You are on page 1of 81

Definisi karies a.

Karies gigi merupakan penyakit yang telah menyebar luas dan dapat dicegah tetapi sebagian besar penduduk dunia pernah terserang penyakit ini. Karies berasal dari bahasa Latin yaitu Caries yang berarti lubang gigi (f-buzz.com, 2009) b. Karies gigi adalah proses demineralisasi yang disebabkan oleh suatu interaksi antara produk-produk mikroorganisme, ludah, bagian-bagian dari makanan dan email ( Houwink, 1993 ). c. Kehilangan ion-ion mineral secara kronis dan berkelanjutan dari email mahkota atau permukaan akar yang dirangsang terutama oleh kehadiran flora bakteri tertentu dengan produknya (Fatmasari, 2004). d. Proses pembusukan pada gigi yang menimbulkan lubang pada gigi (Depkes RI, 1983). e. Penyakit jaringan gigi dengan tanda-tanda kerusakan jaringan dimulai dari permukaan gigi ( pit fisur dan daerah interproximal meluas kearah pulpa (Braver ). f. Penyakit jaringan keras gigi ( email, dentin, dan sementum ) disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam karbohidrat yang akan diragikan, ditandai adanya proses demineralisasi jaringan keras gigi diikuti kerusakan unsur- unsur organik (Sally Joyston Bechal ). g. Suatu proses kronis, regresif dimulai dengan larutnya mineral email akibat gangguan keseimbangan antara email dan sekelilingnya disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial kemudian terjadi destruksi komponen-komponen organik, dan akhirnya terjadi kavitas (Schuurs). 2. Teori Karies Gigi a. Miller ( 1989 ): Karies gigi merupakan chemico Parasitic yang di awali dengan perlunakan email dan dentin sehingga terjadi pelarutan sisa-sisa jaringan yang telah dilunakkan, terkenal dengan teori Kemoparasiter atau Asidogenik. Gottlieb ( 1944 ): Karies gigi pada pokoknya adalah suatu proses proteolisis oleh produk bakteri bahan organik di dalam jaringan keras gigi. Kerr ( 1960 ): Karies gigi adalah yang menyerang bagian keras gigi yang menghadap ke rongga mulut dan ditandai dengan adanya desintegrasi. Agnew ( 1965 ) Karies gigi merupakan penyakit jaringan gigi yang mengalami kalsifikasi dan disebabkan oleh hasil kerja mikroorganisme pada karbohidrat dan diikuti oleh dekalsifikasi dari bagian anorganik serta pemecahan komponen organik gigi.

b.

c.

d.

e.

Keyes dan Fitzgerald (1960- 1962): Karies gigi adalah proses infeksi gigi, sebagai hasil akhir proses ini adalah larutnya komponen anorganik yang disusul oleh komponen organik jaringan gigi yang mengalami kalsifikasi.

f. Prof. G. V. Black: Menyatakan bahwa urutan frekuensi dari karies gigi dimulai dari daerah gigi pada permukaan paling tinggi sampai yang paling rendah adalah sebagai berikut : 1). Karies yang terjadi pada daerah pit dan fissure. 2). Pada daerah permukaan interproksimal karies kelas II dan kelas III ( daerah sela gigi yang berbatasan dengan gigi sebelahnya). 3). Karies pada gingival third bagian fasial dan lingual ( karies terjadi pada daerah sepertiga gigi dari tepi gusi pada bagian permukaan depan dan belakang ). 4). Karies terjadi pada permukaan rata / halus. Daerah yang sukar tejadinya karies disebut daerah imun karies. 3. Klasifikasi karies Gigi (Prof. G. V. Black, ) Karies gigi di klasifkasikan dalam beberapa klasifikasi : a. Klasifikasi I 1). Karies Primer :Karies yang terjadi saat serangan pertama pada gigi. 2). Karies Sekunder / Recurrent Caries : Karies yang terjadi pada tepi restorasi gigi yang dikarenakan permukaan yang kasar, tepi menggantung (overhanging margin), pecahnya bagian-bagian gigi posterior yang mempunyai kecenderungan karies karena sulit di bersihkan. b. Klasifikasi II 1). Karies Acute / Rampant karies : Karies yang prosesnya berjalan cepat dan meliputi sejumlah besar gigi geligi. 2). Karies Khronis : Karies yang prosesnya berjalan lambat, mengenai beberapa gigi saja dan lesinya juga kecil / sempit. Badan masih bisa membuat pertahanan tubuh ( sekunder dentin dan daerah berwarna kehitaman ). c. Klasifikasi III 1). Pit dan Fissure karies : Karies yang mengenai permukaan kasar gigi yaitu pada bagian pit dan fissure. 2). Smooth Surface Cavity : Karies yang mengenai bagian halus gigi yaitu bagian lingual (dekat lidah), palatal (dekat langit-langit), bukal (dekat pipi), dan labial (dekat bibir).

d. Klasifikasi IV Senile Caries : Karies yang terletak di atas gingival (supra gingival) dan sering terjadi pada orang yang sudah lanjut usia. e. Klasifikasi V. Recidual Caries : Jaringan karies yang tersisa sesudah dilakukan preparasi kavitas (penambalan gigi). f. Klasifikasi VI 1). Simple Caries : Karies yang mengenai satu permukaan gigi, misal karies mengenai bagian lingual saja (bagian gigi dekat lidah). 2). Compound Caries : Karies yang mengenai / melibatkan dua permukaan gigi, misalnya karies mesio oklusal, karies disto oklusal. 3). Complex Caries : Karies yang mengenai / melibatkan tiga permukaan atau lebih, misalnya karies mesio oklusal distal atau karies distal oklusal bukal. g. Klasifikasi VII. Klasifikasi karies menurut Prof GV. Black. Dibagi dalam lima kelas. 1). Karies Kelas I a). Semua karies pada Pit dan fissure yang terjadi pada : (1). Permukaan oklusal posterior (permukaan pengunyahan gigi geraham) (2). 2/3 bagian oklusal, permukaan bukal dan lingual/palatal gigi posterior ( bagian pengunyahan, permukaan dekat pipi dan dekat lidah/langit-langit gigi geraham) (3). Permukaan palatal incisal insisivus rahang atas. b). Karies pada permukaan halus yang terjadi pada 2/3 oklusal atau incisal semua gigi. 2). Karies kelas II. Karies pada permukaan proksimal gigi posterior (sela antar gigi geraham). 3). Karies kelas III. Karies pada permukaan proksimal incicivus dan caninus (sela antar gigi depan), belum melibatkan sudut atau tepi incisal. 4). Karies Kelas IV.

Karies pada permukanan proksiamal incicivus dan caninus (sela antar gigi depan), sudah melibatkan sudut incisal. 5). Karies kelas V Karies pada 1/3 gusi (gingival third) permukaan labial (dekat bibir), lingual (dekat lidah) atau permukaan bukal (dekat pipi) semua gigi.

4. Karies Gigi Menurut Kedalamannya (Djuita, 1983). a. Karies Superfisialis yaitu kedalaman karies baru mengenai email saja (sampai dentino enamel junction), sedangkan dentin belum terkena. b. Karies Media yaitu karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin. c. Karies Profunda yaitu karies yang sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadangkadang sudah mengenai pulpa. 5. Bentuk Penampilan Khusus Karies (Houwink, 1993) a. Karies Sika ( Sicca ) Suatu bentuk yang mendapat sebutan karies sika, dijumpai sebenarnya dalam keadaam khusus. Pada gigi geligi depan sulung sering dilihat bahwa bagian bukal pada gigi molar setelah jatuhnya dinding-dinding kavitas mempunyai sedikit retensi plak. Hal ini dapat terjadi pada gigi tetap/permanen terutama dijumpai pada orang tua. Karena biasanya timbul setelah rusaknya atau larutnya email, karies sika sebetulnya menyangkut dentin. Pada umumnya merupakan suatu keadaan hitam, kenyal seperti kulit, stabil dan sedikit progresif. Meskipun menyangkut kerusakan besar, pasien tidak merasakan sakit, tapi hanya masalah estetik. b. Karies Botol Suatu bentuk khusus lain karies adalah karies botol. Karies yang berkembang sangat cepat pada anak-anak balita yang selalu minum susu atau minuman manis lainya (di tempat tidur) dari botol. Biasanya banyak gigi yang terkena. c. Karies Tukang Roti Merupakan salah satu kelainan dalam mulut yang timbul akibat pekerjaannya dan sedikit dijumpai. Bahan tepung dan gula pada tukang roti, pada pekerja produksi dalam industri barang dagangan manis-masis yang banyak makan makanan kecil (manis) menyebabkan orang orang ini mempunyai banyak karies. Terutama pada tukang roti karies terdapat pada permukaan bukal semua gigi. d. Karies Sementum atau karies leher gigi.

Terjadi bila gingiva terletak pada batas email- sementum terjadi biasanya pada usia 40 sampai dengan 50 tahun terutama pada permukaan bukal dan aproksimal. Karies ini juga dapat terjadi karena faktor letak dan anatomis gigi yang sukar untuk dilakukan perawatan penambalan / restoratif. D. Faktor Penyebab Karies Gigi. 1. Faktor Dari Dalam

Menurut (Miller, 1989): Tiga komponen pencetus / penyebab karies yaitu : a. Gigi b. Bakteri / mikroorganisme c. Diet : Host : Agent : Environmet

Di tambah waktu Interaksi 3 faktor penyebab karies Waktu Faktor resiko dari dalam mulut adalah faktor yang langsung berhubungan dengan karies. Yaitu a. Host yaitu : gigi 1). Komposisi gigi (struktur gigi) Struktur gigi pada permukaan email yang cacat akan memudahkan plak melekat dan terbentuk (Djuita, 1983). Komposisi gigi terdiri dari email dan dentin. Struktur email sangat menentukan proses terjadinya karies. Struktur email gigi terdiri dari susunan kimia kompleks dengan gugus kristal yang terpenting, yaitu hidroksil apatit; rumus kimianya: Ca10(PO4)6 (OH)2 (Volker dan Russel, 1973; Newbrun, 1978; Konig dan Hoogendoorn, 1982). Elemen kimia lain yang lebih terdapat di permukaan email adalah F, Cl, zn, Pb da Fe : kandungan karbonat dan magnesium lebih sedikit dibandingkan email dibawahnya (Newbrun, 1978). Volker dan Russel, 1973 mengemukakan, mineralisasi email tidak hanya melalui pulpa dan dentin saja, tetapi ion-ion dari saliva secara tetap meletakkan komposisi mineral langsung ke permukaan gigi atau email (maturasi pasca erupsi). Ion kimia paling penting yang diharapkan banyak diikat oleh hidroksil apatit adalah ion fluor. Dengan penambahan fluor, hidroksil apatit akan berubah menjadi fluor apatit, yang lebih tahan terhadap asam, lihat persamaan sebagai berikut : Ca10 (PO4)6 (OH)2 + F 2). Morfologi gigi / Anatomi gigi Ca10 (PO4)6 (OHF)

Variasi morfologi gigi juga mempengaruhi resistensi gigi terhadap karies. Morfologi gigi dapat ditinjau dari dua permukaan yaitu permukaan oklusal dan permukaan halus. Pada permukaan gigi yang cembung, daerah yang terlindung di bawahnya akan terjadi pengumpulan sisa makanan dan plak sehingga jika tidak dibersihkan akan mempermudah terjadinya karies (Djuita, 1983). 3). Susunan gigi / Posisi gigi Posisi gigi yang terletak tidak dalam lengkung rahang yang baik, gigi geligi akan tumbuh berjejal (crowding) dan saling tumpang tindih (overlapping) hal ini akan memungkinkan sisa makanan dan plak lebih mudah tertinggal diantara gigi tersebut sehingga akan mendukung timbulnya karies, karena daerah tersebut sulit dibersihkan (Djuita, 1983). b. Bakteri / Mikroorganisme : Agent Mikroorganisme menempel pada gigi bersama dengan plak atau debris. Plak gigi adalah endapan lunak yang menempel pada permukaan gigi berwarna transparan seperti agar-agar mengandung banyak kuman. Plak akan tumbuh dan melekat pada permukaan gigi bila kita mengabaikan kebersihan gigi dan mulut (Houwink,1993). Plak merupakan media lunak non mineral yang menempel erat di gigi. Plak terdiri dari mikroorganisme 70 % dan bahan antar sel 30 % (Newbrun, 1978). Proses pembentukan plak yaitu, beberapa menit setelah permukaan gigi bersih akan terbentuk pelikel (selaput tipis) yang menempel erat di permukaan gigi. Pelikel tersebut adalah glukoprotein, yang berasal dari saliva dan mempunyai kecenderungan untuk mengikat mikrooraganisme tertentu. Setelah 24 jam terbentuk koloni mikroorganisme di pelikel serta akan terikat bahan lain misalnya karbohidrat dan unsur-unsur yang ada dalam saliva; lalu terbentuklah plak, Newbrun (1982) menjelaskan bagaimana proses karies terjadi dalam hubungannya dengan substrat dan mikroorganisme di dalam plak. Fase pertama adalah proses penempelan Streptokokus di pelikel, yaitu antara Iunidentified protein (glikoprotein) di pelikel dengan permukaan Streptokokus. Fase kedua ialah proses menjadi banyaknya Streptokokus yang menempel dan terjadi sintesis ekstraseluler glukan dengan mediator sel-sel lain. Streptokokus bertambah banyak dan sukrosa menjadi padat. Metabolisme glukan oleh streptokokus melalui enzim glikociltransferase menghasilkan energi dan asam laktat dan akan terus terbentuk selama ada sukrosa. Energi ini diperlukan mikroorganisme. c. Diet Karbohidrat / substrat : Environment 1). Diet Karbohidrat Subrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dimakan sehari-hari yang menempel di permukaan gigi. Jenis makanan keras lebih menghambat terbentuknya plak pada permukaan gigi dibandingkan dengan jenis makanan yang yang lunak. Jenis makanan yang asin juga menghambat terbentuknya plak dibandingkan dengan makanan yang manis, karena makanan manis merupakan energi bagi kuman. Begitu juga dengan makanan yang cair dapat menghambat terbentuknya plak, sedangkan makanan yang melekat dapat mempercepat pertumbuhan plak yang beresiko pada karies (Nio, 1992).

Para ahli sependapat bahwa karbohidrat yang berhubungan dengan proses karies adalah polisakarida, disakarida dan monosakarida; dan sukrosa terutama mempunyai kemampuan yang lebih efisien terhadap pertumbuhan mikroorganisme asidogenik dibandingkan karbohirat lainya. Pada percobaan in vitro membuktikan plak akan tumbuh bila ada karbohidrat, sedangkan karies akan terjadi bila ada plak dan karbohidrat. Bila plak tebal dan terlihat jelas yang disebut debris. Debris lebih banyak mengandung sisa makanan dan plak lebih banyak mengandung mikroorganisme / bakteri asidogenik dan proteolitik ( Yuwono, 1993). 2). Saliva Saliva memegang peranan penting lain yaitu dalam proses terbentuknya plak gigi; saliva juga merupakan media yang baik untuk kehidupan mikroorganisme tertentu yang berhubungan dengan karies gigi. Flow Rate atau saliva istirahat mempunyai ritme tertentu dalam sehari. Viskositas dari saliva yang kental dan tidak jernih akan menghambat pembersihan sel (agglutination). Sedangkan Jika kemampuan buffer saliva turun/berkurang, mulut akan asam sehingga remineralisasi hilang dan demineralisasi meningkat akhirnya terjadi perlunakan email gigi (Hand Out, analisa saliva), ( Amirongen, V. N, 1991). d. Waktu : frekuensi makan

Waktu disini dimaksudkan kecepatan terbentuknya karies serta lama dan frekuensi substrat menempel di permukaan gigi (Newbrun, 1978; Konig dan Hoogendoorn, 1982). Faktor waktu menonjol setelah Vipeholm (1954) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara karies dengan frekuensi diet makanan dan minuman kariogenik. Ternyata ada hubungannya di antara ke duanya (Suwelo, 1992). 2. Faktor Luar Faktor luar merupakan faktor predisposisi dan faktor penghambat yang berhubungan tidak langsung dengan proses terjadinya karies. a. Usia Sejalan dengan bertambah usia seseorang, jumlah karies pun akan bertambah. Anak yang pengaruh terjadinya karies kuat akan menunjukkan jumlah karies lebih besar dibandingkan yang kurang kuat pengaruhnya (Finn, 1977; Powell, 1980; Wycott, 1980). b. Jenis kelamin Volker dan Russel (1973), finn (1977), Powel, 1980 dan Wycoff (1980) cit Suwelo (1992) mengatakan bahwa prevalensi karies gigi tetap, pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria. c. Gizi Jika kekurangan gizi, maka gigi geligi mudah terserang karies. Jadi gizi merupakan salah satu faktor yang penting dalam etiologi karies gigi (Kesel cit Yuwono, 1993). d. Keturunan

Kebersihan gigi dan mulut yang buruk akan mengakibatkan prosentase karies lebih tinggi. Faktor keturunan/genetik merupakan faktor yang mempunyai pengaruh terkecil dari faktor penyebab karies gigi. Walaupun demikian, dari suatu penelitian melibatkan 12 pasang orang tua dengan keadaan gigi baik, ternyata anak-anak dari pasangan orang tua tersebut sebagian besar memiliki gigi baik. Sedangkan penelitian yang melibatkan 46 pasang orang tua dengan persentase karies yang tinggi, didapat hanya 1 pasang yang memiliki anak dengan gigi baik, 5 pasang dengan persentase karies sedang dan 40 (empat puluh) pasang dengan persentase karies tinggi (Suwelo, 1992). e. Hormonal Faktor dapat menjadi pemicu karies karena wanita saat hamil terjadi ketidak seimbangan hormon yang mengakibatkan terjadinya peradangan gusi, sehingga memudahkan perlekatan dari plak, dan memperbesar kemungkinan terjadinya karies (Kesel cit Yuwono, 1993). f. Suku bangsa Beberapa peneliti menunjukkan ada perbedaan pendapat tentang hubungan suku bangsa dengan prevalensi karies; semua tidak membantah bahwa perbedaan ini karena keadaan sosial ekonomi, pendidikan, makanan, cara pencegahan karies dan jangkauan pelayanan kesehatan gigi yang berbeda di setiap wilayah tersebut (Finn, 1977; Powel, 1980; Wycoff, 1980 cit Yuwono, 1993). g. Letak geografis / Lingkungan Faktor-faktor yang ditimbulkan akibat letak geografis adalah kemungkinan karena perbedaan lamanya matahari bersinar, suhu, air, cuaca, keadaan tanah dan jarak dari laut (Yuwono,1993). h. Kultur sosial penduduk : Faktor yang mempengaruhi perbedaan kultur sosial penduduk adalah pendidikan dan penghasilan yang berhubungan dengan diet kebiasaan merawat gigi dan lain-lain. Perilaku sosial dan kebiasaan akan menyebabkan perbedaan jumlah karies (Davies 1963 cit Suwelo, 1992).

E. Patogenesis / Patofisiologi Karies Gigi 1. Proses terjadinya karies Menurut Teori Kimia parasit (WD. Miller) Enzim dalam air ludah seperti amilase, maltose akan mengubah polisakarida menjadi glukose dan maltose. Glukosa akan menguraikan enzimenzim yang dikeluarlan oleh mikroorganisme terutama laktobasilus dan streptokokus akan menghasilkan asam susu dan asam laktat, maka pH rendah dari asam susu ( pH 5,5 ) akan merusak bahanbahan anorganik dari email ( 93 % ) sehingga terbentuk lubang kecil (Yuwono, 1993) Predisposisi untuk terjadinya karies gigi yaitu :

a. b. c. d. e.

Keadaan gigi yang porus, lunak ( Hipoplasia ) Adanya fisur-fisur yang dalam seperti foramen saekum Posisi gigi yang tidak teratur Pada wanita hamil Penderita penyakit Diabetus militus, rematik dan lain lain.

2.

Teori endogen-pulpogene phospatase ( CSERNYEI 1932 )

Proses karies gigi terjadi : Kerusakan dentin Cairan limpe terganggu keseimbangannya, terbentuk asam phosphor lebih banyak dentin dan lamela email rusak terjadi lubang pada email bakteri dan enzim phosphatase dari air ludah masuk menyebabkan pembusukan karies membesar. Keterangan : Karena ada kerusakan pada pulpa maka keseimbangan fluor dan magnesium pada dentin terganggu ( normal perbandingan fluor dan magnesium adalah 1 : 6, keadaan karies 1 : 28 ). Gangguan penyerapan dentin akan mengakibatkan gangguan aliran limpe dari pulpa kearah batas email dentin. Kerusakan diawali dari tubulus dentin kemudian lamela email. Karena kerusakan unsur organis dari dentin dan email, maka akan terbentuk ulkus ( lubang ), kemudian bakteri akan masuk pada ulkus dan proses perusakan lebih lanjut akan terjadi. Kerusakan dimulai terutama oleh endogen pulpogen yang mengakibatkan disregulasi dari sistem limpa gigi ( karena asam phosphor) yang memecah email dan dentin (Yuwono, 1990). 3. Proses Karies Secara Sederhana Dapat di Gambarkan sebagai berikut (Depkes RI, 1983) : Karbohidrat dari makanan diubah bakteri pada plak Asam Proses..demineralisasi Email Menjadi Kropos..Terjadi gigi berlubang Keterangan : Makanan terutama karbohidrat diolah menjadi sukrosa, sehingga mudah diserap oleh bakteribakteri pada plak, Kemudian hasil olahan (sukrosa) diubah bakteri menjadi asam. Karena sifat asam melarutkan mineral dari email sehingga terjadi proses demineralisasi yaitu proses pelepasan Calsium (Ca) dan Phospat (PO4) menyebabkan email keropos dan akhirnya terjadi gigi berlubang.

PATOGENESIS KARIES

ACIDOGENIC THEORY Sesuai dengan teori miller Bakteri + glukosa melalui waktu Asam Piruvat Asam yang dihasilkan dari fermentasi karbohidrat tersebut mengakibatkan demineralisasi, yang kemudian diikuti dekalsifikasi Ada 2 tahap :

Pertama,Dekalsifikasi enamel yang juga akan menyebabkan destruksi dentin Kedua, Terdapat residu halus pada enamel dan dentin

Didukung oleh adanya:


Karbohidrat Dental plak Mikroorganisme

PROTHEOLYTIC THEORY

Ada beberapa struktur enamel yang terbuat dari bahan-bahan organic, seperti Enamel Lamelle dan Enamel Rods Struktur enamel tersebut merupakan jalur masuk dan berkembangnya mikroorganisme Enamel terdiri dari 0,56% material organic (lipid,karotin), 0,185 keratin, dan 0,17% adalah soluble protein (enamelin, amelogenin) Mikroorganisme enamel lamella asam ( yang diproduksi bakteri ) merusak jalur organic merusak komponen inorganic enamel m.o mencapai dentin pulpa karies ( dalam )

PROTHEOLYSIS CHELATION THEORY Chelation: Adalah proses kompleks antara ion logam untuk membentuk substansi kompleks melalui ikatan koordinat kovalen Protein pengikat logam Tergantung ikatan ion logam dan komponen mineral gigi, sehingga tidak terjadi remineralisasi dan terjadi deminerlisasi Tidak tergantung pH dalam mulut Bakteri menyerang permukaan enamel yang diinisiasi oleh Mikroorganisme keratinolytic memecah protein dan komponen organic lain (terutama keratin) terbentuk soluble chelates dengan komponen mineral gigi demineralisasi dekalsifikasi enamel meskipun pada Ph netral

Mukopolisakarida, lipid, dan sitrat (komponen organic enamel) dapat juga bertindak sebagai chelators sekunder I.1. KARIES Karies gigi adalah sebuah penyakit infeksi yang merusak struktur gigi. Penyakit ini menyebabkan gigi berlubang. Jika tidak ditangani, penyakit ini dapat menyebabkan nyeri, penanggalan gigi, infeksi, berbagai kasus berbahaya, dan bahkan kematian. Penyebab utama karies adalah adanya proses demineralisasi pada email. Sisa makanan yang bergula (termasuk karbohidrat) atau susu yang menempel pada permukaan email akan bertumpuk menjadi plak dan menjadi media pertumbuhan yang baik bagi bakteri. Bakteri yang menempel pada permukaan bergula tersebut akan menghasilkan asam dan melarutkan permukaan email sehingga terjadi proses demineralisasi. Demineralisasi tersebut mengakibatkan proses awal karies pada email. Bila proses ini sudah terjadi maka terjadi progresivitas yang tidak bisa berhenti sendiri, kecuali dilakukan pembuangan (penambalan) pada permukaan gigi yang terkena karies oleh dokter gigi. Berdasarkan tempat terjadinya karies gigi, ia dapat dibahagikan seperti berikut: Jenis Karies inspiens Keterangan Karies yang terjadi pada permukaan enamel gigi (lapisan terluar dan terkeras pada gigi), dan belum terasa sakit, hanya ada pewarnaan hitam atau coklat pada enamel.

Karies yang sudah mencapai bagian dalam enamel dan kadang-kadang Karies superfisialis terasa sakit. karies yang sudah mencapai bagian dentin (tulang gigi) atau bahagian pertengahan antara permukaan gigi dan pulpa, gigi biasanya terasa sakit apabila terkena rangsangan dingin, makanan masam dan manis. Karies yang telah mendekati atau telah mencapai pulpa sehingga terjadi peradangan pada pulpa. Biasanya terasa sakit waktu makan dan sakit secara tiba-tiba tanpa rangsangan. Pada tahap ini apabila tidak dirawat,maka gigi akan mati dan memerlukan rawatan yang lebih kompleks.

Karies media

Karies profunda

Macam-macam karies: 1. Karies Email Karies email adalah karies yang terjadi pada permukaan enamel gigi (lapisan terluar dan terkeras pada gigi), dan belum terasa sakit, hanya ada pewarnaan hitam atau coklat pada enamel. Setelah karies terbentuk proses demineralisasi berlanjut, email mulai pecah. Sekali permukaan email rusak gigi tidak dapat memperbaiki dirinya sendiri. Rencana perawatan karies: Remineralisasi dengan pengulasan fluor. Konsul diet dan factor risiko yang lain. Aplikasi penutupan fisur. Restorasi setelah ekkavasi lesi atau preparasi minimal.

