemahaman bisnis klien dan industri klien. Penghimpunan pemahaman bisnis dan industri klien dilakukan dengan tujuan untuk mendukung perencanaan audit yang dilakukan auditor.

Hal-hal yang berkaitan dengan bisnis dan industri klien yang perlu dipahami auditor adalah jenis bisnis dan produk klien lokasi dan karekteristik operasi klien seperti metode produksi dan pemasaran . jenis dan karakteristik ondustri. Hal ini menentukan sensitivitas bisnis klien terhadap perubahan kondisi ekonomi. Kebijakan dan praktik industri sangat berdampak kepada kelangsungan usaha klien. Eksistensi ada tidaknya pihak terkait yang mempunyai hubungan erat dengan klien misalnya sama-sama anak perusahaan dari suatu holding company. Regulasi pemerintah yang mempengaruhi bisnis dan industri klien Karekteristik laporan yang harus diberikan kepada badan regulasi. Melakukan prosedur analitis Prosedur analitis adalh pengevaluasian informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari hubungan-hubungan yang masuk akal antara data keuangan dan data non keuangan. Prosedur analitis dilakukan dalam tiga tahap audit yaitu tahap perencanan, tahap pengujian atau tahap pengerjaan lapangan, dan tahap penyimpulan hasil audit. Dalan tahap perencanaan, prosedur analitis berguna untuk membantu auditor merencanakan sifat, penentuan waktu, dan luas prosedur audit. Dalam tahap pengerjaan lapangan, prosedur analitis merupakan prosedur audit yang optimal.prosedur analitis dilakukan sebagai salah satu pengujian substansif untuk menghimpun bahan bukti tentang asersi tettentu yang terkait dengan saldo rekening. Dalam tahap pengambilan kesimpulan hsil audit, prosedur analitis berguna sebagai alat untuk penelaahan akhir tentang rasionalitas laporan keuangan auditan. Melakuka penilaian awal terhadap materialitas Materialitas merupakan suatu konsep yang sangat penting dalam audit laporan keuangan karena materialitas mendasari penerapan standar auditing, khususnya pengerjaan lapangan, dan stndar pelaporan.materialitas adalah besarnya kelalaian atau pernyataan yang salah pada informasi akuntansi yang dapat menimbulkan kesalahan dalam pengambilan keputusan. Menilai risiko audit Audit harus mempertimbangkan risiko audit dalam melakukan perencanaan audit. Risiko audit adlah risiko tidak diketahuinya kesalahan yang dapat mengubah pendapat auditor atas suatu laporan keuangan yang diaudit: Risiko audit terdiri dari atas tiga komponen, yaitu Risiko bawaan Risiko bawaab adlak kerentanan atau mudah tidaknya suatu akun mengalami salah saji material dengan asumsi tidak ada kebijakan dan prodedur struktur pengendalain intern yang tekait. Contoh : asersi keberadaan atau keterjadian akun piutang dagang mempunyai risiko bawaan yang lebih tinggi daripada aktiva tetap. Keberadaan aktiva tetap lebih mudah dibuktikan daripada keberadaan piutang dagang.

Risiko pengendalian Risiko pengendalian adalh risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi yang tidak dapat didetksi ataupun dicegah secara tepat pada waktunya oleh berbagai kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern satuan usaha. Semakin efektif struktur pengendalian intern maka senakin kecil risiko pengendalian . Risiko deteksi Risiko deteksi merupakan risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji matrial yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi dapat ditekan atau diturunkan auditor dengan cara melakukan perencaaan yang memadai, dan supervisis atau pengawasan yang tepat, serta penerapan standar pengendalian mutu. Mengembangkan strategi audit pendahuluan untuk asersi yang signifikan Tujuan auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan audit adalah untuk menurunkan risiko audit pada tingkat serendah mungkin untuk mendukung pendapat auditor mengenai kewajaran laporan keuangan. Strategi audi, yaitu : Primarily substantive approach Pada strategi ini auditor lebih mengutamakan pengujian substantive daripada pengujian pengendalian. Lower assessed level of control risk approach Pada strategi ini, auditor lebih mengutamakan pengujian pengendalian dripada pengujian substantive. Hal ini bukan berarti auditor sama sekali tidak melakukan pengujiam substanti, auditor tetap melakukan pengujian substantive meskipun tidak seekstensufb pada primarily substantive approach Menghimpun pemhaman sruktur pengendalian intern klien Standar pengerjaan lapangan kedua menyatakan bahwa pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. Agar dapat membuat perencanaan audit dengan sebaik-baiknya, auditor harus memahami bisnis klien dengan sebik-baiknya, termasuk sifat, dan jenis usaha klien, struktur organisasinya, struktur permodalan, metode produksi, pemasaran, distribisi dan lain-lain. Untuk memperoleh pengetahuan tentang bisnis kliem melalui pengalaman dengan klien dan industrinya, pengajuan pertanyaan kepada pengawai perusahaan klien, kertas kerja audit dari tahun sebelumnya (yang berisi informasi mengenai sifat bisnis, struktur organisasi dan karekteristik opersi serta transaksi yang memerlukan pertimbangan khusus), publikasi yang diperlukan industri lapoaran keuangan, buku teks, majalah dan perorangan yang memiliki pengetahuan industri klien Pengetahuan bisnis klien membantu auditor mengidentifikasikan bidang yang memerlukan pertimbangan khusus, menila kondisi yang didalamnya data akuntansi yang dihasilkan, diolah, direview dan dikumpulkan dalam organisasi,

