You are on page 1of 27

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Sebagaimana telah dinyatakan dalam undang-undang Dasar 1945 pasal 32 bahwa bahasa daerah yang masih digunakan oleh masyarakat penuturnya dipelihara oleh Negara. di samping itu, dalam Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 22 huruf n dinyatakn bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah mempunyai kewajiban melestarikan nilai social budaya. Berdasarkan penyataan dalam undang-nudang dasar dan undang-undang itu, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah mempunyai kewajiban bersama untuk memelihara dan menjaga kelestarian kekayaan budaya bangsa, yaitu bahasa daerah karena di dalam bahasa itu terekam nilai-nilai budaya masyarakat daerah yang dapat menjadi sumber pengembangan budaya nasional (Dharma, 2011). Negara kesatuan republik Indonesia yang bercirikan Bhineka Tungga Ika yaitu berbeda-beda tetapi tetap satu, secara tersurat mengamanatkan kapada bangsa Indonesia untuk menghargai perbedaan, baik adat istiadat, agama, dan bahasa. Dengan demikian penghargaan terhadap bahasa daerah yang beragam merupakan suatu keharusan karena penghaergaan terhadap bahasa daerah berarti penghargaan terhadap masyarakat pendukung bahasa daerah itu, sebaliknya sikap abai terhadap bahasa daerah sama artinya dengan mengabaikan keberadaan masyarakat pendukung bahasa itu. Di Indonesia Timur, terdapat kurang lebih 746 bahasa daerah, enam pulluh persen dari itu berada di wilayah Indoneia Timur, yaitu di provinsi papua dan papua Barat kurang lebih 400 bahasa, Maluku dan Maluku Utara 132 bahasa, dan kurang lebih 40 bahasa ada di Nusa Tenggara Timur, tiga puluh lima persen dari bahasa daerah itu dikhawatirkan mengalami kepunahan pada 2010 (pernyataan wakil
Pengembangan Bahasa Daerah Kei Makalah Ini dibuat sebagai tugas Mata Kuliah Lingustik Banding oleh Petronela Letsoin. Mahasiswa Universitas Pattimura Ambon. Program Studi Bahasa Indonesia 2013.

presiden dalam running tex metro TV, Juli 2007). Kondisi ini tentu di tenggarai oleh kurangnya minat generasi muda untuk bertutur dengan bahasa daerahnya karena adanya kecenderungan meninggalkan tempat kelahiran untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Jikam kita abai terhadap kondisi kebahasan yang sangat memprihatikan ini berarti kita akan kehilangan sebagian kekayaan budaya bangsa yang tak ternilai itu karena punahnya bahasa berarti punah pula kekayaan nilai budaya bangsa dan akhirnya hilang keberadaan (eksistensi) bangsa penutur bahasa daerah itu. Oleh karena itu, peril dilakukan tindakan segera unruk menyelamatkan dan mengembangkan bahasa-bahasa daerah itu (Dharma, 2011). Bahasa Kei (Veveu Evav) adalah Bahasa yang digunakan oleh Etnik Kei/Evav. Yang Letaknya di Pulau Maluku, Khususnya Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara. Yakni desa di Pulai Kei Kecil, Kei Besar, Dullah, maupun Pulaupulau lainnya. Masyarakat Pulau Kur dan Kamear memiliki bahasa tersendiri yaitu bahasa Kur, Sedangkan Penduduk Banda Eli yang bertempat di Kei Besar sebagai penutur Bahasa Banda. tapi agak sedikit mirip dengan Bahasa Kei. Tiap Pulau bahkan tiap desa memiliki dialek/logat yang berbeda, sehingga kita bisa dengan mudah mengetahui dari mana si penutur itu berasal (Fhionna, 2013) Ada tiga bahasa rumpun austronesia yang dipertuturkan di Kepulauan Kai; Bahasa Kei (Veveu Evav) adalah yang paling luas pemakaiannya, yakni di 207 desa di Kei Kecil, Kei Besar, dan pulau-pulau sekitarnya. Penduduk Pulau Kur dan Kamear menggunakan Bahasa Kur (Veveu Kuur) dalam percakapan sehari-hari, Bahasa Kei mereka gunakan sebagai lingua franca. Bahasa Banda (Veveu Wadan) digunakan di desa Banda Eli (Wadan El)dan Banda-Elat (Wadan Elat) di bagian barat dan Timur Laut Pulau Kei Besar. Para Pengguna Bahasa Banda berasal dari Kepulauan Banda, tempat di mana bahasa itu tidak lagi digunakan. Bahasa Kei tidak memiliki sistem tulisan sendiri. Para misionaris Katolik dari Belanda menuliskan kata-kata Bahasa Kai dengan suatu bentuk variasi penggunaan abjad Romawi (@Wiroi, 2010).

