You are on page 1of 13

PEMBAHASAN MENGENAI JARIMAH ZINA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Jinayah Dosen Pengampu: Drs. Rokhmadi. Mag.

Disusun Oleh
A.Hahsfi Luhtfi Afton Muzzaki Mafrida Rofiul H : 102111001 : 102111002 : 102111032

JURUSAN

: Perdata Islam

FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALI SONGO SEMARANG

TAHUN 2011
KATA PENGANTAR
Hamdan syukron senantiaa kehadirat Allah Azza wa Jalla yang juga maha sempurna, rahmat serta salam tadzim semoga abadi dalam pangkuan Nabi Muhammad saw, serta keluarga dan para sahabat, berkat rahamat, hidayah, serta inayah Allah swt penulis dapat menyelesaikan makalah fiqih jinayah yang berjudul pembahasan mengenai jarimah zina. Makalah fiqih jinayah ini disusun dengan harapan dapat menjadi pelengkap bagi siswa mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang sesuai dengan metode yang terus dikembangkan saat ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih perlu penyempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga keberadan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin.

BAB I PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Semoga Shalawat dan salam tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, keluarga dan para sahabatnya yang mulia. Hukum pidana Islam merupakan terjemahan dari kata fiqih jinayah. Fiqih jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukhallaf(orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al-Quran dan hadis.1Tindakan kriminal dimaksud, adalah tindakan-tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari Al-Quran dan hadis. Hukum Islam dan hukum positif berbeda pandanganya dalam masalah zina. Hukum islam memandang setiap hubungan kelamin diluar nikah sebagai zina dan mengancamnya dengan hukuman, baik pelaku sudah kawin atau belum, dilakukan suka sama suka ataupun tidak. Sebaliknya, hukum positif tidak memandang semua hubungan kelamin di luar perkawinan sebagai zina. Pada umunya, yang dianggap sebagai zina menurut hukum positif itu hanyalah hubungan kelamin di luar perkawinan, yang dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam status bersuami atau beristri saja. Selain dari itu tidak dianggap sebagai zina, kecuali terjadi perkosaan atau pelanggaran kehormatan.2 Namun disini pemakalah akan mencoba menguraikan pembahasan mengenai zina dipandang dari segi hukum pidana islam( fiqih jinayah), adapun pembahasan-pembahasan yang akan kami angkat dalam makalah ini akan kami uraikan sebagai berikut.

Dede, Hukum Islam dan Pranata Sosial (Jakarta: Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan, 1992), hlm. 86 2 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam. (Jakarta. Sinar Grafika, 2005), hlm. 3

B. Perumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa hal mengenai : A. Pengertian Zina. B. Dasar Hukum Sanksi Zina. C. Macam-macam Hukum Zina. D. Pelaksanaan Hukumannya.

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Zina Zina secara harfiyah berarti fahisyah, yaitu perbuatan keji. Zina dalam pengertian istilah adalah hubungan kelamin antara seorang lelaki dengan seorang perempuan yang satu sama lain tidak terikat dalam hubungan perkawinan. 3Para fuqaha (ahli hukum Islam) mengartikan zina, yaitu melakukan hubungan seksual dalam arti memasukkan zakar (kelamin pria) ke dalam vagina wanita yang dinyatakan haram, bukan karena syubhat, dan atas dasar syahwat.4 B. Dasar Hukum Sanksi Zina 1. Dasar hukum hudud zina di dalam Al-Quran di antaranya: a. Al-Quran An-Nuur Ayat 2

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belaskasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.5 b. Al-Quran Surah An-Nisaa ayat 15 Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikanya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu)