menilai kewajaran estimasi, serta penilaian atas persediaan, depresi, penyisihan piutang ragu-ragu dan lain-lain. Supervisi mencakup pengarahan usaha asisten yang terkait dalam pencapaian tujuan audit dan menentukan apakah tujuan tersebut tercapai. Unsur supervisi adalah memberikan instruksi kepada asisten, tetap menjaga penyampaian informasi masalah-masalah yang penting yang dijumpai dalam audit, mereview pekerjaan dilaksanakan, dan menyelesaikan perbedaan pendapat diantara staf audit kantor akuntan. Luasnya supervise yang memadai bagi suatu keadaan tergantung atas banyak factor, termasuk kompleksitas masalah dan kualifikasi orang yang melaksanakan audit. memahami tanggung jawabnya dan tujuan prosedur audit mengetahui hal yang kemungkinan berpengaruh terhadap sifat, luas dan saat prosedur tersebut dilaksanakan (sifat bisnis klien, masalah akuntansi dan audit) Para asisten harus diberitahu tanggung jawab mereka dan tujuan prosedur audit yang mereka laksanakan.yang mereka laksanakan. Mereka harus diberitahu halhal yang kemungkinan berpengaruh terhadap sifat, luas dan saat prosedur yang harus dilaksanakan seperti sifat bisnis satuan usaha yang bersangkutan dengan penugasan dan masalh-masalh akuntansi dan audit 2. Isi Audit Plan Isi dari audit plan mencakup : Hal-hal mengenai klien Bidang usaha klien, alamt, no. telepon, fax. Status hukum perusahaan (berdasarkan akte pendirian) Kebijakan akuntansi - Buku yang digunakan : buku penjualan, buku pembelian, buku kas/bank, buku memorial - Meode pembukuan : manual, computer, mesin pembukuan Neraca komparatif dan perbandingan penjualan, laba/rugi tahun lalu dan sekarang. Client contact : presiden direktur, controller, penasihat hukum Accounting, auditing dan tax problem - Accounting problem : perubahan metode pencatatan dan manual kekomputer, revaluasifixed asset, perubahan metode atau tariff penyusutan - Auditing problem : hasil konfirmasi tahun lalu tidak memuaskan, perubahan accounting policy - Tax problem : masalah restitusi, kekurangan penyetoran, adanya dua pembukuan dan perusahaan. Hal-hal yang mempengaruhi klien - Majalah ekonomi/surat kabar (bissiness news, ekonomi keuangan Indonesia) Rencana kerja auditor: a. Staffing b. Waktu pemeriksaan c. Jenis jasa yang diberikan Hal-hal Tambahan

a. Bantuan yang dapat diberikan klien b. Time schedule Pada akhir Audit Plan, mencantumkan: a. Dibuat oleh b. Review oleh: c. Approved oleh:

B. AUDIT PROGRAM 1. Pengertian dan Tujuan Audit Program Audit program merupakan kumpulan prosedur audit (dibuat tertulis ) yang rinci dan dijalankan untuk mencapai tujuan audit ( akan lebih baik jika audit program dibuat terpisah untuk compliance test dan substantive test. Tujuan audit program :untuk mengetahui apakah penyajian laporan keuangan oleh manajemen dari sisieksistensi atau keterjadian, kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian atau alokasi serta panyjian dan pengungkapan dapat dipercaya, wajar dan tidak menyesatkan terhadap pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut 2. Manfaat Audit Program Manfaat audit program yaitu: Sebagai petunjuk kerja yang harus dilakukan asisten dan instruksi bagaimana harus menyelesaikan Sebagai dasar untuk koordinasi, pengawasan dan pengendalian pemeriksaan. Sebagai dasar penilaian kerja yang dilakukan klien Disusun setelah Audit Plan ( tetapi sebelum pemeriksaan lapangan dimulai ) Disusun secara stndarisasi untuk semua klien Disusun sesuai dengan kondisi dan situasi klien Audit Program yamg baik mencamtumkan : Tujuan pemeriksaan (audit objective) Prosedur audit yang akan dijalankan Kesimpulan pemeriksaan Prosedur audit program : Prosedur audit program untuk compliance test Prosedur audit program untuk substantive test Prosedur audit program untuk keduanya SA Seksi 329 PROSEDUR ANALITIK Sumber: PSA No. 22 PENDAHULUAN 01 Seksi ini memberikan panduan bagi auditor dalam menggunakan prosedur analitik dan mengharuskan penggunaan prosedur analitik dalam tahap perencanaan dan tahap review menyeluruh semua audit. 02 Prosedur analitik merupakan bagian penting dalam proses audit dan terdiri

dari evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan yang satu dengan data keuangan lainnya, atau antara data keuangan dengan data nonkeuangan. Prosedur analitik mencakup perbandingan yang paling sederhana hingga model yang rumit yang mengaitkan berbagai hubungan dan unsur data. Asumsi dasar penerapan prosedur analitik adalah bahwa hubungan yang masuk akal di antara data dapat diharapkan tetap ada dan berlanjut, kecuali jika timbul kondisi yang sebaliknya. Kondisi tertentu yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam hubungan ini mencakup antara lain, peristiwa atau transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi, perubahan usaha, fluktuasi acak, atau salah saji. 03 Pemahaman hubungan keuangan adalah penting dalam merencanakan dan mengevaluasi hasil prosedur analitik, dan secara umum juga menuntut dimilikinya pengetahuan tentang klien dan industri yang menjadi tempat usaha klien. Pemahaman atas tujuan prosedur analitik dan keterbatasannya juga penting. Oleh karena itu, identifikasi hubungan dan jenis data yang digunakan, serta kesimpulan yang diambil apabila membandingkan jumlah yang tercatat dengan yang diharapkan, membutuhkan pertimbangan auditor. 04 Prosedur analitik digunakan dengan tujuan sebagai berikut: a. Membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit lainnya. b. Sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu yang berhubungan dengan saldo akun atau jenis transaksi. c. Sebagai review menyeluruh informasi keuangan pada tahap review akhir audit. Prosedur analitik harus diterapkan untuk tujuan yang disebutkan pada butir a dan c di atas untuk semua audit laporan keuangan yang dilakukan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Sebagai tambahan, dalam beberapa hal, prosedur analitik lebih efektif atau efisien daripada pengujian rinci untuk mencapai tujuan pengujian substantif.

