You are on page 1of 19

Pendidikan Karakter di Sekolah

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu

Disusun oleh: NAMA NIM : Sahala Boy Mangatur Manullang : 5101409030

TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2013

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN....1 A. Latar Belakang.......1 B. Rumusan Masalah......2 C. Tujuan....2 BAB II PEMBAHASAN.........3 A. Pengertian..............3 B. Peranan Pendidikan Karakter di Sekolah..........5 C. Pendidikan karakter membangun keberadaban bangsa.....7 D. Upaya Peningkatan Mutu PendidikanKarakter.8 E. Pendidikan karakter yang Berhasil......16 BAB III PENUTUP........18 A. Kesimpulan.18 B. Saran.......19 DAFTAR PUSTAKA........20

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yangmemadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumber daya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk di sekolah harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan. Melihat masyarakat Indonesia sendiri juga lemah sekali dalam penguasaan soft skill. Untuk itu penulis menulis makalah ini, agar pembaca tahu betapa pentingnya pendidikan karakter bagi semua orang, khususnya bangsa Indonesia sendiri.

B. Rumusan masalah Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai batasan dalam pembahasan bab isi. Adapun beberapa masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini antara lain: 1. Apa pengertian dari pendidikan karakter itu? 2. Peranan pendidikan karakter di sekolah 3. Bagaimana hubungan pendidikan karakter dengan keberadaban bangsa? 4. Bagaimana upaya-upaya dalam meningkatkan mutu dari pendidikan karakter? 5. Bagaimana gambaran dari pendidikan karakter yang sudah berhasil?

C. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah yang disusun oleh penulis di atas, maka tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui apa itu pendidikan karakter. 2. Untuk mengetahui peranan pendidikan karakter di sekolah 3. Untuk mengetahui hubungan pendidikan karakter dengan keberadaban bangsa. 4. Untuk mengetahui upaya-upaya dalam meningkatkan mutu dari pendidikan karakter. 5. Untuk mengetahui bagaiamana gambaran dari pendidikan karakter yang sudah berhasil.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan normanorma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan di SMP sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand designpendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik

(Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut. Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik. Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik . Pendidikan karakter yang utuh dan menyeluruh tidak sekedar membentuk anak-anak muda menjadi pribadi yang cerdas dan baik, melainkan juga membentuk mereka menjadi pelaku baik bagi perubahan dalam hidupnya sendiri, yang pada gilirannya akan menyumbangkan perubahan dalam tatanan sosial kemasyarakatan menjadi lebih adil, baik, dan manusiawi.(Doni Koesoema AM.Ed)

B. Peranan Pendidikan Karakter di Sekolah Sebelum kita membahas topik ini lebih jauh lagi, mari terlebih dahulu kita lihat fakta dibawah ini :

1. 158 kepala daerah tersangkut korupsi sepanjang 2004-2011 2. 42 anggota DPR terseret korupsi pada kurun waktu 2008-2011 3. 30 anggota DPR periode 1999-2004 terlibat kasus suap pemilihan DGS BI 4. Kasus korupsi terjadi diberbagai lembaga seperti KPU,KY, KPPU, Ditjen Pajak, BI, dan BKPM Sumber : Litbang Kompas Dari data diatas, dapat kita simpulkan betapa sangat buruknya pendidikan karakter di Indonesia ini. Jika peserta didik kita tidak terdidik pendidikan karakternya sejak dini, maka bisa kita bayangkan bagaimana kondisi Indonesia 5 tahun bahkan 10 tahun ke depan?. Oleh karena itu, peran pendidikan karakter untuk peserta didik sangat penting untuk membentuk karakter mereka agar menjadi peserta didik yang tidak hanya berintelektual tinggi namun juga mempunyai kepribadian dengan karakter yang baik. Pendidikan karakter, sekarang ini mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tapi dirumah dan di lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa. Mutlak perlu untuk kelangsungan hidup bangsa ini. Bayangkan apa persaingan yang muncul ditahun 2021? Yang jelas itu akan menjadi beban kita dan orangtua masa kini. Saat itu, anak-anak masa kini akan menghadapi persaingan dengan rekan-rekannya dari berbagai belahan negara di dunia. Bahkan kita yang masih akan berkarya ditahun tersebut akan merasakan perasaan yang sama. Tuntutan kualitas sumber daya manusia pada tahun 2021 tentunya membutuhkan good character. Bagaimanapun juga, karakter adalah kunci keberhasilan individu. Dari sebuah penelitian di Amerika, 90 persen kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk. Selain itu, terdapat penelitian lain yang mengindikasikan bahwa 80 persen keberhasilan seseorang di masyarakat ditentukan oleh emotional quotient. Bagaimana dengan bangsa kita? Bagaimana dengan penerus orang-orang yang sekarang sedang duduk dikursi penting pemerintahan negara ini dan yang duduk di kursi penting yang mengelola roda perekonomian negara ini? Apakah mereka sudah menunjukan kualitas karakter yang baik dan melegakan hati kita? Bisakah kita percaya, kelak tongkat estafet kita serahkan pada mereka, maka mereka mampu menjalankan dengan baik atau justru sebaliknya?

Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan normanorma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat. Bagi Indonesia sekarang ini, pendidikan karakter juga berarti melakukan usaha sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengahtengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan optimisme. Inilah tantangan kita bangsa Indonesia. Theodore Roosevelt mengatakan: To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat)

C. Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa Dunia pendidikan diharapkan sebagai motor penggerak untuk memfasilitasi perkembangan karakter, sehingga anggota masyarakat mempunyai kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis dan demokratis dengan tetap memperhatikan sendi-sendi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan norma-norma sosial di masyarakat yang telah menjadi kesepakatan bersama. Dari mana asalmu tidak penting, ukuran tubuhmu juga tidak penting, ukuran Otakmu cukup penting, ukuran hatimu itulah yang sangat penting karena otak (pikiran) dan kalbu hati yang paling kuat menggerak seseorang itu bertutur kata dan bertindak. Simak, telaah, dan renungkan dalam hati apakah telah memadai wahana pembelajaran memberikan peluang bagi peserta didik untuk multi kecerdasan yang mampu mengembangkan sikap-sikap: kejujuran, integritas, komitmen, kedisipilinan, visioner, dan kemandirian. Sejarah memberikan pelajaran yang amat berharga, betapa perbedaan, pertentangan, dan pertukaran pikiran itulah sesungguhnya yang mengantarkan kita ke gerbang kemerdekaan. Melalui perdebatan tersebut kita banyak belajar, bagaimana toleransi dan keterbukaan para Pendiri Republik ini dalam menerima pendapat, dan

berbagai kritik saat itu. Melalui pertukaran pikiran itu kita juga bisa mencermati, betapa kuat keinginan para Pemimpin Bangsa itu untuk bersatu di dalam satu identitas kebangsaan, sehingga perbedaan-perbedaan tidak menjadi persoalan bagi mereka. Karena itu pendidikan karakter harus digali dari landasan idiil Pancasila, dan landasan konstitusional UUD 1945. Sejarah Indonesia memperlihatkan bahwa pada tahun 1928, ikrar Sumpah Pemuda menegaskan tekad untuk membangun nasional Indonesia. Mereka bersumpah untuk berbangsa, bertanah air, dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Ketika merdeka dipilihnya bentuk negara kesatuan. Kedua peristiwa sejarah ini menunjukan suatu kebutuhan yang secara sosio-politis merefleksi keberadaan watak pluralisme tersebut. Kenyataan sejarah dan sosial budaya tersebut lebih diperkuat lagi melalui arti simbol Bhineka Tunggal Ika pada lambang negara Indonesia. Dari mana memulai dibelajarkannya nilai-nilai karakter bangsa, dari pendidikan informal, dan secara pararel berlanjut pada pendidikan formal dan nonformal. Tantangan saat ini dan ke depan bagaimana kita mampu menempatkan pendidikan karakter sebagai sesuatu kekuatan bangsa. Oleh karena itu kebijakan dan implementasi pendidikan yang berbasis karakter menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka membangun bangsa ini. Hal ini tentunya juga menuntut adanya dukungan yang kondusif dari pranata politik, sosial, dan budaya bangsa. Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa adalah kearifan dari keaneragaman nilai dan budaya kehidupan bermasyarakat. Kearifan itu segera muncul, jika seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural yang terjadi. Oleh karena itu pendidikan harus diletakan pada posisi yang tepat, apalagi ketika menghadapi konflik yang berbasis pada ras, suku dan keagamaan. Pendidikan karakter bukanlah sekedar wacana tetapi realitas

