You are on page 1of 67

KAJIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR

Dosen Pembimbing Elda, MKeb Kelompok IV : Syaflindawati Asmiamaryam Mila Syari Maya Fernanda Dielse Siti Khotimah Tuti Oktariani Rahmadona Fitriyanti Mega Ulfah Nuria Arma Fitri Yuli afni Amran

PROGRAM PASCASARJANA ILMU KEBIDANAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2012

BAB I PENDAHULUAN

Pasangan ibu dengan bayi baru lahir merupakan pasangan yang tidak dapat dipisahkan. Peningkatan kesehatan ibu akan meningkatkan hasil akhir yang diharapkan bagi bayi. Dengan meningkatnya kesehatan ibu maka dapat juga meningkatkan kesehatan bayinya. Dengan demikian maka pelyanan kesehatan neonatal hari dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. berbagai bentuk upaya pencegahan dan

penanggulangan dini terhadap terhadap factor factor yang memperlemah kondisi seorang ibu hamil perlu diprioritaskan, seperti gizi yang rendah, anemia, dekatnya jarak antara kehamilan dan buruknya hiegien. Disamping itu perlu dilakukan pula pembinaan kesehatan prenatal yang memadai dan penangulangan factor factor yang dapat menyebabkan kematian perinatal yaitu perdarahan, hipertensi, infeksi, kelahiran preterm/ bayi lahir rendah, asfiksia dan neonatorum. Penelitian telah menunjukkan bahwa lebih dari 50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan. Kurang baiknya penangan bayi baru lahir yang lahir sehat akan menyebabkan kelainan kelaianan yang dapat mengakibatkan cacat pada bahkan kematian. Misalnya penangan pada bayi yang mengalami hipotermi yang tidak benar akan menyebabkan cold stress yangselanjutnya dapat menyebabkan hipoksemia atau hipoglikemia dan

mengakibatkan kerusakan otak. Akibat selanjutnya adalah perdarhan ota, syok, beberapa bagian tubuh mengeras serta keterlambatan dalam tumbuh kembang.

Kurang baiknya pembersihan jalan nafas waktu lahir juga dapat menyebabkan masuknya cairan lambauanag ke dalam paru paru yang mengakibatkan kesulitan pernafasan. Kekurangan zat asam, dan juka tidak ditindaki dengan segera maka akan dapat menimbulkan perdarahan otak, kerusakan otak dan keterlambatan tumbuh kembang. Tak kurang penting adalah pencegahan terhadap infeksi yang dapat terjadi melalui tali pusat pada waktu pemotongan tali pusat, melalui mata, melalui telinga pada waktu persalinan atau pada waktu memandikan bayi dengan bahan yang kurang bersih. Pencegahan merupakan hal terbaik yang harus dilakukan dalam penanganan neonatal sehingga neonates sebagai individu yang harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterine dapat bertahan dengan baik karena periode neonatal merupakan periode yang paling kritis dalam fase pertumbuhan dan perkembangan bayi. Karena adanya penurunan pasokan aksigen yangintermiten selama kontraksi Rahim, kompresi yang diikuti dekompresi kepada dan dada, dan pemanjangan ektremitas, panggul dan tulang belakang selama persalinan, bayi bergerak keluar dari rahim ibu terhadap rangsangan cahaya, suara, udara dingin, gaya gravitasi dan taktil untuk pertama kalinya. Pada saat yang bersamaan bayi harus melakukan penyesuaian pada sistem pernafasan, sirkulasi dan pengaturan suhu tubuh. Adaptasi ini sangat penting bagi kesejahteraan bayi oleh karena itu penting untuk diketahui olah para tenaga kesehatan mengenai adaptasi fisiologis pada bayi baru lahir, terutama pada bidan yang selalu memberikan pelayanan kesehatan bagi ibu, bayi dan anak.

Ditinjau dari pertumbuhan dan perkembangan bayi, periode neonatal merupakan periode yang paling kritis. Pencegahan asfiksia, mempertahankan suhu tubuh bayi, terutama pada bayi berat lahir rendah, pemberian air susu ibu (ASI) dalam usahan menurunkan angka oleh karena diare, pencegahan terhadap infeksi, pemantauan kenaikan berat badan dan stimulasi psikologis merupakan tugas pokok bagi pemantauan kesehatan bayi dan anak. Neonates pada minggu minggu pertama sangat dipengaruhi olah kondisi ibu pada waktu hamil dan melahirkan. Manjemen yang baik pada waktu mash kandungan, selama persalinan, segera sesudah dilahirkan dna pemantauan pertumbuhan dna perkembangan selanjutnya akan menghasilkan bayi yang sehat.

BAB II PEMBAHASAN A. Fisiologis Neonatus Fisiologis neontus merupakan ilmu yang mempelajari fungsi dan proses vital neonatus. Neonatus adalah individu yang baru saja mengalami proses kelahiran dan menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterine ke kehidupan ektrauterine selain itu neonatus merupakan individu yang sedang berkembang yang memerlukan perhatian khusus untuk pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Karena adanya penurunan pasokan aksigen yang intermiten selama kontraksi Rahim, kompresi yang diikuti dekompresi kepala dan dada, dan pemanjangan ektremitas, panggul dan tulang belakang selama persalinan, bayi bergerak keluar dari rahim ibu terhadap rangsangan cahaya, suara, udara dingin, gaya gravitasi dan taktil untuk pertama kalinya. Pada saat yang bersamaan bayi harus melakukan penyesuaian pada sistem pernafasan, sirkulasi dan pengaturan suhu tubuh

B. Adaptasi Bayi Baru Lahir Terhadap Kehidupan di Luar uterus Pada saat lahir, bayi baru lahir akan mengalami masa yang paling dinamis dari seluruh siklus kehidupan. Bayi mengalami suatu proses perubahan dikenal sebagai periode transisi yaitu periode yang dimulai ketika bayi keluar dari tubuh ibu harus beradaptasi dari keadaan yang sangat bergantung menjadi mandiri secara fisiologis, selama beberapa minggu untuk sistem organ tertentu. Jadi adaptasi merupakan suatu penyesuaian bayi baru lahir dari dalam uterus ke luar uterus, prosesnya disebut periode transisi atau masa transisi. Secara

keseluruhan,

adaptasi

diluar

uterus

harus

merupakan

sebagai

proses

berkesinambungan yang terjadi selama keseluruhan. Maka pada setiap kelahiran, bidan harus memikirkan tentang faktor-faktor kehamilan atau persalinan yang dapat menyebabkan gangguan pada jam-jam pertama kehidupan diluar rahim seperti partus lama, trauma lahir, infeksi, keluar mekunium, penggunaan obat-obatan. Bidan mempunyai tanggung jawab terhadap ibu dan bayi baru lahir, tidak hanya melewati fase kehidupan dalam uterus menuju kehidupan luar uterus seaman mungkin, tetapi juga adaptasi fisik terhadap kehidupan luar uterus. Oleh karena itu bidan harus mengetahui bagaimana proses adaptasi bayi baru lahir, memfasilitasi proses adaptasi tersebut sehingga dapat melakukan tindakan-tindakan yang tepat untuk melahirkan bayi baru lahir yang sehat. Adapun beberapa proses adaptasi bayi baru lahir.

1. Penyesuaian Sistem Pernafasan Penyesuaian sistem pernfasan yang paling kritis dan segera terjadi yang dialami bayu baru lahir adalah sistem pernafasan. Udara harus diganti oleh cairan yang mengisi saluran pernfasan hingga sampai ke alveoli, Selama dalam uterus janin mendapat O2 dari pernafasan gas melalui plasenta. Setelah lahir, pertukaran gas harus melalui paru-paru bayi. Rangsangan untuk gerakan pernafasan pertama ialah : Tekanan metabolisme dan toraks sewaktu melalui jalan lahir Penurunan O2 dan kenaikan CO2 merangsang kemoreseptor yang terletak disinus karotis

Rangsangan dingin di daerah muka dan perubahan suhu didalam uterus (stimulasi sensorik)

Refleks deflasi Hering Breur, dimana pernafasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 30 menit pertama sesudah lahir.

Usaha bayi pertama kali untuk mempertahan tekanan alveoli, selain karena adanya surfaktan, juga karena adanya tarikan nafas dan pengeluaran nafas dengan merintih sehingga udara bisa tertahan didalam. Cara neonatus bernafas dengan cara bernafas difragmatik dan abdominal, sedangkan untuk frekuensi dan dalamnya bernafas belum teratur. Apabila surfaktan berkurang maka alveoli akan kolaps dan paru paru kaku, sehingga terjadi atelectasis. Dalam kondisi ini ( anoksia), neonates mash dapat mempertahankan hidupnya karena adanya kelanjutan metabolism enaaerobik.

2. Perubahan suhu tubuh Bayi baru lahir berada pada suhu yang lebih rendah dari suhu di dalam rahim ibu. Apabila bayi dibiarkan dalam suhu 25 0C, maka bayi akan kehilangan panas melalui konveksi, radiasi dan evaporasi sebanyak 200 kkal/kg BB/menit, sedangkan produksi panas yang dihasilkan tubuh bayi hanya 1/10 nya. Sehingga menyebabkan suhu tubuh turun, akibat suhu yang rendah metabolisme jaringan meningkat dan kebutuhan oksigen pun meningkat. Adapun mekanisme hilangnya panas pada bayi baru lahir : a. Radiasi

Radiasi yang terjadi pada bayi baru lahir yaitu panas yang hilang dari objek yang hangat (bayi) ke obyek yang dingin. Panas yang dipancarkan dari BBL keluar dari tubuhnya kelingkungan yang lebih dingin (pemindahan panas antara dua objek yang mempunyai suhu yang berbeda). Panas dapat hilang secara radiasi ke benda padat yang terdekat, misalnya jendela pada musim dingin, membiarkan BBL dalam ruangan AC tanpa diberikan pemanas atau membiarkan BBL dalam keadaan telanjang.

b. Konduksi Kehilangan panas langsung dari obyek yang panas ke obyek yang dingin. Perpindahan panas ini melalui benda-benda padat yang berkontrak dengan kulit bayi. Panas dihantarkan dari tubuh bayi ke benda sekitarnya yang kontak langsung dengan tubuh bayi. Sebagai contoh konduksi bias terjadi ketika menimbang bayi tanpa alas timbangan, memegang bayi saat tangan dingin dan menggunakan stetoskop dingi untuk pemeriksaan BBL.

c. Konveksi Kehilangan panas dari bayi ke udara sekelilingnya, panas hilang dari tubuh ke udara sekitarnya yang sedang bergerak (jumlah panas yang hilang bergantung pada kecepatan dan suhu udara). Sebagai contoh, konveksi dapat terjadi ketika membiarkan atau menempatkan BBL dekat jendela atau membiarkan BBL diruangan yang terpasang kipas angin.

d. Evaporasi Hilangnya panas melalui penguapan air pada kulit bayi yang basah. Panas hilang melalui proses penguapan yang bergantung pada kecepatan dan kelembaban udara ( perpindahan panas dengan cara mengubah cairan menjadi uap). Evaporasi ini dipengaruhi oleh jumlah panas yang dipakai, tingkat kelembaban udara dan aliran udara yang melewati. Klasifikasi Suhu Bayi dapat dilihat dibawah ini yaitu : 1) Suhu normal : 36,5 0C 37,5 0C

2) Hipotermi ringan : 36 < 36,5 0C 3) Hipotermi berat : < 32 0C

Kehilangan panas pada bayi dapat dicegah dengan : a. Keringkan bayi dengan segera dan seksama b. Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih yang kering dan hangat c. Tutup bagian kepala dengan topi atau kain yang kering d. Anjurkan ibu untuk memeluk atau menyusui bayinya dengan segera e. Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir f. Tempatkan bayi dilingkungan yang hangat.