2. Karies Dentin Karies yang sudah mencapai bagian dentin atau bagian pertengahan antara permukaan gigi dan pulpa. Gigi biasanya terasa sakit apabila terkena rangsang dingin, makanan masam, dan manis. Karies sudah mencapai kedalaman dentin, dimana karies ini dapat menyebar dan mengikis dentin. Karies yang sudah mencapai bagian dentin (tulang gigi) atau bagian pertengahan antara permukaan gigi dan pulpa, gigi biasanya terasa sakit apabila terkena rangsangan dingin, makanan masam, dan manis. Jika pembusukan telah mencapai dentin, maka bagian gigi yang membusuk harus diangkat dan diganti dengan tambalan (restorasi). Biasanya penumpatan secara langsung masih bisa dilakukan dengan memberikan bahan pelapis sebelum diberikan bahan penumpat. Dewasa ini telah banyak dikembangkan bahan tumpatan untuk memperbaiki gigi yang rusak. Salah satu bahan tumpatan tetap yang pada saat ini banyak digunakan oleh dokter gigi adalah semen glass ionomer. Bahan tumpatan yang memenuhi persyaratan estetika adalah yang sewarna atau hampir mendekati warna gigi, baik gigi anterior maupun posterior tanpa mengesampingkan faktor kekuatan, keawetan, dan biokompabilitas dari bahan tersebut (Nurdin, 2001). Rencana perawatan karies email: a) Pembuatan ragangan restorasi yang diinginkan. b) Pertimbangan resistensi dan retensi. c) Pembuangan karies dentin dan penempatan restorasi. d) Penyingkiran karies dentin. e) Menghaluskan bagian dalam kavitas. f) Menghaluskan tepi preparasi. 3. Karies Pulpa Karies pulpa adalah yang telah mendekati atau telah mencapai pulpa sehingga terjadi peradangan pada pulpa. Biasanya terasa sakit waktu makan dan sakit secara tiba-tiba tanpa rangsangan. Pada tahap ini, apabila tidak dirawat, maka gigi akan mati dan memerlukan perawatan yang lebih kompleks. Jika karies dibiarkan dan tidak dirawat maka akan mencapai pulpa gigi. Disinilah dimana syaraf gigi dan pembuluh darah dapat ditemukan. Pulpa akan terinfeksi. Abses atau fistula (jalan dari nanah) dapat terbentuk dalam jaringan ikat yang halus. Rencana perawatan dengan restorasi dengan preparasi minimal dan perawatan endodontik. Proses terjadinya karies Penyebab utama karies adalah adanya proses demineralisasi pada email. Seperti kita ketahui bahwa email adalah bagian terkeras dari gigi, bahkan paling keras dan padat di seluruh tubuh. Sisa makanan yang bergula (termasuk karbohidrat) atau susu yang menempel pada permukaan email akan bertumpuk menjadi plak, dan menjadi media pertumbuhan yang baik bagi bakteri. Bakteri yang menempel pada permukaan bergula tersebut akan menghasilkan asam dan melarutkan permukaan email sehingga terjadi proses demineralisasi. Demineralisasi tersebut mengakibatkan proses awal karies pada email. Bila proses ini sudah terjadi maka terjadi progresivitas yang tidak bisa berhenti sendiri, kecuali dilakukan pembuangan jaringan karies dan dilakukan penumpatan (penambalan) pada permukaan gigi yang terkena karies oleh dokter gigi. PULPITIS Pulpitis irreversible: keradangan pulpa yang disebabkan oleh adanya iritasi dengan atau tanpa gejala.

Tanda - tanda : - Nyeri spontan - Karies profunda, perforasi Pulpitis adalah peradangan pada pulpa gigi, biasanya disebabkan oleh infeksi bacterial dalam karies gigi, fraktur gigi, atau kondisi lain yang mengakibtakan pajanan pulpa terhadap invasi bakteri. Tanda tanda : - Nyeri spontan - Profunda Factor-faktor yang dapat menyebabkan pupitis adalah iritan kimiawi, factor termis, dan perubahan hiperemik. Gangren pulpa: kematian jaringan pulpa akibat invasi kuman kedalam ruang pulpa (dan saluran akar) Tanda - tanda : - Gigi non-Vital - Terdapat Fistula (rongga anatomis yang berisi pus) - Karies profunda, perforasi Pulpitis atau inflamasi pulpa dapat akut atau kronis, sebagian atau seluruhnya, dan pulpa dapat terinfeksi atau steril. Keradangan pulpa dapat terjadi karena adanya jejas yang dapat menimbulkan iritasi pada jaringan pulpa. Jejas tersebut dapat berupa kuman beserta produknya yaitu toksin, dan dapat juga karena faktor fisik dan kimia (tanpa adanya kuman). Namun kebanyakan inflamasi pulpa disebabkan oleh kuman dan merupakan kelanjutan proses karies, dimana karies ini proses kerusakannya terhadap gigi dapat bersifat lokal dan agresif. Apabila lapisan luar gigi atau enamel tertutup oleh sisa makanan, dalam waktu yang lama maka hal ini merupakan media kuman sehingga terjadi kerusakan di daerah enamel yang nantinya akan terus berjalan mengenai dentin hingga ke pulpa. Ada tiga bentuk pertahanan dalam menanggulangi proses karies yaitu: 1. Penurunan permebilitas dentin. 2. Pembentukan dentin reparatif. 3. Reaksi inflamasi secara respons immunologik. Apabila pertahanan tersebut tidak dapat mengatasi, maka terjadilah radang pulpa yang disebut pulpitis. Radang adalah merupakan reaksi pertahanan tubuh dari pembuluh darah, syaraf dan cairan sel di jaringan yang mengalami trauma (anonim, 2009). Pulpitis secara klinis terdiri dari 2 macam kondisi berdasarkan tingkat pemulihan jaringan pulpa, yaitu reversibel dan ireversibel. Pulpitis reversibel merupakan pulpitis yang jaringan pulpanya masih dapat dipertahankan sedangkan pulpitis irreversible merupakan pulpitis yang sudah tidak dapat pulih kembali. a) Pulpitis Reversibel Pasien dapat menunjukan gigi yang sakit dengan tepat. Diagnosis dapat ditegaskan oleh pemeriksaan visual, taktil, termal, dan pemeriksaan radiograf. Pulpitis reversibel akut berhasil dirawat dengan prosedur paliatif yaitu aplikasi semen seng oksida eugenol sebagai tambalan sementara, rasa sakit akan hilat dalam beberapa hari. Bila sakit tetap bertahan atau menjadi lebih buruk, maka lebih baik pulpa diekstirpasi. Bila restorasi yang dibuat belum lama mempunyai titik kontak prematur, memperbaiki kontur yang tinggi ini biasanya akan meringankan rasa sakit dan memungkinkan pulpa sembuh kembali. Bila keadaan nyeri

setelah preparasi kavitas atau pembersihan kavitas secara kimiawi atau ada kebocoran restorasi, maka restorasi harus dibongkar dan aplikasi semen seng oksida eugenol. Perawatan terbaik adalah pencegahan yaitu meletakkan bahan protektif pulpa dibawah restorasi, hindari kebocoran mikro, kurangi trauma oklusal bila ada, buat kontur yang baik pada restorasi dan hindari melakukan injuri pada pulpa dengan panas yang berlebihan sewaktu mempreparasi atau memoles restorasi amalgam. b) Pulpitis Irreversibel Definisi irreversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa yang persisten, dapat simtomatik atau asimtomatik yang disebabkan oleh suatu stimulus/jejas, dimana pertahanan pulpa tidak dapat menanggulangi inflamasi yang terjadi dan pulpa tidak dapat kembali ke kondisi semula atau normal. Pulpitis irreversibel akut menunjukkan rasa sakit yang biasanya disebabkan oleh stimulus panas atau dingin, atau rasa sakit yang timbul secara spontan. Rasa sakit bertahan untuk beberapa menit sampai berjam-jam, dan tetap ada setelah stimulus/jejas termal dihilangkan. Pulpitis irreversibel kebanyakan disebabkan oleh kuman yang berasal dari karies, jadi sudah ada keterlibatan bakterial pulpa melalui karies, meskipun bisa juga disebabkan oleh faktor fisis, kimia, termal, dan mekanis. Pulpitis irreversibel bisa juga terjadi dimana merupakan kelanjutan dari pulpitis reversibel yang tidak dilakukan perawatan dengan baik. Pada awal pemeriksaan klinik pulpitis irreversibel ditandai dengan suatu paroksisme (serangan hebat), rasa sakit dapat disebabkan oleh hal berikut: perubahan temperatur yang tiba-tiba, terutama dingin; bahan makanan manis ke dalam kavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau pipi; dan sikap berbaring yang menyebabkan bendungan pada pembuluh darah pulpa. Rasa sakit biasanya berlanjut jika penyebab telah dihilangkan, dan dapat datang dan pergi secara spontan, tanpa penyebab yang jelas. Rasa sakit seringkali dilukiskan oleh pasien sebagai menusuk, tajam atau menyentak-nyentak, dan umumnya adalah parah. Rasa sakit bisa sebentar-sebentar atau terus-menerus tergantung pada tingkat keterlibatan pulpa dan tergantung pada hubungannya dengan ada tidaknya suatu stimulus eksternal. Terkadang pasien juga merasakan rasa sakit yang menyebar ke gigi di dekatnya, ke pelipis atau ke telinga bila bawah belakang yang terkena. Secara mikroskopis pulpa tidak perlu terbuka, tetapi pada umunya terdapat pembukaan sedikit, atau kalau tidak pulpa ditutup oleh suatu lapisan karies lunak seperti kulit. Bila tidak ada jalan keluar, baik karena masuknya makanan ke dalam pembukaan kecil pada dentin, rasa sakit dapat sangat hebat, dan biasanya tidak tertahankan walaupun dengan segala analgesik. Setelah pembukaan atau drainase pulpa, rasa sakit dapat menjadi ringan atau hilang sama sekali. Rasa sakit dapat kembali bila makanan masuk ke dalam kavitas atau masuk di bawah tumpatan yang bocor. Pulpitis irreversible merupakan suatu infeksi jaringan pulpa yang merupakan proses lanjut dari karies yang bersifat kronis, oleh karena itu pada pemeriksaan histopatologi tampak adanya respon inflamasi kronis yang dominan. Selain itu terdapat daerah mikro abses dan daerah nekrotik serta mikroorganisme bersama-sama dengan limfosit, sel plasma, dan makrofage. pulpitis irefersibel umumnya disebabkan oleh mikroorganisme dan sistem pertahanan jaringan pulpa sudah tidak mampu mengatasinya, serta tidak dapat sembuh kembali. Rasa nyeri pulpitis irreversible dapat berupa nyeri spontan, nyeri berdenyut, menjalar, dan menyebabkan penerita tidak dapat tidur sehingga membuat kondisi menjadi lemah dan akan mengganggu aktifitas penderita.

Cara praktis untuk mendiagnosa pulpitis irreversibel adalah: Anamnesa: ditemukan rasa nyeri spontan yang berkepanjangan serta menyebar. Gejala Subyektif: nyeri tajam (panas, dingin), spontan (tanpa ada rangsangan sakit), nyeri lama sampai berjam-jam. Gejala Obyektif: karies profunda, kadang-kadang profunda perforasi, perkusi dan tekan kadang-kadang ada keluhan. Tes vitalitas: peka pada uji vitalitas dengan dingin, sehingga keadaan gigi dinyatakan vital. Macam Pulpitis irreversible berdasarkan lokasi nyeri terdiri dar 2 macam, yaitu pulpitis irreversibel terlokalisasi dan pulpitis irreversible tidak terlokalisi. Pulpitis irreversibli terlokalisasi lebih mudah dan cepat didiagnosis. Tanda dan gejala dari pulpitis irreversible terlokalisasi antara lain: 1. Nyeri yang terus menerus hingga beberapa sampai berjam-jam. 2. Nyeri berdenyut atau nyeri yang hebat hingga menganggu aktifitas pasien. 3. Nyeri spontan berlangsung sepanjang hari atau ketika malam. 4. Nyeri ketika makan makanan yang dingin maupun panas. Perawatan Pulpitis Irreversible Dalam melakukan perawatan pulpitis irreversible terlokalisasi agar perawataan yang dilakukan dapat akurat, ada dua faktor yang dapat mempengarui proses perawatan, antara lain: 1. Lokasi gigi yang pulpitis irreversible (anterior atau posterior). 2. Sensasi gigi saat dilakukan perkusi (sensitif atau nyeri). Terapi: pulpektomi Pulpektomi adalah pembuangan seluruh jaringan nekrotik pada ruang pulpa dan saluran akar diikuti pengisian saluran akar dengan bahan semen yang dapat diresorbsi. Perawatan terdiri dari pengambilan seluruh pulpa, atau pulpektomi, dan penumpatan suatu medikamen intrakanal sebagai desinfektan atau obtuden (meringankan rasa sakit) misalnya kresatin, eugenol, atau formokresol. Pada gigi posterior, dimana waktu merupakan suatu faktor, maka pengambilan pulpa koronal atau pulpektomi dan penempatan formokresol atau dressing yang serupa di atas pulpa radikuler harus dilakukan sebagai suatu prosedur darurat. Pengambilan secara bedah harus dipertimbangkan bila gigi tidak dapat direstorasi. Prognosa gigi adalah baik apabila pulpa diambil kemudian dilakukan terapi endodontik dan restorasi yang tepat. PEMERIKSAAN Pemeriksaan klinis merupakan tahapan yang penting dalam prosedur perawatan gigi. Dengan dilakukannya pemeriksaan klinis, dapat diketahui bentuk-bentuk yang tidak normal maupun kerusakan yang terjadi pada jaringan keras gigi, jaringan lunak, serta jaringan pendukung pada mulut seperti muskulus ataupun TMJ. Pemeriksaan klinis dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: 1. Pemeriksaan ekstra oral. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan TMJ, sinus ekstraoral, pembengkakan pada wajah, kelenjar limfe, dan tampilan umum wajah pasien (Heasman, 2003). 2. Pemeriksaan intra oral. Pemeriksaan ini dibagi lagi menjadi 2 tahapan, yaitu pemeriksaan jaringan keras dan jaringan lunak. Pemeriksaan jaringan keras gigi Gigi yang akan dilakukan perawatan harus diperiksa apakah terdapat karies, restorasi, diskolorisasi, pemeriksaan mahkota, fraktur, atrisi, abrasi, dan erosi (Heasman, 2003). Pemeriksaan pada jaringan keras pada umumnya dilakukan

dengan bantuan sonde atau explorer, oleh karena itu biasa disebut dengan sondasi. Dengan bantuan sonde, kita dapat mengetahui adanya margin atau celah tepi pada restorasi, kedalaman karies, serta kedalaman pit dan fissure gigi (Stefanac, 2001). Pemeriksaan jaringan lunak gigi (jaringan periodontal) Mukosa oral dan gingiva diperiksa, apakah terdapat diskolorisasi, inflamasi, ataupun pembentukan sinus (Heasman, 2003). Selain dua pemeriksaan di atas, terdapat pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang akan membantu dalam menentukan diagnosis dan tindakan.

KARIESGIGIHipersensitivitas dentin

Hipersensitivitas dentin adalah peningkatan sensitivitas dentin yang menimbulkan rasasakit (dentinalgia) terjadi pada dentin akar gigi yang terbuka karena adanya rangsangandan luar seperti taktil, panas, dingin, kimiawi serta osmotik. Hal ini dapat terjadi karenaresesi gingiva, restorasi yang sudah tidak baik maupun karena karies yang mencapaidentin sehingga dentin terbuka. Rasa sakit yang timbul merupakan sakit tajam sebentarbila terkena rangsang termis (panas dan dingin), serta makanan dan minuman manis.

D iagnosis banding: pulpa hiperemi Pulpitis Reversibel

D efinisi: radang pulpa ringan sampai sedang akibat rangsang. Radang dapat hilang jikarangsang dihilangkan. D itandai dengan ngilu atau rasa sakit sekejap bila makan/minumyang dingin atau panas, keluhan tidak timbul spontan.

P atofisiologi: pulpitis awal dapat terjadi karena karies dalam, trauma, tumpatan resinkomposit/amalgam/SIK. Gambaran histologis ditandai dengan lapisan odontoblas rusak,vasodilatasi, oedem, sel radang kronis, kadang sel radang akut.

Gejala klinis dan pemeriksaan : nyeri tajam terjadi singkat tetapi tidak spontan, tidak terusmenerus. Nyeri hilang setelah rangsangan hilang berupa panas / dingin, asam/manis.Rangsangan dingin lebih nyeri dari panas.

D iagnosis banding: pulpitis akut dan kronis

emeriksaan penunjang: pemeriksaan vitalitas pulpa dan radiografik. Pulpitis Irreversibel

D efinisi : radang pulpa lama ditandai nyeri akut spontan setelah terbentuknya mikroabsesdalam pulpa.

P atofisiologi : radang pulpa akut akibat proses karies yang berlanjut dan lama. Kerusakanpulpa menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan terjadi oedem, mikroabses dalam pulpa.

Gejala klinis dan pemeriksaan : nyeri tajam terus menerus menjalar ke belakang telinga. P enderita tidak dapat menunjukkan gigi yang sakit. Kavitas terlihat dalam dan tertutupsisa makanan / tumpatan. P ulpa terbuka, masih vital.

P emeriksaan penunjang : radiografik.

T erapi / prosedur tindakan medis :

akar tunggal: perawatan saluran akar.

akar ganda: anestesi, pulpotomi, & ekstirpasi jaringan pulpa untuk meredakan rasasakit, pemberian egenol & ditumpat sementara. Jika memungkinkan, diteruskandengan perawatan saluran akar.

pada apeks lebar, dilakukan pulpotomi darurat & pada kunjungan berikut dilakukanpulpotomi formokresol. N ekrosis

D efinisi : kematian jaringan pulpa sebagian / seluruhnya, kelanjutan karies / trauma.

P atofisiologi : kematian jaringan pulpa dengan / tanpa kehancuran jaringan pulpa.

Gejala klinis dan pemeriksaan : tidak ada simptom sakit. T anda yang sering ditemuiadalah jaringan pulpa mati, perubahan warna gigi, translusensi gigi berkurang.

P ada nekrosis sebagian bereaksi terhadap rangsangan panas. P ada nekrosis total keadaanjaringan periapeks normal / sedikit meradang sehingga pada tekanan / perkusi terkadangnormal / peka.

A. Teori Umum Istilah antibiotk untuk pertama kali digunakan oleh Waksman (1945) senagai nama dari suatu golongan substansi yang berasal dari bahan biologis yang kerjanya antagonistic terhadap mikroorganisme. Istilah itu berarti melawan hidup dengan klata l;ain maksud dari antibiotic adalah zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme hidup, yang dapat menghambat mikroorganisme lain, bahkan dapat memusnakannya (Irianto. 2006) Istilah resistensi itu menunjukan bahwa suatu mikroorganisme , sudah tidak peka terhadap suatu suatu zat atau sediaan antimikroba atau antibiotic, sehingga akan membawa masalah dalam terapi dan bahkan akan menggagalkan terapi dengan suatu antibiotic terhadap agen penyebab infeksi. Resistensi adalah ketahanan suatu mikroorganisme terhadap antimikroba atau antibiotic tertentu (Zaraswati. 2008) Resistensi mikroorganisme dapat dibedakan menjadi resistensi bawaan (primer) ,resistensi dapatan (sekunder), dan resistensi episomat. Resistensi primer (bawaan) merupakan resistensi yang menjadi sifat alami mikroorganisme.Hal ini misalnya disebabkan oleh adanya enzim pengurai antibiotic pada mikroorganisme sehingga secara alami mikroorganisme dapat menguraikan antibiotic.Contohya adalah Staphylococcus dan bakteri lainnya yang mempunyai enzim penicillinase yang dapat menguraikan penicillin dan sefalosforin (Bibiana. 1994) Mekanisme resistensi dapat terjadi secara genetic dan nongenetik. Secara genetic resistensi dapat terjadi dengan cara konjugasi dan transduksi antar strain yang sama, sedangkan secara non genetic resistensi dapat terjadi melaluarutan pemberian antibiotic yang berlebih, pemberian dosis rendah secara terus menerus atau tidak beraturan (Soeharsono. 2005) Bakteri yang resistensi dapat mengancam kehidupan manusia atau hewan karena dapat meningkatkan morbiditas penyakit dan mortalitas akibat kegagalan pengobatan selain itu biaya pengobatan juga meningkat karena harus menggunakan antibakteri dosis tinggi atau lebih dari satu macam antibakteri, etau menggunakan antibakteri baru yang harganya mahal (Zaraswati. 2008) Resistensi tersebut dapat berupa, Resistensi alamiah, resistensi karena adanya mutasi spontan (resistensi kromosomal) dan resistensi karena adanya factor R pada sitoplasma (resistensi ekstrakromosomal) atau resistensi karena terjadinya pemindahan gen yang resistensi atau factor R atau plasmid R atau plasmid (resistensi silang) atau dapat dikatakan bahwa suatu mikroorgananisme dapat resistensi terhadap obat-obat antimikroba, kerena mekanisme genetic atau non genetic (Zaraswati. 2008) Resistensi kromosomal merupakan mutasi spontan dari elemen genetic dengan frekuensi 1:107 sampai 1012 kromosom yang telah termutasi ini dapat dipindahkan sehingga terjadi populasi yang resistensi, pada mutasi spontan terjadi seleksi oleh antibiotika, dimana mikroorganisme yang peka akan musna dan mikroorganisme yang resistensi tetap hidup dan berkembangbiak. Resistensi kromosomal ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu: (Zaraswati. 2008) 1. Resistensi kromosomal primer 2. Resistensi kromosomal sekunder Produksi antibiotic dilakukan dalam skala besar pada tangki fermentasi dengan ukuran besar sebagai contoh penicillin chfysogentum ditumbuhkan dalam 100.000 liter farmentor selama kurang lebih 200 jam mula-mula suspense spora R. chrysogenum ditumbuhkan dalam media yang bernutrisi kultur dan dimana disimpan pada temperature 240 C dan selanjutnya ditransfer ketangki monokulum. Tangki monokulum

digojlok teratur untuk fermentasi yang disimpan hingga sampai 2 hari (Sylvia. Perkembangan produksai penicillin dan antibitik lain secara komersial merupakan salah satu peristiwa yang paling dramatis dalam sejarah mikrobiologi industry. Pada tahun 1941 belum ada antibiotic, tetapi 10 tahun kemudian penjualan bersih antibiotic mencapai 30 juta dolar amerika seriakat per tahun. Menurut laporan, lebih dari 125 juta kg antibiotic telah diproduksi pada tahun 1978 (Bibiana. 1994) Penicilin merupakan antibiotic pertama yang dibuat dalam skala industry. Sebagai besar dari pengalaman yang diperoleh dari transfornasi hasil pengamatan Alexander Fleming dilaboratorium menjadi usaha skala besar yang secara ekonomis menguntungkan telah membuka jalan bagi produksi antibiotic kemoterapeutik lain yang berhasil setelah ditemukan. (Bibiana. 1994) Berdasarkan mekanisme aksinya, Antibiotik dibedakan menjadi lima (5) yaitu (Bibiana. 1994) 1. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel Antibiotik ini adalah antibiotic yang merusak yang merusak peptidoglikan yang menyusun dinding sel bakteri gram positif maupun gram negative, contonya penicillin. 2. Antibiotik yang merusak membrane plasma Membran plasma bersifat semi permiabel dan mengendalikan dari transport berbagai metabolit kedalam dan keluar sel. Adanya gangguan atau kerusakan struktur pada membrane plasma dapat menghambat atau merusak kemampuan membrane plasma sebagai penghalang (barier) osmosis dan mengaggu sejumlah proses biosintess yang diperlukan dalam membrane 3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein Aminoglikosida merupakan kelompok antibiotic yang gula aminonya bergabung dalam ikatan glikosida.Antibiotik ini memiliki spectrum luas dan bersifat bakterisidal dengan mekanisme penghambatan pada sintesis protein. 4. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat (DNA/RNA) Penghambatan pada sintesis asam nukleat berupa penghambatan terhadap transkripsi dan replikasi mikroorganisme. 5. Antibiotik yang menghambat sintesis metabolit esensial Penghambatan terhadap sintesis metabolit esensial antara lain dengan adanya kompelitor berupa antimetabolit yaitu substansi yang secara kompetitis menghambat metabolit mikroorganisme, karena memiliki struktur yang mirip dengan substrak normal bagi enzim metabolisme. Sebab lainnya yang menyebabkan mikroorganisme resistensi terhadap suatu obat ialah: (Zaraswati. 2004) 1. Meningkatkannya destruksi obat Ini merupakan mekanisme utama resistensi terhadap penicillin, aminoglikosida dan kloramfenikol, 2. Berkurangnya perubahan obat menjadi bentuk aktif Flusitosin adalah salah satu obat antifungi harus diubah dalam tubuh mikroorganisme menjadi fluroasil, yang selanjutnya yang dimetabolisme menjadi bentuk aktif dari obat tersebut. B. Uraian Bahan 1. Air suling (Diten POM, 1979) Nama resmi : AQUA DESTILLATA

Nama lain : Aquadest, air suling RM / BM : H2O / 18,02 Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna tidak berbau dan tidak mempunyairasa Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat Kegunaan : Sebagai bahan pengencer 2. Alkohol (Ditjen POM, 1979) Nama resmi : Aethanolum Nama lain : Etanol, alkohol RM / BM : C2H6O / 46,07 RB : CH3-CH2-OH Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan dalam eter P Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat Khasiat : Zat tambahan Kegunaan : Sebagai Antiseptik C. Uraian Sampel 1. Amoxicillin (Iso farmakoterapi, 2008) Indikasi : Infeksi saluran kemih, otitsmedia, sinusitis, bronkitis, kronis, salmonelosis, gonore, profilaksis endokartis dan terapi tambahan pada meningitis listeria Cara kerja obat : Amoxicillin adalah senyawa Penisilina semisintetik dengan aktivitas antibakteri spektrum luas yang bersifat bakterisid, efektif terhadap sebagian besar bakteri gram positip dan beberapa gram negatip yang patogen. Bakteri patogen yang sensitif terhadap Amoxicillin antara lain : Staphylococci, Streptococci, Enterococci, S. pneumoniae, N. gonorrhoeae, H influenzas, E. coli, dan P. mirabiiis. Amoxicillin kurang efefktif terhadap species Shigella dan bakteri penghasil beta laktamase. Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritmetous pada glandular fever, leukimia limfositik kronik dan AIDS Kontraindikasi : hipersensitifitas terhadap penisilin Efek samping : mual, diare ruam, kadang-kadang terjadi kolitis karena antibiotil Dosis : oral dewasa 250-500mg tiap 8 jam, infeksi saluran nafas berat/berulang 3 gram tiap 12 jam, infeksi salura kemih 3 gram diulang setelah 10-12 jam 2. Ampicillin (ISO Farmakoterapi, 2008) Indikasi : Ampisilina digunakan untuk pengobatan: Infeksi saluran pernafasan,seperti pneumonia faringitis, bronkitis, laringitis. Infeksi saluran pencernaan, seperti shigellosis, salmonellosis.Infeksi saluran kemih dan kelamin, seperti gonore (tanpa komplikasi), uretritis, sistitis, pielonefritis.Infeksi kulit dan jaringan kulit.Septikemia, meningitis. Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap penisilina. Komposisi : Tiap captab mengandung Ampisilina Trihidrat setara dengan Ampisilina Anhidrat 500 mg. Cara Kerja : Ampisilina termasuk golongan penisilina semisintetik yang berasal dari inti penisilina yaitu asam 6-amino penisilinat (6-APA) dan merupakan antibiotik spektrum luas yang bersifat bakterisid. Secara klinis efektif terhadap kuman grampositif yang peka terhadap penisilina G dan bermacam-macam kuman gram-negatif,

diantaranya : a. Kuman gram-positif seperti S. pneumoniae, enterokokus dan stafilokokus yang tidak menghasilkan penisilinase. b. Kuman gram-negatif seperti gonokokus, H. influenzae, beberapa jenis E. coli, Shigella, Salmonella dan P. mirabilis. Dosis : Untuk pemakaian oral dianjurkan diberikan sampai 1 jam sebelum makan. Cara pembuatan suspensi, dengan menambahkan air matang sebanyak 50 ml, kocok sampai serbuk homogen.Setelah rekonstitusi, suspensi tersebut harus digunakan dalam jangka waktu 7 hari. Pemakaian parenteral baik secara i.m. ataupun i.v. dianjurkan bagi penderita yang tidak memungkinkan untuk pemakaian secara oral. Efek Samping : Pada beberapa penderita, pemberian secara oral dapat disertai diare ringan yang bersifat sementara disebabkan gangguan keseimbangan flora usus. Umumnya pengobatan tidak perlu dihentikan.Flora usus yang normal dapat pulih kembali 3 - 5 hari setelah pengobatan dihentikan. Gangguan pada saluran pencernaan seperti glossitis, stomatitis, mual, muntah, enterokolitis, kolitis pseudomembran.Pada penderita yang diobati dengan Ampisilina, termasuk semua jenis penisilina dapat timbul reaksi hipersensitif, seperti urtikaria, eritema multiform.Syok anafilaksis merupakan reaksi paling serius yang terjadi pada pemberian secara parenteral. Cara Penyimpanan : Simpan di tempat sejuk dan kering. HARUS DENGAN RESEP DOKTER Jenis : Tablet Produsen : PT Indofarma 3. Cefadroxil (ISO Farmakoterapi , 2008) Indikasi : Infeksi bakteri gram positif dan bakteri gram negative. Peringatan : Alergi terhadap penisilin, gangguan fungsi ginjal, kehamilan dan menyusui, positif palsu untuk glukosa urin, positif palsu pada uji coms. Cara Kerja : Cefadroxil adalah antibiotika semisintetik golongan sefalosforin untuk pemakaian oral. Cefadroxil bersifat bakterisid dengan jalan menghambat sintesa dinding sel bakteri.Cefadroxil aktif terhadap Streptococcus beta-hemolytic, Staphylococcus aureus (termasuk penghasil enzim penisilinase), Streptococcus pneumoniae, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Klebsiella sp, Moraxella catarrhalis. Kontraindikasi : Hipersensitifitas terhadap sefalosporin, porfilia. Efek samping : Diare dan colitis yang disebabkan oleh antibiotik, mual dan muntah, rasa tidak enak pada saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi berupa ruam, pruritus, urtikaria, demam, atralgia, eritema, gangguan fungsi hati, hepatitis sementara dan hikteruscolestatik. Dosis : Berat badan > dari 40kg 0,5-1g 2 x sehari; anak < dari 1 tahun 25 mg/kg perhari dalam dosis terbagi; anak 1-6 tahun 250 mg 2 x sehari; anak > dari 6 tahun 500 mg 2 x sehari. 4. Ciprofloxasin (ISO Farmakoterapi, 2008) Komposisi : Tiap tablet salut selaput mengandung : Ciprofloksasin 500 mg Indikasi : Infeksi saluran kemih, saluran cerna, termasuk demam tifoid dan paratiroid, saluram nafas kecuali pneumonia akibat Streptococcus, infeksi kulit dan jaringan lunak, tulang dan sendi.

Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap ciprofloxasin dan derivat kinolon yang lain, wanita hamil dan menyusui, anak dan remaja sebelum akhir fase pertumbuhan. Farmakologi : Ciprofloxacin (1-cyclopropyl-6-fluoro-1,4-dihydro-4-oxo-7-(-1piperazinyl-3-quinolone carboxylic acid) merupakan salah satu obat sintetik derivat quinolone. mekanisme kerjanya adalah menghambat aktifitas DNA gyrase bakteri, bersifat bakterisida dengan spektrum luas terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif. ciprofloxacin diabsorbsi secara cepat dan baik melalui saluran cerna, bioavailabilitas absolut antara 69-86%, kira-kira 16-40% terikat pada protein plasma dan didistribusi ke berbagai jaringan serta cairan tubuh. metabolismenya dihati dan diekskresi terutama melalui urine. Dosis : Infeksi ringan(saluran kemih) : sehari 2x250 mg Infeksi berat(saluran kemih) : sehari 2x500 mg Infeksi ringan (saluran nafas) : sehari 2x500 mg Infeksi berat (saluran nafas) : sehari 2x750 mg Infeksi saluran pencernaan : sehari 2x500 mg Efek samping : Kadang kadang terjadi keluhan saluran pencernaan seperti mual, diare, muntah, dispepsia, sakit perut dan meteorisme 5. Clindamicin (ISO Farmakatoterapi, 2008) Indikasi : mengobati infeksi anaerob yang serius, terutama yang disebabkan oleh Bakteriodes fragilis, dan beberapa infeksi staphilococcus dan streptococcus, abses hati , infeksi tulang Kontra indikasi : Jangan diberikan pada pasien yang sensitif terhadap zat aktifnya yang secara kimiawi mirip dengan lincomycin Mekanisme Kerja : Merupakan suatu kerja antibiotika golongan lincosamide dan mempunyai efek terutama sebagai bakteriostatik. Mekanisme kerja clindamisin seperti golongan Lincosamide lain, yaitu dengan mengikat sub unit 50S ribosom kuman yang mirip dengan kerja makrolid dan menghambat tahap awal sintesa protein. Efek clindamisin terutama bersifat bakteriostatik meskipun dalam kadar yang tinggi secara perlahan-lahan dapat bersifat bakterisidal terhadap strain kuman yang sensitif. Dosis : Dosis lazim yang dianjurkan adalah 150-300 mg setiap 6 jam, sedangkan pada infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 450 mg tiap 6 jam Anak anak 3 -6 mg / kg setiap 6 jam, sedangkan anak < 1 thn paling tidak 37,5 mg setiap 8 jam Efek samping : Diare, kolitis pseudomembranosa, urtikaria 6. Doxicillin (ISO Farmakoterapi, 2008) Indikasi : Eksaserbasi bronkitis kronis, bruselosis, klamidia, mikro-plasma dan riketsia, efusi pleura karena keganasan atau sirosis, akne vulgaris, bruselosis (kombinasi dengan tetrasiklin), sinusitis kronis, prostatitis kronis, penyakit radang pelvis (bersama metronidazole). Cara Kerja Obat : DOXYCYCLINE adalah antibiotika dengan aktivitas antimikroba yang luas. Efektif terhadap bakteri Gram-negatif, seperti Sterptococcus, Staphylococcus, Bacillus anthracis, Brucella spp., Mycoplasma, Klebsiela spp., Treponema pallidum, Rickettsia.DOXYCYCLINE diabsorpsi dengan cepat dan baik dari saluran pencernaan dan tidak tergantung dari adanya makanan. DOXYCYCLINE diekskresi melalui urin dan feses. Peringatan : Gangguan fungsi hati (hindari pemberian i.v.), gangguan fungsi ginjal, kadang-kadang menimbulkan fotosensitivitas.

Efek samping : Mual, muntah, diare, eritema, sakit kepala, dan gangguan penglihatan. Kontra Indikasi : Tidak diberikan pada wanita hamil, dan setelah melahirkan. Kegagalan fungsi hati yang fatal dapat terjadi pada pemberian parenteral Dosis : 200 mg pada hari pertama , kemudian 100 mg perhari . pada infeksi berat 200 mg per hari. Akne 50 mg per hari selama 6 -12 minggu atau lebih lama 7. Erytromisin (ISO Farmakoterapi, 2008) Indikasi : Sebagai alternatif untuk pasien yang alergi penisilin untuk pengobatan enteritis kampilobakter, pneumonia, penyakit leklonaire, syphilis, ueretris nongonokokus, acne vulgaris dan pertusis. Farmakokinetik : Diserap baik diusus kecil bagian atas, dengan dosis oral 500 mg erytromycin basah dapat dicapai dengan kadar puncak 0,3-1,9 g/ml 1,6 jam. Peringatan : Gangguan fungsi hati dan portiria ginjal, perpanjangan interval UIT, kehamilan dan menyusui. Efek Samping : Mual, muntah, nyeri perut, diare, urtikaria, ruam dan reaksi alergi lainnya, gangguan pendengaran yang refersibel dan gangguan jantung. Dosis : Oral: dewasa dan anak di atas 8 tahun 250, 500 mg tiap 6 jam atau 0,5 1 g tiap 12 jam; anqk sampai 2 tahun 125 mg tiap 6 jam; 2-8 tahun 250 tiap 6 jam Kontra indikasi : Hipersensitive terhadap eritromisin, penyakit hati pada eritromisin estalate.

8. Tetrasiklin (ISO Farmakoterapi, 2008) Indikasi : Eksaserbasi bronchitis kronis, bruselosis, klamidia, mikoplasma, dan ricketsia, efusi pleura karena keganasan atau sirosis, aknen vulgaris. Cara Kerja Obat : Tetrasiklin HCl termasuk golongan tetrasiklin, mempunyai spektrum luas dan bersifat bakteriostatik, cara kerjanya dengan menghambat pembentukan protein pada bakteri. Peringatan : Gangguan fungsi hati (hindari pemberian i.v.), gangguan fungsi ginjal, kadang-kadang menimbulkan fotosensitivitas. Efek samping : Mual, muntah, diare, eritema, sakit kepala, dan gangguan penglihatan. Dosis : Oral ; 250 mg tiap 6 jam. Pada infeksi berat ditingkatkan sampai 500 mg 6-8 jam. Kontra Indikasi : Tidak diberikan pada wanita hamil, dan setelah melahirkan. Kegagalan fungsi hati yang fatal dapat terjadi pada pemberian parenteral Dosis : oral dewasa 250-500mg tiap 8 jam, infeksi saluran nafas berat/berulang 3 gram tiap 12 jam, infeksi salura kemih 3 gram diulang setelah 10-12 jam. 9. Kloromfenikol (Dirjen POM., 1979) Nama Resmi : Chloramphenicolum Sinonim : Klkoramfenikol RM/ BM : C11H12Cl2N4O5/ 323,13 Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempng memanjang, putih sampai putih kelabu atau putih kekuningan, tidak berbau, rasa sangat pahit. Dalam larutan asam lemah, mantap. Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol (95 %) P dan dalam 7 bagian propilenglikol P, sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter P.

Kegunaan : sampel antibiotic Khasiat : Sebagai antibiotik Farmakokinetik : Resopsinya dari usus cepat dan agak lengkap, dengan BA 75-90%. Difusi kedalam jaringan, rongga dan cairan tubuh baik sekali, kecuali dalam empedu.Kadarnya dalam CCS tinggi sekali dibandingkan dengan antibiotika lainnya, juga bila tidak terdapat meningitis. PP-nya lebih kurang 50%, plasma t nya rata-rata 3 jam. Dalam hati, zat ini dirombak 90 % menjadi glukuronida inaktif.Bayi yang baru dilahirkan belum memiliki system enzim perombak secukupnya, maka mudah mengalami keracunan dengan akibat yang fatal.Ekkresinya melaui ginjal, terutama sebagai metabolit inaktif dan lebih kurang 10 % secara utuh. Efek samping : Gangguan lambung-usus, neuropati optis dan perifer, radang lidah dan mukosa mulut. Tetapi yang sangat berbahaya adalah depresi sumsum tulang yang dapat tampak dalam dua bentuk anemia. Indikasi : Demam tifoid, meningitis purulenta, infeksi kuman anaerob dan riketsiosis. Dosis : Pada tifus permulaan, 1-2 g (palmitat) lalu 4 dd 500-750 mg p.c. Neonati maksimum 25 mg/kg/hari dalam 4 dosis, anak-anak diatas 2 minggu 25-50 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis. Pada infeki parah (meningitis, abces otak) i.v 4 dd 500-1500 mg (Nasuksinat). 10. Cefixime (ISO Farmakoterapi,2008) Indikasi : infeksi bakteri gram positif dan gram negatif. Efek samping : Diare dan colitis yang disebabkan oleh antibiotik, mual dan muntah, rasa tidak enak pada saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi berupa ruam, pruritus, urtikaria, serum sickness, demam, atralgia, anafilaksis, eritema, gangguan fungsi hati, hepatitis sementara dan hikteruscolestatik. Dosis : Dewasa dan anak-anak diatas 10 tahun; 200-400 mg per hari sebagai dosis tunggal atau dibagi dua dosis. Bayi diatas 6 bulan; 8 mg/kg perhari sebagai dosis tunggal atau dibagi dua dosis.Bayi 6 bulan 1 tahun; 75 mg perhari.Anak 1-4 tahun; 100 mg perhari.Anak 5-10 tahun; 200 mg perhari 11. Doksisiklin (Dirjen POM, 1995) Nama resmi : Doksisiklin Nama lain : Doksisiklin RM/BM : C22H24N2O8/444,44 Pemerian : Serbuk hablur, kuning, tidakberbau atau sedikit berbau lemah Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 50 bagian etanol (95 %) P, praktis tidak larut dalam kloroform P dan dalam eter P, larut dalam asam encer, larut dalam alkali disertai peruraian. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya. Jika dalam udara lembab terkena sinar matahari langsung, warna menjadi gelap, larutan dengan pH tidak lebih dari 2 menjadi inaktif dan rusak pada pH 7 atau lebih. Kegunaan : Sebagai sampel antibiotik 12 .Ceftriakson (FT V : 686) Indikasi :Lihat di bawah cefaclor dan keterangan di atas; profilaksis bedah; profilaksis meningitis meningokokus -Kontraindikasi : untuk pengendapan di urin dan paru-paru bayi baru lahir (dan mungkin pada bayi dan anak yang lebih besar)-

Dosis : Melalui injeksi intramuskular dalam atau injeksi intravena selama 2-4 menit atau infus intravena, 1 gram sehari; 2-4 gram sehari pada infeksi berat; dosis intramuskular lebih dari 1 gram dibagi lebih dari satu tempat suntikan; dosis intravena di atas 1 gram diberikan hanya melalui infus intravena.NEONATUS melalui infus intavena lebih dari 60 menit, 20-50 mg/kg sehari (maksimal 50 mg/kg sehari) BAYI dan ANAK di bawah 50 mg, melalui injeksi intramuskular dalam atau melalui injeksi intravena selam 2-4 menit, atau melalui infus intravena 20-50 mg/kg sehari; sampai 80 mg/kg sehari pada infeksi berat; dosis 50 mg/kg dan lebih melalui infus intravena saja; 50 kg dan lebih, dosis dewasa. Efek samping : Lihat di bawah cefaclor; kalsium ceftriaxone mengendap di urin (terutama pada yang sngat muda, dehidrasi atau tidak dapat bergerak) atau di kandung empedu- pertimbangkan untuk menghentikan bila terdapat gejala; jarang terjadi adalah peningkatan waktu waktu protrombin, pankreatitis. 13.Gentamycin (FT V : 714) Komposisi :Tiap gram mengandung Gentamicin Sulfate setara dengan 1 mg Gentamicin base. Cara Kerja Obat : Gentamycin Sulfat mempunyai daya bakterisidal spektrum luas terhadap spesies Staphylococcus.Mekanisme kerja dengan menghambat syntesa protein bakteri. Indikasi :Untuk pengobatan infeksi topikal baik infeksi kulit primer maupun sekunder yang disebabkan oleh bakteri yang peka terhadap Gentamicin. Dosis : Oleskan pada kulit yang sakit 3-4 kali sehari. Efek Samping : Dapat mengakibatkan iritasi ringan eritema dan pruritis Kontra Indikasi :Sensitivitas terhadap Gentamycin.Infeksi virus dan jamur. 14. Metronidazol (FT V : 552-553) Indikasi :Metronidazole efektif untuk pengobatan : 1. Trikomoniasis, seperti vaginitis dan uretritis yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis. 2. Amebiasis, seperti amebiasis intestinal dan amebiasis hepatic yang disebabkan oleh E. histolytica. 3. Sebagai obat pilihan untuk giardiasis. KontraIndikasi :Penderita yang hipersensitif terhadap metronidazole atau derivat nitroimidazol lainnya dan kehamilan trimester pertama. Komposisi :Tiap tablet mengandung metronidazol 250 mg. Tiap tablet salut selaput mengandung metronldazol 500 mg. CaraKerja :Metronidazole adalah antibakteri dan antiprotozoa sintetik derivat nitroimidazoi yang mempunyai aktifitas bakterisid, amebisid dan trikomonosid. Dalam sel atau mikroorganisme metronidazole mengalami reduksi menjadi produk polar.Hasil reduksi ini mempunyai aksi antibakteri dengan jalan menghambat sintesa asam nukleat. Metronidazole efektif terhadap Trichomonas vaginalis, Entamoeba histolytica, Gierdia lamblia.Metronidazole bekerja efektif baik lokal maupun sistemik. Dosis :Trikomoniasis: Pasangan seksual dan penderita dianjurkan menerima pengobatan yang sama dalam waktu bersamaan. Dewasa : Untuk pengobatan 1 hari : 2 g 1 kali atau 1 gram 2 kali sehari. Untuk pengobatan 7 hari : 250 mg 3 kali sehari selama 7 hariberturut-turut. Amebiasis :Dewasa : 750 mg 3 kali sehari selama 10 hari.

Anak-anak : 35 - 50 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi 3, selama10 hari. Giardiasis : Dewasa : 250 - 500 mg 3 kali sehari selama 5 - 7 hari atau 2 g 1 kalisehari selama 3 hari. Anak-anak: 5 mg/kg BB 3 kali sehari selama 5-7 hari. EfekSamping :Mual, sakit kepala, anoreksia, diare, nyeri epigastrum dan konstlpasi. Perhatian :Metronidazole tidak dianjurkan untuk penderita dengan gangguan pada susunan saraf pusat, diskrasia darah, kerusakan hati, ibu menyusui dan dalam masa kehamilan trimester II dan III. Pada terapi ulang atau pemakaian lebih dari 7 hari diperlukan pemeriksaan sel darah putih. Kemasan : Metronidazole 250 mg, botol 100 tablet. 15. Ofloxacin ( ISO Indonesia ) Komposisi: Ofloxacin / Ofloksasin. Indikasi : Infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernafasan bagian bawah, infeksi kulit & jaringan lunak, infeksi kebidanan dan kandungan, uretritis gonokokal yang tidak berkomplikasi, uretritis non gonokokal. Kontra Indikasi :Hipersensitivitas, anak-anak, wanita hamil, &menyusui. Perhatian :Kerusakan ginjal, kejang.Usia lanjut Interaksi obat : antasida dapat mengurangi absorpsi/penyerapan Ofloksasin. Efek Samping :Gejala-gejala anafilaksis, ruam kulit, gatal-gatal, gangguan saluran pencernaan, kelainan hati & hematologis. Dosis: Infeksi saluran kemih : 100-400 mg/hari dibagi menjadi 1-2 kali pemberian selama 1-10 hari. Infeksi berat atau berkomplikasi : dinaikkan sampai 600 mg/hari dan atau sampai 20 hari. 16. Azithromycin ( ISO Indonesia ) Indikasi : Infeksi saluran nafas atas dan bawah, kulit dan jaringan lunak dan Uretritis non-Gastro Intestinal dan servisitis karena Chlamydia trachomatis

Kontra indikasi : Hipersensitivitas terhadap azitromisin atau makrolid. Perhatian :Gangguan ginjal sedang atau berat, hamil, laktasi. Interaksi Obat :Teofilin, warfarin, karbamazepin, alkaloid ergot Efek samping : Mual, rasa tidak enak pada perut, muntah, kembung, Kemasan : Kapsul 250 mg x 5 x 6's Dosis : Dewasa 1 x sehari 500 mg selama 3 hari Anak 10 mg/kg/hari dosis tunggal selama 3 hari 17. Levofloksacin ( ISO Indonesia ) Indikasi :Levofloksasin diindikasikan untuk orang dewasa (>18 tahun) dengan infeksiinfeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang sensitif pada kondisi Sinusitis maksilaris akut. KontraIndikasi :N/A Komposisi :Tiap 100 ml larutan Tevox Infus mengandung: Levofloksasin hemihidrat yang setara dengan Levofloksasin 500 mg. Tevox Tablet mengandung: Levofloksasin 500 mg. Aplikasi : Tevox Infus: diberikan secara perlahan melalui infus intravena. Tevox Tab: 250-500 mg satu kali sehari tergantung jenis dan tingkat keparahan dari infeksi dan

sensitivitas dari patogen penyebab. Kemasan :Tevox Infus: botol @ 100 ml Tevox Tablet 500 mg: kotak berisi1 blister @ 10 tablet.

18. Penisillin ( ISO Indonesia ) Indikasi : Infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram positif dan Gram negatif yang rentan terhadap Benzilpenisilin. Kontraindikasi :Hipersensitif terhadap Penisilin. Perhatian : Bayi dan usia lanjut, Kerusakan ginjal, Gagal jantung kongestif, dan Hipersensitif terhadap Sefalosporin Interaksi obat :Probenesid, Aspirin, Fenilbutazon, Indometasin memperpanjang waktu paruh Benzilpenisilin dalam plasma. Kemasan :Tablet 20 strip @ 10 Tablet. D. Uraian Sampel a. Peradangan Telinga Tengah (Otitis Media) Tabung Eustachian normalnya mencegah akumulasi dari cairan dengan mengizinkan cairan untuk mengalir melalui tabung.Otitis media kronis berkembang melalui waktu, dan seringkali mulai dengan efusi (cairan) telinga tengah yang kronis yang tidak menghilang. Cairan yang gigih ini akan sering menjadi terkontaminasi dengan bakteribakteri, dan bakteri-bakteri yang ditemukan pada otitis media kronis seringkali berbeda dari yang ditemukan pada otitis media akut. Oleh karenanya, segala sesuatu yang dapat mengganggu fungsi dari tabung Eustachian dapat menjurus pada otitis media kronis. Penyebab Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri. Pada 25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus ditemukan pada 25% kasus da da dan n kadang menginfeksi telinga tengah bersama bakteri. Bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella cattarhalis. Yang perlu diingat pada OMA, walaupun sebagian besar kasus disebabkan oleh bakteri, hanya sedikit kasus yang membutuhkan antibiotik. Hal ini dimungkinkan karena tanpa antibiotik pun saluran Eustachius akan terbuka kembali sehingga bakteri akan tersingkir bersama aliran lendir b. Diare dan Gejala Diare Di Indonesia, sebagian besar diare pada bayi dan anak disebabkan oleh infeksi rotavirus. Bakteri dan parasit juga dapat menyebabkan diare. Organisme-organisme ini mengganggu proses penyerapan makanan di usus halus. Dampaknya makanan tidak dicerna kemudian segera masuk ke usus besar. Penyebab Diare Diare bukanlah penyakit yang datang dengan sendirinya.Biasanya ada yang menjadi pemicu terjadinya diare. Secara umum, berikut ini beberapa penyebab diare, yaitu: 1. Infeksi oleh bakteri, virus atau parasit. 2. Alergi terhadap makanan atau obat tertentu. 3. Infeksi oleh bakteri atau virus yang menyertai penyakit lain seperti: Campak, Infeksi telinga, Infeksi tenggorokan, Malaria, dll. 4. Pemanis buatan

Berdasar metaanalisis di seluruh dunia, setiap anak minimal mengalami diare satu kali setiap tahun. Dari setiap lima pasien anak yang datang karena diare, satu di antaranya akibat rotavirus. Kemudian, dari 60 anak yang dirawat di rumah sakit akibat diare satu di antaranya juga karena rotavirus. Gejala Diare Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 x atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: Muntah Badan lesu atau lemah Panas Tidak nafsu makan Darah dan lendir dalam kotoran c. Candidiasis Candidiasis, disebut juga infeksi ragi (Yeast infection) atau sariawan, Candidosis, Moniliasis, dan Oidiomycosis, adalah infection fungi (mycosis) dari salah satu spesies Candida, dimana Candida albicans adalah yang paling umum. Candidiasis meliputi infeksi yang berkisar dari yang ringan seperti sariawan mulut dan vaginitis, sampai yang berpotensi mengancam kehidupan manusia. Infeksi Candida yang berat tersebut dikenal sebagai candidemia dan biasanya menyerang orang yang dalam kondisi sangat lemah imun, seperti penderita kanker, AIDS dan pasien transplantasi.Infeksi kulit ringan dan membran mucosal oleh Candida menyebabkan radang lokal dan kegelisahan, infeksi ini yang umum diderita manusia. Type/Jenis Candidiasis dapat dibagi ke dalam jenis berikut ini: 1. Oral candidiasis. 2. Perlche, luka dan radang pada tepi kanan/kiri mulut luar, penyebab candida albicans. 3. Candidal vulvovaginitis, infeksi membran mucous vagina. 4. Candidal intertrigo, infeksi pada kulit. 5. Diaper candidiasis, infeksi pada daerah yang ditutupi diaper (popok) bayi. 6. Congenital cutaneous candidiasis, infeksi pada kulit bayi lahir prematur. 7. Perianal candidiasis, infeksi pada kulit muara anus. 8. Candidal paronychia, infeksi pada lipatan kuku. 9. Erosio interdigitalis blastomycetica, infeksi pada kulit jari. 10. Chronic mucocuntaneous candidiasis, infeksi kronis pada kuku dan mukosa kulit. 11. Candidiasis sistemik, infeksi yang menyebar dan menyebabkan keracunan darah khususnya pada imun rendah. 12. Candidid, peradangan pada kulit tangan akibat jamur dari kaki (seperti dermatophytids). 13. Antibiotik candidiasis, dapat terjadi karena kelebihan pemakaian atau pe-resep-an berbagai antibiotik (seperti oxytetracycline yang umumnya digunakan untuk mengontrol acne). Efek dari antibiotik adalah mengurangi flora bakteri yang umum terdapat dalam sistem gastrointestinal, sehingga menimbulkan lingkungan yang kondusif untuk perkembangbiakan Candida yang ada karena tidak adanya kompetisi utama. Situasi ini dapat tetap stabil sampai pasien berhenti mengkonsumsi antibiotik. efek antibiotik yang diharapkan terjadi pada satu wilayah tubuh, akan berefek negatif

pada wilayah lain jika pemakaiannya berlebihan, contohnya di wilayah genital/kemaluan. Bakteri flora yang normal terdapat pada wilayah kemaluan dan tidak berbahaya bagi tubuh akan banyak yang terbunuh oleh antibiotik ini. Gejalanya, akan muncul kemerahan dan rasa gatal (jamur-an pada genital wanita dan rasa gatal pada genital pria) yang dapat berlangsung selama periode pemakaian antibiotik. Ruam dapat diobati atau dikontrol oleh obat antifungal yang cocok, tetapi infeksi kemungkinan baru dapat terhapus bila keseimbangan jumlah bakteri / fungal asli telah dikembalikan seperti semula (dengan berhenti menggunakan antibiotik). Penyebab Yeasts Candida biasanya hadir pada manusia, dan pertumbuhannya biasanya dibatasi oleh sistem kekebalan tubuh manusia. Mikroorganisme tertentu dalam tubuh manusia yang menempati lokasi yang sama dengan yeast candida misal bakteri (niches) dalam tubuh manusia dapat juga menghambat pertumbuhan yeast candida ini. Begitu juga yang terjadi pada vagina, mikroorganisme tertentu dapat membantu manusia mencegah perkembangbiakan candida.Penggunaan pembersih kimia (deterjen) pada vagina, penyemprotan (air), dan gangguan internal (hormonal atau fisiologis) tertentu dapat mengganggu keseimbangan ekosistem tadi.Kehamilan dan penggunaan kontrasepsi oral telah dilaporkan sebagai faktor risiko, sedangkan anggapan pembersihan sesegera mungkin setelah melakukan hubungan seks vaginal dan seks anal dengan menggunakan pelumas yang mengandung gliserin tetap menjadi kontroversi sampai saat ini.Diabetes mellitus dan penggunaan antibiotik anti bakteri (khususnya tanpa pengawasan medis) juga dihubungkan dengan meningkatnya insiden infeksi ragi. d. Karies Gigi (Gigi Berlubang) Penyebab utama karies adalah adanya proses demineralisasi pada email. Sisa makanan yang bergula atau susu yang menempel pada permukaan email akan menjadi media pertumbuhan yang baik bagi bakteri. Bakteri yang menempel pada permukaan bergula tersebut akan menghasilkan asam dan melarutkan permukaan email sehingga terjadi proses demineralisasi. Demineralisasi tersebut mengakibatkan proses awal karies pada email. Bila proses ini sudah terjadi maka terjadi progresivitas yang tidak bisa berhenti sendiri, kecuali dilakukan pembuangan jaringan karies dan dilakukan penambalan pada permukaan gigi yang terkena karies oleh dokter gigi. Karies sangat sering terjadi pada gigi-gigi geraham, terutama pada permukaan kunyah, karena pada permukaan tersebut terdapat parit-parit kecil yang cukup dalam sehingga permukaan sikat gigi tidak dapat menjangkaunya dan mengakibatkan penumpukan sisa makanan di parit tersebut. Ada beberapa faktor yang penting: Partikel makanan yang tidak dibersihkan bertumpuk menjadi plak. Di dalam plak hidup berbagai bakteri, terutama jenis streptokokus mutans, atau laktobasilus. Bila anak sering makan mengandung gula atau sukrosa, bakteri akan menggunakan sukrosa dan membentuk asam organik. Bila suasana sekitar gigi menjadi asam, mineral kalsium dan fosfor akan lepas dari gigi. Karena hilangnya mineral, gigi menjadi rapuh dan akhirnya berlubang e. Infeksi Saluran Kemih

