You are on page 1of 108

SISTEM HEMATOLOGI PADA BAYI DAN ANAK DENGAN ITP DAN HEMOFILIA

Disusun oleh Kelompok V : 1. Lely Rebdy S. 2. Maria Valenzya S. (201111066) (201111073)

3. Monica Sukmaningtyas (201111080) 4. Prinanda Erna L. 5. Siskar Sulianti 6. Stephanie Mandasari 7. Vernanda Ariyanti 8. Yohanes Widya W. (201111086) (201111098) (201111102) (201111111) (201111117)

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN SANTA ELISABETH SEMARANG 2011/2012

BABI PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trombosit dihasilkan oleh sumsum tulang (stem sel) yang

berdiferensiasi menjadi megakariosit (Candrasoma,2005). Megakariosit ini melakukan replikasi inti endomitotiknya kemudian volume sitoplasma membesar seiring dengan penambahan lobus inti menjadi kelipatannya. ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura) juga bisa dikatakan merupakan suatu kelainan pada sel pembekuan darah yakni trombosit yang jumlahnya menurun sehingga menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang terjadi umumnya pada kulit berupa bintik merah hingga ruam kebiruan. (Imran, 2008) Purpura trombositopenia idiopatik merupakan suatu kelainan didapat yang berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh karena adanya penghancuran trombosit secara dini dalam sistem

retukuloendotel akibat adanya auto antibody terhadap trombosit yang biasanya berasal dari immunoglubolin G. Adanya trombositopenia pada IPT ini akan mengakibatkan gangguan pada sistem hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem vaskular factor koagulasi darah terlibat secara bersamaan dalam mempertahankan hemostatis normal. Manifestasi klinis IPT sangat bervariasi mulai dari manifestasi perdarahan ringan, sedang sampai dapat mengakibatkan kejadiankejadian yang fatal. Kadang juga asimtomatik. Oleh karena merupakan suatu penyakit autoimun maka kortikosteroid merupakan pilihan konversional dalam pengobatan ITP. Pengobatan sangat ditentukan oleh keberhasilan mengatasi penyakit yang mendasari ITP sehingga tidak mengakibatkan keterlambatan penanganan akibat perdarahan fatal ataupun penanganan-penanganan pasien yang gagal atau relaps. Berdasarkan etiologi ITP dibagi menjadi 2, yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. Diperkirakan insidensi ITP terjadi pada seratus kasus per 1.000.000 tahun dan kira-kira setengah terjadi pada anak-anak. ITP terjadi bila trombosit mengalami distruksi secara premature sebagai hasil dari deposisi autoantibody atau kompleks imun dalam membrane sistem retikuloendotel limpa dan umumnya dihati.

Idiophatic

(Autoimmune)

Trobocytopenic

Purpura

(ITP/ATP)

merupakan kelainan autoimun dimana autoantibody Ig G dibentuk untuk mengikat trombosit. Tidak jelas apakah antigen pada permukaan trombosit dibentuk. Meskipun antibodi antitrombosit dapat mengikat komplemen, trombosit tidak rusak oleh lisis langsung. Insident tersering pada usia 20-50 tahum dan lebi serig pada wanita dibanding laki-laki (2:1). (Arief mansoer, dkk). Hemofilia adalah penyakit yang tidak populer dan tidak mudah didiagnosis. Karena itulah para penderita hemofilia diharapkan mengenakan gelang atau kalung penanda hemofilia dan selalu membawa keterangan medis dirinya. Hal ini terkait dengan penanganan medis, jika penderita hemofilia terpaksa harus menjalani perawatan di rumah sakit atau mengalami kecelakaan. Yang paling penting, penderita hemofilia tidak boleh mendapat suntikan kedalam otot karena bisa menimbulkan luka atau pendarahan. Penderita hemofilia juga harus rajin melakukan perawatan dan pemeriksaan kesehatan gigi dan gusi secara rutin. Untuk pemeriksaan gigi dan khusus, minimal setengah tahun sekali, karena kalau giginya bermasalah semisalnya harus dicabut, tentunya dapat menimbulkan perdarahan.

Mengonsumsi makanan atau minuman yang sehat dan menjaga berat tubuh agar tidak berlebihan. Karena berat badan berlebih dapat mengakibatkan perdarahan pada sendi-sendi di bagian kaki (terutama pada kasus hemofilia berat). Penderita hemofilia harus menghindari penggunaan aspirin karena dapat meningkatkan perdarahan dan jangan sembarang mengonsumsi obat-obatan. Olahraga secara teratur untuk menjaga otot dan sendi tetap kuat dan untuk kesehatan tubuh. Kondisi fisik yang baik dapat mengurangi jumlah masa perdarahan. Jadi, siapa bilang penderita hemofilia tidak dapat beraktifitas dan menjalani hidup layaknya orang normal.

B. Tujuan 1. Mahasiswa dapat mengetahui tentang pembentukan penyakit dan


Hemofilia, farmakologi dan berbagai hal yang mendasarinya. 2. Mahasiswa dapat mengetahui proses pembentukan dan penghancuran trombosit 3. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi trombosit dalam tubuh 4. Mahasisswa mengetahui mekanisme hemostasis 5. Mahasiswa dapat mengetahui pathway dari ITP dan Hemofilia

6. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan diagnostic yang menegakkan diagnose ITP dan Hemofilia 7. Mahasiswa mengetaui penatalaksanaan medis, farmakologi dan gizi yang tepat bagi pasien ITP dan Hemofilia 8. Mahasiswa dapat menganalisa askep klien dengan ITP dan Hemofilia

BAB II ISI

A. ANATOMI SISTEM HEMATOLOGI Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk sumsum tulang dan nodus limpa. Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain yang berbentuk cairan. Darah merupakan medium tranport tubuh, volume darah manusia sekitar 7%-10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Keadaan jumlah darah pada tiap orang tidak sama, bergantung pada usia, pekerjaan, serta keadaan jantung atau pembuluh darah. Ada 2 komponen utama yaitu sebagai berikut: a. Plasma Darah

Plasma darah adalah komponen darah berbentuk cairan berwarna kuning yang menjadi medium sel-sel darah, dimana sel darah ditutup. 55% dari jumlah atau volume darah merupakan plasma darah.

Komponen plasma darah: Senyawa atau zat-zat kimia yang larut dalam cairan darah antara lain sebagai berikut: a. Sari makanan dan mineral yang terlarut dalam darah, misalnya monosakarida, asam lemak, gliserin, kolesterol, asam amino, dan garam-garam mineral. b. Enzim, hormon, dan antibodi, sebagai zat-zat hasil produksi selsel. c. Protein yang terlarut dalam darah, molekul-molekul ini berukuran cukup besar sehingga tidak dapat menembus dinding kapiler. Contoh: Albumin, berguna untuk menjaga keseimbangan tekanan osmotik darah. Globulin, berperan dalam pembentukan g-globulin, merupakan komponen pembentuk zat antibodi.

Fibrinogen, berperan penting dalam pembekuan darah.

d. Urea dan asam urat, sebagai zat-zat sisa dari hasil metabolisme. e. O2, CO2, dan N2 sebagai gas-gas utama yang terlarut dalam plasma.

Fungsi plasma darah: Bagian plasma darah yang mempunyai fungsi penting adalah serum. Serum merupakan plasma darah yang

dikeluarkan atau dipisahkan fibrinogennya dengan cara memutar darah dalam sentrifuge. Serum tampak sangat jernih dan mengandung zat antibodi. Antibodi ini berfungsi untuk membinasakan protein asing yang masuk ke dalam tubuh. Protein asing yang masuk ke dalam tubuh disebut antigen.

Berdasarkan cara kerjanya, antibodi dalam plasma darah dapat dibedakan sebagai berikut: 1) Aglutinin : menggumpalkan antigen. 2) Presipitin : mengendapkan antigen. 3) Antitoksin : menetralkan racun. 4) Lisin : menguraikan antigen.

Antigen yang terdapat dalam sel darah dikenal dengan nama aglutinogen, sedangkan antibodi terdapat di dalam plasma darah dinamakan aglutinin. Aglutinogen membuat sel-sel darah peka terhadap aglutinasi (penggumpalan). Adanya aglutinogen dan aglutinin di dalam darah ini pertama kali ditemukan oleh Karl Landsteiner (18681943) dan Donath.

A. Butir- butir darah (blood corpuscles) yang terdiri atas: 1. Sel Darah Merah (Eritrosit) 1.1 Struktur Eritrosit

Sel darah merah (eritrosit) merupakan cairan bokonkaf dengan diameter sekitar 7 mikron. Bikonkavitas memungkinkan gerakan oksigen masuk dan keluar sel secara cepat dengan jarak yang pendek antara membran dan inti sel. Warnanya kuning kemerah-merahan, karna didalam nya mengandung zat yang disebut hemoglobin. sel darah merah tidak memiliki inti sel, mitokondria dan ribosom, serta tidak dapat bergerak. Sel ini tidak dapat melakukan mitosis, fosforilasi oksidatif sel, atau

pembentukan protein. Komponen-komponen eritrosit sebagai berikut: - Membran eritrosit. - Sistem enzim: enzim G6PD (Glukose 6

Phosphatedehydrogenase). - Hemoglobin, komponennya terdiri atas: Heme yang merupakan gabungan

protoporfirin dengan besi; Globin: bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta. Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap sel darah merah. Hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen, satu gram hemoglobin akan bergabung dengan 1,34 ml oksigen. Oksihemoglobin merupakan hemoglobin

yang berkombinasi/berikatan dengan oksigen. Tugas akhir hemoglobin adalah menyerap karbondioksida dan ion hidrogen serta

membawanya ke paru-paru tempat zat-zat tersebut dilepaskan dari hemolobin.

1.2 Produksi Eritrosit Berikut ini, saya akan membahas tentang suatu sistem dengan topik produksi sel darah merah. Nama ilmiah dari sistem ini adalah Erythropoiesis. Dalam sistem ini akan dibahas elemen elemen yang berperan dalam terbentuknya sel darah merah (eritrosit).

Unsur utama dari eritrosit adalah hemoglobin. Hemoglobin merupakan unsur yang memberi fungsi utama sel darah merah yaitu mengangkut oksigen sekaligus yang memberi warna merah pada sel darah merah. Hemoglobin ini sendiri terdiri dari empat pigmen forpirin merah (heme) yang masing-masing mengandung zat besi (Fe) dan globin. Elemen input yang mempengaruhi kinerja produksi ini adalah: Zat besi (Fe), tembaga (Cu), Vitamin B12, Vitamin C, Asam Folat, oksigen dan hormon EPO. Tempat terjadinya produksi ini adalah di sumsum tulang belakang. Kemudian elemen output yaitu eritrosit akan diedarkan ke pembuluh darah.

Ini adalah skema sensor yang memacu pembentukan sel darah merah yaitu hormon EPO. saat oksigen darah menurun, ginjal akan melepaskan EPO yang menstimulasi proses produksi sel darah merah. dari makanan yang kita makan, usus akan menyerap nutrisi. Nutrisi yang dibutuhkan dalam sistem produksi ini adalah yang telah disebutkan diatas. Untuk lebih rincinya berikut proses metabolisme zat besi yaitu unsur utama pembentuk sel darah merah:

Zat besi akan diteruskan ke sumsum tulang belakang. sedangkan nutrisi yang lain hanyalah pendukung zat besi agar terserap optimal oleh tubuh. Zat besi kemudian digunakan untuk membentuk hemoglobin. selanjutnya wadah sel darah merah akan dibentuk:

Proerythoblast terbentuk dari sel punca yang ada di sumsum tulang belakang. Kemudian sel akan membelah berkali-kali dan mengumpulkan hemoglobin yang sudah ada. Saat konsentrasi hemoglobin sudah mencapai kurang lebih 34% maka sel darah merah (eritrosit) akan terbentuk. kemudian dilepaskan ke pembuluh darah.

1.3 Lama Hidup Eritrosit hidup selama 74-154 hari. Pada usia ini sistem enzim mereka gagal, membran sel berhenti berfungsi dengan adekuat, dan sel ini dihancurkan oleh sel sistem retikulo endotelial.

1.4 Jumlah Eritrosit Anak 10-16 gr/dL Bayi baru lahir 12-24gr/dL

1.5 Sifat-Sifat Eritrosit

Sel darah merah biasanya digambarkan berdasarkan ukuran dan jumlah Hb yang terdapat didalam sel seperti berikut:. a) Normokromik: sel dengan jumlah hemoglobin yang normal. b) Mikrositik: sel yang ukurannya terlalu kecil. c) Makrositik: sel yang ukurannya terlalu besar. d) Hipokromik: sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu sedikit. e) Hiperkromik: sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu banyak. Dalam keadaan normal, bentuk sel darah merah dapat berubah-ubah, ini memungkinkan sel tersebut masuk

kemikrosirkulasi kapiler tanpa kerusakan. Apabila sel darah merah sulit berubah bentuknya (kaku), maka sel tersebut tidak dapat bertahan selama peredarannya dalam sirkulasi.

1.6 Antigen Eritrosit Sel darah merah memiliki bermacam-macam antigen spesifik yang terdapat di membran selnya dan tidak ditemukan di sel lain. Antigen-antigen itu adalah A, B, O dan Rh. Antigen A, B dan O Seseorang memiliki dua alel (gen) yang masingmasing mengode antigen A atau B atau tidak memiliki keduanya yang diberi nama O. Antigen A dan B bersifat Ko-dominan, orang yang memiliki antigen A dan B akan memiliki golongan darah AB, sedangkan orang yang memiliki dua antigen A (AA) atau satu A dan satu O (AO) akan memiliki darah A. Orang yang memiliki dua antigen B (BB) atau satu B dan satu O (BO) akan memiliki darah O. Antigen Rh. Antigen Rh merupakan kelompok antigen utama lainnya pada sel darah merah yang juga diwariskan sebagai gen-gen dari masing masing orang tua. Antigen Rh utama disebut faktor Rh (Rh +), orang yang memiliki antigen Rh dianggap positif Rh (Rh +) sedangkan orang yang tidak memiliki antigen Rh dianggap Rh negaif (Rh -).

1.7 Penghancuran Eritrosit Proses penghancuran eritrosit terjadi karena proses penuaan (senescence) dan proses patologis (hemolisis). Hemolisis yang terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan terurainya komponen hemoglobin menjadi dua komponen sebagai berikut: 1. Komponen protein, yaitu globin yang akan

dikembalikan ke kembali.

pool protein dan dapat digunakan

2. Komponen heme akan dipecah menjadi dua, yaitu: Besi yang akan dikembalikan ke pool besi dan digunakan ulang. Bilirubin yang akan diekskresikan melalui hati dan empedu.

2. Sel Darah Putih (Leukosit) 2.1 Stuktur Leukosit

Bentuknya dapat berubah ubah dan dapat bergerak dengan perantara kaki palsu (pseudopodia) mempunyai bermacam macam inti sel, sehingga ia dapat dibedakan menurut inti selnya serta warnanya bening (tidak bewarna). Sel darah putih dibentuk di sum sum tulang dari sel bakal. Jenis-jenis dari golongan sel ini adalah golongan yang tidak bergranula, yaitu limfosit T dan B: monosit dan makrofag: serta golongan yang bergranula, yaitu: eosinofil, basofil, dan neotrofil.

2.2 Fungsi Sel Darah Putih Fungsi dari sel ini adalah: 1. Sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit/bakteri, yang masuk kedalam tubuh jaringa RES (Sistem Retikulo Endotel). 2. Sebagai pengangkut, yaitu mengankut/ membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh darah. 2.3 Proses Pembentukan Sel Darah Putih

2.4 Penghancuran Sel Darah Putih

2.5 Jenis-jenis Sel Darah Putih

2.1.1

Agranulosit Memiliki granula kecil didalam

protoplasmanya, memiliki diameter sekitar 10-12 mikron. Berdasarkan pewarnaan granula, granulosit terbagi menjadi tigta kelompok berikut: 3.3.1.1 Neutrofil Granula yang tidak bewarna mempunyai inti sel yang terangkai, kadang seperti terpisahpisah, proto plasmanya banyak berbintik-bintik halus/ granula, serta banyaknya sekitar 60-70%. 3.3.1.2 Eosinofil Granula bewarna merah dengan

pewarnaan asam, ukuran dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil, tetapi granula dalam sitoplasmanya lebih besar, banyaknya kira-kira 24%. 3.3.1.3 Basofil Granula bewarna biru dengan pewarnaan basa, sel ini lebih kecil daripada eusinifil, tetapi mempunyai inti dan bentuknya teratur, didalam protoplasmanya terdapat granula-granula yang besar, banyaknya kira-kira 0,5% di sum-sum merah. Neutofil, eosinofil dan basofil, berfungsi sebagai fagosit untuk mencerna dan meghancurkan mikroorganisme dan sisasisa sel. Selain itu, basofil bekerja sebagai sel mast dan mengeluarkan peptida vasoaktif. 3.3.2 Granulosit Granulosit terdiri atas limfosit dan monosit: 3.3.2.1 Limfosit Limfosit memiliki nukleus besar bulat dengan menempati sebagian besar sel limfosit berkembang dalam jaringan limfe. Ukuran berfariasi dari 7-15 mikron. Banyaknya 20-25%, dan fungsinya

membunuh dan memakan bakteri yang masuk kedalam jaringan tubuh.

Limfosit ada 2 macam, yaitu limfosit T dan limfosit B: Limfosit T: Limfosit T meninggalkan sumsum tulang dan berkembang lama, kemudian bermigrasi menuju ke timus. Setelah meninggalkan timus, sel-sel ini beredar dalam darah sampai mereka bertemu dengan antigen-antigen dimana mereka telah diprogramkan dirangsang untuk oleh mengenalinya. Setelah ini

antigennya,

sel-sel

menghaslkan bahan kimia yang menghancurkan dan memberitahu sel-sel darah putih lainnya bahwa telah terjadi infeksi.

Limfosit B: Terbentuk di sumsum tulang lalu bersikulasi dalam darah sampai menjumpai antigen dimana mereka telah di program untuk mengenalinya. Pada tahap ini, limfosit B mengalami pematangan lebiha lanjut dan menjadi sel plasma serta

menghaslkan antibodi.

3.3.2.2 Monosit Ukuran lebih besar dari limfosit, protoplasmanya

besar,warna biru sedikit abu-abu, serta mempunyai bintikbintik sedikit kemerahan. Inti selnya bulat atau panjang. Monosit dibentuk didalam sumsumtulang, masuk kedalam sirkulasi dalam bentuk imatur dan mengalami proses pemetangan menjadi makrofag setelah masuk ke jaringan. Fungsinya sebagai fagosit. Jumlahnya 34% dari total komponen yang ada di sel darah putih. 2.6 Jumlah Sel Darah Putih Bayi atau anak : 9.000-12.000/L Bayi baru lahir : 9.000-30.000/L

3. Trombosit a. Struktur Trombosit Trombosit adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam sumsum tulang yang bebentuk cakram bulat,oval, bikonveks, tidak berinti, dan hidup sekitar 10 hari.

b. Jumlah Trombosit
Normalnya, trombosit pada anak antara 150-400 ribu unit per mikroliter.

c. Fungsi Trombosit Trombosit berperan penting dalam pembentukan

bekuan darah. Trombosit normal bersirkulasi keseluruh tubuh melalui aliran darah. Namun, setelah beberapa detik setelah kerusakan suatu pembuluh trombosit tertarik kedaerah tersebut sebagai respon terhadap kolagen yang terpajan di lapisan sobendotel pembuluh. Trombosit melekat ke permukaan yang rusak dan mengeluarkan

beberapa zat( serotonin dan hiatamin) yang menyebabkan terjadinya vasokontriksipembuluh. Fungsi lain dari

trombosit yaitu untuk mengubah beentuk dan kualitas setelah berikatan dengan pembuluh yang cedera. trombosit akan menjadi lengket dan menggumpal yang secara bersama efektif

membentuk

sumbat

trombosit

menambal daerah yang luka.

Sistem retikulo endothelial Terdiri atas sejumlah sel-sel berstruktur sama dan dengan fungsi yang serupa terdapat pada berbagai organ dan aringan. Sel retikulo endothelial terdapat pada limpa, hepar, timus, kelenjar limfe, sumsum tulang, dan pembuluh darah. Fungsi utama sel retikulo endothelial adalah pembuangan partikel benda asing, destruksi sel sel eritrtosit tua, dan destruksi sel-sel lain.

B. FISIOLOGI SISTEM HEMATOLOGI Dalam keadaan fisiolagis, darah selalu berada dalam pembiluh darah, sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai berikut. 1. Sebagai alat pengangkut yang meliputi hal-hal berikut ini. Mengangkut gas karbondioksida (co2) dari jaringan perifer kemudia dikeluarkan melalui paru-paru untuk di distribusikan ke jaringan yang memerlukan. Mengangkut sisa-sisa/ampas dari hasil metabolisme jaringan berupa urea, kreatinin, dan asam urat. Mengangkut seri makanan yang diserat melalui usus untuk disebarkan keseluruh jaringan tubuh. Mengangkut hasi-hasil metabolisme jaringan.