3. Peredaran Darah Pada masa fetus, peredaran darah dimulai dari plasenta melalui vena umbilikalis lalu sebagian kehati dan sebagian lainnya langsung ke serambi kiri jantung,

kemudian ke bilik kiri jantung. Dari bilik kiri darah dipompa melalui aorta keseluruh tubuh, sedangkan yang dari bilik kanan darah dipompa sebagian ke paru dan sebagian melalui duktus arteriosus ke aorta. Setelah bayi lahir, paru akan berkembang yang akan mengakibatkan terkanan arteriol dalam paru menurun yang diikuti dengan menurunnya tekanan pada jantung kanan. Kondisi ini menyebabkan tekanna jantung kiri lebih besar dibandingkan dengan tekanan jantung kanan, dan hal tersebutlah yang membuat foramen ovale secara fungsional menutup. Hal ini terjadi pada jam jam pertama setelah kelahiran. Oleh karena tekanan dalam paru turun dan tekanan dalam aorta desenden naik dan juga karena rangsangan biokimia (PaO yang naik ) serta duktus arterious yang berobliterasi. Hal ini terjadi pada hari pertama. Aliran darah paru pada hari pertama kehidupan adalah 4-5 liter per menit. Aliran darah sistolik pada hari pertama rendah yaitu 1,96 l/menit/m2 dan bertmabah pada hari kedua dan ketiga karena penutupan duktus arteriuos. Tekanan darah pada waktu lahir dipengaruhi oleh jumlah darah yang melalui tranfusi plasenta yang pada jam jam pertama sedikit menurun, untuk kemudian naik lagi dan menjadi konstatn kira kira 85/40 mmHg. Dengan perkembangan paru mengakibatkan tekanan O 2 naik dan tekanan CO2 menurun, sehingga menurunkan resistensi pembuluh darah paru sehingga aliran darah meningkat. Hal ini menyebabkan darah dari arteri pulmonalis mengalir ke paruparu dan duetus arteriosus menutup. Dengan menciutnya arteri dan vena umbilicalis kemudian tali pusat dipotong aliran darah dari plasenta melalui vena cava inferior dan

foramen oval atrium kiri terhenti. Sirkulasi janin sekarang berubah menjadi sirkulasi bayi yang hidup di luar badan ibu.

4. Metabolisme Luas permukaan tubuh neonates relative lebih luasdari tubuh orang dewasa,, sehingga metabolism basal per Kg berat bdan akan lebih besar, oleh karena itulah, BBL harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru sehingga energy dapat diperoleh dari metabolism karbohidrat dan lemak. Pada jam jam pertama kehidupan, energy didapatkan dari perubahan karbohidrat, pada hari kedua energy berasal dari pembakaran lemak. Setealah mendapatkan susu, sekitar di hari keenam enegi diperoleh dari lemak dan karbohidrat yang masing masing sebesar 60 dan 40%.

5. Keseimbangan Air dan Fungsi Ginjal Tubuh BBL mengandung relative banyak air. Kadar natrium juga lebih besar dibandingkan dengna kalium karena ruangan ekstraseluler yang luas, yang mana fungsi ginjal belum sempurna yaitu karena jumlah nefron masih belum sebanyak orang dewasa, ketidakseimbangan luas permukaan glomerulus dan volume tubulus proksimal serta renal blood flow relative kurang bila dibadingkan dengan orang dewasa. Ginjal bayi baru lahir memperlihatkan penurunan aliran darah dan ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerolus. Hal ini dapat menimbulkan dengan mudah retensi cairan dan intoksikasi air. Fungsi tubulus masih belum matang, yang dapat menyebabkan kehilangan natrium dalam jumlah besar dan ketidakseimbangan

elektrolit lain. Bayi baru lahir tidak mampu melakukan pemekatan (konsentrasi) urin, yang mencerminkan pada berat jenis urin yang rendah. Bayi baru lahir mengekresi sejumlah kecil urin pada 48 jam pertama kehidupan, sering kali hanya sebanyak 30 60 ml. Protein atau darah tidak boleh terdapat di dalam urin bayi baru lahir. Bidan harus senantiasa ingat bahwa masa abdomen yang ditemukan pada pemeriksaan fisik acapkali sebenarnya ginjal dan bisa jadi sebuah tumor, pembesaran atau penyimpangan pertumbuhan ginjal.

6. Glukosa Sebelum dilahirkan kadar darah janin berkisar 60 hingga 70 % dari kadar darah ibu. Dalam persiapan untuk kehidupan luar rahim seorang janin yang sehat mencadangkan glukosa sebagai glikogen terutama di dalam hati. Sebagian

penyimpangan glikogen berlangsung pada trimester III. Pada saat tali pusat diklem, bayi baru lahir harus mendapat cara untuk mempertahankan glukosa yang sangat diperlukan untuk fungsi otak neonatus. Pada setiap bayi baru lahir, glukosa darah menurun dalam waktu singkat (1 hingga 2 jam kelahiran). Bayi baru lahir yang sehat hendaknya didorong untuk sesegera mungkin mendapatkan ASI setelah dilahirkan. Seorang bayi yang mengalami stress berat pada saat kelahiran seperti hipotermia mengakibatkan hipoksia mungkin

menggunakan simpanan glikogen dalam jumlah banyak pada jamjam pertama kelahiran.

7. Perubahan Darah

Pada waktu dilahirkan bayi baru lahir mempunyai nilai hemoglobin. Kadar hemoglobin normal berkisar 11,7 hingga 20,0 g /dl. Haemoglobin janin mempunyai daya ikat terhadap oksigen yang sangat tinggi. Nilainilai haemoglobin awal bayi baru lahir sangat dipengaruhi oleh saat pemasangan klem tali pusat dan posisi bayi baru lahir segera setelah dilahirkan. Penempatan bayi baru lahir dibawah perut ibu dapat menyebabkan transfusi plasenta sebesar 15 sampai 30 % lebih besar dari volume darah. Efek samping transfusi plasenta yaitu : gangguan pernapasan,

peningkatan tekanan darah. Jadi jika bayi tidak diletakkan diatas perut ibu, maka tali pusat harus segera di klem. walaupun aliran darah bisa mengalir balik dari bayi ke plasenta, keadaan ini tidak biasa karena arteri umbilikus (yang membawa darah dari janin kembali ke plasenta) mengalami spasme dengan cepat pada temperatur lingkungan kamar bersalin. Jika terjadi arus balik, bayi baru lahir dapat mengalami hipovolemia berat. Sel darah merah bayi baru lahir mempunyai rentang waktu hidup (lifespan) ratarata 80 hari (dibandingkan dengan umur hidup eritrosit dewasa selama 120 hari). Perputaran hidup sel yang cepat ini menghasilkan lebih banyak dampak pemecahan sel, termasuk bilirubin yang harus di metabolisme. Kelebihan bilirubin ini berperan pada ikterus fisiologis yang terlihat pada bayi baru lahir.

8. Perubahan Sistem Gastrointestinal. Sistem gastrointestinal pada bayi baru lahir cukup bulan relatif sudah matang. Sebelum lahir, janin cukup bulan melakukan hisapan dan tindakan menelan. Reflek muntah dan batuk yang sudah sempurna tetap utuh pada saat lahir. Mekonium

kendati steril, mengandung kotoran cairan amnion, yang menegaskan bahwa janin telah menelan cairan amnion dan bahwa cairan tersebut telah melewati saluran gastrointestinal. Kemampuan bayi baru lahir cukup bulan untuk menelan dan mencerna makanan masih terbatas, banyak keterbatasan ini berkaitan dengan beragamnya enzim pencernaan dan hormon yang terdapat pada semua bagian saluran gastrointerstinal dari mulut hingga intestin. Bayi baru lahir kurang mampu untuk mencerna protein dan lemak dibandingkan dengan orang dewasa. Penyerapan karbohidrat relatif efisien tetapi masih tetap dibawah kemampuan orang dewasa. Kemampuan bayi baru lahir yang efisien terutama dalam penyerapan glukosa, asalkan jumlah glukosa tidak terlalu besar. Selama masa bayi dini, bayi baru lahir masih memilki lapisan epitel intestin yang bersifat tidak tembus antigen. Sebelum usus menutup, bayi masih rentan terhadap infeksi bakteri / virus dan juga terhadap rangsangan alergen melalui penyerapan intestin molekulmolekul besar. Pemberian ASI mendorong penutupan usus karena ASI sejumlah besar IgA sekresi dan merangsang profliferasi enzim enzim intestin.

9. Perubahan Sistem Imunitas a. Imunitas Alami Sel sel tubuh memberikan fungsi imunitas yang terdapat pada saat lahir guna membantu bayi baru lahir membunuh mikroorganisme asing. Tiga sel yang berfungsi dalam fagositosis (menelan dan membunuh) mikroorganisme yang menyerang tubuh ketiga sel darah ini adalah :

1). Neutrofil polimorfomuklear. 2). Monosit. 3). Makrofag.

Sedangkan selsel yang lain disebut sel pembunuh alami (natural killer). Akhirnya neotrofil polimorfonuklear akan menjadi fagosit primer dalam pertahanan penjamu (host), tetapi pada neonatus neutrofil polimorfonuklear ini mengalami gangguan baik pada kemampuan untuk bergerak pada arah yang benar dan dalam kemampuannya untuk melekat pada suatu tempattempat kelemahan utama peradangan. sistem Kekurangan fungsi ini

menyebabkan

imunitas

neonatus,

ketidak

mampuannya mencari dan membatasi lokasi infeksi.

b. Imunitas Dapatan Neonatus dilahirkan dengan imunitas pasif terhadap virus yang berasal dari ibunya, janin mendapatkan imunitas ini melalui berbagai IgG yang melintas melalui transplasenta. Neonatus tidak memiliki imunitas pasif terhadap penyakit. Dengan adanya defisiensi kekebalan alami dan dapatan, bayi baru lahir rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu pencegahan terhadap mikroba seperti praktek persalinan yang aman dan menyusui ASI dini serta deteksi dini terhadap penyakit infeksi perlu dilakukan.

C. Asuhan dan Perawatan yang diberikan Pada Bayi Baru Lahir Asuhan segera bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan pada bayi tersebut selama jam pertama setelah kelahiran sebagian besar bayi baru lahir akan menunjukkan usaha napas pernapasan spontan dengan sedikit bantuan atau gangguan. Jadi asuhan pada bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan pada bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan intra uteri kekehidupan ekstra uteri hingga mencapai usia 37-42 minggu dan dengan berat 2.500-4.000 gram.

1. Inisiasi Munyusui Dini (IMD) Berdasarkan evidence based yang up to date, upaya untuk peningkatan sumber daya manusia antara lain dengan jalan memberikan ASI sedini mungkin (IMD) yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesehatan dan gizi bayi baru lahir yang akhirnya bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB). Inisiasi Menyusui Dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, di mana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak disodorkan ke puting susu). Pada prinsipnya IMD merupakan kontak langsung antara kulit ibu dan kulit bayi, yaitu bayi ditengkurapkan di dada atau di perut ibu segera mungkin setelah seluruh badan dikeringkan (bukan dimandikan), kecuali pada telapak tangannya. Kedua telapak tangan bayi dibiarkan tetap terkena air ketuban karena bau dan rasa cairan ketuban ini sama dengan bau yang dikeluarkan payudara ibu, dengan demikian ini menuntun bayi untuk menemukan puting. Lemak (verniks) yang menyamankan kulit

bayi sebaiknya dibiarkan tetap menempel. Kontak antar kulit ini bisa dilakukan sekitar satu jam sampai bayi selesai menyusu. Selain mendekatkan ikatan kasih sayang (bonding) antara ibu dan bayi pada jam-jam pertama kehidupannya, Bayi yang melekat pada kulit ibu akan bayi memperoleh transfer antibodi dari ibu karena colostrum yang mengandung antibodi dalam jumlah tinggi akan melapisi seluruh permukaan kulit dan saluran pencernaan bayi dan diserap oleh bayi sehingga bayi akan mempunyai kekebalan yang tinggi. Antibodi ini disebut immunoglobulin A(Ig A) atau serum globulin yang berfungsi untuk melindungi tubuh lewat proses kekebalan, antibodi ini akan ada dalam Asi ibu dimana antibodi merupakan organisme yang tersusun dari protein sedangkan protein dicerna dalam lambung manusia karena itu normalnya bayi yang menyusu pada ibunya akan mencerna antibodi ini dalam lambungnya sehingga tidak lagi terlindung dari mikroba. Akan tetapi lambung bayi yang baru lahir diciptakan sedemikian rupa untuk tidak mencerna dan

menghancurkan antibodi ini, maka antibodi yang sangat penting untuk hidup itu tidak dicerna dan akan melindungi bayi yang baru lahir dari musuhnya, antibodi yang tidak dapat dihancurkan lambung ini dapat diserap oleh usus secara utuh. IMD juga berfungsi menstimulasi hormon oksitosin yang dapat membuat rahim ibu berkontraksi dalam proses pengecilan rahim kembali ke ukuran semula. Proses ini juga membantu pengeluaran plasenta, mengurangi perdarahan, merangsang hormon lain yang dapat meningkatkan ambang nyeri, membuat perasaan lebih rileks, bahagia, serta lebih mencintai bayi.

