You are on page 1of 21

An. RB, Perempuan, 8 tahun, tidak bersekolah, agama Islam, suku Sunda, tinggal di Sukabumi.

Pasien di bawa ke Poli Psikiatri Anak & Remaja RSCM oleh Petugas dari Kementerian Sosial pada tanggal 31 Mei 2010 karena perilaku menyakiti diri sendiri dan cenderung marah-marah serta galak atau menyerang.

I.

RIWAYAT PSIKIATRI

Diperoleh dari: Alloanamnesis dengan ibu asuh dari Rumah Perlindungan Sosial Anak dari Kementerian Sosial, Ny. Y, suku Jawa, PNS Alloanamnesis dengan ibu kandung pasien, Ny. N, suku Sunda, Pensiunan Guru.

A. KELUHAN UTAMA Perilaku menyakiti diri sendiri, cenderung marah-marah, galak dan menyerang.

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Sejak mulai usia 2 tahun, pasien dilaporkan oleh ibu kandungnya sudah tampak berbeda seperti kontak mata terbatas, suka mengulang kata-kata (heik-heik, kek kek kek), sering sulit di atur dan mau menang sendiri. Pasien memiliki kebiasaan yang tak biasa yaitu menyakiti diri sendiri seperti sering mengkuliti atau menggigit kulitnya sendiri. Pada saat dalam pengasuhan, pasien memiliki kecenderungan untuk menyerang pengasuh atau teman sepermainannya. Kebiasaan makan pasien juga aneh yaitu memakan beraneka ragam barang yang tak bernilai zat gizi seperti mainan, cat di tembok rumah, kursi atau meja dan barang-barang perkakas rumah tangga lainnya. Apabila keinginan pasien tidak dipenuhi oleh pengasuh, maka pasien akan marahmarah, mengamuk, menggigit dan memukul pada setiap orang yang didekatnya. Pada saat diberikan suatu alat permainan, pasien dikatakan tidak menyukainya dan justru hanya menggigiti mainan tersebut sampai menjadi gompal (seperti bekas gigitan tikus di mainan nya). Pasien sama sekali tidak pernah memiliki ketertarikan terhadap mainannya itu. Dalam aktivitas mandi, pasien hanya bermain air dengan kurang lebih sebanyak 50 kali memainkan kran air saja dan berbasah-basahan dengan menyibakkan air ke seluruh isi kamar mandi secara berlebihan. 1

Pasien sampai usia sekarang ini yaitu 8 tahun, tidak bisa mengontrol kebiasaan buang air besar dan buang air kecilnya. Pasien cenderung memainkan kotorannya sendiri yang keluar dari tubuhnya itu. Dalam aktivitas keseharian di rumah, pasien cenderung iseng seperti memecahkan toples, kaca lemari, dan mempreteli semua isi busa yang berada di dalam sofa (tempat duduk) atau menggigitinya. Berdasarkan informasi dari petugas yang membawanya ke rumah perlindungan sosial bagi anakanak terlantar milik kementerian sosial, dikatakan bahwa ibu kandung pasien tidak pernah memperhatikan dirinya. Pasien selama kurang lebih dua tahun ditempatkan di dalam sebuah ruangan berukuran 4x6 m yang pintunya dibuat menyerupai teralis dengan jeruji besi seperti sel di dalam sebuah penjara. Menurut ibu kandungnya, hal tersebut dilakukannya oleh karena perilaku pasien yang dikatakan tidak bisa di atur, suka mengamuk dan memiliki kecenderungan untuk menyerang orang lain. Perilaku lain pada pasien yang sangat mengkhawatirkan ibunya adalah pernah kabur atau keluar dari rumah selama kurnag lebih satu jam. Berdasarkan pelaporan perihal restraint (pemasungan dalam ruang teralis di dalam rumahnya sendiri) tersebut, akhirnya pasien bisa dibebaskan. Pasien kemudian diserahkan pada rumah perlindungan sosial bagi anak dari kementerian sosial untuk mendapatkan perawatan yang baik akibat tindakan neglect (penelantaran) dari ibu kandungnya itu. Pasien sudah berada di rumah perlindungan sosial anak dari kementerian sosial selama kurang lebih satu bulan (dari tanggal 5 Mei 2010). Petugas dari Departemen Sosial kemudian membawa pasien ke Poli Psikiatri Anak & Remaja RSCM untuk memeriksakan kondisi perilaku pasien di atas. Hal ini berkaitan dengan status tempat tinggal orangtua (ibu kandung) pasien yang berdomisili di Daerah Sukabumi Jawa Barat. Petugas Rumah Perlindungan Sosial Anak Bambu Apus Jakarta (tempat pasien di rawat selama ini) dari Kementerian Sosial bermaksud untuk meminta permohonan surat keterangan kondisi kesehatan jiwa dari pasien anak tersebut kepada Divisi Psikiatri Anak & Remaja RSCM demi menindaklanjuti dalam merujuk perawatan pasien di tempat perlindungan anak yang sesuai dengan lokasi domisili orangtua pasien (Sukabumi). Kementerian sosial berencana merujuk kepada lembaga

perlindungan anak atau Dinas Kesehatan setempat yang bernaung di Pemda Sukabumi untuk perawatan selanjutnya. Selama dalam perawatan di rumah perlindungan sosial anak, pasien dilaporkan cenderung marah-marah, mengamuk, sering mondar-mandir dan tidak bisa duduk diam, memiliki kebiasaan yaitu selalu ke kamar mandi untuk main air, sering mengeluarkan kata-kata yang tidak mengandung arti dan cenderung di ulang-ulang. Pola tidur dikatakan cenderung terlelap pada jam sebelas malam. Berdasarkan laporan petugas kementerian sosial yang membebaskannya dari jeruji besi, pasien dikatakan memiliki riwayat berulang kali menyaksikan langsung percekcokan orangtuanya (terdapat kekerasan dalam rumah tangga domestic violance).

C. RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA a. Psikiatri dan Penyalahgunaan Zat Pasien tidak pernah menyalahgunakan zat sebelumnya dan dikatakan tampak berbeda dengan teman sebaya sejak menginjak usia dua tahun. b. Kondisi Medis Umum Pasien tidak pernah menderita penyakit medis lain seperti kejang, pingsan dan trauma kepala. c. Riwayat Penyakit dalam Keluarga Gangguan kejiwaan pada keluarga pasien disangkal.

D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI 1. Periode Prenatal dan Perinatal Pasien merupakan anak yang diharapkan. Ibu mengandung pasien saat dirinya telah berusia 40 tahun. Ketika mengetahui dirinya hamil, sikap ibu adalah menerimanya dengan senang hati. Kondisi fisik ibu saat hamil dan melahirkan dikatakan sehat secara fisik dan psikologis. Setelah kelahiran, orangtua sering mengalami percekcokan (tampak tidak bahagia) dan ayah tampak tidak perduli akan kehadiran anak pertamanya itu. Pasien lahir secara normal, cukup bulan, berat badan 3,2 kg, panjang badan 49 cm, lahir secara normal, setelah lahir langsung menangis

kuat. Tidak ada riwayat biru atau kuning. Persalinan berlangsung dengan bantuan dokter dan bidan di rumah sakit.

2. Periode Masa Bayi (0-1 tahun) Pasien diasuh oleh ibu kandungnya dengan perasaan senang hati. Ayah kandung pada awalnya memang sangat menyayangi, tetapi kemudian tidak perduli karena harus membiayai pula kehidupan anak-anak dari perkawinan pertamanya. Pasien mendapatkan ASI dengan menetek hanya sampai usia sekitar 4 bulan dengan alasan ASI tidak keluar lagi. Kemudian dilanjutkan dengan susu formula sampai usia sekitar 2 tahun. Makanan tambahan diberikan pula sesuai dengan usia pertumbuhannya. Pasien dikatakan memiliki kesulitan dalam pola makan, yaitu kalau makan harus di paksa. Imunisasi dikatakan tidak lengkap (ibu tidak ingat sampai imunisasi apa). Menurut ibunya, tumbuh kembang pasien terdapat suatu loncatan. Pada usia 4 bulan pasien mulai tengkurap, tetapi melewati fase merangkak dan kemudian langsung duduk. Pasien mulai dapat berjalan saat memasuki usia 10 bulan dan dikatakan oleh ibu kandungnya tidak melewati fase duduk. Pasien dikatakan rewel dan sulit untuk diasuh. Pola tidur pasien dilaporkan sering terbangun dan menangis pada malam hari. Ibu kandung pasien setelah pasien berusia 3 bulan memutuskan untuk pensiun dini dari pekerjaannya sebagai guru SD. Ayah kandung pasien kabur dan meninggalkan ibu dan pasien saat berusia 3 tahun 11 bulan sehingga ibu kandung pasien kemudian membesarkan pasien dan kakak-kakaknya dengan cara seorang diri. Menurut ibu kandung pasien, pada saat usia 8 bulan pasien sudah bisa mengucapkan kata mama, kakak tetapi dikatakan kemudian kemampuan tersebut menghilang.

3. Periode Masa Batita (1 sampai 3 tahun) Ibu kandung mengatakan bahwa pada periode usia dari 2 tahun pasien mulai tampak berbeda dengan teman sebayanya. Pembicaraan pasien masih belum membentuk suatu kata yang jelas sampai saat sekarang ini. Pada masa kanak awal, pasien seakan memiliki dunia sendiri (cuek dan tidak bisa diberi tahu). Pasien cenderung memiliki kebiasaan iseng seperti memecahkan peralatan pecah belah rumah tangga. 4

Pada saat periode usia ini, pasien dikatakan mengalami penelantaran dari ibu kandungnya di rumahnya sendiri berupa pengekangan di ruangan berukuran 4x6 m. Pada aktivitas berkumpul bersama teman, pasien dikatakan oleh ibu kandungnya tampak lebih aktif (cenderung tidak bisa duduk diam) dan cuek seakan asik dengan dunianya sendiri. Akibat perilaku itu, ibu kandung pasien kemudian mengekangnya di rumahnya sendiri. Pasien lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah bersama ibu dan kakak kandungnya.