2. Mengatur keseimbangan cairan tubuh. 3. Mengatur panas tubuh. 4. Berperan serta dalam mengatur pH cairan tubuh. 5. Mempertahankan tubuh dari serangan penyakit infeksi. 6. Mencegah perdarahan.

C. PERTIMBANGAN USIA BAYI DAN ANAK BERKAITAN DENGAN GANGGUAN SISTIM HEMATOLOGI
Sel darah pada anak

No

Sel Darah Pada Anak

Batas normal bayi usia (6 bulan-1 tahun)

Batas Normal anak (usia 112)

Nilai kritis(secara potensial membahayakan jiwa jika tak segera dirawat-nilai ini sedikit berbeda pada beberapa rumah sakit

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Sel Darah Sel Darah G or Hb (globin) Hematokrit

6.0-17,5(K/mm3) 3.1-4.5(M.mm3) 6.0-17.5 (g/dl 35-41(%) 68.00-85.0 (fl) 24.0-29.6 (pg)

6.0-17,5 3.7-5.3 6.0-17.5 33-42 70.0-95.0 24.0-29.6 (pg) 31.0-37.0 11.5-15.0 200-600 21-69 1.5-8.0 23.0-73.0 1.5-8.5

<1.0 or > 30.0

<6.5 <20.0

30.0-36.0 (g/DL) 11.5-15 (%)

Bosit

300-750 (K/mm3) 44-78 (%) 4.0-10.5 (#) 12.0-50.0 (%) 1.0-8.5 (#)

<20 or >1,000

10. Limfosit 11. 12. Neusofil 13.

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK SECARA UMUM BERKAITAN DENGAN GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI Laboratorium klinik atau laboratorium medis ialah

laboratorium di mana berbagai macam tes dilakukan pada spesimen biologis untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan pasien. Hematologi menerima keseluruhan darah dan plasma. Mereka melakukan penghitungan darah dan selaput darah. Pemeriksaan hematologi Rutin atau darah rutin pada anak meliputi 6 jenis pemeriksaan; yaitu Hemoglobin / Haemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht/PCV), Leukosit: hitung leukosit (leukocyte count), hitung jenis (differential count), Hitung trombosit / platelet count, Laju endap darah (LED) / erythrocyte sedimentation rate (ESR) dan Hitung eritrosit.

MANFAAT ANAK

PEMERIKSAAN

LABORATORIUM

HEMATOLOGI

Hematologi Rutin (CBC) Penilaian dasar komponen sel darah yang dilakukan dengan menentukan jumlah sel darah dan trombosit, persentase dari setiap jenis sel darah putih dan kandungan hemoglobin (Hb). Hematologi rutin meliputi pemeriksaan Hb, eritrosit, leukosit, trombosit, hematokrit, dan nilai-nilai MC. Tidak diperlukan persiapan khusus sebelumnya. Manfaat pemeriksaan untuk mengevaluasi anemia, leukemia, reaksi inflamasi dan infeksi, karakteristik sel darah perifer, tingkat hidrasi dan dehidrasi, polisitemia, penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, dan menentukan perlu atau tidaknya kemoterapi.

Hematokrit

(PCV)

Pemeriksaan

hematokrit

menggambarkan

perbandingan persentase antara sel darah merah, sel darah putih dan trombosit terhadap volume seluruh darah atau konsentrasi (%) eritrosit dalam 100mL/dL keselurahan darah. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan eritrosit. Kenaikan nilai hematokrit berarti konsentrasi darah semakin kental, dan diperkirakan banyak plasma darah yang keluar dari pembuluh darah hingga berlanjut pada kondisi syok hipovolemik sperti pada kasus DBD dan gangguan dehidrasi. Penurunan hematokrit terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan darah akut, anemia, leukemia, dan kondisi lainnya.

Eritrosit. Pemeriksaan eritrosit dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan sel darah merah yang berfungsi sebagai alat transport utama yang membawa oksigen. Umur eritrosit normal rata-rata 110-120 hari. Setiap hari terjadi kerusakan sel eritrosit sebesar 1% dari seluruh jumlah eritrosit yang ada dan diikuti dengan pembentukan sel eritrosit oleh sumsum tulang. Bila tingkat kerusakan sel eritrosit lebih cepat (umur eritrosit lebih pendek) dari kapasitas sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit (disebut proses hemolisis), maka akan menimbulkan kondisi anemia. Evaluasi anemia dan polisitemia, serta deteksi kelainan sel darah merah lainnya seperti pada kondisi leukemia, demam rematik, hemorrhage, infeksi kronik dan sebagainya

Retikulosit Pemeriksaan hitung retikulosit dilakukan untuk mengukur jumlah sel darah merah muda dalam volume darah tertentu. Pada kondisi normal, jumlah retikulosit mencapai 1% dari total jumlah sel darah merah. Peningkatan pembentukan retikulosit merupakan respon sumsum tulang terhadap kondisi tubuh yang memerlukan lebih banyak

sel darah merah seperti yang terjadi pada kondisi anemia. Dengan demikian, pemeriksaan ini merupakan penilaian terhadap fungsi sumsum tulang. Evaluasi aktivitas eritropoetik yang dapat

menunjukkan kondisi anemia hemolitik dan perdarahan; dan menentukan terapi pada berbagai kondisi anemia. Hitung rekulosit rendah berkaitan dengan derajat anemia.

Analisa Hb (HPLC). HPLCmerupakan pemeriksaan yang bersifat kuantitatif untuk HbA2 dan HbF (%), serta pemeriksaan untuk mendeteksi hemoglobin yang abnormal (Hb variant) secara kualitatif (adanya S window, D window, C window). Manfaat pemeriksaan untuk endeteksi anemia mikrositik, dan hemoglobinopati seperti thalassemia beta trait.

Waktu Pembekuan. Pemeriksaan untuk skrining yang digunakan untuk mengetahui capillary function, jumlah platelet dan kemampuan platelet menempel pada dinding pembuluh darah. Manfaat pemeriksaan untuk mengvaluasi sistem pembekuan darah dan pemantauan terapi heparin.

Waktu trombin. Pemeriksaan waktu trombin dapat digunakan untuk pemantauan terapi dengan heparin. Manfaat pemeriksaan untuk menentukan hipofibrinogenemia yang parah, disfibrinogenemia, dan adanya heparin seperti antikoagulan; memantau Disseminated

Intravascular Coagulation (DIC), fibrinolisis, terapi fibrinolitik dan heparin. Nilai Normal Hasil Laboratorium Hematologi Anak Hematologi dalam hasil laboratorium menunjukkan hasil uji terhadap sampel darah. Jenis pemeriksaan hematologi antara lain: Jenis pemeriksaan satuan nilai Normal

Hematologi rutin (Hb, Lk, hitung jenis, Trb, LED) Leukosit (WBC) Hemoglobin Trombosit (PLT)) ribu/L g/dL ribu/L 5-10 P 12-15 150-400 P<20

LED (ESR) (Westergren) mm/l jam

Hitung jenis leukosit


% % % % % % %

0-1 1-3 2-6 50-70 20-40 2-8 P 37-43

Basofil Eusinofil Batang Segmen Limfosit Monosit Hematokrit

Masa pendarahan Masa pembekuan Masa tromboplastin

Menit Menit

1-6 10-15

detik detik

30,3 41,1 30,3 41,1

P K

Fibrinogen

mg/dL mg/dL

200-400 200-400

P K

D-dimer

ng/mL

< 300

Analisa dan Interpretasi hasil Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Anak Hemoglobin (Hb) Nilai normal anak 11-16 gram/dL, batita 9-15 gram/dL, bayi 10-17 gram/dL, neonatus 14-27 gram/dL. Nilai normal dewasa pria 13.5-18.0 gram/dL, wanita 1216 gram/dL, wanita hamil 10-15 gram/dL Interpretasi Hasil

Hb rendah (<10 gram/dL) biasanya dikaitkan dengan anemia defisiensi besi. Sebab lainnya dari rendahnya Hb antara lain pendarahan berat, hemolisis, leukemia leukemik, lupus eritematosus sistemik, dan diet vegetarian ketat (vegan). Dari obat-obatan: obat antikanker, asam asetilsalisilat, rifampisin, primakuin, dan sulfonamid. Ambang bahaya adalah Hb < 5 gram/dL.

Hb tinggi (>18 gram/dL) berkaitan dengan luka bakar, gagal jantung, COPD (bronkitis kronik dengan cor pulmonale), dehidrasi / diare, eritrositosis, polisitemia vera, dan pada penduduk pegunungan tinggi yang normal. Dari obat-obatan: metildopa dan gentamisin.

Hematokrit Nilai normal anak 31-45%, batita 35-44%, bayi 29-54%, bayi kurang 1 bulan atau neonatus 40-68% Nilai normal dewasa pria 40-54%, wanita 37-47%, wanita hamil 30-46% Hematokrit merupakan persentase konsentrasi eritrosit dalam plasma darah. Secara kasar, hematokrit biasanya sama dengan tiga kali hemoglobin. Interpretasi Hasil

Ht tinggi (> 55 %) dapat ditemukan pada berbagai kasus yang menyebabkan kenaikan Hb; antara lain penyakit DBD, penyakit Addison, luka bakar, dehidrasi / diare, diabetes melitus, dan polisitemia. Ambang bahaya adalah Ht >60%.

Ht rendah (< 30 %) dapat ditemukan pada anemia, sirosis hati, gagal jantung, perlemakan hati, hemolisis, pneumonia, dan overhidrasi. Ambang bahaya adalah Ht <15%.

Leukosit (Hitung total)


Nilai normal 4500-10000 sel/mm3 Nilai normal bayi di bawah 1 bulan atau Neonatus 9000-30000 sel/mm3, Bayi sampai balita rata-rata 5700-18000 sel/mm3, Anak 10 tahun 4500-13500/mm3, ibu hamil rata-rata 6000-17000 sel/mm3, postpartum 9700-25700 sel/mm3

Interpretasi Hasil Segala macam infeksi menyebabkan leukosit naik; baik infeksi bakteri, virus, parasit, dan sebagainya. Kondisi lain yang dapat menyebabkan leukositosis yaitu:

Anemia hemolitik Sirosis hati dengan nekrosis Stres emosional dan fisik (termasuk trauma dan habis berolahraga) Keracunan berbagai macam zat Obat: allopurinol, atropin sulfat, barbiturat, eritromisin, streptomisin, dan sulfonamid.

Leukosit rendah (disebut juga leukopenia) dapat disebabkan oleh agranulositosis, anemia aplastik, AIDS, infeksi atau sepsis hebat, infeksi virus (misalnya dengue), keracunan kimiawi, dan postkemoterapi. Penyebab dari segi obat antara lain antiepilepsi, sulfonamid, kina, kloramfenikol, diuretik, arsenik (terapi leishmaniasis), dan beberapa antibiotik lainnya. Leukosit (hitung jenis) Nilai normal hitung jenis

Basofil 0-1% (absolut 20-100 sel/mm3) Eosinofil 1-3% (absolut 50-300 sel/mm3) Netrofil batang 3-5% (absolut 150-500 sel/mm3) Netrofil segmen 50-70% (absolut 2500-7000 sel/mm3) Limfosit 25-35% (absolut 1750-3500 sel/mm3) Monosit 4-6% (absolut 200-600 sel/mm3)

Penilaian hitung jenis tunggal jarang memberi nilai diagnostik, kecuali untuk penyakit alergi di mana eosinofil sering ditemukan meningkat. Interpretasi Hasil

shift to the left. Peningkatan jumlah netrofil (baik batang maupun segmen) relatif dibanding limfosit dan monosit dikenal juga dengan sebutan shift to the left. Infeksi yang disertai shift to the left biasanya merupakan infeksi bakteri dan malaria. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the left antara lain asma dan penyakit-penyakit alergi lainnya, luka bakar, anemia perniciosa, keracunan merkuri (raksa), dan polisitemia vera.

Shift to the right. Sedangkan peningkatan jumlah limfosit dan monosit relatif dibanding netrofil disebut shift to the right. Infeksi yang disertai shift to the right biasanya merupakan infeksi virus. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the right antara lain keracunan timbal, fenitoin, dan aspirin.

Trombosit Nilai normal dewasa 150.000-400.000 sel/mm3, anak 150.000-450.000 sel/mm3. Interpretasi Hasil

Penurunan trombosit (trombositopenia) dapat ditemukan pada demam berdarah dengue, anemia, luka bakar, malaria, dan sepsis. Nilai ambang bahaya pada <30.000 sel/mm3.

Peningkatan trombosit (trombositosis) dapat ditemukan pada penyakit keganasan, sirosis, polisitemia, ibu hamil, habis berolahraga, penyakit imunologis, pemakaian kontrasepsi oral, dan penyakit jantung. Biasanya trombositosis tidak berbahaya, kecuali jika >1.000.000 sel/mm3.

Laju endap darah Nilai normal anak <10 mm/jam pertama Nilai normal dewasa pria <15 mm/jam pertama, wanita <20 mm/jam pertama Nilai normal lansia pria <20 mm/jam pertama, wanita <30-40 mm/jam pertama Nilai normal wanita hamil 18-70 mm/jam pertama Interpretasi Hasil

LED yang meningkat menandakan adanya infeksi atau inflamasi, penyakit imunologis, gangguan nyeri, anemia hemolitik, dan penyakit keganasan.

LED yang sangat rendah menandakan gagal jantung dan poikilositosis.

Hitung eritrosit Nilai normal bayi 3.8-6.1 juta sel/mm3, anak 3.6-4.8 juta sel/mm3. Nilai normal dewasa wanita 4.0-5.5 juta sel/mm3, pria 4.5-6.2 juta sel/mm3. Interpretasi Hasil

Peningkatan jumlah eritrosit ditemukan pada dehidrasi berat, diare, luka bakar, perdarahan berat, setelah beraktivitas berat, polisitemia, anemia sickle cell.

Penurunan jumlah eritrosit ditemukan pada berbagai jenis anemia, kehamilan, penurunan fungsi sumsum tulang, malaria, mieloma multipel, lupus, konsumsi obat (kloramfenikol, parasetamol, metildopa, tetrasiklin, INH, asam mefenamat)

E. PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGI SECARA UMUM BERKAITAN DENGAN GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI SERTA IMPLIKASI KEPERAWATANNYA

Farmakokinetik

merupakan

penjelasan

mengenai

perjalanan obat dalam tubuh. Dalam Farmakokinetik meliputi ADME ( Adsorbsi, Distribusi, Metabolisme, dan Eksresi ). 1. Adsorbsi merupakan proses berpindahnya molekul obat dari ilium ke pembuluh darah, sebab ilium terdapat pembuluh darah yang paling banyak. Biasanya adsorbsi disebut pula sebagai proses penyerapan obat. Cara berpindah obat terdiri dari dua macam yaitu adsorbsi aktif dan pasif. Proses pasif menggunakan proses difusi tanpa memerlukan energi namun aktif membutuhkan carier pembawa biasanya menggunakan protein dan enzim dengan melawan gradient konsentrasi menggunakan sistem berpindah dari konsentrasiu rendah ke tinggi. Faktor faktor yang dapat mempengaruhi Adsorbsi : a. Lemak : terdapat beberapa macam obat, ada obat yang dapat larut dalam lemak namun ada pula yang tidak dapat larut dalam lemak. Pada obat yang larut dalam lemak akan mudah teradsorbsi dibandingkan yang tidak, yang tidak akan membutuhkan carrier agar dapat diadsorbsi oleh tubuh. b. Aliran Darah : jika aliran darah tubuh baik maka proses adsorbsi akan baik pula, namun sebaliknya jika aliran darah mengalami hambatan maka proses adsorbsi akan mengalami gangguan. c. Rasa nyeri : nyeri dapat menghambat proses adsorbsi sebab jika terdapat nyeri maka proses kerja pinositosis akan terhambat. Dimana pinositosis berperan dalam proses adsorbsi obat dalam tubuh. d. Stress : stress akan mempengaruhi otak dalam melekukan perintah adsorbssi obat. e. Kelaparan : dalam kondisi lapar usus tidak dapat melakukan proses peristaltik sehingga proses adsorbsi akan tidak berlangsung. f. Makanan dalam usus : jika dalam suatu volume usus mengalami keadaan yang berlebihan maka proses

perpindahan obat untuk diabsrobsi akan terhambat. g. pH : keasaman dalam usus akan mempengaruhi absorbsi obat, jika terlalu asam maka obat akan hancur.

F. PENATALAKSANAAN GIZI SECARA UMUM BERKAITAN DENGAN GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI VITAMIN C

Vitamin C diperlukan pada pembentukan zat kolagen oleh fibrobblast hingga merupakan bagian dalam pembentukan zat intasel. Vitamin C diperlukan juga pada proses pematangan eritrosit dan pada pembentukan tulang dan dentin. Selain itu juga berperan dalam respirasi jaringan. Pada scurvy (kekurangan vitamin C) pertumbuhan anak terganggu dan timbul pendarahan kapiler dimana-mana. Pada waktu anak dilahirkan persediaan vitamin C cukup banyak, maka kejadian infatile scurvy kebanyakan terjadi pada umur 6-12 bulan. Pada umur 1 tahun umumnya anak sudah mendapat diet yang lebih bervariasi sehingga angka kejadian menurun. Gejala-gejala yang menonjol adalah : Cengeng / mudah marah Rasa nyeri pada tungkai bawah Pseudoparalisis tungkai bawah, sedangkan tungkai atas jarang

terserang Kelainan radiologis Terutama pada bagian tulang yang sedang aktif tumbuh, seperti ujungsternum tulang rusuk, ujung distal femur, ujung proximal humurus, kedua ujung tibia dan fibula, dan ujung distal radius dan ulna. Gambaran radiologis menunjukkan adanya garis epifisis yang agak kabur dan tidak rata seperti biasa, osteoporosis ringan, pembengkakan pada ujung tulang panjang, terutama pada ujung bawah femur disebabkan oleh pendarahan subperios. VITAMIN B1 (TIAMIN) Defisiensi vitamin B1 (Atiaminosis) Faktor etiologis. Defisiensi tiamin menyebabkan penyakit beri-beri. Bilamana diet wanita yang sedang mengandung tidak cukup mengandung vitamin B1, maka anak yang dilahirkan dapat menderita beri-beri kongenital atau gejala beri-beri akan timbul pada bayi yang sedang disusui.

Penyakit ini dapat pula timbul pada anak dengan penyakit gastrointestinal yang menahun, misalnya diare kronis dan sindrom seliak. Gejala penyakit beri-beri pada bayi dan anak umumnya sama dengan gejala yang terjadi pada orang dewasa. Manifestasi penting ialah kelainan saraf, mental dan jantung. Kadang-kadang ditemukan kasus beri-beri bawaan, akan tetapi sebagian besar terdapat dalam triwulan pertama. Gejala antiaminosis. 1. Beri-beri infantil. Umumnya ditemukan dalam keadaan akut. Gejala prodormal ringan saja atau tidak tampak sama sekali. Anak yang tampaknya sehat selama 1-2 minggu tidak menunjukkan bertambahnya berat badan, kadang-kadang tampak gelisah, menderita pilek atau diare. Perubahan jantung datang tiba-tiba dengan takikardia dan dispne yang dapat mengakibatkan kematian mendadak. Pada pemeriksaan ditemukan jantung yang membesar terutama bagian kanan. Paru menunjukkan tanda kongesti, kadang-kadang terdapat edema, yang disertai oliguria sampai anuria. Pada kasus yang lebih menahun terdapat edema yang jelas, sering ditemukan efusi perikardial dan kadang-kadang asites. Muntah merupakan gejala yang sering ditemukan. Sistem urat saraf tidak mengalami banyak perubahan, hanya mungkin ditemukan atonia, refleks lutut mungkin negatif, meninggi atau berubah. Kadang-kadang terdapat kejang. 2. Kasus menahun sering ditemukan pada anak yang lebih besar (late infancy childhood). Penderita demikian umumnya lebih kecil dibandingkan anak yang sehat, keadaan gizinya kurang dan tedapat edema. Sering gejala yang menarik perhatian ialah atonia yang disebabkan oleh edema pita suara. Kadang-kadang perutnya membuncit karena meteorismus. Paralisis seperti yang tampak pada orang dewasa jarang terlihat pada anak, walaupun atonia tampak jelas dan refleks lutut berkurang atau menghilang. Pencegahan. Diet anak yang baik umumnya mengandung cukup tiamin. Pemberian vitamin B1 tambahan diperlukan untuk para ibu yang sedang mengandung atau menyusui. Dianjurkan untuk memberikan 1,8 mg vitamin B1 setiap hari pada para ibu yang sedang mengandung dan 2,3 mg vitamin B1 pada ibu yang

sedang menyusui, 0,4 mg untuk bayi dan 0,6-2 mg pada anak yang lebih besar. Anak dengan penyakit gastrointestinal menahun atau yang sedang mendapat makanan parenteral, harus diberi tiamin tambahan. Pengobatan. Bayi : 5-10 mg/hari Anak : 10-20 mg/hari Pengobatan diberikan untuk beberapa minggu lamanya. Bilamana penderita mengalami diare atau muntah yang lama, maka vitamin tersebut harus diberikan secara intramuskulus atau intravena. Pada penderita yang masih mendapat ASI, maka ibunya harus pula diberi vitamin B1 tambahan. VITAMIN B2 (Riboflavin) Defisiensi vitamin B2 (Ariboflavinosis) Faktor etiologis. Gejala defisiensi vitamin B2 akan tampak bilamana :

Stomatitis angularis. Pada sudut mulut terdapat maserasi dan retak-retak (fisura) yang memancar ke arah pipi. Kadang-kadang luka sudut mulut tersebut tertutup keropeng. Bilamana luka demikian berulangulang timbul pada akhirnya akan menimbulkan jaringan parut.

