You are on page 1of 20

BAB 1

I. THAHARAH 1. WUDHU 1.1 Pengertian dan Rukun Wudhu Wudhu secara bahasa: dari asal kata al wadaaah, yaitu kebersihan dan kesegaran. Secara istilah: Memakai air untuk anggota tertentu (wajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki) menghilangkan apa yang menghalangi untuk sholat dan selainnya. Dalil dari Quran dan Sunnah: Al-Quran surat Al-Maidah ayat 6 Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki Shahih Bukhari : 135 dan Shahih Muslim : 225 Tidak akan diterima shalat seseorang yang berhadas sehingga dia berwudhu. Keutamaan Wudhu: Bersuci adalah setengah dari iman. (Shahih Muslim : 223) Menghapus dosa-dosa kecil. (Shahih Muslim : 244) Mengangkat derjad seorang hamba. (Shahih Muslim : 251) Jalan ke sorga. (Shahih Bukhari : 1149 dan Sahih Muslim : 2458) Tanda keistimewaan ummat ini ketika mereka mendatangi telaga. (Shahih Muslim : 234) Cahaya bagi seorang hamba di hari kiamat. (Shahih Muslim : 250) Untuk pembuka ikatan syetan. (Shahih Bukhari : 1142 dan Shahih Muslim : 776) Sifat wudhu yang lengkap atau sempurna :

Humran budak Utsman, telah menceritakan kepadanya, bahwa Utsman bin Affan meminta air untuk berwudlu, kemudian dia membasuh dua tangan sebanyak tiga kali, kemudian berkumurkumur serta memasuk dan mengeluarkan air dari hidung. Kemudian ia membasuh muka sebanyak tiga kali dan membasuh tangan kanannya hingga ke siku sebanyak tiga kali. Selepas itu, ia membasuh tangan kirinya sama seperti beliau membasuh tangan kanan, kemudian mengusap kepalanya dan membasuh kaki kanan hingga ke mata kaki sebanyak tiga kali. Selepas itu, ia membasuh kaki kiri, sama seperti membasuh kaki kanannya. Kemudian Utsman berkata, Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berwudlu seperti cara aku berwudlu. Kemudian dia berkata lagi, Aku juga telah mendengar beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa mengambil wudlu seperti cara aku berwudlu kemudian dia menunaikan shalat dua rakaat dan tidak berkata-kata antara wudlu dan shalat, maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya yang telah lalu. Ibnu Syihab berkata, Ulama -ulama kami berkata, Wudlu ini adalah wudlu yang paling sempurnya yang dilakukan oleh seseorang untuk melakukan shalat. (Shahih Bukhari 158 dan Shahih Muslim 226) Sifat-sifat wudhu': Berniat (karena merupakan syarat sah ibadah termasuk wudhu) menghilangkan hadas (dalam hati). , Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. (Riwayat Bukhari : 1 dan Shahih Muslim : 1907)

2. Membaca Bismillah. 3. Mencuci telapak tangan sampai pergelangan 3 kali. 4. Mengambil air dengan tangan kanan untuk berkumur-kumur sambil menghirup air dengan hidung lalu mengeluarkannya kembali dengan tangan kiri 3 kali. 5. Mencuci wajah seluruhnya 3 kali. 6. Mencuci kedua tangan sampai siku (kanan-kiri). 7. Menyapu keseluruhan kepala kebelakang lalu ke depan terus ke telinga bagian luar dan dalam.

8. Mencuci kedua kaki sampai mata kaki serta sela-sela jari kaki (kanan-kiri). Syaikh Ibnu Taimiyah berkata: Niat tempatnya di hati bukan di lidah, telah disepakati oleh para ulama. (Majmu arrosail al kubro : 1/243) Faidahnya: Jikalau dia melafazkan berbeda dengan yang dihatinya maka yang dinilai adalah yang di hatinya. Rukun-rukun Wudhu Apabila satu diantara rukun ini tinggal, maka batallah wudhunya. Diantara rukun-rukun tersebut adalah: Mencuci seluruh wajah dari tempat tumbuhnya rambut sampai dibawah dagu dan dari telinga kanan sampai telinga kiri. Dan wajib berkumur-kumur dan mencuci hidung. (al-Maidah ayat 6) Membasuh kedua tangan sampai siku. (al-Maidah ayat 6) Menyapu kepala kewajibannya disepakati oleh ulama, namun berbeda pada ukurannya. (alMaidah ayat 6) Wajib menyapu semua kepala baik laki-laki maupun perempuan. Wajib menyapu semua kepala hanya untuk laki-laki. Menyapu hanya sebagian kepala. Menyapu telinga. (daaruqutni : 1/97, hasan) Mencuci kedua kaki sampai mata kaki serta sela-sela jari kaki. (Shahih Bukhari : 161 dan Shahih Muslim : 241) Teratur. (Majmu : 1/433, dll) Beriringan atau tidak terpisah antara satu rukun dengan rukun lainnya. (Shahih Muslim : 232) Sunnah-sunnah Wudhu : Bersiwak. Memulai dengan Bismillah. Membasuh kedua tangan. (Shahih Bukhari : 159 dan Shahih Muslim : 226) Berkumur-kumur dan mencuci hidung dari satu cidukan air sebanyak 3 kali. (Shahih Muslim : 235)

