You are on page 1of 24

9

IGICIAA bJ
IA IIMbAI bJ
Limbah B3 memang sangat berba-
haya bagi lingkungan hidup dan kese-
hatan. Namun barang-barang yang
menghasilkan B3 sangat dibutuhkan
bagi kehidupan manusia, seperti
sabun, pupuk, dan pestisida. Untuk
itu pengelolaan limbah B3 harus
dilaksanakan secara tepat sebagai
upaya mencegah risiko bahaya.
Tungku pembakaran
kapur/tobong di Tegal
Foto: Sinung Nugroho
14S
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
PEMBANGUNAN di bidang industri, di satu sisi akan
memberikan dampak yang bermanfaat bagi kese
jahteraan hidup rakyat. Namun di sisi lain, bidang in
dustri akan menghasilkan limbah yang dapat berben
tuk limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Limbah
B3 yang dibuang langsung ke dalam lingkungan dapat
menimbulkan bahaya bagi lingkungan, keselamatan
manusia dan juga makhluk hidup lainnya.
Bahan berbahaya dan beracun (B3) umumnya digu
nakan pada sektor industri, pertanian, pertambangan
dan rumah tangga. Penggunaan B3 pada berbagai
sektor tersebut juga akan menghasilkan limbah B3
yang memerlukan pengelolaan lebih lanjut.
9.1. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
B3 adalah bahan yang karena sifat atau konsentrasi
nya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak
lingkungan hidup, dan atau membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia, serta
makhluk hidup lainnya.
9.1.1. Penggunaan B3
Sebagaimana definisi B3 di atas, meskipun B3 sangat
berbahaya bagi lingkungan hidup dan kesehatan ma
nusia, namun banyak barangbarang yang menghasil
kan B3 memang sangat dibutuhkan bagi kehidupan
manusia, seperti sabun, pupuk, dan pestisida. Tabel
9.1 menunjukkan banyaknya penggunaan barangba
rang yang mengandung B3.
Tabel 9.1. Banyaknya Produksi Barang yang Mengandung B3 2003 - 2005
Kode KKI Uraian Satuan 2003 2004 2005
2412010199 Pupuk alam lainnya yg berasal dr batuan Ltr
2412010199 Pupuk alam lainnya yg berasal dr batuan Kg 381.350 171.000
241210101 Pupuk fosfat alam Ton 131.904 140.168 126.695
241210101 Pupuk fosfat alam Zak 35.200 28.200 28.500
241210102 Pupuk kapur pertanian Ton 4.405
241210103 Pupuk dolomite Ton 1.952.634 387.932 320.219
241210104 Zeolit Ton 2.790 22.886 22.804
241210201 Pupuk guano Ton 24
241210202 Pupuk ikan mentah Ltr 15.800 15.750 15.250
241210204 Pupuk kompos Ton 1.162 1.891 2.514
241219700 Pupuk alam/non sistetis lainnya Ton
241219700 Pupuk alam/non sistetis lainnya Ltr 72.000
2412201 Pupuk tunggal N (nitrogen) Ton 26.722 26722 26.722
241220107 Amonium sulfat (ZA) Ton 318.128 521.130 572.599
241220110 Urea Ton 11.977.170 3.402.215 5.590.067
241220199 Pupuk tunggal N lainnya Kg 7.432.000
241220202 Double Superphosphate (DSP) Ton 35.262 35.065 35.065
241220203 Single Superphosphate (SSP) Kg 251.000
241220207 Fused magnesium phosphate (FMP) Kg 134.240.667 134.240.667 134.240.667
241229700 Pupuk buatan tunggal lainnya Liter 14.976.164 14.976.164 14.976.164
241229700 Pupuk buatan tunggal lainnya Ton 105.356.978 136.630.565 22.020.516
241230102 DAP (diamonium phosphate) Zak 13.721
241230102 DAP (diamonium phosphate) Kg 12.073.000
241230299 Pupuk buatan majemuk nitrogen kalium lainnya Ton 6.000 7.404 65.000
2412303 Pupuk buatan majemuk fosfat kalium Ton 39.919 203.780 204.138
241230399 Pupuk buatan majemuk fosfat kalium lainnya Ton 10.277 12.946 28.430
2412304 Pupuk buatan majemuk NPK Ton 35.692 47.626 357.191
241230499 Pupuk buatan NPK lainnya Ton 4.133 21.920.288 38.195
241230499 Pupuk buatan NPK lainnya *
241230500 Pupuk campuran Ton 470.804 738.225 738.225
241290100 Pupuk pelengkap cair (PPC) Liter 3.083.545 5.718.149 5.718.149
242114899 Urea lainnya Ton 224.872.592 521.108 521.108
242110204 Diazinon Ton 80
146
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
242110805 2,4D dimetil amina Ton 486
242110999 Asetamid Lainnya Ton 10.300 28.268
242119700 Bahan baku pemberantas hama lainnya Ton 11.093
242110104 Butyl phenylmethyl carbamat (BPMC) Kg 32.979 32.979 273.660
242110114 Methyl isopropyl carbamat (MIPC) Kg 8.950 8.950
242110116 Metomil Kg 16.373 16.373
242110116 Metomil Buah 38.140
242110120 Propoksur Kg 34.448 34.448 70.076
2421201 Insektisida untuk pertanian/industri Liter 582.460 582.460 582.460
242120199 Insektisida senyawa lainnya Ton 48 48 48
242120199 Insektisida senyawa lainnya Liter
2421202 Fungisida untuk pertanian/industri Liter 51.349 51.349 51.349
242120207 Fungsida senyawa organik lainnya Ton 162 162 154
242120299 Fungisida senyawa lainnya Kg 1.216 1.216 1.216
242120299 Fungisida senyawa lainnya Liter
2421203 Herbisida untuk pertanian/industri Ton 151 151 151
242120399 Herbisida senyawa lainnya Liter 9.606.934 8.760.381 8.760.381
242120399 Herbisida senyawa lainnya ton 1.106 1.280 1.281
242120499 Rodentisida senyawa lainnya Ton 16 16 16
242120902 Insektisida padat kering (mosquito coil) Lusin 16.638.349 16.510.934 30.597.842
242120902 Insektisida padat kering (mosquito coil) buah 56.038.596 196.485.159
242120903 Insektisida aerosol Lusin 91.438 100.297 157.343
242120904 Insektisida cairan (liquid) Liter 96.541 2.693.394 2.693.394
242120904 Insektisida cairan (liquid) Lusin 96.541 99.730
242120904 Insektisida cairan (liquid) Ton 7.595 5.720 5.681
242120904 Insektisida cairan (liquid) Buah ` 157.364
242120907 Insektisida oil spray Buah 12.084 12.084 12.084
242120910 Insektisida lotion Buah 97.113.719 97.113.719 97.113.719
242120911 Insektisida cream Buah 79.720 79.720 79.720
242120913 Insektisida bubuk/wettable powder Buah 37.394 37.394 37.384
242120913 Insektisida bubuk/wettable powder Kg 302.000 316.570 316.570
242120914 Insektisida butiran (granule) Ton 2.632 3.968 3.968
242120915 Insektisida padat basah (mat) Lusin 53.880 53.880 7.100
242120999 Insektisida dalam bentuk lainnya Lusin 246.582 246.582 246.582
2421211 Preparat pembasmi hama rumah tangga Kg 7.731 2.123.731 4.244.139
2421211 Preparat pembasmi hama rumah tangga Lusin 7.608.780 99.921 69.945
2421211 Preparat pembasmi hama rumah tangga Kg 4.244.139
2421297 Pestisida lainnya Liter
242129701 Pestisida lainnya untuk pertanian Kg 102.953 102.953 102.953
242129702 Pestisida lainnya untuk rumahtangga/kantor Ton
242129702 Pestisida lainnya untuk rumahtangga/kantor Liter 52.185 52.185 52.185
242129702 Pestisida lainnya untuk rumahtangga/kantor * 2.254.970 2.254.970
242129799 Pestisida lainnya Kg
2424101 Sabun rumah tangga Buah 2.891.820
2424101 Sabun rumah tangga Kg
242410102 Sabun toilet cair Liter 36.624 36.624 36.624
242410103 Sabun cuci padat Batang 835.692 26.642.994 1.451.994
242410103 Sabun cuci padat Buah 725.392 588.392
242410103 Sabun cuci padat Kg 72.632.845 66.433.453 120.003.286
242410103 Sabun cuci padat Lusin 259.166 53.335 1.221.629
242410103 Sabun cuci padat * 5.335 5.335
242410104 Sabun cuci cair Buah
147
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