Tatalaksana inisiasi menyusu dini: a. Inisiasi dini sangat membutuhkan kesabaran dari sang ibu, dan rasa percaya diri yang tinggi dan membutuhkan dukungan yang kuat dari sang suami dan keluarga, jadi akan membantu ibu apabila saat inisiasi menyusu dini suami atau keluarga mendampinginya. b. Obat-obatan kimiawi, seperti pijat, aroma therapi, bergerak, hypnobirthing dan lain sebagainya coba untuk dihindari. c. Ibulah yang menentukan posisi melahirkan, karena dia yang akan menjalaninya. d. Setelah bayi dilahirkan, secepat mungkin keringkan bayi tanpa menghilangkan vernix yang menyamankan kulit bayi. e. Tengkurapkan bayi di dada ibu atau perut ibu dengan skin to skin contact, selimuti keduanya dan andai memungkinkan dan dianggap perlu beri si bayi topi. f. Biarkan bayi mencari puting ibu sendiri. Ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan lembut dengan tidak memaksakan bayi ke puting ibunya. g. Dukung dan bantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau perilaku bayi sebelum menyusu (pre-feeding) yang dapat berlangsung beberapa menit atau satu jam bahkan lebih, diantaranya: Istirahat sebentar dalam keadaan siaga, menyesuaikan dengan

lingkungan. Memasukan tangan ke mulut, gerakan mengisap, atau mengelurkan suara. Bergerak ke arah payudara.

Daerah areola biasanya yang menjadi sasaran. Menyentuh puting susu dengan tangannya. Menemukan puting susu, reflek mencari puting (rooting) melekat dengan mulut terbuka lebar.

Biarkan bayi dalam posisi skin to skin contact sampai proses menyusu pertama selesai.

Bagi ibu-ibu yang melahirkan dengan tindakan seperti oprasi, berikan kesempatan skin to skin contact.

Bayi baru dipisahkan dari ibu untuk ditimbang dan diukur setelah menyusu awal. Tunda prosedur yang invasif seperti suntikan vit K dan menetes mata bayi.

Dengan rawat gabung, ibu akan mudah merespon bayi. Andaikan bayi dipisahkan dari ibunya, yang terjadi kemudian ibu tidak bisa merespon bayinya dengan cepat sehingga mempunyai potensi untuk diberikan susu formula, jadi akan lebih membantu apabila bayi tetapi bersama ibunya selama 24 jam dan selalu hindari makanan atau minuman pre-laktal.

Setelah pemberian Inisiasi Menyusu Dini (IMD), selanjutnya bayi diberikan ASI secara eksklusif. Yang dimaksud dengan pemberian ASI secara eksklusif di sini adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur 0 - 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, baru ia mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat terus diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau lebih. ASI eksklusif sangat penting untuk peningkatan SDM di masa yang

akan datang, terutama dari segi kecukupan gizi sejak dini. Memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan akan menjamin tercapainya pengembangan potensial kecerdasan anak secara optimal. Hal ini karena ASI merupakan nutrien yang ideal dengan komposisi yang tepat serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi. 2. Perawatan Pada Bayi Baru Lahir Kebersihan Kulit Bayi Saat lahir, bayi mengalami transisi dari lingkungan berair ke lingkungan kering di luar uterus. Seorang ibu sering menghadapi nasehat atau informasi yang berbeda tentang cara terbaik untuk merawat kulit bayi. Bagaimanapun, perawatan kulit yang efektif harus didasarkan pada pengertian yang baik mengenai fisiologi dan fungsi kulit dan penelitian berbasis bukti yang terkait perawatan kulit bayi. Karena bayi sering diperlakukan berbeda dari orang dewasa, sehingga kulit bayi mungkin menjadi terlalu hangat, terlalu lembab, atau bahkan terlalu kering, terlalu kotor karena feses, urin dan bacteria dan terlalu sering terekspos oleh iritasi, sehingga banyak masalah kulit pada bayi yang tidak ditemukan pada orang dewasa. Kulit merupakan organ terluas pada tubuh dan proses komplek perkembangannya dimulai pada 7 hari pasca konsepsi. Pada bayi cukup bulan, lapisan terluar kulit (stratum corneum) terdiri dari 10-20 lapisan kulit mikroskopis dan tebalnya sekitar 50 % tebal kulit orang dewasa. Walaupun stratum corneum pada bayi sudah terbentuk baik, namun tidak akan matang sampai usia sekitar 12 bulan.

Fungsi

stratum

corneum

adalah

sebagai

perlindungan

terhadap

mikroorganisme, termoregulasi, keseimbangan cairan dan elektrolit dan sintesis vitamin D. Kulit juga merupakan daerah sensitivitas tinggi yang menyediakan stimulasi taktil yang memfasilitasi kedekatan ibu dan bayi. Salah satu peran terpenting kulit bayi adalah sebagai barier. Kulit harus melindungi tubuh dari kehilangan cairan dari dalam tubuh dan melindungi tubuh dari substansi berbahaya dan mikroba dari luar tubuh. Pada`kehamilan trimester III kulit bayi dilindungi oleh verniks kaseosa sebagai perlindungan dari bakteri dan cairan amnion. Verniks yang kaya lemak merupakan penjaga kelembaban alami, pembersih kulit, dan memiliki zat penyembuh luka, anti infeksi dan anti jamur. Untuk itu, penting

bahwa verniks tidak dihilangkan saat lahir. WHO juga merekomendasikan bayi tidak dimandikan setidaknya selama 6 jam untuk perlindungan optimal. Hal ini sangat penting untuk bayi premature dimana stratum corneumnya 50% lebih tipis dibanding bayi yang cukup bulan. Setelah lahir, kulit bayi harus beradaptasi terhadap kondisi ekstrauterin dan harus membuat perubahan yang cepat dari kondisi alkalis menjadi pH>6, 43 saat lahir dan membentuk lapisan asam dengan berkurang menjadi pH sekitar 4,95

beberapa hari setelah lahir. Perbedaan mendasar antara kulit bayi dan kulit dewasa adalah bahwa kulit bayi, karena lebih tipis akan mudah terjadi iritasi dan reaksi alergi. Kurangnya elastisitas juga membuat kulit bayi lebih mudah rusak. Karakteristik kulit bayi yang biasanya mengandung lipatan-lipatan kulit dan kerut yang dalam dapat menjadi sebab kelebihan kelembaban dan menjadi sarang mikroba yang menyebabkan ruam dan dermatitis. Kelebihan kelembaban juga terjadi ketika menggunakan popok yang menyebabkan kulit menjadi terlalu lembab. Kulit yang terlalu lembab lebih memungkinkan untuk mendapatkan kerusakan abrasi sebagai akibat memiliki koefisien yang lebih tinggi terhadap gesekan kulit dibandingkan kulit yang kering. Selain itu, kulit yang terlalu lembab lebih permeable dibandingkan kulit kering dan memungkinkan penetrasi bahan- bahan iritan yang berbahaya di lingkungan sekitar popok. Hal ini menjadi suatu keharusan untuk memeberikan perlindungan dari iritan eksternal dan untuk mencegah kekeringan kulit yang menjadi factor penting dalam

perawatan kulit bayi. Iritan eksternal umum antara lain urin dan feses di daerah popok dan produk sisa dari proliferasi mikroba di lipatan-lipatan kulit. Beberapa tahun yang lalu, ruam popok dipercaya disebabkan oleh ammonia yang dihasilkan oleh enzim urease bakteri. Namun sekarang dipertimbangkan bahwa enzim fecal seperti lipase dan protease dari saluran reproduksi menyerang dan mengerosi permukaan kulit sehingga menyebabkan ruam popok. Kehilangan kelembaban kulit memicu kekeringan dan kulit pecah-pecah. Kulit yang pecah melemahkan barier epidermis dan menyebabkan kulit lebih mudah teriritasi serta permeable terbadap bahan kimia. Jika kandungan air pada stratum corneum kulit turun hingga di bawah 10 %, lapisan tersebut menjadi retak dan mudah pecah memicu terjadinya inflamasi yang dapat mempengaruhi maturitas sel dan jika kerusakan membran cukup parah kehilangan fungsi sel mungkin akan terjadi. Ketika epidermis basal teriritasi oleh bahan kimia, pergantian sel-sel tidak akan mampu menahan air secara normal. Keadaan ini adalah karakteristik dari aktopik eksema.

Praktik Perawatan Kulit Bayi Terkini Kebanyakan ibu si bayi menerima saran dalam perawatan kulit bayi dari ibu, teman, artikel majalah, buku perawatan bayi dan dari petugas kesehatan. Memastikan kerusakan minimal terhadap barier kulit sangatlah vital. Berdasarkan studi mendalam oleh AWHONN ( Association of Womens Health, Obstetric and Neonatal Nurses ) di Amerika (Kuller et al, 2001) ada beberapa rekomendasi yang diberikan terkait kebersihan kulit bayi :

1. untuk mandi rutin, sabun mandi harian tidak dianjurkan. Pilih sabun batang maupun cairan pembersih yang lembut yang memiliki pH netral. Untuk bayi baru lahir dengan usia gestasi kurang dari 32 minggu, mandikan dengan air saja selama minggu pertama kehidupan. 2. Untuk perawatan tali pusat segera, bersihkan permukaan kulit sekitar tali pusat sesuai kebutuhan dengan pembersih yang digunakan untuk mandi awal dan mandi rutin. Jika pembersih diperlukan, gunakan sabun lembut dengan pH netral. Jika tali pusat kotor oleh feses, bersihkan dengan air. 3. Penggunaan pelembab berbasis petroleum direkomendasikan pada bayi usia 2428 jam atau jika dibutuhkan. Pada gejala awal kekeringan berikan tiap 12 jam atau sesuai kebutuhan 4. Pencegahan dan perawatan ruam popok dengan mengganti popok secara berkala dan menggunakan pelembab berbasis petroleum atau barier yang menggandung Zinc Oxide untuk mempertahankan lingkungan kulit yang optimal.

The National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) tahun 2006 merekomendasikan untuk menggunakan air saja saat memandikan bayi karena dinilai lebih organic dan lebih aman. Namun memandikan bayi dengan air saja telah ditemukan bisa menaikkan sementara pH permukaan kulit (Sherill, 2011) dan lebih jauh lagi, air pipa dengan kandungan mineral tinggi tidak efektif untuk membersihkan kulit dan bisa menjadi iritan.