05 Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat atau ratio yang dihitung dari jumlah-jumlah yang tercatat, dibandingkan dengan harapan yang dikembangkan oleh auditor. Auditor mengembangkan harapan tersebut dengan mengidentifikasi dan menggunakan hubungan yang masuk akal, yang secara pantas diharapkan terjadi berdasarkan pemahaman auditor mengenai klien dan industrinya. Berikut ini adalah contoh sumber informasi yang digunakan dalam mengembangkan harapan: a. Informasi keuangan periode sebelumnya yang dapat diperbandingkan dengan memperhatikan perubahan yang diketahui. b. Hasil yang diantisipasikan, misalnya anggaran atau prakiraan termasuk ekstrapolasi dari data interim atau tahunan. c. Hubungan antara unsur-unsur informasi keuangan dalam satu periode. d. Informasi industri bidang usaha Mien, misalnya informasi laba bruto. e. Hubungan informasi keuangan dengan informasi nonkeuangan yang relevan. PROSEDUR ANALITIK DALAM PERENCANAAN AUDIT 06 Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan audit adalah untuk membantu dalam perencanaan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang akan digunakan untuk memperoleh bukti saldo akun atau golongan transaksi tertentu. Untuk maksud ini, prosedur analitik perencanaan audit harus ditujukan untuk: a. Meningkatkan pemahaman auditor atas bisnis klien dan transaksi atau peristiwa yang terjadi sejak tanggal audit terakhir dan, b. Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko tertentu yang bersangkutan dengan audit. Jadi, tujuan prosedur ini adalah untuk mengidentifikasikan hal seperti adanya transaksi dan peristiwa yang tidak biasa, dan jumlah, ratio serta trend yang dapat menunjukkan masalah yang berhubungan dengan laporan keuangan dan perencanaan audit. 07 Prosedur analitik yang diterapkan dalam perencanaan audit umumnya menggunakan data gabungan yang digunakan untuk pengambilan keputusan di tingkat atas. Lebih lanjut kecanggihan, lingkup, dan saat audit, yang didasarkan atas pertimbangan auditor dapat berbeda tergantung atas ukuran dan kerumitan klien. Untuk beberapa entitas, prosedur analitik dapat terdiri dari review atas perubahan saldo akun tahun

sebelumnya dengan tahun berjalan, dengan menggunakan buku besar atau daftar saldo (trial balance) tahap awal yang belum disesuaikan. Sebaliknya, untuk entitas yang lain,prosedur analitik mungkin meliputi analisis lapotan keuangan triwulan yang ekstensif. Pada kedua keadaan tersebut, prosedur analitik yang dikombinasikan dengan pengetahuan auditor tentang bisnis, menjadi dasar dalam menentukan permintaan keterangan tambahan dan perencanaan yang efektif. 08 Walaupun prosedur analitik yang diterapkan dalam perencanaan audit seringkali hanya menggunakan data keuangan, tetapi kadangkala informasi nonkeuangan yang relevan juga dipertimbangkan. Misalnya jumlah karyawan, luas ruang penjualan, jumlah barang yang diproduksi dan informasi serupa lainnya mungkin membantu dalam mencapai tujuan prosedur. PROSEDUR ANALITIK YANG DIGUNAKAN SEBAGAI PENGUJIAN SUBSTANTIF 09 Kepercayaan auditor terhadap pengujian substantif untuk mencapai tujuan audit yang berhubungan dengan suatu asersi1 dapat berasal dari pengujian rinci, dari prosedur analitik, atau dari kombinasi keduanya. Keputusan mengenai prosedur yang digunakan untuk mencapai tujuan audit tertentu didasarkan pada pertimbangan auditor terhadap efektivitas dan efisiensi yang diharapkan dari prosedur audit yang ada. 10 Auditor mempertimbangkan tingkat keyakinan, jika ada, yang diinginkannya dari pengujian substantif untuk suatu tujuan audit dan memutuskan, antara lain prosedur yang mana, atau kombinasi prosedur mana, yang dapat memberikan tingkat keyakinan tersebut. Untuk asersi tertentu, prosedur analitik cukup efektif dalam memberikan tingkat keyakinan memadai. Namun, pada asersi lain, prosedur analitik mungkin tidak seefektif atau seefisien pengujian rinci dalam memberikan tingkat keyakinan yang diinginkan. 11 Efektivitas dan efisiensi yang diharapkan dari suatu prosedur analitik dalam mengidentifikasikan kemungkinan salah saji tergantung atas, antara lain: a. Sifat asersi. b. Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksikan suatu hubungan. c. Ketersediaan dan keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan harapan. d. Ketepatan harapan.