242410104 Sabun cuci cair Kg
242410104 Sabun rumah tangga lainnya Kg
242410104 Sabun cuci cair * 29.580
242410199 Sabun rumah tangga lainnya Kg 9.061.000 7.406.000
242410199 Sabun rumah tangga lainnya Lusin 6.128.013 4.445.355 373.790
242410199 Sabun rumah tangga lainnya Gross 31.101
242410203
Sabun keras dalam bentuk batangan atau
tablet
Buah 4.766.876
242410203
Sabun keras dalam bentuk batangan atau
tablet
Ton 41.598 39.279 533.561
2424103 Deterjen Kg 399.071
242410301 Detergen padat untuk keperluan rumah tangga Kg 5.731.000 5.731.000 5.783.071
242410302 Detergen bubuk untuk keperluan rumah tangga Ton 228.857 227.152 227.179
242410303 Detergen cream untuk keperluan rumah tangga Ton 234.969 240.528 950.295
242410304 Detergen cair untuk keperluan rumah tangga Ton 30.472 30.472 30.472
242410399 Detergen lainnya Ton
242410399 Detergen lainnya Lusin 5.875 7.052.436 4.955.057
2424104 Bahan pembersih Lusin 2.364 2.364 4.728
242410401 Bahan pembersih lantai cair Liter 5.841.122 5.841.122 5.950.360
242410401 Bahan pembersih lantai cair Kg 646.543 646.543 646.543
242410401 Bahan pembersih lantai cair Lusin 277.560 254.313 173.109
242410401 Bahan pembersih lantai cair Galon 85.761
242410401 Bahan pembersih lantai lainnya Botol 9.594 7.463
242410402 Bahan pembersih lantai lainnya Liter 14.000 14.000
242410402 Bahan pembersih lantai lainnya Kg 265.628 265.628
242410403 Bahan pembersih porselin/kloset cair Liter 562.927 562.927 562.927
242410403 Bahan pembersih porselin/kloset cair Kg 2.856 2.856 2.856
242410405 Bahan pembersih kaca cair Liter 119.069 119.069 119.069
242410406 Bahan pembersih kaca lainnya Lusin 128.305 273.126 65.907
242410407 Bahan pembersih mebel cair galon 8.741
242410408 Bahan pembersih mebel cair Lusin 137.301 132.322 8.926
242410409 Bahan pembersih karpet cair Liter 145.565 145.565
242410499 Bahan pembersih lainnya Kg 13.000
242410499 Bahan pembersih lainnya Lusin 103.506 375.828 71.535
242410499 Bahan pembersih lainnya Galon 18.793
242410499 Bahan pembersih lainnya Liter 502.699 502.699 502.699
242420402 Hair spray Lusin 26.213 26.733
242421201 Sabun mandi padat Batang
242421201 Sabun mandi padat Buah 1.482.280 12.734.376
242421201 Sabun mandi padat Ton 66.908 305.764
242421201 Sabun mandi padat Lusin 123.523 2.159.788 218.586
242421202 Sabun mandi cair Ton 2.461 11.366 7.246
242421202 Sabun mandi cair Buah 48.234.187 40.713.199
242421202 Sabun mandi cair Liter 37.679 39.250 39.250
242421203 Sabun mandi antiseptic Gram 361.998
242421203 Sabun mandi antiseptic Kg 288.668 288.306
242421203 Sabun mandi antiseptic Lusin 22.799 22.799 45.598
Sumber: Statistik Lingkungan Hidup 2008, BPS, 2009
Keterangan:
* = Data tidak diketahui satuannya.
148
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
9.1.2. Senyawa Persistent Organic Pollutants
(POPs)
Bahan kimia yang digolongkan sebagai POPs adalah
bahan kimia beracun yang berisiko pada kesehatan
manusia, bersifat menetap (persisten) dan sulit untuk
terurai dengan proses alamiah, bertahan di lingkungan
dalam waktu yang sangat lama, cenderung akan ter
akumulasi pada jaringan lemak, semi volatil dan dapat
berpindah pada jarak yang jauh melalui udara dan air.
Perpindahan bahan kimia POPs pada jarak jauh me
lalui tiga tahap, yaitu evaporasi, perpindahan dalam
atmosfer dan kondensasi pada suhu yang rendah.
Bahan kimia POPs dapat menyebabkan kanker, aler
gi dan merusak susunan saraf, juga diketahui dapat
mengganggu sistem endokrin yang menyebabkan
kerusakan pada sistem reproduksi dan sistem kekeba
lan yang terjadi pada makhluk hidup termasuk janin.
Sesuai dengan konvensi Stockholm, bahan kimia POPs
terdiri dari dua belas senyawa, dimana sembilan ter
golong ke dalam pestisida (DichloroDiphenylTrichlo
roethane/DDT, aldrin, dieldrin, klordan, endrin, heptak
lor, heksaklorobenzen, mirex dan toksapen), satu bahan
kimia industri (Poly Chlorinated Biphenyl/PCB) dan dua
lagi merupakan produk sampingan yang tidak sengaja
terbentuk dalam suatu proses (Dioxin dan furan).
Penggunaan POPs di Indonesia sudah tidak diperboleh
kan lagi. Namun hasil pemantauan POPs yang dilaku
kan di beberapa lokasi di Indonesia masih menunjuk
kan bahwa beberapa senyawa POPs khususnya DDT
dan turunannya masih terdeteksi di lingkungan baik
pada air sungai, sedimen sungai maupun pada tanah.
Untuk mengetahui tingkat pencemaran POPs di ling
kungan, pada tahun 2008 dilakukan pemantauan se
nyawa tersebut di sekitar area pertanian atau perke
bunan di kota Medan, Semarang, Cianjur, Karawang,
dan Dieng. Senyawa POPs yang dipantau adalah al
drin, heptaklor, heptaklor epoksid, cisKlordan, p,p
DDE, dieldrin, endrin, p,pDDD, o,pDDT, p,pDDT
dan PCBs.
Hasil pemantauan pada air sungai di lokasi pertanian
atau perkebunan di lima kota tersebut menunjukkan
bahwa senyawa DDT dan turunannya sudah tidak
ditemukan kecuali di Medan dan Lampung. Di Medan,
air yang dipantau mengandung o,pDDT dengan kon
sentrasi 0,11 ppb dan p,pDDT dengan konsentrasi
0,66 ppb. Sedangkan di Semarang, air yang dipantau
mengandung p,pDDT dengan konsentrasi 0,04 ppb.
Grafik 9.1. Konsentrasi Tertinggi Senyawa POPs Terdeteksi di Air 2008
Sumber: KNLH, 2008
14
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
Grafik 9.2. Konsentrasi Tertinggi Senyawa POPs Terdeteksi di Sedimen 2008
Sumber: KNLH, 2008
Grafik 9.3. Konsentrasi Tertinggi Senyawa POPs Terdeteksi di 2008
Sumber: KNLH, 2008
Hasil pemantauan pada sedimen sungai menunjukkan
bahwa di kelima kota tersebut masih terdapat se
nyawa DDT dan turunannya. Di kota Medan bahkan
menunjukkan kandungan p,pDDT dengan konsentrasi
36 ppb dan di Dieng dengan konsentrasi 23 ppb. Un
tuk kandungan o,pDDT terpantau di Medan dengan
konsentrasi 18 ppb dan di Cianjur dengan konsentrasi
sebesar 0,8 ppb.
Pada tanah pertanian, dari hasil pantauan di kelima
kota tersebut, konsentrasi turunan DDT yaitu p,p
DDT tertinggi yang terdeteksi dengan konsentrasi
213 ppb di Medan, 72 ppb di Cianjur, 5,5 ppb di Kara
wang, 128 ppb di Dieng dan 41,8 ppb di Semarang.
9.1.3. Bahan Perusak Ozon
Bahanbahan perusak ozon (BPO) biasanya digunakan
untuk pendingin pada penyejuk udara dan kulkas, busa
pengembang, pemadam kebakaran, pelarut, pestisida,
dan bahan pendorong dalam tabung semprot peng
harum ruangan, penyemprot rambut, atau parfum.
1S0
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
Konvensi Wina (1985) merupakan kesepakatan ma
syarakat internasional untuk melindungi lapisan ozon,
dan Protokol Montreal (1987) berisi komitmen peng
hapusan BPO. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi
Konvensi Wina (1985) pada tahun 1992 dan Montreal
Protocol (1987) pada tahun 1998. Banyaknya impor
komoditi bahan yang mengandung zat perusak ozon
dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 dapat
dilihat pada Tabel 9.2.