4. Periode Pra Sekolah dan Masa Kanak Awal (3 sampai 6 tahun) Pasien dilaporkan memiliki kebiasaan menggigit dan memukul orang lain atau teman sebayanya. Pasien cenderung Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK) di sembarang tempat dan tidak dapat diberitahukan mengenai toilet training. Saat diberitahukan perilaku yang tidak baiknya itu, pasien hanya cuek dan asik dengan aktivitasnya sendiri saja. Bahkan pasien cenderung mengoles-oles seluruh kotorannya itu ke badan dan segala barang-barang peralatan rumah tangga. Pada masa usia ini, pasien juga tidak memiliki peningkatan dalam keterampilan berbicara yang masih hanya seperti bergumam atau tertawa-tawa (heik heik heik, kek kek kek).

5. Periode Masa Kanak Akhir (7 sampai sekarang) Pada masa kanak akhir, pasien di pasung dalam ruangan 4x6 meter di dalam rumahnya akibat perilakunya yang cenderung mau kabur dari rumah untuk suatu tujuan yang tidak jelas. Pasein memiliki kebiasaan berupa sering menjambak rambut orang dewasa dan memainkan air kecingnya untuk digunakan sebagai air guna membasahi rambutnya. Pasien juga acapkali menyakiti tubuhnya dengan mengkorek setiap luka yang terdapat dalam tubuhnya, memakan binatang lintah yang ditemukan dari kebun sebelah rumah, memakan kotorannya atau meminum air kencing nya sendiri, selalu mengeksplorasi peralatan rumah dari waktu ke waktu tampak kenal lelah dengan menghampiri tiap barang yang dipandangnya memiliki suatu kekhasan. Terhadap orang lain, pasien juga tidak segan merebut setiap barang yang sedang terlihat olehnya dari orang tersebut tanpa ada perasaan bersalah. Berdasarkan laporan

ibu kandungnya, pasien juga ditemukan gejala berupa terkadang suka tertawa-tawa sendiri.

6. Riwayat Pendidikan Pasien belum dapat bersekolah.

7. Riwayat Keluarga Pasien merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara.

Pedigree

Pasien 47 th 64 th

32 th

14 th

8 th

8. Riwayat Kehidupan Sekarang Pada saat ini pasien tinggal bersama ibu kandung dan kakak perempuannya yang kedua di sebuah rumah milik pribadi yang cukup jauh dari tetangga di Daerah Suakbumi. Ibu kandung pasien berstatus sebagai seorang janda. Biaya hidup keluarga menjadi tanggung jawab ibu kandungnya yang saat ini tidak bekerja. Kebutuhan rumah tangga tidak tercukupi dengan baik, yaitu hanya mengandalkan menjual barang-barang yang di miliki ibu kandungnya. Pengobatan terkait permasalahan perilaku pasien saat ini dibiayai oleh Departemen Sosial. Hubungan pasien di dalam rumah minimal karena lebih banyak dihabiskan di dalam pemasungan di ruangan berjeruji besi dengan interaksi ibu dan kakak keduanya.

9. Persepsi dan Harapan Orangtua Ibu kandung tidak paham akan perilaku pasien yang sulit diatur, cenderung galak dan suka menyerang orang lain. Ibu tampak kurang memperdulikan pasien dan menganggap bahwa anaknya menderita suatu gangguan keterlambatan mental dan bukan autisme. Ibu kandung berharap perilaku pasien dapat sembuh.

10. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Lingkungannya Saat pemeriksa menanyakan tentang keadaannya, pasien cenderung cuek dan kemudian tidur di lantai ruang pemeriksaan rumah sakit.

II.

EVALUASI KELUARGA

A. Susunan Keluarga Pasien adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Saat ini pasien tinggal bersama ibu kandung dan kakak perempuannya yang kedua.

B. Riwayat Perkawinan Ibu kandung telah bercerai dengan ayah kandung pasien kurang lebih selama 5 tahun dan kabur tak tahu rimbanya. Sebelum bercerai, pernikahan dengan ayah pasien merupakan pernikahan yang ketiga. Pada dua pernikahan sebelumnya, berakhir dengan perceraian juga. Kedua kakak pasien berasal dari hasil perkawinan dengan suami yang berbeda. Artinya pasien dan kedua kakaknya memiliki ayah masingmasing yang berbeda. Jarak usia antara kedua orangtua pasien adalah ayah lebih tua 18 tahun dari ibu pasien. Perkawinan ketiga bagi ibu kandung pasien tersebut berdasar pada keputusan menikah atas pilihan sendiri (tidak disetujui keluarga) dan berakhir dengan suatu perceraian juga, seperti kedua pernikahan-perkawinan yang terdahulu.