Glositis. Lidah akan tampak merah jambu dan licin karena struktur papil hilang.

Kelainan kulit. Perubahan pada kulit berupa luka seboroik pada lipatan nasolabial, alae nasi, telinga dan kelopak mata. Kadang-kadang ditemukan juga dermatitis pada tangan, sekitar vulva, anus dan perineum.

Kelainan mata.

Dapat timbul fotofobia, lakrimasi, perasaan panas. Pada pemeriksaan dengan slitlamp akan tampak vaskularisasi kornea dan keratitis interstitialis. Pencegahan dan pengobatan. Ariboflavinosis dapat dicegah dengan diet yang mengandung cukup susu, telur, sayur-mayur dan daging. Dianjurkan pemberian sehari-hari 0,6 mg untuk bayi, 1-2 mg untuk anak dan 2-3 mg untuk dewasa. Pada anak dengan tanda-tanda ariboflavinosis dapat diberikan 10 mg/hari vitamin B2 untuk beberapa minggu lamanya. Urin 24 jam yang mengandung riboflavin kurang dari 50 mg merupakan indikasi adanya kekurangan vitamin B2 dan biasanya sudah disertai gejala klinisnya. NIASIN (Asam nikotinat, nikotinamida, vitamin B3) Defisiensi niasin (Pelagra) Gejala Terutama dermatitis kadang-kadang disertai kelainan saraf dan psikis. Pengobatan Dapat diberikan niasin 0,02 g/kgbb/hari, peroral, subkutan atau intramuskular. VITAMIN B6 (Piridoksin, Piridoksal, Piridoksamin) Defisiensi vitamin B6 Gejala Gejala defisiensi piridoksin ialah cengeng, mudah kaget, kejang (tonik-klonik). Pemberian INH yang lama pada orang dewasa tanpa tambahan vitamin B6 dapat menimbulkan polineuritis. Ada yang berpendapat bahwa vitamin B6 dapat menyembuhkan dermatitis seberoik.

Kebutuhan akan vitamin B6 Bayi: 0,2 0,5 mg/hari. Anak yang lebih besar 1,5 2 mg/hari. Banyak vitamin B6 yang diperlukan bertalian dengan banyaknya pemberian protein, sehingga makin besar anak makin banyak vitamin B6 yang diperlukan. Adakalanya terdapat gejala defisiensi vitamin B6 pada seorang penderita, walaupun makanannya mengandung cukup vitamin B6 VITAMIN B12 (Kobalamin) Defisiensi vitamin B12 Fisiologi Vitamin B12 dianggap sebagai komponen antianemia dalam faktor ekstrinsik. Getah lambung orang normal mengandung substansi yang disebut faktor intrinsik yang bereaksi dengan faktor ekstrinsik yang terdapat dalam daging, susu atau bahan makanan lain untuk membuat substansi antianemia. Faktor antianemia tersebut diserap dan disimpan dalam hati. Pada anemia pernisiosa biasanya faktor intrinsik tidak terdapat dalam getah lambung. Walaupun daging mengandung vitamin B12, namun tidak dapat digunakan oleh penderita anemia pernisiosa, karena faktor intrinsik tidak ada. Vitamin B12 terikat pada protein dan hanya dapat dileaskan oleh faktor intrinsik untuk kemudian diserap. Patologi Defisiensi vitamin B12 dapat timbul bila : a. Terdapat kekurangan vitamin B12 dalam diet (seperti orang vegetarian) b. Tidak terdapat faktor intrinsik seperti pada penderita anemia pernisiosa. c. Terdapat gangguan resorpsi (penyerapan kembali) vitamin B12.

Gejala Defisiensi vitamin B12 menimbulkan anemia dengan gejala lidah yang halus dan mengkilap, tidak terdapat asam hidroklorida dalam asam lambung (pada penderita anemia pernisiosa), perubahan saraf, anemia makrositik hiperkromik. Sel darah membesar dan berkurang jumlahnya. Hal ini disebabkan oleh gangguan pembentukan atau proses

pematangan sel darah merah. Kebutuhan: 1 2 gama/hari. Pengobatan Pemberian vitamin B12 pada penderita anemia

pernisiosa akan merangsang sumsum tulang membuat sel darah merah. Pada anemia makrosistik lain, vitamin B12 akan memberikan perbaikan seperti halnya dengan asam folat. Vitamin B12 digunakan pula masa rekovalensi penyakit berat sebagai perangsang metabolisme. PENILAIAN STATUS MINERAL 1. Iodine Yodium diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan serta fungsi otak. Meskipun kebutuhan yodium sangat sedikit (0.15 g) kita memerlukan yodium secara teratur setiap hari. Kekurangan yodium akan mengalami gangguan fisik antara lain gondok, badan kerdil, gangguan motorik seperti kesulitan untuk berdiri atau berjalan normal, bisu,tuli atau mata juling. Sedangkan kecerdasan. Untuk mengetahui total goitre rate (pembesaran kelenjar gondok) dimasyarakat bisa dilakukan dengan palpasi atau dengan cara lain yaitu dengan melakukan pemeriksaan kadar yodium dalam urin dan kadar thyroid stimulating hormone dalam darah. Metode penentuan kadar yodium dalam urin dengan menggunakan metode Cerium. gangguan mental termasuk berkurangnya

Prosedur penentuan kadar yodium dengan metode Cerium adalah sebagai berikut : 1. 10 ml urin didestruksi (pengabuan basah) dengan penambahan 25 ml asam klorat 28% dan 1 ml kalium kromat 0.5 %. 2. Panaskan diatas hotplate sehingga volume larutan menjadi kurang dari 0.5 ml. Larutan ini diencerkan dengan air suling sehingga volume larutan menjadi 100 ml. 3. Dari larutan terakhir ini dipipet 3 ml, kemudian ditambahkan 2 ml asam arsenit 0.2 N; lalu didiamkan selama 15 menit. 4. Ke dalam tiap larutan kemudian ditambahhkan 1 ml larutan cerium (4+) ammonium sulfat 0.1 M; dikocok kembali didiamkan selama 30 menit. Absorpsi dilakukan pada panjang gelombang 420 nm. Kurva standar dibuat dengan cara yang sama seperti di atas pada kadar yodium 0.01; 0.02; 0.03; 0.04; dan 0.05 ppm. Larutan standar induk yang berkadar 100 ppm ddibuat dengan melarutkan 0.0168 g KIO3 dalam 100 ml air suling. Karena kadar yodium dalam urin dinyatakan dalam mg 1 per g kreatinin, maka diukur pula kadar kreatinin urin dengan cara sebagai berikut : 1. 0.1 ml urin yang telah diencerkan 100 kali ditambahkan 4 ml H2SO4 1/12 N dan 0.5 ml natrium tungstat. 2. Setelah itu dikocok dan didiamkan selama 15 menit lalu dipusing selama 10 menit. 3. Supernatan dipisahkan lalu ditambahkan 0.5 ml larutan campuran 1 ml asam pikrat 10% dan 0.2 ml NaOH 10%. 4. Setelah didiamkan selama 15 menit, absorpsi larutan dibaca pada panjang gelombang 520 nm. Standar kreatinin dengan konsentrasi 1 mg dikerjakan dengan cara yang sama.

Perhitungan kadar yodium per g kreatinin : jiak diketahui konsentrasi yodium A g/l urin dan kadar kreatinin B g/l. maka kadar yodium A/B g/g kreatinin. Batasan dan klasifikasi pemeriksaan kadar yodium dalam urin : Suatu daerah dianggap endemis berat bila rata-rata ekskresi yodium dalam urin lebih rendah dari 25 g yodium/gram kreatinin., endemik sedang bila ekskresi yodium dalam urin 25-50 g iodium/gram kreatinin. Anak sekolah dapat digunakan sebagai target penelitian karena prevalensi GAKI pada anak sekolah umumnya menggambarkan

prevalensi yang ada dalam masyarakat. 2. Zink Zink adalah metaloenzim dan bekerja sebagai koenzim pada berbagai system enzim. Tubuh mengandung 1-2 g zink. Tulang, gigi, rambut, kulit, dan testis mengandung banyak zink. Dalam darah zink terdapat dalaam plasma terikat pada albumin dan globulin. Penilaian konsentrasi zink jaringan tidak dapat

dilakukan walaupun sudah dianjurkan analisa rambut, dan ekskresi zink ke urin bisa mencerminkan simpanan zink tubuh. Dalam pemeriksaan kemungkinan penyebab kelambatan penyembuhan luka pasca bedah, mungkin analisa zink plasma (dengan spektometri absorpsi atomik) bisa membantu. Batasan dan interpretasi pemeriksaan kadar zink dalam plasma adalah 12-17 mmol/liter dikatakan normal. 3. Kalsium Kalsium adalah mineral yang berada dalam tubuh 2% dan lebih dari 99% terdapat didalam tulang. Kalsium darah mempunyai 2 fungsi essensial yaitu untuk proses pembekuan dan efek terhadap jaringan syaraf. Konsumsi yang dianjurkan utnuk bayi sampai umur satu tahun cukup dengan 600 mg, bagi anak umur 1-10 tahun memerlukan 8000 mg, sedangkan anak yang lebih besar dari 10 tahun memerlukan 1-1.5 g. Masukan

kalsium yang rendah menimbulkan perbaikan resorpsi dan menurunkan ekskresi kalsium dalam urin. Batasan dan interpretasi pemeriksaan kadar kalsium dalam darah adalah 2.1-2.6 mmol/liter dikatakan normal. 4. Fosfor Fosfor adalah suatu unsur yang penting bagi seluruh sel-sel hidup, sayur-sayuran dan hewan, dalam bentuk esterester organic, termasuk ATP. Disamping itu mineral tulang rangka sebagian besar terdiri dari kalsium fosfat. Tingginya kadar fosfat selama masa pertumbuhan penting untuk menjamin kelangsungan proses mineralisasi pada tulang-tulang dan tulang rawan yang sedang tumbuh. Kebutuhan fosfor dalam darah adalah 2.5-4.5 g/100 l. 5. Magnesium Magnesium adalah ion intrasel dan bekerja sebagai kofaktor pada fosforilasi oksidatif dan juga didepositokan pada tulang. Konsentrasi magnesium dalam serum mempengaruhi transmisi syaraf dan kontraksi otot. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi kalsium seperti asam fitat, asam lemak, dan fosfor juga mempengaruhi absorpsi magnesium. Kekurangan mineral ini jarang terjadi kecuali pada KEP berat. ASI maupun susu sapi mengandung cukup magnesium untuk memenuhi kebutuhan bayi. Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme Mg seperti hormon paratiroid, mempengaruhi pula magnesium. Batasan dan interpretasi pemeriksaan kadar magnesium dalam darah adalah 1.8-2.4 g/ 100 ml. 6. Krom (Chromium) Krom berperan penting pada metabolisme karbohidrat dan glukosa. Mineral tersebut menstimulir sintesis asam lemak dan kolesterol dalam hepar. Kekurangan krom mengakibatkan pertumbuhan yang berkurang dan sindroma yang menyerupai diabetes mellitus. Hanya beberapa persen masukan krom dapat diserap oleh saluran pencernaan. Kadar krom dalam darah

normal berkisar 0.14-0.15 g/ml untuk serum atau 0.26-0.28 g/ml untuk plasma. 7. Tembaga (Copper) Kekurangan tembaga sangat jarang ditemukan

terkecuali pada penderita KEP berat atau anak yang menderita diare menahun. Anak KEP dalam fase penyembuhan hanya mendapat diet susu rendah tembaga bisa menderita anemia, menunjukan perubahan tulang seperti pada scurvy (kekurangan vitamin C), dan hipokupremia. Hipokupremia dapat juga terjadi oleh defek pada sintesis seruloplasma, malabsorbsi atau ekskresi yang berlebihan. Menkes kinky hair syndrome merupakan penyakit bawaan disebabkan defek absorpsi tembaga. Pada penderita demikian terdapat kadar tembaga dan seruloplasmin dalam sirkulasi yang rendah hingga

mengakibatkan degenerasi otak yang progresif, pertumbuhan berkurang, rambut yang jarang dan mudah patah, kerusakan pada pembuluh nadi, dan kelainan tulang seperti pada scurvy. Batasan dan klasifikasi pemeriksaan kadar tembaga dalam darah dalam keadaan normal = 80-150g/100 ml. 8. Selenium Pada binatang selenium diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan. Penyakit jantung endemik yang terdapat di daerah tertentu di negeri China dan menghinggapi terutama anak dan wanita muda dan dikenal dengan sebagai Keshan disease yang dianggap sebagai penayakit kekurangan selenium. Selenium belakangan makin banyak dipakai baik sebagai selenium organik tunggal maupun kombinasi dengan vitamin E, C, A, B6, dan trace mineral lain. Dikatakan bahwa selenium dapat melindungi sel tubuh dari kehancuran hingga memperlambat proses menua. PEMERIKSAAN ZAT GIZI SPESIFIK Kurang Energi Protein (KEP) Analisis biokimia yang berkaitan dengan KEP yaitu menyangkut nilai protein tertentu dalam darah atau hasil

metabolit dari protein yang beredar dalam darah dan yang dikeluarkan bersama urin. Jenis protein yang menggambarkan status gizi seseorang antara lain Prealbumin, Serum protein dan serum Albumin. a. JENIS-JENIS GANGGUAN SISTEM HELATOLOGI PADA BAYI DAN ANAK Anemia Adalah suatu keadaan yang menggambarkan kadar Hb, Ht dan jumlah eritrosit kurang dari normal sesuai dengan umur dan jenis kelamin. Menurut WHO (1972) : kadar Hb normal adalah sbb. : Umur 6 bulan 6 tahun = 11 gr % Umur 6 tahun 14 tahun = 12 gr % Laki-laki dewasa = 13 gr % Wanita dewasa tdk hamil = 12 gr % Wanita dewasa hamil = 11 gr % Gejala : 1. Pucat 2. Pusing 3. Palpitasi 4. Mata berkunang setelah jongkok 5. Mudah lelah 6. Penurunan aktivitas

Pembagian anemia berdasarkan etiologi dan fisiologi : 1. Anemia defisiensi 2. Anemia aplasia Penyakit darah lain : 5. Leukemia 6. Trombasitopenia / Idiopatik trombositopenia purpura (ITP) Pembagian anemia berdasarkan morfologi : 1. Makrositik anemia 2. Normositik anemia 3. Mikrositik ringan 4. Hipokromik mikrositer 3. Anemia hemolitik 4. Anemia post hemorrhagic

Pembagian anemia berdasarkan indeks sel darah merah:

MCV =

Ht x 10 Jumlah RBC (juta/ml)

N 40 + 7 m3

MCH =

Hb x 10

Jumlah RBC (juta/ml) = 30 + 3 MCHC = Hb Ht = 33 + 2 x 100 %

Je ni s A n e m ia M ak ro sit ik 9 4 8 N or m os iti k M ik ro sit ik ri n ga n H ip 8 0 < 3 0 < < > 9 4 3 0 > 0 3 0 > > M C V M C H V

o kr o m m ik ro sit ik

8 0

3 0

A.

Anemia Defisiensi

Ada 2 jenis : 1. Anemia defisiensi besi (Fe) 2. Anemia defisiensi vitamin B12 (asam folat)

1.

Anemia defisiensi besi (Fe) Adalah anemia yang primer disebabkan oleh kekurangan zat besi dengan cirri-ciri gambaran darah beralih dari normositik normokrom menjadi mikrositik hipokrom dan memberi respon terhadap pengobatan senyawa besi. (WHO : 1959)

Gambaran klinis : Gejala klinis: 1. Anemia umumnya 2. Perubahan pada jaringan dan epitel dan atropi papilla lidah 3. Gangguan sistim neuromuscular 4. Cardiomegali Kriteria diagnosa anemia defisiensi besi menurut WHO : 1. Hb kurang dari normal sesuai umur 2. Serum Fe < 50 mirogram (N=80-100) 3. Konsentrasi Hb-eritrosit < 31 % (N=32-35) 4. Jenuh transperin < 15 % (N=20-50) 5. Hipokrom mikrositer Therapi : 1. Sulfosteroid, 30 mg/KgBB/hari 2. Transfusi PRC bila HB < 3 gr %

2. Anemia defisiensi Vitamin B12 - Gambaran klinis sama seperti anemia defisiensi Fe. - Pd pem. lab. : Gambaran darah tepi : Normokrom makrositer. - Kadar vitamin B12 menurun , Th/ Vit. B12 = 3 x 10 mg B. Anemia Aplastik Adalah anemia kekurangan RBC akibat sumsum tulang yang tidak dapat bekerja untuk membentuk sel darah merah. Gambaran klinis : Bila penyakit berlangsung cepat, gejala utama yang menonjol adalah demam, dan jika penyakit berlangsung lambat maka gejala yang menonjol adalah kelemahan dan kelelahan. Bila timbul trombositopenia, terjadi perdarahan pada hidung, mulut, dsb.

Diagnosa : Ditegakkan dengan adanya trias (anemia, lekopeni, trombositopeni) disertai gejala klinis panas, pucat, perdarahan, yang penting adalah tanpa

hepatosplenomegali. Diagnosa pasti : Bone marrow dari lumbal, akan didapatkan sel-sel

sangat kurang dan banyak jaringan ikat dan jaringan lemak. Therapi : 1. Mencari dan menghindarkan obat-obat atau bahan kimia sebagai penyebab 2. Obat-obatan terhadap anemia 3. Pengobatan perdarahan suspensi trombosit

4. Mencegah dan mengatasi infeksi 5. Stimulasi dan regenerasi sumsum tulang. Ex: Prednison 20 mg/hari.

6. Transplantasi sumsum tulang

C. Anemia Hemolitik Etiologi : 1. 2. Dari sel RBC sendiri / intra corpuscular Didapat dari luar

Intra corpuscular, antara lain : 1. Kelainana struktur membran sel 2. Kekurangan enzim untuk metabolisme sel (G6PD) 3. Kelainan Hb / Hemoglobinopati Ada 2 macam : a. Gangguan pembentukan Hb / Thalasemia b. Gangguan asam amino dalam Hb.

THALASEMIA Secara molekuler dibagi 2 : 1. Thalasemia aova Biasanya bayi dilahirkan sudah dalam keadaaan meninggal oleh karena hidropfoetalis. 2. Thalasemia tipe B Thalasemia mayor dan minor Secara genetis, thalasemia minor=heterozigot, dan

mayor=homozigot. Secara klinis, thalasemia minor tidak memberikan gejala klinis

Pemeriksaan laboratorium : 1. 2. Darah tepi : Hb , retikulosit , jumlah trombosit normal. Apus : banyak normoblast (sel darah merah yang berinti), anisostosis, piokilositosis, sel target pear drop. 3. Sumsum tulang : Hb F = 30-50 % (N = < 7 %)

Untuk membedakan ada tidaknya kombinasi antara thalasemia dengan hemoglobinopati yang lain digunakan elektroforesis.

Penatalaksanaan : 1. Transfusi darah, PRC = 15 cc/KgBB/hari Hb dipertahankan sampai 8 10 gr % 2. Mencegah hemosiderosis (penumpukan zat besi), dengan cara: minum teh, vitamin C, iron chelating agent guna utk meningkatkan ekskresi Fe., ex: Deferol: 25 mg/KgBB/hari (SC) secara pelan-pelan/dipompa. 3. 4. Splenectomy (keberhasilannya diragukan) Cangkok sumsum tulang (jarang berhasil)

G. ITP 1. Proses Pembentukan dan Penghancuran Thrombosit dan Faktorfaktor Yang Mempengaruhinya Proses Pembentukan Thrombosit Trombosit dihasilkan oleh sumsum tulang (stem sel) yang berdiferensiasi menjadi megakariosit. Megakariosit ini melakukan replikasi inti endomitotiknya kemudian volume sitoplasma membesar seiring dengan penambahan lobus inti menjadi kelipatannya. Kemudian sitoplasma menjadi granular dan trombosit dilepaskan dalam bentuk platelet/keping-keping. Enzim pengatur utama produksi trombosit adalah trombopoietin yang dihasilkan di hati dan ginjal, dengan reseptor C-MPL serta suatu reseptor lain, yaitu interleukin-11. Proses pematangan selama 7-10 hari di dalam sumsum tulang. Trombosit dihasilkan oleh sumsum tulang (stem sel) yang berdiferensiasi menjadi megakariosit. Megakariosit ini melakukan replikasi inti endomitotiknya kemudian volume sitoplasma membesar seiring dengan penambahan lobus inti menjadi kelipatannya. Kemudian sitoplasma menjadi granular dan trombosit dilepaskan dalam bentuk platelet/kepingkeping. Enzim pengatur utama produksi trombosit adalah trombopoietin

yang dihasilkan di hati dan ginjal, dengan reseptor C-MPL serta suatu reseptor lain, yaitu interleukin-11

Proses Penghancuran Trombosit Sistem makrofag mononuklear limpa bertanggung jawab untuk menghilangkan platelet dalam purpura trombositopenik kekebalan (ITP), karena hasil restorasi splenektomi prompt dari jumlah trombosit normal pada pasien dengan purpura yang paling trombositopenik kekebalan (ITP). Platelet yang diasingkan dan dihancurkan oleh makrofag mononuklear, yang tidak retikuler maupun endotel berasal. Oleh karena itu, penunjukan mantan sistem retikuloendotelial dianggap tidak tepat. Penghancuran trombosit kekebalan imunoglobulin-dilapisi ditengahi oleh makrofag Fc IgG (Fc gamma RI, Fc gamma RII, dan Fc gamma RIII) dan komplemen reseptor (CR1, CR3).