Sebagai negara yang tidak memproduksi dan mengek
spor BPO, maka tingkat pemenuhan kewajiban Indo
nesia diukur dari keberhasilannya mengawasi dan
menghentikan impor BPO. Untuk memenuhi kewajiban
tersebut, Pemerintah Indonesia melakukan upaya
pengendalian pemasukan BPO ke wilayah Indonesia
dan juga melaksanakan pengurangan penggunaaan
BPO di berbagai sektor kegiatan. Jenis BPO yang
menjadi target pengurangan secara bertahap adalah
CFC, Halon, CTC, TCA, HCFC, Bromochloromethane,
dan Metil Bromida.
Pada awalnya Pemerintah Indonesia menargetkan
penghapusan keberadaan bahan perusak ozon di In
donesia pada akhir tahun 2007. Namun karena banyak
faktor, pemerintah kemudian menunda masa pem
batasan pemakaian BPO sampai tahun 2010. Khusus
untuk methyl bromide sampai dengan tahun 2015.
Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9.3.
Tabel 9.2 Banyaknya Impor Komoditi Bahan yang Mengandung Zat Perusak Ozon
Komoditi Kode HS
Jumlah (ton)
2005 2006 2007 2008
*)
Mercury 2805400000 28,9 30,9 35,4 4,9
Cyanides & Cyanide Exides of Sodium 2837110000 1.861,5 2.596,7 4.670,2 1.542,7
Other Cyanides Compounds 2837190000 17,2 0,3 188,4 383,5
Other Disodium Tetraborates 2840190000 15.794,7 17.250,1 10.738,2 15.768,7
Carbon Tetrachloride 2903140000
Vinyl Chloride 2903211000 43.284,6 78.276,0 98.005,9 73.150,6
Trichloroethylene 2903220000 2.146,1 2.060,8 1.808,8 1.280,8
Fluorinated, Brominated/Iodinated, Derivatives
of Acyclic Hydrocarbon
2903300000
Methanal 2912110000 357,6 19,1
Paraformaldehyde 2912600000 5.418,2 4.206,6 3.349,0 2.828,8
Teflon for Protector 3208903010 323,6
Propellent Powders 3601000000 1,7 46,8 1.479,1 34,8
PVC Resin Emulsion Process in Powder Form 3904102000 7.664,2
Other Polyvinyl Chloride 3904109900
Poluvinyl Choride Non Plasticised in Other
Forms
3904219000 97,1 91,3
Ozone Therapy, Oxygen Therapy, Aerosol
Therapy, Artificial Respiration
9019200000 108,2 1,5 39,5
Sumber: Statistik Lingkungan Hidup 2008, BPS, 2009
Keterangan: *) Data sampai bulan Juni 2008
Tabel 9.3. Jadwal Penghentian Impor Bahan Perusak Ozon
Jenis BPO
Jadwal Penghapusan
Internasional
Batas Pelarangan Impor Nasional
CFC 2010 1 Januari 2008
Halon 2010 1998
Carbon tetrachloride 2010 1998
1.1.1trichloroethane/TCA 2015 1998
Methyl Bromide 2015
1 Januari 2008 (pengecualian untuk Karantina, dan
Pra Pengapalan)
Sumber: KNLH, 2008
1S1
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
Grafik 9.4. Tingkat Konsumsi BPO di Indonesia
Sumber: KNLH, 2008
9.2. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah
sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung
bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat
dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makh
luk hidup lainnya.
9.2.1. Kuantitas dan Kualitas Limbah B3
Sebagian besar limbah B3 merupakan hasil kegiatan
industri yang beraneka ragam. Meskipun demikian, ha
sil pencatatan terhadap produksi limbah yang terse
dia belum dapat mencakup semua jenis industri yang
besar. Hasil pencatatan yang dilakukan oleh Asosiasi
Pengelola Limbah B3 Indonesia (APLI) menyebutkan
bahwa produksi limbah B3 berupa pelumas bekas dari
hasil kegiatan pertambangan saja pada tahun 2008
mencapai 19.515,04 ton. Limbah B3 berupa pelumas
bekas dari hasil kegiatan lainnya dapat dilihat pada
Tabel 9.4.
Berdasarkan wilayah yang menghasilkannya, lim
bah pelumas bekas yang dikumpulkan PT Wiraswas
ta Gemilang Indonesia (WGI) dan PT Agip Lubrindo
Pratama (Agip) pada tahun 2008 mencapai 96.872,73
kiloliter dengan Jawa Timur sebagai penghasil limbah
pelumas bekas terbanyak sebesar 20.542,50 kiloliter.
Tabel 9.4. Limbah B3 Pelumas Bekas 2008
No Jenis kegiatan Dihasilkan (ton)
Dikelola
(ton)
3 R (ton) Keterangan
1. Industri dasar 13.191,20 103,53 4.036,97
Termasuk kegiatan manu
faktur otomotif
2. Industri kimia 12.076,53 603,82 2.656,84
3. Agroindustri 8.768,12 306,89 2.367,39
4. Migas 776,47 34,94 114,14
5. Pertambangan 19.515,04 1.512,42 4.166,46
6. Energi 66.209,76 18.869,78 27.318,15
TOTAL 120.537,13 21.431,38 40.659,95
Sumber: APLI, 2008
1S2
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
Tabel 9.5. Limbah Pelumas Bekas Yang Dikumpulkan PT
WGI dan PT Agip 2008
Wilayah Volume (Kiloliter)
DKI Jakarta dan Jawa Barat 20.295,00
Jawa Timur 20.542,50
Jawa Barat 12.344,70
Bali dan Nusa Tenggara 8.385,30
Sumatera Utara 613,25
Sumatera Selatan 3.515,20
BatamRiau 125,51
Lampung 1.846,25
Kalimantan 14.694,24
Sulawesi 14.510,78
Total 96.872,73
Sumber : APLI, 2008
9.2.2. Aktifitas Pertambangan Emas Tanpa Izin
Penambangan emas tanpa izin (PETI) banyak dila
kukan di wilayahwilayah yang mempunyai kandung
an bijih emas. Kegiatan penambangan emas secara
tradisional ini berpotensi menimbulkan pencemaran
lingkungan akibat penggunaan beberapa bahan kimia
berbahaya. Untuk mengetahui dampak pencemaran
dari kegiatan PETI, pada tahun 2008 telah dilakukan
pemantauan di beberapa aliran sungai yang terdapat
aktifitas penambangan emas tradisional.
Pengambilan contoh uji dilakukan di Sungai Talawaan
dan Sungai Kadumut, Sulawesi Utara, pada 6 (enam)
lokasi. Di Kalimantan Tengah, pengambilan contoh
uji dilakukan di Sungai Kahayan dan Sungai Rungan
pada 6 (enam) lokasi. Di Kalimantan Barat, pengam
bilan contoh uji dilakukan di Sungai Kapuas, Sungai
Melawi, Sungai Sepauk dan Sungai Mandor pada 7
(tujuh) lokasi. Di Sumatera Barat, pengambilan contoh
uji dilakukan di Sungai Batanghari dan Sungai Piruko
pada 10 (sepuluh) lokasi. Di Jambi, juga dilakukan
pengambilan contoh uji di Sungai Batanghari pada 5
(lima) lokasi. Jenis contoh uji yang diambil adalah air,
sedimen, ikan dan lumut. Parameter yang diuji adalah
temperatur, TDS, TSS, DHL, pH, DO, logam berat (As,
Cd, Cr, Cu, Pb, Hg, Zn, Ni) dan sianida. Nilai akumu
lasi merkuri terhadap pekerja PETI dilakukan dengan
mengambil contoh uji rambut dari pengolah emas di
Sumatera Barat.
a. Kualitas air sungai yang terdapat aktifitas
PETI
Dari Tabel 9.6, Tabel 9.7, Tabel 9.8, Tabel 9.9 dan
Tabel 9.10 secara umum kualitas air sungai yang
terdapat aktifitas PETI di Sulawesi Utara, Kaliman
tan Tengah, Kalimantan Barat, Sumatera Barat dan
Jambi masih di bawah Kualitas Mutu Air (KMA) ke
las II sebagaimana dipersyaratkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelo
laan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran, ke
cuali untuk parameter residu tersuspensi atau total
suspended solids (TSS) dan sianida.