SIFAT ASERSI 12 Prosedur analitik mungkin merupakan pengujian efektif dan efisien atas asersi yang kemungkinan salah sajinya tidak akan tampak dari pemeriksaan bukti rinci atau bila bukti yang rinci tidak langsung tersedia. Sebagai contoh, perbandingan dari kumpulan gaji yang dibayar dengan jumlah karyawan mungkin menunjukkan pembayaran yang tidak sah yang mungkin tidak tampak dari pengujian transaksi individual. Perbedaan dari hubungan yang diharapkan dapat juga menunjukkan kemungkinan penghilangan dari catatan akuntansi bilamana bukti transaksi individual dari pihak yang independen yang seharusnya dibukukan tidak langsung tersedia. KELAYAKAN DAN KEMAMPUAN UNTUK MEMPREDIKSIKAN SUATU HUBUNGAN 13 Penting bagi auditor untuk memahami alasan yang membuat hubungan menjadi masuk akal sebab data kadang-kadang seperti berkaitan padahal kenyataannya tidak demikian, sehingga dapat mengarahkan auditor ke pengambilan kesimpulan yang salah. Di samping itu, adanya satu hubungan yang tidak diharapkan dapat memberikan bukti yang penting jika diteliti secara memadai. 14 Karena tingkat keyakinan yang lebih tinggi diharapkan dari prosedur analitik dibutuhkan lebih banyak hubungan untuk mengembangkan harapan. Hubungan dalam satu lingkungan yang stabil biasanya lebih dapat diduga daripada hubungan dalam satu lingkungan yang dinamis atau tidak stabil. Hubungan yang melibatkan akun laba-rugi cenderung lebih dapat diduga dari pada hubungan yang melibatkan hanya akun neraca, karena akun laba-rugi mencerminkan transaksi selama satu periode waktu, sementara akun neraca mencerminkan saldo pada satu titik waktu. Hubungan yang menyangkut transaksi yang tergantung pada keputusan manajemen kadang-kadang kurang dapat diduga. Sebagai contoh, manajemen mungkin memilih untuk mengeluarkan biaya pemeliharaan dari pada mengganti aktiva tetap atau mereka mungkin menunda suatu pengeluaran klien. KETERSEDIAAN DAN KEANDALAN DATA 15 Data mungkin atau tidak mungkin langsung tersedia untuk mengembangkan taksiran bagi beberapa asersi. Sebagai contoh, untuk menguji asersi kelengkapan, penjualan yang ditaksir bagi jenis usaha tertentu mungkin dapat dikembangkan dari

statistik produksi atau ukuran tempat penjualan. Bagi jenis usaha lain, data yang relevan untuk asersi kelengkapan penjualan mungkin tidak langsung tersedia dan mungkin akan lebih efektif clan efisien untuk menggunakan catatan pengiriman yang rinci dalam menguji asersi tersebut. 16 Auditor memperoleh keyakinan dari prosedur analitik berdasarkan atas konsistensi jumlah yang tercatat dengan harapan yang dikembangkan dari data yang diperoleh dari sumber lainnya. Keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan harapan harus sesuai dengan tingkat keyakinan yang diinginkan dari prosedur analitik. Auditor harus menilai keandalan data dengan mempertimbangkan sumber data dan kondisi yang melingkupi pengumpulan data serta pengetahuan lain yang mungkin dimiliki auditor mengenai data itu. Faktor berikut ini mempengaruhi pertimbangan auditor terhadap keandalan data untuk mencapai tujuan audit: a. Apakah diperoleh dari sumber yang independen di luar entitas atau dari sumber di dalam entitas. b. Apakah sumber dari dalam entitas independen dari mereka yang bertanggung jawab atas jumlah yang diaudit. c. Apakah data dikembangkan dari sistem yang dapat diandalkan dengan pengendalian memadai. d. Apakah data menjadi sasaran pengujian dalam tahun berjalan atau tahun sebelumnya. e. Apakah harapan dikembangkan dengan memakai data dari berbagai sumber. KETEPATAN HARAPAN 17 Harapan auditor harus cukup tepat untuk memberikan tingkat keyakinan yang diinginkan sehingga perbedaan yang mungkin merupakan salah saji yang material, baik secara individu atau secara kelompok, dengan salah saji lainnya, akan teridentifikasi untuk diaudit oleh auditor (paragraf 20). Ketika harapan menjadi lebih tepat, toleransi perbedaan yang diharapkan menjadi lebih sempit, sehingga jika terjadi perbedaan yang signifikan antara hasil prosedur analitik dengan angka sesungguhnya, perbedaan tersebut kemungkinan besar karena salah saji. Ketepatan harapan tergantung pada, antara lain, identifikasi dan pertimbangan auditor terhadap faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi jumlah yang diaudit dan tingkat kerincian data yang digunakan untuk mengembangkan harapan.