Ada dua jenis penyakit ISK, yaitu ISK bagian atas dan ISK bagian bawah.ISK bagian bawah dinamakan sistitis.Pada ISK bagian atas kuman menyebar lewat saluran kencing, ginjal, dan bahkan seluruh tubuh. Sehingga dampak lanjutannya penderita akan mengalami infeksi ginjal dan urosepsis. Itu sebabnya penyakit ini sama sekali tak boleh dianggap remeh. ISK merupakan gangguan pada saluran kemih yang disebabkan adanya sumbatan. Biasanya, yang menyumbat itu adalah batu berbentuk kristal yang menghambat keluarnya air seni melalui saluran kemih, sehingga jika sedang buang air kecil terasa sulit dan sakit. Tapi, bila saat buang air seni disertai dengan darah, itu petanda saluran kemih anda sudah terinfeksi. Penyebab Infeksi Saluran Kemih Penyebab sakit infeksi saluran kemih antara lain adalah karena sistem kekebalan tubuh yang menurun sehingga bakteri dari alat kelamin, dubur atau pun dari pasangan (akibat hubungan intim) masuk ke dalam saluran kemih. Bakteri tersebut antara lain Escherichia Coli, KlebsiellaadanaPseudomonas.Penyebab lainnya adalah kebiasaan yang kurang baik, misalnya kurang minum air putih.. E. Prosedur Praktikum 1. Penyiapan mikroorganisme uji inokulum ( Djide;2003; hal 161 ) Mikroorganisme uji yang telah terpilih dan sesuai untuk suatu pengujian antibiotic (tabel FI III, 1979) digunakan media no. 1 (FI IV, 1995) diinkubasi pada suhu 35 37oC selama 24 jam. Pertumbuhann pada permukaan agar dibilas dengan larutan NaCl fisiologis (0,9) % dan dipindahkan kedalam media yang sama pada botol roux untuk perbanyakan (250 ml). disebarkan dan diinkubasikan pada suhu 35 37o C selama 24 jam. 2 Penyiapan media agar (lempeng) ( Djide;2003; hal 162 ). Cawan Petri steril disiapkan sebanyak jumlah replikasi yang dibutuhkan sesuai dengan desian pengujian yang ditetapkan, kedalam media setiap cawan petri dituangi media agar (45o) sebanyak 15 ml sebagai base layer. 3. Uji Sensivitas ( Djide;2003; hal 162 ) Diatas permukaan lapisan dasar (base layer) dituangi 4-5 ml inokulum yang telah disiapkan sebelumnya diratakan, kecuali beberapa antibiotic tertentu volumenya berbeda. Putar cawan Petri untuk menyebar inokulum pada permukaan dan biarkan sampai memadat. Lalu dijatuhkan pencadang sebanyak 6 buah ntuk setiap cawan Petri kepermukaan media tadi dengan ketingian tertentu dan diatur sedemikian rupa, sehingga jaraknya satu sama lain kurang lebih 3 cm dengan sudut 60o BAB III KAJIAN PRAKTIKUM A. Alat yang Dipakai Adapun alat yang dipakai pada saat praktikum kali adalah autoklaf, enkas, lumpang dan alu, timbangan analitik, botol coklat, cawan petri steril, vial steril, erlenmeyer, inkubator aerob, lampu spiritus, ose bulat, rak tabung, sendok tanduk, spoit1 ml dan 10 ml,keranjang alat,gunting dan tabung reaksi. B.aBahan yang Digunakan Adapun bahan yang digunakan pada saat praktikum kali adalah antibiotik (Amoxicilin, Ampicilin, Azitromicin, Clindamicin, Cefadroxil, Ciprofloxacin, Cotromoksazol,

Doxysiklin, Kloromfenikol,Ceftriaxone, Klindamicin, Leveflacin, Metrodiazol, Ofloxacin, Gentamicin, Cefixime, Eritromicin, Penicilin, dan Tetracyclin), sampel ISK (Infeksi saluran kemih), diare, karies gigi dan otitis media, paperdisk ,alkohol 70 %, air steril, tanah , aluminium foil, kapas, tissue, karet gelang, kertas label, kertas pembungkus, korek gas, medium PCA , medium NA (Nutrient Agar), medium PDA (Potato Dextrose Agar), C.aCara Kerja 1. Penyiapan sampel a. Disiapkan alat dan bahan b. Disiapkan medium GNB untuk sampel sumber infeksi. c. Diambil sumber titis media dengan menggunakan alat steril (cotton bud), sampel yang telah diambil dimasukkan kedalam medium GNB. d. Diinkubasi selama 1x24 jam dalam inkubator. 2. Penyiapan antibiotik - Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. - Dibuat pengenceran antiobiotik berdasarkan konsentrasi ppm masing-masing obat. - Dimasukkan pada wadah vial yang telah disiapkan. - Direndam paper disc dalam antibiotik dan siap untuk digunakan. 3. Perlakuan terhadap Antibiotik - Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan - Diambil medium PCA (Plate Count Agar) sebanyak 10 ml, dimasukkan kedalam vial dan ditambahkan 1 ml sampel ISK , homogenkan - Dituang kedalam cawan petri, homogenkan dan biarkan memadat. - Dimasukkan paperdisc yang telah direndam dalam larutan antibiotik ( Erytromicin, Dosisiklin, Ofloksasin, Levofloksasin, Clindamisin, Cefadroksil, Amoxcicillin, Cefixime, Mtronidazol dan Ciprofloksasin. - Diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37C selama 1 x 24 jam. - Diamati dan diukur zona hambatannya. - Dilakukan cara yang sama dengan antibiotik dan sampel yang berbeda. BAB IV KAJIAN HASIL PRAKTIKUM A. Hasil Praktikum 1. Tabel pengamatan Kelompok I ( Infeksi Saluran Kemih ) NO Antibiotik Diameter ( mm ) I II III Rata-rata 1 Ceftriakson - - - 2 Ciprofloksasin 22 13 13 16 3 Asitromisin 11 11 12 11,33 4 Cefadroksil - - - 5 Cotrimoksazol 8 9 7 8 6 Ampisilin - - - 7 Kloramfenikol 13 14 13 13,33 8 Amoksisilin 1]3 12 13 12,6 9 Gentamisin - - - -

10 Oflolesasin 9 9 8 8,67 Kelompok II ( Diare ) NO Antibiotik Diameter ( mm ) I II III Rata-rata 1 Gentamisin - - - 2 Tetrasiklin - - - 3 Cotrimuksazol - - - 4 Cefixim - - - 5 Clindamisinl - - - 6 Ampisilin - - - 7 Amoksicilinl - - - 8 Doksisiklin - - - 9 Metronidazol - - - 10 Aritromisin - - - Kelompok III ( Candiasis Bibir ) NO Antibiotik Diameter ( mm ) I II III Rata-rata 1 Ertromisin 14 15 16 15 2 Cotrimoksazol 22 21 22 21,67 3 Penisilin 13 14 12 13 4 Ampisilin 11 12 13 12 5 Ciprofloksasin 22 25 26 24,3 6 Lefofloksasin 14 14 14 14 7 Ofliksasinl 19 18 26 21 8 Tetrasiklin 11 12 11 11,33 9 Metronidazol 15 15 14 14,67 10 Amoksisilin 9 10 10 9,67 Kelompok IV ( Karies gigi ) NO Antibiotik Diameter ( mm ) I II III Rata-rata 1 Tetrasiklin 31 30 30 30,3 2 Cefadroksil 29 29 30 29,3 3 Ampicillin 23 22 23 22,6 4 Cloramfenikol 33 32 33 32,6 5 Clindamicin 15 16 15 15,3 6 Ciprofloksasin 31 33 34 32,6 7 Amokcisilin 24 22 20 22 8 Metronidazol 24 24 25 24,3 9 Cefiksim 26 25 25 25,3 10 Erytromicin 18 19 19 18,6 Kelompok V( Infeksi Saluran Kemih ) NO Antibiotik Diameter ( mm ) I II III Rata-rata

1 Cloramfenikol - - - 2 Klindamicin - - - 3 Tetraciclin 12 17 17 15,3 4 Cefadroksill - - - 5 Ampicilin - - - 6 Metronidazol 10 10 10 10 7 Amoksicillin - - - 8 Ciprofloksasin - - - 9 Eritromicin 13 12 10 11,6 10 Cefixime 9 10 10 9,6 B. Pembahasan Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Selain istilah antibiotik, kita juga mengenal antimikroba yang mempunyai fungsi hampir sama dengan antibiotik. Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Uji sensitivitas antibiotik terhadap berbagai macam mikroba dilakukan untuk mengetahui apakah suatu antibiotik dapat membunuh beberapa jenis mikroba atau berspektrum luas atau hanya dapat membunuh satu jenis mikroba saja yang disebut berspektrum sempit.Karena adanya beberapa penyakit yang tidak cocok dengan antibiotik terhadap penyakit yang fatal, serta berhubungan dengan waktu inkubasi untuk melihat antibiotik mana yang kerjanya lebih cepat menghambat atau membunuh mikroba. Sensitivitas adalah suatu keadaan dimana mikroba sangat peka terhadap antibiotik. Atau sensitivitas adalah kepekaan suatu antibiotik yang masih baik untuk memberikan daya hambat terhadap mikroba. Resistensi adalah suatu keadan dimana mikroba sudah tidak peka terhadap antibiotik.Intermediate adalah suatu keadaan dimana mikroorganisme mengalami pergeseran sifat dari sensitiv menjadi resisten tapi belum sepenuhnya resisten. Parameter tingkat sensitivitas suatu antimikroba berdasarkan luas zona hambatan, jika suatu antimikroba memiliki zona hambatan yang paling luas maka antimikroba tersebut dinyatakan paling sensitive terhadap bakteri yang diuji artinya antimikroba ini paling efektif digunakan untuk pengobatan jika terinfeksi bakteri uji tersebut. Dalam percobaan kali ini, metode yang digunakan adalah metode agar difusion(difusi agar) dimana metode ini didasarkan pada difusi antibiotik dari paper disk yang dipasang horizontal pada lapisan agar padat dalam cawan petri sehingga mikroba yang ditumbuhkan dihambat pertumbuhannya pada daerah berupa lingkaran atau zona yang disekeliling peper disk yang mengandung larutan antibiotik. Mekanisme terbentuknya zona hambatan yaitu piper disk yang mengandung obat dalam jumlah tertentu ditempatkan pada pembenihan padat yang telah ditanami dengan biakan tebal organisme yang diperiksa.Setelah diinkubasi, garis tengah daerah hambatan jernih yang mengelilingi obat dianggap sebagai ukuran kekuatan hambatan obat terhadap organisme yang diperiksa.Metode ini dipengaruhi banyak faktor fisik dan kimiawi di samping interaksi antara obat dengan organisme, misalnya pembenihan dan daya difusi, ukuran molekul dan stabilitas obat.Kesulitan terbesar adalah laju pertumbuhan yang beragam diantara berbagai mikroorganisme.

Pada pengujian sensitivitas antibiotik dalam menghambat pertumbuhan bakteri Pertama - tama disiapkan alat dan bahan. Cawan petri dibagi menjadi 5 bagian. Setelah itu dipipet medium NA sebanyak 10 ml dan dimasukan kedalam botol vial. Setelah itu ditambahkan pula suspensi mikroba sebanyak 1 ose atau 0,02 ml. Kemudian dimasukkan dalam cawan petri, dibiarkan hingga memadat. Setelah memadat, selanjutnya dimasukan peper disk yang telah direndam dalam larutan antibiotik. Setelah itu, diinkubasi selama 1 x 24 jam dan diamati zona hambatan dari masing-masing antibiotik. Berdasarakan hasil pengamatan yang telah dilakukan maka dapat dilihat bahwa : 1. Pada kelompok 1 menggunakan sampel infeksi saluran kemih antibiotik yang digunakan adalah ceftriaxon tidak ,cefadroxil,ampicillin,dan gentamicin tidak memiliki zona hambatan.sedangkan ciprofloxacin yaitu 16 mm dan kloramfenikol yaitu 13,3 mm termaksuk intermediet. Azitromicin yaitu 16 mm, cotrimoxazole yaitu 8 mm, amoxicillin yaitu 12,6 mm dan ofloxacin yaitu 8,67 mm termaksuk resistensi. 2. Pada kelompok 2 menggunakan sampel diare antibiotik yang digunakan adalah gentamicin, tetrasiklin, cotrimoxazole, cefixime, clindamicin, ampicillin, amoxicillin, doxicillin, metronidazole, dan azitromazine tidak ada terdapat zona hambatan yang tampak pada cawan petri. 3. Pada kelompok 3 menggunakan sampel cardiasis bibir antibiotik yang digunakan antara lain cotrimosazole yaitu 21,67 mm,lefofloxacin yaitu 14 mm termaksuk sensitif . penicillin yaitu 13 mm, ampicillin yaitu 12 mm ,amoxicillin yaitu 9,67 mm termaksuk resisten dan erytromicin yaitu 15 mm termaksuk intermediet serta ciprofloxacin yaitu 24,3 mm, ofloxacinyaitu 21 mm , tetrasiklin yaitu 11,3 mm, metronidazole yaitu 14,67 mm belum diketahui karena belum ada dalam tabel sensitivitas. 4. Pada kelompok 4 menggunakan sampel karies gigi antibiotik yang digunakan tetrasiklin yaitu 30,3mm ampicillin yaitu 29,3 mm, cloramfenikol dan ciprofloxacin yaitu 32,6 mm,amoxicillin 22 mm ,ceficime yaitu 25,3 mm termaksuk sensitif dan clindamicin 15,3 mm, erytromicin yaitu 18,6 mm termaksuk intermediet sedangkan dua di antaranya cefadroxil yaitu 29,3 mm, metronidazole yaitu 24,3 belum diketahui karena belum ada dalam tabel sensitivitas. 5. Pada kelompok 5 menggunakan otitis media antibiotik yang digunakan tetrasiklin yaitu 15,3 mm , cefixime yaitu 10 mmtermaksuk sensitif dan amoxicillin yaitu 11,6 dan ofloxacin yaitu 9,6 resisten dan antibiotik kloramfenikol, clindamicin, tetrasiklin, ampicillin,metronidszoe, amocillin, dan eritromicin belum diketahui karena belum ada dalam tabel sensitivitas. Faktor-faktor kesalahan yang dapat terjadi sehingga hasil yang diperoleh tidak akurat : 1. Adanya kontaminasi yang terjadi 2. Kurang aseptisnya prosedur yang dilakukan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, maka dapatdisimpulkan : Bahwa dapat dilihat dari semua kelompok kecuali kelompok 2 yang tidak memiliki zona hambatan setelah diukur zona hambatannya dan setelah ditentukan apakah termaksuk resisten, intermediet dan sensitive ternyata data yang diperoleh menunjukkan bahwa : a. Ciprofloksasin dengan rata-rata zona hambatan yaitu 16 mm ( Intermedit ) dengan

perbandingan tabel sensitif yaitu 16-20 bersifat intermedit b. Asitromisin dengan rata-rata zona hambatan yaitu 11,33 mm ( resisten ) dengan perbandingan tabel sensitif yaitu < 13 bersifat resisten c. Cotrimoksazol dengan rata-rata zona hambatan yaitu 8 mm yang mana tidak tertera pada tabel sensitivitas d. Kloramfenikol dengan rata-rata zona hambatan yaitu 13,33 mm ( Intermedit ) dengan perbandingan tabel sensitif yaitu 14-17 bersifat intermedit e. Amoksisilin dengan rata-rata zona hambatan yaitu 12,6 mm ( resisten ) dengan perbandingan tabel sensitif yaitu < 13 bersifat resisten f. Ofloksasin dengan rata-rata zona hambatan yaitu 8,67 mm ( resisten ) dengan perbandingan tabel sensitif yaitu < 12 bersifat resisten paling banyak antibiotic yang sudah sensitifitas kemudian diikuti resisten dan intermediet ini menujukkan bahwa antibiotic tersebut masih bisa digunakan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme. B. Saran Sebaiknya selesai dalam melakukan praktikum, para asisten mempunyai waktu luang sedikit untuk membahas hasil kerja yang telah dilakukan sehingga pengetahuan praktikan tentang praktikum yang ia lakukan tadi dapat bertambah dalam hal ini mengnai ilmu pengetahuan praktikum yang telah dilakukan. DAFTAR PUSTAKA 1. Ditjen Pom., (1979), Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI, Jakarta, 2. Rusli, SSi, MSi, Apt. (2011), Penuntun Praktikum Mikrobiologi Terapan . Universitas Muslim Indonesia. Makassar 3. Bibiana,L,W., 1994 Analisis Mikroba Dilaboratorium PT Raja Grafindo Persada: jakarta 4. Irianto,Koes. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. CV. Yrama Widya.Bandung. 5. Zaraswati Dwyana 2004. Mikrobiologi Dasar . Universitas Hasanuddin : Makassar 6. Pratiwi,T.Sylvia. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Penerbit Erlangga. Jakarta 7. Soeharsono. 2005. Zoonosis. Penyakit menular dari hewan kemanusia ; Vol 1 dan vol 2 Kanisius: Yogyakarta

Tabel Sensitif Zona diameter Interpretive Chart Inst Mikrobiologi Zona diameter ( mm ) Control zona ( mm ) Antibiotik Agent Code Disc Potency Resisten InterMedit Suscep E.coli S.Aureus P.Aeruginosa Amoxicillin AmC-03 20/10 ug < 13 14 - 17 >17 19-25 26-36 Ampicillin Am-10 10 ug < 13 14-16 >17 16-22 27-35 Azitromycin AZM 15 15 ug < 13 14-17 > 18 - 21-26 Ceftriaxone CRO-30 30 ug < 13 14-20 > 21 29-35 22-28 17-23 Ciprofloksasin CIP-5 5 ug < 15 16-20 > 21 30-40 22-30 25

Gentamisin GM-120 120 ug 6 7-9 > 10 - - Ofloksasin OFX-5 5 ug <12 13-15 >16 29-33 24-28 17-21

Antibiotik
Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Penggunaan antibiotik khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap mutan atau transforman. Antibiotik bekerja seperti pestisida dengan menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri. Antibiotik berbeda dengan desinfektan karena cara kerjanya. Desifektan membunuh kuman dengan menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi kuman untuk hidup. Tidak seperti perawatan infeksi sebelumnya, yang menggunakan racun seperti strychnine, antibiotik dijuluki "peluru ajaib": obat yang membidik penyakit tanpa melukai tuannya. Antibiotik tidak efektif menangani infeksi akibat virus, jamur, atau nonbakteri lainnya, dan Setiap antibiotik sangat beragam keefektifannya dalam melawan berbagai jenis bakteri. Ada antibiotik yang membidik bakteri gram negatif atau gram positif, ada pula yang spektrumnya lebih luas. Keefektifannya juga bergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut. Antibiotik oral (yang dimakan) mudah digunakan bila efektif, dan antibiotik intravena (melalui infus) digunakan untuk kasus yang lebih serius. Antibiotik kadangkala dapat digunakan setempat, seperti tetes mata dan salep. Sejarah singkat penemuan antibiotik modern Penemuan antibiotik terjadi secara 'tidak sengaja' ketika Alexander Fleming, pada tahun 1928, lupa membersihkan sediaan bakteri pada cawan petri dan meninggalkannya di rak cuci sepanjang akhir pekan. Pada hari Senin, ketika cawan petri tersebut akan dibersihkan, ia melihat sebagian kapang telah tumbuh di media dan bagian di sekitar kapang 'bersih' dari bakteri yang sebelumnya memenuhi media. Karena tertarik dengan kenyataan ini, ia melakukan penelitian lebih lanjut terhadap kapang tersebut, yang ternyata adalah Penicillium chrysogenum syn. P. notatum (kapang berwarna biru muda ini mudah ditemukan pada roti yang dibiarkan lembab beberapa hari). Ia lalu mendapat hasil positif dalam pengujian pengaruh ekstrak kapang itu terhadap bakteri koleksinya. Dari ekstrak itu ia diakui menemukan antibiotik alami pertama: penicillin G. Penemuan efek antibakteri dari Penicillium sebelumnya sudah diketahui oleh peneliti-peneliti dari Institut Pasteur di Perancis pada akhir abad ke-19 namun hasilnya tidak diakui oleh lembaganya sendiri dan tidak dipublikasi. Macam-macam antibiotik Antibiotik dapat digolongkan berdasarkan sasaran kerja senyawa tersebut dan susunan kimiawinya. Ada enam kelompok antibiotik dilihat dari sasaran kerja (targetnya)(nama contoh diberikan menurut ejaan Inggris karena belum semua nama diindonesiakan atau diragukan pengindonesiaannya): Inhibitor sintesis dinding sel bakteri, mencakup golongan Penicillin, Polypeptide dan Cephalosporin, misalnya ampicillin, penicillin G; Inhibitor transkripsi dan replikasi, mencakup golongan Quinolone, misalnya rifampicin, actinomycin D, nalidixic acid; Inhibitor sintesis protein, mencakup banyak jenis antibiotik, terutama dari golongan Macrolide, Aminoglycoside, dan Tetracycline, misalnya gentamycin, chloramphenicol,

kanamycin, streptomycin, tetracycline, oxytetracycline; Inhibitor fungsi membran sel, misalnya ionomycin, valinomycin; Inhibitor fungsi sel lainnya, seperti golongan sulfa atau sulfonamida, misalnya oligomycin, tunicamycin; dan Antimetabolit, misalnya azaserine. Penggunaan antibiotik Karena biasanya antibiotik bekerja sangat spesifik pada suatu proses, mutasi yang mungkin terjadi pada bakteri memungkinkan munculnya strain bakteri yang 'kebal' terhadap antibiotik. Itulah sebabnya, pemberian antibiotik biasanya diberikan dalam dosis yang menyebabkan bakteri segera mati dan dalam jangka waktu yang agak panjang agar mutasi tidak terjadi. Penggunaan antibiotik yang 'tanggung' hanya membuka peluang munculnya tipe bakteri yang 'kebal'. Pemakaian antibiotik di bidang pertanian sebagai antibakteri umumnya terbatas karena dianggap mahal, namun dalam bioteknologi pemakaiannya cukup luas untuk menyeleksi selsel yang mengandung gen baru. Praktik penggunaan antibiotik ini dikritik tajam oleh para aktivis lingkungan karena kekhawatiran akan munculnya hama yang tahan antibiotik.

Arsip untuk Antibiotika dalam Kedokteran Gigi Kategori ANTIBIOTIK -LAKTAM


Posted: Agustus 13, 2010 in Antibiotika dalam Kedokteran Gigi

0 Menurut definisi Waskman, antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Definisi ini harus diperluas, karena zat yang bersifat antibiotik ini dapat pula dibentuk oleh beberapa hewan dan tanaman tinggi. Macam-macam antibiotik yaitu: antibiotik -laktam, kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida (kelompok eritromisin), linkomisin, aminoglikosida, polipeptida dan fosfomisin. Antibiotik -laktam adalah antibiotik yang paling awal ditemukan dan dikembangkan. Yang termasuk antibiotik -laktam, antara lain: penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor enzim -laktamase. Senyawa yang berbeda-beda ini sama-sama memiliki cincin laktam. Spektrum kerja antibiotik -laktam yang mencakup mikroba Gram negatif dan Gram positif, bervariasi bergantung pada masing-masing senyawa. Ada antibiotik -laktam yang berspektrum luas terhadap mikroba Gram positif dan Gram negatif, ada pula yang hanya bekerja terhadap Gram negatif atau Gram positif saja dan beberapa hanya baik digunakan untuk mikroba tertentu. Karakteristik Dasar Golongan -laktam termasuk obat-obat bakterisidal (membunuh mikroorganisme). Golongan ini menghambat pembentukan dinding sel bakteri dengan mengganggu sintesis peptidoglikan. Enzim-enzim pada bakteri yang dipengaruhi oleh -laktam disebut penicillin-binding proteins (PBPs). Terdapat bermacam-macam PBPs yang dibedakan menurut fungsi, kuantitas dan afinitas terhadap -laktam.