Di Sulawesi Utara, konsentrasi TSS di seluruh lokasi
pengambilan contoh uji kualitas air sungai yang ter
dapat aktifitas PETI menunjukkan masih di bawah
KMA kelas II, kecuali di lokasi SU06 yang menunjuk
kan konsentrasi TSS sebesar 54 mg/L. Konsentrasi
TSS yang memenuhi KMA kelas II adalah sebesar 50
mg/L.
Di salah satu lokasi pengambilan contoh uji kualitas
air sungai yang terdapat aktifitas PETI di Sulawesi
Utara yaitu di lokasi SU03, menunjukkan konsentra
si sianida yang melebihi KMA kelas II yaitu sebesar
0,036 mg/L. KMA kelas II untuk konsentrasi sianida
adalah sebesar 0,02 mg/L.
Di Kalimantan Tengah, dari 6 lokasi pengambilan
contoh uji kualitas air sungai yang terdapat aktifitas
PETI, 4 lokasi menunjukkan konsentrasi TSS di atas
KMA kelas II yaitu di lokasi KT01, KT02, KT03, dan
KT04. Untuk parameter lainnya masih menunjukkan di
bawah KMA kelas II kecuali untuk parameter oksigen
terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) di lokasi KT04
sebesar 3,0 mg/L. Konsentrasi DO yang memenuhi
KMA kelas II minimal sebesar 4,0 mg/L.
Kualitas air sungai yang terdapat aktifitas PETI di 7
lokasi pengambilan contoh uji di Kalimantan Barat un
tuk seluruh parameter menunjukkan masih di bawah
KMA kelas II kecuali untuk parameter TSS di lokasi
KB04, KB05 dan KB06 yang masingmasing adalah
sebesar 108 mg/L, 52 mg/L dan 894 mg/L.
Sangat tingginya konsentrasi TSS di lokasi KB06
disebabkan oleh aktifitas penambang yang menyedot
air sungai untuk disemprotkan ke atas karpet guna
mengambil pasir emas. Penyemprotan air sungai meng
akibatkan pasir/sedimen sungai bercampur dengan
air sehingga mengakibatkan konsentrasi TSS yang
sangat tinggi.
Dari keseluruhan parameter yang diuji berdasarkan
contoh uji yang diambil dari air sungai yang terdapat
aktifitas PETI di Sumatera Barat, hanya parameter
TSS yang berada di atas KMA kelas II yaitu contoh uji
yang diambil dari lokasi SB03, SB05, SB06 dan SB07
dengan masingmasing konsentrasi TSS sebesar 54
mg/L, 84 mg/L, 54 mg/L dan 57 mg/L.
Di Jambi, kualitas air sungai yang terdapat aktifitas
PETI di 5 lokasi menunjukkan masih di bawah KMA
kelas II kecuali di lokasi J02, J03, dan J04 yang
menunjukkan konsentrasi TSS masingmasing sebe
sar 101 mg/L, 55 mg/L dan 58 mg/L.
1SJ
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
b. Kadar logam dalam sedimen sungai yang ter-
dapat aktivitas PETI
Konsentrasi logam Cu, Zn, Cr, Pb, Ni, Pb, As, Hg dalam
sedimen secara umum terdeteksi di semua lokasi
dengan tren yang berbeda. Logam Cd dalam sedimen
tidak terdeteksi kecuali di lokasi KB05 Kalimantan
Barat sebesar 22 mg/kg, meskipun dalam air sungai
tidak terdeteksi.
Logam Cr dalam sedimen berkisar 0,28 mg/kg sam
pai 26 mg/kg, dan tertinggi di lokasi SB01 Sumatera
Barat sebesar 26 mg/kg. Zn dalam sedimen tertinggi
di J03, Jambi yaitu sebesar 90 mg/kg. Sedangkan
Ni dalam sedimen tertinggi di lokasi SB01 Sumatera
Barat yaitu sebesar 46 mg/kg.
Konsentrasi logam Pb dalam sedimen berkisar 2,9
mg/kg sampai 23 mg/kg dan tertinggi di lokasi SB08
yaitu sebesar 23 mg/kg.
Logam As dan Hg dalam sedimen sungai terdeteksi di
semua lokasi dengan konsentrasi yang tidak jauh ber
beda. Konsentrasi As tertinggi dalam sedimen sungai
ditemukan di lokasi SB01 Sumatera Barat yaitu sebe
sar 9,4 mg/kg, sedangkan konsentrasi Hg tertinggi
dalam sedimen sungai berada di lokasi SU03 Sulawesi
Utara sebesar 5,9 mg/kg.
c. Kadar logam dalam ikan dan lumut
Biota sungai berupa ikan dan lumut tidak ditemukan di
semua lokasi pengambilan contoh uji. Ikan hanya dite
mukan di Kalimantan Tengah di lokasi KT04 dan di Ka
limantan Barat di lokasi KB02. Sedangkan lumut hanya
di Kalimantan Barat di lokasi KB02, KB03 dan KB05.
Hasil analisis kadar logam dalam ikan di lokasi KT04
Kalimantan Tengah menunjukkan konsentrasi logam
tertinggi adalah logam Zn yaitu sebesar 3,1 mg/kg,
sedangkan yang terendah adalah logam Cu yaitu
sebesar 0,07 mg/kg. Merkuri dan Arsen terdeteksi
masingmasing sebesar 0,22 mg/kg dan 0,18 mg/kg.
Logam Ni, Pb dan Cr masing masing sebesar 0,92 mg/
kg; 1,9 mg/kg dan 0,13 mg/kg.
Kadar logam yang terdapat dalam ikan di lokasi KB02
Kalimantan Barat berturutturut dari yang tertinggi
sampai terendah adalah Zn sebesar 5,1 mg/Kg; Pb
sebesar 1,3 mg/L; Ni sebesar 0,68 mg/kg; Cu sebe
sar 0,61 mg/kg; Hg sebesar 0,19 mg/kg; As sebesar
0,078 mg/kg dan Cr sebesar 0,061 mg/kg.
Hasil analisis contoh lumut yang ditemukan di Kali
mantan Barat menunjukkan bahwa di masingmasing
lokasi pengambilan contoh uji, Zn merupakan logam
terbanyak dibandingkan dengan logam yang lainnya.
Logam Ni, Pb dan Cr tertinggi di lokasi KB02 sedang
kan untuk logam Cu, As dan Hg tertinggi di lokasi
KB05 dengan nilai masingmasing 7,4 mg/kg; 1,1 mg/
kg dan 0,35 mg/kg.