Melebihkan berkumur-kumur dan mencuci hidung selain orang yang berpuasa. (Abu Daud : 142, shahih) Mendahulukan yang kanan dari pada yang kiri. (Shahih Bukhari : 140) Mencuci sebanyak 3 kali. (Shahih Bukhari : 156) Perhatian: Menyapu kepala hanya sekali saja. (an-Nasai : 1/88, shahih) Makruh lebih dari 3 kali bagi orang yang menyempurnakan wudhunya. (at-Tamhiid, ibnu abdilbaar : 20/117) Menggosok-gosok anggota wudhu. (Ibnu Hiban : 1082, shahih) Membersihkan sela-sela jari tangan dan kaki. (Shahih) Melebihkan membasuh pada tempat yang diwajibkan seperti kedepan kepala, atas siku dan atas mata kaki. (Shahih Bukhari : 36 dan Shahih Muslim : 246) Hemat dalam penggunaan air. (Shahih Bukhari : 198) Berdoa setelah wudhu. (Shahih Muslim : 234) Sholat 2 rakaat setelah wudhu. (Shahih Bukhari : 6433 dan Shahih Muslim : 226) Catatan: shahih) Boleh mengeringkan bekas wudhu. (Shahih Bukhari : 270) Tidak sah wudhu bagi wanita yang memakai kutek. (Ibnu Abi Syaibah : 1/120, sanad

Pembatal wudhu : Buang air kecil atau buang air besar serta keluar angin dari 2 tempat. (al-Maidah ayat 6, al ijmaa hal. 17) Keluar mani, wadi atau madzi. (Shahih Bukhari : 269 dan Shahih Muslim : 303) Tidur lelap. (al-muhalla : 1/222-231). Ada 8 pendapat ulama, silahkan lihat di hal. 129-132) Hilang akal atau gila, mabuk, pingsan. (al-Ausath ibnu al Mundzir : 1/155) Menyentuh kemaluan tanpa pembatas, baik dengan syahwat atau tidak. Memakan daging onta. (Shahih Muslim : 360)

Hal-hal yang tidak membatalkan wudhu : Saling bersentuhan laki-laki dengan wanita tanpa pembatas. (al-Umm : 1/15) Keluar darah dari selain tempat yang biasa keluar seperti karena luka atau bekam. (Shahih Bukhari : 1/80) Koi atau pengobatan dengan menggunakan besi panas. (Tirmidzi : 87, shahih) Tertawa terbahak-bahak dalam sholat atau diluar sholat. (dalil yang mengatakan mengulang wudhu adalah dhaif, daaruqutni : 1/162) Memandikan dan membawa mayat. (Abu Daud : 3162, dll) Ragu dengan telah batalnya wudhu atau belum. (Shahih)

Hal-hal yang dianjurkan untuk berwudhu : Ketika berdzikir: keumuman berdzikir, membaca al-Quran, tawaf di kabah dan lain-lain. (Abu Daud : 17, shahih) Ketika akan tidur. (Shahih Bukhari : 247 dan Shahih Muslim : 2710) Bagi orang yang junub ketika akan makan, tidur atau ingin mengulanginya kembali. (Shahih Bukhari : 288 dan Shahih Muslim : 305) Sebelum mandi junub. (Shahih Bukhari : 248 dan Shahih Muslim : 316) Setelah makan makanan yang di bakar atau di panggang. (Shahih Muslim : 351) Memperbaharui wudhu ketika akan sholat. (Shahih Muslim : 277) Ketika terjadi hal yang membatalkan wudhu. (Tirmidzi : 3689, shahih) Setelah berobat dengan besi panas. (Tirmidzi : 87, shahih) Menyapu pembatas : Menyapu Khuffain (sandal dari kulit yang menutup dua mata kaki) hukumnya boleh tapi mencucinya lebih utama. Masanya 3 hari 3 malam untuk yang musafir dan sehari semalam bagi yang bermukim. Syarat menyapu khuffain yaitu memakainya dalam keadaan suci.

Yang membatalkannya yaitu berakhirnya masa menyapu, membukanya dan berhadats sebelum memakainya. Sedangkan membukanya bukan berarti membatalkan wudhu. Menyapu kaus kaki dan sandal ada 3 pendapat. Menyapu penutup kepala seperti imamah atau sorban dan kerudung bagi wanita ketika berwudhu apabila takut dingin. Pembungkus tulang yang patah seperti gips.