Review terkini dari clinical evidence for best practice (Blume-Peytavi et al, 2009) membuktikan bahwa memandikan bayi dengan menggunakan pembersih kulit dengan pH 5,5 lebih efektif dalam mencegah kehilangan air dan mempertahankan barier lemak kulit dibandingkan dengan memandikan bayi menggunakan air saja. Sebagai tambahan penggunaan sabun pembersih dan air, beberapa cream, lotion, baby oil dan gel dipasarkan untuk digunakan pada bayi. Penggunaan langsung produk tersebut ke kulit, dibandingkan dimasukkan ke air mandi mungkin lebih potensial merusak barier kulit. Aplikasi topical berbentuk krim, minyak dan produk lain dapat dengan mudah diserap ke dalam stratum corneum bayi yang tipis. Risiko yang timbul mencakup toksisitas dan kerusakan kulit. Artikel yang ditulis oleh Kim Hughes dalam British Journal of Midwifery tahun 2011, merekomendasikan beberapa saran dan juga merujuk pada rekomendasi WHO dalam perawatan kulit bayi antara lain : 1. Eksplorasi pandangan orangtua tentang perawatan kulit bayi 2. Demonstrasikan dan dukung orangtua untuk melakukan prosedur kebersihan bayi 3. Verniks merupakan barier pelindung dan sebaiknya tidak dihilangkan saat lahir 4. Memandikan bayi baru lahir sebaiknya ditunda setidaknya 6 jam sestelah lahir 5. Mandikan bayi 3 kali seminggu dan bersihkan kepala dan bokong setiap hari 6. Pembersih dan pelembab kulit, jika digunakan haruslah lembut dan pH netral 7. Sabun sebaiknya dihindarkan karena mengganggu barier lemak kulit 8. Selapis tipis Zinc atau paraffin putih lembut di wilayah popok akan melindungi dari iritasi dan kulit tertalu lembab

9. Tisu atau semprotan alcohol sebaiknya tidak digunakan pada tali pusat karena mengganggu proses pelepasan tali pusat. Jagalah tali pusat bersih dan kering 10. Hindari menggosok kulit dengan waslap atau spons 11. Minyak sayuran (vegetable oil) dapat digunakan namun tidak sering pada kulit yang terkelupas. Namun minyak yang berbasis kacang, mineral dan minyak yang mengandung parfum dan pewarna harus dihindari 12. Hindari menggunakan tisu bayi pada bulan pertama. Namun jika orang tua tetap ingin menggunakan, pastikan mereka memilih tisu bayi yang lembut dan bebas alcohol dan parfum 13. Pakaian bayi, popok kain dan selimut harus dicuci dengan serbuk pencuci non biologis. Pelembut pakaian, jika digunakan harus bebas dari parfum atau pewarna. a. Kebersihan Tali Pusat Bayi Talipusat merupakan jaringan yang unik, terdiri dari 2 arteri dan 1 vena dan dilindungi jaringan penghubung mukoid yang disebut Whartons Jelly dan selapis tipis membran mucus. Selama kehamilan, plasenta menyediakan semua kebutuhan janin untuk pertumbuhan dan membuang produk sisa. Darah mengalir melalui tali pusat membawa nutrisi dan oksigen ke janin dan membawa kembali karbondioksida dan sisa metabolic. Setelah lahir, sampai plasenta terlepas dan tali pusat masih berdenyut, sejumlah kecil darah masih diteruskan dari plasenta ke bayi baru lahir. Jumlah yang dialirkan tersebut tergantung kapan talipusat dipotong. Saat tali pusat dipotong,

pembuluh darah tali pusat mengalami kontriksi namun belum mengalami obliterasi. Karena itulah tali pusat harus diikat atau diklem erat untuk menjaga pembuluh darah tertutup dan mencegah perdarahan. Untuk memisahkan bayi dari plasenta, tali pusat harus dipotong. Instrumen yang digunakan haruslah steril untuk menghindari infeksi. Setelah tali pusat dipotong, sisa tali pusat pada bayi kehilangan suplai darah, kemudian mulai mengering dan menghitam. Proses pengeringan dan pemisahan tunggul tali pusat ini difasilitasi oleh paparan udara. Jaringan nekrosis dari tunggul tali pusat dapat menjadi media yang sempurna bagi pertumbuhan bacteria, khususnya bila tunggul tali pusat dibiarkan tetap lembab dan substansi yang tidak bersih diberikan. Pembuluh darah masih tetap paten sampai beberapa hari setelah lahir dan memberi akses langsung ke aliran darah. Untuk itu tali pusat menjadi sumber umum untuk masuknya infeksi sistemik pada bayi baru lahir. Menjaga tali pusat bersih dan kering sangat penting untuk mencegah infeksi Bayi tidak memiliki flora pelindung saat lahir. Flora kulit normal baru akan diperoleh dalam 24jam. Tali pusat dikolonisasi oleh bacteria dari sumber lingkungan seperti vagina ibu, flora kulit ibu dan tangan perawat. Di rumah sakit, stapilokokkus aureus merupakan kolonisasi bakteri umum yang kebanyakan diperoleh dari tangan perawat. Sekali terkolonisasi, tali pusat bertindak sebagai reservoir bagi bacteria dan dapat menyebabkan infeksi silang.

Jika bayi dirawat bersama ibunya (rooming in) bakteri yang mengkolonisasi bayi sebagian besar berasal dari flora kulit normal ibunya dan umumnya non patogenik. Hal ini tidak terjadi pada bayi yang tidak di rooming in. Pelepasan tali pusat umumnya terjadi antara 5 hingga 15 hari setelah lahir. Factor- factor yang menunda pelepasan tersebut antara lain pemberian antiseptic di tali pusat, infeksi dan operasi Caesar. Setelah tali pusat terlepas, tali pusat masih melepaskan sejumlah kecil material mukoid sampai sembuh sepenuhnya dan selama proses tersebut tali pusat masih berpeluang terhadap infeksi, walaupun tidak separah pada hari-hari pertama setelah lahir. Infeksi dapat menunda penyembuhan, menyebabkan tali pusat tetap lembab untuk waktu yang lebih lama.

Praktek Perawatan Tali Pusat Praktek Tradisional Di berbagai budaya di dunia, praktek perawatan tali pusat bervariasi dari segi waktu pemotongan tali pusat, alat yang digunakan untuk pemotongan tali pusat, bahan yang di bubuhkan pada tali pusat, panjang tali pusat yang disisakan, bahan pengikat tali pusat dan sebagainya. Beberapa praktek ini bermanfaat,sehingga bisa dipromosikan namun ada juga yang merugikan. Berikut praktek tradisional perawatan tali pusat di berbagai budaya :

Table 1. Examples of beneficial, harmless and harmful traditional cord care practices PROCEDURE BENEFICIAL PRACTICES HARMLESS PRACTICES (OR UNKNOWN EFFECT) HARMFUL PRACTICES

Timing of cord cutting

Cutting cord after pulsations stop (most cultures)

Milking cord if the baby is asphyxiated (Asia, Africa)

Ties

Using new cotton thread (Nepal)

Using unsterile string or thread, reeds, roots (Sudan), chewed bark fibres (Zimbabwe); Not tying the cord

Cutting instrument

Passing knife or scissors through flame (Mexico, Guatemala, Papua New Guinea)

Using unclean tools (e.g. scissors, knife, sickle, stones)

Length of cord stump

Cord is left long (Asia, Africa, Latin America)

Cord is cut very short (Uganda)

Dressing on cord stump

Applying expressed breast milk (KwaZuluNatal, Kenya)

Applying ashes, herbs, animal dung, mud, oil, ghee (India); Binding of abdomen (Latin America, Asia)

Praktek Medis Praktek medis terkini, mencuci tangan sebelum perawatan tali pusat, mengikat

tali pusat dengan pengikat steril dan memotong tali pusat dengan gunting atau pisau steril merupakan hal mendasar terhadap prinsip teknik aseptic. Hal tersebut mengurangi kejadian omphalitis, tetanus neonatorum dan sepsis. Namun beberapa kebijakan rumah sakit untuk memisahkan perawatan ibu dan bayi untuk fasilitasi asuhan memberi efek berlawanan. Sejak diterapkan, kebijakan tersebut meningkatkan resiko infeksi nasokomial dan resiko penularan sesama bayi. Pemberian profilaksis rutin agen antimikroba pada tali pusat terkadang berhasil mencegah kolonisasi satu jenis organisme, namun kadang menyebabkan kolonisasi jenis mikroba lain atau yang lebih tinggi patogenitasnya.

Beberapa antimicrobial topical sudah banyak diterapkan dalam praktek medis untuk mencegah kolonisasi mikroba pada tali pusat antara lain: Alkohol Alkohol 70 % (mis. ethanol atau isopropanol) secara cepat membunuh bacteria dalam 2 menit membiarkan area yang diusap tetap lembab. Namun, bila alcohol diusapkan dan dibiarkan menguap, tidak lebih dari 75 % pengurangan flora bakteri yang bisa diharapkan. Alkohol di beberapa studi rumah sakit telah terbukti kurang efektif mengontrol kolonisasi bakteri di tali pusat dan infeksi kulit dibandingkan antimicrobial lainnya. Alkohol juga terbukti menunda pelepasan tali pusat. Secara teoritis alcohol memiliki efek pengering, namun observasi klinis menunjukkan bahwa membersihkan tali pusat dengan alcohol walaupun sekali mempertahankan kelembutan dan kelembaban tali pusat. Chlorhexidine

Chlorhexidine merupakan bakterisid yang cepat bagi bakteri gram negatif dan gram positif, meskipun beberapa bakteri ada yang resisten (pseudomonas dan proteus). Memiliki daya kerja lama dan rendah toksisitas dan efektif terhadap kehadiran sabun, darah dan pus, walaupun aktivitasnya mungkin berkurang. Chlorhexidine dalam 4 % hibiscrub lebih efektif daripada alcohol atau 10 % iodosan dalam mengontrol kolonisasi stapilokokkus dan streptokokkus pada tali pusat dan infeksi kulit, tapi dikaitkan dengan pelepasan tali pusat yang lebih lama. Dengan demikian disarankan penggunaan chlorhexidine dibatasi pada hari-hari pertama di rumah sakit dan tidak dilanjutkan oleh ibu setelah keluar dari rumah sakit

Hexachlorophene

Hexachlorophene dulu digunakan dalam perawatan rumah sakit untuk memandikan bayi baru lahir untuk mengontrol kolonisasi stapilokokkus. Sekarang tidak direkomendasikan untuk digunakan lagi karena dapat meresap ke dalam kulit bayi dan menyebabkan reaksi neurotoksik.

Iodine Tincture Iodine tincture terdiri dari sekitar 2 % iodine dan 2,4 sodium iodine terlarut

dalam 50 % ethanol. Iodine merupakan bakterisid, sporisid, cystisid dan virusid. Pengaruhnya termasuk pada bakteri gram positif dan gram negatif dan daya kerjanya bertahan beberapa jam walaupun apusan iodine telah dihilangkan setelah 15 menit. Iodin juga rendah toksisitas terhadap jaringan. Iodine tincture telah digunakan secara luas untuk perawatan tali pusat, namun tidak ada evaluasi sistematik terhadap efektifitasnya yang ditemukan. Iodophore Agent (Povidon-iodine/ betadin) Pada konsentrasi 10%, povidone-iodine adalah bakterisid terhadap bacteria gram positif dan kebanyakan bakteri gram negatif, memiliki aktifitas fungisid dan virusid tapi tidak aktif terhadap spora. Solusi berbasis airnya dapat digunakan pada membran mukosa. Sebuah studi oleh Gladstone IM et al tahun 1988 yang meneliti 6 rejimen yang digunakan dalam perawatan tali pusat menunjukkan povidone iodine efektif dalam mengontrol kolonisasi bakteri tali pusat pada perawatan di rumah sakit dan dikaitkan

dengan waktu pelepasan tali pusat yang lebih pendek. Namun, beberapa studi menunjukkan hal sebaliknya. Iodine yang diserap melalui kulit dan digunakan untuk perawatan tali pusat telah dikaitkan dengan peningkatan angka hipotiroidisme transisi, mempengaruhi program deteksi hipotiroidisme congenital. Tes fungsi tiroid kembali normal secara cepat setelah perawatan menggunakan iodine dihentikan. (Arena et al, 1985 dan Francis et a,1983). Praktik perawatan tali pusat secara medis terkini kadang berlebihan berdasarkan riset dari perawatan rumah sakit di negara berkembang. Beberapa praktek ini, misalnya penjepitan tali pusat dini pada manajemen aktif kala III atau mengusapkan antiseptic ke talipusat mungkin tidak bisa diterapkan di negara berkembang dimana kebanyakan persalinan berlangsung di rumah dengan sumber daya terbatas. Masih belum ada jawaban komplit terhadap apa yang terbaik untuk asuhan tali pusat. Masih dibutuhkan lebih banyak penelitian tentang perawatan tali pusat, khususnya pada situasi dengan sumberdaya terbatas.