2. Anatomi Trombosit Trombosit adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam sumsum tulang yang berbentuk cakram bula, ovale, bikonkaf, tidak berinti, dan hidup sekitar 10 hari. Trombosit ( platelet ) berdiameter kurang lebih 2 - 4 m, jumlah normal 150.000-450.000/mm. Tempatnya 1/3 di dalam limpa sebagai cadangan, sisanya disirkulasi. Trombosit memiliki area permukaan besar di mana faktor koagulasi diabsorpsi. Glikoprotein GP Ib dan IIb/IIIa memungkinkan pelekatan trombosit ke faktor von Willebrand (vWF) dan tentunya ke endotel (Sanders dan Scanlon, 1999). Dalam trombosit ditemukan 3 jenis granula penyimpanan (alfa, densa, dan glikogen) yang masing-masing memiliki isi yang spesifik. Granula trombosit umumnya menyimpan faktor-faktor koagulasi yang sewaktu-waktu dapat disekresikan untuk membantu koagulasi darah. Membran plasma trombosit tersusun dari fosfolipid bilayer dan bermacam protein yang dapat menyatu dengan glukosa atau lipid (Sanders dan Scanlon, 1999). Fosfolipid memiliki peran penting pembekuan darah yaitu sebagai tempat melekatnya bermacam faktor koagulasi dan sebagai tempat yang memperantarai kontak kolagen dengan GP Ib-IX (Sanders dan Scanlon, 1999).

3. Fisiologi Trombosit Trombopoiesis Trombosit adalah fragmen sitoplasmik tanpa inti berdiameter 2-4 mm yang berasal dari megakariosit. Hitung trombosit normal di dalam darah tepi adalah 150.000 400.000/uL dengan proses pematangan selama 7-10 hari di dalam sumsum tulang. Trombosit dihasilkan oleh sumsum tulang (stem sel) yang berdiferensiasi menjadi megakariosit replikasi (Candrasoma,2005). inti endomitotiknya Megakariosit kemudian ini

melakukan

volume

sitoplasma membesar seiring dengan penambahan lobus inti menjadi kelipatannya. Kemudian sitoplasma menjadi granular dan trombosit dilepaskan dalam bentuk platelet/keping-keping. Enzim pengatur utama produksi trombosit adalah trombopoietin yang dihasilkan di hati dan ginjal, dengan reseptor C-MPL serta suatu reseptor lain, yaitu interleukin-11 (A.V Hoffbrand et al, 2005). Trombosit berperan penting dalam hemostasis, penghentian perdarahan dari cedera pembuluh darah (Guyton,1997;

Sherwood,2001).

Struktur Trombosit memiliki zona luar yang jernih dan zona dalam yang berisi organel-organel sitoplasmik. Permukaan diselubungi reseptor glikoprotein yang digunakan untuk reaksi adhesi & agregasi yang mengawali pembentukan sumbat hemostasis. Membran plasma dilapisi fosfolipid yang dapat mengalami invaginasi membentuk sistem kanalikuler. Membran plasma ini memberikan permukaan reaktif luas sehingga protein koagulasi dapat diabsorpsi secara selektif. Area submembran, suatu mikrofilamen pembentuk sistem skeleton, yaitu protein kontraktil yang bersifat lentur dan berubah bentuk. Sitoplasma mengandung beberapa granula, yaitu: granula densa, granula a, lisosome yang berperan selama reaksi pelepasan yang kemudian isi granula disekresikan melalui sistem kanalikuler. Energi yang diperoleh trombosit untuk kelangsungan hidupnya berasal dari fosforilasi oksidatif (dalam mitokondria) dan glikolisis anaerob (Aster,2007; A.V Hoffbrand et al, 2005;

Candrasoma,2005).

4. Jumlah Trombosit

Hitung trombosit normal di dalam darah tepi adalah 150.000400.000/uL. Apabila dari kurang 150.000/ mikro L disebut

trombositopeniaq. Sedangkan apabila lebih dari 450.000/mikro L trombosit.

5. Definisi ITP Purpura Trombositopenia Idiopatik (ITP) adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai daengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 150.000/L) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa. Insiden ITP pada anak antara 4,0- 5,3 per 100.000, ITP akut umumnya terjadi pada anak-anak usia antara 2-6tahun. 7-28% anak-anak dengan ITP akut berkembang menjadi kronik 15-20%. Purpura Trombositopenia Idiopatik pada anak berkambang menjadi bentuk ITP kronik pada beberapa kasus menyerupai ITP dewasa yang khas. Insiden ITP kronis pada anak diperkirakan 0,46 per 100.000 anak per tahun. ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Idiopathic berarti tidak diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic berarti darah yang tidak cukup memiliki keping darah (trombosit). Purpura berarti seseorang memiliki luka memar yang banyak (berlebihan). Istilah ITP ini juga merupakan singkatan dari Immune Thrombocytopenic Purpura. (Family Doctor, 2006). Idiophatic (Autoimmune) Trobocytopenic Purpura

(ITP/ATP) merupakan kelainan autoimun dimana autoanti body Ig G dibentuk untuk mengikat trombosit.

Tidak jelas apakah antigen pada permukaan trombosit dibentuk. Meskipun antibodi antitrombosit dapat mengikat komplemen, trombosit tidak rusak oleh lisis langsung. Insident tersering pada usia 20-50 tahum dan lebi serig pada wanita dibanding laki-laki (2:1). (Arief mansoer, dkk). ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura) juga bisa dikatakan merupakan suatu kelainan pada sel pembekuan darah yakni trombosit yang jumlahnya menurun sehingga

menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang terjadi umumnya pada kulit berupa bintik merah hingga ruam kebiruan. (Imran, 2008)

Dalam tubuh seseorang yang menderita ITP, sel-sel darahnya kecuali keping darah berada dalam jumlah yang normal. Keping darah (Platelets) adalah sel-sel sangat kecil yang menutupi area tubuh paska luka atau akibat

teriris/terpotong dan kemudian membentuk bekuan darah. Seseorang dengan keping darah yang terlalu sedikit dalam tubuhnya akan sangat mudah mengalami luka memar dan bahkan mengalami perdarahan dalam periode cukup lama setelah mengalami trauma luka. Kadang bintik-bintik kecil merah (disebut Petechiae) muncul pula pada permukaan kulitnya. Jika jumlah keping darah atau trombosit ini sangat rendah, penderita ITP bisa juga mengalami mimisan yang sukar berhenti, atau mengalami perdarahan dalam organ ususnya. (Family Doctor, 2006) Idiopatik trombositopeni purpura disebut sebagai suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 15.000/L) akibat autoantibodi yang mengikat antigen

trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa. Atau dapat diartikan bahwa idiopatik trombositopeni purpura adalah kondisi perdarahan dimana darah tidak keluar dengan semestinya. Terjadi karena jumlah platelet atau trombosit rendah. Sirkulasi platelet melalui pembuluh darah dan membantu penghentian perdarahan dengan cara menggumpal. Idiopatik sendiri berarti bahawa penyebab penyakit tidak diketahui. Trombositopeni adalah jumlah trombosit dalam darah berada dibawah normal. Purpura adalah memar kebiruan disebabkan oleh pendarahan dibawah kulit. Memar menunjukkan bahwa telah terjadi pendarahan di pembuluh darah kecil dibawah kulit. (ana information center, 2008). Trombosit berbentuk bulat kecil atau cakram oval dengan diameter 2-4m. Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, sel yang sangat besar dalam susunan hemopoietik dalam sumsum tulang yang memecah menjadi trombosit, baik dalam sumsum tulang atau segera setelah memasuki kapiler darah, khususnya ketika mencoba untuk memasuki kapiler paru. Tiap megakariosit menghasilkan kurang lebih 4000 trombosit (Ilmu Penyakit Dalam Jilid II).

Megakariosit tidak meninggalkan sumsum tulang untuk memasuki darah. Konsentrasi normal trombosit ialah antara 150.000 sampai 350.000 per mikroliter. Volume rata-ratanya 58fl. Dalam keadaan normal, sepertiga dari jumlah trombosit itu ada di limpa. Jumlah trombosit dalam keadaan normal di darah tepi selalu kurang lebih konstan. Hal ini disebabkan mekanisme kontrol oleh bahan humoral yang disebut trombopoietin. Bila jumlah trombosit menurun, tubuh akan mengeluarkan

trombopoietin lebih banyak yang merangsang trombopoiesis. Idiopathic thrombocytopenic Purpura mempengaruhi anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak sering mengalami idiopathic thrombocytopenic Purpura setelah infeksi virus dan biasanya sembuh sepenuhnya tanpa pengobatan. Pada orang dewasa yang menderita penyakit ITP sering lebih kronis. ITP diperkirakan merupakan salah satu penyebab kelainan

perdarahan didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan insiden penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100000 anak per tahun. Di bagian ilmu kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo terdapat 22 pasien baru pada tahun 2000.

6. Faktor Risiko Dari Tiap Klasifikasi ITP Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi melalui pembentukan antibodi yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit mati. (Imran, 2008). Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi untuk penderita ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel keping darah ubuhnya sendiri. (Family Doctor, 2006). Meskipun pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat,

persediaan trombosit yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Pada sebagian besar kasus, diduga bahwa ITP disebabkan oleh sistem imun tubuh. Secara normal sistem imun membuat antibodi untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada ITP, sistem imun melawan platelet dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun menyerang platelet dalam tubuh masih belum diketahui. (ana information center, 2008).

ITP kemungkinan juga disebabkan oleh hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi makanan atau obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan factor pematangan (misalnya malnutrisi), koagulasi intravascular diseminata (KID), autoimun. Berdasarkan etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umunnya terjadi pada orang dewasa). (ana information center, 2008) Selain itu, ITP juga terjadi pada pengidap HIV. sedangkan obat-obatan seperti heparin, minuman keras, quinidine, sulfonamides juga boleh menyebabkan trombositopenia. Biasanya tanda-tanda penyakit dan faktorfaktor yang berkatan dengan penyakit ini adalah seperti yang berikut : purpura, pendarahan haid darah yang banyak dan tempo lama, pendarahan dalam lubang hidung, pendarahan rahang gigi, immunisasi virus yang terkini, penyakit virus yang terkini dan calar atau lebam.

7. Manifestasi Klinis Dari Setiap Klasifikasi ITP Tanda dan gejala 1) Masa prodormal, keletihan, demam dan nyeri abdomen. 2) Secara spontan timbul petekie dan ekimosis pada kulit. 3) Epistaksis. 4) Perdarahan mukosa mulut. 5) Menoragia. 6) Memar. 7) Anemia terjadi jika banyak darah yang hilang karena perdarahan. 8) Hematuria. 9) Melena. 8. Patofisiologi ITP Sindrom ITP disebabkan oleh autoantibodi trombosit yang spesifik yang berikatan dengan trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem fagosit mononuklir melalui reseptor Fc makrofag. Pada tahun 1982 Van Leeuwen pertama mengidentifikasi

membran trombosit glikoprotein IIb/IIIa (CD41) sebagai antigen yang dominan dengan mendomontrasikan bahwa elusi autoantibodi dari trombosit pasien ITP berikatan dengan trombosit normal. Diperkirakan bahwa ITP diperantarai oleh suatu autoantiodi, mengingat kejadian transient trombositopeni pada neonatus yang lahir dari ibu yang menderita ITP, dan perkiraan ini didukung oleh kejadian transient trombositopeni pada orang sehat yang menerima transfusi plasma kaya IgG, dari seorang pasien ITP. Trombosit yang diselimuti oleh autoantibodi IgG akan mengalami percepatan pembersihan dilien dan di hati setelah berkaitan dengan reseptor Fcg yang diekspresikan oleh makrofag jaringan. Pada sebagian besar pasien, akan terjadi mekanisme kompensasi dengan peningkatan prroduksi trombosit. Pada sebagian kecil yang lain, produksi trombosit tetap terganggu, sebagian akibat destruksi trombosit yang diselimuti autoantibodi oleh makrofag di dalam sumsum tulang, atau karena hambatan pembentukan megakariosit, kadar

trombopoetin tidak meningkat, menunjukkan adanya masa megakariosit normal. Antigen pertama yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan antibodi ITP untuk berkaitan dengan trombosit yang secara genetik kekurangan kompleks glikoprotein IIb/IIIa. Kemudian berhasil dan V dan determinan trombosit yang lain. Juga dijumpai antibodi yang bereaksi terhadap berbagai antigen yang berbeda. Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen yang diperkirakan dipicu oleh antibodi, akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen, yang berakibat produksi antibodi yang cukup untuk menimbulkan trombositopeni. Secara alamiah, antibodi terhadap kompleks glikoprotein IIb/IIIa memerlihatkan retriksi penggunaan rantai ringan, sedangkan antibodi yang berasal dari displai phage menunjukkan penggunaan gen V. Palacakkan pada daerah yang berkaitan dengan antigen dari antibodi-antibodi ini menunjukkan bahwa antibodi tersebut berasal dari klon sel B yang mengalami seleksi afinitas yang diperantarai antigen dan melalui mutasi sonatik. Pasien ITP dewasa sering menunjukkan peningkatan jumlah HLA-DR + T cells, peningkatan jumlah reseptor interleukin 2 dan peningkata profil sitokin yang menunjukkan aktivasi prekursor sel T helper dan selT helper tipe 1. Pada pasien-pasien ini sel T akan merangsang sintesis antibodi setelah terpapar oleh protein alami. Penurunan epitop kriptik ini secara in vivo dan alasan sel T yang bertahan lama tidak diketahui dengan pasti.

Kebanyakan pasien mempunyai antibodi terhadap glikoprotein pada permukaan trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara klinis. Pada awalnya glikoprotein IIb/IIIa dikenali oleh autoantibodi, sedangkan antibodi yang glikoprotein Ib/IX belum terbentuk pada tahap ini.

9. Pathway ITP

10. Pemeriksaan Diagnostic Pada ITP Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hal-hal sebagai berikut : a. Trombositopenia b. Retikulositosis ringan c. Anemia bila terjadi perdarahan kronis d. Waktu perdarahan memanjang e. Retraksi bekuan terganggu f. Pada sum-sum tulang dijumpai banyak megakariosit dan agranuler atau tidak mengandung trombosit g. Antibody monoclonal untuk mendeteksi glikoprotein spesifik pada membrane trombosit mempunyai spesifisitas 85%, belum digunakan secara luas.

11. Penatalaksanaan Medik pada Kasus ITP dan Implikasi Keperawatannya 1. ITP akut .

Pada yang ringan hanya dilakukan observasi pengobatan karena dapat sembuh secara spontan.

tanpa

Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit belum naik, berikan kortikosteroid.

Pada trombositopenia akibat KID dapat diberikan heparin intravena. Pada pemberian heparin sebaiknya selalu disiapkan antidotumnya yaitu protamin sulfat.

Bila keadaan sangat gawat (terjadi perdarahan otak atau saluran cerna), berikan transfusi suspensi trombosit.

2. ITP menahun

Kortikosteroid diberikan selama 6 bulan: prednison 2-5 mg/kgBB/hari perorat.

Imunosupresan: 6-merkaptopurin 2,5-5 peroral; azatioprin 2-4 mg/

mg/kgBB/hari peroral;

kg/BB/hari

siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari peroral.

Splenektomi, bila: resisten setelah pemberian kombinasi kortikosteroid dan obat imunosupresif selama 2-3 bulan, remisi spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan

pemberian kortikosteroid saja dengan gambaran klinis sedang sampai berat, atau pasien menunjukkan respons terhadap kortikosteroid namun memerlukan dosis yang tinggi untuk mempertahankan keadaan klinis yang baik tanpa perdarahan. Kontraindikasi splenektomi: usia sebelum 2 tahun karena fungsi limpa terhadap infeksi belum dapat diambil alih oleh alat tubuh yang lain, seperti hati, kelenjar getah bening, dan timus. Pengobatan ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman sehingga mencegah terjadinya perdarahan mayor. Terapi umum meliputi menghindari aktivitas fisik berlebihan untuk mencegah trauma kepala, hindari pemakaian obat-obatan yang mempengaruhi fungsi trombosit. Terapi farmakologis ialah dengan prednisone atau prednisolon 1,0-1,5 mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Respons terapi prednison terjadi dalam 2 minggu dan pada umumnya terjadi dalam minggu pertama. Bila respon baik kortikosteroid dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian tapering. Kriteria respon awal adalah

peningkatan AT < 30.000 /uL menjadi AT > 50.000 /uL setelah 10 hari terapi awal dan terhentinya perdarahan. Respons dikatakan menetap bila AT menetap > 50.000 /uL setelah 6 bulan follow up. Imunoglobulin intravena (IgIV) dosis 1 g/kg/hari selama 2-3 hari berturut-turut digunakan bila terjadi perdarahan internal, kegagalan terapi kortikosteroid dalam beberapa hari

atau adanya purpura yang progresif. Hampir 80% pasien berespon baik dengan cepat meningkatkan AT namun perlu pertimbangan biaya. Pasien dewasa yang relaps, simptomatik persisten dan trombositopenia berat (AT < 10.000 /uL) serta tidak berespons dengan kortikosteroid, immunoglobulin iv dan immunoglobulin splenektomi. ITP kronik refrakter (25-30% pasien ITP) didefinisikan sebagai kegagalan terapi kortikosteroid dosis standard dan splenektomi serta membutuhkan terapi lebih lanjut karena AT yang rendah (AT < 30.000 /uL menetap lebih dari 3 bulan) atau terjadi perdarahan klinis. Apabila pasien dengan terapi standar kortikosteroid tidak membaik, ada beberapa pilihan terapi (lini kedua) yang dapat dipergunakan antara lain steroid dosis tinggi, metilprednisolon, Ig IV dosis tinggi, anti-D intravena, alkaloid vinka, danazol, kombinasi imunosupresif dan anti-D perlu dipertimbangkan untuk

kemoterapi, dapsone. Penggunaannya bisa secara tunggal maupun kombinasi sesuai dengan kebutuhan dan keadaan umum pasien jika memungkinkan. Bagi mereka yang gagal dengan lini pertama dan kedua masih ada pilihan terapi yang terbatas, meliputi interferon alfa, anti-CD20, Campath-1H, mikofenolat mofetil, protein A columns dan terapi lainnya. Campath-1H dan rituximab adalah obat yang paling direkomendasikan dalam lini ketiga ini jika dibandingkan dengan pilihan terapi lainnya berdasarkan pertimbangan risiko: rasio manfaat Pencegahan

Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) tidak dapat dicegah, tetapi dapat dicegah komplikasinya.

Menghindari obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang dapat mempengaruhi platelet dan meningkatkan risiko pendarahan.

Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau pendarahan

Lakukan terapi yang benar untuk infeksi yang mungkin dapat berkembang. Konsultasi ke dokter jika ada beberapa

gejala infeksi, seperti demam. Hal ini penting bagi pasien dewasa dan anak-anak dengan ITP yang sudah tidak memiliki limfa.

Jika pengobatan Prednisone. tidak juga banyak membantu, organ limpa penderita mungkin akan dikeluarkan melalui tindakan operasi. Organ ini yang memproduksi sebagian besar antibodi yang selama ini menghancurkan sel-sel darah merah dalam tubuhnya sendiri. Organ ini juga berfungsi untuk menghancurkan sel-sel darah yang tua atau rusak. Di lain pihak, bagi orang dewasa yang sehat, tindakan operasi pengeluaran organ limpa bukanlah kategori tindakan medis yang serius.

12. Farmakologi ITP dan Implikasi Keperawatannya TERAPI Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman sehingga mencegah terjadinya pendarahan mayor. Selain itu, terapi ITP didasarkan pada berapa banyak dan seberapa sering pasien mengalami pendarahan dan jumlah platelet. Terapi untuk anakanak dan dewasa hampir sama. Kortikosteroid (ex: prednison) sering digunakan untuk terapi ITP. kortikosteroid meningkatkan jumlah platelet dalam darah dengan cara menurunkan aktivitas sistem imun.