C. Fungsi Subsistem a. Subsistem Suami-Istri Ayah dan ibu pasien telah bercerai dengan alasan suami kabur tanpa kejelasan. Selama menikah dengan ayah kandung pasien, dikatakan sering terjadi 7

percekcokan yang sifatnya berulang di dalam kehidupan rumah tangganya itu. Pasien berulang kali menyaksikan beberapa kondisi dari kekerasan dalam rumah tangga tersebut misalnya perilaku kasar ayahnya itu yang ringan tangan kepada ibu dan kakak-kakaknya.

b. Subsistem Orangtua Ibu kandung cenderung bersikap menelantarkan keadaan pasien dengan melakukan kekerasan fisik berupa restraint (pemasungan) pada pasien yang dikatakan telah berlangsung selama kurang lebih dua tahun. Pengasuhan anak sebelumnya dilakukan secara mandiri oleh ibu kandung pasien yang berstatus sebagai single parent (orangtua tunggal) bagi ketiga anaknya. Ibu tampak kurang dapat menyayangi pasien, terlebih dengan perilakunya itu yang sulit diatur. Pasien tampak cenderung bersikap cuek di dalam lingkungan keluarganya.

c. Subsistem Sibling Pasien berstatus sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara dan hanya berinteraksi dengan ibu atau kakak yang berbeda ayah itu melalui hubungan kontak pada sebuah pintu yang berjeruji besi.

d. Interaksi subsistem Ayah pasien telah meninggalkan pasien sejak dirinya berusia 3 tahun 11 bulan. Selama tahun-tahun pertama tinggal bersama ayah kandungnya, ayah cenderung bersikap masa bodoh dan tidak terdapat kepedulian sedikitpun kepada pasien. Ayah tinggal menumpang pada rumah milik ibu kandungnya itu peninggalan dari perkawinannya yang terdahulu. Dalam pola pengasuhan anak yang single parent dengan perilaku yang sulit di atur tersebut, ibu menjadi tertekan sehingga kemudian memasung pasien di sebuah ruang yang berpintu jeruji besi.

D. Keadaaan Sosial Ekonomi Sekarang Kondisi keuangan keluarga pasien dikatakan kurang dalam pembiayaan kehidupan sehari-hari. Sumber penghasilan hanya mengandalkan gaji ibu kandungnya yang bekerja sebagai pensiunan guru. Biaya pengobatan terkait permasalahan perilaku pada pasien saat ini ditanggung oleh donasi dari departemen sosial.

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL (31 Mei 2010) A. Deskripsi Umum 1. Penampilan Seorang anak perempuan, tampak sesuai usia, rambut pendek lurus tampak basah (setelah bermain air), dan perawakan terlihat agak kurus. Pada saat pemeriksaan cenderung gelisah dan selalu berkeinginan melepaskan baju atau celana. Pasien kemudian juga mengompol. Secara keseluruhan tampak kotor dan kurang terawat rapi.

2. Kesadaran Compos mentis.

3. Sikap terhadap pemeriksa Tidak kooperatif, kontak mata minimal, sulit untuk diajak berkomunikasi dan cenderung cuek (mudah teralihkan) pada suatu stimulus yang membutuhkan jawaban respon dari pasien. Selama proses wawancara, pasien tampak gelisah dan berulang kali berdiri dari tempak duduknya, kemudian menghampiri kaca jendela, memainkan kran air atau tiba-tiba tiduran di lantai ruang pemeriksaan rumah sakit.

4. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor Pasien cenderung tampak hiperaktif dan gelisah. Pada saat disediakan kertas dan di minta oleh pemeriksa untuk menggambar, pasien menghindar dengan berlari ke arah kaca jendela dan kemudian memainkan kran air. 9

5. Kemampuan berbicara dan berbahasa Pembicaraan tampak tidak berespon dengan suatu ajakan, artikulasi kata tidak jelas, mengeluarkan kata-kata yang tidak di mengerti (seolah berbentuk perkataan menggerutu seperti heik heik heik, kek kek kek), volume suara cukup, dan intonasi suara cukup.

B. Mood, Ekspresi Afektif dan Empati 1. Mood 2. Afek 3. Keserasian : labil : in apropriate : tidak serasi (banyak tertawa).

C. Gangguan Persepsi Sulit di nilai. D. Interaksi orangtua anak Saat pertemuan awal, pasien di dampingi oleh ibu pengasuh dari kementerian sosial. Pada awalnya dapat duduk disamping ibu pengasuh, tetapi tidak bertahan lama, pasien kemudian terlihat gelisah dan cuek terhadap lingkungan sekitar. Pasien mengibaskan tangan ibu pengasuh saat dirinya diajak untuk kembali duduk dan kemudian berulang-ulang menghampiri kaca jendela, kran air, dan tiba-tiba tiduran di lantai ruang pemeriksaan.

E. Perpisahan dan Penyatuan Kembali Ketika wawancara akan dilakukan secara mandiri dengan pasien, pasien menolak dan menampik tangan pemeriksa dan tidak mengubris ajakan untuk kembali duduk. Pasien kemudian tiduran di lantai dan menggosok-gosokkan tangannya pada lantai ruang pemeriksaan. Secara keseluruhan tampak bersikap cuek dan tidak peduli dengan lingkungan sekelilingnya saat itu.

F. Proses/ Isi Pikiran Sulit di nilai. 10

G. Fantasi dan three wishes Ketika di tanyakan mengenai fantasi dan three wishes, pasien tidak menjawab pertanyaan tersebut dan tampak cuek.

H. Insight Tilikan derajat I.

I. Perkiraan Taraf Intelegensia Kemampuan intelegensianya adalah cenderung memiliki kecerdasan yang jauh berada di bawah rata-rata anak seusianya. Terdapat beberapa hambatan dan keterlambatan dalam aktivitas kehidupan sehari-harinya (activity daily living) seperti: masih mengompol, Buang Air Besar (BAB) sembarangan, cenderung memainkan kotoran dan air kencingnya, cuek dan tidak perduli pada sekitar, kebiasaan mengamuk apabila keinginannya tidak terpenuhi, dan tidak bisa mandi, memakai baju atau makan minum sendiri. Pada kunjungan pertama, pasien tampak hiperaktif dan menolak ketika ditanyakan tentang penilaian taraf intelegensia menurut Piaget.

