You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan sektor kehidupan yang sangat dominan.

Dikatakan demikian karena memiliki peranan sebagai penentu dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan juga memiliki andil yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi suatu bangsa, bukan saja berpengaruh pada produktivitas masyarakat juga fertilitasnya. Melalui pendidikan dapat menjadikan masyarakat yang cerdas, yang mampu menghadapi tantangan, perubahan, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peningkatan kualitas pendidikan perlu dilakukan, mengingat adanya perubahan dalam segala bidang kehidupan akan membawa ke dalam persaingan global yang semakin ketat, sehingga yang kuatlah yang akan mampu bertahan dan tetap ada. Menyadari pentingnya peningkatan kualitas pendidikan, maka berbagai upaya dilakukan dan diselesaikan dengan memuat perubahan dan perkembangan yang menuju ke arah kualitas pendidikan secara terprogram, terarah, intensif, efektif dan efisien. Kesemuanya itu bukan sekedar bertalian dengan upaya peningkatan mutu, efektifitas dan efisiensi pendidikan secara internal, tetapi meningkatkan pula kesesuaian pendidikan dengan berbagai sektor kehidupan lainnya. Upaya peningkatan mutu pendidikan, khususnya pendidikan dasar merupakan bagian penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia terutama dikaitkan dengan tuntutan era globalisasi. Tuntutan yang sangat banyak dan kompleks ini ditandai dengan perubahan struktur ekonomi, industri dan informasi yang membawa implikasi terhadap jenis-jenis pekerjaan dan kualifikasi jabatan. Perubahan

struktur pekerjaan dan jabatan tersebut menyebabkan terjadinya pergeseran kebutuhan jenis-jenis pengetahuan dan keterampilan kerja. Jenis-jenis pekerjaan dalam era globalisasi menuntut kemampuan intelektual dan daya inovasi, kemampuan belajar mandiri, kemampuan mental, kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan setiap perubahan yang terjadi di lingkungan kerja. Berbagai masalah banyak dihadapi di dunia pendidikian ini. Menurut pendapat Nanang Fattah (2000:92). Masalah yang dirasakan pada saat ini dan perlu segera diatasi terutama: 1) Adanya kecenderungan pemerataan dan perluasan kesempatan belajar kurang dilandasi oleh pemikiran-pemikiran dan upaya peningkatan mutu. 2) Belum adanya suatu sistem pengelolaan pendidikan dasar yang efisien dan efektif sejalan dengan kebijakan otonomi dalam pengelolaan pendidikan dasar. Masalah-masalah itu selalu berkaitan dengan kebijakan yang dibuat oleh para pembuat keputusan. Banyak kebijakan mampu menyelesaikan masalah, tetapi tidak sedikit pula kebijakan yang menimbulkan masalah baru lainnya. Kebijakan pendidikan (educational policy) menurut Carter v. Good (1959) adalah suatu pertimbangan (judgement) yang didasarkan atas sistem nilai (values) dan beberapa penilaian terhadap faktor-faktor yang bersifat situasional. Pertimbangan tersebut merupakan perencanaan umum yang dijadikan sebagi pedoman dan arah untuk mengambil keputusan agar tujuan yang bersifat lembaga dapat tercapai secara optimal (Imron, 1996:18). Keberadaan faktor-faktor pendidikan seperti: guru, buku, alat pelajaran, sarana, dan biaya akan ditentukan oleh kemampuan para pembuat kebijakan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan

(sekolah), baik langsung maupun tidak langsung, dan hal itupun berpengaruh terhadap seluruh komponen sistem pendidikan. Dalam pelaksanaannya hal itu tidaklah mudah untuk diawasi, diarahkan dan dikendalikan oleh para pembuat keputusan saja, tetapi sangat ditentukan oleh kemampuan semua pihak terkait terutama manajemen sekolah sebagai tim pelaksana di lapangan. Berdasarkan cara pandang tersebut, maka sistem kebijakan pendidikan yang dibuat oleh para pembuat keputusan, baik secara manajerial maupun teknis profesional harus mampu menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di lapangan secara akurat. Hal itu mutlak karena kebijakan-kebijakan itu menjadi landasan teknis yang mendasari dan dipandang sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan. Kebijakan-kebijakan di bidang pendidikan telah banyak dibuat dan dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan mengatasi masalah-masalah pendidikan di masyarakat, baik kebijakan makro, meso, maupun mikro, tetapi ironisnya setiap kebijakan yang dibuat malah memunculkankan masalah-masalah yang memicu kebijakan baru lainnya. Atas dasar itulah maka, penulis mencoba menganalisis program-program kebijakan yang dibuat, masalah dan alternatif solusi yang dapat disarankan untuk mengatasi masalah yang timbul dari program kebijakan tersebut. Program-program tersebut diantaranya : 1. Program Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 2. Program Sertifikasi Guru dalam Jabatan 3. Program Ujian Nasional (UN) 4. Program Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) 5. Program SMP Terbuka