Rekomendasi Untuk Perawatan Tali Pusat Ada banyak variasi paraktek perawatan tali pusat saat persalinan hingga lepasnya tali pusat pada bayi setelah lahir. Beberapa praktik jelas sangat berbahaya dan harus dihilangkan atau diganti dengan alternative yang lebih aman dan beberapa praktik ada yang menguntungkan dan harus dipromosikan.

Di negara-negara berkembang, beberapa praktik tradisional dan kondisi lingkungan yang tidak bersih meningkatkan resiko tetanus neonatorum dan sepsis umbilical. Sementara di negara maju, rawatan rumah sakit meningkatkan resiko infeksi talipusat dengan memfasilitasi penyebaran bakteri stapilokokkus dan bakteri lainnya. Banyaknya variasi rejimen perawatan tali pusat menaikkan isu biaya terkait rutinitas yang tidak perlu. Perawatan tali pusat yang bersih saat persalinan dan beberapa hari setelah lahir efektif untuk mencegah infeksi tali pusat dan tetanus neonatorum. Praktik perawatan tali pusat saat persalinan termasuk mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum persalinan, meletakkan bayi baru lahir di permukaan yang bersih, mencuci tangan kembali sebelum mengikat dan memotong tali pusat, dan menggunakan instrument steril saat memotong tali pusat. Perawatan tali pusat yang bersih pada periode postnatal mencakup mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum dan sesudah merawat tali pusat, menjaga tali pusat kering dan terpapar oleh udara atau ditutup longgar dengan kain/kasa bersih. Tali pusat harus dicuci jika perlu dengan air dan sabun (mencuci dengan alcohol akan menunda penyembuhan) dan kasa/kain harus dilipat di bawah tali pusat. Menyentuh tali pusat, membubuhkan bahan-bahan yang tidak bersih harus dihindarkan. Praktik lain yang juga menurunkan risiko infeksi tali pusat adalah 24 jam rooming in dan kontak kulit ke kulit dengan ibu saat lahir untuk mendorong kolonisasi bakteri non patogenik dari flora kulit ibu. Inisiasi menyusu dini dan menyusu aktif akan menyediakan antibody untuk bayi.

Tidak ada cukup bukti yang bisa merekomendasikan penggunaan luas antimikroba topical pada tali pusat. Keputusan menggunakannya akan sangat tergantung pada situasi local. Di rumah sakit, bila bayi baru lahir dirawat di ruang perinatologi atau NICU, kemungkinan baik untuk memberikan antimikroba topical pada tali pusat saat lahir dan pada 3 hari pertama kehidupan untuk mencegah kolonisasi tali pusat dengan bakteri pathogen dan infeksi silang. Cara merawatnya adalah sebagai berikut: 1) Saat memandikan bayi, usahakan tidak menarik tali pusat. Membersihkan tali pusat saat bayi tidak berada di dalam bak air. Hindari waktu yang lama bayi di air karena bisa menyebabkan hipotermi. 2) Setelah mandi, utamakan mengerjakan perawatan tali pusat terlebih dahulu. 3) Perawatan sehari-hari cukup dibungkus dengan kasa steril kering tanpa diolesi dengan alkohol. Jangan pakai betadine karena yodium yang terkandung di dalamnya dapat masuk ke dalam peredaran darah bayi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan kelenjar gondok. 4) Jangan mengolesi tali pusat dengan ramuan atau menaburi bedak karena dapat menjadi media yang baik bagi tumbuhnya kuman. 5) Tetaplah rawat tali pusat dengan menutupnya menggunakan kasa steril hingga tali pusat lepas secara sempurna.

a. Stimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi dan Balita Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Menurut Soetjiningsih, pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter). Sedangkan perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan. Stimulasi pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita adalah rangsangan yang dilakukan sejak bayi baru lahir yang dilakukan setiap hari untuk merangsang semua sistem indera (pendengaran, penglihatan perabaan, pembauan, dan pengecapan). Selain itu harus pula merangsang gerak kasar dan halus kaki, tangan dan jari-jari, mengajak berkomunikasi serta merangsang perasaan yang menyenangkan dan pikiran bayi dan balita. Rangsangan yang dilakukan sejak lahir, terus menerus, bervariasi dengan suasana bermain dan kasih sayang akan memicu kecerdasan anak. Waktu yang ideal untuk stimulasi adalah saat bayi bangun tidur/ tidak mengantuk, tenang, siap bermain dan sehat. Gunakan peralatan yang aman dan bersih antara lain tidak mudah pecah, tidak mengandung racun/ bahan kimia, tidak tajam dan sebagainya. Stimulasi dilakukan setiap ada kesempatan berinteraksi dengan bayi atau balita setiap hari, terus-menerus, bervariasi, dan

disesuaikan dengan umur perkembangan kemampuannya. Stimulasi juga harus dilakukan dalam suasana yang menyenangkan dan kegembiraan antara pengasuh dan bayi/ balitanya. Jangan memberikan stimulasi yang terburu-buru dan tidak memperhatikan minat atau keinginan bayi/ balita, atau bayi sedang mengantuk, bosan atau ingin bermain yang lain. Pengasuh yang sering marah, bosan, sebal, maka tanpa disadari pengasuh justru memberikan rangsangan emosional yang negatif. Karena pada prinsipnya semua ucapan, sikap dan perbuatan pengasuh merupakan stimulasi yang direkam, diingat dan akan ditiru atau justru menimbulkan ketakutan bagi bayi/ balitanya.

3. Kebutuhan rasa hangat / Pencegahan Hipotermi

Baby friendly atau dikenal dengan Baby Friendly Initiative (inisiasi sayang bayi) adalah suatu prakarsa internasional yang didirikan oleh WHO/ UNICEF pada tahun 1991 untuk mempromosikan, melindungi dan mendukung inisiasi dan kelanjutan menyusui. Program ini mendorong rumah sakit dan fasilitas bersalin yang menawarkan tingkat optimal perawatan untuk ibu dan bayi. Sebuah fasilitas Baby Friendly Hospital/ Maternity berfokus pada kebutuhan bayi dan memberdayakan ibu untuk memberikan bayi mereka awal kehidupan yang baik. Dalam istilah praktis, rumah sakit sayang bayi mendorong dan membantu wanita untuk sukses memulai dan terus menyusui bayi mereka dan akan menerima penghargaan khusus karena telah melakukannya.

Sejak awal program, lebih dari 18.000 rumah sakit di seluruh dunia telah menerapkan program baby friendly. Negara-negara industri seperti Australia, Austria, Denmark, Finlandia, Jerman, Jepang, Belanda, Norwegia, Spanyol, Swiss, Swedia, Inggris, dan Amerika Serikat telah resmi di tetapka sebagai rumah sakit sayang bayi.

Dalam rangka mencapai program Baby Friendly Inisiative, semua provider rumah sakit dan fasilitas bersalin akan: a. Memiliki kebijakan tertulis tentang menyusui secara rutin dan dikomunikasikan kepada semua staf tenaga kesehatan. b. Melatih semua staf tenaga kesehatan dalam keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan ini. c. Memberi tahu semua ibu hamil tentang manfaat dan penatalaksanaan menyusui d. Membantu ibu untuk memulai menyusui dalam waktu setengah jam kelahiran. e. Tampilkan pada ibu bagaimana cara menyusui dan cara mempertahankan menyusui jika mereka harus dipisahkan dari bayi mereka. f. Berikan ASI pada bayi baru lahir, kecuali jika ada indikasi medis. g. Praktek rooming-in agar memungkinkan ibu dan bayi tetap bersama-sama h. Mendorong menyusui on demand i. Tidak memberikan dot kepada bayi menyusui j. Mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan menganjurkan ibu menghubungi mereka setelah pulang dari rumah sakit atau klinik.

4. Perlindungan 5. Regulasi Suhu Bayi Baru Lahir dengan Kontak Kulit ke Kulit Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya, sehingga akan mengalami stress dengan adanya perubahan lingkungan dari dalam rahim ibu ke lingkungan luar yang suhunya lebih tinggi. Suhu dingin ini menyebabkan air ketuban menguap lewat kulit pada lingkungan yang dingin, pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil merupakan usaha utama seorang bayi untuk mendapatkan kembali panas tubuhnya. Kontak kulit bayi dengan ibu dengan perawatan metode kangguru dapat mepertahankan suhu bayi dan mencegah bayi kedinginan/ hipotermi. Keuntungan cara perawatan bayi dengan metode ini selain bisa memberikan kehangatan, bayi juga akan lebih sering menetek, banyak tidur, tidak rewel dan kenaikan berat badan bayi lebih cepat. Ibu pun akan merasa lebih dekat dengan bayi, bahkan ibu bisa tetap beraktivitas sambil menggendong bayinya. Cara melakukannya: Gunakan tutup kepala karena 25% panas hilang pada bayi baru lahir adalah melalui kepala. Dekap bayi diantara payudara ibu dengan posisi bayi telungkup dan posisi kaki seperti kodok serta kepala menoleh ke satu sisi. Metode kangguru bisa dilakukan dalam posisi ibu tidur dan istirahatMetode ini dapat dilakukan pada ibu, bapak atau anggota keluarga yang dewasa lainnya. Kontak kulit ke kulit sangat berguna untuk memberi bayi kesempatan dalam menemukan puting ibunya, sebelum memulai proses menyusui untuk pertama

kalinya. Inilah kunci dari inisiasi menyusui dini yang akan sangat berpengaruh dalam proses ASI Eksklusif selama 6 bulan setelahnya.

6. Aspixia

Beberapa sumber mendefinisikan asfiksia neonatorum dengan berbeda, yaitu: 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis. 2. WHO Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. 3. ACOG dan AAP Seorang neonatus disebut mengalami asfiksia bila memenuhi kondisi sebagai berikut: Nilai Apgar menit kelima 0-3 Adanya asidosis pada pemeriksaan darah tali pusat (pH<7.0) Gangguan neurologis (misalnya: kejang, hipotonia atau koma) Adanya gangguan sistem multiorgan (misalnya: gangguan kardiovaskular, gastrointestinal, hematologi, pulmoner, atau sistem renal). Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi multiorgan, kejang dan ensefalopati hipoksik-iskemik, serta asidemia metabolik. Bayi yang mengalami episode hipoksia-iskemi yang signifikan saat lahir memiliki risiko disfungsi dari berbagai organ, dengan disfungsi otak sebagai pertimbangan utama.

A. Etiologi dan Faktor Risiko

Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia.