Pada prinsipnya, sebagian besar efek -laktam melawan perkembangan bakteri yang membangun dinding sel mereka secara intensif. Di sisi lain, -laktam tidak begitu efektif melawan mikroba yang dinding selnya tidak memiliki peptidoglikan (Chlamydia, mycoplasmata, rickettsiae, mycobacteria). Farmakodinamik Golongan -laktam termasuk dalam kelompok antibiotik time-dependent (bergantung pada waktu), dimana antibiotik ini membunuh lebih baik saat konsentrasi konstan berada di atas konsentrasi hambat minimum (KHM). Laju dan tingkat penghambatan relatif konstan saat konsentrasinya sekitar empat kali KHM dari mikroorganisme, sehingga tujuan terapi adalah untuk mempertahankan keadaan ini selama mungkin pada tempat infeksi saat interval dosis. Puncak konsentrasi pada obat-obat golongan -laktam tidak terlalu penting. Pada infeksi sedang, konsentrasi yang cukup untuk mengobati infeksi yaitu bila melampaui 4050 % KHM pada interval pemberian. Durasi optimum dimana konsentrasi antibiotik tetap berada di atas KHM belum diketahui. Maka dari itu, penggunaan antibiotik -laktam dengan dosis normal atau lebih tinggi tetapi belum bertahan dalam waktu yang cukup lama, tidak akan menghasilkan efek terapi yang diinginkan. Pada umumnya dosis obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat dalam plasma, dan konsentrasi dalam plasma berbanding lurus juga dengan efek yang dihasilkan. Sedangkan untuk obat golongan -laktam hal ini tidak berlaku, karena walaupun dosis obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat dalam plasma, tetapi efek yang dihasilkan obat golongan -laktam tidak berbanding lurus dengan konsentasi di dalam plasma. Hal ini dikarenakan obat-obat golongan -laktam baru akan menghasilkan efek yang diinginkan ketika kita menggunakan obat tersebut dengan dosis normal (tertentu) dengan waktu (durasi) penggunaan yang cukup lama (tertentu). Farmakokinetik Sebagian besar golongan -laktam tidak tahan terhadap asam dan terurai oleh asam lambung. Absorbsi -laktam pada saluran pencernaan terbatas. Sebagian besar sediaan -laktam adalah sediaan parenteral. Esterifikasi dari obat asli terkadang diperlukan untuk memfasilitasi absorbsi. -laktam yang teresterifikasi sebaiknya diberikan bersama makanan. Golongan -laktam sebagian besar tersebar di ekstraselular. Penetrasi -laktam pada membran biologis dan penetrasi intraselulernya terbatas, terkadang hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian dosis yang lebih tinggi. Sebagian besar golongan -laktam dieksresikan lewat ginjal, kecuali oxacillin, cefoperazon, ceftriaxon. Waktu paruh golongan -laktam lebih singkat yaitu berkisar antara 22,5 jam. Ceftriaxon memiliki waktu paruh yang lebih panjang yaitu sekitar 8 jam dalam sekali pemberian. Terima Kasih, http://yosefw.wordpress.com/2008/03/26/antibiotik-%CE%B2-laktam/

Suplemen Antibiotika 1
Posted: Juli 6, 2010 in Antibiotika dalam Kedokteran Gigi

0 Mekanisme bakterisidal penisilin berdasarkan kemampuannya melekat pada penicillinbinding proteins (PBP-1 and PBP-3) di membran sitoplasmik bakteri, dan menyebabkan hambatan sintesis dinding sel bakteri. Pada beberapa penisilin lain mekanismenya berupa mencegah ikatan silang antar rantai peptidoglikan yang fungsinya untuk memperkuat dan mengkokohkan dinding sel bakteri. Aminoglikosid mempunyai aktivitas bakteri spectrum luas, terutama kuman batang gram negative. Antibiotic ini mempunyai afinitas pada ribosom 30S dan 50S bakteri untuk memproduksi komplek 70S nonfungsional yang dapat menginhibisi sintesis sel bakteri. Tidak seperti bakteri lain yang mengganggu sintesis protein, antibiotic ini lebih mempunyai sifat bakterisid. Aktivitas klinis mereka terbatas pada kondisi anaerob dan mempunyai ratio toksisitas rendah. Cephalosporins mempunyai aktivitas spectrum luas meliputi aksi melawan Haemophillus yang efektif. Antibiotic ini mempunyai cincin beta laktam seperti penisilin dan cincin dihydrothiazin yang membuat resisten terhadap penisilinase yang dihasilkan staphlyocococcus. Antibiotic ini menginhibisi pembentukan sel dinding pada stadium ke 3 dan terakhir dengan berikatan pada protein yang terikat penisilin di membrane sitoplasmik dibawah sel dinding. Antibiotic ini ditoleransi baik secara topical. Chloramphenicol biasanya digunakan pada infeksi yang spesifik disebabkan oleh H influenzae. Penggunaannya dibatasi karena sifat toksiknya dan juga dapat mendepresi sumsum tulang. Makrolid adalah agen bakteriostatik (erythromycin, tetracycline) yang dapat menekan pertumbuhan gram positif kokus. Kelompok ini bekerja dengan menginhibisi sintesis protein. Glikopeptid mempunyai aktivitas melawan bakteri gram positif dan kuman resistant penicillin dan methicillin. Antibiotic ini menghambat biosintesis polimer selama stadium kedua pembentukan sel dinding, yang berbeda dari antibiotic beta laktam. Antibiotic ini juga mempunyai aktivitas yang baik melawan kuman basilus gram positif. Sulfonamide mempunyai struktur sama dengan PABA (para -aminobenzoic acid (PABA), yaitu precursor yang dibutuhkan bakteri untuk sintesis asam folat. Sehingga mereka menghambat secara kompetitif pembentukan asam dihidropteroik, yaitu precursor asam dihiropteroik dari pteridin PABA. Inhibisi ini tidak berefek pada sel mamalia karena kurangnya mensintesis asam folat dan membutuhkan asam folat bentuk akhir. Antibiotic ini aktif melawan gram positif dan gram negative juga merupakan obat pilihan untuk melawan keratitis Nocardia Fluoroquinolones secara bervariasi melawan aksi DNA gyrase bakteri yaitu enzim esensial untuk sintesis DNA. Obat ini mempunyai aktivitas melawan kebanyakan bakteri gram negative dan beberapa gram positif. Penelitian ditujukan pada resistensi Fluoroquinolones pada staphylococcus. Resistensi ini dilaporkan pada kasus infeksi mata dan selain mata pada isolasi. Obat ini juga terbatas melawan streptococci, enterococci, non-aeruginosa

Pseudomonas, and anaerobes. 2 penelitian yang membandingkan efikasi solusio ciprofloxacin 0.3% dan ofloxacin 0.3% dengan kombinasi cefazolin dan tobramycin memperlihatkan efikasi yang lebih baik dengan monoterapi menggunakan Fluoroquinolones. Obat ini juga mempunyai toksisitas lebih rendah, penetrasi yang baik di permukaan mata dan penetrasi lebih lama pada air mata. Monoterapi keratitis bakteri dengan obat ini terbukti efektif pada percobaan yang lebih luas meski sudah ada laporan resistensi Fluoroquinolones.

Mengkombinasi antibiotika, bagaimana?


Posted: Mei 16, 2010 in Antibiotika dalam Kedokteran Gigi, Mari Belajar!

1 Bagaimana dengan pemakaian kombinasi antibiotika? Dalam klinik banyak dijumpai pemakaian kombinasi antibiotika, yang sayangnya tidak semuanya dapat diterima secara ilmiah begitu saja. Tujuan pemakaian kombinasi antibiotika mencakup hal-hal sebagai berikut :

Memperluas spektrum anti kuman pada pasien dengan kondisi kritis atau infeksi berat, tetapi jenis infeksinya belum dapat dipastikan. Misalnya pada septikemia sering diberikan kombinasi antibiotika antistafilokokus (misalnya nafsilin) dan antibiotika terhadap basil Gram negatif aerob (misalnya gentamisin). Untuk mengatasi adanya kuman yang resisten. Misalnya kombinasi amoksisilin dengan asam klavulanat atau sulbaktam untuk mengatasi resistensi karena produksi enzim penisilinase.

Pemakaian kombinasi antibiotika juga mengandung risiko misalnya adanya akumulasi toksisitas yang serupa, misalnya nefrotoksisitas aminoglikosida dan nefrotoksisitas dari beberapa jenis sefalosporin. Kemungkinan juga dapat terjadi antagonisme, kalau prinsipprinsip kombinasi di atas tidak ditaati, misalnya kombinasi penisilin dan tetrasiklin. Walaupun pemakaian beberapa kombinasi dapat diterima secara ilmiah, tetap diragukan perlunya kombinasi tetap oleh karena kemungkinan negatif yang dapat terjadi. Sebagai contoh kombinasi tetap penisilin dan streptomisin justru akan meyebabkan inaktivasi dari masing-masing antibiotika oleh karena terjadinya kerusakan secara kimiawi.

Kuman dan Relasinya dengan Antibiotika


Posted: Mei 16, 2010 in Antibiotika dalam Kedokteran Gigi, Mari Belajar!

0 Untuk mempermudah dalam pemilihan antibiotik, mungkin ada baiknya untuk mengenal kembali jenis-jenis infeksi atau jenis-jenis infeksi atau jenis-jenis kuman penyebab infeksi secara global. Kuman-kuman penyebab infeksi secara umum dapat dikategorikan secara besar sebagai berikut: Kuman Gram positif Kuman Gram positif dibedakan menjadi dua kelompok, yakni kuman aerob dan kuman anaerob.

Kuman Gram positif aerob: meliputi kuman-kuman koken (streptokokus, stafilokokus), basilus (saprofit), spiral (treponema dan leptospira), batang (korinebakteria) dan lain-lain. Jadi secara sederhana kuman-kuman yang sering dihadapi dalam praktek dari golongan ini misalnya kuman stafilokokus, streptokokus. Untuk kuman-kuman Gram positif aerob ini, antibiotika pilihan utama adalah penisilin spektrum sempit (asalkan tidak ada resistensi karena produksi enzim penilisinase). Penisilin spektrum luas, eritromisin, sefalosporin, mempunyai aktifitas antikuman terhadap golongan Gram positif aerob, tetapi tidak sekuat penisilin spektrum sempit di atas. Contoh yang gampang adalah infeksi saluran nafas oleh streptokokus maupun infeksi-infeksi piogenik dengan pernanahan. Kuman Gram positif anaerob: yang paling penting di sini kemungkinan adalah kuman-kuman batang positif, yakni klostridia, misalnya C. tetani, C. botulinum, C. gas gangren dan lain-lain. Untuk kuman-kuman ini penisilin dengan spektrum sempit tetap merupakan obat pilihan utama, juga metronidazol. Kuman Gram negatif Kuman gram negatif juga terbagi menjadi kuman yang bersifat aerob dan anaerob. Gram negatif aerob: termasuk koken (N. gonorrhoeae, N. meningitidis atau pnemokokus), kuman-kuman enterik (E. coli, klebsiela dan enterobakter), salmonela, sigela, vibrio, pseudomonas, hemofilus dan lain-lain. Untuk kuman-kuman kelompok ini, pilihan antibiotik dapat berupa penisilin spektrum luas, tetrasiklin, kloramfenikol, sefalosporin dan lain-lain. Sebagai contoh, antibiotik pilihan untuk kuman vibrio adalah tetrasiklin, untuk salmonela adalah kloramfenikol, untuk hemofilus adalah kloramfenikol. Gram negatif anaerob: yang termasuk di sini yang penting adalah golongan bakteroides dan fusobakterium. Linkomisin dan klindamisin, beberapa sefalosporin, metronidazol, kombinasi amoksisilin dengan asam klavulanat. Pembagian kuman penyebab infeksi ini sangat disederhanakan, oleh karena spektrum kuman penyebab infeksi pada masing-masing organ tubuh atau lokasi tubuh masih sangat bervariasi. Sehingga dalam prakteknya jenis infeksi, kuman spesifik penyebabnya harus dicari dan dipertimbangkan termasuk spektrum kepekaan kuman pada umumnya yang menentukan antibiotika pilihan untuk infeksi yang bersangkutan.

PEMBAGIAN JENIS ANTIBIOTIKA


Posted: Mei 16, 2010 in Antibiotika dalam Kedokteran Gigi, Mari Belajar!

7 Klasifikasi antibiotika dan kemoterapetika yang sering dianjurkan dan digunakan adalah berdasarkan bagaimana kerja antibiotika tersebut terhadap kuman, yakni antibiotika yang bersifat primer bakteriostatik dan antibiotika yang bersifat primer bakterisid. Yang termasuk bakteriostatik di sini misalnya sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin, klindamisin, asam paraaminosalisilat, dan lain-lain. Obat-obat bakteriostatik bekerja dengan mencegah pertumbuhan kuman, tidak membunuhnya, sehingga pembasmian kuman sangat tergantung pada daya tahan tubuh. Sedangkan antibiotika yang bakterisid, yang secara aktif membasmi kuman meliputi misalnya penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol, rifampisin, isoniazid dan lain-lain. Pembagian lain juga sering dikemukakan berdasarkan makanisme atau tempat kerja antibiotika tersebut pada

kuman, yakni : 1. Antibiotika yang bekerja menghambat sintesis dinding sel kuman, termasuk di sini adalah basitrasin, sefalosporin, sikloserin, penisilin, ristosetin dan lain-lain. 2. Antibiotika yang merubah permeabilitas membran sel atau mekanisme transport aktif sel. Yang termasuk di sini adalah amfoterisin, kolistin, imidazol, nistatin dan polimiksin. 3. Antibiotika yang bekerja dengan menghambat sintesis protein, yakni kloramfenikol, eritromisin (makrolida), linkomisin, tetrasiklin dan aminogliosida. 4. Antibiotika yang bekerja melalui penghambatan sintesis asam nukleat, yakni asam nalidiksat, novobiosin, pirimetamin, rifampisin, sulfanomida dan trimetoprim. Secara garis besar, jenis-jenis antibiotika dan kemoterapetika yang ada paling tidak akan mencakup jenis-jenis berikut ini : Golongan penisilin. Golongan penisilin bersifat bakterisid dan bekerja dengan mengganggu sintesis dinding sel. Antibiotika pinisilin mempunyai ciri khas secara kimiawi adanya nukleus asam aminopenisilinat, yang terdiri dari cincin tiazolidin dan cincin betalaktam. Spektrum kuman terutama untuk kuman koki Gram positif. Beberapa golongan penisilin ini juga aktif terhadap kuman Gram negatif. Golongan penisilin masih dapat terbagi menjadi beberapa kelompok, yakni:

Penisilin yang rusak oleh enzim penisilinase, tetapi spektrum anti kuman terhadap Gram positif paling kuat. Termasuk di sini adalah Penisilin G (benzil penisilin) dan derivatnya yakni penisilin prokain dan penisilin benzatin, dan penisilin V (fenoksimetil penisilin). Penisilin G dan penisilin prokain rusak oleh asam lambung sehingga tidak bisa diberikan secara oral, sedangkan penisilin V dapat diberikan secara oral. Spektrum antimikroba di mana penisilin golongan ini masih merupakan pilihan utama meliputi infeksi-infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A, pneumokokus, meningokokus, gonokokus, Streptococcus viridans, Staphyloccocus, pyoneges (yang tidak memproduksi penisilinase), Bacillus anthracis, Clostridia, Corynebacterium diphteriae, Treponema pallidum, Leptospirae dan Actinomycetes sp. Penisilin yang tidak rusak oleh enzime penisilinase, termasuk di sini adalah kloksasilin, flukloksasilin, dikloksasilin, oksasilin, nafsilin dan metisilin, sehingga hanya digunakan untuk kuman-kuman yang memproduksi enzim penisilinase. Penisilin dengan spektrum luas terhadap kuman Gram positif dan Gram negatif, tetapi rusak oleh enzim penisilinase. Termasuk di sini adalah ampisilin dan amoksisilin. Kombinasi obat ini dengan bahan-bahan penghambat enzim penisiline, seperti asam klavulanat atau sulbaktam, dapat memperluas spektrum terhadap kuman-kuman penghasil enzim penisilinase. Penisilin antipseudomonas (antipseudomonal penisilin). Penisilin ini termasuk karbenisilin, tikarsilin, meklosilin dan piperasilin diindikasikan khusus untuk kumankuman Pseudomonas aeruginosa.

Golongan sefalosporin.

Golongan ini hampir sama dengan penisilin oleh karena mempunyai cincin beta laktam. Secara umum aktif terhadap kuman Gram positif dan Gram negatif, tetapi spektrum anti kuman dari masing-masing antibiotika sangat beragam, terbagi menjadi 3 kelompok, yakni: 1. Generasi pertama yang paling aktif terhadap kuman Gram positif secara in vitro. Termasuk di sini misalnya sefalotin, sefaleksin, sefazolin, sefradin. Generasi pertama kurang aktif terhadap kuman Gram negatif. 2. Generasi kedua agak kurang aktif terhadap kuman Gram positif tetapi lebih aktif terhadap kuman Gram negatif, termasuk di sini misalnya sefamandol dan sefaklor. 3. Generasi ketiga lebih aktif lagi terhadap kuman Gram negatif, termasuk Enterobacteriaceae dan kadang-kadang peudomonas. Termasuk di sini adalah sefoksitin (termasuk suatu antibiotika sefamisin), sefotaksim dan moksalatam. Golongan amfenikol Golongan ini mencakup senyawa induk kloramfenikol maupun derivat-derivatnya yakni kloramfenikol palmitat, natrium suksinat dan tiamfenikol. Antibiotika ini aktif terhadap kuman Gram positif dan Gram negatif maupun ricketsia, klamidia, spirokaeta dan mikoplasma. Karena toksisitasnya terhadap sumsum tulang, terutama anemia aplastika, maka kloramfenikol hanya dipakai untuk infeksi S. typhi dan H. influenzae. Golongan tetrasiklin Merupakan antibiotika spektrum luas bersifat bakteriostatik untuk kuman Gram positif dan Gram negatif, tetapi indikasi pemakaiannya sudah sangat terbatas oleh karena masalah resistensi, namun demikian antibiotika ini masih merupakan pilihan utama untuk infeksiinfeksi yang disebabkan oleh klamidia, riketsia, dan mikoplasma. Mungkin juga efektif terhadap N. meningitidis, N. gonorhoeae dan H. influenzae., termasuk di sini adalah tetrasiklin, klortetrasiklin, oksitetrasiklin, doksisiklin, minosiklin, metasiklin dan demeklosiklin. Golongan aminoglikosida Merupakan golongan antibiotika yang bersifat bakterisid dan terutama aktif untuk kuman Gram negatif. Beberapa mungkin aktif terhadap Gram positif. Streptomisin dan kanamisin juga aktif terhadap kuman TBC. Termasuk di sini adalah amikasin, gentamisin, kanamisin, streptomisin, neomisin, metilmisin dan tobramisin, antibiotika ini punya sifat khas toksisitas berupa nefrotoksik, ototoksik dan neurotoksik. Golongan makrolida Golongan makrolida hampir sama dengan penisilin dalam hal spektrum antikuman, sehingga merupakan alternatif untuk pasien-pasien yang alergi penisilin. Bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Aktif secara invitro terhadap kuman-kuman Gram positif, Gram negatif, mikoplasma, klamidia, riketsia dan aktinomisetes. Selain sebagai alternatif penisilin, eritromisin juga merupakan pilihan utama untuk infeksi pneumonia atipik (disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae) dan penyakit Legionnaires (disebabkan Legionella pneumophilla) termasuk dalam golongan makrolida selain eritromisin juga roksitromisin, spiramisin, josamisin, rosaramisin, oleandomisin dan trioleandomisin.

Golongan linkosamid. Termasuk di sini adalah linkomisin dan klindamisin, aktif terhadap kuman Gram positif termasuk stafilokokus yang resisten terhadap penisilin. Juga aktif terhadap kuman anaerob, misalnya bakteroides. Sering dipakai sebagai alternatif penisilin antistafilokokus pada infeksi tulang dan sendi serta infeksi-infeksi abdominal. Sayangnya, pemakaiannya sering diikuti dengan superinfeksi C. difficile, dalam bentuk kolitis pseudomembranosa yang fatal. Golongan polipeptida. Antibiotika golongan ini meliputi polimiksin A, B, C, D dan E. Merupakan kelompok antibiotika yang terdiri dari rangkaian polipeptida dan secara selektif aktif terhadap kuman Gram negatif, misalnya psedudomonas maupun kuman-kuman koliform yang lain. Toksisitas polimiksin membatasi pemakaiannya, terutama dalam bentuk neurotoksisitas dan nefrotoksisitas. Mungkin dapat berperan lebih penting kembali dengan meningkatnya infeksi pseudomonas dan enterobakteri yang resisten terhadap obat-obat lain. Golongan antimikobakterium Golongan antibiotika dan kemoterapetika ini aktif terhadap kuman mikobakterium. Termasuk di sini adalah obat-obat anti TBC dan lepra, misalnya rifampisin, streptomisin, INH, dapson, etambutol dan lain-lain. Golongan sulfonamida dan trimetropim Kepentingan sulfonamida dalam kemoterapi infeksi banyak menurun karena masalah resistensi. Tetapi beberapa mungkin masih aktif terhadap bentuk-bentuk infeksi tertentu misalnya sulfisoksazol untuk infeksi dan infeksi saluran kencing. Kombinasi sulfamektoksazol dan trimetoprim untuk infeksi saluran kencing, salmonelosis, kuman bronkitis, prostatitis. Spektrum kuman mencakup kuman-kuman Gram positif dan Gram negatif. Golongan kuinolon Merupakan kemoterapetika sintetis yang akhir-akhir ini mulai populer dengan spektrum antikuman yang luas terutama untuk kuman-kuman Gram negatif dan Gram positif, enterobakteriaceae dan pseudomonas. Terutama dipakai untuk infeksi-infeksi nosokomial. Termasuk di sini adalah asam nalidiksat, norfloksasin, ofloksasin, pefloksasin dan lain-lain. Golongan lain-lain Masih banyak jenis-jenis antibiotika dan kemoterapetika lain yang tidak tercakup dalam kelompok yang disebutkan di atas. Misalnya saja vankomisin, spektinomisin, basitrasin, metronidazol, dan lain-lain. Informasi mengenai pemakaian dan sifat masing-masing dapat dicari dari sumber pustaka baku. Vankomisin terutama aktif untuk Gram positif, terutama untuk S. areus, S. epidermidis, S. pneumoniae. Juga merupakan pilihan untuk infeksi stafilokokus yang resisten terhadap metisilin. Tetapi karena toksisitasnya, maka vankomisin hanya dianjurkan kalau antibiotika lain tidak lagi efektif.

I. PENDAHULUAN I.1. KARIES Karies gigi adalah sebuah penyakit infeksi yang merusak struktur gigi. Penyakit ini menyebabkan gigi berlubang. Jika tidak ditangani, penyakit ini dapat menyebabkan nyeri, penanggalan gigi, infeksi, berbagai kasus berbahaya, dan bahkan kematian. Penyebab utama karies adalah adanya proses demineralisasi pada email. Sisa makanan yang bergula (termasuk karbohidrat) atau susu yang menempel pada permukaan email akan bertumpuk menjadi plak dan menjadi media pertumbuhan yang baik bagi bakteri. Bakteri yang menempel pada permukaan bergula tersebut akan menghasilkan asam dan melarutkan permukaan email sehingga terjadi proses demineralisasi. Demineralisasi tersebut mengakibatkan proses awal karies pada email. Bila proses ini sudah terjadi maka terjadi progresivitas yang tidak bisa berhenti sendiri, kecuali dilakukan pembuangan (penambalan) pada permukaan gigi yang terkena karies oleh dokter gigi. Macam-macam karies: 1. Karies Email. Karies email adalah karies yang terjadi pada permukaan enamel gigi (lapisan terluar dan terkeras pada gigi), dan belum terasa sakit, hanya ada pewarnaan hitam atau coklat pada enamel. Setelah karies terbentuk proses demineralisasi berlanjut, email mulai pecah. Sekali permukaan email rusak gigi tidak dapat memperbaiki dirinya sendiri. Rencana perawatan karies: Remineralisasi dengan pengulasan fluor. Konsul diet dan factor risiko yang lain. Aplikasi penutupan fisur. Restorasi setelah ekkavasi lesi atau preparasi minimal. 2. Karies Dentin Karies yang sudah mencapai bagian dentin atau bagian pertengahan antara permukaan gigi dan pulpa. Gigi biasanya terasa sakit apabila terkena rangsang dingin, makanan masam, dan manis. Karies sudah mencapai kedalaman dentin, dimana karies ini dapat menyebar dan mengikis dentin. Karies yang sudah mencapai bagian dentin (tulang gigi) atau bagian pertengahan antara permukaan gigi dan pulpa, gigi biasanya terasa sakit apabila terkena rangsangan dingin, makanan masam, dan manis. Jika pembusukan telah mencapai dentin, maka bagian gigi yang membusuk harus diangkat dan diganti dengan tambalan (restorasi). Biasanya penumpatan secara langsung masih bisa dilakukan dengan memberikan bahan pelapis sebelum diberikan bahan penumpat. Dewasa ini telah banyak dikembangkan bahan tumpatan untuk memperbaiki gigi yang rusak. Salah satu bahan tumpatan tetap yang pada saat ini banyak digunakan oleh dokter gigi adalah semen glass ionomer. Bahan tumpatan yang memenuhi persyaratan estetika adalah yang sewarna atau hampir mendekati warna gigi, baik gigi anterior maupun posterior tanpa mengesampingkan faktor kekuatan, keawetan, dan biokompabilitas dari bahan tersebut (Nurdin, 2001). Rencana perawatan karies email: a) Pembuatan ragangan restorasi yang diinginkan. b) Pertimbangan resistensi dan retensi. c) Pembuangan karies dentin dan penempatan restorasi. d) Penyingkiran karies dentin. e) Menghaluskan bagian dalam kavitas. f) Menghaluskan tepi preparasi. 3. Karies Pulpa