BAB II PEMBAHASAN MASALAH 2.1 Dana Bantuan Operasional Sekolah Kebijakan pemerintah akan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) dan (2). Ayat (1) yang berbunyi : Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Ayat ini secara khusus berbicara tentang pendidikan dasar sembilan tahun (tingkat SD dan SLTP) yang sejak tahun 1989 tercantum dalam pasal 14 ayat (2) UU No.2/1989 tetapi baru dilaksanakan sejak tahun 1994. Wajib dalam ayat ini yang berimplikasi terhadap pelaksanaan lebih lanjut program wajib belajar. Diantaranya adalah setiap anak usia pendidikan dasar (7-15 tahun) wajib menempuh pendidikan dasar. Dalam upaya penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dan karena adanya pengurangan subsidi bahan bakar minyak, maka pemerintah memberikan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi semua sekolah tingkat SD dan SMP, baik negeri maupun swasta di seluruh provinsi di Indonesia, dengan tujuan membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh layanan pendidikan dasar yan lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penutasan wajib belajar 9 tahun. Bos adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksanaan program wajib belajar. Dana Bantuan Operasional Siswa (BOS) diperoleh SMP/MTs. selama tiga bulan sekali dengan jumlah yang diterima sebesar Rp.

354.000/tahun/siswa. Dan sejak tahun 2009 untuk SMP di kabupaten menjadi Rp. 570.000/tahun/siswa. Masalah yang ditemukan dalam penggunaan dana BOS di lapangan yaitu diantaranya adalah : a. Pengalokasian dana BOS di sekolah belum sesuai dengan sasaran yang diharapkan dari pengadaan program BOS sebelumnya. Ini dapat dilihat dari penggunaan dana di sekolah bersifat kaku terfocus pada bentuk-bentuk kegiatan yang dicantumkan dalam pedoman penggunaannya, maka jika ada kegiatan yang mendukung kegiatan pengembangan siswa tetapi tidak termasuk kriteria dalam panduan BOS mengalami prosedur yang rumit, bahkan dapat gagal direalisasikan. b. Masih ditemukan kebocoran-kebocoran/rekayasa penggunaan dana BOS. Hal itu dapat ditemukan dengan adanya pemindahan kepentingan anggaran untuk kegiatan yang tidak menjadi prioritas sekolah, seperti pengadaan sarana atau rehabilitasi sedang atau berat. Solusi yang dapat diajukan untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah : a. Perlunya profesionalitas dari tim monitoring dan evaluasi untuk bekerja keras dalam pengawasan penggunaan dana BOS, bahkan dapat pula berbentuk pengarahan khusus terhadap instansi secara menyeluruh tentang penggunaan dana ini, tidak terbatas pada pimpinan dan bendahara pengelola dana, sehingga penggunaan dana BOS dapat sesuai dengan jalurnya secara efektif, efisien dan akuntabilitas. b. Perlu adanya tindakan tepat dan tegas bagi pelaku yang melakukan penyelewengan dana pemerintah untuk kepentingan pribadi. Hal itu

dilakuan sebagai bentuk konsekuensi atas tindakan amoral dan dapat menjadi cerminan bagi pelaku yang lainnya, sehingga dengan tindakan itu dapat mengurangi bahkan meniadakan penyimpangan terhadap amanat negara dan rakyat. 2.2 Sertifikasi Guru dalam Jabatan Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak dapat dilepaskan dari upaya peningkatan profesionalisme guru sebagai barisan terdepan dan ujung tombak dalam keberhasilan pendidikan. Maju mundurnya dunia pendidikan terletak pada peranan dan profesionalisme guru. Peningkatan profesionalisme guru dan dosen secara terus menerus ditempuh, dan salah satunya adalah melalui kebijakan program sertifikasi guru dalam jabatan. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru. Program ini dilandasi oleh Peraturan Mendiknas Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan. Adapun tujuan dari sertifikasi guru adalah : menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran, meningkatkan profesionalisme guru, meningkatkan proses dan hasil pendidikan dan mempercepat terwujudnya tujuan pedidikan nasional. Masalah yang terkait dengan kebijakan ini adalah sebagai berikut : a. Program kebijakan ini tampak hasil rancangan yang kurang matang dianalisis, sehingga tampak ragu-ragu untuk dilaksanakan. Hal itu dapat diketahui dari kekurangsiapan pelaksanaan program ini, seperti pada tahap penyeleksian, maupun tahap monitoring dan evaluasi program kegiatan. Isu-isu dengan berlangsungnya program ini. b. Pengawasan terhadap guru bersertifikasi tidak segera dilakukan dan tidak menunjukkan adanya perencanaan secara matang, karena juga terus bergulir sejalan