J. Pemeriksaan Diagnostik Lebih Lanjut a. Status internus : keadaan umum gizi kcukup dengan penampilan berat badan 19 kg. Tinggi badan pada saat itu tidak dapat di ukur karena pasien gelisah. Fungsi saluran cerna, pernafasan, dan kardiovaskular dalam batas normal. b. Status neurologikus : kesan dalam batas normal.

III.

IKHTISAR TEMUAN BERMAKNA Telah dilakukan pemeriksaan pada An. RB, 8 tahun, perempuan, agama Islam,

suku Sunda, saat ini belum dapat bersekolah, tinggal di Daerah Sukabumi Jawa Barat. Pasien dibawa ke Poli Psikiatri Anak & Remaja RSCM oleh Kementerian Sosial pada tanggal 31 Mei 2010 karena perilakunya yaitu sering menyakiti diri sendiri, cenderung mudah marah dan galak atau menyerang orang lain atau teman sebayanya..

11

Pasien tidak pernah mengalami trauma kepala, pingsan atau kejang. Pasien lahir secara normal, cukup bulan, berat badan dan panjang badan lahir dikatakan cukup, imunisasi dasar tidak lengkap. Pola tumbuh kembang dilaporkan memiliki loncatan. Permasalahan emosional dan perilaku dijumpai ketika pasien menginjak usia dua tahun. Pada riwayat penyakit sekarang ditemukan gambaran perilaku berikut, yaitu: menyakiti diri sendiri (kebiasaan mengkuliti kulitnya), sulit di atur, mudah marah dan mengamuk, galak dan cenderung menyerang orang lain atau teman sebayanya, kontak mata yang terbatas, kebiasan yang tidak bisa mengontrol Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK) nya, memainkan kotoran dan air kencingnya, bersikap cuek pada lingkungan sekitar, dan memiliki keterlambatan dalam berbicara. Dari pemeriksaan status mental didapatkan pasien perempuan, perawakan sesuai usia dan tampak terlihat agak kurus, dengan rambut lurus pendek. Secara keseluruhan tampak kotor dan tidak terawat rapi. Sikap terhadap pemeriksa tidak kooperatif dan kontak mata minimal. Pembicaraan tidak berespon (cuek), volume suara cukup, artikulasi tidak jelas mengandung kata yang di mengerti (heik heik kek kek), dan intonasi suara cukup. Psikomotor tampak hiperaktif dan gelisah. Mood labil, afek in apropriate, tidak serasi. Proses/ isi pikir dan persepsi sulit di nilai. Perkiraan taraf intelegensia adalah tingkatan retardasi mental berat. Status internus dan neurologikus tidak dijumpai masalah.

IV.

FORMULASI DIAGNOSTIK Berdasarkan riwayat penyakit pasien didapatkan adanya pola perilaku dan

psikologis yang secara klinis bermakna dan khas berkaitan dengan gejala yang menimbulkan suatu penderitaan (distress) maupun hendaya (disability) dalam fungsi psikososial dan pekerjaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan jiwa. Pada pemeriksaan status internus dan neurologikus tidak ditemukan kelainan Gangguan Medis Umum yang secara fisiologis menimbulkan disfungsi otak serta mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita saat ini. Sehingga Gangguan Mental Organik dapat di singkirkan. 12

Pada anamnesis ditemukan permasalahan perilaku berupa: menyakiti diri sendiri (kebiasaan mengkuliti kulitnya), sulit di atur, mudah marah dan mengamuk, galak dan cenderung menyerang orang lain atau teman sebaya, kontak mata terbatas dan kebiasan yang tidak bisa mengontrol Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK) nya, memainkan kotoran dan air kencingnya, bersikap cuek pada lingkungan sekitar, dan memiliki keterlambatan dalam berbicara. Berdasarkan hasil tersebut ditemukan adanya keluhan dan gejala klinis yang sesuai dengan Autisme Tak Khas untuk aksis I yang terpenuhi (F84.1 ICD 10), yaitu terdapat kelainan fungsi dalam hal yang mencakup tiga bidang yaitu interaksi sosial, komunikasi, tetapi dengan perilaku yang terbatas dan berulang tak khas. Pada aksis I disimpulkan pasien menderita Autisme Tak Khas. Kesan terdapat suatu komorbiditas dengan Perilaku Pika Masa Bayi & Kanak yang sesuai dalam Kriteria Diagnostik ICD 10, yaitu berupa memakan serpihan cat dari dinding tembok rumah, kotorannya atau meminum air kencingnya sendiri, kayu dari perabotan kursi dan meja serta telah berlangsung selama perjalanan gangguan perkembangannya itu. Pada pemeriksaan pasien saat ini, tidak ditemukan adanya gangguan persepsi, gangguan isi/ proses pikir, dan gangguan dalam menilai realita sehingga Gangguan Skizofrenia, Gangguan Skizotipal, dan Gangguan Waham Menetap dapat di singkirkan. Berdasarkan perkiraan tes intelegensia, kesan pasien memiliki taraf kemampuan intelektual yang tergolong berada jauh di bawah rata-rata anak seusianya, yaitu tingkatan retardasi mental berat. Pada aksis II disimpulkan pasien tergolong pada retardasi mental berat. Pada pemeriksaan neurologis dan internus terdapat berat badan kurang. Pada aksis III disimpulkan pada pasien tidak terdapat diagnosis. Pada Aksis IV terdapat faktor-faktor yang berperan terhadap kondisi pasien yaitu masalah yang terkait dengan neglect (penelantaran anak) yaitu physical abuse (kekerasan fisik) berupa restraint (pemasungan anak) dan riwayat menyaksikan langsung kekerasan dalam rumah tangga (domestic violance). Pada aksis V, GAF HLPY (Global Assesment of Functioning) yang tertinggi dalam 1 tahun terakhir adalah 60-51. Sedangkan GAF Current sebesar 50-41, yaitu 13