3 4

Abdurrahman Doi, Tindak Pidana Islam Syariat Islam, (Jakarta Rineka Cipta, 1991), hlm. 31 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta Sinar Grafika, 2009), hlm. 37 5 Yayasan Penyelenggara Penterjemah, Dep. Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Quran, 1985), hlm. 543

dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya. 6 c. Al-Quran Surrah Al-Israa ayat 32 Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah sesuatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk7 Berdasarkan ayat Al-Quran yang diungkapkan atas, dapat dibuat garis hukum sebagai berikut: 1) Perempuan dan laki-laki yang berzina hukuman bagi tiap-tiap mereka adalah seratus kali cambuk. 2) Pelaksanaan hukuman yang dipaparkan sebelumnya, tidak boleh ada belas kasihan kepada keduanya yang mencegah kamu untuk menjalankan hukum Allah swt. 3) Pelaksanaan hukuman kepada pezina harus disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. 4) Para wanita yang melakukan perbuatan keji dalam bentuk zina harus disaksikan empat orang saksi. 5) Apabila ke empat orang saksi tersebut memberikan kesaksian atas wanitawanita yang melakukan zina, maka wanita-wanita tersebut harus dikurung dalam rumah hingga meninggal atau Allah memberi jalan lain kepadanya. 6) Larangan mendekati zina, karena zina merupakan perbuatan yang keji dan suatu pekerjaan yang buruk. 7) Wanita yang beriman harus menahan pandanganya dan memelihara mutiaranya (kemaluanya). 8) Wanita yang beriman tidak boleh menampakkan perhiasanya kecuali yang biasa tampak darinya. 2. Dasar hukum sanksi zina di dalam hadis Dasar hukum tentang perbuatan zina yang tercantum di dalam hadis cukup banyak berdasarkan prinsip bahwa setiap manusia, laki-laki ataupun perempuan mempunyai kecendurungan untuk berbuat zina. Hadis tentang zina diungkapkan salah satunya sebagai berikut:

6 7

Ibid., hlm. 118. Ibid., hlm.429.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Bahwasanya: Nabi saw bersabda: Allh swt. Telah menentukan bahwa anak Adam cenderung terhadap perbuatan zina. Keinginan itu tidak dapat dielakkan, yaitu melakukan zina mata dalam bentuk pandangan, zina mulut dalam bentuk penuturan, zina perasaan melalui cita-cita dan keinginan mendapatkanya. Namun, kemaluanlah yang menentukan berbuat zina atau tidak.8 Berdasarkan ayat Al-Quran dan Al-hadis di atas dapat dipahami hal-hal pesan sebagai berikut: 1) Larangan melakukan zina atas dasar nash (teks). Alasanya, yaitu kalimat ... laa taqrabuzzinaa ... maknanya ... jangan melakukan zina..seperti kalimat...la taqrobush shalaata....maknanya jangan melakukan shalat...9 2) Larangan melakukan zina atas dasar mafhum aulawy Redaksi yang terdapat pada ayat tersebut adalah laa taqrabuu. Kata taqrabuu arti harfiyahnya adalah mendekati. Atas dasar itu makna yang terkandung dari ayat tersebut adalah larangan mendekati zina. Hal ini berarti, larangan melakukan perbuatan yang mengarah ke perbuatan zina. Mafhum auly berarti berbuat zina lebih dilarang.10 3) Kata laa taqrabuu secara harfiyah maknanya janganlah kalian mendekati.....kata mendekati relevan objeknya adalah tempat. Berarti ada iqtidla (sisipan) dari makna teks ayat, yaitu janganlah kalian mendekati (tempat) perzinaan.11 C. Macam-macam Hukum Zina
8 9

Kumpulan Hadis Riwayat Bukhory dan Muslim, 2002, hadis No. 1550. Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta Sinar Grafika, 2009), hlm 48. 10 Opcit.,hlm.48. 11 Opcit.,hlm.48.

a. Hukuman untuk zina Ghoyru muhshon Zina Ghoyr muhshon adalah zina yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang belum berkeluarga. Hukuman untuk zina Ghoyr muhshon ini ada dua macam, yaitu: 1) dera seratus kali; dan 2) pengasingan selama satu tahun12 Hal ini didasarkan pada Al-Quran dan hadits Rosululloh s.a.w, sebagai berikut. 1) Hukuman dera Apabila jejaka dan gadis melakukan perbuatan zina, mereka dikenai hukuman dera seratus kali. Hal ini didasarkan pada Quran Surat An-Nuur ayat 2;

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.(QS. An-Nuur: 2) Hadits Nabi Muhammad;

ambilah dari diriku, ambilah dari diriku, sesungguhnya Allah telah memberikan jalan keluar (hukuman) bagi mereka (pezina). Jejaka dan gadis hukumanya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun sedangkan duda