kriteria-kriteria yang menjadi ukuran bersifat susulan atas kegiatan yang dilakukan tidak bersifat program yang dipersiapkan sebelumnya. Berdasarkan pada masalah-masalah itu, solusi yang dapat diajukan untuk mengatasinya adalah sebagai berikut : a. Sertifikasi harus diimbangi dengan kebijakan-kebijakan lain sebagai panduan untuk operasional lainnya secara akuntabilitas dan rasional, sehingga aturan-aturannya tepat dan memiliki korelasional dengan tujuan dan sasaran kebijakan tersebut. b. Pengawasan seharusnya sudah termasuk dalam program analisis perencanaan sebelumnya, dan tindak lanjut dapat langsung dilakukan begitu program dilaksanakan dengan memiliki kriteria operasional yang tapat, akurat, dan akuntabilitas. Pengawasan ini menjadi program melekat pada semua pihak, sehingga banyak pihak memiliki perhatian pada keberhasilan program ini. c. Program kebijakan ini tidak hanya dilakukan satu kali tetapi dilakukan secara berjangka dan terus menerus untuk mengukur standarisasi kelayakan profesionalisasi setiap guru dalam melaksanakan jabatannya. Misalnya setiap 5 tahun satu kali, serta ada tindak lanjut, baik bagi guru yang lulus maupun yang tidak lulus dalam kurun waktu pasca sertifikasi. 2.3 Ujian Nasional (UN) Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2005 Tentang Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2005/2006 menjelaskan bahwa ujian nasional adalah pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Tujuan penyelenggaraan UN adalah menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran yang ditentukan dari kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka pencapaian standar nasional. Kebijakan pelaksanaan UN dewasa ini menimbulkan dilematis di lingkungan masyarakat pendidikan, jika dilihat dari berbagai kepentingan. Adapun masalah itu diantaranya sebagai berikut : a. UN menjadi prasarat wajib untuk kelulusan dengan berdasarkan pada nilai-nilai beberapa mata pelajaran yang ditentukan, sehingga hal itu memperkuat asumsi masyarakat bahwa mata pelajaran lain tidak berperan/penting. Selain itu ditinjau dari waktu, siswa dapat menentukan kelulusan hanya dengan waktu singkat 3-4 hari, sehingga proses panjang penilaian dari berbagai ranah yang dilakukan dapat dikendalikan dengan waktu singkat dengan melihat ranah kogntif/akademik saja. b. Pelaksanaan UN selalu dikaitkan dengan kepentingan unsur politik para penguasa/pejabat yaitu terkait pertaruhan jabatan dan nama baik daerah yang dipimpinnya, sehingga berbagai kecurangan telah ditemukan dan menjadi rahasia publik. Tanggapan terhadap kebijakan UN tersebut pada umumnya baik dan disetujui kegiatan ini dilaksanakan, hanya ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dan dapat menjadi solusi terhadap pelaksanaannya, diantaranya sebagai berikut : a. UN dilaksanakan untuk mengukur kedudukan kompetensi siswa baik tingkat sekolah, kecamatan, kabupaten, maupun tingkat nasional. b. Hasil UN tidak menjadi prasarat kelulusan tetapi untuk menjadi prasarat melanjutkan ke jenjang lebih tinggi, sedangkan kelulusan menjadi otonomi sekolah dengan berdasarkan penilaian menyeluruh

dari jenjang sebelumnya dan dari seluruh mata pelajaran dengan seleuruh aspek kompetensi pembelajaran. c. Mata pelajaran yang diujikan secara nasional diharapkan seluruhnya, kecuali muatan lokal yang diujian secara tingkat daerah(provinsi). 2.4 KKG/MGMP Upaya pemerintah untuk mewujudkan terbentuknya seorang guru yang profesional terus dilakukan, dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah no 19 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pada Pasal 28 (1), PP 19 th 2005 disebutkan bahwa Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi (psl 28 ayat 3 ) : Kompetensi pedagogik, Kompetensi kepribadian/personal, Kompetensi profesional dan Kompetensi social. Atas dasar itulah kebijakan KKG/MGMP dibentuk. MGMP adalah forum/wadah profesional guru mata pelajaran sejenis. Pengertian Musyawarah di sini mencerminkan kegiatan dari, oleh dan untuk guru, sedangkan Guru Mata pelajaran adalah guru SMP/MTs dan SMA/MA, SMK yang mengasuh dan bertanggung jawab untuk mengelola mata pelajaran yang ditetapkan dalam kurikulum. Pada sisi lain, kita juga mengenal ada yang disebut dengan Kelompok Kerja Guru (KKG) yaitu forum/wadah kegiatan profesional guru terutama yang bertanggungjawab untuk mengelola kegiatan belajar mengajar di kelas (sebagai guru kelas). Selanjutnya untuk membedakan kedua istilah ini, maka disepakati bahwa MGMP merupakan istilah yang digunakan untuk jenjang SMP/MTs dan SMA/SMK/MA, sedangkan KKG digunakan pada jenjang