2.2 Dasar Hukum Wudhu HUKUM WUDHU Wudhu` itu hukumnya bisa wajib dan bisa sunnah, tergantung konteks untuk apa kita berwudhu`. 1. Fardhu / Wajib Hukum wudhu` menjadi fardhu atau wajib manakala seseorang akan melakukan hal-hal berikut ini : a. Melakukan Shalat Baik shalat wajib maupun shalat sunnah. Termasuk juga di dalamnya sujud tilawah. Dalilnya adalah ayat Al-Quran Al-Kariem berikut ini : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki...` (QS. Al-Maidah : 6) Juga hadits Rasulullah SAW berikut ini : . : Dari Abi Hurairah ra bahwa Nabi SAW bersabda,"Tidak ada shalat kecuali dengan wudhu`. Dan tidak ada wudhu` bagi yang tidak menyebut nama Allah. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah) Shalat kalian tidak akan diterima tanpa kesucian (berwudhu`) `(HR. Bukhari dan Muslim) b. Untuk Menyentuh Mushaf Al-Quran Al-Kariem

Meskipun tulisan ayat Al-Quran Al-Kariem itu hanya ditulis di atas kertas biasa atau di dinding atau ditulis di pada uang kertas. Ini merupakan pendapat jumhur ulama yang didasarkan kepada ayat Al-Quran Al-Kariem. Tidak ada yang menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci.` (QS. Al-Waqi`ah : 79) Serta hadits Rasulullah SAW berikut ini : Tidaklah menyentuh Al-Quran Al-Kariem kecuali orang yang suci.`(HR. Ad-Daruquhtny : hadits dhaif namun Ibnu Hajar mengatakan: Laa ba`sa bihi)

c. Tawaf Di Ka`bah Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum berwudhu` untuk tawaf di ka`bah adalah fardhu. Kecuali Al-Hanafiyah. Hal itu didasari oleh hadits Rasulullah SAW yang berbunyi : Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Tawaf di Ka`bah itu adalah shalat, kecuali Allah telah membolehkannya untuk berbicara saat tawaf. Siapa yang mau bicara saat tawaf, maka bicaralah yang baik-baik.`(HR. Ibnu Hibban, Al-Hakim dan Tirmizy) 2. Sedangkan yang bersifat sunnah adalah bila akan mengerjakan hal-hal berikut ini : a. Mengulangi wudhu` untuk tiap shalat Hal itu didasarkan atas hadits Rasulullah SAW yang menyunnahkan setiap akan shalat untuk memperbaharui wudhu` meskipun belum batal wudhu`nya. Dalilnya adalah hadits berikut ini : : , Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Seandainya tidak memberatkan ummatku, pastilah aku akan perintahkan untuk berwudhu pada tiap mau shalat. Dan wudhu itu dengan bersiwak.` (HR. Ahmad dengan isnad yang shahih) Selain itu disunnah bagi tiap muslim untuk selalu tampil dalam keadaan berwudhu` pada setiap kondisinya, bila memungkinkan. Ini bukan keharusan melainkah sunnah yang baik untuk diamalkan. Sunnah

Dari Tsauban bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Tidaklah menjaga wudhu` kecuali orang yang beriman`. `(HR. Ibnu Majah, Al-Hakim, Ahmad dan Al-Baihaqi) b. Menyentuh Kitab-kitab Syar`iyah Seperti kitab tafsir, hadits, aqidah, fiqih dan lainnya. Namun bila di dalamnya lebih dominan ayat Al-Quran Al-Kariem, maka hukumnya menjadi wajib. (lihat Wahbah Az-Zuhaili jilid 1 hal 362). c. Ketika Akan Tidur Disunnahkan untuk berwuhu ketika akan tidur, sehingga seorang muslim tidur dalam keadaan suci. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW : Dari Al-Barra` bin Azib bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Bila kamu naik ranjang untuk tidur, maka berwudhu`lah sebagaimana kamu berwudhu` untuk shalat. Dan tidurlah dengan posisi di atas sisi kananmu . . `(HR. Bukhari dan Tirmizy). d. Sebelum Mandi Janabah Sebelum mandi janabat disunnahkan untuk berwudhu` terlebih dahulu. Demikian juga disunnahkan berwudhu` bila seorang yang dalam keaaan junub mau makan, minum, tidur atau mengulangi berjimak lagi. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW : Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bila dalam keadaan junub dan ingin makan atau tidur, beliau berwudhu` terlebih dahulu. `(HR. Ahmad dan Muslim) Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bila ingin tidur dalam keadaan junub, beliau mencuci kemaluannya dan berwudhu` terlebih dahulu seperti wudhu` untuk shalat. `(HR. Jamaah) Dan dasar tentang sunnahnya berwuhdu bagi suami istri yang ingin mengulangi hubungan seksual adalah hadits berikut ini : Dari Abi Said al-Khudhri bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Bila kamu berhubungan seksual dengan istrimu dan ingin mengulanginya lagi, maka hendaklah berwuhdu terlebih dahulu.`(HR. Jamaah kecuali Bukhari) e. Ketika Marah Untuk meredakan marah, ada dalil perintah dari Rasulullah SAW untuk meredakannya dengan membasuh muka dan berwudhu`. Bila kamu marah, hendaklah kamu berwudhu`. `(HR. Ahmad dalam musnadnya) f. etika Membaca Al-Quran