Tabel 9.6. Hasil Pemantauan Kualitas Sungai yang Terdapat Aktifitas PETI di Sulawesi Utara 2008
Parameter Satuan
Kode Lokasi Pengambilan Contoh Uji
SU01 SU02 SU03 SU04 SU05 SU06
Kualitas air sungai
Temperatur
o
C 23 26 26 25 27 27
TDS mg/L 384 48 52 68 49 53
TSS mg/L 23 40 40 8 17 54
DHL S/cm 788 102 109 143 101 111
pH 7,6 8,1 7,8 7,8 8,2 8
DO mg/L 7,1 7,3 7,3 7,3 7 7
Arsen mg/L TD TD TD TD TD TD
Kadmium mg/L TD TD TD TD TD TD
Khrom mg/L 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 TD
Tembaga mg/L TD TD TD TD TD TD
Timbal mg/L TD TD TD TD TD TD
Air Raksa mg/L TD TD TD TD TD TD
Seng mg/L TD TD TD TD TD TD
Nikel mg/L TD TD TD TD TD TD
Sianida mg/L 0,012 0,012 0,036 0,010 0,010 0,008
Kadar logam dalam sedimen sungai
Arsen mg/Kg 1,1 1,5 3,1 0,86 1,1 1,2
Kadmium mg/Kg TD TD TD TD TD TD
Khrom mg/Kg 0,28 0,92 TD TD 0,96 TD
Tembaga mg/Kg 26 37 93 34 65 32
Timbal mg/Kg 20 6,4 7,7 2,9 9,3 4,6
Air Raksa mg/Kg 0,68 0,9 5,9 0,84 3,8 1,5
Seng mg/Kg 2,2 46 67 18 56 34
Nikel mg/Kg 1,8 2 2,3 1,1 2 1,6
Sumber: KNLH, 2008
1S4
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
Tabel 9.7. Hasil Pemantauan Kualitas Sungai yang Terdapat Aktifitas PETI di Kalimantan Tengah 2008
Parameter Satuan
Kode Lokasi Pengambilan Contoh Uji
KT01 KT02 KT03 KT04 KT05 KT06
Kualitas air sungai
Temperatur
o
C 29 29 29 28 28 28
TDS mg/L 12 12 11 9 89 5,9
TSS mg/L 104 91 122 38 61 23
DHL S/cm 27 26 25 19 20 14
pH 7,8 7,6 6,8 6,7 6,9 6,6
DO mg/L 4,2 6,3 5,8 3 4,2 2,6
Arsen mg/L TD TD TD TD TD TD
Kadmium mg/L TD TD TD TD TD TD
Khrom mg/L TD TD TD TD TD TD
Tembaga mg/L TD TD TD TD TD TD
Timbal mg/L TD TD TD TD TD TD
Air Raksa mg/L TD TD TD TD TD TD
Seng mg/L TD TD TD TD 0,012 TD
Nikel mg/L TD TD TD TD TD TD
Sianida mg/L 0,004 0,002 0,008 0,004 0,004 0,002
Kadar logam dalam sedimen sungai
Arsen mg/Kg 1,9 0,77 3,1 2,6 3,6 1,9
Kadmium mg/Kg TD TD TD TD TD TD
Khrom mg/Kg 9,7 2,2 13 12 13 9,7
Tembaga mg/Kg 30 5,2 31 38 27 30
Timbal mg/Kg 14 3,7 16 17 16 14
Air Raksa mg/Kg 0,088 0,13 0,21 0,13 0,12 0,088
Seng mg/Kg 50 13 78 66 73 50
Nikel mg/Kg 11 2,1 17 13 15 11
Kadar logam dalam ikan
Arsen mg/Kg 0,18
Khrom mg/Kg 0,13
Tembaga mg/Kg 0,07
Timbal mg/Kg 1,9
Air Raksa mg/Kg 0,218
Seng mg/Kg 3,1
Nikel mg/Kg 0,92
Sumber: KNLH, 2008
Tabel 9.8. Hasil Pemantauan Kualitas Sungai yang Terdapat Aktifitas PETI di Kalimantan Barat 2008
Parameter Satuan
Kode Lokasi Pengambilan Contoh Uji
KB01 KB02 KB03 KB04 KB05 KB06 KB07
Kualitas air sungai
Temperatur
o
C 30 27 27 27 27 30 29
TDS mg/L 105 11 12 11 8,4 11 12
TSS mg/L 21 20 46 108 52 894 18
DHL S/cm 220 24 26 25 18 23 25
pH 6,3 6,8 6,5 7,2 7 6,2 6,6
DO mg/L 4,3 5 5,9 6,6 7 6,1 4,3
Arsen mg/L TD TD TD TD TD TD TD
Kadmium mg/L TD TD TD TD TD TD TD
Khrom mg/L TD TD TD TD TD TD TD
Tembaga mg/L TD TD TD TD TD TD TD
Timbal mg/L TD TD TD TD TD TD TD
1SS
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
Air Raksa mg/L TD TD TD TD TD TD TD
Seng mg/L TD 0,031 0,009 TD 0,008 TD 0,025
Nikel mg/L TD TD TD TD TD TD TD
Sianida mg/L TD TD TD TD TD TD TD
Kadar logam dalam sedimen sungai
Arsen mg/Kg 4,5 1,5 1,8 2,1 5,6 0,42 2,3
Kadmium mg/Kg TD TD TD TD 22 TD TD
Khrom mg/Kg 6,6 16 14 8,2 TD TD 13
Tembaga mg/Kg 7,5 15 13 20 22 3,1 16
Timbal mg/Kg 8,5 12 10 9,8 TD 2,9 14
Air Raksa mg/Kg 0,11 0,12 0,11 0,086 0,28 0,0022 0,14
Seng mg/Kg 28 61 52 47 73 5,3 61
Nikel mg/Kg 5,9 20 19 12 7,9 TD 15
Kadar logam dalam ikan
Arsen mg/Kg 0,078
Khrom mg/Kg 0,061
Tembaga mg/Kg 0,61
Timbal mg/Kg 1,3
Air Raksa mg/Kg 0,186
Seng mg/Kg 5,1
Nikel mg/Kg 0,68
Kadar logam dalam lumut
Arsen mg/Kg 0,64 0,44 1,1
Khrom mg/Kg 3,8 0,57 0,1
Tembaga mg/Kg 3,4 2,8 7,4
Timbal mg/Kg 1,4 0,8 0,91
Air Raksa mg/Kg TD 0,089 0,346
Seng mg/Kg 16 6,6 35
Nikel mg/Kg 5,7 2,5 4,7
Sumber: KNLH, 2008
Tabel 9.9. Hasil Pemantauan Kualitas Sungai yang Terdapat Aktifitas PETI di Sumatera Barat 2008
Parameter Satuan
Kode Lokasi Pengambilan Contoh Uji
SB01 SB02 SB03 SB04 SB05 SB06 SB07 SB08 SB09 SB10
Kualitas air sungai
Temperatur
o
C 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25
TDS mg/L 44 5,6 5,6 54 9,2 9,2 23 23 36 6,3
TSS mg/L 46 10 54 27 84 54 57 28 12 2
DHL S/cm 92 35 9,7 54 21 4,2 8,9 30 13 36
pH 8,1 9 8,1 8 7,5 6,9 7,9 7,2 6,8 7,3
DO mg/L 6,8 6,8 6,9 6,8 5,8 4,2 6,1 5,3 6,8 5,8
Arsen mg/L TD TD TD TD TD TD TD TD TD TD
Kadmium mg/L TD TD TD TD TD TD TD TD TD TD
Khrom mg/L TD TD TD TD TD TD TD TD TD TD
Tembaga mg/L TD TD TD TD TD TD TD TD TD TD
Timbal mg/L TD TD TD TD TD TD TD TD TD TD
Air Raksa mg/L TD TD TD TD TD TD TD TD TD TD
Seng mg/L TD TD TD TD TD 0,007 TD TD 0,005 TD
Nikel mg/L TD TD TD TD TD TD TD TD TD TD
Sianida mg/L TD TD TD TD 0,008 TD TD TD TD TD
1S6
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
Kadar logam dalam sedimen sungai
Arsen mg/Kg 9,4 0,1 5 3,6 3,1 2,7
Kadmium mg/Kg TD TD TD TD TD TD
Khrom mg/Kg 26 3 20 19 9,2 13
Tembaga mg/Kg 34 6,9 18 22 15 21
Timbal mg/Kg 21 11 11 14 18 23
Air Raksa mg/Kg 0,1 0,29 0,045 0,065 0,42 0,21
Seng mg/Kg 71 27 52 60 42 60
Nikel mg/Kg 46 3,4 31 33 10 16
Sumber : KNLH, 2008
Tabel 9.10. Hasil Pemantauan Kualitas Sungai yang Terdapat Aktifitas PETI di Jambi 2008
Parameter Satuan
Kode Lokasi Pengambilan Contoh Uji
J01 J02 J03 J04 J05
Kualitas air sungai
Temperatur
o
C 28 27 27 27 29
TDS mg/L 20 33 17 16 17
TSS mg/L 44 101 55 58 8
DHL S/cm 43 49 38 34 8
pH 7,1 7,2 7,4 7,1 7,6
DO mg/L 6,6 7 6,9 6,5 7,9
Arsen mg/L TD TD TD TD TD
Kadmium mg/L TD TD TD TD TD
Khrom mg/L TD TD TD TD TD
Tembaga mg/L TD TD TD TD TD
Timbal mg/L TD TD TD TD TD
Air Raksa mg/L TD TD TD TD TD
Seng mg/L TD TD 0,008 TD TD
Nikel mg/L TD TD TD TD TD
Sianida mg/L TD 0,002 TD TD 0,004
Kadar logam dalam sedimen sungai
Arsen mg/Kg 4,4 5,2 7,8 5,6 7,6
Kadmium mg/Kg TD TD TD TD TD
Khrom mg/Kg 17 14 16 13 15
Tembaga mg/Kg 20 18 29 18 22
Timbal mg/Kg 13 11 17 14 17
Air Raksa mg/Kg 0,16 0,22 0,17 0,18 0,19
Seng mg/Kg 64 50 90 68 72
Nikel mg/Kg 28 26 36 22 26
Sumber: KNLH, 2008
d. Kadar merkuri dalam rambut pekerja PETI
Para pengolah emas sering bersentuhan dengan
merkuri, baik dalam proses amalgam maupun dalam
proses pembakaran. Kedua hal tersebut dilakukan
para pengolah emas PETI tanpa menggunakan alat
pelindung seperti sarung tangan dan masker. Per
alatan yang digunakan juga sangat sederhana dan
dilakukan di rumah.