pasien mengalami gejala berat dan hendaya berat dalam menjalankan fungsi kehidupan sehari-harinya.

V. Aksis I

EVALUASI MULTIAKSIAL : Autisme Tak Khas ICD 10 Perilaku Pika Masa Bayi & Kanak

DD/: Gangguan Campuran Tingkah Laku dan Emosi Skizofrenia Masa Kanak Aksis II Aksis III Aksis IV : Kesan fungsi intelektual dalam taraf retardasi mental berat : Tidak ada diagnosis : Masalah neglect (penelantaran anak) physical abuse (kekerasan

fisik) berupa restraint (pemasungan anak) dan riwayat menyaksikan langsung kekerasan dalam rumah tangga (domestic violance). Aksis V : GAF HLPY : 60-51 GAF Current : 50-41.

VI.

DAFTAR MASALAH

Organobiologik : tidak ada riwayat genetik dalam keluarga Psikologik : mudah marah & mengamuk apabila keinginan nya tidak dipenuhi,

sulit untuk di atur dan cendeung menggigit Sosial : cenderung galak dan menyerang terhadap orang lain atau teman

sebayanya, tidak dapat mengontrol BAB dan BAK nya, bersikap cuek pada lingkungan sekitar, kontak mata minimal, perilaku menyakiti diri sendiri (mengkuliti kulitnya), mondar-mandir tanpa tujuan (tidak bisa duduk diam), memakan barangbarang yang tak bernilai gizi dan terdapat keterlambatan dalam berbicara.

VII.

PROGNOSIS : bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

Ad Vitam Ad Funcionam Ad sanationam

14

Hal yang meringankan: Ibu kandung pasien merupakan seorang pensiunan pendidik (guru) Bantuan yang besar dari Kementerian Sosial Republik Indonesia terkait dengan pengobatan pada pasien. Upaya yang baik dari Kementerian Sosial Republik Indonesia dalam menindaklanjuti permasalahan emosional dan perilaku pada pasien dengan mencari lembaga rujukan yang kompeten di Daerah Sukabumi (misalnya Dinas Kesehatan atau Sosial Pemda Sukabumi) untuk kelanjutan terapi pasien.

Hal yang memberatkan: Tidak adanya motivasi dari ibu kandung untuk memeriksakan permasalahan emosional dan perilaku yang terdapat pada pasien Tindakan neglect (penelantaran) yaitu physical abuse (kekerasan fisik) pada dalam bentuk restraint (pemasungan) di ruang berpintu jeruji besi. Riwayat menyaksikan langsung kekerasan dalam rumah tangga (domestic violance) berbentuk percekcokkan dan perilaku kasar antara kedua orangtua pasien. sikap ibu kandung yang kurang kooperatif dalam penatalaksanaan pengobatan pasien dan kesan memiliki suatu bentuk psikopatologi yang memerlukan penanganan juga (ibu kandung pasien menolak ketika ditawarkan suatu bantuan konsultasi dan merasa tidak membutuhkan nya). Masalah finansial keluarga terkait biaya terapi pasien. Masalah pola asuh yang dibesarkan dalam lingkungan yang tidak kondusif, yaitu ibu berperan sebagai single parent (orangtua tunggal) bagi diri pasien dan kedua kakaknya yang masing-masing berbeda ayah dengan pasien. Status ibu kandung pasien yang sebagai janda cerai dari tiga kali perkawinan. Adanya treatment gap (celah) dalam upaya mencari bantuan pengobatan terkait dengan kondisi emosional dan perilaku pasien (keluarga yang berdomisili di Daerah Sukabumi) demi memperoleh keberlanjutan akan terapi pasien.