Imunoglobulindan anti-Rhimunoglobulin D.Pasien yang mengalami pendarahan parah membutuhkan transfusi platelet dan dirawat di rumah sakit . Terapi awal ITP (standar) : Prednison Terapi awal prednison atau prednison dosis 0,5-1,2 mg/kgBB/hari s e l a m a 2 minggu. respon terapi prednison terjadi dalam 2 minggu dan pada umumnya terjadi dalam minggu pertama,bila respon baik dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian tapering munoglobulin intravena (IgIV) Imunoglobulin intravena dosis 1g/kg/hr selama 2-3 hari berturut- turut digunakan bila terjadi pendarahan internal, saat AT (antibodi trombosit) <5000/ml meskipun telah mendapat

t erapi kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang progresif. Pendekatan terapi konvensional lini kedua, untuk pasien

yang dengan terapi

s tandar kortikosteroid tidak membaik, ada

beberapa pilihan terapi yang dapat digunakan .Luasnya variasi terapi lini kedua menggambarkan relatif kurangnya efikasi dan terapi bersifat individual.

1. Steroid dosis tinggi Terapi pasien ITP refrakter selain prednisolon dapat digunakan deksametason oral d osis tinggi. Deksametason 40 mg/hr selama

4minggu, diulang setiap 28 hari untuk 6siklus. 2. Metiprednisolon Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pada ITP anak dan dewasa yang resisten terhadap terapi prednisone dosis konvensional. Dari hasil penelitian menggunakan dosis tinggi metiprednisolon 3o mg/kgiv kemudian dosis diturunkan tiap 3 hr sampai 1 mg/kg sekali sehari. 3. IgIV dosis tinggi Imunoglobuliniv dosis tinggi 1 mg/kg/hr selama 2 hari berturutturut, s ering dikombinasi dengan kortikosteroid, akan

meningkatkan AT dengan cepat. Efek samping, terutama sakit kepala, namun jika berhasil maka dapat secara intermiten atau disubtitusi dengan anti-D iv

4. Anti-D iv Dosis anti-D 50-75 mg/ka/hr IV. Mekanisme kerja anti-D yakni d estruksi sel darah merah rhesusD- positif yang secara

khusus diberikan oleh RES terutama di lien, jadi bersaing dengan autoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor blockade. 5. Alkaloid vinka Misalnya vinkristin 1 mg atau 2 mgiv, vinblastin 5-10 mg, setiap minggu selama 4-6 minggu. 6. Danazol Dosis 200 mg p.o 4x sehari s elama sedikitnya 6 bulan

karena respon sering lambat. Bila respon terjadi, dosis diteruskan sampai dosis maksimal sekurang-kurangnya hr 1tahun dan kemudian diturunkan 200mg/hr setiap 4 bulan. 7. Immunosupresif dan kemoterapi kombinasi

Imunosupresif diperlukan pada pasien yang gagal berespons dengan terapi lainya. Terapi dengan azatioprin (2 mg kg max 150 mg/hr) atau siklofosfamid dengan sebagai obat t unggal dapat

dipertimbangkan dan responnya bertahap dengan tertahan sampai 5%. 8. Dapsone Dosis 75 mg p.o per hari, respon terjadi dalam 2 bulan. Pasien harus diperiksa G6PD, karena pasien dengan kabar G6PD yang rendah mempunyai risiko hemolisis yang serius 13. Gizi Yang Tepat Pada Bayi dan Anak Dengan ITP dan Implikasi Keperawatannya Vitamin D Fungsi : Berperan penting dalam pembentukan tulang dan gigi, membantu pembekuan darah. Sumber : Ikan salmon dan sardin, udang, susu. Takaran yang dianjurkan : 400 IU/hari Vitamin K Fungsi : Membantu pembekuan darah pada luka Sumber : Brokoli, bayam, daun bayam, minyak zaitun, minyak kacang kedelai. Takaran yang dianjurkan : 120 mcg/hari. Lemak Lemak berasal dari minyak goreng, daging, margarin, dan sebagainya. Fungsi pokok lemak bagi tubuh ialah menghasilkan kalori terbesar dalam tubuuh manusia (1 gram lemak menghasilkan 9,3 kalori), sebagai pelarut vitamin A,D,E,K, sebagai pelindung terhadap bagianbagian tubuh tertentu dan pelindung bagian tubuh pada temperatur rendah.

14. Diagnosa keperawatan Yang Mungkin Muncul Pada Bayi dan Anak Dengan ITP (Secara Umum) Resiko kekurangan Volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal (gusi berdarah) dan kurangnya pengetahuan.

15. Asuhan Keperawatan pada Bayi dan Anak Dengan ITP KASUS An. Doni (3 tahun) dirawat di rumah sakit dengan diagnose medis ITP. Hasil pengkajian fisik didapatkan data bahwa terdapat purpura diseluruh tubuh, tampak adanya hematoma di area ekstremitas atas dan bawah, klien juga mengalami epistaksis serta gusi berdarah. Hasil pemeriksaa

hematologi, trombosit 18.000/mm3, PT 20 detik, PTT 55. Kien mendapatkan terapi methylprednisolon 3x15mg via intravena dan IVFD Ringer Laktat 18 tetes per menit. Ibu klien mengataan bahwa beliau sama sekali tidak mengeta ui penyebab penyakit klien dan tata laksana perawatannya Pengkajian 11 pola Gordon 1. pola pemeliharaan kesehatan ibu klien tidak mengetahui tatalaksana perawatan pada anaknya 2. pola nutrisi tidak terkaji 3. pola eliminasi tidak terkaji 4. pola aktivitas dan latihan tidak terkaji 5. pola istirahat dan tidur tidak terkaji 6. pola presepsi kognitif dan sensori ibu klien tidak tau tentang penyakit yang diderita anaknya 7. pola peran dan hubungan tidak terkaji 8. pola reproduksi dan seksualitas tidak terkaji 9. pola persepsi dan konsep diri tidak terkaji 10. pola mekanisme koping dan stress tidak terkaji 11. pola kepercayaan tidak terkaji

Pemeriksaan Fisik Kepala Hidung Mulut : inspeksi : epistaksis : inspeksi : gusi berdarah

Ekstremitas Ekstermitas atas dan bawah terdapat hematoma (inspeksi) Terdapat purpura di seluruh tubuh (inspeksi) : 18.000 mm3 : 20 detik

Pemeriksaan Diagnostik
-

Trombosit PT

PTT

: 55 detik

Terapi Methylprednisolon 3x15mg via intravena IVFD Ringer Laktat 18 tetes per menit

Analisa data Data DS: Ibu klien mengataan bahwa beliau sama sekali tidak mengeta ui penyebab penyakit klien dan tata laksana perawatannya Problem Resiko kekurangan Volume cairan Etiologi Kehilangan cairan melalui rute abnormal (gusi berdarah) kurangnya pengetahuan

DO: terdapat purpura diseluruh tubuh, tampak adanya hematoma di area ekstremitas atas dan bawah klien juga mengalami epistaksis serta gusi berdarah trombosit 18.000/mm3, PT 20 detik, PTT 55

Diagnosa Keperawatan : Resiko kekurangan Volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal (gusi berdarah) dan kurangnya pengetahuan.

Tanggal/

No.

Tujuan dan

Intervensi

Rasional

jam

dp 1

kriteria hasil Risko kekurangan volume cairan dapat teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam dengan criteria hasil: 1. Tidak terdapat hematoma di area ekstremitas atas dan bawah 2. Klien tidak mengalami epistaksis 3. Gusi tidak berdarah 4. Trombosit 250.000550.000 mm3 5. PT 10- 13 detik 6. PTT 22-37 detik 3. Monitor balance cairan 3. Klien mengalami pendarahan dan pendarahan tersebut dapat mengakibatk an dehidrasi 2. Monitor adanya pendarahan 2. Pendarahan merupakan salah satu factor risko kekurangan volume cairan 1. Monitor keadaan umum (gusi, ekstremitas atas dan bawah, hidung) 1. Daerah gusi, ekstremitas atas dan bawah setra hidung pasien mengalami pendarahan, sedangkan pendarahan merupakan factor risko kekurangan volume cairan

4. Sikat gigi yang halus dapat 4. Gunakan sikat gigi mengurangi

yang halus

risko pendarahan di gusi

5. Benda tajam dapat mengakibatk 5. Jauhkan klien dari benda yang mempunyai risko melukai klien 6. Meminimalk an pasien agar tidak 6. Pasang bed strain jatuh dan terjadi pendarahan yang hebat an pendarahan

7. Trombosit, PT dan PTT yang turun 7. Monitor hasil lab (trombosit, PT, PTT) merupakan tanda kekurangan cairan

8. Kurangnya informasi 8. Berikan penkes tentang penyakit ITP kepada keluarga tentang penyakit ITP dapat memperburu k kondisi klien

9. Pendarahan pada klien 9. Lanjutkan terapi methylprednisolon juga mengakibatk

3x15mg via intravena (08.00 ; 16.00 ; 24.00)

an peradangan

10. Ringer laktat berfungsi untuk 10. Lanjutkan terapi IVFD Ringer Laktat 18 tetes per menit menggantika n cairan elektrolit yang hilang karena pasien mengalami pendarahan

16. Prosedur Pemasangan Infus KONTRAINDIKASI Daerah yang memiliki tanda-tanda infeksi, infiltrasi atau thrombosis Daerah yang berwarna merah, kenyal, bengkak dan hangat saat disentuh Vena di bawah infiltrasi vena sebelumnya atau di bawah area flebitis Vena yang sklerotik atau bertrombus Lengan dengan pirai arteriovena atau fistula Lengan yang mengalami edema, infeksi, bekuan darah, atau kerusakan kulit Lengan pada sisi yang mengalami mastektomi (aliran balik vena terganggu) Lengan yang mengalami luka bakar PERSIAPAN ALAT

1. Larutan IV / cairan infuse IV 2. Intravena set/infuse set 3. abbocath sesuai ukuran 4. standart atau tiang infuse 5. pengalas 6. tourniquet 7. sarung tangan 8. kapas alcohol 70% 9. bengkok 10. plester sesuai kebutuhan 11. gunting plester 12. kassa 13. betadhine 14. spuit sesuai ukuran 15. bak spuit PROSEDUR PEMASANGAN INFUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENGERTIAN Memasukkan cairan dan elektrolit ke dalam tubuh melalui intravena TUJUAN 1. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat dipertahankan melalui oral. 2. Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit 3. Memperbaiki keseimbangan asam basa 4. Memberikan tranfusi darah 5. Menyediakan medium untuk pemberian obat intravena 6. Membantu pemberian nutrisi parenteral KEBIJAKAN 1. Keadaan emergency 2. Keadaan ingin mendapatkan respon yang cepat terhadap pemberian obat 3. Klien yang mendapat terapi obat dalam dosis besar secara terus-menerus melalui IV 4. Klien yang mendapat terapi obat yang tidak bisa

diberikan melalui oral atau intramuskuler 5. Klien yang membutuhkan koreksi/pencegahan gangguan cairan dan elektrolit 6. Klien yang sakit akut atau kronis yang membutuhkan terapi cairan 7. Klien yang mendapatkan tranfusi darah 8. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) PETUGAS PERALATAN PERAWAT 1. Larutan IV /infus cairan IV 2. Intravena set /Infus set 3. Abbocath sesuai ukuran 4. Standar/tiang Infus 5. Penghalas 6. Torniqouet 7. Handscoon (sarung tangan) 8. Kapas alkohol 70% 9. Bengkok (nierbeken) 10. Plester sesuai kebutuhan 11. Gunting plester 12. Kasa 13. Larutan iodine 14. Spuit sesuai ukuran 15. Bak spuit PROSEDUR PELAKSANAAN 1. Tahap Pra Interaksi 1. Melakukan verifikasi program pengobatan klien / melakukan pengecekan program terapi 2. Mencuci tangan * 3. Menyiapkan alat dan Menempatkan alat di dekat klien dengan benar 2. Tahap Orientasi 1. Memberikan salam dan menyapa nama pasien * 2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan 3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien 3. Tahap Kerja

1. Menjaga privacy 2. Gunting plester sesuai kebutuhan 3. Buka kemasan steril dengan menggunakan tehnik aseptik 4. Periksa larutan, menggunakan five right (benar cairan, tanggal kadaluarsa, volume cairan, warna dan kejernihan) 5. Lepaskan penutup logam dan lempeng karet pada botol infus 6. Buka set infus, mempertahankan sterilisasi pada kedua ujung 7. Pasang klem roll sekitar 2-4 cm dan pindahkan klem rol pada posisi off 8. Tusukkan set infus kedalam kantung atau botol cairan tanpa menyentuh lubangnya 9. Tekan bilik drip dan lepaskan, biarkan terisi sampai penuh 10. Pastikan selang bersih dari udara dan gelembung udara dengan cara rol dalam keadaan on dan pastikan cairan memenuhi selang. Setelah itu Kembalikan klem rol ke posisi off setelah selang terisi 11. Gunakan sarung tangan (handscoon) sekali pakai 12. Pilih tempat distal vena yang digunakan 13. Pilih vena yang berdilatasi baik, dengan metode-metode : - mengosok ekstermitas dari distal ke proksimal dibawah tempat vena yang dimaksud menggenggam dan melepaskan genggaman - menepuk perlahan diatas vena

1. Letakkan torniquet 10 sampai 12 cm atau 2-3 jari diatas tempat

penususkan. Torniquet harus membendung aliran vena 2. Bersihkan tempat insersi dengan gerakan sirkular dengan menggunakan kapas alkohol 70% selama 60 detik 3. Lakukan pungsi vena. Tusuk dengan bevel (lubang jarum) mengahadap keatas pada sudut 30-45 Tahan vena dengan meletakkan ibu jari diatas vena 4. Perhatikan keluarnya darah melalui selang jarum yang menandakan bahwa jarum telah memasuki vena. Turunkan jarum sampai hampir menyentuh kulit. 5. Tahan kateter dengan satu tangan, lepaskan torniqouet dan lepaskan stilet. Dengan cepat hubungkan adapter jarum dari perangkat atau selang. Jangan menyentuh tempat masuk adaptor jarum 6. Lepaskan klem rol untuk memulai infus pada kecepatan untuk mempertahankan patensi aliran IV 7. Letakkan bantalan kasa 2 x 2 diatas tempat insersi dan hubungan kateter dan pasang plester sesuai kebutuhan. Jangan menutup hubungan antara selang IV 8. Rekatkan plester pada balutan 9. Atur kecepatan aliran sampai tetesan yang tepat permenit 10. Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan aliran serta ukuran jarum pada balutan 11. Rapikan penghalas, lepaskan sarung tangan dan singkirkan alat-alat dan cuci tangan

2. Tahap Terminasi 1. Mengevaluasi hasil tindakan 2. Berpamitan dengan pasien 3. Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula 4. Mencuci tangan * 5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan*

17. Prosedur Pemasangan Infuse Pump A. Persiapan Alat : 1. Infusion Pump 2. Cairan / obat sesuai dengan advis dokter. 3. Infus set khusus untuk infusion pump 4. Standar infus B. Pelaksanaan : 1. Letakkan infusion pump pada standar infus, pastikan bahwa alat benarbenar sudah melekat kuat. 2. Tancapkan stiker listrik ke stop kontak.Perhatikan lampu CHARGE menyala atau tidak, bila lampu sudah menyala berarti alat sudah dapat dipergunakan (dialiri listrik). 3. Tekan tombol POWER ON 4. Buka pintu infusion pump 5. Masukkan infuse set ke dalam tubing slot kemudian pintu ditutup kembali.

6. Masukkan pengatur tetesan infuse pada infuse set. 7. Program tetesan ( cc ) per jam sesuai advis dokter. 8. Tekan tombol START 9. Perhatikan tanda alarm yang ada pada alat : Occlusion : ada sumbatan Air on line : ada udara pada selang Door Open : pintu belum tertutup rapat. Low Batt : tidak ada aliran listrik 10. Bila pasien memerlukan ekstra tetesan infus / dipercepat tekan tombol PURGE 11. Apabila merubah program tetesan (menambah / mengurangi) tekan tombol STOP dan atur program baru, kemudian tekan tombol START 12. Perhatikan infus jangan sampai bocor / menetes mengenai alat infusion pump karena alat akan rusak. 13. Sehabis dipakai alat dibersihkan dan simpan di ruangan ber-AC.

H. HEMOFILIA 1. Faktor-faktor Pembekuan Darah

a. Faktor I

Fibrinogen: sebuah faktor koagulasi yang tinggi berat molekul protein plasma dan diubah menjadi fibrin melalui aksi trombin. Kekurangan faktor ini menyebabkan masalah pembekuan darah afibrinogenemia atau hypofibrinogenemia. b. Faktor II Prothrombin: sebuah faktor koagulasi yang merupakan protein plasma dan diubah menjadi bentuk aktif trombin (faktorIIa) oleh pembelahan dengan mengaktifkan faktor X (Xa) di jalur umum dari pembekuan. Fibrinogen thrombin kemudian memotong kebentuk aktif

fibrin.Kekurangan faktor menyebabkan hypoprothrombinemia. c. Faktor III Jaringan Tromboplastin: koagulasi faktor yang berasal dari beberapa sumber yang berbeda dalam tubuh, seperti otak dan paru-paru; Jaringan Tromboplastinpenting dalam pembentukan

prothrombinekstrinsik yang mengkonversi prinsip di Jalur koagulasi ekstrinsik. Disebut juga faktor jaringan. d. Faktor IV Kalsium: sebuah faktor koagulasi diperlukan dalam berbagai fase pembekuan darah. e. Faktor V Proaccelerin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relative labil dan panas, yang hadir dalam plasma, tetapi tidak dalam serum, dan fungsi baik di intrinsic dan ekstrinsik koagulasi jalur. Proaccelerin mengkatalisis pembelahan prothrombin trombin yang aktif.

Kekurangan faktor ini, sifat resesif autosomal, mengarah pada kecenderungan berdarah yang langka yang disebut parahemophilia, dengan berbagai derajat keparahan. Disebut juga akselerator globulin. f. Faktor VI Sebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu bentuk aktif

faktor V, tetapi tidak lagi dianggap dalam skema hemostasis. g. Faktor VII

Proconvertin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relative stabil dan panas dan berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik. Hal ini diaktifkan oleh kontak dengan kalsium, dan bersama dengan mengaktifkan faktor III itu faktor X. Defisiensi faktor Proconvertin, yang mungkin herediter (autosomal resesif) ataud iperoleh (yang berhubungan dengan kekurangan vitamin K), hasil dalam

kecenderungan perdarahan. Disebut juga serum prothrombin konversi fakto rakselerator dan stabil. h. Faktor VIII Antihemophilic faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relative labil dan berpartisipasi dalam jalur intrinsic dari koagulasi, bertindak (dalam konser dengan faktor von Willebrand) sebagai kofaktor dalam aktivasi faktor X. Defisiensi, sebuah resesif terkait-X sifat, penyebab hemofilia A. Disebut juga antihemophilic globulin dan faktor antihemophilic A. i. Faktor IX Tromboplastin Plasma komponen, sebuah faktor koagulasi

penyimpanan yang relative stabil dan terlibat dalam jalur intrinsic dari pembekuan. Setelah aktivasi, diaktifkan Defisiensi faktor X. Hasil di hemofilia B. Disebut juga faktor Natal dan faktor antihemophilic B. j. Faktor X Stuart faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relative stabil dan berpartisipasi dalam baik intrinsic dan ekstrinsik jalur koagulasi, menyatukan mereka untuk memulai jalur umum dari pembekuan. Setelah diaktifkan, membentuk kompleks dengan kalsium, fosfolipid, dan faktor V, yang disebut prothrombinase; hal ini dapat membelah dan mengaktifkan prothrombin untuk trombin. Kekurangan faktor ini dapat menyebabkan gangguan koagulasi sistemik. Disebut juga Prower Stuart-faktor. Bentuk yang diaktifkan disebut juga thrombokinase. k. Faktor XI Tromboplastin plasma yang di atas, faktor koagulasi yang stabil yang terliba tdalam jalur intrinsic dari koagulasi; sekali diaktifkan, itu

mengaktifkan faktor IX. Lihat juga kekurangan faktor XI. Disebut juga fakto rantihemophilic C. l. Faktor XII Hageman faktor: faktor koagulasi yang stabil yang diaktifkan oleh kontak dengan kaca atau permukaan asingl ainnya dan memulai jalur intrinsic dari koagulasi dengan mengaktifkan faktor XI. Kekurangan faktor in imenghasilkan kecenderungan trombosis. m. Faktor XIII Fibrin-faktor yang menstabilkan, sebuah fakto koagulasi yang merubah fibrin monomer untuk polimer sehingga mereka menjadi stabil dan tidak larut dalam urea, fibrin yang memungkinka nuntuk membentuk pembekuan darah. Kekurangan faktor ini memberikan kecenderungan seseorang hemorrhagic. Disebut juga fibrinase dan protransglutaminase. Bentuk yang diaktifkan juga disebut transglutaminase. 2. Peran Vitamin K Mengkonsumsi vitamin K karena dapat mempercepat proses pembekuan darah (koagulan). Sumber yang mengandung vitamin K = tomat, susu, kuning telur, sayuran segar, dll. Vitamin K juga dapat menbantu mengubah protrombin menjadi trombin untuk pembekuan darah. Selain itu sumber terbesar dari vitamin K (vitamin K1 atau

phylloquinone) berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti sayur-sayuran hijau, seperti kangkung dan lobak Swiss, memiliki kandungan vitamin K1 yang berlimpah. Selain itu sejumlah besar makanan seperti brokoli, taoge, bayam, dan kembang kol juga mengandung vitamin K. Apabila sumber makanan di atas dikonsumsi dengan jumlah mencukupi, maka tidak perlu mengonsumsi suplemen vitamin K tambahan.