Untuk mengetahui sejauh mana akumulasi merkuri
dalam tubuh pengolah emas maka dilakukan pengam
bilan contoh uji rambut pekerja/pengolah emas di Su
matera Barat. Grafik 9.5 menunjukkan jumlah konsen
trasi merkuri dalam rambut pekerja/pengolah PETI.
1S7
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
Grafik 9.5. Konsentrasi Merkuri dalam Rambut Pekerja PETI
Sumber: KNLH, 2008
9.3. Pengelolaan Limbah B3
Dalam konteks permasalahan lingkungan hidup di In
donesia, pengelolaan limbah B3 harus dilaksanakan
secara serius karena dapat menimbulkan risiko yang
sangat tinggi apabila tidak dikelola dengan baik. Jum
lah industri peserta program PROPER tahun 2006
2007 yang diumumkan pada tanggal 30 Juli 2008
adalah sebagaimana terlihat dalam tabel Tabel 9.11.
a. Sektor Pertambangan, Energi dan Migas
Kegiatan pertambangan, energi dan migas (PEM)
merupakan kegiatan hulu dari rangkaian aktivitas
pembangunan. Dalam kegiatan ini banyak dihasilkan
limbah termasuk di dalamnya limbah B3. Pada Tabel
9.12 disajikan data jumlah perusahaan peserta PRO
PER di sektor PEM per provinsi.
Tabel 9.11. Jumlah Industri Peserta Program PROPER 2006 - 2007
No Sektor Jumlah Perusahaan
1 Pertambangan Energi dan Migas 148
2 Manufaktur 251
3 Agroindustri 102
4 Jasa Pengolah LB3 dan Kawasan Industri 15
Total 516
Sumber: KNLH, 2008
1S8
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
Tabel 9.12. Jumlah Perusahaan Peserta PROPER Sektor PEM Per Provinsi 2008
No Provinsi Tambang Energi Migas Total
1. Nanggroe Aceh Darussalam 2 2
2. Sumatera Utara 3 3
3. Sumatera Barat 1 1 2
4. Riau 9 9
5. Jambi 4 4
6. Sumatera Selatan 1 1 12 14
7. Bengkulu 2 2
8. Lampung 1 1 2
9. Kepulauan Bangka Belitung 8 8
10. Kepulauan Riau 4 4
11. DKI Jakarta 2 2 4
12. Jawa Barat 1 8 6 15
13. Jawa Tengah 2 4 6
14. DI Yogyakarta 1 1
15. Jawa Timur 5 5 10
16. Banten 1 1 2
17. Bali 2 2 4
18. Nusa Tenggara Barat 1 1
29. Nusa Tenggara Timur 1 1
20. Kalimantan Barat
21. Kalimantan Tengah
22. Kalimantan Selatan 4 1 1 6
23. Kalimantan Timur 13 19 32
24. Sulawesi Utara 1 1
25. Sulawesi Tengah
26. Sulawesi Selatan 1 3 3 7
27. Sulawesi Tenggara 1 1
28. Gorontalo
29. Sulawesi Barat
30. Maluku 2 2
31. Maluku Utara 1 1
32. Papua 1 1 2
33. Irian Jaya Barat 2 2
TOTAL
34 30 85
148
Sumber: KNLH 2008
Dari Grafik 9.6 terlihat bahwa pada tahun 2008 ter
jadi peningkatan limbah B3 yang dikelola yaitu se
banyak 3.898.072 ton dibandingkan pada tahun 2007
sebesar 2.134.785 ton.
1S
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
Grafik 9.6. Neraca Limbah B3 Kegiatan PEM
Sumber: KNLH, 2008
b. Sektor Manufaktur dan Agro Industri
Di Indonesia, industri manufaktur merupakan sektor
yang paling banyak jenis dan jumlah industrinya. Dari
data neraca limbah B3, sektor manufaktur dan agro in
dustri yang terbagi dalam 6 sektor industri, yaitu sek
tor industri hasil perkebunan, industri hasil kehutanan,
industri kimia, industri dasar, aneka industri khusus
dan aneka industri umum, dapat disimpulkan bahwa
total limbah B3 yang dihasilkan sebesar 4.215.346,45
ton. Yang dikelola sebesar 85,24%, dengan pengelo
laan secara 3R sebanyak 1.005.190,14 ton.
Berikut data kinerja pengelolaan limbah B3 industri
manufaktur dan agro industri peserta PROPER pe
riode tahun 20072008.
Tabel 9.13. Jumlah Limbah B3 Sub Bidang Industri Hasil Perkebunan yang Dikelola 2008
Jenis Limbah B3 Dihasilkan (ton)
Dikelola (ton)
Belum
Dikelola
(ton)
Incinerator Landfill 3R di TPS
Gula 200.85 0.00 1.52 146.65 52.68 0.00
Sawit 96.41 3.61 0.00 47.68 45.03 0.08
Minyak Goreng 25.53 0.00 0.00 25.53 0.00 0.00
Pengalengan Nenas 70.33 0.00 0.00 70.33 0.00 0.00
Tapioka 141.39 0.00 0.00 44.41 4.98 92.00
Farmasi 459.75 112.90 88.07 240.27 18.51 0.00
Gula Rafinasi 207.94 0.00 6.61 17.49 1.04 182.80
MSG 2,081.92 0.00 23.20 1,651.32 407.10 0.00
JUMLAH 3,284.12 116.51 119.40 2,243.68 529.34 274.88
Sumber: KNLH, 2008
160
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
Tabel 9.14. Jumlah Limbah B3 Sub Bidang Industri Hasil Kehutanan yang Dikelola 2008
Jenis Limbah B3
Dihasilkan
(ton)
Dikelola (ton)
Belum
Dikelola
(ton)
Incinerator Landfill 3R di TPS
Plywood 37,299.67 0.01 0.00 23,085.83 1,331.77 12,882.00
Karet 89.25 0.00 0.00 67.49 26.65 0.02
Kertas 1,786,697.18 24,940.98 1,137,615.09 157,845.93 36,757.50 428,986.82
Pulp 37,632.10 0.29 273.73 37,351.17 6.91 0.00
Pulp & Paper 209,605.38 0.01 121,758.37 87,663.14 133.87 0.00
JUMLAH 2,071,323.58 24,941.29 1,259,647.19 306,013.56 38,256.70 441,868.83
Sumber: KNLH, 2008
Tabel 9.15. Jumlah Limbah B3 Sub Bidang Industri Kimia yang Dikelola 2008
Jenis Limbah B3
Dihasilkan
(ton)
Dikelola (ton)
Belum
Dikelola (ton)
Incinerator Landfill 3R di TPS
Industri Kimia 44,053.10 27,267.98 440.71 11,743.63 3,033.66 1,556.12
Petrokimia 46,628.70 2074.99 35,822.63 7,942.44 788.65 0.00
Kaca 34.74 0.00 14.20 12.40 1.53 6.61
Pewarna Tekstil 8,016.51 0.00 7,995.71 18.80 354.00 0.00
Pupuk 516,560.09 0.00 41.20 495,179.29 390.68 20,948.90
JUMLAH 615,293.13 29,342.97 44,314.45 514,896.56 4,568.51 22,511.63
Sumber: KNLH, 2008
Tabel 9.16. Jumlah Limbah B3 Sub Bidang Industri Dasar yang Dikelola 2008
Jenis Limbah B3
Dihasilkan
(ton)
Dikelola (Ton)
Belum
Dikelola (ton)
Incinerator Landfill 3R di TPS
Peleburan &
Pengolahan Logam
189,409.83 1.08 0.50 125,678.82 5,205.86 58,478.37
Semen 7,269.03 2,492.12 0.00 3,155.00 1,656.11 0.00
JUMLAH 196,678.86 2,493.20 0.50 128,833.82 6,861.97 58,478.37
Sumber: KNLH, 2008
Tabel 9.17. Jumlah Limbah B3 Sub Bidang Aneka Industri Khusus yang Dikelola 2008
Jenis Limbah B3 Dihasilkan (ton) Dikelola (ton) Sisa (ton) 3R (ton)
Baterai Bekas 191.47 191.47 86.67
Sludge IPAL 914,477.16 909,255.58 5,554.58 7,043.33
Minyak Pelumas Bekas 1,339.89 1,251.52 88.37 1,009.85
Abu Batubara 60,790.46 19,956.82 40,833.64 4,466.71
Residu Incinerator 230,646.86 226,536.07 3,777.78 4,217.08
Aki Bekas 238.23 236.83 1.40 215.35
Limbah Debu 531.51 517.43 14.08
Limbah PCB 772.91 772.91
161
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
Limbah kimia 11,814.55 11,814.55 2,810.26