12

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam. (Jakarta. Sinar Grafika, 2005), hlm. 29

dan janda hukumanya dera seratus kali dan rajam. (Hadis diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, dan Turmudzi)13 Hukuman dera adalah hukuman had yaitu hukuman yang sudah ditentukan oleh syaro. Oleh karena itu hakim tidak boleh mengurang, menambah, menunda pelaksanaanya atau menggantinya dengan hukuman yang lain. Disamping telah ditentukan oleh syaro hukuman hada adalah hak Allah sehingga pemerintah maupun individu tidak boleh memberikan pengampunan. 2) Hukuman pengasingan Hukuman yang kedua untuk zina Ghoyru muhshon adalah pengasingan selama satu tahun hukuman ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Ubadah bin ash Shomit. Apakah hukuman ini harus dilaksanakan bersamaan dengan hukuman dera, para ulama berbeda pendapat. Menurut Imam Abu Hanifah dan kawankawanya, hukuman pengasingan tidak wajib dilaksanakan. Namun mereka membolehkan kholifah menggabungkan hukuman dera seratus kali dan pengasingan. Dengan demikian menurut mereka, hukuman pengasingan itu bukan hukuman had melainkan hukuman tazir. Pendapat ini juga merupakan pendapat Syiah Zaydiyah. Alasanya adalah hukuman pengasingan ini dihapuskan (dimansukh) oleh Surat An-Nuur ayat 214 Jumhur ulama yang terdiri atas Imam Malik, Syafii dan Ahmad, berpendapat bahwa hukuman pengasingan harus dilaksanakan bersamaan dengan hukuman dera seratus kali. Dengan demikian menurut jumhur, hukuman pengasingan ini termasuk hukuman had, dan bukan hukuman tazir. Dasarnya adalah hadits Ubadah bin Shomit tersebut yang didalamnya tercantum:

dan gadis hukumanya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun sedangkan duda dan janda hukumanya dera seratus kali dan rajam. b. Hukuman untuk zina muhshon

13

http://ngobrolislami.wordpress.com/2011/01/27/konsep-hukum-pidana-islam-pembuktian-jarimahzina-dengan-menggunakan-pengakuan-dan-qorinah/ 14 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam. (Jakarta. Sinar Grafika, 2005), hlm. 30

Zina muhshon adalah zina yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang sudah berkeluarga (bersuami/beristri). Hukuman untuk pelaku zina muhshon ini ada dua macam; 1) dera seratus kali, dan 2) rajam Hukuman dera seratus kali didasarkan kepada al Quran Surat An-Nuur ayat 2 dan hadis Nabi yang dikemukakan di atas, sedangkan hukuman rajam juga di dasarkan kepada hadits Nabi baik Qowliyah maupun Filiah. Hukuman rajam adalah hukuman mati dengan jalan dilempari dengan batu atau sejenisnya. Hukuman rajam merupakan hukuman yang telah diakui dan diterima oleh hampir semua fuqoha, kecuali kelompok Azariqoh dari golongan Khowarij, karena mereka ini tidak mau menerima hadits, kecuali yang sampai pada tingkatan mutawatir. Menurut mereka, hukuman untuk pezina muhshon maupun Ghoyru muhshon adalah hukuman dera seratus kali berdasarkan firman Allah dalam Surat An-Nuur ayat 2. Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.(QS. An-Nuur: 2) D. Pelaksanaan Hukumanya Apabila jarimah zina sudah bisa dibuktikan dan tidak ada syubhat maka hakim harus memutuskanya dengan menjatuhkan hukuman had, yaitu rajam bagi muhshon dan dera seratus kali ditambah pengasingan selama satu tahun bagi pezina ghair muhshon.15 1) Siapa yang melaksanakan hukuman Para fuqoha telah sepakat bahwa pelaksanaan hukuman had harus dilakukan oleh kholifah (kepala negara) atau wakilnya (pejabat yang ditunjuk). Kehadiran
15

http://ngobrolislami.wordpress.com/2011/01/14/konsep-hukum-pidana-islam-unsur-unsur-jarimahzina/