Karies pulpa adalah yang telah mendekati atau telah mencapai pulpa sehingga terjadi peradangan pada pulpa. Biasanya terasa sakit waktu makan dan sakit secara tiba-tiba tanpa rangsangan. Pada tahap ini, apabila tidak dirawat, maka gigi akan mati dan memerlukan perawatan yang lebih kompleks. Jika karies dibiarkan dan tidak dirawat maka akan mencapai pulpa gigi. Disinilah dimana syaraf gigi dan pembuluh darah dapat ditemukan. Pulpa akan terinfeksi. Abses atau fistula (jalan dari nanah) dapat terbentuk dalam jaringan ikat yang halus. Rencana perawatan dengan restorasi dengan preparasi minimal dan perawatan endodontik. I.2. PULPITIS Pulpitis atau inflamasi pulpa dapat akut atau kronis, sebagian atau seluruhnya, dan pulpa dapat terinfeksi atau steril. Keradangan pulpa dapat terjadi karena adanya jejas yang dapat menimbulkan iritasi pada jaringan pulpa. Jejas tersebut dapat berupa kuman beserta produknya yaitu toksin, dan dapat juga karena faktor fisik dan kimia (tanpa adanya kuman). Namun kebanyakan inflamasi pulpa disebabkan oleh kuman dan merupakan kelanjutan proses karies, dimana karies ini proses kerusakannya terhadap gigi dapat bersifat lokal dan agresif. Apabila lapisan luar gigi atau enamel tertutup oleh sisa makanan, dalam waktu yang lama maka hal ini merupakan media kuman sehingga terjadi kerusakan di daerah enamel yang nantinya akan terus berjalan mengenai dentin hingga ke pulpa. Ada tiga bentuk pertahanan dalam menanggulangi proses karies yaitu: 1. Penurunan permebilitas dentin. 2. Pembentukan dentin reparatif. 3. Reaksi inflamasi secara respons immunologik. Apabila pertahanan tersebut tidak dapat mengatasi, maka terjadilah radang pulpa yang disebut pulpitis. Radang adalah merupakan reaksi pertahanan tubuh dari pembuluh darah, syaraf dan cairan sel di jaringan yang mengalami trauma (anonim, 2009). Pulpitis secara klinis terdiri dari 2 macam kondisi berdasarkan tingkat pemulihan jaringan pulpa, yaitu reversibel dan ireversibel. Pulpitis reversibel merupakan pulpitis yang jaringan pulpanya masih dapat dipertahankan sedangkan pulpitis irreversible merupakan pulpitis yang sudah tidak dapat pulih kembali. a) Pulpitis Reversibel Pasien dapat menunjukan gigi yang sakit dengan tepat. Diagnosis dapat ditegaskan oleh pemeriksaan visual, taktil, termal, dan pemeriksaan radiograf. Pulpitis reversibel akut berhasil dirawat dengan prosedur paliatif yaitu aplikasi semen seng oksida eugenol sebagai tambalan sementara, rasa sakit akan hilat dalam beberapa hari. Bila sakit tetap bertahan atau menjadi lebih buruk, maka lebih baik pulpa diekstirpasi. Bila restorasi yang dibuat belum lama mempunyai titik kontak prematur, memperbaiki kontur yang tinggi ini biasanya akan meringankan rasa sakit dan memungkinkan pulpa sembuh kembali. Bila keadaan nyeri setelah preparasi kavitas atau pembersihan kavitas secara kimiawi atau ada kebocoran restorasi, maka restorasi harus dibongkar dan aplikasi semen seng oksida eugenol. Perawatan terbaik adalah pencegahan yaitu meletakkan bahan protektif pulpa dibawah restorasi, hindari kebocoran mikro, kurangi trauma oklusal bila ada, buat kontur yang baik pada restorasi dan hindari melakukan injuri pada pulpa dengan panas yang berlebihan sewaktu mempreparasi atau memoles restorasi amalgam. b) Pulpitis Irreversibel Definisi irreversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa yang persisten, dapat simtomatik atau asimtomatik yang disebabkan oleh suatu stimulus/jejas, dimana pertahanan pulpa tidak dapat menanggulangi inflamasi yang terjadi dan pulpa tidak dapat kembali ke kondisi semula atau normal. Pulpitis irreversibel akut menunjukkan rasa sakit yang biasanya disebabkan oleh stimulus panas atau dingin, atau rasa sakit yang timbul secara spontan. Rasa sakit bertahan untuk beberapa menit sampai berjam-jam, dan tetap ada setelah stimulus/jejas termal

dihilangkan. Pulpitis irreversibel kebanyakan disebabkan oleh kuman yang berasal dari karies, jadi sudah ada keterlibatan bakterial pulpa melalui karies, meskipun bisa juga disebabkan oleh faktor fisis, kimia, termal, dan mekanis. Pulpitis irreversibel bisa juga terjadi dimana merupakan kelanjutan dari pulpitis reversibel yang tidak dilakukan perawatan dengan baik. Pada awal pemeriksaan klinik pulpitis irreversibel ditandai dengan suatu paroksisme (serangan hebat), rasa sakit dapat disebabkan oleh hal berikut: perubahan temperatur yang tiba-tiba, terutama dingin; bahan makanan manis ke dalam kavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau pipi; dan sikap berbaring yang menyebabkan bendungan pada pembuluh darah pulpa. Rasa sakit biasanya berlanjut jika penyebab telah dihilangkan, dan dapat datang dan pergi secara spontan, tanpa penyebab yang jelas. Rasa sakit seringkali dilukiskan oleh pasien sebagai menusuk, tajam atau menyentak-nyentak, dan umumnya adalah parah. Rasa sakit bisa sebentar-sebentar atau terus-menerus tergantung pada tingkat keterlibatan pulpa dan tergantung pada hubungannya dengan ada tidaknya suatu stimulus eksternal. Terkadang pasien juga merasakan rasa sakit yang menyebar ke gigi di dekatnya, ke pelipis atau ke telinga bila bawah belakang yang terkena. Secara mikroskopis pulpa tidak perlu terbuka, tetapi pada umunya terdapat pembukaan sedikit, atau kalau tidak pulpa ditutup oleh suatu lapisan karies lunak seperti kulit. Bila tidak ada jalan keluar, baik karena masuknya makanan ke dalam pembukaan kecil pada dentin, rasa sakit dapat sangat hebat, dan biasanya tidak tertahankan walaupun dengan segala analgesik. Setelah pembukaan atau drainase pulpa, rasa sakit dapat menjadi ringan atau hilang sama sekali. Rasa sakit dapat kembali bila makanan masuk ke dalam kavitas atau masuk di bawah tumpatan yang bocor. Pulpitis irreversible merupakan suatu infeksi jaringan pulpa yang merupakan proses lanjut dari karies yang bersifat kronis, oleh karena itu pada pemeriksaan histopatologi tampak adanya respon inflamasi kronis yang dominan. Selain itu terdapat daerah mikro abses dan daerah nekrotik serta mikroorganisme bersama-sama dengan limfosit, sel plasma, dan makrofage. pulpitis irefersibel umumnya disebabkan oleh mikroorganisme dan sistem pertahanan jaringan pulpa sudah tidak mampu mengatasinya, serta tidak dapat sembuh kembali. Rasa nyeri pulpitis irreversible dapat berupa nyeri spontan, nyeri berdenyut, menjalar, dan menyebabkan penerita tidak dapat tidur sehingga membuat kondisi menjadi lemah dan akan mengganggu aktifitas penderita. Cara praktis untuk mendiagnosa pulpitis irreversibel adalah: Anamnesa: ditemukan rasa nyeri spontan yang berkepanjangan serta menyebar. Gejala Subyektif: nyeri tajam (panas, dingin), spontan (tanpa ada rangsangan sakit), nyeri lama sampai berjam-jam. Gejala Obyektif: karies profunda, kadang-kadang profunda perforasi, perkusi dan tekan kadang-kadang ada keluhan. Tes vitalitas: peka pada uji vitalitas dengan dingin, sehingga keadaan gigi dinyatakan vital. Macam Pulpitis irreversible berdasarkan lokasi nyeri terdiri dar 2 macam, yaitu pulpitis irreversibel terlokalisasi dan pulpitis irreversible tidak terlokalisi. Pulpitis irreversibli terlokalisasi lebih mudah dan cepat didiagnosis. Tanda dan gejala dari pulpitis irreversible terlokalisasi antara lain: 1. Nyeri yang terus menerus hingga beberapa sampai berjam-jam. 2. Nyeri berdenyut atau nyeri yang hebat hingga menganggu aktifitas pasien. 3. Nyeri spontan berlangsung sepanjang hari atau ketika malam. 4. Nyeri ketika makan makanan yang dingin maupun panas. Perawatan Pulpitis Irreversible Dalam melakukan perawatan pulpitis irreversible terlokalisasi agar perawataan yang dilakukan dapat akurat, ada dua faktor yang dapat mempengarui proses perawatan, antara

lain: 1. Lokasi gigi yang pulpitis irreversible (anterior atau posterior). 2. Sensasi gigi saat dilakukan perkusi (sensitif atau nyeri). Terapi: pulpektomi Pulpektomi adalah pembuangan seluruh jaringan nekrotik pada ruang pulpa dan saluran akar diikuti pengisian saluran akar dengan bahan semen yang dapat diresorbsi. Perawatan terdiri dari pengambilan seluruh pulpa, atau pulpektomi, dan penumpatan suatu medikamen intrakanal sebagai desinfektan atau obtuden (meringankan rasa sakit) misalnya kresatin, eugenol, atau formokresol. Pada gigi posterior, dimana waktu merupakan suatu faktor, maka pengambilan pulpa koronal atau pulpektomi dan penempatan formokresol atau dressing yang serupa di atas pulpa radikuler harus dilakukan sebagai suatu prosedur darurat. Pengambilan secara bedah harus dipertimbangkan bila gigi tidak dapat direstorasi. Prognosa gigi adalah baik apabila pulpa diambil kemudian dilakukan terapi endodontik dan restorasi yang tepat. I.3. PEMERIKSAAN Pemeriksaan klinis merupakan tahapan yang penting dalam prosedur perawatan gigi. Dengan dilakukannya pemeriksaan klinis, dapat diketahui bentuk-bentuk yang tidak normal maupun kerusakan yang terjadi pada jaringan keras gigi, jaringan lunak, serta jaringan pendukung pada mulut seperti muskulus ataupun TMJ. Pemeriksaan klinis dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: 1. Pemeriksaan ekstra oral. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan TMJ, sinus ekstraoral, pembengkakan pada wajah, kelenjar limfe, dan tampilan umum wajah pasien (Heasman, 2003). 2. Pemeriksaan intra oral. Pemeriksaan ini dibagi lagi menjadi 2 tahapan, yaitu pemeriksaan jaringan keras dan jaringan lunak. Pemeriksaan jaringan keras gigi Gigi yang akan dilakukan perawatan harus diperiksa apakah terdapat karies, restorasi, diskolorisasi, pemeriksaan mahkota, fraktur, atrisi, abrasi, dan erosi (Heasman, 2003). Pemeriksaan pada jaringan keras pada umumnya dilakukan dengan bantuan sonde atau explorer, oleh karena itu biasa disebut dengan sondasi. Dengan bantuan sonde, kita dapat mengetahui adanya margin atau celah tepi pada restorasi, kedalaman karies, serta kedalaman pit dan fissure gigi (Stefanac, 2001). Pemeriksaan jaringan lunak gigi (jaringan periodontal) Mukosa oral dan gingiva diperiksa, apakah terdapat diskolorisasi, inflamasi, ataupun pembentukan sinus (Heasman, 2003). Selain dua pemeriksaan di atas, terdapat pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang akan membantu dalam menentukan diagnosis dan tindakan. II. PEMBAHASAN II.3. DIAGNOSIS DAN TREATMENT ELEMEN GIGI DIAGNOSIS TREATMENT ALAT DAN BAHAN 6 Karies klas 6(MOD) pulpitis reversibel Bongkar tumpatan Pembersihan kavitas (sterilisasi kavitas) Kaping pulpa Pembuatan tumpatan Round diamond bur Round steel bur dan disterilisasi dengan klorhexidin dikloronat 2% Dengan hidroksida Resin komposit

5 Karies klas 2 (proksimal) Pembersihan kavitas (sterilisasi kavitas) Pembuatan tumpatan Round steel bur dan disterilisasi dengan klorhexidin dikloronat 2% Resin komposit 7 Karies klas 2 (proksimal) Pembersihan kavitas (sterilisasi kavitas) Pembuatan tumpatan Round steel bur dan disterilisasi dengan klorhexidin dikloronat 2% Resin komposit A. Pemeriksaan subjektif : 1. Keluhan gigi belakang kiri atas ngilu bila minum / kumur air dingin. 2. Pernah ditambal, sering terselip makanan, lubang di sela-sela gigi. 3. Belum pernah sakit spontan. 4. Ingin ditambal sewarna gigi, tetapi tidak seperti tambalan sebelumnya. B. Pemeriksaan objektif : 1. Gigi molar satu atas kiri terdapat kavitas di daerah mesial dan sebagian tumpatan yang telah hilang, dengan kedalaman dentin. Rangsangan taktil yang digoreskan pada dentin dengan alat sonde. Sondasi (+) Palpasi (-) Perkusi (-) CE (+) 2. Gigi premolar kiri atas terdapat kavitas pada sisi distal dengan kedalaman dentin. 3. Gigi molar 2 atas kiri terdapat kavitas di proksimla dengan kedalaman dentin. Untuk kedua gigi tersebut sondasi, perkusi, palpasi (-), CE (+) C. Inventarisasi Masalah : - Kavitas di daerah gigi molar 1 kiri atas (gigi posterior) merupakan kavitas kelas II - Tumpatan sebelumnya SIK - Belum pernah sakit spontan menandakan tidak adanya lesi yang dalam, contoh pulpitis ireversibel - Pernah ditambal dan terselip makanan sehingga ada lubang Tumpatan kelas II yang overhanging Tumpatan kelas II yang tidak bagus sehingga terjadi microleakage pada tumpatan - Gigi molar 1, kedalaman dentin Sondasi (+) : karies dentin Perkusi (-) : tidak ada kelainan jaringan periodontal Palpasi (-) : tidak ada peradangan periosteum CE (+) : gigi vital - Gigi premolar 2 dan molar 2 Sondasi (-) : karies enamel Perkusi (-) : tidak ada kelainan jaringan periodontal Palpasi (-) : tidak ada peradangan periosteum CE (+) : gigi vital A. Pemeriksaan Subyektif Pemeriksaan subyektif diketahui bahwa gigi mengalami rasa ngilu saat terkena rangsang dingin dan belum pernah mengalami sakit spontan. Berdasarkan teori hidrodinamika dikemukakan bahwa rangsangan yang menyebabkan rasa sakit diteruskan ke pulpa dalam

suatu mekanisme hidrodinamik yaitu pergerakan cairan secara cepat pada tubulus dentin. Gerakan cairan ini akan mengubah bentuk odontoblas atau prosesusnya sehingga menimbulkan rasa sakit (Markowit, 1990 sit. Prijantojo, 1996). Berkurangnya pergerakan cairan dalam tubulus dentin akan mengurangi rasa sakit yang akibat adanya rangsangan. (Berman, 1984 sit. Prijantojo, 1996). Pergerakan cairan di dalam tubulus mengaktifkan ujung-ujung saraf dan pergerakan cairan ini diawali secara mekanis oleh bebrapa hal diantaranya perubahan temperatur, dehidrasi dentin, atau pemakaian bahan-bahan kimiawi. Sensasi dingin menyebabkan cairan pada tubuli dentin bergerak lebih cepat daripada di dentin, menghasilkan pergerakan cairan ke arah luar. Suhu di luar dentin lebih rendah daripada di dalam dentin, sehingga menyebabkan tekanan di luar dentin lebih rendah di dalam dentin, sehingga cairan bergerak ke arah luar dentin. Gerakan cepat cairan yang melewati membran sel reseptor sensoris merusak membrane serta mengaktifkan reseptor. Semua sel saraf memiliki saluran membran yang bisa dilewati ion, dan aliran ini, jika cukup besar, dapat menstimulasi sel dan menyebabkan sel saraf mengirimkan impuls ke otak. Pada kasus seperti ini, serabut saraf pulpa diaktivasi oleh gaya hidrodinamik, tekanan akan ditransduksi dengan terbukanya saluran ion yang kemudian aliran ion sodium meningkat, sehingga menginisiasi generator potensial. (Cohen & Hargreaves, 2006) Kualitas ketajaman nyeri merupakan aktivitas dari serabut nosiseptor A-delta. (Hargreaves & Goodis, 2002) Teori lain yang menyebutkan bahwa sensasi tersebut dipindahkan secara langsung melalui perluasan odontoblast. Daerah yang paling sensitif pada dentin adalah di pertautan dentinemail, menunjukkan bahwa jumlah reseptor sensoris yang terbanyak terjadi sebagai akibat dibatasi oleh email. ( Baum et al., 1994 ) Definisi dari vitalitas pulpa adalah kemampuan pulpa untuk menjaga suplai darah yang ada di dalam pulpa tersebut. Tetapi sangat disayangkan bahwa tes integritas dari suplai darah dalam pulpa yang sehat belum dapat dijelaskan secara pasti. Ini memungkinkan untuk menguji apakah ada suplai saraf yang cukup dengan stimulus termal dan elektrik. Jika terdapat respon yang positif terhadap stimulus, dapat diasumsikan bahwa suplai saraf dan suplai darah tercukupi. Pada keadaan sebaliknya, terjadi sejumlah kondisi dimana suplai saraf terdegenerasi tanpa kehilangan suplai darah. ( Kidd & Smith, 1990 ) Pulpa yang sehat, dengan proteksi normalnya dalam email, memiliki kemampuan untuk merubah temperature selama aplikasi substansi makanan dan minuman dalam mulut. Temperatur bervariasi antara 74o-32oF untuk dingin dan 118o-152oF untuk suhu panas. Aplikasi temperature di luar rentang ini akan menimbulkan kontraksi nyeri yang cepat dan tajam tiba-tiba hilang. Reaksi ini disebabkan karena transmisi dari sensasi ini melalui enamel ke fibril dentin dan ke sel odontoblas ke pusat akhiran saraf pulpa lalu ke reseptor pusat di otak. ( McGehee et al., 1956 ) B. Pemeriksaan Obyektif Terdapat beberapa hal yang bisa dijelaskan melalui pemeriksaan obyektif yang dilakukan yaitu: Aplikasi dingin dapat dilakukan dengan cara yang berbeda, salah satunya dengan menyemprotkan etil klorida atau meletakkan kapas yang dibasahi dengan etil klorida pada gigi yang dites. (Grossman et al., 1995) Pada skenario, tes CE menunjukkan hasil positif yang berarti pulpa masih vital. Sondasi dengan sonde dapat menunjukkan karies yang luas atau sekunder , terbukanya pulpa, fraktur mahkota dan restorasi yang rusak. Pada beberapa keadaan (yakni karies besar di korona), sonde dapat memberikan bantuan yang memadai dalam menegakkan diagnosis. ( Walton & Torabinejad, 1998 ) Pada skenario, terdapat lesi karies yang dapat ditunjukkan dengan hasil positif dari tes sondasi. Tes perkusi dilakukan dengan mengetukkan secara lembut mahkota dengan instrumen ringan, contohnya ujung kaca mulut.Mahkota terlebih dahulu diketuk pada arah lurus lalu miring

pada bagian pemukaan bukal atau lingual. Hasil tes ini tidak berhubungan secara langsung dengan kondisi pulpa. Tes ini untuk mendeteksi adanya inflamasi jaringan periapikal. Jika terdapat inflamasi, gigi akan bereaksi seperti piston dalam soketnya. Jaringan periapikal dapat mengalami inflamasi sebagai hasil dari nekrosis pulpa atau trauma. ( Kidd & Smith, 1990 ) Pada skenario, tes perkusi menunjukkan hasil negatif. Hal ini berarti tidak terjadi inflamasi pada jaringan periapikal. Palpasi menentukan seberapa jauh proses inflamasi telah meluas ke arah periapeks. Respon positif pada palpasi menandakan adanya inflamasi periradikuler. Palpasi dilakukan dengan menekan mukosa di atas apeks dengan cukup kuat. (Walton & Torabinejad, 1998) Palpasi pada mahkota gigi dapat menyatakan kehilangan atau perlunakan akar, yang memerlukan investigasi lebih lanjut. Jika terjadi inflamasi akut, akan terlihat halus dan lunak. Jika menjadi keras dan mudah dirasakan, maka terjadi gangguan kronis. ( McGehee et al., 1956 ) Pada skenario, tes palpasi menunjukkan hasil negatif yang berarti tidak terjadi inflamasi periradikuler. Electric Pulp Tester digunakan untuk mengetahui apakah serabut saraf pada pulpa masih dapat berfungsi dengan baik atau tidak (Heasman, 2003). Pulp tester diletakkan dengan posisi alat dapat melewati dentin dan pulpa tanpa ada hambatan.Respon positif menandakan bahwa serabut saraf masih dapat memberikan respon yang baik terhadap impuls elektrik (Frank, 1983). Hasil radiograf dapat memberikan gambaran tentang kondisi gigi secara menyeluruh, seperti kedalaman kavitas, fraktur akar, atau karies yang tidak dapat kita lihat secara langsung. Namun, hasil radiograf belum dapat menunjukkan gejala atau penampakan awal akan terjadinya pulpitis pada gigi (Heasman, 2003). Test Cavity merupakan metode lain yang berfungsi untuk mengetahui sensitifitas pulpa. Tekniknya adalah dengan membuat sebuah lubang kecil pada gigi pasien yang tidak diberi anestesi. Apabila pulpa masih vital, maka pasien akan merasa nyeri saat mata bur mengenai lapisan DEJ (dentino enamel junction). Pulpa yang nekrosis atau inflamasi tidak akan memberi respon yang sesuai (Frank, 1983). C. Diagnosis Berdasarkan hasil pemeriksaan subyektif dan obyektif diperoleh hasil diagnosis bahwa terjadi karies sekunder yang terjadi di daerah mesial gigi molar 1 kiri atas. Lesi karies yang terjadi di daerah proksimal gigi premolar atau molar termasuk dalam klasifikasi Black kelas II. ( Barclay, 2003 ). Restorasi resin komposit untuk gigi posterior telah menjadi prosedur yang diterima dalam praktek kedokteran gigi modern. Restorasi komposit memiliki keberhasilan dan preparasi yang lebih konservatif. Namun, restorasi menggunakan komposit untuk gigi posterior kurang memuaskan, memiliki tingkat resistensi terhadap keausan yang rendah, microleakage, karies sekunder dan kontak proksimal yang tidak adekuat sering terjadi. Jika ikatan antara komposit dan gigi rendah, pengerutan memungkinkan terjadinya penetrasi bakteri dan karies berulang. Menurut Fejerskov & Kidd (2008), karies sekunder biasanya terletak pada batas restorasi. Karies sekunder menunjukkan kerja plaque yang tidak terkontrol. Sekunder karies sering berlokasi pada batas gingiva restorasi kelas II-IV, dan jarang terjadi pada kelas I. Lesi karies harus direstorasi, dan lebih disukai dilakukan restorasi dengan teknik adhesif, karena memungkinkan untuk memelihara dan menguatkan bagian lemah dari gigi dengan restorasi bonding. Untuk dapat mencapai bonding yang bagus ke dentin, preparasi lebih jauh dari dentin bagian dalam, sebaiknya mempertimbangkan dentinoenamel junction. Meskipun tidak memerlukan pemindahan dentin yang terinfeksi, untuk menghentikan perkembangan lesi, dapat mengurangi sifat adhesif yang dapat membahayakan umur restorasi. Terutama ketika stress-bearing restoration yang lebih besar ditempatkan, adhesi optimal sangatlah penting, meskipun tidak ada bukti eksperimentalnya. Bagaimanapun, preparasi sentral dari karies

dentin yang terpengaruh dan terdiskolorisasi pada pulpa harus dihindari untuk membatasi resiko kerusakan pulpa. Prosedur preparasi pada akhirnya diikuti dengan penyesuaian outline kavitas. Secara tradisional, garis tepi atau batas enamel dari preparasi komposit diselesaikan dengan bevel. Keuntungan bevel adalah dapat mengurangi microleakage dan mencegah frakturnya prisma email. ( Fejerskov & Kidd, 2008 ) D. Struktur Email dan Dentin Sebelum melakukan restorasi perlu diketahui mikrostruktur email dan dentin untuk mendapatkan hasil restorasi yang baik. Email tersusun atas jutaan batang email / prisma email. Prisma email pada dasarnya berhubungan satu sama lain dan berjalan dari dentoenamel junction lalu keluar dalam pola radial (menjari). Pada daerah cusp enamel, prisma enamel tersusun tegak lurus terhadap dentoenamelo junction. ( Craig & Powers, 2002 ) Struktur dasar email adalah batang email yang bentuknya seperti jamur, dimulai pada pertautan dentin-email dan berakhir pada permukaan email. Bisanya email berawal pada sudut tegak lurus terhadap permukaan dentin dan mengikuti pola spiral menuju ke permukaan, berakhir pada sudut hampir tegak lurus terhadap permukaan. Menurut Baum et al. (1994), gambaran struktur email perlu dipahami sewaktu merencanakan preparasi kavitas karena ini memberikan pada operator pengetahuan dasar yang menyangkut kekuatan dan kelemahan permukaan email dan tepi-tepi email. Preparasi operatif harus dirancang sedemikian rupa sehingga mempertahankan email dan pada waktu yang sama menghasilkan stabilitas mekanis dan penyatuan biologis yang baik. Dentin tersusun dalam bentuk tubulus yang didukung oleh anyaman serabut kolagen yang mengalami kalsifikasi. ( Baum et al., 1994 ). Menurut Craig & Powers (2002).Tubulus dentinalis merupakan saluran-saluran kecil yang memanjang ke keseluruhan lebar dentin, mulai dari dentinoenamel junction sampai ke pulpa. Baum et al. (1994) menambahkan jumlah tubulus per unit di dekat pulpa lebih banyak bila dibandingkan dengan yang terdapat pada pertautan email. Tubulus tersebut cenderung mengalami kalsifikasi, menghasilkan lumen yang lebih kecil. E. Preparasi kelas II Preparasi gigi kelas II dengan bahan komposit dapat dilakukan dengan desain konvensional atau desain modifikasi. Desain modifikasi digunakan untuk preparasi kecil, biasa menggunakan berlian atau bur kecil dan membentuk tepian membulat atau seperti kotak. Desain konvensional digunakan untuk restorasi komposit kelas II yang sedang hingga besar. Pada restorasi ini digunakan inverted cone diamond. Hasil preparasi dari desain seperti kotak ini, kedalaman pulpa dan axial seragam, preparasi dinding tegak lurus terhadap oklusal. Pada permukaan oklusal, instrumen (diamond / bur) digunakan secara paralel terhadap sumbu panjang mahkota gigi. Lantai pulpa dipreparasi hingga kedalaman 1,5 mm. Pada bagian proksimal operator memegang sepanjang dentinoenamelo junction (DEJ) dengan ujung instrumen memotong bagian dalam DEJ 0,2 mm. Hal ini dilakukan pada permukaan fasial, lingual, gingival. Pemotongan faciolingual mengikuti DEJ. Selama pemotongan, instrumen dipegang paralel terhadap sumbu panjang mahkota gigi. ( Roberson et all, 2006 ) Untuk kavitas kelas II dapat menggunakan komposit karena dengan bonding dapat membuat struktur gigi yang lemah menjadi kuat. Selain komposit, dapat digunakan amalgam tetapi amalgam sudah ditinggalkan karena adanya residu berbahaya yaitu merkuri, serta warna amlgam yang tidak sewarna gigi asli. ( Roberson et all, 2006 ) Setelah preparasi gigi tumpatan selesai, diperlukan penambalan retensi yang didapatkan dari groove, kunci, slot. Semua retensi harus diltakkan pada dentin. Pada beberapa kasus, bevel dapat diletakkan pada batas email. Dentin kemudian di etsa dan priming. Lalu penempatan adhesif dari komposit diisikan secara meningkat. Pertama, komposit ditempatkan pada ketinggian 1-2 mm ke dalam area gingiva pada daerah proksimal. Lalu mengkontur dan menyesuaikan oklusinya. ( Roberson et all, 2006 )