Material terkontaminasi 4,259.39 4,243.98 15.41 33.78
Limbah sisa Produksi 8,048.56 8,022.37 26.19 1,029.43
Limbah Stationary 31.60 31.60
Jumlah 1,233,142.58 1 ,182,831.12 50,311.45 30,912.44
Sumber: KNLH, 2008
Tabel 9.18. Jumlah Limbah B3 Sub Bidang Aneka Industri Umum yang Dikelola 2008
Jenis Limbah B3 Dihasilkan (ton) Dikelola (ton) Sisa (ton) 3R (ton)
Abu Batubara 60,790.46 19,956.82 40,833.64 4,466.71
Abu Incinerator 194.89 193.09 1.80
Abu Incinerator/Batubara 1,598.21 248.36 1,349.85 24.00
Acids mist 7.81 7.81
Aki bekas 42.71 42.06 0.65 23.79
Bottom ash 6,886.96 4,529.80 2,024.14 4,414.28
Cake 896.00 896.00
Clening thiner 10.26 10.26
Fly ash 10,619.34 10,217.35 401.99 9,778.80
IDO Bekas 6.08 6.08 6.08
Majun 5.43 4.98 0.45
Katalis Bekas 21.23 21.23
Kemasan B3 bekas 15.08 14.30 0.78 4.19
Kemasan Bekas & Majun 17.42 3.84 13.58 11.45
Lampu TL 0.10 0.10
Limbah Lab 58.98 58.98
Limbah Sisa Produksi 277.97 277.97
Minyak Pelumas Bekas 352.18 339.51 12.67 282.66
Off spekproduk 200.94 200.94
Oli bekas 374.42 371.43 3.00 353.65
PCB 2.18 2.18
Produk reject/terkontaminasi 264.25 264.25
Residu boiler 14.06 14.06
Residu polyester 53.33 53.33
Sludge & scum IPAL 793.44 775.44 18.00
Sludge IPAL 12,107.60 9,058.07 3,382.53 ,924.46
Spent catalyst 7.25 7.25 - -
Tanah terkontaminasi
terminal
5.60 5.60 - -
JUMLAH 95,624.18 47,567.03 48,057.14 22,290.08
Sumber: KNLH, 2008
c. Sektor Pihak III (Jasa Pengolahan)
Pada tahun 2008, jumlah permohonan izin pengelo
laan limbah B3 dan rekomendasi pengangkutan lim
bah B3 yang diterima oleh KNLH berjumlah 1216
permohonan. Berdasarkan permohonan tersebut telah
diterbitkan sebanyak 826 izin pengelolaan limbah B3
dan 234 rekomendasi pengangkutan limbah B3 yang
terdiri dari 175 pengangkutan darat dan 59 pengang
kutan laut seperti tertera dalam Tabel 9.19 dan Tabel
9.20.
162
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
Tabel 9.19. Izin dan Rekomendasi Pengelolaan Limbah B3 yang Telah Diterbitkan
No Jenis Izin/rekomendasi Jumlah izin
1. Penyimpanan 405
2. Pengumpulan 112
3. Pemanfaatan 154
4. Pengolahan 133
5. Penempatan 11
6. Penimbunan 3
7. Tank cleaning 8
Total izin 826
Sumber: KNLH, 2008
Tabel 9.20. Rekomendasi Pengangkutan Limbah B3 yang Telah Diterbitkan
No Jenis Izin/rekomendasi Jumlah izin
1. Darat 175
2. Laut 59
Total izin 234
Sumber: KNLH, 2008
Grafik 9.7. Perbandingan Izin PLB3 yang Diterbitkan
Sumber: KNLH, 2008
Dari Grafik 9.7 terlihat bahwa di tahun 2008 terjadi
peningkatan jumlah izin pengelolaan limbah b3 yang
diterbitkan KNLH. Izin pemanfaatan limbah B3 yang
diterbitkan meliputi izin pemanfaatan fly ash/bottom
ash, copper slag, nikel slag, iron slag, solvent bekas,
asam sulfat bekas/kadaluarsa, pelumas bekas/min
yak kotor, sludge minyak, sludge IPAL, drilling cutting,
dan katalis bekas. Distribusi terbesar izin peman
faatan limbah B3 yaitu pemanfaatan fly ash/bottom
ash sebesar 22% yang dimanfaatkan untuk substitusi
16J
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
bahan baku untuk pembuatan semen, batako/paving
block, dan beton siap pakai. Selanjutnya pemanfaatan
minyak kotor/slop oil/LSF untuk substitsi bahan ba
kar sebanyak 18%. Sedangkan copper slag banyak
dimanfaatkan oleh industri galangan kapal untuk
pembersihan permukaan kapal dan platform. Grafik
9.8 menunjukkan distribusi izin pemanfaatan yang
diterbitkan KNLH pada tahun 2008.
9.4. Aktivitas Pemantauan dan Pemulihan
Pada tahun 2008 telah dilakukan penanganan la
han terkontaminasi limbah di Jawa Barat dan Riau
(4 lokasi) dengan luasan total lahan terkontaminasi
3.489.520 m
2
dan volume total lahan terkontaminasi
1.005.040 m
3
.
Grafik 9.8. Distribusi Izin Pemanfaatan Limbah B3 2008
Sumber: KNLH, 2008
Grafik 9.9. Luas Lahan Terkontaminasi Limbah 2008
Sumber: KNLH, 2008
164
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
Grafik 9.10. Volume Lahan Terkontaminasi Limbah 2008
Sumber: KNLH, 2008
Kotak 9.1
Peluang Bisnis Pengolahan Limbah B3 Sangat Besar
Direktur Utama PT Siskem Aneka Indonesia (Siskem), Syauki Amin, mengatakan, peluang bisnis pengolahan limbah B3 (Ba
han beracun dan berbahaya) masih sangat besar. Nilai bisnis dan peluang bisnis pengolahan limbah B3 sangat besar. Dan
waktu kembalinya investasi juga cepat, kata Syauki diselasela diskusi Peluang Binis Limbah B3 Berbasis Teknologi yang
diselenggarakan di Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) di Jakarta, Selasa (24/2).
Sedangkan pemain pada bisnis ini sangat sedikit, misalnya PT PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri) di Bogor. Peluang bisnis
pengolahan limbah B3 ini tergantung dua hal yaitu kandungan limbahnya apa dan berapa volume limbahnya. Kandungan limbah
misalnya mengandung emas, kobalt atau nikel. Kalau volume misalnya limbah minyak atau oli berapa ton volumenya, katanya.

Syauki menyebutkan, ada 10 jenis limbah B3 yang berpeluang bisnis besar antara lain limbah galvanis/HCl, limbah elektronik
PCB (printed circuit board), minyak pelumas bekas, limbah industri tekstil, copper smelter, smelter besi dan baja, refinery
minyak bumi, .
Dari data Status Lingkungan Hidup Indonesia 2005, ada 7 perusahaan ekspor limbah B3 antara lain PT Kramapadma Tek
slumni yang mengekspor 1.770 ton Spent Ni catalyst ke Estonia, PT Astra Graphia yang mengekspor 160 ton Use Xerox
Supplies ke Australia, PT Panasonic Baattery Batam yang mengekspor 70 ton limbah Ni, Cd, Ni, MH dari batere bekas ke
Jepang.
Sedangkan permasalahan pada bisnis limbah B3, katanya, antara lain pengolahan memerlukan teknologi dan biaya, seba
ran industri yang tidak merata, kesadaran yang masih kurang, sosialisasi peraturan limbah B3, dan birokrasi di pusat dan
daerah.
Pada kesempatan yang sama, Asisten Deputi Urusan Pengendalian Limbah B3 KLH, Dasrul Chaniago menjelaskan, sesuai
dengan pasal 40 PP no.18 /1999 tentang Pengolahan Limbah B3, setiap badan usaha yang melakukan penyimpanan, pengum
pulan, pemanfaatan dan atau penimbunan limbah B3 wajib memiliki izin operasi dari Kepala Instansi yang bertanggung jawab.