18 Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hubungan keuangan. Sebagai contoh, penjualan dipengaruhi oleh harga, volume dan campuran produk. Sebaliknya, masing-masing hal itu dipengaruhi oleh sejumlah faktor dan faktor yang bertentangan dapat menutupi salah saji. Identifikasi yang lebih efektif terhadap faktor yang secara signifikan mempengaruhi hubungan umumnya dibutuhkan sejalan dengan meningkatnya keyakinan yang diinginkan dari prosedur analitik. 19 Harapan yang dikembangkan pada tingkat yang rinci biasanya mempunyai kemungkinan yang lebih besar dalam mendeteksi salah saji jumlah tertentu dari pada perbandingan secara luas. Jumlah bulanan biasanya akan lebih efektif dari pada jumlah tahunan dan perbandingan berdasarkan lokasi atau jalur usaha biasanya akan lebih efektif dari pada membandingkan perusahaan secara keseluruhan. Tingkat kerincian yang cocok akan dipengaruhi oleh sifat klien, besarnya dan kerumitannya. Umumnya risiko salah saji yang material menjadi kabur akibat meningkatnya faktor yang bertentangan karena operasi klien menjadi lebih rumit dan lebih beragam. Penguraian masalah akan membantu mengurangi risiko ini. PENYELIDIKAN DAN EVALUASI PERBEDAAN YANG SIGNIFIKAN 20 Dalam merencanakan prosedur analitik sebagai pengujian substantif, auditor harus mempertimbangkan jumlah perbedaan yang diharapkan yang dapat diterima tanpa penyelidikan lebih lanjut. Pertimbangan ini dipengaruhi terutama oleh materialitas dan harus konsisten dengan tingkat keyakinan yang diinginkan dari prosedur ini. Penentuan jumlah ini melibatkan pertimbangan kemungkinan bahwa kombinasi dari salah saji dalam saldo akun tertentu, atau golongan transaksi tertentu, atau saldo atau golongan transaksi lainnya, dapat terhimpun menjadi suatu jumlah yang tidak dapat diterima.2 21 Auditor harus mengevaluasi perbedaan material yang tidak diharapkan. Dengan mempertimbangkan kembali metode dan faktor yang digunakan dalam mengembangkan harapan dan permintaan keterangan dari manajemen dapat membantu auditor dalam hal ini Namun, tanggapan manajemen biasanya harus didukung dengan bukti lain. Dalam keadaan tersebut, bila penjelasan tentang perbedaan tidak dapat diperoleh, auditor harus mendapatkan bukti yang cukup mengenai asersi yang bersangkutan dengan melakukan prosedur audit lainnya untuk meyakinkan dirinya apakah perbedaan tersebut kemungkinan merupakan salah saji Dalam

mendesain prosedur audit lainnya itu, auditor harus mempertimbangkan perbedaan yang tidak dapat dijelaskan, yang mungkin menunjukkan risiko yang meningkat dari salah saji yang material. (Lihat SA Seksi 316 [PSA No. 70] Pertimbangan atas Kecurangan dalam Audit Laporan Keuangan.) PROSEDUR ANALITIK YANG DIGUNAKAN DALAM REVIEW YANG MENYELURUH 22 Tujuan prosedur analitik yang diterapkan dalam tahap review menyeluruh adalah untuk membantu auditor dalam menilai kesimpulan yang diperoleh dan dalam mengevaluasi penyajian laporan keuangan secara keseluruhan. Berbagai macam prosedur analitik mungkin bermanfaat untuk tujuan ini. Review menyeluruh umumnya meliputi pembacaan laporan keuangan dan catatannya serta mempertimbangkan: a. Kecukupan bukti yang terkumpul sebagai respon terhadap saldo yang tidak biasa atau yang tidak diharapkan, yang diidentifikasi pada waktu perencanaan audit atau dalam pelaksanaan audit, dan b. Saldo atau hubungan yang tidak biasa atau tidak diharapkan yang sebelumnya tidak diidentifikasi. Hasil review menyeluruh dapat menunjukkan bahwa bukti tambahan mungkin diperlukan. TANGGAL BERLAKU EFEKTIF 23 Seksi ini berlaku efektif tanggal 1 Agustus 2001. Penerapan lebih awal dari tanggal efektif berlakunya aturan dalam Seksi ini diizinkan. Masa transisi ditetapkan mulai dari 1 Agustus 2001 sampai dengan 31 Desember 2001. Dalam masa transisi tersebut berlaku standar yang terdapat dalam Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Agustus 1994 dan Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001. Setelah tanggal 31 Desember 2001, hanya ketentuan dalam Seksi ini yang berlaku.

You might also like