implementasinya, bukan hanya sekedar kata-kata tetapi tindakan dan bukan simbol atau slogan, tetapi keberpihak yang cerdas untuk membangun keberadaban bangsa Indonesia. Pembiasaan berperilaku santun dan damai adalah refreksi dari tekad kita sekali merdeka, tetap merdeka. (Muktiono Waspodo).

D. Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan Karakter Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk

dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut. Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik. Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan. keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar

peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik. Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh sekolah di Indonesia terutama pada tingkat SMP negeri maupun swasta, karena di masa SMP peserta didik belum terlalu melawan kepada guru, seperti anak SMA, dan anak SMP tidak terlalu kecil untuk mendapatkan materi pendidikan karakter, seperti anak SD atau MI. Semua warga sekolah, meliputi para peserta didik, guru, karyawan administrasi, dan pimpinan sekolah menjadi sasaran program ini. Sekolah-sekolah yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya. Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada di SMP perlu segera dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah. Melalui program ini diharapkan lulusan-lulusan dari peserta didik dapat memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah. a. Membangun Karakter Siswa Dengan "Sepiring Nasi" ( Iwan Gunawan,Guru SD Salman Al Farisi, Bandung ) Guru kreatif terkadang mengajar dalam bingkai eksplorasi dan ketidakjelasan. Ia lebih mencari esensialitas daripada rutinitas atas apa yang dipelajari bersama siswa. Ia akan tersenyum manakala siswa bertanya, Pak saya menemukan hal berbeda, tidak seperti yang bapak katakan atau teman sayatemukan, mengapa?

Awalnya ada sedikit keraguan untuk menuliskan pengalaman ini, karena banyak teman yang agak sedikit mengerutkan dahi dengan metode yang agak sedikit nyleneh yang saya pakai ini. Tapi biarlah itu berlalu, mungkin mereka belum tahu metode sepiring nasi yang pernah saya gunakan. Ide awal menggunakan metode ini, didasari oleh sebuah kebingungan mengunakan metode yang tepat untuk menjelaskan materi PKn tentang Manusia sebagai mahluk sosial. Dalam hal ini saya dituntut untuk bisa menterjemahkan hal-hal yang abstrak menjadi nyata buat siswa, sehingga bisa memudahkan siswa untuk memahami materi yang rumit dengan cara yang sederhana. Berbicara tentang sepiring nasi, kita mungkin selalu mengkaitkannya dengan masalah makan, perut lapar, nikmat dan sebagainya. Tetapi tahukah kita bahwa sepiring nasi menyimpan banyak rahasia yang bisa digunakan dalam pembelajaran? Lalu apa kaitan antara sepiring nasi dengan pembelajaran? Secara sepintas mungkin tidak ada. Tetapi apabila kita mau sedikit kreatif dengansepiring nasi, maka kita bisa menjadikannya sebagai sebuah metoda pembelajaran. Sepiring nasi yang biasa kita makan, sebenarnya memiliki makna yang sangat dalam bagi tumbuhnya kepekaan, kepedulian dan penghargaan atas hasil jerih payah orang lain. Mungkin selama ini, kita hanya memandang sesaat sepiring nasi tanpa menganalisisnya lebih dalam. Bahkan kita tidak punya waktu sama sekali untuk memperhatikan sepiring nasi ini disaat perut sudah sangat lapar. Cobalah amati dengan seksama dan luangkan waktu sejenak, Apa saja yang ada dalam sepiring nasi? nasi, ikan asin, ikan goreng, ayam goreng , tahu, lalap, sambal, tempe, ketimun, garam, vetsin, piring, sendok atau mungkin ada hal yang lainnya? Dari analisis sederhana ini, cobalah uraikan kembali siapa saja yang berperan dalam menyediakan barang-barang tersebut. Sebagai contoh, petani merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam menyediakan beras, Ibu yang memasak nasi dan menggoreng, tahu dibuat oleh pengrajin tahu, garam disediakanoleh petani garam, dan tentunya masih banyak pihak-pihak lain yang terlibat. Pernahkan kita berpikir sejauh itu? Mungkin selama ini kita hanya siap untuk menerima semua itu dalam keadaan sudah jadinasi rames! Sekarang, apa kaitannya antara sepiring nasi dengan pembelajaran? Kini saatnya guru untuk menjelaskan tentang keberadaan manusia sebagai mahluk social. Sebagai mahluk sosial, manusia memiliki keterbatasan dan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