Faktor Risiko Asfiksia Neonaturum

Faktor risiko antepartum Primipara Penyakit pada ibu: Demam saat kehamilan Hipertensi dalam kehamilan Anemia Diabetes mellitus Penyakit hati dan ginjal Penyakit kolagen dan pembuluh darah Perdarahan antepartum Riwayat kematian neonatus sebelumnya Penggunaan sedasi, -

Faktor risiko intrapartum Malpresentasi Partus lama Persalinan yang sulit dan traumatic Mekoneum ketuban Ketuban pecah dini Induksi Oksitosin Prolaps tali pusat dalam -

Faktor risiko janin Prematuritas BBLR Pertumbuhan janin terhambat Kelainan kongenital

anelgesi atau anestesi

Lee, dkk. (2008) melakukan penelitian terhadap faktor risiko antepartum, intrapartum dan faktor risiko janin pada asfiksia neonatorum. Didapatkan bahwa gejala-gejala penyakit maternal yang dilaporkan 7 hari sebelum kelahiran memiliki hubungan yang bermakna terhadap peningkatan risiko kematian akibat asfiksia neonatorum. Gejala-gejala tersebut adalah demam selama kehamilan (RR: 3.30; 95%KI: 2.155.07); perdarahan pervaginam (RR: 2.00; 95%KI: 1.23 3.27); pembengkakan tangan,wajah atau kaki (RR: 1.78; 95%KI: 1.332.37); kejang (RR: 4.74; 95%KI: 1.8012.46); kehamilan ganda juga berhubungan kuat dengan mortalitas asfiksia neonatorum (RR: 5.73; 95%KI: 3.389.72). Bayi yang lahir dari wanita primipara memiliki risiko mortalitas asfiksia neonatorum yang lebih tinggi (RR: 1.74; 95%KI:1.33-2.28) sedangkan adanya riwayat kematian bayi sebelumnya tidak bermakna dalam memperkirakan kematian akibat asfiksia neonatorum (RR: 0.99; 95%KI: 0.701.40). Partus lama (RR: 1.31, 95%KI 1.00-1.73) dan ketuban pecah dini (RR:1.83; 95%KI 1.22-1.76) juga meningkatkan risiko asfiksia neonatorum secara bermakna. Pada penelitiannya, Lee tidak mendapatkan bahwa pewarnaan mekoneum pada air ketuban memiliki risiko lebih besar terhadap terjadinya asfiksia neonatorum. Hasil studi kasus-kontrol yang dilakukan secara retrospektif oleh Oswyn G, dkk. (2000) menyatakan bahwa riwayat lahir-mati berhubungan kuat dengan terjadinya asfiksia neonatorum. Bayi preterm dan posterm ditemukan lebih banyak pada kelompok kasus daripada kontrol. Usia terlalu muda (<20 tahun) dan terlalu tua (> 40 tahun), anemia (Hb< 8 g/dL), perdarahan antepartum dan demam selama kehamilan berhubungan kuat dengan asfiksia neonatorum. Tanda-tanda gawat janin seperti denyut jantung janin abnormal, pewarnaan mekoneum dan partus lama juga memiliki hubungan yang kuat dengan timbulnya asfiksia neonatorum

Sebagian besar bayi baru lahir tidak membutuhkan intervensi dalam mengatasi transisi dari intrauterin ke ekstrauterin, namun sejumlah kecil membutuhkan berbagai derajat resusitasi.

1. Antisipasi kebutuhan resusitasi

Antisipasi, persiapan adekuat, evaluasi akurat dan inisiasi bantuan sangatlah penting dalam kesuksesan resusitasi neonatus. Pada setiap kelahiran harus ada setidaknya satu orang yang bertanggung jawab pada bayi baru lahir. Orang tersebut harus mampu untuk memulai resusitasi, termasuk pemberian ventilasi tekanan positif dan kompresi dada. Orang ini atau orang lain yang datang harus memiliki kemampuan melakukan resusitasi neonatus secara komplit, termasuk melakukan intubasi endotrakheal dan memberikan obat-obatan. Bila dengan mempertimbangkan faktor risiko, sebelum bayi lahir diidentifikasi bahwa akan membutuhkan resusitasi maka diperlukan tenaga terampil tambahan dan persiapan alat resusitasi. Bayi prematur (usia gestasi < 37 minggu) membutuhkan persiapan khusus. Bayi prematur memiliki paru imatur yang kemungkinan lebih sulit diventilasi dan mudah mengalami kerusakan karena ventilasi tekanan positif serta memiliki pembuluh darah imatur dalam otak yang mudah mengalami perdarahan Selain itu, bayi prematur memiliki volume darah sedikit yang meningkatkan risiko syok hipovolemik dan kulit tipis serta area permukaan tubuh yang luas sehingga mempercepat kehilangan panas dan rentan terhadap infeksi. Apabila diperkirakan bayi akan memerlukan tindakan resusitasi, sebaiknya sebelumnya dimintakan informed consent. Definisi informed consent adalah persetujuan tertulis dari penderita atau orangtua/wali nya tentang suatu tindakan medis setelah mendapatkan penjelasan dari petugas kesehatan yang berwenang. Tindakan resusitasi dasar pada bayi dengan depresi pernapasan adalah tindakan gawat darurat. Dalam hal gawat darurat mungkin informed consent dapat ditunda setelah tindakan. Setelah kondisi bayi stabil namun memerlukan perawatan lanjutan, dokter perlu melakukan informed consent. Lebih baik lagi apabila

informed consent dimintakan sebelumnya apabila diperkirakan akan memerlukan tindakan 2. Alat Resusitasi Semua peralatan yang diperlukan untuk tindakan resusitasi harus tersedia di dalam kamar bersalin dan dipastikan dapat berfungsi baik. Pada saat bayi memerlukan resusitasi maka peralatan harus siap digunakan. Peralatan yang diperlukan pada resusitasi neonatus adalah sebagai berikut a. Perlengkapan penghisap o Balon penghisap (bulb syringe) o Penghisap mekanik dan tabung o Kateter penghisap o Pipa lambung b. Peralatan balon dan sungkup o Balon resusitasi neonatus yang dapat memberikan oksigen 90% sampai 100%, dengan volume balon resusitasi 250 ml o Sungkup ukuran bayi cukup bulan dan bayi kurang bulan (dianjurkan yang memiliki bantalan pada pinggirnya) o Sumber oksigen dengan pengatur aliran (ukuran sampai 10 L/m) dan tabung. c. Peralatan intubasi o Laringoskop o Selang endotrakeal (endotracheal tube) dan stilet (bila tersedia) yang cocok dengan pipa endotrakeal yang ada

d. Obat-obatan

o Epinefrin 1:10.000 (0,1 mg/ml) 3 ml atau ampul 10 ml o Kristaloid isotonik (NaCl 0.9% atau Ringer Laktat) untuk penambah volume100 atau 250 ml. o Natrium bikarbonat 4,2% (5 mEq/10 ml)ampul 10 ml. o Naloxon hidroklorida 0,4 mg/ml atau 1,0 mg/ml o Dextrose 10%, 250 ml o Kateter umbilikal e. Lain-lain o Alat pemancar panas (radiant warmer) atau sumber panas lainnya o Monitor jantung dengan probe serta elektrodanya (bila tersedia di kamar bersalin) o Oropharyngeal airways o Selang orogastrik f. Untuk bayi sangat prematur o Sumber udara tekan (CPAP, neopuff) o Blender oksigen o Oksimeter o Kantung plastik makanan (ukuran 1 galon) atau pembungkus plastik yang dapat ditutup o Alas pemanas o Inkubator transport untuk mempertahankan suhu bayi bila dipindahkan ke ruang perawatan

3. Resusitasi neonatus

Secara garis besar pelaksanaan resusitasi mengikuti algoritma resusitasi neonatal. a. Langkah Awal Resusitasi Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 4 pertanyaan: o apakah bayi cukup bulan? o apakah air ketuban jernih? o apakah bayi bernapas atau menangis? o apakah tonus otot bayi baik atau kuat? Bila semua jawaban ya maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam prosedur perawatan rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan diselimuti dengan kain linen kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban tidak dari salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi berikut ini secara berurutan:

(1) langkah awal dalam stabilisasi Memberikan kehangatan Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam keadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi seluruh tubuh. Bayi dengan BBLR memiliki kecenderungan tinggi menjadi hipotermi dan harus mendapat perlakuan khusus. Beberapa kepustakaan merekomendasikan pemberian teknik penghangatan tambahan seperti penggunaan plastik pembungkus dan meletakkan bayi dibawah pemancar panas pada bayi kurang bulan dan BBLR. Alat lain yang bisa digunakan adalah alas penghangat. Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah agar posisi farings, larings dan trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah masuknya

udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon dan sungkup dan/atau untuk pemasangan pipa endotrakeal.

membersihkan jalan napas sesuai keperluan Aspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi. Salah satu pendekatan obstetrik yang digunakan untuk mencegah aspirasi adalah dengan melakukan penghisapan mekoneum sebelum lahirnya bahu (intrapartum suctioning), namun bukti penelitian dari beberapa senter menunjukkan bahwa cara ini tidak menunjukkan efek yang bermakna dalam mencegah aspirasi mekonium. Cara yang tepat untuk membersihkan jalan napas adalah bergantung pada keaktifan bayi dan ada/tidaknya mekonium. Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar (bayi mengalami depresi pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk mencegah sindrom aspirasi mekonium. Penghisapan trakea meliputi langkah-langkah pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam trakea, kemudian dengan kateter penghisap dilakukan pembersihan daerah mulut, faring dan trakea sampai glottis Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar, pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi tanpa mekoneum.

Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi yang benar Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan mengeringkan akan memberi rangsang yang cukup pada bayi untuk memulai pernapasan. Bila setelah posisi yang benar, penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belum bernapas adekuat, maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk atau menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok punggung, tubuh atau ekstremitas bayi.

Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir semua rangsangan, sementara bayi yang berada dalam apnu sekunder, rangsangan apapun tidak akan menimbulkan reaksi pernapasan. Karenanya cukup satu atau dua tepukan pada telapak kaki atau gosokan pada punggung. Jangan membuang waktu yang berharga dengan terus menerus memberikan rangsangan taktil.

(2) ventilasi tekanan positif (3) kompresi dada (4) pemberian epinefrin dan atau pengembang volume (volume expander)

Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnya ditentukan dengan penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernapasan, frekuensi jantung dan warna kulit). Waktu untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, lalu nilai kembali, dan putuskan untuk melanjutkan ke langkah berikutnya (lihat bagan).

b. Penilaian Penilaian dilakukan setelah 30 detik untuk menentukan perlu tidaknya resusitasi lanjutan. Tanda vital yang perlu dinilai adalah sebagai berikut: (1) Pernapasan Resusitasi berhasil bila terlihat gerakan dada yang adekuat, frekuensi dan dalamnya pernapasan bertambah setelah rangsang taktil. Pernapasan yang megap-megap adalah pernapasan yang tidak efektif dan memerlukan intervensi lanjutan. (2) Frekuensi jantung Frekuensi jantung harus diatas 100x/menit. Penghitungan bunyi jantung dilakukan dengan stetoskop selama 6 detik kemudian dikalikan 10 sehingga akan dapat diketahui frekuensi jantung permenit. (3) Warna kulit Bayi seharusnya tampak kemerahan pada bibir dan seluruh tubuh. Setelah frekuensi jantung normal dan ventilasi baik, tidak boleh ada sianosis sentral yang menandakan hipoksemia. Warna kulit bayi yang berubah dari biru menjadi kemerahan adalah petanda yang paling cepat akan adanya pernapasan dan sirkulasi yang adekuat. Sianosis akral tanpa sianosis sentral belum tentu menandakan kadar oksigen rendah sehingga tidak perlu diberikan terapi oksigen. Hanya sianosis sentral yang memerlukan intervensi.