15

VIII. FORMULASI PSIKODINAMIK Pasien RB merupakan anak bungsu yang dibesarkan dalam suatu keluarga yang pincang dan tidak kondusif (dalam arti ibu berperan sebagai seorang single parents bagi ketiga anaknya). Dalam siklus kehidupannya, pasien menjalani pola pengasuhan dari seorang ibu yang terkesan memiliki suatu bentuk psikopatologi. Ibu kandung pasien mengalami beberapa fase yang menyakitkan dalam melodrama kehidupannya, seperti tiga kali bercerai (dua suami terakhirnya termasuk ayah kandung pasien meninggalkannya tanpa suatu kejelasan). Pasien di tinggal oleh ayah kandungnya saat berusia 3 tahun 11 bulan. Sedangkan kakak keduanya dari ayah yang berbeda juga ditinggalkan. Bahkan saat itu, kakak pasien masih dalam kandungan yang bersuia 4 bulan. Suatu bentuk riwayat kekecewaan masa lalu menciptakan suatu rasa ketidak bahagian, ketidak amanan dan ketidak berlindungan (permasalahan psikologis) dan membuat ibu pasien menggunakan suatu pola asuh yang patologis dan temperamental dalam bentuk physical abuse (kekerasan fisik) berwujud suatu restraint (pemasungan anak). Dalam kondisi ibu yang terdepresi (Depressed Mother) akibat problematika dan stressor psikososial yang tidak termanajemen secara baik atau tidak ditemukan problem solving (pemecahan masalah) nya mengakibatkan perkembangan pasien tidak teroptimalisasi secara baik. Akibat dari keadaan tersebut, perawatan pasien dalam upaya tumbuh kembangnya tidak terpenuhi. Hal ini tentu saja tetap tidak menutupi suatu fakta bahwasannya pasien memang memiliki suatu gangguan perkembangan perpasif yang di tambah dengan retardasi mental berat. Hal tersebut berujung pada kurangnya pengawasan dan monitoring terhadap tumbuh dan kembangnya pasien pada tahun-tahun berikutnya. Situasi tersebut bahkan membuat hendaya dalam fungsi sosial pasien menuju pada fase yang semakin memburuk. Suasana yang hanya bertiga saja di rumah yang kesemuanya perempuan tanpa kehadiran figur laki-laki yang bisa menjadi pelindung makin menciptakan suatu problematika baru. Di tambah lagi, kehadiran dari nenek pasien yang pikun (ibu kandung dari ibunya pasien) yang kini tinggal serumah semakin menambah deretan panjang stressor psikososial bagi ibu kandung pasien untuk timbulnya suatu permasalahan kejiwaan yang sifatnya kronis. Hal tersebut membuat mood terdepresi 16

dari ibu kandung makin menurun, kualitas hidup yang makin terpuruk dan kondisi pola perilaku pasien juga pada akhirnya makin tak tertangani seperti misalnya perilaku pika dan menyakiti dirinya.

IX.

PENATALAKSANAAN

A. Farmakologis Risperidone 0,3 mg Vitamin B6 10 mg Asam Folat 5 mg (bentuk puyer 2x1)

B. Non Farmakologis Terhadap keluarga: Psikoedukasi: penjelasan mengenai permasalahan emosional dan perilaku pasien pada ibu pengasuh di rumah perlindungan sosial dan ibu kandung pasien pada khususnya Perencanaan terapi wicara dan okupasi terapi setelah perilakunya lebih stabil.

X.

DISKUSI Gangguan Autisme Tak Khas sering muncul pada individu dengan retardasi

mental berat sehingga pasien terkadang tidak menampakkan gejala yang cukup untuk menegakkan diagnosis autisme masa kanak. Gambaran Pika yang berkomorbid pada pasien tersebut diatas dapat sebagai salah satu gejala dari sejumlah gangguan psikiatrik yang sifatnya luas. Dalam hal ini sebagai suatu bagian dari gejala autisme (gangguan perkembangan perpasif) atau fenomena yang paling sering terdapat pada anak dengan retardasi mental. Pada beberapa kasus, gambaran Pika dapat merupakan bagian gejala dari Skizofrenia Masa Kanak atau Kleine-Levin Syndrome. Pada pasien ini Skizofrenia Masa Kanak dapat menjadi suatu diagnosis banding mengingat terdapat gambaran perilaku aneh seperti memakan kotoran, memainkan atau meminum air kencingnya, dan dilaporkan suka terkadang tertawa-tawa sendiri. Tetapi 17

pada pasien ini tidak ditemukan gambaran gejala gangguan proses/ isi pikir dan persepsi yang mendukung ke arah gangguan jiwa lain itu, mengingat terdapatnya suatu hambatan berupa keterlambatan dalam berbicara. Bersangkutan dengan gambaran perilaku pika pada pasien yang berusia 8 tahun, zat tak bernilai gizi tersebut meliputi serpihan cat dan kotorannya atau air kencing dari pasien itu sendiri. Hal ini sesuai seperti yang dijelaskan dalam DSM IV, bahwasannya zat tidak bergizi yang sering dimakan pada infants dan young children diantaranya adalah serpihan cat, plester, benang, rambut, atau kain. Penelantaran anak (neglect) dalam bentuk physical abuse (kekerasan fisik) yang berupa restraint (pemasungan anak) merupakan faktor yang dapat berkontribusi dalam meningkatkan resiko untuk terjadinya kondisi Pika pada pasien. Pada pasien ini hanya dijumpai beberapa gambaran gejala lain yang mengarah pada Gangguan Campuran Tingkah Kaku dan Emosi. Gejala tersebut berupa berkurangnya suatu perhatian dan aktivitas berlebihan (kegelisahan yang berlebihan seperti bangun dari tempat duduk dalam situasi yang menghendaki anak itu untuk tetap duduk manis, mondar-mandir tanpa tujuan) serta sikap yang impulsif (merebut barang yang sedang dipegang orang lain). Diagnosis Gangguan Campuran Tingkah Kaku dan Emosi Gangguan ini dapat merupakan catatan diagnosis banding pada Aksis I Diagnosis Multiaksial pada pasien. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah pengobatan antipsikotik berupa risperidone 0,4 mg, vitamin B6 20 mg dan asam folat 5 mg yang diberikan dalam bentuk puyer 2x1. Pengobatan antipsikotik diberikan demi mengontrol perilaku dan emosinya yang merupakan bagian dari gambaran gangguan perkembangan perpasif. Sementara pilihan suatu bentuk terapi wicara dan terapi okupasi akan menjadi suatu perencanaan berikutnya yang dipandang perlu untuk dipikirkan demi memanajemen masalah keterlambatan dalam berbicara dan latihan perilaku aktivitas hidup sehari-hari. Penerapannya dalam pola pengasuhan yang sifatnya konsisten, hangat, empati, dan menuju peningkatan kemampuan sosial.