Ajaklah siswa untuk membayangkan suatu keadaan, dimana ketika dia akan makan harus mempersiapkan segala sesuatunya seorang diri mulai dari menanam padi selama 6 bulan, mengeringkan air laut untuk membuat garam, menanam kedelai untuk membuat tahu dan tempe, menangkap ikan di laut untuk membuat ikan asin. Keadaan imaginer seperti ini haruslah diterapkan, agar siswa memiliki kepekaan terhadap hasil kerja dan jerih payah orang lain. Untuk membangun rasa kepekaan dan kepedulian, ajaklah siswa untuk membuat pengandaian-pengadaian seperti ini Seandainya tidak ada petani, kita tidak bisa makan nasi, seandainya tidak ada petani garam, tentunya makanan kita tidak ada rasanya. Dari pengandaian-pengandaian ini, guru bisa mengajak siswa untuk menyimpulkan sendiri tentang pentingnya ada orang lain di sekitar kita, tanpa adanya mereka maka kebutuhan-kebutuhan kita tidak akan bisa terpenuhi. Sepiring nasi! Kau telah memberi sebuah inspirasi. Lalu, apakah kita sebagai guru masih bingung dalam mencari metode untuk mengajarkan suatu materi? Ijinkan saya mengutip sebuah anekdot : Suatu saat dua orang yang berasal dari sekolah yang sama bertemu. Walaupun berbeda angkatan tetapi mereka cepat akrab dan pada saat mereka membicarakan salah seorang gurunya, mereka kemudian tertawa bersama-sama karena setelah obrolan yang panjang terungkap bahwa sang guru tersebut masih melakukan praktek pengajaran yang persis sama, bahkan ketika waktu kelulusan. mereka terpaut lebih dari 7 tahun. Ini membuktikan bahwa guru yang bersangkutan tidak mau berubah dan mensejajarkan diri dengan kemajuan jaman. Sudah bukan jamannya lagi kita mengajar berdasarkan diktat kuliah serta keterangan dari dosen-dosen yang mengajar kita saat di universitas dahulu. Jaman berubah demikian cepat dan informasi bertambah terus menerus membuat sebuah ilmu menjadi cepat usang dan ketinggalan. b. Kekuatan Doa Dalam Pembelajaran ( Iwan Gunawan, Guru SD Salman Al Farisi, Bandung ) Seringkali kali dalam suatu pembelajaran banyak siswa yang tidak berminat terhadap suatu pelajaran tertentu, baik karena sikap gurunya ataupun materi yang disampaikan kurang menarik dan berkenan di hati para siswa. Ketidaktertarikan siswa ini bisa ditampilkan dalam bentuk pembangkangan, ribut ataupun mungkin dengan cara yang lebih sopan, misalnya dengan bertanya kepada