Pada restorasi kavitas kelas II diperlukan bonding dalam penumpatan menggunakan resin komposit. Pertama struktur gigi dipreparasi menggunakan bur atau instrument lain, komponen residu organic dan inorganic akan membentuk smear layer. Smear layer akan mengisi tubulus dentinalis dan membentuk smear plug, dan menurunkan permeabilitas dentin pada 86%. Untuk mendaptkan ikatan komposit dengan dentin yang kuat, dapat digunakan etsa. Untuk mengetsa digunakan asam fosforik sehingga serabut kolagen pada tubulus dentinalis terekspos, kemudian dibilas melalui tahap priming, dimana pada dentin ditambahkan larutan yang mengandung monomer hidrofilik dalam etanol, aseton, atau air. Kemudian ditempatkan komposit (unfilled/filled resin bonding agent) sehingga terbentuklah iktan dentin dan komposit yang kuat. Teknik ini disebut total etch technique. Teknik lain dapat berupa self-etch primer systems dan all-in-one-etch adhesive. ( Roberson et all,2006 ) Pada kasus ini, adanya kemungkinan terjadi microleakage. Microleakage ini dapat menjadi jalan masuk bagi bakteri dan dapat menyebabkan iritasi pulpa. Microleakage dapat disebabkan oleh restorasi adesif yang tidak terikat pada dentin dengan baik, smear layer sendiri dapat menyediakan jalan bagi microleakage melalui nanno-channels. Hal terbaik untuk mencegah adanya microleakage adalah ikatan resin terhadap preparasi dengan batas cavosurface pada email. Perlu diketahui pula, adanya gap antara resin dentin tidak sematamata segera menyebabkan debonding restorasi. ( Roberson et all,2006 ) Kerusakan gigi yang berdekatan sering terjadi pada preparasi kelas II. Penempatan bevel dengan bur merupakan resiko tambahan untuk kerusakan permukaan gigi yang berdekatan. Untuk menghindari kerusakan gigi-gigi yang berekatan, matriks metal dapat ditempatkan untuk proteksi. Cara praktis dan dapat diprediksi untuk menghindari kerusakan gigi-gigi yang berdekatan ketika preparasi box-mode dibuat, adalah untuk menguntungkan jalan masuk ke lasi karies dari permukaan oklusal dengan bur memasuki bagian dalam marginal ridge. Lalu preparasi karies dentin dilakukan, sementara mempertahankan dinding email dapat tetap utuh dan menyediakan proteksi terhadap instrument putar. Sekali preparasi selesai, dinding kecil dan tipis email patah dengan instrument keras setelah outline diselesaikan menggunakan alatalat preparasi sonic. Peralatan sonic memungkinkan dokter gigi untuk menjaga dari permukaan aproksimal yang berdekatan sehingga melindungi gigi-gigi yang berdekatan. ( Fejerskov & Kidd, 2008 ) Untuk menghasilkan restorasi kelas II yang baik perlu diperhatikan area kontak proksimal. Kualitas dari area kontak proksimal pada restorasi kelas II sangat dipengaruhi oleh tipe dari sistem matriks yang digunakan. Banyak teknik untuk memanipulasi material komposit untuk membentuk kontak dengan gigi yang lebih kuat. Salah satunya adalah teknik for achieving broad, kontak proksimal yang kuat dengan resin komposit di gigi posterior menggunakan komposit pre-polimerisasi di dalamnya. Pada kasus dengan karies di bagian mesial dan oklusal, preparasi gigi yang dilakukan, didesain untuk menerima bahan komposit, sehingga hanya dilakukan pada struktur gigi secukupnya dan membuang karies tanpa tambahan retentive feature. Setelah semua karies dihilangkan, a metal sectional matrix dan plastic wedge dimasukkan di bagian mesial untuk membentuk matriks proksimal kemudian bitine ring diaplikasikan. (Dunn, 2004) F. Restorasi Sandwich Resin komposit memiliki keterbatasan dalam merestorasi kavitas yang meluas ke dentin, karena dapat mengiritasi pulpa dan terbentuknya celah mikro . Untuk menutupi keterbatasan ini maka dipakailah semen ionomer kaca sebagai basis karena bahan tersebut memiliki biokompabilitas yang sangat baik antara struktur gigi dan semen. Berdasarkan kelebihan dan kelemahan resin komposit dan semen glass ionomer, dikembangkanlah suatu modifikasi tumpatan yang dikenal sebagai restorasi sandwich Semen ionomer kaca memiliki kebaikan yang menguntungkan seperti daya adhesinya yang sangat baik. Resin komposit memiliki estetis yang memuaskan sehingga dikembangkan

modifikasi tempatan yang menguntungkan, semen ionomer kaca sebagai basis untuk menutupi tepi kavitas dentin yang terbuka dan resin komposit sebagai tempatannya. Kemampuan membentuk pelekatan yang kuat dan lama pada dentin merupakan hal yang paling diharapkan pada restorasi resin. Resin komposit juga mempunyai warna tempatan yang sangat baik, sehingga dari segi estetis sangat memuaskan. Dari beberapa kelebihan tersbut, resin komposit juga mempunyai kekurangan yaitu bila tidak ada sisa email yang mendukung maka potensi untuk bocor sangat besar. Semen ionomer kaca memungkinkan untuk menutupi kekurangan dari resin komposit yaiut dari sifat adesi fisikokimia pada email dan dentin. Sifat adesi antara semen ionomer kaca dapat mengurangi kebocoran tepi. Keuntungan semen ionomer kaca yang lain adalah melepaskan flour yang memungkinkan untuk mencegah terjadinya sekunder karies, tidak hanya resin komposit, semen ionomer kaca juga memiliki kekurangan yaitu tidak dapat menerima tekanan kunyah yang besar, mudah abrasi, erosi, dan dari segi estetisnya tidak sempurna karena trans lusensinya lebih rendah dari resin komposit. Tujuan dari restorasi sandwich adalah untuk mendapatkan fungsi estesis, pengunyahan, mencegah celah mikro serta menambah kekuatan gigi. Fungsi estetis didapat dari bahan resin komposit sebagai tempatan karena resin komposit memiliki trans lusensi yang lebih tinggi dibanding semen ionomer kaca. Resin komposit juga dapat menerima tekanan kunyah yang besar. Untuk mencegah celah mikro digunakan semen ionomer kaca sebagai basis karena dapat melepaskan flour untuk mencegah terjadinya sekunder karies. Menurut Yanti (2004), prosedur restorasi sandwich meliputi: 1. Preparasi dan lining Kavitas dipreparasi, semua jaringan karies dibuang dengan menggunakan bur diamond. Diamond stone yang rata atau tungsten karbit bertujuan untuk menyelesaikan tepi email, liner kalsium hidroksida digunakan hanya apabila keadaan dentin yang hampir terbuka dengan perkiraan dentin yang menutupinya hanya sekitar 1mm atau kurang. Walaupun demikian ia tidak boleh menutupi daerah yang besar yang dapat mengganggu bonding (ikatan semen ionomer kaca). Setelah kavitas dipreparasi kemudian tepi email di bevel. 2. Perawatan permukaan Kavitas dibersihkan, dikeringkan, kemudian diolesi kondisioner pada permukaan kavitas ikatan semen ionomer kaca ke gigi. Dapat diperkuat dengan menggunakan larutan yang mengandung asam poliakrilik, asam tannik, atau dodicin. 3. Pemberian semen Semen ionomer kaca diijeksikan ke dalam kavitas dan dibiarkan menutupi tepi kavo surface. Alternatifnya pencampuran dengan tangan secara standar dapat digunakan, dan semen tersbut diaduk sampai menyerupai plastik yang berkilau sebelum digunakan. Warna semen harus dipilih agar sesuai dengan warna dentin. Pengerasan semen yang diajurkan adalah dalam waktu lima menit. 4. Preparasi semen tepi email Setelah mengeras semen yang berlebihan dilepaskan dari tepi email dan dikamfer ke dinding dentin. 5. Pemeberian resin bonding. Agen bonding resin liquid dioleskan segera ke basis semen dan dinding-dinding kavitas, harus hati-hati untuk memastikan bahwa lapisan tersebut tipis. Sistem visible light cured diajurkan karena pengerasan yang cepat dari agen bonding adalah penting untuk menjamin semen dan permukaan email tidak terkontaminasi 6. Pemberian resin komposit Tempatan resin dimasukan dan dikontur ke posisinya. Bahan tersbut tidak boleh berlebihan, dan adaptasi yang tepat bisa dicapai dengan memakai matriks plastik bening. 7. Penyelesaian

Setelah disinari restorasi tersbut diselesaikan dengan bur diamond rata atau bur karbit. Pemolesan restorasi dapat dieselesaikan dengan menggunakan karet abrasif dan bubuk alumunium oksida yang halus.

Inervasi pada Rahang dan Gigi


Nervus sensori pada rahang dan gigi berasal dari cabang nervus cranial ke-V atau nervus trigeminal pada maksila dan mandibula. Persarafan pada daerah orofacial, selain saraf trigeminal meliputi saraf cranial lainnya, seperti saraf cranial ke-VII, ke-XI, ke-XII. NERVUS MAKSILA Cabang maksila nervus trigeminus mempersarafi gigi-gigi pada maksila, palatum, dan gingiva di maksila. Selanjutnya cabang maksila nervus trigeminus ini akan bercabang lagi menjadi nervus alveolaris superior. Nervus alveolaris superior ini kemudian akan bercabang lagi menjadi tiga, yaitu nervus alveolaris superior anterior, nervus alveolaris superior medii, dan nervus alveolaris superior posterior. Nervus alveolaris superior anterior mempersarafi gingiva dan gigi anterior, nervus alveolaris superior medii mempersarafi gingiva dan gigi premolar serta gigi molar I bagian mesial, nervus alveolaris superior posterior mempersarafi gingiva dan gigi molar I bagian distal serta molar II dan molar III. NERVUS MANDIBULA Cabang awal yang menuju ke mandibula adalah nervus alveolar inferior. Nervus alveolaris inferior terus berjalan melalui rongga pada mandibula di bawah akar gigi molar sampai ke tingkat foramen mental. Cabang pada gigi ini tidaklah merupakan sebuah cabang besar, tapi merupakan dua atau tiga cabang yang lebih besar yang membentuk plexus dimana cabang pada inferior ini memasuki tiap akar gigi. Selain cabang tersebut, ada juga cabang lain yang berkonstribusi pada persarafan mandibula. Nervus buccal, meskipun distribusi utamanya pada mukosa pipi, saraf ini juga memiliki cabang yang biasanya di distribusikan ke area kecil pada gingiva buccal di area molar pertama. Namun, dalam beberapa kasus, distribusi ini memanjang dari caninus sampai ke molar ketiga. Nervus lingualis, karena terletak di dasar mulut, dan memiliki cabang mukosa pada beberapa area mukosa lidah dan gingiva. Nervus mylohyoid, terkadang dapat melanjutkan perjalanannya pada permukaan bawah otot mylohyoid dan memasuki mandibula melalui foramen kecila pada kedua sisi midline. Pada beberapa individu, nervus ini berkontribusi pada persarafan dari insisivus sentral dan ligament periodontal.

PERSARAFAN GIGI DAN MULUT


Serabut saraf yang terapat pada gigi baik rahang atas dan rahang bawah juga pada mata terhubung melalui saraf trigeminus ( nervus V/ganglion gasseri). N.V1 Cabang Opthalmicus N.V2 Cabang Maxillaris N.V3 Cabang Mandibula Cabang maxillaris (rahang atas) dan mandibularis (rahang bawah) penting pada kedokteran gigi.

Cabang maxillaris memberikan inervasi sensorik ke gigi maxillaris, palatum, dan gingiva. Cabang mandibularis memberikan persarafan sensorik ke gigi mandibularis, lidah, dan gingiva. Variasi nervus yang memberikan persarafan ke gigi diteruskan ke alveolaris, ke soket di mana gigi tersebut berasal. Nervus alveolaris superior ke gigi maxillaris berasal dari cabang maxillaris nervus trigeminus. Nervus alveolaris inferior ke gigi mandibularis berasal dari cabang mandibularis nervus trigeminus. CABANG MAXILLARIS MEMPERSARAFI : PALATUM Membentuk atap mulut dan lantai cavum nasi Terdiri dari : Palatum durum (langit keras) Palatum mole (langit lunak)

PALATUM DURUM Tdpt tiga foramen: foramen incisivum pada bidang median ke arah anterior foramina palatina major di bagian posterior dan foramina palatina minor ke arah posterior Bagian depan palatum: N. Nasopalatinus (keluar dari foramen incisivum), mempersarafi

gigi anterior rahang atas Bagian belakang palatum: N. Palatinus Majus (keluar dari foramen palatina mayor), mempersarafi gigi premolar dan molar rahang atas. PALATUM MOLAE N. Palatinus Minus (keluardari foramen palatina minus), mempersarafi seluruh palatina mole. PERSARAFAN DENTIS DAN GINGIVA RAHANG ATAS Permukaan labia dan buccal : N. alveolaris superior posterior, medius dan anterior o Nervus alveolaris superior anterior, mempersarfi gingiva dan gigi anterior o Nervus alveolaris superior media, mempersarafi gingiva dan gigi premolar dan molar I bagian mesial o Nervus alveolaris superior posterior, mempersarafi gingiva dan gigi molar I bagian distal, molar II dan molar III Permukaan palatal : N. palatinus major dan nasopalatinus o Bagian depan palatum: N. Nasopalatinus (keluar dari foramen incisivum), mempersarafi gingiva dan gigi anterior rahang atas o Bagian belakang palatum: N. Palatinus Majus (keluar dari foramen palatina mayor), mempersarafi gingiva dan gigi premolar dan molar rahang atas. CABANG MANDIBULARIS : PERSARAFAN DENTIS Dipersyarafi oleh Nervus Alveolaris Inferior, mempersarafi gigi anterior dan posterior gigi rahang bawah PERSARAFAN GINGIVA Permukaan labia dan buccal : N. Buccalis, mempersarafi bagian buccal gigi posterior rahang bawah N. Mentalis, merupakan N.Alveolaris Inferior yang keluar dari foramen Mentale Permukaan lingual : N. Lingualis, mempersarafi 2/3 anterior lidah, gingiva dan gigi anterior dan posterior rahang bawah

perdarahan pasca ekstraksi gigi


BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Komplikasi pencabutan gigi banyak jumlahnya dan bervariasi, serta beberapa di antaranya dapat terjadi meskipun sudah dilakukan tindakan sebaik mungkin. Respon pasien tertentu dapat dianggap normal sebagai kelanjutan yang normal dari suatu tindakan pembedahan, yaitui perdarahan, rasa sakit dan edema. Tetapi apabila berlebihan, perlu dipikirkan lagi apakah termasuk morbiditas yang biasa ataukah komplikasi. Komplikasi digolongkan menjadi intraoperatif, segera setelah operasi, dan jauh sesudah operasi Perdarahan mungkin merupakan komplikasi yang paling ditakuti, karena oleh dokter maupun pasien dianggap dapat mengancam kehidupan. Pasien dengan gangguan pembekuan darah sangatlah jarang ditemukan, kebanyakan adalah individu dengan penhyakit hati, misalnya seorang alkoholik yang menderita sirosis, pasien yang menerima terapi antikoagulan, atau pasien yang mengkonsumsi aspirin dosis tinggi atau agen antiradang nonsteroid. Semua itu mempunyai resiko perdarahan Pembedahan merupakan tindakan yang dapat mencetuskan perdarahan, untuk penderita dengan kondisi yang normal, perdarahan yang terjadi dapat mudah ditangani. Hal

yang berbeda dapat terjadi apabila pasien mengalami gangguan sistem hemostasis, perdarahan yang hebat dapat terjadi dan sering mengancam kelangsungan hidupnya Bukanlah hal yang tidak mungkin terjadi kita dihadapkan dengan kelainan hemostasis ringan sehingga dalam evaluasi pra bedah tidak terdeteksi secara klinis. Kesulitan kemudian timbul setelah dilakukan pembedahan, terjadi perdarahan selama ataupun sesudah pembedahan sehingga dapat mengancam jiwa pasien. Oleh karenanya kelainan hemostasis sekecil apapun sebaiknya diketahui sebelum tindakan bedah dikerjakan agar dapat dilakukan persiapan dan pencegahan sebelumnya. I.2. Rumusan Masalah 1. Hal-hal apa yang perlu diperhatikan sebelum melakukan tindakan ekstraksi? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya perdarahan post ekstraksi? 3. Bagaimana penatalaksanaan pasien yang mengalami perdarahan post ektraksi? I.3. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan tindakan ekstraksi. 2. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada terjadinya perdarahan post ekstraksi. 3. Mengetahui penatalaksanaan pasien yang mengalami perdarahan post ekstraksi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Definisi pencabutan gigi1 Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimanan pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan gigi juga adalah operasi bedah yang melibatkan jaringan bergerak dan jaringan lunak dari rongga mulut, akses yang dibatasi oleh bibir dan pipi, dan selanjutnya dihubungkan/disatukan oleh gerakan lidah dan rahang. Definisi pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan tanpa rasa sakit satu gigi utuh atau akar gigi dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi, sehingga bekas pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat masalah prostetik di masa mendatang. Seorang dokter gigi haruslah mengusahakan agar setiap pencabutan gigi yang dilakukannya merupakan suatu tindakan yang ideal. Untuk mencapai tujuan tersebut dan menghindari komplikasi yang mungkin timbul pada pencabutan gigi haruslah mengetahui indikasi dan kontraindikasi dari pencabutan gigi. II.2. Indikasi dan kontraindikasi pencabutan gigi Indikasi : 1 1. Gigi yang sudah karies dan tidak dapat diselamatkan dengan perawatan apapun. 2. Pulpitis atau gigi dengan pulpa non-vital yang harus dicabut jika perawatan endodontic tidak dapat dilakukan. 3. Periodontitis apical. Gigi posterior non-vital dengan penyakit periapikal sering harus dilakukan pencabutan.

4. Penyakit periodontal. Sebagai panduan, kehilangan setengah dari kedalaman tulang alveolar yang normal atau ekstensi poket ke bifurkasi akar gigi bagian posterior atau mobilitas yang jelas berarti pencabutan gigi tidak bias dihindari lagi. 5. Gigi pecah atau patah. Dimana garis pecah setengah mahkota dari akar. 6. Rahang pecah. Jika garis gigi peca mungkin harus dilakukan pencabutan untuk mencegah infeksi tulang. 7. Untuk perawatan ortodonsi 8. Supernumerary teeth 9. Gigi yang merusak jaringan lunak, jika pengobatan atau terapi lainnya tidak mecegah trauma atau kerusakan. 10. Salah tempat dan dampaknya. Harus dilakukan pencabutan ketika gigi menjadi karies, menyebabkan nyeri, atau kerusakan batas gigi. 11. Gigi yang tidak dapat disembuhkan dengan ilmu konservasi 12. Gigi impaksi dan gigi non erupsi (tidak semua gigi impaksi dan non erupsi dicabut) 13. Gigi utama yang tertahan apabila gigi permanen telah ada dan dalam posisi normal. 14. Persiapan radioterapi. Sebelum radiasi tumor oral, gigi yang tidak sehat membutuhkan pencabutan, atau pengangkatan untuk mereduksi paparan radiasi yang berhubungan dengan osteomelitis. Kontraindikasi : 1 1. Apabila pasien tidak menghendaki giginya dicabut 2. Pendarahan yang tidak diinginkan 3. Alergi pada anastesi local 4. Hipertensi jika pendarahan tidak terkontrol

5. Diabetes yang tidak terkontrol sangat mempengaruhi penyembuhan luka 6. Gigi yang masih dapat dirawat/dipertahnkan dengan perawatan konservasi, endodontic dan sebagainya. II.3. Definisi Darah dan Perdarahan1 Darah adalah cairan merah kental yang mengalir sepanjang jantung dan pembukuh darah, membawa bahan makanan dan oksigen ke semua jaringan tubuh dan produk buangan serta karbondioksida keluar dari jaringan. Pendarahan adalah keluarnya darah dari saluran yang normal (arteri, vena, kapiler) ke dalam ruang ekstra vaskuler oleh karena hilangnya kontinuitas pembuluh darah. II.4. Komponen-komponen Darah2 Darah tersusun atas beberapa elemen dan perubahan-perubahan dalam seluruh elemenelemen tersebut harus diperhatikan. Komponen-komponen darah tersebut memperlihatkan perubahan fisiologi dan patologi atau keduanya yang merefleksi penyakit dalam system hemopoetik atau sebagai hasil penyakit pada tubuh lainnya Adapun komponen-komponen darah tersebut antara lain: 1. Plasma darah 2. Sel darah merah (eritrocyte) 3. Sel darah putih (leukocyte) 4. Keping-keping darah (trombocyte) II.5. Faktor Koagulasi Darah2 Biasanya, koagulasi darah diterangkan terjadi dalam empat tahap. Tahap I disebutkan mengankut pembentukan tromboplastin, tahap II berhubungan dengan pembentukan thrombin dari tromboplastin, tahap III terdiri dari konversi fibrinogen menjadi fibrin, dan tahap IV mengangkut lisis gumpalan fibrin. Faktor-faktor koagulasi lainnnya mungkin

terlibat, tetapi perannyatidak dipahami dengan baik dan tidak memberikan fungsi nyata dalam pola ini. Oleh karena penemuan-penemuan baru dalam hematologi, proses koagulasi sekarang dapat dijelaskan lebih baik dengan memeperhatikan peranan kedua belas factor-faktor koagulasi yang diketahui. Setiap factor umumnya dituliskan dengan angka romawi dengan pengecualian pada protrombin dan fibrinogen. Faktor-faktor koagulasi darah lainnya:2 a. Fletcher factor Faktor ini merupakan suatu glikoprotein yang identik dengan prekalikrein. Factor XIIa mengaktifkan prekalikrein menjadi kalikrein. Sebaliknya, kalikrein berfungsi sebagai umpanbalik yang positif bagi percepatan aktivasi F.XII b. William factor (Fitzgerald factor) Faktor ini juga suatu glikoprotein dan dibutuhkan sebagai ko-faktor dalam penyempurnaan proses aktivasi prekalikrein oleh F. XIIa. c. Von Willebrand factor (cWF) Factor ini merupakan sub unit dari F.VIII yang akivitasnya diperlukan oleh trombosit dalam proses adhesi. II.6. Klasifikasi Perdarahan2 1. Menurut pembuluh darah yang terluka Pendarahan arterial : pendarahan dari pembuluh arteri. Tanda : warna darah merah terang. Darah keluar dengan menyemprot dengan aliran yang intermitten, sesuai dengan denyut jantung. Pendarahan vena, pendarahan dari pembuluh darah vena. Tanda : darah mengalir dengan aliran yang tetap. Warna darah merah gelap.

Pendarahan kapiler, ialah pendarahan dari pembuluh adarah kapiler. Tanda : keluarnya darah merembes dari permukaan 2. Menurut waktu terjadinya pendarahan Pendarahan primer, ialah pendarahan yang terjadi pada waktu terputusnya pembuluh darah karena kecelakaan atau operasi. Di dalam pendarahan primer darah tidak berhenti setelah 4 -5 menit sesudah operasi selesai. Pendarahan intermediet, terjadi pdalam waktu 24 jam setelah kecelakaan atau setalah operasi. Selama operasi tekanan darah pasien mungkin akan turun karena semisyok. Dan ketika tekanan darah kembali normal, sejalan dengan membaiknya pasien, inilah yang disebut pendarahan intermediet atau rekuren. Pendarahan sekunder, pendarahan yang terjadi setelah 24 jam atau beberapa hari setelah kecelakaan atau operasi. Ini yang biasanya menyebabkan pembekuan darah terbongkar diikuti infeksi. 3. Menurut lokasinya Pendarahan eksternal, keluar darah dari kulit atau jaringan lunak di bawahnya. Disebut pendarahan tampak. Pendarahan internal, darah yang keluar dan masuk ke dalam jaringan. Disebut pendarahan yang tidak tampak. 4. Menurut sebab-sebab terjadinya pendarahan Penyebab dari pendarahan yang tidak normal bisa terjadi karena mekanik atau biokemis. Pendarahan mekanik Pendarah spontan atau pendarahan biokemis adalah pendarahan yang terjadi akibat kelainan atau gangguan mekanisme hemostatis, karena tidak normalnya elemen darah atau system vascular yang dapat mencegah terjadinya pembuluh darah yang normal. Kelainan ini dapat terjadi pada :

a. Pembuluh darahnya (vascular) b. Trombosit (jumlah dan fungsinya) c. Mekanisme pembekuan darah d. Gangguan pembekuan darah Pendarahan terjadi karena dari dinding pembuluh darah. Sehingga dengan adanya tekanan intravaskuler atau ekstravaskuler yang lebih besar dibandingkan dengan retensi didnding pembuluh darah. Factor penyebab :2 a. Faktor congenital. b. Kelainan trombosit c. Pendarahan oleh gangguan pembekuan Perkiraan kecenderungan perdarahan adalah dengan menguasai berbagai macam bahaya perdarahan sebelum melakukan tindakan pemudahan. Seorang operator harus mengetahui riwayat kesehatan dan perawatan pasien atau apakah ada anggota keuarga yang mepunyai kecenderungan pendarahan seperti mimisan. Selain itu sebelum melakukan tindakan pembedahan harus diketahui apakah pasien sudah mengkonsumsi makanan dengan gizi yang cukup. Apabila pasien tidak memiliki asupan gizi yang cukup maka operator harus mengintruksikan pada pasien untuk mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran. 5 Untuk memperkirakan waktu perdarahan dapat diambil contoh darah dari jari pasien dengan menggunakan Lanset. Darah harus keluar dengan bebas tanpa ditekan. Setelah setengah menit, darah yang keluar dihapus dengan kertas filter dan sebisa mungkin tidak menyentuh kulit. Waktu perdarahan normal biasanya antara 1- 2 menit.5 II.7. Faktor Pembekuan Darah3 Faktor I. Fibrinogen II. Protrombin III. Tromboplastin Peranan pada Pembekuan Darah Prekursor fibrin Proenzim diaktifkan oleh tromboplastin Diperlukan untuk mengubah protrombin menjadi Tes PT PT -

thrombin IV. Kalsium V. Proaccelerin VI. Tidak lagi digunakan VII. Proconvertin Diperlukan pada semua tahap Prlukan untuk pembentukan tromboplastin Diperlukan untuk mengubah protrombin menjadi thrombin VIII. Faktor anti hemofilik (AHF) IX. Komponen plasma trombo plastin X. Faktor Stuart-prower Diperlukan dalam pembentukan tromboplastin dan perubahan dari protrombin menjadi trombin XI. Anteseden tromplastin plasma XII. Faktor Hageman XIII. Faktor stabilisasi fibrin Ada dua reaksi kimia yang terlibat dalam proses pembekuan darah yaitu: 1. Prothrombin + Thromboplastin + Kalsium = Thrombin 2. Thrombin + Fibrinogen = Fibrin Fibrin tidak larut dalam air sehingga dapat menahan aliran darah. Hal ini dapat dilihat dari reaksi di atas yang melibatkan empat komposisi yang esensial untuk mekanisme pembekuan: (1) Prothrombin,(2) Thromboplastin,(3) Kalsium dan (4) Fibrinogen.5 II.8. Kontrol Lokal untuk Perdarahan Suction dan penerangan yang baik merupakan persyaratan utama bagi control local untuk perdarahan. Apabila bagian yang mengalami perdarahan sudah ditemukan, lakukan anastetesi local supaya perawatan tidak menyakitkan. Bekuan darah yang ada dibersihkan dan bagian tersebut dikeringkan dan diperiksa. Apabioa perdarahan berasal dari dinding tulang, maka Mengawali proses pembekuan darah in-vitro Mengubah fibrin menjadi polimer fibrin PTT PTT Diperlukan dalam pembentukan tromboplastin PTT PT Diperlukan untuk pembentukan tromboplastin PTT Diperlukan untuk pembentuknan tromboplastin PTT PT PT PT

alveolus diisi dengan sponge gelatin yang dapat diabsorbsi (Gelfoam) atau sponge kolagen mikrofibrilar. 3 Sebelum melakukan prosedur pembedahan oral, sangat penting untuk memahami berbagai faktor yang berpengaruh di dalam mengontrol perdarahan. Tubuh manusia sendiri memiliki beberapa mekanisme untuk mengontrol perdarahan. Ketika dilakukan pemotongan maka pembuluh kapiler yang kecil cenderung untuk berkontraksi sehingga menutup aliran darah. Kemampuan darah untuk mengalami koagulasi adalah faktor yang sangat penting,sehingga bekuan darah dapat menyumbat ujung pembuluh yang dipotong. Efek faso kontriksi seperti adrenalin,suprarenin,atau epinefrin atau faso kontriktor yang lain berpengaruh dengan proses pembukuan darah. 5 II.9. Hematom3 Hematom adalah perdarahan setempat yang membeku dan membentuk massa yang padat. Kadang-kadang perdarahan sesudah pencabutan dengan tang atau pencabutan gigi dengan pembedahan berlangsung internal, yaitu meluas sepanjang dataran fasial atau periosteum. Perdarahan bisa diatasi dengan tampon (terbentuknya tekanan ekstravaskular local dari tampon), pembekuan atau keduanya. Hematom biasanya bermula sebagai pembengkakan rongga mulut atau fasial atau keduanya, yang sering berwarna merah atau ekhimotik. Dengan berjalannya waktu akan berubah menjadi noda memar berwarna biru dan hitam. II.10. Perdarahan Pasca Pencabutan Gigi Dapat berupa:4 1. Primer terjadi sewaktu pencabutan. 2. Reaksioner terjadi jika arteriole membesar sewaktu efek adrenalin dalam anastesi local hilang. 3. Sekunder sebagai akibat dari infeksi. Hanya infeksi virulen yang menyebabkan perdarahan dalam waktu 24 jam setelah pencabutan gigi. Soket yang tidak infeksi biasanya tidak mengalami pendarahan selama 48 jam. Atau mungkin ada faktor-faktor lokal yang lain, seperti :4