1.2. Perumusan Masalah

Ketika dua atau lebih bahasa bersanding dalam pemakaiannya di masyarakat, ada dua kemungkinan yang dapat terjadi. Pertama, kedua bahasa itu hidup berdampingan secara berkeseimbangan dan memiliki kesetaraan. Kedua, salah satu bahasa menjadi lebih dominan, menjadi bahasa mayoritas, dan menjadi lebih berprestise, sementara yang lain berkondisi serba sebaliknya, bahkan terancam menuju kepunahannya. Rapid change often occurs when there is extensive bilingualism, which can lead to one language being lost altogether (Anonby, 1999). Kemungkinan kedua menjadi kenyataan di Indonesia dalam kaitan dengan bersandingnya bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa daerah. Kemungkinan akan punahnya suatu bahasa dicemaskan oleh banyak pihak. Berangkat dari keprihatinan akan matinya banyak bahasa, UNESCO (dalam Purwo, 2000) mencanangkan 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional pada suatu konferensi bulan November 1999 dan mulai merayakannya sejak tahun 2000. Ada alasan mendasar mengapa kepunahan suatu bahasa sangat dikhawatirkan. Bahasa memiliki jalinan yang sangat erat dengan budaya sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan (Reyhner, 1999 dalam ). Karena begitu eratnya jalinan antara bahasa dan budaya, Dawson (dalam Anonby, 1999) mengatakan, tanpa bahasa, budaya kita pun akan MATI. Hal ini bisa terjadi karena, sebagaimana dikatakan oleh Fishman (1996), bahasa adalah penyangga budaya; sebagian besar budaya terkandung di dalam bahasa dan diekspresikan melalui bahasa, bukan melalui cara lain. Ketika kita berbicara tentang bahasa, sebagian besar yang kita bicarakan adalah budaya. Bahasa yang dipakai oleh penduduk kei adalah Bahasa Kei, Bahasa Kur, Bahasa Banda. Kosakata dalam bahasa kei memiliki fonem V (seperti V pada Via dalam Bahasa Latin) yang berbeda dengan fonem F dan P. Penduduk wilayah Utara Pulau Kei Besar membedakan fonem R seperti pada kata Rata dalam Bahasa Indonesia, dengan fonem R seperti pada franais /f s/ dalam bahasa Perancis. Meskipun demikian, dalam bentuk tertulis, kedua fonem ini tidak dibedakan.

Kosa kata Bahasa Kei modern mencakup banyak kata serapan dari banyak bahasa lain terutama Bahasa Melayu. Sebagian besar adalah nomina, yakni nama beberapa benda yang baru dikenal masyarakat Kepulauan Kei pada akhir abad ke-19. Kata-kata yang memiliki huruf P dan G dapat dipastikan merupakan kata serapan, karena kedua fonem tersebut tidak dikenal dalam kosa kata Bahasa Kei asli. Bertolak dari hal diatas maka adapun masalah yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Bagaimana Sruktur dan kosa kata dalam Bahasa Kei. 2. Bagaimana Peran bahasa Kei dalam lingkungan terhadap penguasaan bahasa ? 3. Bagaimana Pengembangan bahasa kei dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ? dan pengaruhnya

1.3. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan ini dalah sebagi berikut: 1. Mengetahui Sruktur dan kosa kata dalam Bahasa Kei. 2. Mengetahui Peran bahasa Kei dalam lingkungan terhadap penguasaan bahasa ? 3. Mengetahui Pengembangan bahasa kei dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. dan pengaruhnya

1.4. Manfaat penulisan Manfaat penulisan ini adalah Bahan Informasi dalam pengembangan ilmu di bidang Lingustik Bandingan.