18

XI.

FOLLOW-UP

1. Tanggal 7 Juni 2010 S: ibu pasien hadir dan kemudian menceritakan keadaan kronologis sebenarnya dari pasien. Pasien belum banyak perubahan dan cenderung mengantuk. Laporan ibu asuh, pasien masih sulit untuk dikendalikan. Pasien sudah 5 hari terakhir ini kembali tinggal bersama ibu kandungnya. O: Penampilan: pasien memakai kaos dan celana panjang Psikomotor: sikap kurang kooperatif, kontak mata tidak adekuat, mondar-mandir tanpa tujuan, cuek dan tidak mengenal pada orang sekitar Pembicaraan: tidak dapat dijalin suatu bentuk komunikasi Persepsi, proses & isi pikir: belum dapat di nilai. A: Autisme Tak Khas & Retardasi Mental Berat DD: Gangguan Campuran Tingkah Laku dan Emosi dengan Retardasi Mental Berat. P: Risperidone 0,4 mg

Vitamin B6 10 mg Asam Folat 5 mg (bentuk puyer 2x1) Kontrol 2 minggu lagi.

2. Tanggal 25 Juni 2010 S: perilaku galak masih dijumpai, kadang suka tiba-tiba menjambak, cenderung lebih tenang, perilaku menyakiti diri sendiri sudah berkurang, dan pola tidur baik. Pada tanggal 1 Juni 2010, pasien sudah tinggal bersama-sama dengan ibu kandung dan kakaknya. Apabila di sayang kakak, pasien bisa membalas ciuman, tetapi komunikasi dua arah sulit terjalin. Buang air besar dan air kecil masih di mana-mana, masih memainkan kotorannya (dioleskan ke badan atau dinding rumahnya). Laporan lainnya dikatakan banyak tertawa-tawa sendiri, pasien bisa mengerjakan suatu perintah yang sederhana seperti

19

di minta tolong mengambil sapu. Pasien sudah dapat memakai baju dan celananya sendiri. Interaksi dengan kakak pasien dalam bentuk menarik-narik tangan kakaknya apabila dirinya menginginkan sesuatu. Perilaku stereotipik tidak ada. O: Penampilan: pasien perempuan, lebih kecil dari usianya Psikomotor: cukup tenang, sikap kooperatif, dan kontak mata kurang adekuat Pembicaraan: tidak spontan, tidak ada kata-kata, kadang hanya tertawa. Afek/Mood: sulit dinilai, tampak tidak serasi (dengan banyak tertawa) Persepsi, proses & isi pikir: belum dapat di nilai. A: Autisme Tak Khas & Retardasi Mental Berat DD: Gangguan Campuran Tingkah Laku dan Emosi dengan Retardasi Mental Berat. P: Risperidone 0,4 mg

Vitamin B6 20 mg Asam Folat 5 mg (bentuk puyer 2x1) Psikoterapi suportif pada keluarga (ibu kandung pasien) ibu pasien memiliki kesan suatu bentuk psikopatologi dan ketika disarankan untuk berkonsultasi, ibu pasien menolak dengan alasan tidak butuh. Kontrol 1 bulan kemudian.

20

XII. Daftar Pustaka 1. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Fourth Edition. Text Revision. DSM-IV-TR. 2000 2. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. PPDGJ III. 1993 3. Stahl SM, Essensial Psychopharmacology The Prescribers Guide, Markono Print Media Pte Ltd, 2005 4. Labbate LA., Fava M., Rosenbaum JF., Arana GW, Handbook of Psychiatric Drug Therapy, Sixth Edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2010 5. Phillips JL, The Origins of Intellect Piagets Theory, Boise State College, W. H. Freeman and Company, San Francisco, 1969. 6. Harrison SI., and McDermott JF, Chilhood Psychopathology, An Anthology of Basic Readings, International Universities Press, Inc, New York, 1972. 7. Crain W, Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi, Edisi Ketiga, Cetakan I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007. 8. Radke-Yarrow M, Children of Depressed Mothers From Early Childhood to Maturity, Cambridge University Press, Australia, 1998. 9. Nelson N, Dangerous Relationships, Cetakan I, Perseus Publishing, USA, 2006.

21

You might also like