guru tentang apa manfaatnya bagiku belajar materi ini. Di tengah semakin ketatnya persaingan di dunia pendidikan dewasa ini, merupakan hal yang wajar apabila para siswa sering khawatir akan mengalami kegagalan atau ketidakberhasilan dalam meraih prestasi belajar atau bahkan takut tinggal kelas. Sepintas, pertanyaan apa manfaatnya bagiku ini agak sepele dan tidak perlu pembahasan lebih lanjut. Akan tetapi bagi siswa, hal ini penting untuk diketahui karena menyangkut keaktifan dalam merespon materi pembelajaran, dan rasa aman di dalam mengahadapi masa depan mereka. Sebagaima dikatakan Arden N. Fardesen bahwa hal yang mendorong seorang siswa untuk belajar adalah: 1. Adanya sifat ingin tahu dan menyelidiki dunia yang amat luas. 2. Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju 3. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman. 4. Adanya uasaha untuk memperbaiki kegagalaan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koprasi maupun dengan kompetisi. 5. Adanya usaha untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran. 6. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai konsekwensi dari belajar. Guru harus memberikan rasa aman dan keselamatan kepada setiap peserta didik di dalam menjalani masa-masa belajarnya. Hal ini senada dengan pendapat Moh. Surya (1997) tentang peranan guru di sekolah, keluarga dan masyarakat di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru harus berperan sebagai berikut : 1. Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat. 2. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya. 3. Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di sekolah. 4. model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang haru dicontoh oleh para peserta didik. 5. Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya. Seringkali, kita sebagai guru mengarahkan permasalahan ini kepada siswa sebagai penyebabnya, baik karena siswa yang malas, tidak punya buku paket atau alasan lain. Seorang guru harus senantiasa mau beintrospeksi pada diri sendiri. Betapa

banyak guru sering menempatkan dirinya sebagai dewa kebenaran yang seolah-olah serba tahu semua keinginan muridnya. Padahal sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya. Guru seringkali terjebak dalam pemecahan masalah apa manfaatnya bagiku dengan menggunakan metode-metode yang belum tentu sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Dari beberapa metode dan pendekatan yang digunakan, ada satu hal yang kiranya bisa dijadikan alternative untuk memecahkan masalah tersebut terlepas dari cara yang telah dilakukan oleh guru seperti memperjelas tujuan yang ingin dicapai, membangkitkan minat siswa, menciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar, memberi pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa, memberikan penilaian, memberi komentar terhadap hasil pekerjaan siswa, dan menciptakan persaingan dan kerja sama yang sehat. Alternatif ini sangat murah dan mudah dilakukan, tanpa perlu mempelajari teoriyang rumit yaitu berdoa. Lalu apa hubungannya antara doa dengan kebermaknaan dalam pembelajaran? Cobalah ingat-ingat kembali oleh kita, berapa kali kita mendoakan siswa-siswa kita dalam belajar atau minimal mendoakan mereka diawal atau diakhir pembelajaran? Walaupun semua guru berbuat demikian, betapa jarang kita mendoakan mereka diawal atau diakhir pembelajaran. Mungkin kita hanya menutup dan membuka pembelajaran dengan ucapan selamat pagi anak-anak, selamat siang, selamat sore serta ucapan-ucapan lainnya, atau bisa juga langsung ngeloyor meninggalkan anak-anak tanpa sepatah kata pun. Ucapan-ucapan ini bukannya tidak bagus, akan tetapi masih terlalu umum. Guru adalah orang tua para siswa. Karenanya, Rosulullah melarang para orangtua (guru) mendoakan keburukan bagi anak-didiknya. Mendoakan keburukan kepada anak merupakan hal yang berbahaya. Dapat mengakibatkan kehancuran anak dan masa depannya.

Cobalah tambahkan doa dalam memulai dan mengakhiri pembelajaran kita dengan doa seperti ini semoga pembelajaran hari ini bisa bermanfaat buat masa depan kalian, mudah-mudahan Allah SWT memberikan keberkahan terhadap ilmu yang baru saja kalian pelajari atau mungkin dengan doa-doa lain yang lebih khusus. Ternyata hal ini sejalan dengan firman Allah Berdoalah kamu kepadaKu niscaya Aku perkenankan doa permohonan kamu (QS: Al-Mukmin:60). Jadi, kalau selama ini anak-anak kita membangkang, ribut dan tidak menyenangi materi yang kita sampaikan, atau ilmu yang disampaikan oleh kita dirasakan tidak bermanfaat oleh anak didik kita, boleh jadi karena kita kurang mendoakan mereka atas ilmu yang telah dipelajarinya. Dengan dilantunkannya doa oleh guru buat murid, maka akan terjalin pola pembelajaran dalam suasana takaful yaitu perasaan senasib dan sepenanggungan; semangat saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran di dalam mencapai tujuan belajar. Dengan melafadzkan do'a pada awal dan akhir pembelajaran akan tercipta check-andbalance dan menjadikan do'a sebagai parameter kesuksesan pembelajaran kita. Rosulullah SAW bersabda, Janganlah kalian mendoakan keburukan kepada diri kalian, janganlah kalian mendoakan keburukan kepada anak-anak kalian, janganlah kalian mendoakan keburukan kepada pelayan-pelayan kalian, dan janganlah mendoakan keburukan kepada harta kalian. Janganlah kalian mendoakan keburukan sebab jika waktu doa kalian bertepatan dengan saat-saat dikabulkannya doa, maka Allah akan mengabulkan doa kalian (yang buruk itu). (HR. Abu Dawud). Semoga kita termasuk guru-guru yang senantiasa memanfaatkan akal dan mendoakan para siswanya untuk kemajuan pembelajaran.