Hukum berwudhu ketika membaca Al-Quran Al-Kariem adalah sunnah, bukan wajib. Berbeda dengan menyentuh mushaf menurut jumhur. Demikian juga hukumnya sunnah bila akan membaca hadits Rasulullah SAW serta membaca kitab-kitab syariah. Diriwayatkan bahwa Imam Malik ketika mengimla`kan pelajaran hadits kepada murid-muridnya, beliau selalu berwudhu` terlebih dahulu sebagai takzim kepada hadits Rasulullah SAW. g. Ketika Melantunkan Azan, Iqamat Khutbah dan Ziarah Ke Makam Nabi & Rasul Allah 1.3. CARA WUDHU RASULULLAH SAW Seluruh ummat Islam wajib mengetahui tata cara wudhu yang baik dan benar karena wudhu adalah hal yang dominan dan menentukan dalam beberapa ibadah, bahkan menjadi tolok ukur sah dan tidaknya suatu shalat yang dikerjakan oleh seseorang.[1] Wudhu yang baik dan benar sudah barang tentu pernah dicontohkan oleh Rasulullah , karena tidak mungkin wudhu yang menjadi penentu suatu amal ibadah tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah . Oleh karen itu kita harus mempelajari gerakan wudhu yang baik dan benar melalui sabda-sabda Nabi yang akan diterangkan di bawah, karena dalam beberapa riwayat Rasulullah sangat menekankan sempurnanya wudhu.[2] Hadits yang kami cantumkan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim yang menjadi barometer tertinggi dalam tataran hadits-hadits yang ada karena memiliki keakuratan riwayat yang tidak perlu diragukan menurut para pakar-pakar hadits. Hamran budak yang dimerdekakan oleh sahabat Ustman memberitahukan bahwa sahabat Utsman bin Affan t pernah melakukan wudhu dengan membasuh dua telapak tangannya tiga kali, lalu berkumur dan membasuh hidung, lantas membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh tangan kanan sampai siku-siku tiga kali, lalu membasuh tangan kiri sama halnya dengan tangan kanan, lantas mengusap kepala, kemudian membasuh kaki kanan sampai mata kaki tiga kali, lalu membasuh kaki kiri seperti halnya kaki kanan. Setelah itu beliau berkata: Seperti inilah aku melihat Rasulullah berwudhu, lantas Rasulullah bersabda: Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini lalu dia melakukan shalat dua rakaat dengan tanpa berbicara dalam dirinya (menggerutu/gruneng; jawa) maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.[3] Imam Muslim dalam riwayat hadits ini menambahkan pendapat Imam Ibnu Syihab yang termasuk salah satu ulama besar pada masa Imam Muslim (ada yang berpendapat beliau adalah

salah satu guru dari Imam Muslim) menyatakan wudhu yang di terangkan dalam hadits di atas adalah wudhu yang paling sempurna jika dilakukan oleh seseorang yang akan melakukan shalat.[4]

Dari sahabat Ibnu Abbas bahwa beliau pernah berwudhu membasuh wajah dengan mengambil air, lalu berkumur dan membasuh hidung, kemudian mengambil air lagi dengan kedua tangannya dan membasuh wajahnya, lantas mengusap kepalanya, lalu mengambil air lagi dengan menyiramkannya pada kaki kanan sampai benar-benar membasuhnya, kemudian membasuh kakinya yang kiri. Setelah itu beliau berkata: Demikianlah apa saya lihat ketika Rasulullah berwudhu.[5] Dari Abdullah bin Zaid bin Ashim Al Anshari. Beliau memiliki seorang teman akrab yang berkata kepadanya: Berwudhulah seperti wudhunya Rasulullah setelah permintaan itu Abdullah lantas mengambil air dengan membasuh dua tangannya tiga kali lalu memasukkan tangannya ke air lantas mengeluarkannya lagi kemudian dia berkumur dan membasuh hidungnya dengan satu pengambilan (cawukan; jawa) air sebanyak tiga kali, setelah itu dia memasukkan tangannya lagi ke air dan mengeluarkannya lalu membasuh wajahnya tiga kali. Lantas memasukkan tangannya lagi ke air dan mengeluarkannya kemudian membasuh dua tangan sampai dua siku dua kali-dua kali, setelah itu memasukkan tangannya ke air dan mengeluarkannya lantas mengusap kepala dari depan dan dari belakang, lalu membasuh dua kakinya sampai dua mata kaki, setelah itu beliau berkata: Beginilah wudhu yang dilakukan oleh Rasulullah .[6] Sesunggunya Abdullah bin Zaid bin Ashim Al Mazini menyebutkan bahwa dia pernah melihat Rasulullah berwudhu dengan cara berkumur lantas membasuh hidung lalu membasuh

wajah sebanyak tiga kali, tangan kanan tiga kali, tangan kiri tiga kali, kemudian mengusap kepala tidak dengan sisa air basuhan tangan (dengan mengambil air yang baru), lantas membasuh dua kaki beliau sampai membersihkan keduanya.[7]

BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN THAHARAH

Thaharah menurut bahasa artinya bersih Sedangkan menurut istilah syara thaharah adalah bersih dari hadas dan najis. Selain itu thaharah dapat juga diartikan mengerjakan pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis.[1]

Atau thaharah juga dapat diartikan melaksanakan pekerjaan dimana tidak sah melaksanakan shalat kecuali dengannya yaitu menghilangkan atau mensucikan diri dari hadas dan najis dengan air.[2]

Bersuci dari najis berlaku pada badan, pakaian dan tempat. Cara menghilangkannya harus dicuci dengan airsuci dan mensucikan.

B.

DALIL-DALIL THAHARAN

Dalil-dalil tentang thaharah, yaitu: )211 : (. Artinya : sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang bersuci. (Al-Baqarah : 122). " )" ( Artinya: Kebersihan itu sebagian dari iman

: , : : , , : , . Artinya: dari musab bin sa,id berkata: Abdullah bin umar pernah menjenguk ibnu amir yang sedang sakit. Ibnu amir berkata: Apakah kamu tidak mau mendoakan aku, hai ibnu umar?. Ibnu umar berkata: saya pernah mendengar Rasulullah SAW. Bersabda: Shalat yang tanpa bersuci tidak diterima begitu pula sedekah dari hasil korupsi. Sedang kamu adalah penguasa bashrah.[3]

C.

TUJUAN THAHARAH

Ada beberapa hal yang menjadi tujuan disyariatkannya thaharah, diantaranya: 1. 2. Guna menyucikan diri dari kotoran berupa hadats dan najis. Sebagai syarat sahnya shalat dan ibadah seorang hamba.

Nabi Saw bersabda: Allah tidak menerima shalat seorang diantara kalian jika ia berhadas, sampai ia wudhu, karena termasuk yang disukari Allah, bahwasanya Allah SWT memuji orang-orang yang bersuci : firman-Nya, yang artinya : sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan dirinya.(Al-Baqarah:122) Thaharah memiliki hikmah tersendiri, yakni sebagai pemelihara serta pembersih diri dari berbagai kotoran maupun hal-hal yang mengganggu dalam aktifitas ibadah seorang hamba. Seorang hamba yang seanantiasa gemar bersuci ia akan memiliki keutamaan-keutamaan yang dianugerahkan oleh Alloh di akhirat nanti. Thaharah juga membantu seorang hamba untuk mempersiapakan diri sebelum melakukan ibadah-ibadah kepada Alloh. Sebagai contoh seorang yang shalat sesungguhnya ia sedang menghadap kepada Alloh, karenanya wudhu membuat agar fikiran hamba bisa siap untuk beribadah dan bisa terlepas dari kesibukan-kesibukan duniawi, maka diwajibkanlah wudhu sebelum sholat karena wudhu adalah sarana untuk menenangkan dan meredakan fikiran dari kesibukan-kesibukan duniawi untuk siap melaksanakan sholat.

III. PEMBAHASAN A. 1. Pengertian serta Macam-macam Thaharah Pengertian Thaharah

Pengertian thaharah secara bahasa adalah bersuci dan bebersih dari kotoran material dan immaterial. Sedangkan maknanya secara syariat adalah mengangkat hadats dan menghilangkan najis. Mengangkat hadats itu terjadi dengan menggunakan air bersama niat. Yaitu di seluruh tubuh juka ia adalah hadats besar atau si anggota tubuh yang empat jika ia adalah hadats kecil. Bersuci bisa menggunakan apa yang menggantikan air ketika tidak ada air atau tidak mampu menggunakannya, yaitu dengan cara tayamum.[1] Kesucian dalam ajaran Islam dijadikan syarat sahnya sebuah ibadah, seperti shalat, thawaf, dan sebagainya. Bahkan manusia sejak lahir hingga wafatnya juga tidak bisa lepas dari masalah kesucian. Oleh karena itu para ulama bersepakat bahwa berthaharah adalah sebuah kewajiban. Sehingga Allah sangat menyukai orang yang mensucikan diri sebagaimana firman berikut ini: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang bersuci (QS. al-Baqarah/2: 222) Dalam sebuah hadis dijelaskan pula: Kesucian itu sebagian dari iman.[2] Secara umum ruang lingkup thaharah ada dua, yakni membersihkan najis ( istinja ) dan membersihkan hadas. Dari masing-masing ruang lingkup akan diperinci lagi. Dalam istinja akan dibahas mengenai benda najis, bahan untuk membersihkan najis, dan cara membersihkan najis.[3] 2. a. Macam-macam Thaharah Wudlu