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Struktur Bahasa Kei (Evav) Pada umumnya, orang mempelajari bahasa Evav secara lisan saja yaitu mendengar percakapan-percakapan dalam bahasa Evav lalu menghafal kata-kata itu. Belum ada Tata Bahasa yang baku sehingga masyarakat Evav sendiri mengalami kesulitan untuk menulis dan mengucap (membaca) ejaan bahasa Evav. Maka bahan pelajaran penting dalam bahasa Evav adalah cara menulis dan mengucap ejaan bahasa Evav. Bahasa Evav juga belum memiliki sistem tulisan yang baku, padahal ada banyak kata-kata Evav yang sama atau mirip susunan hurufnya, tetapi mempunyai arti yang berbeda jika diucapkan dengan intonasi (tekanan suara) atau bunyi ejaan yang berbeda. Maka sebelum mempelajari bahasa Evav lebih lanjut, perhatikanlah beberapa pedoman menulis dan mengucap ejaan bahasa Evav seperti berikut ini.

2.1.1. Bunyi Huruf Vokal a,i,u,e,o

1. Jika huruf vokal tunggal ditulis dengan tanda garis pendek ( _ ) dibawahnya, maka diucap pendek dengan sedikit tekanan suara (bunyi vokal pendek). Contoh: lek (kera) diucap pendek dengan sedikit tekanan suara, sedangkan lek (jatuh) diucap pendek tanpa tekanan suara. tev (tebu) diucap pendek dengan sedikit tekanan suara, sedangkan tev (lempar) diucap pendek tanpa tekanan suara.

2. Jika huruf vokal kembar ditulis dengan tanda garis panjang ( __ ) dibawahnya, maka diucap agak panjang dengan sedikit tekanan suara (bunyi vokal panjang). Contoh:

laar (layar) diucap agak panjang dengan sedikit tekanan suara, sedangkan lar (darah) diucap pendek tanpa tekanan suara. tuun (tanjung) diucap agak panjang dengan sedikit tekanan suara, sedangkan tun (bakar, panggang) diucap pendek tanpa tekanan suara.

3. Jika huruf vokal kembar ditulis tanpa tanda garis dibawahnya, maka diucap berulang dengan sedikit tekanan suara pada huruf kedua (bunyi vokal berulang). Contoh: laar (layar) diucap agak panjang dengan sedikit tekanan suara, sedangkan lar (darah) diucap pendek tanpa tekanan suara. tuun (tanjung) diucap agak panjang dengan sedikit tekanan suara, sedangkan tun (bakar, panggang) diucap pendek tanpa tekanan suara.

Jika huruf vokal kembar ditulis tanpa tanda garis dibawahnya, maka diucap berulang dengan sedikit tekanan suara pada huruf kedua (bunyi vokal berulang). Contoh: laai (besar) diucap berulang dengan sedikit tekanan suara pada huruf kedua, sedangkan lai (merambat, merayap) diucap pendek tanpa tekanan suara. faar (menyalakan api) diucap berulang dengan sedikit tekanan suara pada huruf kedua, sedangkan far (membanting) diucap pendek tanpa tekanan suara. vuut (ikan) diucap berulang dengan sedikit tekanan suara pada huruf kedua, sedangkan vut (sepuluh) diucap pendek tanpa tekanan suara.