E. Pendidikan Karakter Yang Berhasil Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan SMP, yang antara lain meliputi sebagai berikut: 1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja. 2. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri. 3. Menunjukkan sikap percaya diri. 4. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas.

5. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional. 6. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif. 7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif. 8. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya. 9. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. 10. Mendeskripsikan gejala alam dan social. 11. Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab. 12. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia. 13. Menghargai karya seni dan budaya nasional. 14. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya. 15. Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik. 16. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun. 17. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat; Menghargai adanya perbedaan pendapat. 18. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana. 19. Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana. 20. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah. 21. Memiliki jiwa kewirausahaan. Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbolsimbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Dari pembahasan di atas penulis dapat menyimpulkan beberapa kategori yaitu: 1. Bangsa Indonesia telah berusaha untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter melalui sekolah-sekolah, terutama Sekolah Menengah Pertama (SMP), karena anak usia SMP sangat cocok untuk diberi pembelajaran tentang pendidikan karakter. 2. Guru adalah orang tua para siswa. Karenanya, Rosulullah melarang para orangtua (guru) mendoakan keburukan bagi anak-didiknya. Mendoakan keburukan kepada anak merupakan hal yang berbahaya. Dapat mengakibatkan kehancuran anak dan masa depannya. 3. Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang. Bila pendidikan karakter telah mencapai keberhasilan, tidak diragukan lagi kalau masa depan bangsa Indonesia ini akan mengalami perubahan menuju kejayaan. Dan bila pendidikan karakter ini mengalami kegagalan sudah pasti dampaknya akan sangat besar bagi bangsa ini, negara kita akan semakin ketinggalan dari negaranegara lain.

B. Saran 1. Pemerintah harus selalu memantau atau mengawasi dunia pendidikan, karena dari dari dunia pendidikan Negara bisa maju dan karena dunia pendidikan juga Negara bisa hancur, bila pendidikan sudah disalah gunakan. 2. Selain mengajar, seorang guru atau orang tua juga harus mendoakan anak atau muridnya supaya menjadi lebih baik, bukan mendoakan keburukan bagi anak didiknya. 3. Guru harus memberikan rasa aman dan keselamatan kepada setiap peserta didik di dalam menjalani masa-masa belajarnya, karena jika tidak semua pembelajaran yang di jalani anak didik akan sia-sia.

DAFTAR PUSTAKA

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama . Jakarta Hidayatullah, Muhammad. 2010. Pendidikan karakter - membangun peradaban bangsa. Jakarta : Yuma pustaka. Yamin, Muhammad. 2009. Menggugat Pendidikan Indonesia. Yogyakarta : ArRuzz Media Koesoema, Doni. 2007. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik anak di Zaman Global. Jakarta : PT Grasindo http://www.pendidikankarakter.org/diakses pada tanggal http://keyanaku.blogspot.com/2009/11/membangun-karakter-siswa-dengan.html, di akses pada tanggal http://sulaimanzen.wordpress.com/2010/06/30/pendidikan-karakter-kekuatandoadalam-pembelajaran/diakses pada tanggal 10 Oktober 2011 19.47 http://blog-indonesia.com/blog-archive-6519-116.html, di akses pada tanggal http://www.okezone.com/, di akses pada tanggal 10 Oktober 2011 19.48 http://www. Kompas Cyber Media .com/umum1, di akses pada tanggal 23 oktober 2011 20.00 http://www.jugaguru.com/column/diakses pada tanggal 10 Oktober 2011 20.05

You might also like