c. Pemberian oksigen Bila bayi masih terlihat sianosis sentral, maka diberikan tambahan oksigen. Pemberian oksigen aliran bebas dapat dilakukan dengan menggunakan sungkup oksigen, sungkup dengan balon tidak mengembang sendiri, T-piece resuscitator dan selang/pipa oksigen. Pada bayi cukup bulan dianjurkan untuk menggunakan oksigen 100%. Namun beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa penggunaan oksigen ruangan dengan konsentrasi 21% menurunkan risiko mortalitas dan kejadian ensefalopati hipoksik iskemik (EHI) dibanding dengan

oksigen 100%. Pemberian oksigen 100% tidak dianjurkan pada bayi kurang bulan karena dapat merusak jaringan. Penghentian pemberian oksigen dilakukan secara bertahap bila tidak terdapat sianosis sentral lagi yaitu bayi tetap merah atau saturasi oksigen tetap baik walaupun konsentrasi oksigen sama dengan konsentrasi oksigen ruangan. Bila bayi kembali sianosis, maka pemberian oksigen perlu dilanjutkan sampai sianosis sentral hilang. Kemudian secepatnya dilakukan pemeriksaan gas darah arteri dan oksimetri untuk menyesuaikan kadar oksigen mencapai normal

d. Ventilasi Tekanan Positif Ventilasi tekanan positif (VTP) dilakukan sebagai langkah resusitasi lanjutan bila semua tindakan diatas tidak menyebabkan bayi bernapas atau frekuensi jantungnya tetap kurang dari 100x/menit. Sebelum melakukan VTP harus dipastikan tidak ada kelainan congenital seperti hernia diafragmatika, karena bayi dengan hernia diafragmatika harus diintubasi terlebih dahulu sebelum mendapat VTP. Bila bayi diperkirakan akan mendapat VTP dalam waktu yang cukup lama, intubasi endotrakeal perlu dilakukan atau pemasangan selang orogastrik untuk menghindari distensi abdomen. Kontra indikasi penggunaan ventilasi tekanan positif adalah hernia diafragma

e. Kompresi dada Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah dilakukan ventilasi tekanan positif selama 30 detik. Tindakan kompresi dada (cardiac massage) terdiri dari kompresi yang teratur pada tulang dada, yaitu menekan jantung ke arah tulang belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, dan memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh organ vital tubuh. Kompresi dada hanya bermakna jika paru-paru diberi oksigen, sehingga diperlukan 2 orang untuk melakukan kompresi dada yang efektif satu orang menekan dada dan yang lainnya melanjutkan ventilasi.Orang kedua juga bisa melakukan pemantauan

frekuensi jantung, dan suara napas selama ventilasi tekanan positif. Ventilasi dan kompresi harus dilakukan secara bergantian. Teknik ibu jari lebih direkomendasikan pada resusitasi bayi baru lahir karena akan menghasilkan puncak sistolik dan perfusi koroner yang lebih besar. Prinsip dasar pada kompresi dada adalah: (1) Posisi bayi Topangan yang keras pada bagian belakang bayi dengan leher sedikit tengadah. (2) Kompresi lokasi ibu jari atau dua jari : pada bayi baru lahir tekanan diberikan pada 1/3 bawah tulang dada yang terletak antara processus xiphoideus dan garis khayal yang menghubungkan kedua puting susu

Kedalaman : diberikan tekanan yang cukup untuk menekan tulang dada sedalam kurang lebih 1/3 diameter anteroposterior dada, kemudian tekanan dilepaskan untuk memberi kesempatan jantung terisi. Satu kompresi terdiri dari satu tekanan ke bawah dan satu pelepasan. Lamanya tekanan ke bawah harus lebih singkat daripada lamanya pelepasan untuk memberi curah jantung yang maksimal. Ibu jari atau ujung-ujung jari (tergantung metode yang digunakan) harus tetap bersentuhan dengan dada selama penekanan dan pelepasan. Frekuensi : kompresi dada dan ventilasi harus terkoordinasi baik, dengan aturan satu ventilasi diberikan tiap selesai tiga kompresi, dengan frekuensi 30

ventilasi dan 90 kompresi permenit. Satu siklus yang berlangsung selama 2 detik, terdiri dari satu ventilasi dan tiga kompresi. Penghentian kompresi: Setelah 30 detik, untuk menilai kembali frekuensi jantung ventilasi dihentikan selama 6 detik. Penghitungan frekuensi jantung selama ventilasi dihentikan. frekuensi jantung dihitung dalam waktu 6 detik kemudian dikalikan 10. Jika frekuensi jantung telah diatas 60 x/menit kompresi dada dihentikan, namun ventilasi diteruskan dengan kecepatan 40-60 x/menit. Jika frekuensi jantung tetap kurang dari 60 x/menit, maka pemasangan kateter umbilikal untuk memasukkan obat dan pemberian epinefrin harus dilakukan. Jika frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit dan bayi dapat bernapas spontan, ventilasi tekanan positif dapat dihentikan, tetapi bayi masih mendapat oksigen alir bebas yang kemudian secara bertahap dihentikan. Setelah observasi beberapa lama di kamar bersalin bayi dapat dipindahkan ke ruang perawatan.

f. Intubasi endotrakeal Intubasi endotrakeal dapat dilakukan pada setiap tahapan resusitasi sesuatu dengan keadaan, antara lain beberapa keadaan berikut saat resusitasi: (1) Jika terdapat mekoneum dan bayi mengalami depresi pernapasan, maka intubasi dilakukan sebagai langkah pertama sebelum melakukan tindakan resusitasi yang lain, untuk membersihkan mekoneum dari jalan napas. (2) Jika ventilasi tekanan positif tidak cukup menghasilkan perbaikan kondisi, pengembangan dada, atau jika ventilasi tekanan positif berlangsung lebih dari beberapa menit, dapat dilakukan intubasi untuk membantu

memudahkan ventilasi. (3) Jika diperlukan kompresi dada, intubasi dapat membantu koordinasi antara kompresi dada dan ventilasi, serta memaksimalkan efisiensi ventilasi tekanan positif.

(4) Jika epinefrin diperlukan untuk menstimulasi frekuensi jantung maka cara yang umum adalah memberikan epinefrin langsung ke trakea melalui pipa endotrakeal sambil menunggu akses intravena. (5) Jika dicurigai ada hernia diafragmatika, mutlak dilakukan pemasangan selang endotrakeal. Cara pemasangan selang endotrakeal perlu dikuasai diantaranya melalui pelatihan khusus.

g. Pemberian obat-obatan Obat-obatan jarang diberikan pada resusitasi bayi baru lahir. Bradikardi pada bayi baru lahir biasanya disebabkan oleh ketidaksempurnaan pengembangan dada atau hipoksemia, dimana kedua hal tersebut harus dikoreksi dengan pemberian ventilasi yang adekuat. Namun bila bradikardi tetap terjadi setelah VTP dan kompresi dada yang adekuat, obat-obatan seperti epinefrin, atau volume ekspander dapat diberikan.16 Obat yang diberikan pada fase akut resusitasi adalah epinefrin. Obat-obat lain digunakan pada pasca resusitasi atau pada keadaan khusus lainnya. (1) Epinefrin Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah dilakukan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik. Epinefrin tidak boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat karena epinefrin akan meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot jantung. Dosis yang diberikan 0,1-0,3 ml/kgBB larutan1:10.000 (setara dengan 0,01-0,03 mg/kgBB) intravena atau melalui selang endotrakeal. Dosis dapat diulang 3-5 menit secara intravena bila frekuensi jantung tidak meningkat. Dosis maksimal diberikan jika pemberian dilakukan melalui selang

endotrakeal. (2) Volume Ekspander Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi, hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau

syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat. Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. Jenis cairan yang diberikan dapat berupa larutan kristaloid isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) atau tranfusi golongan darah O negatif jika diduga kehilangan darah banyak. (3) Bikarbonat Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis yang digunakan adalah 2 mEq/kg BB atau 4 ml/kg BB BicNat yang konsentrasinya 4,2 %. Bila hanya terdapat BicNat dengan konsetrasi 7,4 % maka diencerkan dengan aquabides atau dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara intra vena dengan kecepatan tidak melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit. (4) Nalokson Nalokson hidroklorida adalah antagonis narkotik diberikan dengan indikasi depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik dalam waktu 4 jam sebelum melahirkan. Sebelum diberikan nalokson ventilasi harus adekuat dan stabil. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya dicurigai sebagai pecandu obat narkotika, sebab akan menyebabkan gejala putus obat pada sebagian bayi. Cara pemberian intravena atau melalui selang endotrakeal. Bila perfusi baik dapat diberikan melalui intramuskuler atau subkutan. Dosis yang diberikan 0,1 mg/kg BB, perlu diperhatikan bahwa obat ini tersedia dalam 2 konsentrasi yaitu 0,4 mg/ml dan 1 mg/ml.

h. Perawatan terhadap komplikasi

Hampir 90 % bayi yang memerlukan resusitasi akan membaik setelah diberikan VTP yang adekuat, sementara 10 % bayi memerlukan kompresi dada dan obat-obatan, atau meninggal. Pada sebagian bayi yang tetap tidak membaik walau telah dilakukan resusitasi mungkin mengalami komplikasi kelahiran atau komplikasi resusitasi Bayi yang memerlukan VTP berkepanjangan, intubasi dan atau kompresi dada sangat mungkin mengalami stress berat dan berisiko mengalami kerusakan fungsi organ multipel yang tidak segera tampak. Bila diperlukan resusitasi lebih lanjut, bayi dirawat di ruang rawat lanjutan, dengan pemantauan suhu, tanda vital, dan antisipasi terhadap komplikasi. Bayi juga memerlukan nutrisi baik dengan cara pemberian oral atau parenteral tergantung kondisinya. Bila bayi menderita asfiksia berat dapat diberikan nutrisi parenteral dengan dextrosa 10%. Pemantauan terhadap saturasi oksigen, dan pemeriksaan laboratorium seperti darah rutin, kadar gula darah, elektrolit dan analisa gas darah juga perlu dilakukan. Komplikasi yang Mungkin Terjadi dan Perawatan Pasca Resusitasi yang Dilakukan Sistem organ Komplikasi yang mungkin terjadi Otak Apnu Kejang Pemantauan apnu Bantuan ventilasi kalau perlu Pemantauan gula darah, elektrolit Pencegahan hipotermia Pertimbangkan terapi anti kejang Paru-paru Hipertensi pulmoner Pneumonia Pneumotoraks Takipnu transien Sindrom aspirasi Pertahankan ventilasi dan oksigenasi Pertimbangkan antibiotika Foto toraks bila sesak napas Pemberian oksigen alir bebas Tunda minum bila sesak Pertimbangkan pemberian surfaktan Tindakan pasca resusitasi

mekonium Defisiensi surfaktan Kardiovaskuler Hipotensi Pemantauan tekanan darah dan frekuensi jantung Pertimbangkan inotropik(misal dopamin) dan/atau cairan penambah volume darah Ginjal Nekrosis tubuler akut Pemantauan produksi urin Batasi masukan cairan bila ada oliguria dan volume vaskuler adekuat Pemantauan kadar elektrolit Gastrointestin al Ileus Enterokolitis nekrotikans Metabolik/hem atologik Hipoglikemia Hipokalsemia, hiponatremia Anemia Trombositopenia Tunda pemberian minum Berikan cairan intravena Pertimbangkan nutrisi parenteral Pemantauan gula darah Pemantauan elektrolit Pemantauan hematokrit Pemantauan trombosit

4. Resusitasi pada bayi kurang bulan Bayi kurang bulan mempunyai risiko terkena berbagai komplikasi setelah lahir. Secara anatomi dan fisiologi bayi kurang bulan adalah imatur, sehingga mereka memiliki berbagai risiko sebagai berikut: Kulit yang tipis dengan permukaan tubuh yang relatif luas serta kurangnya lemak tubuh memudahkan bayi kehilangan panas Jaringan yang imatur memungkinkan lebih mudah rusak oleh oksigen yang berlebihan Otot yang lemah dapat menyebabkan bayi kesulitan bernapas

Usaha bernapas dapat berkurang karena imaturitas sistem saraf Paru-paru mungkin imatur dan kekurangan surfaktan sehingga kesulitan ventilasi, selain itu paru paru bayi lebih mudah cedera setelah tindakan VTP

Sistem imunitas yang imatur rentan terhadap infeksi Kapiler yang rapuh dalam otak yang sedang berkembang dapat pecah Pengambilan darah berulang untuk pemeriksaan pada bayi prematur lebih mudah menyebabkan hipovolemi karena volume darah yang sedikit.