Pasal 40 juga menyebutkan, pengangkut limbah B3 wajib memiliki izin pengangkutan dari Menteri Perhubungan, dan badan
usaha yang melakukan pemanfaatan limbah B3 sebagai kegiatan utama wajib memiliki izin pemanfaatan dari instansi yang
berwenang.
Sedangkan pasal 43 PP No.18 /1999 menyebutkan, kegiatan pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan, dan atau penimbu
nan limbah B3 wajid dibuatkan Amdal (analisa mengenai dampak lingkungan). Dasrul mengatakan, KLH telah mengeluarkan
1.200 izin terkait limbah B3 dimana 40 persennya atau 280 izin untuk penyimpanan sementara limbah B3, sekitar 100 izin
untuk pengangkutan limbah B3, sekitar 40 izin untuk incenerator, 25 izin untuk pemanfaatan pengolahan limbah B3 dan 60
izin untuk bisnis pengolahan limbah B3.
Sumber: www.news.roll.co.id
16S
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
9.5. Konvensi Basel
Berdasarkan Keputusan The Eight Meeting of the
Conference of the Parties to the Basel Convention on
the Control of Transboundary Movement of Hazardous
Wastes and Their Disposal atau COP 8 Konvensi Basel,
Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah penyelengga
raan COP 9 Konvensi Basel pada tahun 2008.
Hasil persidangan COP 9 Konvensi Basel yang dilak
sanakan di Nusa Dua, Bali dari tanggal 23 27 Juni
2008 adalah sebagai berikut:
1. Bali Declaration
Keputusan UNEP/CHW.9/CRP.13 mengenai Bali De-
claration on Waste Management for Human Health and
Livelihood dapat dengan mudah diadopsi pada sidang
pleno terakhir setelah melalui perjuangan perunding
an yang panjang di forum regional.
2. Presidents Statement on Way Forward of Entry
into Force of Ban Amendment
Statement ini diadopsi setelah melalui proses perun
dingan informal yang sangat panjang dan ketat. Pada
pertemuan bilateral, informal luncheon tingkat anggota
delegasi, diskusi informal terbuka dan Informal Minis-
terial Luncheon, setiap negara yang hadir menunjukkan
sikap pro dan kontra yang jelas terhadap Ban Amend-
ment. Pada pleno terakhir, Swiss, Indonesia, Peran
cis, Libya, Norwegia, Nigeria, Malaysia, China, Brazil,
Sri Langka, dan Ethiopia secara tegas menyatakan
dukungan terhadap entry into force Ban Amendment.
Beberapa negara seperti India dan Jepang, lebih
menekankan kepada pendekatan fleksibel untuk ne
garanegara yang menerapakan Program 3R.
Negaranegara yang menyatakan dukungan terha
dap fix time approach pada interpretasi Alinea 17
(5) adalah Malaysia, Sri Langka, Perancis, dan Kenya.
Selandia Baru menawarkan kesempatan berbagi pen
galaman mengenai penerapan Ban Amendment sedang
kan Malaysia menginginkan adanya kajian dari Ban
Amendment pada waktu mendatang.
Pada Pleneo terakhir semua negara pihak, termasuk
Jepang menyutujui untuk mengadopsi Draft Keputu
san mengenai Presidents Statements on the Way of
the Way of the Ban Amendment pada dokumen UNEP/
CH.9/CRP.20. Dengan diadopsinya Presidents state-
ment oleh COP, maka dokumen tersebut menjadi ba
gian yang tidak terpisahkan dari Laporan COP 9, se
hingga mempunyai kekuatan untuk ditindaklanjuti.
Sebagian negara pihak secara tegas menuntut pem
berlakuan segara Ban Amendment, oleh karena itu
mengundang negara lain untuk segera meratifikasinya.
Inisiatif Indonesia untuk membentuk Country Led
Initiatives disambut langsung oleh Swiss melalui in
tervensinya serta menegaskan bantuan pendanaan.
CLI ini akan berbentuk kelompok kerja yang akan
merumuskan berbagai kegiatan untuk meningkatkan
kapasitas dan kesadaran mesyarakat dalam mengelo
la limbah B3 secara ramah lingkungan dan pencega
han serta pemantauan illegal traffic. Sebagian besar
negara pihak mendukung inisiatif tersebut dan ingin
bergabung dalam kelompok kerja.
3. Ship Dismantling
Disepakati untuk mengembangkan programprogram
kerjasama dengan IMO dan ILO. Meminta OEWG 7
untuk melaksanakan preliminary assessment terhadap
konvensi dan diterimanya penerapan terhadap kapal
dan pelayaran internasional, pendapat dan keputusan
dari COP terhadap rencana konvensi serta komentar
dari negara pihak dan seluruh pihak terkait.
Selain itu, negara pihak diundang untuk menyampai
kan hasil assessment ke pertemuan COP 10, komentar
kepada SBC paling lambat tanggal 31 Januari 2009,
menyampaikan draft konvensi kepada MEPC ke 58,
informasi mengenai langkahlangkah jangka pendek
dan menengah yang dilakukan untuk disebarluaskan
melalui situs Konvensi Basel.
Di samping itu, negara pihak mendukung kerjasama
lebih lanjut antara Konvensi Basel, ILO dan IMO. Peng
adaan pendanaan bagi implementasi kegiatan ker
jasama tersebut.
4. Technical Matters
Draft Keputusan tentang Technical Guidelines on
ESM of Used Tyres, ESM of Mercury Waste dan ESM of
POPs Waste hasil pembahasan pada COW dan contact
group dibahas kembali dan mendapat masukan dari
beberapa negara pihak dan disepakati sebagai bahan
pertimbangan untuk dibahas lebih lanjut pada OEWG
7.
a. Revised of Technical Guidelines on ESM of Used
and Waste Tyres
Disepakati bahwa draft pedoman ini akan dibahas
dalam intersessional working group. Negara pihak di
minta menyampaikan komentar paling lambat tanggal
31 Maret 2009 dan meminta Brazil untuk menyiap
kan revisinya per tanggal 31 Juli 2009. Selanjutnya
negara pihak diminta memberikan masukan terhadap
draft tersebut. Diharapkan pedoman tersebut sele
sai disusun paling lambat tiga bulan sebelum OEWG
7 dan akan dilaporkan SBC kepada COP 10 untuk
dadopsi.
166
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
b. Technical Guidelines on ESM of Mercury Waste
Pengembangan Pedoman ini disepakati untuk disusun
dalam work programme dari OEWG 20092011. Para
pihak diminta untuk memberikan komentar pada 30
September 2009 dan disetujui untuk pembentukan in-
tersessional working group untuk membahasnya.
Revisi diharapkan selesai pada 31 Januari 2010 untuk
selanjutnya dipublikasikan pada situs Konvensi Basel
dan menjadi konsideran pada OEWG 7. Para pihak dan
pihak lainnya diminta untuk memberikan komentar
per tanggal 30 April 2010 untuk selanjutnya akan di
laporkan perkembangannya pada COP 10.
c. Technical Guidelines on ESM of POPs Waste
Para pihak setuju untuk memasukan pedoman ini
dalam work programme OEWG 20092011 dan dalam
pemgembangan pedoman tersebut perlu mempertim
bangkan metode pembuangan lain untuk POPs yang
memiliki konsentrasi yang sangat rendah (low POPs
content) pada area yang berisiko tinggi terhadap ke
sehatan manusia dan lingkungan, termasuk untuk
mengkaji definisi dari low POPS content dan tingkat
pemusnahan/penghancurannya (level of destruction).
Disepakati untuk melakukan peningkatan kerjasama
international termasuk dengan Konvensi Stockholm
dan Penetapan pembentukan intersessional working
group.
d. Technical Guidelines on Incineration on Land, En-
gineered Landfiil and Domestic Waste
Para pihak diminta untuk mengkaji dan menyampai
kan pengalamannya dalam mengimplementasikan pe
doman tersebut sebelum tanggal 31 desember 2008
serta memberikan kontribusi keuangan untuk proses
pengembangan pedoman tersebut. Selanjutnya Se
kretariat akan menyiapkan hasil kompilasi masukan
dan menyampaikannya pada COP 10.
167
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
IGICIAA bJ IA IIMbAI bJ
Gambar 9.3. Drumdrum yang berisi residu asphalt eks WGI yang digunakan sebagai
bahan bakar di tungku pembakaran kapur di Tegal.
Foto: Sinung Nugroho
167
STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008
Gambar 9.4. Pengolahan limbah pabrik.
Foto PPLH reg sumatera

You might also like