10

kholifah tidak menjadi syarat dalam pelaksanaan hukuman. Dalam beberapa hadis disebutkan bahwa Rosululloh s.a.w selalu memerintahkan pelaksanaan hukuman had kepada para sahabat dan beliau tidak ikut menghadiri pelaksanaan hukuman tersebut, seperti dalam hadus Maiz dan lainya. Akan tetapi persetujuan Imam selalu diperlukan dalam pelaksanaan hukuman ini. 2) Cara pelaksanaan hukuman rajam Apabila orang yang akan dirajam itu laki-laki, hukuman dilaksanakan dengan berdiri tanpa dimasukan ke dalam lubang dan tanpa dipegang atau diikat. Hal ini didasarkan pada hadis Rosululloh s.a.w ketika merajam Maiz dan orang Yahudi.

Dari Abi Said ia berkata: ketika Rosululloh s.a.w memerintahkan kepada kami untuk merajam Maiz ibn Malik maka kami membawanya ke baqi. Demi ALLOH kami tidak memasukanya ke dalam lubang dan tidak pula mengikatnya melainkan ia tetap berdiri. Maka kami melemparinya dengan tulang 3) Cara pelaksanaan hukuman dera (jilid) Hukuman dera dilaksanakan dengan menggunakan cambuk, dengan pukulan yang sedang sebanyak 100 kali cambukan. Disyaratkan cambuk tersebut harus kering, tidak boleh basah, karena bisa menimbulkan luka. Disamping itu juga disyaratkan cambuk tersebut ekornya tidak boleh lebih dari satu. Apabila ekor cambuk lebih dari satu ekor, jumlah pukulan dihitung sesuai dengan banyaknya ekor cambuk tersebut. Hukuman jilid tidak boleh sampai menimbulkan bahaya terhadap orang yang terhukum, karena hukuman ini bersifat pencegahan. Oleh karena itu hukuman tidak boleh dilaksanakan dalam keadaan panas terik atau cuaca yang sangat dingin. Demikian pula hukuman tidak boleh dilaksanakan dalam keadaan panas terik atau cuaca yang sangat dingin. Demikian pula hukuman tidak dilaksanakan

11

atas orang yang sedang sakit sampai ia sembuh, dan wanita yang sedang hamil sampai ia melahirkan.

BAB III PENUTUP


A. Simpulan Jadi dapat disimpulkan zina secara harfiyah berarti fahisyah, yaitu perbuatan keji. Zina dalam pengertian istilah adalah hubungan kelamin antara seorang lelaki dengan seorang perempuan yang satu sama lain tidak terikat dalam hubungan perkawinan. Para fuqaha (ahli hukum Islam) mengartikan zina, yaitu melakukan hubungan seksual dalam arti memasukkan zakar (kelamin pria) ke dalam vagina wanita yang dinyatakan haram, bukan karena syubhat, dan atas dasar syahwat. Adapan macam zina ada zina muhson dan ghoyru muhson, pelaksanaan hukum harus oleh kepana negara atau petugas yang diberi kewenangan.

12

DAFTAR PUSTAKA
Muslich, Ahmad Wardi. 2005. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika. Rosyada, Dede. 1992. Hukum Islam dan Pranata Sosial. Jakarta: Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan. http://ngobrolislami.wordpress.com/2011/01/27/konsep-hukum-pidana-islampembuktian-jarimah-zina-dengan-menggunakan-pengakuan-dan-qorinah/ Doi, Abdurrahman. 1991. Tindak Pidana Islam Syariat Islam. Jakarta: Rineka Cipta. http://ngobrolislami.wordpress.com/2011/01/14/konsep-hukum-pidana-islam-unsurunsur-jarimah-zina/ Ali , Zainuddin. 2009. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika. Arifin, Busthanul, 1985. Kompilasi: fiqh dalam Bahasa UU, Jakarta: P3M. http://ngobrolislami.wordpress.com/2011/01/15/konsep-hukum-pidana-islamhukuman-untuk-jarimah-zina/ Yayasan Penyelenggara Penterjemah, 1989. Dep. Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya. Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Quran.

13

You might also like