Dalam perkembangannya, wudlu sebagai wahana mensuciakan diri dari hadas kecil, dapat digantikan dengan praktek penyucian lainnya yaitu ketika tidak didapatkan air. [4] Adapun rukun wudlu adalah sebagai berikut : a) Niat. hendaknya berniat menghilangkan hadast kecil, dan cara melakukannya tepat pada waktu membasuh muka, sesuai dengan pengertian niat itu sendiri : Qhasdus Syaiin, muqtarinan bi filihi. Yang artinya : meniatkan sesuatu secara beriringan dengan perbuatan. b) Membasuh seluruh muka ( mulai dari tumbuhnya rambut kepala hingga bawah dagu, dan dari telinga kanan hingga telinga kiri )

c) d) e) f) b.

Membasuh kedua tangan sampai siku-siku Mengusap sebagian rambut kepala Membasuh kedua belah kaki sampai mata kaki Tertib ( berturut-turut ).[5] Tayamum

Menurut pengertian bahasa, tayammum berarti maksud atau tujuan. Sedang menurut pengertian syariat, tayamum berarti menuju ke pasir untuk mengusap wajah dan sepasang tangan dengan niat agar diperbolehkan melakukan shalat.[6] Adapun rukun dan tata cara tayamum adalah sebagai berikut : a) Niat Para ulama berbeda pendapat tentang bagaimana niat tayamum seharusnya. Ulama Malikiyah dan Syafiiah berpendapat hampir sama, niat tayamum yang dianggap sah adalah niat tayamum untuk diperbolehkan melaksanakan sholat atau niat melaksanakan kewajiban tayamum, sedangkan untuk menghilangkan hadats tidak sah. Sedangkan ulama Hanafiah berpendapat bahwa niat hanya merupakan syarat sah tayamum, bukan rukun. Menurut kelompok ini, yang penting niat disertai tujuan tayamum.[7] b) Mengusap wajah dan kedua tangan dengan debu.

Menurut Malikiyah dan Hanabillah orang yang akan bertayamum harus menepukkan tanganya ke tanah yang suci satu kali kemudian mengusapkanya ke tangan dan wajah, sedangkan menurut Hanafiyah dan Syafiiyah harus menepukkan tangan dua kali, yang pertama untuk diusapkan ke tangan dan yang kedua ke wajah. Batasan dalam mengusap wajah tidak diharuskan debu merata sampai kulit dasar jenggot meskipun tidak lebat. Sedangkan bagian tangan sebagian ulama berpendapat hanya mengusap sampai pergelangan tangan saja dan menganggap sampai ke siku sebagai sunnah, namun sebagian mengqiyaskan dengan wudhu yaitu membasuh sampai siku-siku. c) Tartib

Syafiiah dan Hanabilah berpendapat bahwa tartib menjadi rukun tayamum untuk menghilangkan hadats kecil, sedangkan untuk menghilangkan hadats besar tidak menjadi rukun. Malikiyah dan Hanafiyah berpendapat bahwa tartib hanya sunah, bukan wajib. d) Muwalah

Shafiiyah dan Hanafiyah berpendapat bahwa muwalah atau berurutan tidak termasuk rukun tayamum, melainkan sunah. Sedangkan Malikiyah dan Hanabilah berpendapat untuk memasukkanya ke dalam rukun tayamum.[8] c. Mandi besar

Mandi adalah meratakan atau mengalirkan air keseluruh tubuh. Sedangkan mandi besar atau junub atau wajib adalah mandi dengan menggunakan air suci dan bersih ( air mutlak ) yang mensucikan dengan mengalirkan air tersebut keseluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tujuan mandi wajib adalah untuk menghilangkan hadast besar yang harus dihilangkan sebelum melakukan ibadah sholat. Mandi itu disyariatkan berdasarkan Firman Allah SWT : Dan jika kamu junub hendaklah bersuci! (Q.S Al-Maidah : 6).[9] Hal-hal yang mewajibkan mandi wajib. Mandi itu diwajibkan atas lima perkara : a. Keluar air mani disertai syahwat, baik diwaktu tidur maupun bangun, dari laki-laki atau wanita. b. Hubungan kelamin, yaitu memasukan alat kelamin pria kedalam alat kelamin wanita, walau tidak sampai keluar air mani. c. d. e. f. Firman Allah Taala : jika kamu junub, hendaklah kamu bersuci . Terhentinya haid dan nifas. Mati, bila seorang menemui ajal wajiblah memandikannya berdasarkan ijma. Orang kafir bila masuk islam.[10]

Rukun ( Fardhu ) dan Tata Cara Mandi Besar. Rukun mandi besar ada dua antara lain : 1) Niat ( bersamaan dengan membasuh permulaan anggota tubuh ).