Fungsi vitamin K antara lain a. memelihara kadar normal faktor-faktor pembeku darah, yaitu faktor II, VII, IX, dan X, yang disintesis di hati; b. c. berperan dalam sintesis faktor II, yaitu protrombin sebagai komponen koenzim dalam proses fosforilasi. Vitamin K ditemukan oleh Dam dan Schondeyder. Escherichia coli

merupakan bakteri yang dapat membentuk vitamin K di dalam usus besar manusia. Vitamin K berfungsi untuk membentuk protrombin di dalam hati. Protrombin merupakan zat yang penting untuk proses pembekuan darah. Oleh karena itu, jika tubuh kekurangan vitamin K, maka akan menyebabkan terganggunya proses pembekuan darah. Untuk memenuhi kebutuhan vitamin K terbilang cukup mudah karena selain jumlahnya terbilang kecil, sistem pencernaan manusia sudah mengandung bakteri yang mampu mensintesis vitamin K, yang sebagian diserap dan disimpan di dalam hati. Namun begitu, tubuh masih perlu mendapat tambahan vitamin K dari makanan. Meskipun kebanyakan sumber vitamin K di dalam tubuh adalah hasil sintesis oleh bakteri di dalam sistem pencernaan, namun Vitamin K juga terkandung dalam makanan, seperti hati, sayur-sayuran berwarna hijau yang berdaun banyak dan sayuran sejenis kobis (kol) dan susu. Vitamin K dalam konsentrasi tinggi juga ditemukan pada susu kedele, teh hijau, susu sapi, serta daging sapi dan hati. Jenis-jenis makanan probiotik, seperti yoghurt yang mengandung bakteri sehat aktif, bisa membantu menstimulasi produksi vitamin ini.

3. Komposisi Cairan dan Tekanan Cairan Tubuh

Dengan makan dan minum tubuh kita mendapat air, elektrolit, karbohidrat, lemak, vitamin dan zat-zat lainnya. Dalam waktu 24 jam jumlah air dan elektrolit yang masuk dan keluar melalui kemih, tinja, keringat dan uap pernapasan pada orang dewasa kira-kira sama seperti pada tabel di bawah ini. Masukan (ml per 24 jam) Keluaran (ml per 24 jam) Minum Makan Oksidasi Jumlah 800 1700 500 -1000 200 300 Urine Faeces IWL 600 1600 50 200 850 1200 1500

1500 3000 Jumlah

3000

Kandungan air pada saat bayi lahir adalah sekitar 75% BB dan pada saat berusia 1 bulan sekitar 65% BB. Komposisi cairan pada tubuh dewasa pria adalah sekitar 60% BB, sedangkan pada dewasa wanita 50% BB. Sisanya adalah zat padat seperti protein, lemak, karbohidrat. Air dalam tubuh berada di beberapa ruangan, yaitu intraseluler sebesar 40% dan ekstraseluler sebesar 20%. Cairan ekstraseluler merupakan cairan yang terdapat di ruang antarsel (interstitial) sebesar 15% dan plasma sebesar 5%. Cairan antarsel khusus disebut cairan transeluler misalnya cairan serebrospinal, cairan persendian, cairan peritoneum. Tubuh manusia terdiri atas cairan dan zat padat. Empat puluh persen tubuh manusia merupakan zat padat seperti protein, lemak, mineral, karbohidrat, material organik dan non organic. Enam puluh persen sisanya adalah cairan. Dari 60% komposisi cairan, 20 % merupakan cairan ekstraseluler dan 40% merupakan cairan intraselluler. Empat persen cairan ekstraseluler berada dalam pembuluh darah berupa plasma darah dan 16% terdapat di interstisial. 4. Genetika dan kromosom yang mempengaruhi kejadian hemophilia.

Gen adalah "substansi hereditas" yang terletak di dalam kromosom. Gen bersifat sebagai materi tersendiri yang terdapat dalam kromosom, mengandung informasi genetika, dan dapat menduplikasikan diri pada peristiwa pembelahan sel. Kromosom adalah struktur benang dalam inti sel yang bertanggung jawab dalam hal sifat keturunan (hereditas). Kromosom adalah khas bagi makhluk hidup. Sepasang kromosom adalah "HOMOLOG" sesamanya, artinya mengandung lokus gen-gen yang bersesuaian yang disebut ALELA. LOKUS adalah lokasi yang diperuntukkan bagi gen dalam kromosom. ALEL GANDA (MULTIPLE ALLELES) adalah adanya lebih dari satu alel pada lokus yang sama.

Dikenal dua macam kromosom yaitu: a. b. Kromosom badan (Autosom). Kromosom kelamin / kromosom seks (Gonosom). Mutasi kromosom adalah perubahan yang terjadi pada struktur kromosom. Mutasi kromosom ini bisa terjadi secara spontan ataupun tidak spontan. Salah satu penyebab mutasi kromosom misalnya adalah radiasi pada kromosom. Akibat dari mutasi kromosom misalnya adalah berbagai kelainan genetik seperti sindrom Wolf-Hirschhorn, sindrom

Turner, sindrom Klinefelter, dan lainnya. Ada enam macam mutasi kromosom: a. Delesi adalah mutasi kromosom di mana sebagian dari kromosom menghilang. Delesi bisa terjadi akibat kegagalan ketika

bertranslokasi ataupun tidak kembali menyambungnya bagian kromosom setelah kromosom putus. Salah satu kelainan genetik akibat delesi adalah sindrom Wolf-Hirscchorn di mana terjadi delesi pada lengan-p kromosom 4. b. Duplikasi adalah mutasi kromosom di mana sebagian dari kromosom mengalami penggandaan (duplikasi). Duplikasi

menyebabkan adanya materi genetik tambahan c. Translokasi adalah tersusun kembalinya kromosom dari susunan sebelumnya. Ada dua macam translokasi yaitu translokasi resiprok dan translokasi Robertsonian. Pada translokasi resiprok, ada dua kromosom yang bertukar materi genetik. Sementara pada translokasi Robertsonian, kedua lengan pendek kromosom hilang dan lengan panjangnya membentuk kromosom baru. Translokasi Robertsonian biasanya terjadi pada kromosom dengan bentuk akrosentrik (kromosom yang letak sentromernya berada

mendekati ujung, salah satu lengan pendeknya sangat pendek sehingga seperti tidak terlihat). Translokasi Robertsonian pada manusia terjadi pada kromosom 13, 14, 15, 21, dan 22. d. Inversi adalah penyusunan kembali materi genetik kromosom tetapi terbalik dari susunan sebelumnya. e. Formasi cincin, kedua ujung lengan kromosom berfusi membentuk bulatan seperti cincin. Ada tiga kemungkinan, kedua ujung lengan kromosom akan menghilang kemudian kedua lengan berfusi, hanya salah satu ujung lengan kromosom yang menghilang kemudian kedua lengan berfusi, atau pada kasus yang lebih langka kedua lengan berfusi tanpa adanya penghilangan bagian ujung lengan kromosom. f. Isokromosom terjadi pada kromosom yang kehilangan salah satu lengannya, kemudian mengkopi lengannya yang tidak hilang. Hasil kopian lengan yang tersisa ini merupakan pencerminan dari lengan kromosom yang tidak hilang. Gen hemofilia ada pada kromosom X. Kromosom X merupakan salah satu dari dua kromosom yang menentukan jenis kelamin. Kromosom

yang lainnya adalah kromosom Y. Laki-laki memiliki kombinasi kromosom XY, sedangkan perempuan XX. Pada proses pembuahan, ayah dan ibu masing-masing menyumbangkan salah satu kromosomnya. Ayah bisa menyumbangkan X atau Y, sementara ibu hanya bisa menyumbangkan salah satu X. Apabila ayah menyumbangkan Y, maka akan menjadi laki-laki (XY), sementara apabila menyumbangkan X, maka akan menjadi perempuan (XX). Laki-laki memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y. Apabila kromosom X tersebut membawa gen hemofilia, maka dia menderita hemofilia. Perempuan memiliki dua kromosom X. Apabila salah satu kromosom X membawa gen hemofilia, dia masih memiliki kromosom X lain yang normal. Dia tidak menderita hemofilia, akan tetapi hanya menjadi pembawa sifat (carrier). Dia akan menderita hemofilia apabila kedua kromosom X membawa gen hemofilia, dan ini sangat jarang terjadi. Penjelasan di atas dapat digambarkan:

Ayah hemofilia dan ibu normal


o o

Anak laki-laki normal Anak perempuan pembawa sifat

Ayah normal dan ibu pembawa sifat


o o

Anak laki-laki memiliki kemungkinan menderita hemofilia Anak perempuan memiliki kemungkinan menjadi pembawa sifat

Ayah hemofilia dan ibu hemofilia


o o

Anak laki-laki hemofilia Anak perempuan hemofilia Dengan demikian dapat diketahui bahwa hemofilia hanya

diderita oleh laki-laki. Perempuan hanya sebagai pembawa sifat. Perempuan akan menderita hemofilia hanya apabila ia terlahir dari ayah hemofilia dan ibu pembawa sifat.

5. Definisi Hemofilia Hemofilia adalah suatu kelainan perdarahan akibat kekeurangan salah satu faktor pembekuan darah. Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang.Hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan.Darah pada seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang normal. Ia akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya. Penderita hemofilia kebanyakan mengalami gangguan perdarahan di bawah kulit; seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka memar timbul dengan sendirinya jika penderita telah melakukan aktifitas yang berat; pembengkakan pada persendian, seperti lulut, pergelangan kaki atau siku tangan. Hemofilia terdiri dari 2 jenis dan seringkali disebut dengan "The Royal Diseases" atau penyakit kerajaan. Untuk kewaspadaan medis, penderita hemofilia harus mengenakan gelang atau kalung penanda hemophilia

6. Klasifikasi atau Jenis-Jenis Hemophilia Terdapat 2 jenis hemofilia: 1. Hemofilia A (Hemofilia klasik) adalah kekurangan faktor VIII, yang meliputi 80% kasus. Hemofilia A; yang dikenal juga dengan nama : Hemofilia Klasik; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah. Hemofilia kekurangan Factor VIII; terjadi karena kekurangan faktor 8 (Factor VIII) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.

2. Hemofilia B (penyakit Christmas) adalah kekurangan faktor IX. Pola perdarahan dan akibat dari kedua jenis hemofilia tersebut adalah sama Christmas Disease; karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven Christmas asal Kanada

Hemofilia kekurangan Factor IX; terjadi karena kekurangan faktor 9 (Factor IX) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.

7. Faktor Risiko Dari Tiap Klasifikasi Hemophilia Mutasi genetic yag didapat atau diturunkan Hemophilia A yang disebabkan kurangnya faktor pembekuan VIII (AHG) Hemophilia B yang disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (Plasma Tromboplastic Antecenden)

8. Manifestasi Klinis Dari Setiap Klasifikasi Hemophilia Bayi yang terkena berat dapat menderita pendarahan banyak setelah disunat. Haematrosis nyeri dan berulang dan haematoma otot

mendominasi perjalanan klinis-dengan deformitas progresif dan pincang . Perdarahan yang memanjang terjadi setelah pencabutan gigi. Haematuria lebih umum daripada perdarahan gastrointestinal. Perdarahan operasi dan ruda paksa adalah mengancam jiwa baik pada pasien yang berat dan ringan. Walaupun tidak biasa, perdarahan intraserebral spontan terjadi lebih sering daripada penduduk umum dan merupakan sebab kematian penting pada pasien dengan penyakit berat. Berat penyakit sangat berhubungan dengan besar defisiensi factor pembekuan. Makin nyata bahwa banyak penderita hemofili menderita penyakit hati subklinis, dan beberapa memperlihatkan gambaran klnis hepatitis kronis. Mungkin bahwa ini sebagian besar disebabkan banyak infusi produk darah dan akibat terkena virus hepatitis B, atau non A, non B. AIDS telah dijelaskan pada kasus jarang. Pseudotumor haemofilic dapat terjadi pada tulang panjang, pelvis, jari tangan dan jari kaki. Ini terjadi dari perarahan sub periostal berulang dengan kerusakan tulang pembentukan tulang baru, perluasan tulang dan fraktur patoogis. Adiksi obat karena kebutuhan berulang akan obat analgetika adalah masalah pada beberapa orang belasan tahun atau dewwasa dengan penyakit berat dan perusakan sendi progresif. Tanda Hemofilia : Penyakit ini ditandai dengan memar besar dan meluas dan perdarahan kedalam otot, sendi dan jaringan lunak, meskipun hanya akibat trauma kecil. Hematuri spontan dan perdarahan

gastrointestinal dapat terjadi. Penyakit ini dapat diketahui saat awal masa kanak kanak, biasanya saat usia sekolah.

Gejala Hemofilia : Pasien yang mengalami hemofilia sering merasakan nyeri pada sendi sebelum tampak adanya pembengkakkan dan keterbatasan gerak. Perdarahan sendi berulang dapat mengakibatkan kerusakan berat sampai terjadi nyeri kronis dan ankilosis ( fiksasi ) sendi. Kebanyakan pasien mengalami kecacatan akibat kerusakan sendi sebelum mereka dewasa.

Komplikasi : Komplikasi yang sering ditemukan adalah artropati hemofilia yaitu penimbunan darah intra artikular yang menetap dengan akibat degenerasi kartilago dan tulang sendi secara progresif , hal ini menyebabkan penurunan sampai rusak nya fungsi sendi , sendi yang sering mengalami komplikasi adalh sendi lutut , pergelangan kaki dan siku. Perdarahan yang berkepanjangan akibat tindakan medis sering ditemukan jika tidak dilakukan terapi pencegahan dengam memberikan faktor pembekuan darah bagi hemofilia sedang dan berat sesuai dengan tindakan medis yang dilakukan sedangkan perdarahan akibat trauma sehari-hari yang tersering berupa hemartosis , perdarahan intramuskular dan hematom . perdarahan intrakranial jarang terjadi namun jika terjadi berakibat fatal .

9. Patofisiologi Hemofilia Perdarahan karena gangguan pada pembekuan biasanya terjadi pada jaringan yang letaknya dalam seperti otot, sendi, dan lainya yang dapat terjadi kerena gangguan pada tahap pertama, kedua dan ketiga, disini hanya akan di bahas gangguan pada tahap pertama, dimana tahap pertama tersebutlah yang merupakan gangguan mekanisme pembekuan yang terdapat pada hemofili A dan B. Perdarahan mudah terjadi pada hemofilia, dikarenakan adanya gangguan pembekuan, di awali ketika seseorang berusia 3 bulan atau saat akan mulai merangkak maka akan terjadi perdarahan awal akibat cedera ringan, dilanjutkan dengan keluhan-keluhan berikutnya. Hemofilia juga dapat menyebabkan perdarahan serebral, dan berakibat fatal.Rasionalnya adalah ketika mengalami perdarahan, berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh).Darah keluar dari pembuluh. Pembuluh darah mengerut/ mengecil

kemudian Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh apabila kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman ( Benang Fibrin) penutup luka tidak terbentuk sempurna, akibatnya darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh. Sehingga terjadilah perdarahan.

10. Pathway Hemophilia

11. Pemeriksaan Diagnostic Pada Hemofilia Uji skrining untuk koagulasi darah a. Jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 tombosit per mm3 darah) b. masa protombin (normal memerlukan waktu 11-13 detik) c. Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktor koagulasi intrinsik) d. Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnosis) e. Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik) Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur. Uji fungsi faal hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati (misalnya, serum glutamic-piruvic transaminase [SPGT], serum glutamic-oxaloacetic transaminase [SGOT], fosfatase alkali, bilirubin).(Betz & Sowden, 2002) Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan waktu perdarahan yang normal, tetapi PTT memanjang. Terjadi penurunan pengukuran faktor VIII. Selanjutnya dapat juga dilakukan pemeriksaan prenatal untuk gen yang bersangkutan.

12. Penatalaksanaan Medik Pengobatan yang diberikan untuk mengganti factor VIII atau faktot IX yang tidak ada pada hemofilia A diberikan infus kriopresipitas yang mengandung 8 sampai 100 unit faktor VIII setiap kantongnya. Karena waktu paruh faktor VIII adalah 12 jam sampai pendarahan berhenti dan keadaan menjadi stabil. Pada defisiensi faktor IX memiliki waktu paruh 24 jam, maka diberikan terapi pengganti dengan menggunakan plasma atau konsentrat factor IX yang diberikan setiap hari sampai perdarahan berhenti.

Immobilisasi sendi dan udara dingin (seperti kantong es yang mengelilingi sendi) bisa memberi pertolongan. Jika terjadi nyeri maka sangat penting untuk mengakspirasi darah dan sendi. Ketika perdarahan berhenti dan kemerahan mu;ai menghilang klien harus aktif dalam melakukan gerakan tanpa berat badan untuk mencegah komplikasi seperti deformitas dan atrofi otot. Analgesik dan kortikosteroid dapat mengurangi nyeri sendi dan kemerahan pada hemofilia ringan pengguna hemopresin intra vena mungkin tidak diperlukan untuk AHF. sistem pembekuan darah yang sifatnya hanya sementara, sehingga tidak perlu dilakukan transfusi. Biasanya pengobatan meliputi transfuse untuk menggantikan kekurangan faktor pembekuan. Faktor-faktor ini ditemukan di dalam plasma dan dalam jumlah yang lebih besar ditemukan dalam plasma konsentrat. Penatalaksanaan secara umum : o Medik replacement Therapy Injeksi

o Keperawatan perawatan kesehatan secara umum perawatan kesehatan khusus

Terapi dan Diet a. Terapi suportif Terapi ini berfungsi untuk menormalkan kadar faktor

antihemifilia yang kurang.Beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu: Melakukan pencegahan baik menghindari luka/benturan. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50%. Untuk mengatasi perdarahan akut maka dilakukan tindakan pertama seperti rest,ice, compressio, elevation (RIC) pada lokasi perdarahan. Pemberian kortikosteriod, membantu untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis. Pemberian predmison 0,5 -1 mg/kg BB/hari selama 5-7 hari dapat mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi ( artrosis) yang mengganggu aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup pasien hemofilia.

Pemakaian analgetik diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, dan sebaiknya dipilih analgetik yang tidak mengganggu agregasi trombosit ( ahrus dihindari pemakaian aspirin dan antikoagulan )

Rehabilitasi medik; pada arthritis hemofilia meliputi: latihan pasif/aktif, terapi dingin dan panas ( hati-hati), penggunaan ortosis, terapi psikososial dan terapi rekreasi serta edukasi.

b. Terapi pengganti faktor pembekuan Pemberian faktor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk menghindari kecacatan fisik ( terutama sendi ) sehingga pasien hemofilia dapat melakukan aktivitas normal. Terapi pengganti faktor pembekuan pada kasus hemofilia dilakukan dengan memberikan faktor VIII atau faktor IX, baik rekombinan, konsentrat, maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak faktor-faktor pembekuan. Pemberian biasanya dilakukan dalam beberapa hari sampai luka atau pembengkakan mermbaik, khususnya selama fisioterapi. Konsentrat faktor VIII/IX Faktor IX tersedia dalam 2 bentuk yaitu protrombin complex concentrates (PCC) yang berisi faktor II, VII, IX, dan X, dan purifiat F IX concentrates yang berisi jumlah F IX tanpa faktor yang lain. PCC dapat menyebabkan trombosis paradok sikal dan koagulasi intravena tersebar yang disebabkan oleh sejumlah konsentrat faktor pembekuan lain. Resiko ini dapat meningkat pada pemberian F IX berulang. Waktu paruh F VII adalah 8-12 jam sedangkan F IX 24 jam dan volum distribusi dari F IX kirakira 2 kali dari F VIII. Kriopresipitat AHF Adalah satu komponen darah non seluler yang merupakan konsentrat plasma tertentu yang mengandung F VIII, fibrinogen, faktor von Willebrand. Diberikan apabila konsentrat F VIII tidak ditemukan. Satu kantong kriopresipitat berisi 80-100 U F VIII dapat meningkatkan F VIII 35%. Efek sampingnya terjadi alergi dan demam. c. 1-deamino 8-D Arginin Vasopresin ( DDAVP) atau Desmopresin.