1. Peradangan gingival yang sudah ada akan menyebabkan pasokan darah meningkat pada pembuluh yang membesar. 2. Gingiva terkoyak. Pembuluh yang terkoyak tidak bisa mengecil dan retraksi. 3. Fraktur processus alveolar (tuberositas). Sebagian disebabkan oleh koyaknya pembuluh darah, dan sebagian lagi disebabkan mobilitas pada bagian yang fraktur. 4. Fraktur rahang (jarang). 5. Tumor yang tidak dikenal (sangat jarang). Perdarahan adalah salah satu komplikasi pencabutan yang harus diperhatikan oleh dokter gigi ketika melakukan pencabutan gigi. Oleh karena itu, pencegahan perdarahan sangat perlu untuk dikuasai oleh seorang dokter gigi. Dalam hal ini pasien harus dianamnesis terlebih dahulu apakah pada pencabutan sebelumnya pernah terjadi perdarahan. Jika ada sejarah perdarahan post ekstraksi yang ditemukan, maka sangat penting untuk memastikan dalam berapa lama perdarahan terjadi dan bagaimana menghentikan perdarahan. 6

BAB III PEMBAHASAN Sebelum melakukan tindakan ekstraksi, seorang dokter gigi harus bisa

menganamnesis dengan cermat untuk mengungkapkan adanya riwayat penyakit atau riwayat pendarahan sebelaum melakukan pencabutan gigi serta perlunya penanganan awal seorang dokter gigi, yaitu: Periksa tekanan darah Periksa laporan darah untuk pendarahan, waktu bekuan, ESR, gula darah. Jika memakai aspirin hentikan pada waktu pencabutan gigi Berikan riwayat kesehatan yang sesuai pada dokter gigi sebelum pencabutan dilakukan. Jika pasien memiliki riwayat pendarahan setelah pencabutan, sangatlah bijaksana untuk membatasi jumlah gigi yang akan dicabut pada kunjungan pertama, melakuka penjahitan pada jaringan lunak, dan mengamati perkembangan pasca bedah. III.1. Perdarahan Pasca Pencabutan Apabila terjadi perdarahan, maka ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengontrol perdarahan :

Tekanan adalah tindakan segera,baik tekanan dengan tangan atau tekanan tidak langsung dengan perban.

Menutupnya dengan sepon kasa atau Gelfoam bertekanan Klem atau pengikatan digunakan untuk mengontrol pendarahan dari pembuluh darah Klip hemostatik, digunakan untuk mengontrol perdarahan dari pembuluh yang sulit diikat.

Elektrokauterisasi, untuk pendarahan dari pembuluh yang kecil atau rembesan

Bahan-bahan hemostatik:

Spon gelatine penyerap (Gelfoam) yang menyerap darah dengan aksi kapiler dan menimbulkan beku darah.

Gambar 1. Gelfoam. . Sumber : www.googleimages.com

Selulosa yang dioksidasi (Surgicel), yang secara fisik mempercepat pembekuan darah.

Gambar 2. Surgicel dan Mekanisme kerjanya. Sumber : www.googleimages.com

Haemostat kolagen mikrofibrilar (Avitene, Helistat) yang memicu agregasi platelet.

Gambar 3. Avitene dan Helistat. Sumber : www.googleimages.com

Thrombin hewan topical (trombinar, thrombostat) yang membekukan fibrinogen dengan segera. Jika terjadi perdarahan, maka ada beberapa golongan obat-obatan yang perlu untuk

diingat dan diperhatikan, antara lain : 1. Antikoagulan. Beberapa pasien menggunakan obat antikoagulan karena berbagai alas an; pada wanita muda untuk thrombosis vena dalam yang berulang, pria usia pertengahan untuk infark miokardium atau penggantian katup jantung, orang tua untuk menghindari stroke. Periksa riwayatnya. 2. Aspirin adalah antikoagulan ringan. Beberapa pasien mendapat dosis aspirin yang teratur untuk mengurangi agregasi platelet dan menghindari thrombosis. Dosis ini demikian kecil sehingga tidak membuat perbedaan yang nyata pada pendarahan dari lesi di dalam mulut. Contohnya, dosis besar yang diberikan pada penderita arthritis rumatoid, akan memberikan efek yang nyata dalam memperpanjang waktu bekuan. Pasien yang kesakitan bisa saja meminum dosis yang lebih besar dari dosis yang

disarankan, dan tidak menyadari kandungan preparat analgesiknya. Periksa riwayat penyakit. 3. Hemofilia atau penyakit Crismas. Bila kondisi ini cukup parah sehingga menimbulkan perdarahan spontan dari dalam mulut, pasien kemungkinan besar telah mengetahui bahwa mereka menderita penyakit tersebut. Namun, bentuk yang ringan, dapat disamarkan oleh perdarahan dari pencabutan gigi dan umumnya timbul berupa perdarahan reaksioner. 4. Kelainan darah. Leukimia dan trombositopenia dapat menyebabkan perdarahan spontan dari gingival atau perdarahan yang membingungkan sehabis pencabutan gigi. Umumnya, ada tanda-tanda lain dari penyakit ini dan jarang sekali pasien dating ke dokter gigi tanpa mengetahui keberadaan penyakit ini. Walaupun demikian, rembesan darah dari gingival yang terus menerus, sebaiknya dipertimbangkan dengan serius dan semua tindakan bedah ditunda sampai kondisi medis pasien yang sebenarnya diketahui. 5. Pasien menjadi sangat cemas karena mengalami perdarahan dalam mulut. Hal ini sendiri dapat menaikkan tekanan darah dan membantu terjadinya perdarahan. Selain itu, rasa cemas meningkatkan kadar fibrinolisin. Yang lebih penting lagi, mencuci mulut berulang-ulang, gangguan dari lidah, atau pertemuan dengan pasien atau kerabat yang mengalami perdarahan soket gigi dapat membuat perdarahan sulit berhenti. III.2. Penatalaksanaan Pasien yang Mengalami Perdarahan Tindakan local adalah dasar dari seluruh perawatan pada perdarahan pasca pencabutan walaupun terdapat penyebab sistemik. Segala usaha harus dilakukan untuk membuat kondisi setempat yang ideal bagi proses pembekuan darah. Sebaiknya dipakai teknik pencabutan yang hati-hati, tetapi walaupun sudah sangat berhati-hati tetap saja bisa terjadi luka pada gingival. Bereaksilah dengan tenang dan percaya diri dan ambil alih situasi. Umumnya pasien sebaiknya dipisahkan dari kerabat atau teman. Sebaiknya dudukkan pasien di kursi klinik di bawah penerangan yang baik dengan bantuan dari asisten kompeten. Aspirator harus selalu tersedia, bersama dengan seluruh instrument yang diperlukan (contohnya, kaca mulut, ujung aspirator kecil, tang cabut, gunting jaringan, penjepit jarum, dan benang yang kuat).

1. Periksa luka itu beri pasien larutan kumur dan buang semua beku darah pada daerah perdarahan dengan menggunakan aspirator. 2. Letakkan kasa yang lembab di atas luka dan minta pasien menekannya dengan cara menutup mulutnya. Kasa tersebut haruslah terbuat dari bahan tenun dan dilipat agar ukurannya tidak lebih dari dua kali ukuran gigi yang dicabut, sehingga memberi tekanan pada tepi gingival. Masukkan kasa secara hati-hati di atas soket, dan bila diperlukan, instruksikan pasien untuk menggigitnya selama 20 menit tanpa pemeriksaan selanjutnya. Jika perdarahan masih terjadi maka kasa harus diganti. Jika perdarahan terus berlangsung, ulangi hal ini. Jika berlanjut terus, maka lakukan: Infiltrasi sekeliling daerah soket dengan anastesi local yang mengandung adrenalin, dan tunggu selama dua sampai tiga menit. Sekarang dibutuhkan bantuan seorang asisten. Buang darah beku yang berlebihan dan periksa tepitepi luka. Apabila perdarahan berasal dari luka koyak atau insisi, eksisi tepi luka yang bergerak, atau yang pasokan darahnya meragukan (sianotik dan dengan pedikel sempit). Buat jahitan yang dalam pada jaringan melalui daerah yang koyak atau bagian yang diinsisi, tempat asal perdarahan, dan ikat dengan kencang untuk menekan jaringan tersebut. Tarik mukosa melalui soket dengan menggunakan matres horizontal, bilamana mungkin ikat jahitan dengan kencang sampai jaringan gingival memutih. Letakkan kasa pada soket, instruksikan pasien untuk memberikan tekanan selama 5 menit dan periksa kembali luka tersebut. Tutupi soket dengan kasa. Baik apakah anastesi local masih efektif atau tidak, infiltrasikan anastesi local yang mengandung adrenalin di sekeliling tepi-tepi luka sekali lagi. Buka jahitan dan ganti, tetapi jangan disimpul. Suatu cara yang cukup membantu adalah dengan mengaitkan benang jahitan melewati soket ke gigi di dekatnya sehingga bisa ditempatkan kasa pada soket. Kasa dapat terbuat dari bahan yang bisa diserap maupun tidak, dengan konsistensi yang dapat ditekankan ke luka, misalnya surgicel atau kasa ribbon yang tidak diserap yang direndam dalam varnish white head. Jangan gunakan sponge yang bisa diserap. Lepaskan ikatan benang pada gigi tetangga dan tempatkan di atas kasa. Ikat jahitan tersebut.

Hanya sedikit dokter gigi yang tidak berhasil melakukan hal ini. Jika mukosa luka sangat parah, mungkin disertai dengan kerusakan pada tepi-tepi soket, lakukan hal seperti di atas tetapi tempatkan jahitan jauh dari soket dan letakkan 2-3 lapis surgicel pada soket. Luka distabilisasikan oleh bentangan benang jahit yang menyilang dari jahitan itu. Pada kasus yang sangat jarang, yaitu jika titik perdarahan yang bisa dilihat, jahit kembali dengan jahitan kecil atau dengan pola seperti angka delapan. Bila tahap terakhir akan dilaksanakan pertimbangkan untuk memberikan obat penenang pada pasien. Pada bedah mulut, diazepam 5-10 mg atau temazepam 10 mg sudah cukup, walaupun pasien yang sangat gugup membutuhkan dosis sampai 3 kali lipat. Diazepam akan diberikan secara intramuscular atau intravena 5-10 mg asalkan pasien tidak mempunyai penyakit pernapasan bagian atas. Sebagai pilihan lain adalah midazolam 5-10 mg. Semua pasien yang menerima obat penenang harus ditemani, dan tidak boleh mengendarai mobil, menjalankan mesin, atau memakai peralatan dapur selama 24 jam.

BAB IV PENUTUP IV. 1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Sebelum mengadakan suatu tindakan terhadap pasien harus selalu dicurigai mengenai akan terjadinya komplikasi pendarahan. Seorang dokter gigi harus bisa menganamnesis dengan cermat untuk mengungkapkan adanya riwayat penyakit atau riwayat pendarahan sebelaum melakukan pencabutan gigi serta perlunya penanganan awal seorang dokter gigi, yaitu: a. Periksa tekanan darah b. Periksa laporan darah untuk pendarahan, waktu bekuan, ESR, gula darah. c. Jika memakai aspirin hentikan pada waktu pencabutan gigi d. Berikan riwayat kesehatan yang sesuai pada dokter gigi sebelum pencabutan dilakukan 2. Pendarahan pasca ekstraksi gigi dapat berupa : pedarahan primer, sekunder, dan reaksioner. 3. Bila terjadi perdarahan, seorang dokter gigi harus bisa bertindak dengan benar, mempertimbangkan keadaan apa yang harus dilakukan untuk mencegah perdarahan yang banyak dengan menggunakan tindakan sebagai berikut: tutup luka dengan menggunakan perban atau kain, jepit dengan haemostat atau klem, tutup luka dengan gelfoam yang menyerap perdarahan,dan berikan tindakan penjahitan bila diperlukan IV. 2. Saran Seorang dokter gigi dalam melakukan tindakan ekstraksi gigi sederhana bisa saja mengahadapi kondisi komplikasi perdarahan. Oleh karena itu, pengetahuan akan faktor yang

menyebabkan dan cara menanggulanginya menjadi suatu hal yang penting dalam menghadapi kondisi seperti di atas.

KETIKA PASIEN MENGALAMI PERDARAHAN SETELAH CABUT GIGI


Tindakan pencabutan gigi atau ekstraksi gigi merupakan bagian dari tindakan bedah kecil (minor surgery) yaitu suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, oleh karena gigi tersebut sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Dalam melakukan pekerjaannya, dokter gigi selalu mengupayakan agar tindakan tersebut menjadi pencabutan yang ideal, artinya pencabutan tanpa rasa sakit dari suatu gigi utuh atau akar gigi dengan trauma sekecil mungkin terhadap jaringan pendukung gigi, sehingga luka bekas pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak menimbulkan masalah prostetik di kemudian hari. Meski merupakan bedah kecil dan telah diupayakan sebaik mungkin, bukan berarti selalu bebas dari kemungkinan timbulnya resiko. Seperti halnya tindakan bedah lainnya, komplikasi yang mungkin terjadi dapat beragam jenisnya. Komplikasi-komplikasi yang dapat menyertai proses pencabutan gigi antara lain: fraktur rahang, syok, perdarahan, infeksi, bengkak dan sebagainya. Akan tetapi dalam artikel ini, penulis hanya akan mengupas tentang komplikasi perdarahan saat dan setelah pencabutan gigi. Sebelumnya, penulis sampaikan definisi perdarahan pasca ekstraksi gigi. Perdarahan atau hemoragi adalah istilah umum untuk menyatakan keluarnya darah dari pembuluh darah. Tetapi dalam konteks perdarahan pasca pencabutan gigi, lazim dikonotasikan keluarnya darah dari pembuluh darah secara berlebihan atau suatu perdarahan yang berlebihan dan tidak terkontrol. Perdarahan pasca pencabutan gigi tidak boleh dipandang remeh dan merupakan kejadian yang harus segera ditangani secara serius. Bahkan di bidang kedokteran gigi merupakan kasus emergenci atau kegawat daruratan. Dalam tindakan pencabutan gigi atau ekstraksi gigi hal yang paling penting adalah mencegah perdarahan itu terjadi. Lalu bagaimana caranya? Andai telah dicegah pun tetap terjadi perdarahan, maka kita pun dituntut untuk bisa mengatasinya. Tulisan berikut sebagian merupakan pengalaman yang pernah penulis lakukan, namun karena tingkat perdarahan/komplikasi yang tidak begitu berat, maka penulis pun juga berusaha membukabuka referensi untuk memperkaya wawasan dan menambah bobot tulisan ini. Menurut literatur, komplikasi perdarahan setelah pencabutan atau ekstraksi gigi dapat disebabkan oleh faktor sistemik maupun faktor lokal. Faktor sistemik terjadinya perdarahan pasca ekstraksi gigi dapat meliputi:

1. Penyakit kardiovaskuler: pada penyakit kardiovaskuler, denyut nadi pasien meningkat, tekanan darah pasien naik menyebabkan bekuan darah yang sudah terbentuk akan terdorong sehingga terjadi perdarahan. 2. Hipertensi: Bila anestesi lokal yang kita gunakan mengandung vasokonstriktor, pembuluh darah akan menyempit menyebabkan tekanan darah meningkat, pembuluh darah kecil akan pecah, sehingga terjadi perdarahan. Apabila kita menggunakan anestesi lokal yang tidak mengandung vasokonstriktor, darah dapat tetap mengalir sehingga terjadi perdarahan pasca ekstraksi. Penting juga ditanyakan kepada pasien apakah dia mengkonsumsi obat-obat tertentu seperti obat antihipertensi, obat-obat pengencer darah, dan obat-obatan lain karena juga dapat menyebabkan perdarahan. 3. Hemofili: Pada pasien hemofilli A (hemofilli klasik) ditemukan defisiensi factor VIII. Pada hemofilli B (penyakit Christmas) terdapat defisiensi faktor IX. Sedangkan pada

von Willebrands disease terjadi kegagalan pembentukan platelet, tetapi penyakit ini jarang ditemukan. 4. Diabetes mellitus: Bila DM tidak terkontrol, akan terjadi gangguan sirkulasi perifer, sehingga penyembuhan luka akan berjalan lambat, fagositosis terganggu, PMN akan menurun, diapedesis dan kemotaksis juga terganggu karena hiperglikemia sehingga terjadi infeksi yang memudahkan terjadinya perdarahan. 5. Malfungsi adrenal: Ditandai dengan pembentukan glukokortikoid berlebihan (Sindroma Cushing) sehingga menyebabkan diabetes dan hipertensi. 6. Pemakaian Obat anti koagulan: Pada pasien yang mengkonsumsi antikoagulan (heparin dan walfarin) menyebabkan PT dan APTT memanjang. Perlu dilakukan konsultasi terlebih dahulu dengan internist untuk mengatur penghentian obat-obatan sebelum pencabutan gigi. Sementara faktor-faktor lokal yang dapat menjadi biang terjadinya perdarahan pasca ekstraksi gigi dapat diuraikan sebagai berikut: Adanya trauma saat tindakan pencabutan dilakukan Mukosa daerah pencabutan mengalami peradangan Terusiknya luka pencabutan oleh makanan Pasien mengabaikan instruksi pasca pencabutan seperti: larangan kumur-kumur, gerakan meniup-niup, menyedot-nyedot, keharusan menghindari aktivitas berat pada hari itu, keharusan menggigit tampon dll. Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa poin terpenting dalam tindakan pencabutan gigi adalah bagaimana mencegah perdarahan itu agar tidak terjadi. Oleh karena itu, menurut hemat penulis, anamnesa secara lengkap sangatlah penting. Melalui anamnesis dan riwayat penyakit secara lengkap, harus mampu menggali informasi mengenai riwayat penyakit pasien, lebih-lebih yang mempunyai tendensi perdarahan. Informasi-informasi tersebut meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Ada tidaknya riwayat perdarahan sebelumnya. Ada tidaknya kelainan sistemik yang berpengaruh terhadap pembekuan darah Pernah atau tidak menjalani perawatan di rumah sakit karena perdarahan Pernah tidaknya mengalami perdarahan spontan Sedang mengkonsumsi obat anti koagulan/aspirin atau tidak Apakah ada riwayat keluarga yang mengalami perdarahan Jika pernah cabut gigi sebelumnya, apakah terjadi prolonged bleeding atau tidak Bagaimana penanganan perdarahan pada pencabutan gigi sebelumnya, cukup menggigit tampon saja, atau dengan jahitan, atau sampai diopname di rumah sakit, dll

1. 2. 3. 4.

Hal tersebut sangatlah penting untuk menentukan ada tidaknya kelainan hemoragik pada pasien tersebut. Selanjutnya berikut ini disajikan contoh kasus perdarahan pasca cabut gigi dan penanganannya (pengalaman pribadi): Pasien laki-laki umur 30 tahun, alamat Eromoko. Pada tanggal 2 Juli 2012 datang ke poli gigi RS Marga Husada dengan keluhan perdarahan yang tidak kunjung berhenti setelah pencabutan gigi rahang atas sisi kiri bagian belakang. Menurut pengakuannya, gigi tersebut dicabut jam 10 pagi, namun hingga saat datang di poli gigi RS Marga Husada jam 14.15 perdarahan dari bekas pencabutan belum juga berhenti. Pasien sudah pernah mencabutkan gigi sebelumnya dan mengalami kondisi yang sama yaitu perdarahan berkepanjangan. Pada pencabutan yang dulu perdarahan baru berhenti, setelah ditangani di RSUD Wonogiri. Tetapi pasien tersebut tidak menyampaikan pengalaman perdarahan yang pernah dialami itu kepada dokter yang menanganinya. Tindakan:

Socket gigi dibersihkan dari gumpalan darah. Songestan dimasukkan ke dalam socket gigi, lalu pasien diminta menggigit kapas yang telah dibasahi dengan lidocain adrenalin. Ditunggu kurang lebih 5 menit, setelah dipastikan tidak ada darah keluar (nampak tidak ada jendalan darah menggumpal di sekeliling tampon yang digigit), pasien iijinkan pulang. Pasien diinstruksikan tidak kumur-kumur dulu dan tidak melakukan aktivitas berat selama 24 jam. Jika masih ada keluhan diminta segera kontrol. Obat yang diberikan: R/Amoksisilin tab 500 No: XV R/Asam mefenamat tab 500 No: XII R/Adona tab No: XII Secara ringkas dapat dikemukan langkah-langkah mengelola perdarahan pasca pencabutan gigi: 1. Lakukan penekanan langsung dengan tampon kapas atau kassa pada luka bekas cabut gigi. 2. Jika belum juga berhenti, penekanan dengan tampon yang telah diberi anestesi lokal yang mengandung vasokonstriktor (adrenalin) 3. Anjurkan pasien menggigit tampon tersebut plus minus 15 menit. 4. Pada socket gigi dapat diberikan absorbale gelatin sponge (alvolgyl, songestan, curaspon dll), lalu kembali menggigit tampon atau dilakukan penjahitan. 5. Berikan obat-obatan hemostatik, misalnya asam traneksamat. etamsilat, karbazokrom Na sulfonat.

Obat Gigi Aman Untuk Ibu Hamil

Pada ibu hamil terjadi banyak perubahan dalam metobolisme tubuhnya, termasuk dalam rongga mulut. Akibatnya mereka sering mengalami masalah gigi, baik itu mengeluhkan sakit gigi maupun gusi mudah berdarah dan bengkak. Bagi

sebagian besar dokter gigi keadaan ini menjadi sulit, disatu sisi perlu dilakukan tindakan khusus namun kondisi fisik ibu hamil cendrung tidak memungkinkan melakukan hal tersebut, namun disisi lain medikasi menjadi dilematis mengingat perlunya pembatasan pemakaian obat-obatan pada ibu hamil. Oleh sebab itu pengetahuan tentang obat yg aman bagi ibu hamil menjadi hal yang wajib bagi para praktisi kesehatan khususnya dokter gigi. Berikut jenis obat-obatan yang dianggap aman untuk ibu hamil.

Anastetikum

Dalam setiap tindakan utamanya pencabutan dalam kedokteran gigi selalu membutuhkananastetikum. Pada dasarnya anastetikum yang diberikan secara lokal ataupun intravena aman bagi ibu hamil. Termasuk golongan Novocaine dan lidocaine. Akan tetapi penambahan epinephrine pada anastetikum tersebut ( untuk menambah masa kerja) cendrung kurang aman bagi ibu hamil. Diduga penggunaan epinephrine merangsang kontraksi uterus sehingga berisiko tinggi melahirkan premature (aborsi).Oleh sebab itu perlu hati-hati dalam setiap penggunaannya. Jadi jika anda seorang dokter gigi maka pertimbangkan penggunaan epinephrine, sebaiknya konsultasi terlebih dahulu pada ahli kandungan pasien.

Obat Anti Nyeri (Analgetik)

Asetamenofen, dalam hal ini lebih dikenal dengan nama generiknya Paracetamol dianggap anti nyeri yang paling aman untuk ibu hamil. Sejauh ini belum ada penelitian yang mengemukakan adanya pengaruh analgetik ini terhadap ibu hamil. Ibuprofen, salah satu obat golongan Non-steroid dipercaya aman buat ibu hamil sampai kehamilan 32 minggu. Pada kasus nyeri hebat yang membutuhkan penambahan obat anti nyeri yang kuat maka analgetik golongan Narkotik dapat digunakan namun dalam jangka waktu yg pendek (kurang dari 1 minggu). Selama mengkomsumsi obat ini, janin mungkin akan tertidur. Akan tetapi metabolism sang ibu akan cepat menghilangkan obat ini dari sirkulasi janin. Sehingga apabila obat golongan ini digunakan dalam jangka waktu yg lama kemungkinan dapat menyebabkan kematian pada bayi.

Antibiotik

Dokter gigi cendrung sering menggunakan antibiotik untuk mengobati maupun mencegah infeksi. Untuk ibu hamil sendiri, golongan penicilin dan cephalosporin cendrung dianggap aman. Pada infeksi berat seperti abses, golongan metronidazole dapat digunakan tapi tiidak dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan penggunaan

obat golongan tetracyclin sangat tidak disarankan mengingat dapat mempengaruhi pertumbuhan tulang dan gigi janin.

Fluoride

meskipun floride dapat melindungi gigi dari karies, namum penggunaan suplemen fluoride salam kehamilan masih dianggap kontroversial. beberapa penelitian menemukan bahwa anak yang ibunya menkomsumsi suplemen fluoride selama hamil cendrung mudah terkena demam.

You might also like