2) Membasuh air dengan tata keseluruhan tubuh, yakni dari ujung rambut sampai ujung kaki.[11] Tata Cara Mandi Wajib. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama mandi ialah sebagai berikut : a) Membaca Niat. Yaitu Nawaitul ghusla lirofil hadatsil fardlol ilaahitaala .

b) Membilas atau membasuh seluruh badan dengan air ( air mutlak yang menyucikan ) dari ujung kaki ke ujung rambut secara merata. c) d. Hilangkan najis yang lain bila ada.[12] Istinja ( cebok )

Bersuci setelah buang air kecil atau air besar disebut istinja. Dalam hal ini boleh memakai air, dan jika tidak mendapati air maka boleh memakai tiga buah batu kering. Tiga buah batu yang dimaksud adalah bisa berupa tiga buah batu atau juga satu batu yang memiliki tiga sisi ( segitga ). Hukum Istinja adalah wajib, bagi yang tidak melakukannya terhitung dosa. Etika saat buang air, dalam ajaran Islam : a. b. c. Masuk kamar mandi mendahulukan kaki kiri, dan keluar menggunakan kaki kanan Hendaklah memakai alas kaki atau sandal Selama dikamar mandi jangan bicara kecuali terpaksa

d. Hendaklah jauh dari orang agar baunya tidak menggangu e. f. Menjauhi diri dari pandangan orang lain Jangan buang air di air yang tenang ( tidak mengalir )

B.

Alat alat untuk bersuci 1. Air

Ditinjau dari hukumnya air dibagi menjadi empat : a. Air mutlak yaitu air suci yang dapat dipakai mensucikan. Sebab belum berubah sifat ( bau, rasa, dan warnanya ). b. Air musyammas yaitu air suci yang dapat dipakai untuk mensucikan, namun makruh digunakan. Mislanya, air bertempat dilogam yang bukan emas, dan terkana panas matahari. c. Air mustamal yaitu air suci tetapi tidak dapat dipakai untuk mensucikan karena sudah dipakai untuk bersuci, meskipun air itu tidak berubah warna, rasa, dan baunya. d. Air mutanajis yaitu air yang terkena najis, dan jumlahnya kurang dari dua kullah. Karenanya air tersebut tidak suci dan tidak dapat dipakai mensucikan. 2. Tanah

Dapat mensucikan telapak kaki dan sandal yang dipergunakan berjalan diatas tanah, atau dapat dipergunkan untuk menggosok sesuatu yang melekat diatas sandal, dengan syarat bahan najis itu dapat hilang, menurut imamiyah dan hanafi.

C.

Macam - macan Hadas

Hadas adalah suatu keadaan tidak suci dan tidak dapat dilihat, tetapi wajib disucikan demi sahnya ibadah. Hadas dibagi dua : 1. Hadas kecil penyebabnya keluar sesuatu dari dubur dan kubul, menyentuh lawan jenis yang bukan muhrimnya, dan tidur nyenyak dalam keadaan tidak tetap. Cara mensucikan hadas kecil ini adalah dengan wudhu atau tayamum. 2. Hadas Besar penyebabnya keluar air mani, bersetubuh ( baik keluar mani atau tidak ), menstruasi atau nifas ( keluar darah karena melahirkan ), dan lain sebagainya. Cara mensucikan hadas besar adalah dengan mandi wajib.

D.

Macam - macam Najis dan cara menghilangkannya

Najis adalah suatu benda kotor menurut syara ( hukum agama ). Benda benda najis itu meliputi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Darah, dan nanah Bangkai, kecuali bangkai manusia, ikan laut, dan belalang Anjing dan babi Segala sesuatu yang dari dubur dan qubul Minuman keras, seperti arak Bagian atau anggota tubuh binatang yang terpotong dan sebagainya sewaktu masih hidup

Adapun macam - macam najis yaitu sebagai berikut : 1. Najis Ringan ( mukhofafah ), yaitu air kencing bayi lelaki yang berumur dua tahun, dan belum makan sesutu kecuali air susu ibunya. Menghilangkannya cukup diperceki air pada tempat yang terkena najis tersebut. Jika air kencing itu dari bayi perempuan maka wajib dicuci bersih. Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya pakaian dicuci jika terkena air kencing anak perempuan, dan cukup diperciki air jika terkena kencing anak laki - laki . ( HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Hakim )