Untuk merangsang peningkatan kadar aktivitas F VIII di dalam plasma sampai 4 kali, namun bersifat sementara. Pemberian secara intravena dengan dosis 0,3 mg/kg BB dalam 30-50 NaCl 0.9% selama 15-20 menit dengan lama kerja 8 jam. Dengan efek memuncak dalam waktu 30-60 menit. Pemeberian DDAVP untuk pencegahan

perdarahan dilakukan setiap 12-24 jam. Efek sampingnya berupa takikardi, flushing, trombosis dan hiponatremia. d. Antifibrinolitik Digunakan pada pasien hemofilia B untuk menstabilisasikan bekuan/fibrin dengan cara menghambat proses fibrinolisis. Dapat diberikan secara oral maupun intravena untuk Epsilon aminocaproic acid (EACA ) dengan dosis awal 200 mg/kg BB diikuti 100 mg/kg BB setiap 6 jam. Asam traneksamat diberikan dengan dosis 25 mg/kg BB ( maksimal 1,5 gr ) secara oral atau 10 mg/kg BB ( maksimal 1 gr ) secara intravena setiap 8 jam. Juga dapat dilarutkan 10 % bagian dengan cairan parenteral, terutama salin normal. e. Terapi Gen Saat ini sedang intensif dilakukan penelitian invivivo dengan memindah fektor adenovirus yang membawa gen antihemofilia kedalam sel hati. Gen F VII relatif lebih sulit dibandingkan Gen F IX, karena ukurannya ( 9 kg ) lebih besar, namun pada akhir tahun 1998 para ahli berhasil melakukan pemindahan plasmid-based F VIII secara ex vivo ke fibroblas.

13. Farmakologi Hemofilia dan Implikasi Keperawatannya Karbazokrom natrium sulfonat 5 mg/ml: 10 mg/tablet; 30 mg/tablet forte.

Indikasi: Tendensi pendarahan disebabkan menurunnya resistensi kapiler dan meningkatnya permeabilitas kapiler, pendarahan di kulit, mukosa dan membran & membran internal, nefrotik hemmorrhage & metrorrhagia, pendarahan abnormal selama/paska operasi akibat penurunan resistensi kapiler. Dosis: Dewasa: 30-90 mg/oral dibagi 3 dosis terbagi; ampul (2ml) IM atau SC 1 kali per hari;1 ampul (5 ml) - 2 ampul (10ml) IV atau infus 1x sehari, dosis dapat ditambah atay dikurangi usia dan berat ringan

gejala. Kemasan: Dos 100 tablet (AC-17).

DANOCHROM KOMPOSISI : tiap tablet mengandung : karbazokrom sulfonat........................10 mg INDIKASI : mencegah dan menghentikan perdarahan yang terjadi akibat pembuluh darah kapiler yang pecah maupun perdarahan yang terjadi sesudah operasi. KONTRA-INDIKASI : Hoersensitivas terhadap karbazokrom DOSIS : menurut petunjuk dokter

HEMOSTATIK - ANTIHEMORHAGIK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN PERDARAHAN KOMPOSISI : Tiap ml larutan Dicynone injeksi mengandung 125 mg Etamsilat Tiap tablet Dicynone mengandung 500 mg Etamsilat

MEKANISME KERJA : DICYNONE bekerja pada fase vaskuler dari hemostasis, dengan cara : Memulihkan daya lekat dari platelet yaog targanggu. Memulihkan lapisan endo-endothelium dari fibrin Menghambat sintesa Prostasiklin yang merupakan antihemostatik, Dengan demikian memulihkan resistensi kapiler yang berkurang. Hal ini yang menjelaskan cara kerja Dicynone yang nyata pada perdarahan. Selain itu, DICYNONE

mempercepat proses normal dari pembekuan (pembentukan thromboplastin) pada temperatur di bawah 37C, dan tidak menyebabkan trombosis dalam aliran darah. TOLERANSI : Toksisitas tidak ada, Tidak ada efek sampingan dan khususnya tidak ada risiko terjadinya trombosis. DICYNONE dapat diberikan bersamaan dengan pengobatan anti-koagulansia. DICYNONE dapat diberikan pada wanita hamil. DOSIS : DALAM PEMBEDAHAN-(BEDAH UMUM DAN BEDAH

KHUSUS) Sebelum operasi : Selama 2 atau 3 hari sebelum operasi : 3 x 1 tablet sehari. Satu jam sebelum operasi: 2 ampul I.V. atau I.M. Selama operasi: I.M. atau I.V. bila diperlukan, atau 4 ampul dalam cairan infus. Dalam keadaan darurat, untuk efek yang segera, 2 ampul t.V. dan 2 ampul I.M.

SESUDAH OPERASI : Selama 4 harl sesudah operasi, 2 ampul I.V. atau I.V. pagi dan petang, atau 3 tablet sehari dibagi dalam 3 dosis. UNTUK ANAK-ANAK 1/2 DOSIS ORANG DEWASA DALAM KEDOKTERAN UMUM DAN BIDANG KEAHLIAN LAINNYA Untuk pengobatan atau pencegahan semua perdarahan kapiler (pada lambung, usus, kebidanan........dsb.) ecchymosis, purpura, hematoma. Keadaan darurat : 3 x 2 ampul sehari I.V atau I.M Pencegahan dan terapi konsolidasi: 3 x 1 tablet.sehari UNTUK ANAK-ANAK 1/2 DOSIS ORANG DEWASA CATATAN : Larutan dalam ampul dapat juga diminum setelah lebih dahulu diencerkan dalam setengah gelas air. KEMASAN : Ampul : Dus isi 6 ampul yang mudah dipatahkan Tiap ampul (2 mi) mengandung 250 mg Etamsilat. Dus isi 20 tablet. Tiap tablet mengandung 500 mg Etamsilat Reg. D 7813050 Tablet No. Reg. : DL 2010373

Tablet : Ampul No :

KALNEX Tranexamic acid KOMPOSISI : Tranexamic acid kapsul: Tiap kapsul mengandung Tranexamic acid.................................... 250 mg Tranexamic acid tablet: Tiap tablet mengandung Tranexamic acid.................................... 500 mg

Tranexamicacid inieksi: Tiap mL injeksi ( 5% W/v ) mengandung Tranexamic acid..................... 50 mg Tranexamicacid inieksi: Tiap mL injeksi ( 10% M/v ) mengandung Tranexamicacid .................... 100 mg Struktur kimia : Tranexamic acid merupakan zat hablur atau serbuk hablur putih,tidak berbau dengan rasa pahit,serta mempunyai struktur kimia sebagai berikut: Tranexamic acid larut dalam air pada 25 derajat C dengan konsentrasi kira-kira 11%,sedikit larut dalam metanol,etanol dan benzene dan sangat sedikit larut dalam eter dan aseton.

Farmakologi : AKivitas antiolasminik KALNEX menghambat aktivitas dari aktivator plasminogen dan plasmin. Aktivitas anti plasminik dari KALNEX telah dibuktikan dengan berbagai percobaan "invilro" penentuan aktivitas plasmin

dalam darah dan aktivitas plasma setempat,setelah diberikan pada tubuh manusia. Aktivitas hemostatis KALNEX mencegah degradasi fibrin,pemecahan trombosit,peningkatan kerapuhan vascular dan

pemecahan faktor koagulasi.Efek ini terlihat secara klinis dengan berkurangnya jumlah perdarahan,berkurangnya waktu

perdarahan dan lama perdarahan. Indikasi : Untuk fibrinolisis lokal seperti epistaksis,prostatektomi,konisasiserviks. Edemaangioneurotikherediter. Perdarahan abnormal sesudah operasi. Perdarahan sesudah operasi gigi pada penderita hemofilia. Dosis dan cara pemberian KALNEX 250 mg kapsul: Dosis lazim secara oral untuk dewasa kapsul. KALNEX@ 500 mg tablet: : sehari 3-4 kali 1-2

Dosis lazim secara oral untuk dewasa KATNEX 50 mg injeksi

: sehari 3-4 kali 1 tablet.

Sehari 1-2 ampul (5-10 mL) disuntikkan secara intravena atau intramuskular,dibagi dalam 1-2 dosis.Pada waktu atau setelah operasi,bila diperlukan dapat diberikan sebanyak 2-10 ampul (1050 mL) dengan cara infus intravena. KALNEX 100mg injeksi: 2,5-5 mL per hari disuntikkan secara inlravena atau intramuskular,dibagi dalam 1-2 dosis.Pada waktu atau sesudah operasi,bila perlu,5-25 mL diberikan dengan cara infus intravena. Dosis KALNEx harus disesuaikan dengan keadaan pasien masingmasing sesuai dengan umur atau kondisi klinisnya. Peringatan dan perhatian Bila diberikan secara intravena,dianjurkan untuk menyuntikkan nya perlahan-lahan seperti halnya sediaan kalsium (10 mL/1-2 menit). Hati hati digunakan pada penderita insufisiensi ginjal karena resiko akumulasi. Pedoman untuk pasien/penderita insufisiensi ginjal berat. Tranexamic acid tidak diindikasikan pada hematuria yang disebabkan oleh parenkim renal,pada kondisi ini presipitasi fibrin dan mungkin memperburuk penyakit. Tranexamic acid digunakan pada wanita hamil hanya jika secara jelas diperlukan. Hati-hati diberikan pada ibu menyusui untuk menghindari resiko bayi. Efek samping : Gangguan-gangguan gastrointestinal,mual,muntahmuntah,anoreksia,pusing,eksanlema dan sakit kepala dapat timbul pada pemberian secara oral. Gejala-gejala ini menghilang dengan pengurangan dosis atau penghentian pengobatannya. Dengan injeksi intravena yang cepat dapat menyebabkan pusing dan hipotensi. Interaksi obat Larutan injeksi Tanexamic acid jangan ditambahkan pada tranfusi atau injeksi yang mengandung penisillin. sering terjadi pemberian/penyuntikan

Kemasan KALNEX Kapsul (250) 10 kapsul Reg.No.DKL9111614301A1 KALNEX Tablet (500) tablet Reg.No.DKL9111614217A1 mL Dos berisi 10 ampul Reg.No.DKL9]11614143A1 KALNEX Injeksi (10% w/v)5 mL ampul

: Dos berisi 10 strip x

: Dos berisi 10 strip x 10

KALNEX Injeksi (5% w/v) 5

: Dos berisi 10

KALNEX Tranexamic acid Komposisi Tranexamic acid kapsul: Tiap kapsul mengandung Tranexamic acid Tranexamic acid tablet: Tiap tablet mengandung Tranexamic acid Tranexamicacid infeksi: Tiap mL injeksi ( 5% W/v ) mengandung Tranexamic acid Tranexamicacid inieksi: Tiap mL injeksi ( 10% M/v ) mengandung Tranexamicacid Struktur kimia : Tranexamic acid merupakan zat hablur atau serbuk hablur putih,tidak berbau dengan rasa pahit,serta mempunyai struktur kimia sebagai berikut: Tranexamic acid larut dalam air pada 25 derajat C dengan konsentrasi kira-kira 11%,sedikit larut dalam metanol,etanol dan benzene dan sangat sedikit larut dalam eter dan aseton. Farmakologi 100 mg 50 mg 500 mg 250 mg

AKivitas antiplasminik KALNEX menghambat aktivitas dari aktivator plasminogen dan plasmin. Aktivitas anti plasminik dari KALNEX telah dibuktikan dengan berbagai percobaan "invilro" penentuan aktivitas plasmin dalam darah dan aktivitas plasma setempat,setelah diberikan pada tubuh manusia. Aktivitas hemostatis KALNEX mencegah degradasi fibrin,pemecahan trombosit,peningkatan kerapuhan vascular dan

pemecahan faktor koagulasi.Efek ini terlihat secara klinis dengan berkurangnya jumlah perdarahan,berkurangnya waktu

perdarahan dan lama perdarahan. Indikasi - Untuk fibrinolisis lokal seperti epistaksis,prostatektomi,konisasiserviks. - Edemaangioneurotikherediter. - Perdarahan abnormal sesudah operasi. - Perdarahan sesudah operasi gigi pada penderita hemofilia. Dosis dan cara pemberian KALNEX 250 mg kapsul: Dosis lazim secara oral untuk dewasa: KALNEX@ 500 mg tablet: Dosis lazim secara oral untuk dewasa : KATNEX 50 mg injeksi Sehari 1-2 ampul (5-10 mL) disuntikkan secara intravena atau intramuskular,dibagi dalam 1-2 dosis.Pada waktu atau setelah operasi,bila diperlukan dapat diberikan sebanyak 2-10 ampul (10-50 mL) dengan cara infus intravena. KALNEX 100mg injeksi: 2,5-5 mL per hari disuntikkan secara inlravena atau intramuskular,dibagi dalam 1-2 dosis.Pada waktu atau sesudah operasi,bila perlu,5-25 mL diberikan dengan cara infus intravena. sehari 3-4 kali 1 tablet. sehari 3-4 kali 1-2 kapsul.

Dosis KALNEx harus disesuaikan dengan keadaan pasien masing-masing sesuai dengan umur atau kondisi klinisnya. Peringatan dan perhatian Bila diberikan secara intravena,dianjurkan untuk menyuntikkan nya perlahan-lahan seperti halnya pemberian/penyuntikan sediaan kalsium (10 mL/1-2 menit). Hati hati digunakan pada penderita insufisiensi ginjal karena resiko akumulasi. Pedoman untuk pasien/penderita insufisiensi ginjal berat. Tranexamic acid tidak diindikasikan pada hematuria yang disebabkan oleh parenkim renal,pada kondisi ini sering terjadi presipitasi fibrin dan mungkin memperburuk penyakit. Tranexamic acid digunakan pada wanita hamil hanya jika secara jelas diperlukan. Hati-hati diberikan pada ibu menyusui untuk menghindari resiko bayi. Efek samping Gangguan-gangguan gastrointestinal,mual,muntahmuntah,anoreksia,pusing,eksanlema dan sakit kepala dapat timbul pada pemberian secara oral. Gejala-gejala ini menghilang dengan pengurangan dosis atau penghentian pengobatannya. Dengan injeksi intravena yang cepat dapat menyebabkan pusing dan hipotensi. Interaksi obat Larutan injeksi Tanexamic acid jangan ditambahkan pada tranfusi atau injeksi yang mengandung penisillin. Kemasan KALNEX Kapsul (250) : KALNEX Tablet (500) : Dos berisi 10 strip x 10 kapsul Dos berisi 10 strip x 10 tablet Reg.No.DKL911161 4301A1 Reg.No.DKL911161 4217A1

KALNEX Injeksi (5% w/v) 5 mL : KALNEX Injeksi (10% w/v)5 mL :

Dos berisi 10 ampul

Reg.No.DKL9]11614 143A1 Reg.No.DKL911161 4143B1

Dos berisi 10 ampul

KALNEX Tranexamic acid Komposisi Tranexamic acid kapsul: Tiap kapsul mengandung Tranexamic acid Tranexamic acid tablet: Tiap tablet mengandung Tranexamic acid Tranexamicacid inieksi: Tiap mL injeksi ( 5% W/v ) mengandung Tranexamic acid 50 mg Tranexamicacid inieksi: Tiap mL injeksi ( 10% M/v ) mengandung Tranexamicacid 100 mg Struktur kimia : Tranexamic acid merupakan zat hablur atau serbuk hablur putih,tidak b au dengan rasa pahit,serta mempunyai struktur kimia sebagai berikut: Tranexamic acid larut dalam air pada 25 derajat C dengan konsentrasi kira-kira 11%,sedikit larut dalam metanol,etanol dan benzene dan sangat sedikit larut dalam eter dan aseton. 500 mg 250 mg

Farmakologi AKivitas antiolasminik KALNEX menghambat aktivitas dari aktivator plasminogen dan plasmin.Aktivitas anti plasminik dari KALNEX telah dibuktikan dengan berbagai percobaan "invilro" penentuan aktivitas plasmin dalam darah dan aktivitas plasma setempat,setelah diberikan pada tubuh manusia. Aktivitas hemostatis KALNEX mencegah degradasi fibrin,pemecahan trombosit,peningkatan kerapuhan vascular dan

pemecahan faktor koagulasi.Efek ini terlihat secara klinis dengan berkurangnya jumlah perdarahan,berkurangnya waktu

perdarahan dan lama perdarahan. Indikasi Untuk fibrinolisis lokal seperti epistaksis,prostatektomi,konisasiserviks. Edemaangioneurotikherediter. Perdarahan abnormal sesudah operasi. Perdarahan sesudah operasi gigi pada penderita hemofilia. Dosis dan cara pemberian KALNEX 250 mg kapsul: Dosis lazim secara oral untuk dewasa : KALNEX@ 500 mg tablet: Dosis lazim secara oral untuk dewasa : KATNEX 50 mg injeksi Sehari 1-2 ampul (5-10 mL) disuntikkan secara intravena atau intramuskular,dibagi dalam 1-2 dosis.Pada waktu atau setelah operasi,bila diperlukan dapat diberikan sebanyak 2-10 ampul (10-50 mL) dengan cara infus intravena. KALNEX 100mg injeksi: 2,5-5 mL per hari disuntikkan secara inlravena atau intramuskular,dibagi dalam 1-2 dosis.Pada waktu atau sesudah operasi,bila perlu,5-25 mL diberikan dengan cara infus intravena. Dosis KALNEx harus disesuaikan dengan keadaan pasien masing-masing sesuai dengan umur atau kondisi klinisnya. sehari 3-4 kali 1 tablet. sehari 3-4 kali 1-2 kapsul.

Peringatan dan perhatian Bila diberikan secara intravena,dianjurkan untuk menyuntikkan nya perlahan-lahan seperti halnya pemberian/penyuntikan sediaan kalsium

(10 mL/1-2 menit). Hati hati digunakan pada penderita insufisiensi ginjal karena resiko akumulasi. Pedoman untuk pasien/penderita insufisiensi ginjal berat. Tranexamic acid tidak diindikasikan pada hematuria yang disebabkan oleh parenkim renal,pada kondisi ini sering terjadi presipitasi fibrin dan mungkin memperburuk penyakit. Tranexamic acid digunakan pada wanita hamil hanya jika secara jelas diperlukan. Hati-hati diberikan pada ibu menyusui untuk menghindari resiko bayi. Efek samping Gangguan-gangguan gastrointestinal,mual,muntahmuntah,anoreksia,pusing,eksanlema dan sakit kepala dapat timbul pada pemberian secara oral. Gejala-gejala ini menghilang dengan pengurangan dosis atau penghentian pengobatannya. Dengan injeksi intravena yang cepat dapat menyebabkan pusing dan hipotensi. Interaksi obat Larutan injeksi Tanexamic acid jangan ditambahkan pada tranfusi atau injeksi yang mengandung penisillin. Kemasan KALNEX Kapsul (250): KALNEX Tablet (500): KALNEX Injeksi (5% w/v) 5 mL : KALNEX Injeksi (10% w/v)5 mL : Dos berisi 10 strip x 10 kapsul Dos berisi 10 strip x 10 tablet Dos berisi 10 ampul Reg.No.DKL9111614301 A1 Reg.No.DKL9111614217 A1 Reg.No.DKL9111614143 A1 Reg.No.DKL9111614143 B1

Dos berisi 10 ampul

Nexa Zat Aktif Asam Traneksamat 500 mg/250 mg, 100 mg/ml atau 50 mg/ml Kemasan NEXA 500 mg tablet salut selaput (1 box berisi 10 strip @ 10 tablet salut selaput) No. Reg. DKL0104418017A1 NEXA 250 mg kapsul (1 box berisi 10 strip @ 10 kapsul) No. Reg. DKL0104418301A1 NEXA 5% w/v inj (1 box berisi 10 ampul @ 5 ml) No. Reg. DKL0104418243A1 NEXA 10% w/v inj (1 box berisi 10 ampul @ 5 ml) No. Reg. DKL0104418243B1 Farmakologi Aktivitas antiplasminik : Asam Traneksamat menghambat aktivitas dari aktivator plasminogen dan plasmin. Aktivitas plasminik dari Asam Traneksamat telah dibuktikan dengan berbagai percobaan 'In vitro' penentuan aktivitas plasmin dalam darah dan aktivitas plasma setempat, setelah diberikan pada tubuh manusia. Aktivitas hemostatis : Asam Traneksamat mencegah degradasi fibrin, pemecahan trombosit, peningkatan kerapuhan vaskular dan pemecahan faktor koagulasi. Efek ini terlihat secara klinis dengan berkurangnya jumlah perdarahan, berkurangnya waktu perdarahan dan lama perdarahan. Aktivitas anti alergi dan anti peradangan : Asam Traneksamat bekerja dengan cara menghambat produksi Kinin dan senyawa peptida aktif lainnya yang berperan dalam proses inflamasi dan reaksi-reaksi alergi. Indikasi

Untuk fibrinolisis lokal seperti : epistaksis, prostatektomi, konisasi serviks. Edema angioneurotik herediter. Perdarahan abnormal sesudah operasi. Perdarahan sesudah operasi gigi pada penderita hemofilia. Kontra Indikasi Penderita subarachnoid hemorrhage dan penderita dengan riwayat tromboembolik. Penderita dengan kelainan pada penglihatan warna. Penderita yang hipersensitif terhadap Asam Traneksamat.