Kondisi diatas menjadikan resusitasi pada bayi kurang bulan memerlukan beberapa tambahan seperti : Tambahan tenaga terampil Kemungkinan bayi kurang bulan akan memerlukan resusitasi yang secara signifikan lebih tinggi dibanding bayi cukup bulan. Diperlukan tambahan pemantauan dan mungkin tambahan alat bantu pernapasan. Selain itu mungkin bayi-bayi ini memerlukan intubasi endotrakeal lebih sering. Karena itu, dibutuhkan petugas tambahan yang hadir saat kelahiran, termasuk petugas yang terlatih dalam melakukan intubasi endotrakeal. Tambahan sarana untuk menjaga suhu tubuh Jika bayi diantisipasi kurang bulan secara signifikan (misalnya <28 minggu), mungkin diperlukan plastik pembungkus (polyethylene) yang dapat dibukatutup serta alas hangat yang dapat dipindah-pindahkan siap pakai. Inkubator transpor juga diperlukan untuk memindahkan bayi ke ruang perawatan setelah resusitasi. Sumber udara bertekanan (compressed air) Diperlukan sumber udara bertekanan (gas bertekanan dari dinding atau tangki) untuk mencampur udara dengan oksigen 100% guna mencapai konsentrasi antara 21% (udara kamar) dan oksigen 100%. Blender oksigen

Blender oksigen diperlukan untuk memberikan konsentrasi oksigen antara 21% sampai 100%. Selang bertekanan tinggi menghubungkan oksigen dan sumber udara ke blender dengan petunjuk angka yang mengatur gas dari 21% ke 100%. Pengatur aliran dapat disetel dihubungkan ke blender dengan kecepatan aliran 0 sampai 20 L/menit untuk mendapatkan konsentrasi oksigen yang dapat diberikan langsung ke bayi atau melalui alat tekanan positif. Oksimeter Oksimeter membuat pembacaan dengan rentang 0-100% dan berguna dalam menentukan apakah saturasi oksigen dalam darah bayi cukup. Secara garis besar hal-hal berikut harus diperhatikan pada resusitasi bayi kurang bulan : o Menjaga bayi tetap hangat o Bayi yang lahir kurang bulan hendaknya mendapatkan semua langkah untuk mengurangi kehilangan panas. o Pemberian oksigen Untuk menghindari pemberian oksigen yang berlebihan saat resusitasi pada bayi kurang bulan, digunakan blender oksigen dan oksimeter agar jumlah oksigen yang diberikan dapat diatur dan kadar oksigen yang diserap bayi dapat diketahui. Saturasi oksigen lebih dari 95% dalam waktu lama, terlalu tinggi bagi bayi kurang bulan dan berbahaya bagi jaringannya yang imatur.Namun begitu, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa pemberian oksigen 100% dalam waktu singkat selama resusitasi akan merugikan. Ventilasi Bayi kurang bulan mungkin sulit diventilasi dan juga mudah cedera dengan ventilasi tekanan positif yang intermiten. Hal-hal berikut perlu

dipertimbangkan : o Pertimbangkan pemberian Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) Jika bayi bernapas spontan dengan frekuensi jantung diatas 100x/menit tapi tampak sulit bernapas dan sianosis pemberian CPAP mungkin bermanfaat. CPAP diberikan dengan memasang sungkup balon yang tidak

mengembang sendiri atau T-piece resuscitator pada wajah bayi dan mengatur katup pengontrol aliran atau katup Tekanan Positif Akhir Ekspirasi (TPAE) sesuai dengan jumlah CPAP yang diinginkan. Pada umumnya TPAE sampai 6 cmH2O cukup. CPAP tidak dapat digunakan dengan balon mengembang sendiri. o Gunakan tekanan terendah untuk memperoleh respons yang adekuat Jika VTP intermiten diperlukan karena apnu, frekuensi jantung kurang dari 100x/menit, atau sianosis menetap, tekanan awal 20-25 cmH2O cukup untuk sebagian besar bayi kurang bulan. Jika tidak ada perbaikan frekuensi jantung atau gerakan dada, mungkin diperlukan tekanan yang lebih tinggi. Namun hindari terjadinya peningkatan dada yang berlebihan selama dilakukan ventilasi karena paru-parunya mudah cedera. o Pertimbangkan pemberian surfaktan secara signifikan Bayi sebaiknya mendapat resusitasi lengkap sebelum surfaktan diberikan. Penelitian menunjukkan bayi yang lahir kurang dari usia kehamilan 30 minggu mendapatkan keuntungan dengan pemberian surfaktan setelah resusitasi, sewaktu masih di kamar bersalin atau bahkan jika mereka belum mengalami distres pernapasan. o Pencegahan terhadap kemungkinan cedera otak Otak bayi kurang bulan mempunyai struktur yang sangat rapuh yang disebut matriks germinal. Matriks germinal terdiri atas jaringan kapiler yang mudah pecah, terutama jika penanganan bayi terlalu kasar, jika ada perubahan cepat tekanan darah dan kadar CO2 dalam darah, atau jika ada sumbatan apapun dalam aliran vena di kepala. Pecahnya matriks germinal mengakibatkan perdarahan intraventrikuler yang menyebabkan kecacatan seumur hidup. Setelah resusitasi, perlu dilakukan pemantauan terhadap hal-hal berikut ini: Kadar gula darah. Kadar gula darah yang rendah sering terjadi pada bayi-bayi dengan gangguan neurologis setelah mengalami asfiksia dan menjalani resusitasi. Pemantauan kejadian apnu dan bradikardi pada bayi

Jumlah oksigen dan ventilasi yang tepat Pemberian minum, harus dilakukan secara perlahan dan hati-hati sambil mempertahankan nutrisi melalui intravena

Kecurigaan tehadap infeksi

5. Penghentian resusitasi

Bila tidak ada upaya bernapas dan denyut jantung setelah 10 menit, setelah usaha resusitasi yang menyeluruh dan adekuat dan penyebab lain telah disingkirkan, maka resusitasi dapat dihentikan. Data mutakhir menunjukkan bahwa setelah henti jantung selama 10 menit, sangat tipis kemungkinan selamat, dan yang selamat biasanya menderita cacat berat.

Pencegahan Asfiksia neonatorum 1. Pencegahan secara Umum Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait. Adanya kebutuhan dan tantangan untuk meningkatkan kerjasama antar tenaga obstetri di kamar bersalin. Perlu diadakan pelatihan untuk penanganan situasi yang tak diduga dan tidak biasa yang dapat terjadi pada persalinan. Setiap anggota tim persalinan harus dapat mengidentifikasi situasi persalinan yang dapat menyebabkan kesalahpahaman atau menyebabkan keterlambatan pada situasi gawat. Pada bayi dengan prematuritas, perlu diberikan kortikosteroid untuk meningkatkan maturitas paru janin.

2. Antisipasi dini perlunya dilakukan resusitasi pada bayi yang dicurigai mengalami depresi pernapasan untuk mencegah morbiditas dan mortilitas lebih lanjut Pada setiap kelahiran, tenaga medis harus siap untuk melakukan resusitasi pada bayi baru lahir karena kebutuhan akan resusitasi dapat timbul secara tibatiba. Karena alasan inilah, setiap kelahiran harus dihadiri oleh paling tidak seorang tenaga terlatih dalam resusitasi neonatus, sebagai penanggung jawab pada perawatan bayi baru lahir. Tenaga tambahan akan diperlukan pada kasuskasus yang memerlukan resusitasi yang lebih kompleks. Dengan pertimbangan yang baik terhadap faktor risiko, lebih dari separuh bayi baru lahir yang memerlukan resusitasi dapat diidentifikasi sebelum lahir, tenaga medis dapat mengantisipasi dengan memanggil tenaga terlatih tambahan, dan menyiapkan peralatan resusitasi yang diperlukan.

7. Imunisasi Pengertian Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Imunisasi adalah pemberian kekebealan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi adalah proses merangsang system kekebalan tubuh dengan cara memasukkan (baik melalui suntik atau di minum) suatu virus atau bakteri yang sudah di lemahkan atau di bunuh. Bagian tubuh virus atu bakteri juga sudah di modifikasi sehingga tubuh kita tidak kaget dan sia untuk melawan bila bakteri atau virus sungguhan menyerang. Imunisasi adalah suatu cara untu menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan.

Tujuan Imunisasi Tujuan imunisasi adalah untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegak penyakit atau kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit dan menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi Sampai saat ini tujuh penyakit infeksi pada anak yang dapat menyebabkan kematian dan cacat, walaupun sebagian anak dapat bertahan dan menjadi kebal. Ketujuhpenyakit tersebut dimasukkan dalam program imunisasi yaitu penyakit tuberculosis, difteri, pertussis, tetanus, polio, campak, dan hepatitis B. Jenis-Jenis Imunisasi Yang di Anjurkan Pemerintah Jenis-jenis imunisasi yang di wajibkan atau di anjurkan pemerintah, adalah sebagai berikut: a. Vaksin Hepatitis B b. Vaksin BCG c. Vaksin kombinasi (DPT-HB) d. Vaksin Polio e. Vaksin Campak f. Vaksin DT g. Vaksin TT

Hepatitis B Uniject Pengertian Vaksin hepatitis B adalah rekombinan yang mengandung antigen virus hepatitis B, HBsAg yang tidak menginfeksi, yang dihasilkan dari biakan sel ragi dengan teknologi rekayasa DNA . Vaksin ini berbentuk suspense steril berwarna keputihan, yang diberikan pada bayi sejak lahir untuk mencegah masuknya VHB. Vaksin Hepatitis B (HB) diberikan selambat-lambatnya 7 hari setelah persalinan. Untuk mendapatkan efektifitas yang lebih tinggi.

Keuntungan Dari Penggunaan Hepatitis B Uniject Adapun keuntungan dari hepatitis B Uniject adalah a. Mudah di pakai, tidak perlu merakit dan tidak perlu mengukur dosis. b. Uniject tepat dalam dosis (0,5 ml) karena telah diukur/dikemas dari pabrik. c. Setiap Uniject digunakan hanya untuk satu dosis sehingga tidak memboroskan vaksin. d. Kecil dan mudah dibawa. Jadwal dan cara pemberian Pemberian imunisasi Hepatitis B Berdasarkan status HbsAg ibu pada saat melahirkan adalah : a. Bayi yang lahir dari ibu yang tidak diketahui status HbsAg nya mendapatkan 5 mcg (0,5 ml) vaksin rekombinan atau 10 mcg (0,5 ml) vaksin asal plasma dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada umur 1-2 bulan dan dosis ketiga pada umur 6 bulan. Kalau kemudian diketahui ibu mengidap HbsAg positif maka segera berikan 0,5 ml HBIg (sebelum anak berusia satu minggu) b. Bayi yang lahir dari ibu HbsAg positif mendapatkan 0,5 ml HBIg dalam waktu 12 jam setelah lahir dan 5 mcg (0,5 ml) vaksin rekombinan. Bila digunakan vaksin berasal dari plasma, diberikan 10 mcg (0,5 ml) intramuskular dan disuntikkan pada sisi yang berlainan. Dosis kedua diberikan pada umur 1-2 bulan dan dosis ketiga pada umur 6 bulan c. Bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg negatif diberi dosis minimal 2,5 mcg (0,25 ml) vaksin rekombinan, sedangkan kalau digunakan vaksin berasal dari plasma, diberikan dosis 10 mcg (0,5 ml) intramuskular pada saat lahir sampai usia 2 bulan. Dosis kedua diberikan pada umur 1-4 bulan, sedangkan dosis ketiga pada umur 6-18 bulan d. Ulangan imunisasi Hepatitis B diberikan pada umur 10-12 Tahun.

BAB III KESIMPULAN

Paradigma baru (aktif) yang disebutkan sebelumnya yang berdasarkan evidence based terkini, terbukti dapat mencegah atau mengurangi komplikasi yang sering terjadi. Hal ini memberi manfaat yang nyata dan mampu membantu upaya penurunan angka kematian bayi baru lahir. Jika semua penolong persalinan dilatih agar kompeten untuk melakukan upaya pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara adekuat dan tepat waktu, dan melakukan upaya rujukan yang optimal maka semua upaya tersebut dapat secara bermakna menurunkan jumlah kesakitan atau kematian bayi baru lahir.

Saat bayi dilahirkan, tali pusat (umbilikal) yang menghubungkannya dan plasenta ibunya akan dipotong meski tidak semuanya. Tali pusat yang melekat di perut bayi, akan disisakan beberapa senti. Sisanya ini akan dibiarkan hingga pelan-pelan menyusut dan mengering, lalu terlepas dengan sendirinya. Agar tidak menimbulkan infeksi, sisa potongan tadi harus dirawat dengan benar.

You might also like