2. Najis Sedang ( mutawasitoh ), yaitu segala sesuatu yang keluar dari dubur dan qubul manusia atau binatang, barang cair yang memabukkan, dan bangkai ( kecuali bangkai manusia, ikan laut, dan belalang ) serta susu, tulang, dan bulu hewan yang haram dimakan. Dalam hal ini tikus termasuk golongan najis, karena tikus hidup di tempat - tempat kotor seperti comberan dan tempat sampah sekaligus mencari makanan disana. Sedangkan kucing tidak najis. Rasulullah SAW telah bersabda, Sungguh kucing itu tidak najis, karena ia termasuk binatang yang jinak kepada kalian . ( HR Ash-habus Sunan dari Abu Qotadah ra.) Najis mutawasitoh dibagi dua : a) Najis I, yaitu yang berwujud ( tampak dan tidak dilihat ). Misalnya, kotoran manusia atau binatang. b) Najis hukmiyah, yaitu najis yang tidak berwujud ( tidak tampak dan tidak terlihat ), seperti bekas air kencing, dan arak yang sudah mongering. Cara membersihkan najis mutawashitho ini, cukupalah dibasuh tiga kali agar sifat - sifat najisnya( yakni warna, rasa, dan baunya ) hilang. 3. Najis berat ( mugholladhoh ) adalah najis anjing dan babi. Cara menghilangkannyaharus dibasuh sebanyak tujuh kali dan salah satu air yang bercampur tanah. Muhammad Rasulullah SAW bersabda : Jika bejana salah seorang diantara kalian dijilat anjing, cucilah tujuh kali dan salah satunya hendaklah dicampur dengan tanah . ( HR.Muslim ). Selain tiga jenis kotoran diatas, ada satu lagi, yaitu najis mafu ( najis yang dimaafkan ). Antara lain nanah dan darah yang cuma sedikit, debu, air dari lorong - lorong ynag memercik sedikit yang sulit dihindarkan.

IV. KESIMPULAN Bersuci dari hadas maupun najis termasuk dalam perihal thaharah atau bersuci. Dalam hukum Islam juga disebutkan, bahwa segala seluk beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting. Macam - macam Thaharah ada empat yaitu pertama,tentang wudhu yaitu menghilangkan najis dari badan. Kedua, tentang bertanyamum yaitu pengganti air wudhu disaat kekeringan. Ketiga, mandi besar yaitu menyiram air keseluruh tubuh disertai niat. Keempat, Istinja yaitu membersihkan kotoran yang keluar dari salah satu dua pintu keluarnya kotoran itu. Bersuci bisa juga menggunakan alat - alat bantu yang dianjurkan oleh Rasullullah SAW yaitu Air, tanah, dan masih banyak lagi yang bisa digunakan. Macam - macam hadas juga terbagi menjadi dua ialah hadas kecil yaitu yang disebabkan oleh keluar sesuatu dari dubur dan kubul, sedangkan hadas besar yaitu yang disebabkan oleh keluarnya air mani dan bersetubuh.

Dan macam - macam Najis terbagi menjadi tiga yaitu Najis Mukhofafah, Najis Mutawashitho, dan Najis Mogholladhoh.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam Hukum Islam Thaharah (bersuci) dengan segala seluk beluknya adalah sangat penting, terutama karena syarat sah shalat wajjib suci dari hadast besar dan hadast kecil serta suci badan, pakaian dan tempat dari najis. Thaharah (bersuci) merupakan alat pembuka pintu (miftah) untuk memasukkan ibadah shalat. Tanpa thaharah, pintu tersebut tidak akan terbuka, artinya ibadah shalat baik fardhu maupun yang sunat, tidaklah sah. Karena fungsinya sebagai alat pembuka (pintu) shalat, maka setiap ,muslim yang bermaksud akan mendirikan shalat tidak saja harus mengerti thaharah melainkan juga harus mengetahui dan tahu melaksanakannya sehingga thaharahnya terhitung sah menurut ajaran ibdah syariahnya. Bila kita perhatikan pengertian thaharah secara lughawi (bahasa) berarti Suci menurut istilah ahli fiqh (terminologi) thaharah adalah menghilagkan sesuatu yang menjadi kendala bagi sahnya ibadah tertentu. Kendala tersebut ada yang sifat atau bendanya. Sehingga dapat diketahui melalui indra, seperti benda-benda najis, tetapi ada juga yang sifat atau bendanya tidak nyata (abstrak) seperti hadast-hadast. (Baihaqi, 1966 : 17) Adapun yang dimaksud hadast adalah keadaan tidak suci dengan kata lain, orang yang tidak suci dikatakan berhadast yang menyebabkan tidak boleh shalat, thawaf atau ibadah lain yang mensyaratkan suci. Seseorang muslim yang bathal wudhunya maka ia telah suci kembali dan oleh karenanya ia boleh shalat, thawaf dan amalnya yang mensyaratkan wudhu. Hadast terbagi dua : hadast besar terjadi karena sesuatu yang menyebabkan misalnya bersetubuh, haid atau sebab lainnya yang mewajibkan mandi dan hadast kecil terjadi karena tidak berwudhu atau wudhu batal. Maka mensucikannya adalah dengan berwudhu.(Baihaqi, 1996:18) Perintah berwudhu ditunjukkan pada orang yang akan melaksanakan shalat. Wudhu adalah salah satu dari syarat sahnya shalat artinya shalat yang didirikan tidak akan menjadi sah tanpa didahului dengan wudhu yang sah.

You might also like