Dosis Fibrinolisis lokal : Oral : 1-1,5 gram 2-3 x sehari. Dosis yang dianjurkan adalah 500-1000 mg Parenteral : (iv) dengan injeksi lambat (1ml/menit) 3 x sehari. Edema angioneuritik herediter : Oral : 1-1,5 gram 2-3 x sehari.

Perdarahan abdominal setelah operasi : 1 gram 3 x sehari (injeksi iv pelan-pelan) pada 3 hari pertama, kemudian dilanjutkan oral 1 gram 3-4 x sehari (dimulai pada hari ke 4 setelah operasi sampai tidak tampak hematuris secara makrokopis). Untuk mencegah perdarahan ulang dapat diberikan per oral 1 gram 3-4 kali sehari selama 7 hari. Khusus untuk perdarahan setelah operasi gigi pada penderita hemofilia : Segera sebelum operasi Setelah operasi : 10 mg/kg BB (iv) : 25 mg/kg BB (oral) 3-4 x sehari selama 6-8 hari. (pada penderita yang tidak dapat diberikan secara oral dapat dilakukan terapi pareteral 10 mg/kg

BB/hari dalam dosis bagi 3-4 kali). Khusus untuk penderita gangguan fungsi ginjal : Serum kreatinin 120-250 (1,36-2,83 mg/dL) 250-500 (2,83-5,66 mg/dL) > 500 (>5,66 mg/dL) Dosis oral 15 mg/kg BB 2 x sehari 15 mg/kg BB 1 x sehari 7,5 mg/kg BB 1 x sehari Dosis i.v. 10 mg/kg BB 2 x sehari 10 mg/kg BB 1 x sehari 5 mg/kg BB 1 x sehari

Efek Samping Gangguan-gangguan gastrointestinal : mual, muntah-muntah, anorexia, eksantema dan sakit kepala dapat timbul pada pemberian secara oral. Gejala-gejala ini menghilang dengan pengurangan dosis atau penghentian pengobatannya. Dengan injeksi intravena yang cepat dapat menyebabkan pusing dan hipotensi. Untuk menghindari hal tersebut maka pemberian dapat dilakukan dengan kecepatan tidak lebih dari 1 ml/menit. Interaksi Obat : Larutan injeksi Asam Traneksamat jangan ditambahkan pada transfusi atau injeksi yang mengandung Penisilin. Peringatan dan Perhatian Bila diberikan secara intravena, dianjurkan untuk menyuntikkannya perlahan-lahan seperti halnya pemberian/penyuntikan dengan sediaan Kalsium (10 ml/1-2 menit). Hati-hati digunakan pada penderita insufisiensi ginjal karena resiko akumulasi. Asam traneksamat tidak diindikasikan pada hematuria yang disebabkan oleh parenkim renal, pada kondisi ini sering terjadi presipitasi fibrin dan mungkin memperburuk penyakit.

Asam traneksamat digunakan pada wanita hamil hanya jika secara jelas diperlukan.

Hati-hati diberikan pada ibu menyusui untuk menghindari resiko pada bayi.

PLASMINEX GOLONGAN : GENERIK Tranexamic acid 500 mg. INDIKASI : # Fibrinolisis lokal seperti prostatektomi, epistaksis dan konisasi serviks. # Perdarahan sesudah cabut gigi pada penderita hemofilia. # Edema angioneurotik herediter. KONTRA INDIKASI : Gangguan ginjal berat, hematuria, buta warna, resiko trombotik. PERHATIAN : - Insufisiensi ginjal, hematuri masif pada saluran kemih atas. - Lakukan pemeriksaan mata dan tes fungsi ginjal pada pasien dengan edema ngioneurotik herediter (jangka panjang). - Hamil dan menyusui. EFEK SAMPING : Mual, muntah, diare, buta warna, hipotensi (intra vena secara cepat). KEMASAN : Tablet Salut Selaput 500 mg x 10 x 10 DOSIS : # 3-4 kali sehari 1 tablet. # Pasien gangguan ginjal dengan kadar serum kreatinin 120-250 mikromol/liter : 2 kali sehari 15 mg/kg berat badan. # 250-500 mikromol/liter : 15 mg/kg berat badan/hari. # Lebih dari 500 mikromol/liter : 12.5 mg/kg berat badan/hari.

PYTRAMIC GOLONGAN : GENERIK Tranexamic acid. INDIKASI # Fibrinolisis lokal seperti epistaksis, prostatektomi, dan konisasi serviks. # Edema angioneurotik herediter. # Perdarahan abnormal sesudah operasi. # Perdarahan sesudah ekstraksi gigi pada pasien hemofilia. KONTRA INDIKASI : Hematuria dari parenkim ginjal. PERHATIAN : Insufisiensi ginjal, hamil, laktasi. EFEK SAMPING : Gangguan Gastro Intestinal , mual, muntah, anoreksia, eksantema, sakit kepala. KEMASAN : Tablet Salut Selaput 500 mg x 5 x 10 DOSIS : 3 - 4 x sehari 1 - 2 tablet erb

THERANEX

GOLONGAN GENERIK : Tranexamic acid/Asam Traneksamat. INDIKASI : Mengontrol perdarahan yang berkaitan dengan fibrinolisis berat. KONTRA INDIKASI : Pasien yang mengkonsumsi kontrasepsi oral dan mereka yang dengan keadaan terjadi penggumpalan darah, pencegahan selama kehamilan dan sebelum melahirkan. PERHATIAN : Gangguan fungsi ginjal, pengobatan hematuria pada penderita hemofilia. EFEK SAMPING : Gangguan saluran pencernaan, pusing, dan hipotensi. KEMASAN : Kapsul 250 mg x 100 biji. DOSIS : 3-4 kali sehari 250-500 mg.

14. Gizi Yang Tepat Pada Bayi dan Anak Dengan Hemofilia dan Implikasi Keperawatannya

Vitamin K adalah nama generik untuk beberapa bahan yang diperlukan dalam pembekuan darah yang normal. Vitamin ini di anjuran jika pasien sudah mengalami perdarahan. Bentuk dasarnya adalah vitamin K1 (filokuinon), yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan, terutama sayuran berdaun hijau. Kebanyakan sumber vitamin K didalam tubuh adalah hasil sintesis oleh bakteri di dalam sistem pencernaan. Anda dapat memperoleh vitamin K dari makanan seperti hati, sayur-sayuran berwarna hijau yang berdaun banyak, sayuran sejenis kobis (kol) dan susu. Vitamin K dalam konsentrasi tinggi juga ditemukan pada susu kedelai, teh hijau, susu sapi, serta daging sapi dan hati. Jenis-jenis makanan probiotik, seperti yoghurt yang mengandung bakteri sehat aktif, bisa membantu menstimulasi produksi vitamin ini.

15. Diagnosa keperawatan Yang Mungkin Muncul Pada Bayi dan Anak Dengan Hemofilia (Secara Umum)

1)

Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan faktor resiko kehilangan cairan melalui rute abnormal (perdarahan)

2) Nyeri b.d perdarahan dalam jaringan dan sendi 3) Risiko kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan efek perdarahan pada sendi dan jaringan lain.

4)

Perubahan proses keluarga b.d anak menderita penyakit serius

16. Asuhan Keperawatan pada Bayi dan Anak Dengan Hemofilia An. Ridwan (4 tahun) dirawat dirumah sakit dengan diagnose medis hemophilia tipe A. klien tampak lemah dan pucat, hasil pemeriksaan fisik didapatkan bahwa terdapat hematoma dan hemartrosis, konjungtiva anemis, membrane mukosa bibir kering,membrane mukosa tapak pucat,capillary refill seluruh ekstremitas 4 detik,kral teraba dingin, turgor kulit nonelastis. Tanda-tanda vital, TD 60/40 mmHg,HR 120 kali/menit pulsasi lemah, RR 26 kali/menit regular. Hasil pemeriksaan hematologi eriktrosit 2 juta sel/mm3,HB 5 gr%, Ht 49%,BT 8 menit, CT 18 menit, PT 15 detik. Ibu klien merupakan seorang caricer hemophilia. Pengkajian 11 pola Gordon

Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan Pengetahuan pasien dalam mengkonsumsi makanan yang mencegah hemofilia

Pola nutrisi metabolic Nafsu makan menurun Mual/muntah Berat badan menurun

Pola eliminasi Diare/ konstipasi Sindrom malabsorpsi

Pola aktivitas dan latihan Keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktifitas, penurunan semangat untuk bekerja Toleransi terhadap latihan rendah. Napas pendek pada saat istirahat maupun aktifitas

Pola persepsi dan kognitif Lokasi nyeri terutama di daerah abdomen dan kepala. Pandangan kabur

Pola adaptasi stress dan mekanisme koping Kemampuan dalam menghadapi stress

Pola konsep diri Ideal Diri Harga diri

Peran Diri Citra Diri Identitas Diri

Pola peran dan hubungan Kemampuan dalam melakukan peran diri dan dalam berhubungan dengan orang lain

Pola seksualitas dan reproduksi Menurunnya fungsi seksual Impotent

Pola nilai dan kepercayaan Keyakinan agama atau budaya mempengaruhi pemilihan pengobatan, misalnya: penolakan tranfusi darah.

Pola istirahat tidur Perubahan pemenuhan kebutuhan tidur (kualitas dan kuantitas) Perubahan pola tidur Kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak

Pemeriksaan Fisik Kepala Wajah Mata Mulut pucat : inspeksi : inspeksi : inspeksi : tmpak pucat : konjungtiva anemis :Membrane mukosa bibir kering dan

Ekstremitas TTV TD : 60/40 mmHg HR : 120 kali/menit pulsasi lemah RR : 26 kali/menit reguler Terdapat Hematoma dan hematrosis (inspeksi) Capillary refill seluruh ekstremitas 4 detik (palpasi) Akral teraba dingin (palpasi) Turgor kulit non elastic (palpasi)

Pemeriksaan Diagnostik Eritrosit Hb Ht BT CT PT PTT D : 2juta sel/mm3 : 5 gr% : 49% : 8menit : 18 menit : 15 detik : 50 detik

Data DS: DO: 1. Klien tampak lemah dan pucat 2. Hasil fisik pemeriksaan di dapatkan dan

Problem Kekurangan volume cairan

Etiologi Kehilangan cairan aktif

hematoma hemarthrosis

3. Konjungtiva anemis 4. Membran bibir kering 5. Membran pucat 6. Capillary refill mukosa mukosa

seluruh ekstremitas 4 detik 7. Seluruh akral teraba dingin 8. Turgor elastis 9. TD 60/40 mmHg 10. HR 120x/menit kulit non

pulsasi lemah 11. RR reguler 12. Eritrosit 2 juta 26x/menit

sel/mm 13. Hb 5gr % 14. Ht 49 % 15. BT 8 menit 16. CT 18 menit 17. PT 15 detik 18. PTT 50 detik

Diagnosa keperawatan Kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan aktif ditandai dengan klien tampak lemah dan pucat, Hasil pemeriksaan fisik di dapatkan hematoma dan hemarthrosis, Konjungtiva anemis, Membran mukosa bibir kering, Membran mukosa pucat, Capillary refill seluruh ekstremitas 4 detik, Seluruh akral teraba dingin, Turgor kulit non elastic, TD 60/40 mmHg, HR 120x/menit pulsasi lemah, RR 26x/menit regular, Eritrosit 2 juta sel/mm, Hb 5gr %, Ht 49 %, BT 8 menit, CT 18 menit, PT 15 detik, PTT 50 detik

INTERVENSI Tanggal /jam No. Dp 1 Tujuan dan kriteria hasil Kekuarangan volume cairan dapat teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam dengan criteria hasil: 1. Klien tampak segar dan tidak pucat 2. Konjungtiva ananemis 3. Membrane 2. Monitor keadaan umum (wajah, konjungtiva, membrane mukosa, turgor kulit, capillary refill, akral)

Intervensi 1. Monitor TTV (TD, RR, HR)

Rasional 1. Klien dengan kekurangan volume cairan mengalami penurunan tekanan darah, nadi dan mengalami kenaikan RR 2. Klien dengan kekurangan volume cairan biasanya memiliki wajah pucat,

mukosa bibir lembab 4. Membrane mukosa ananemis 5. Capillary refill < 3 detik 6. Akral hangat 7. Turgor kulit elastic 8. TD 110/80 mmHg 9. HR 60100x/menit 10. RR : 1520x/menit 11. Eritrosit 3.95.0 juta/mm3

konjungtiva anemis, membrane mukosa kering dan pucat, turgor kulit non elastic, capillary refill . 4detik, dan akralnya teraba dingin.

3. Pantau adanya pendarahan

3. Pendarahan merupakan resiko kekurangan volume cairan

4. Berikan terapi infuse NaCl

4. NaCl menambah volume cairan dan elektrolit dalam tubuh klien yang saat ini kekurangan volume cairan

12. Hb 11,5 13,0 gr/dl 13. Ht 34-39% 14. BT 3 9,5 menit 15. CT 10 15 detik 16. PT 10- 13 detik 17. PTT 22-37 detik

5. Monitor hasil lab (Eritrosit, Hb, Ht, CT, BT, PT, PTT)

5. Klien dengan defisit volume cairan nilai lab nya kurang dari : Eritrosit 3.9-5.0
juta/mm3

Hb 11,5 13,0 gr/dl Ht 34-39% BT 3 9,5 menit

CT 10 15 detik PT 10- 13 detik PTT 22-37 detik

17. Prosedur Pemeriksaan Golongan Darah Golongan darah yaitu Ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah. Golongan darah yang sering dipakai yaitu golongan darah sistem ABO dan Rhesus

Penggolongan Antigen Antibodi Golongan darah A B A-B Anti B Anti A Anti AB A B AB O

Golongan darah O adalah golongan darah yang paling banyak di dunia. Sedangkan golongan darah AB adalah golongan darah yang paling langka .

Golongan darah O disebut DONOR UNIVERSAL karena darahnya dapat didonorkan pada semua golongan darah , tetapi hanya dapat menerima dari golongan darah O.

Golongan darah AB disebut RESIPIEN UNIVERSAL karena dapat menerima transfusi dari semua golongan darah.

Pemeriksaan

Pemeriksaan golongan darah sangat penting untuk transfusi. Pemeriksaan golongan darah dapat dilakukan oleh seorang ANALIS KESEHATAN .

Pemeriksaan golongan darah ada banyak cara 1. Cara slide ( kartu ) Cara ini yang paling mudah dan banyak dilakukan di laboratorium. caranya : a. Letakkan 1 tetes serum anti A, Anti B, anti AB, dan anti D b. Tambahkan 1 tetes darah dari darah vena atau darah kapiler c. Ratakan ke tepi slide dengan lidi d. Perhatikan ada /tidaknya aglutinasi seorang probandus yang memeriksa darahnya dilaboratorium dengan cara ini akan mendapatkan hasil golongan darahnya untuk disimpan.

Golongan Darah B

Golongan Darah A

Golongan Darah AB

Golongan Darah O

2. Cara tabung Cara ini akan terlihat lebih jelas hasilnya . caranya : a. Buat suspensi sel darah dalam larutan garam ( hemetokrit 2% )

b. Masukkan 1 tetes serum anti A, anti B, anti AB, dan anti D pada masingmasing tabung c. Tambahkan 1 tetes suspensi sel darah merah pada masing-masing tabung, campur d. Pusing 1 menit 1000 rpm e. Goyang dan perhatikan adanya aglutinasi Interprestasi hasil

Anti A

Anti B

Anti AB

Golongan darah

+ +

+ +

+ + +

O A B AB

( + ) : terjadi aglutinasi ( - ) : tidak terjadi aglutinasi

Apa itu Golongan darah Rhesus ?? Rhesus adalah suatu factor yang terdapat pada sel darah merah yang ditemukan pertama kali oleh Lainsteiner dan Liner pada tahun 1940 melalui injeksi sel darah merah kera ke tubuh kelinci. Sebagian besar Rhesus manusia di dunia adalah ( + ) . Sedangkan Rhesus ( - ) biasanya dimiliki oleh orang-orang di Eropa. Perbedaan Rhesus seorang laki-laki dan wanita yang telah menikah akan mempengaruhi kelahiran keturunannya. Mungkin keturunan mereka hanya aka nada 1 yang normal. Anak selanjutnya kemungkinan terlahir cacat .

FENOMENA GOLONGAN DARAH Golongan darah itu terbentuk sesuai keturunan. Tapi kenapa terkadang golongan darah seorang anak berbeda dengan orang tuanya ? Sebenarnya hal tersebut dapat terjadi, golongan darah seseorang ditentukan oleh genotipe seorang ayah dan ibu .

Golongan darah ABO A B

Genotipe IAIA IBIB IAIO IBIO

AB O

IAIB IoIo

Jadi dari tabel diatas dapt dikatakan bahwa seorang laki-laki A hetero (IAIO ) menikah dengan wanita golongan darah B hetero (IBIO ) , keturunannya bisa memiliki genotipe : 25 % : IAIB 25 % : IAIO 25 % : IBIO 25 % : IOIO Jadi seseorang dapat memiliki golongan yang berbeda dengan kedua orang tuanya . Ada beberapa fenomena yang menyebabkan golongan darah seseorang berubah . kejadian perubahan golongan darah diduga karena terjadi perubahan dalam sumsum tulang yang memproduksi sel darah merah.

PROSEDUR PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH 1. Tujuan pemeriksaan Untuk mengetahui golongan darah seseorang 2. Alat yang diperlukan Kaca objek Lancet (jarum) Kapas alcohol (Alcohol swap)

3. Reagen 1 set anti sera yang berisi: 1. serum anti A 2.serum anti B 3.Serum anti AB 4.Anti Rh factor 4. Cara pemeriksaan 1) Taruhlah pada sebuah kaca objek: 1 tetes serum anti A 1 tetes serum anti B 1 tetes serum anti AB 1 tetes RH factor 2) Setetes kecil darah kapiler atau vena diteteskan pada serum serum diatas,campur dengan ujung lidi satu lidi untuk satu macam campuran

3) Goyangkan kaca objek dengan membuat gerakan melingkar selama 4 menit 4) Liat bagian mana yang ada aglutinasinya

5) Pelaporan a. Anti A aglitinasi positip Anti B aglutinasi negatip Golongan darah A Anti AB aglutinasi positip b. Anti A aglitinasi negatip Anti B aglutinasi positip Golongan darah B Anti AB aglutinasi positip c. Anti A aglitinasi positip Anti B aglutinasi positip Golongan darah AB Anti AB aglutinasi positip d. Anti A aglitinasi negatip Anti B aglutinasi negatip Golongan darah O Anti AB aglutinasi negatip e. Anti Rh factor aglutinasi positip Rh + Anti RH factor aglutinasi negatip Rh -

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Anatomi fisiologi hematologi pada pediatric berbeda dengan dewasa dan lansia. Setiap gangguanhematolgi sama tetapi penatalaksannaan dalam implikasi perawat berbeda dengan lansia dan dewasa. Terutama pada kasus ITP maupun hemophilia seorang perawat harus mengetahui perkembangan pada anak dan bayi dengan mempunyai pengetahuan,ketrampilan yang baik. Gangguan heatolgi perawat harus mengetahui ttiologi dan patofisioogi sehingga kitadapat mengetahui penyakit tersebut. 3.2 Saran Diharapkan sebagai seorang perawat kita mampu menganalisa pada gangguan hematologi dengan dalam pelaksanaan farmakologi, pemeriksaan diagnositik, penatalaksanaan gizi. Sehingga kita mampu menangani klien dengan gangguan hemaologi secara maksimal

DAFTAR PUSTAKA Santosa,Budi. 2005-2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika. Wilkinson, Judith. M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC. Simon, Sumanto, dr. Sp.PK. 2003. Neoplasma Sistem Hematopoietik: Leukemia. Jakarta:Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta http://www.farmasiku.com/index.php?target=pages&page_id=Makna_Hasil_Lab_An da http://www.scribd.com/doc/77528349/askep-DIC Handayani, Wiwik. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan System Hematologi. Jakarta: Salemba Medika Kusumawardi, Endah. 2010. Waspada Penyakit Darah Mengintai Anda. Yogyakarta: Hanggar Kreator Watson, Roger. 2002. Anatomi Fisiologi Untuk Perawat Edisi 10. Jakarta: EGC Gibson, John. 2003. Fisiologi Dan Anatomi Untuk Perawat Edisi 2. Jakarta: EGC NANDA Internasional Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta: EGC Murwani,Arita. 2008. Perawatan Pasien Penyakit Dalam.Mitra Cendikia Press: Yogjakarta Widodo, F.Y. 2004. Komponen Darah. Diakses dari

www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Biokimia/DARAH.pdf pada tanggal 2 juli 2012 pukul 14.00 Komariyah, Maria. 2009. Metabolisme Eritrosit. Diakses dari

pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/.../metabolisme_eritrosit.pdf 4juli 2012 pukul 16.28

pada tanggal

You might also like