Sekolah Dasar dengan tujuan untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam meningkatkan profesionalisme guru Masalah yang dihadapi pada kebijakan ini adalah : a. Kegiatan KKG/MGMP terikat pada birokrasi instansi dinas atau sekolah, baik dalam perizinan, persuratan maupun pendanaan. b. Alokasi pendanaan hanya bersumber dari sekolah secara terbatas bagi guru bersangkutan, sedangkan untuk organisasi tidak ada, jika ada dari dana insidentil sebatas mata pelajaran tertentu terutama mata pelajaran yang di-UN-kan. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi solusi ini adalah sebagai berikut : a. Perlu adanya kerjasama, dukungan positif dan kemudahan pasilitas dalam pelayanan kegiatan dari semua pihak terkait baik guru, kepala sekolah maupun pejabat dinas pendidikan. b. Pembagian dana anggaran kegiatan KKG/MGMP oleh dinas/pemerintah dilakukan secara adil, dan menyeluruh dengan tidak ada prioroitas mata pelajaran. 2.5 SMP Terbuka Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas mengamanatkan bahwa salah satu proses dalam pendidikan adalah pendidikan jarak jauh, di mana antara peserta didik dengan pendidik/guru terpisah atau tidak terjadi tatap muka. SMP Terbuka menunjang penuntasan wajib belajar 9 tahun, dengan prinsip belajar mandiri dan tatap muka secara terbatas dengan guru mata pelajaran/guru bina. Masalah yang dihadapi dalam kebijakan SMP terbuka adalah :

a. Kurangnya kesadaran para siswa untuk mengikuti program SMP terbuka secara optimal. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu bagi siswa karena keterbatasan yang dimiliki, seperti karena berbenturan dengan waktu kerja. b. Fasilitas sekolah yang masih menggunakan fasilitas sekolah lain, sehingga pada waktu yang bersamaan kegiatan tidaka ssepenuhnya. c. Sosialisasi SMP terbuka masih kurang sehingga siswa dan orang tua/masyarakat kurang memperhatikan keberadaan dan perannya. Permasalahan itu cukup kompleks karena terkait dengan seluruh komponen pendidikan. Solusi yang dapat ditempuh dari masalah-maslah tersebut adalah : a. Diperlukannya tenaga guru bina yang profesional, sehingga mampu membina dan memotivasi siswa untuk selalu hadir dan mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik b. Diperlukan dukungan secara maksimal dari instansi dan komponen pendidikan terkait untuk mewujudkan fasilitas dan pelayanan yang maksimal bagi siswa SMP terbuka. c. Diperlukan sosialisasi dan kerja profesional untuk menggiring siswa yang memiliki keterbatasan ekonomi, serta pemberian arahan yang jelas kepada orang tua/steakholder mengenai kegiatan belajar di SMP terbuka.

BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Berbagai kebijakan di bidang pendidikan dirancang, ditetapkan, dan dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam berbagai sistemnya. Tetapi tidak sedikit pula berangkat dari kebijakankebijakan itu menimbulkan masalah-masalah baru, sehingga diperlukan kebijakan-kebijakan lain untuk mengantisipasi masalah-masalah timbul. Idealnya sebuah kebijakan dibuat untuk menyelesaikan masalah yang timbul di dunia pendidikan, tetapi malah menimbulkam masalah. Hal itu dapat terjadi karena kurang matangnya program kebijakan atau rancangan tidak berdasarkan pada hasil analisis secara teliti dan menyentuh pada berbagai sistem pendidikan. Hal itu akan berakibat kurang baik, bukan meningkatkan mutu pendidikan, tetapi akan membuat ketidakteraturan sistem yang berlaku dalam dunia pendidikan. 3.2 Saran Berdasarkan masalah-masalah yang ada terkait dengan masalah kebijakan pendidkan yang dibuat, maka hal yang dapat disarankan adalah sebagai berikut : 1. Para pembuat kebijakan/keputusan harus melakukan kajian secara teliti sebelum sebuah kebijakan dibuat dan disosialisasikan. 2. Berbagai kebijakan disusun harus melibatkan unsur-unsur yang terkait, seperti guru, steakholder, pengamat pendidikan, pejabat dan pemerintahan, tidak hanya di lingkungan pemerintahan saja. yang

CONTOH KEBIJAKAN PENDIDIKAN MASALAH DAN SOLUSINYA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kebijakan dalam Sistem Pendidikan dari Bapak Dr. H. Wawan S. Arifien

Oleh : IROS ROSITA NIM. 82320809558 Kelas C. F

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS GALUH CIAMIS 2009

You might also like