2.1.2. Kata Ganti Orang

Kata Ganti Orang adalah kata yang dipakai untuk menggantikan kata benda, dan berfungsi untuk menerangkan diri atau orang yang dimaksud. Kata Ganti Orang Pokok: Kata Ganti Orang Pengganti: Yaau (saya) U (saya) O (engkau) Um atau Mu (engkau)

I (dia) En atau Na (dia) Am (kami) Ma (kami) Im (kalian) Bi (kalian) It (kita) Ta (kita) Hir (mereka) Er atau Ra (mereka)

Kata Ganti Orang Pokok sebagai subyek kalimat digunakan untuk membuat kalimat yang lengkap. Sedangkan Kata Ganti Orang Pengganti sebagai subyek kalimat digunakan untuk membuat kalimat yang singkat. Contoh 1: Kalimat Lengkap Kalimat Singkat (1) Saya makan nasi Yaau u an kokat U an kokat (2) Engkau makan nasi O um an kokat Um an kokat atau Mu an kokat (3) Dia makan nasi I en an kokat En an kokat a tau N a an kokat (4) Kami makan nasi Am ma an kokat Ma an kokat (5) Kalian makan nasi Im bi an kokat Bi an kokat (6) Kita makan nasi It ta an kokat Ta an kokat (7) Mereka makan nasi Hir er an kokat Er an kokat atau Ra an kokat Penjelasan (lihat Contoh 1 diatas):

a. Kalimat Lengkap (Kata Ganti Orang Pokok sebagai subyek kalimat) Yaau (saya) + u (pasangan kata ganti Yaau) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat (nasi). O (engkau) + um (pasangan kata ganti O) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat (nasi). I (dia) + en (pasangan kata ganti I) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat (nasi). Am (kami) + ma (pasangan kata ganti Am) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat (nasi). Im (kalian) + bi (pasangan kata ganti Im) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat (nasi).

It (kita) + ta (pasangan kata ganti It) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat (nasi). Hir (mereka) + er (pasangan kata ganti Hir) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat (nasi).

b. Kalimat Singkat (Kata Ganti Orang Pengganti sebagai subyek kalimat) U (pasangan kata ganti Yaau) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat (nasi). Um atau Mu (pasangan kata ganti O) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat (nasi). En atau Na (pasangan kata ganti I) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat (nasi). Ma (pasangan kata ganti Am) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat (nasi). Bi (pasangan kata ganti Im) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat (nasi). Ta (pasangan kata ganti It) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat (nasi) .Er atau Ra (pasangan kata ganti Hir) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat (nasi).

c. Kalimat dengan Kata Ganti Orang Pokok sebagai subyek kalimat merupakan bentuk Kalimat Lengkap. Sedangkan kalimat dengan Kata Ganti Orang Pengganti sebagai subyek kalimat merupakan bentuk Kalimat Singkat yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari (bahasa lisan). Kedua bentuk kalimat diatas, walaupun berbeda susunannya tetapi mempunyai arti yang sama.

d. Setiap huruf awal dari Kata Ganti Orang, disarankan supaya ditulis dengan huruf besar supaya membedakan dari kata-kata lain yang sama bentuknya tetapi berbeda artinya, seperti: I (dia) sedangkan i (ini,itu), It (kita) sedangkan it (melihat), dan lainlain.

2.2. Kosa kata bahasa Kei (Evav) Kata-kata dalam bahasa Kei masih memiliki kemiripan dengan bahasa-bahasa rumpun austronesia lainnya, misalnya:

Tahit (Bahasa Melayu: Tasik, Laut, Danau) Nur (Bahasa Melayu: Nyiur, Kelapa) Roan (Bahasa Kawi: Ron, Daun) Lajaran (Bahasa Jawa: Jaran, Kuda) Manut (Bahasa Jawa: Manuk, unggas) Tom (Bahasa Minangkabau: Tambo, Hikayat)

2.2.1 Nomina

Nomina dalam bahasa Kei secara umum terbagi atas nomina independen dan nomina dependen. Nomina independen adalah golongan kata benda yang dapat diucapkan sendiri, tanpa harus diberi sufiks pronomina, misalnya:

Rahan = Rumah Ler = Matahari Nuhu = Pulau

Nomina dependen adalah golongan kata benda yang lazimnya tidak diucapkan tanpa diberi sufiks pronomina, misalnya:

Lim-ang = Tangan-ku Ren-am = Ibu-mu Yan-an = Anak-nya

2.2.2. Pronomina

Pronomina personal:

10

o o o o o o o

Ya'au,= saya O = kau I = dia It = kita Am = kami Im = kalian Hir = mereka

Pronomina demonstratif:
o o

En'i, ain'i = yang ini En'he, ain'he = yang itu

Pronomina interogatif:
o o

Hira'= siapa Aka = apa

Tal aka, niraan aka = mengapa

Be = mana, di mana, ke mana


Ainbe, enbe = yang mana Fel be = bagaimana Nanan be = bilamana

2.2.3. Adjektiva posesif

Adjektiva posesif dalam bahasa Kei digunakan untuk menunjukkan kepemilikan atas nomina independen yang mengikutinya, misalnya:

Ning kubang = uangku Mu kubang = uangmu Ni kubang = uangnya Did kubang = uang kita Mam kubang = uang kami

11

Bir kubang = uang kalian Rir kubang = uang mereka

Pronomina yang diikuti adjektiva posesif berfungsi sebagai pronomina posesif yang menunjukkan kepemilikan atas nomina independen yang mendahuluinya, misalnya:

Nuhu i ya'au ning = pulau ini milikku Nuhu i am mam = pulau ini milik kami

Bergantung pada konteks kalimatnya, jika pronomina yang diikuti adjektiva posesif tersebut mendahului nomina, maka dapat bermakna pronomina posesif, misalnya:

O mu nuhu i = milikmulah pulau ini It did nuhu i = milik kitalah pulau ini

Dan dapat pula sekedar mempertegas adjektiva posesif yang mengikutinya, misalnya:

Ya'au ning ravit namsait rak = ning ravit namsait rak = bajuku sudah koyak.

2.2.4. Adjektiva

Adjektiva bahasa Kei senantiasa mengikuti nomina yang diterangkannya, misalnya:


Vat la'ai = Batu besar (la'ai = besar) Ravit kamumum = Baju ungu (kamumum = ungu), atau baju kebesaran (karena baju berwarna ungu atau lembayung lazimnya dikenakan dalam upacara tradisional Kei)

Ai baloat = Kayu panjang (baloat/bloat = panjang)

2.2.5. Verba

Dalam percakapan, verba bahasa Kei biasanya dirangkai dengan awalan yang menunjukkan pelaku, misalnya:

12

kata dasar: tod = hela


o o o o o o o

utod = saya menghela umtod = engkau menghela entod = dia menghela ittod = kita menghela amtod = kami menghela imtod = kalian menghela ertod = mereka menghela

Pengimbuhan awalan yang menunjukkan pelaku tersebut tidak merubah pengucapan kata dasarnya (kecuali pada beberapa verba tertentu), sehingga perlu dipisahkan dengan verba yang diawali huruf vokal, agar tidak dibaca bersambung, misalnya:

kata dasar: eak = ikat


o o

u'eak = saya mengikat um'eak = engkau mengikat

Pada Verba tertentu, terjadi variasi awalan yang menunjukkan pelaku, misalnya:

kata dasar: fla = lari


o o o o o o o

ufla = saya lari mufla = engkau lari nefla = dia lari tefla = kita lari mefla = kami lari befla = kalian lari refla = mereka lari

kata dasar: an = makan


o o o

uan= saya makan muan = engkau makan na'an = dia makan

13

o o o o

ta'an = kita makan maan = kami makan mian = kalian makan ra'an = mereka makan

2.2.6. konjungsi

Ma = maka, lalu, kemudian Ne = dan, tetapi, sedangkan Ibo = tetapi hov, enhov = dan, dengan

2.2.7. Fonologi

Fonem konsonan asli: b, d, f, h, j, k, l, m, n, r, s, t, v, w, y, ng, ny. Fonem konsonan serapan: c, g, p, q, x, z. Fonem vokal: a, i, u, e, o (pendek); aa, ii, uu, ee, oo (panjang); ai, au, oi, eu (diftong).

Bahasa mempunyai tujuh vokal. Depan Lidah Tinggi i I U Belakang u

Lidah Rendah

e a

Bahasa Kei mempunyai enam belas (16) konsonan.

14

Sebagaimana telah disinggung diatas, tekanan kata jatuh pada suku kata terakhir. Dengan demikian jelaslah bahwa bahasa Kei mempunya semivokal dan vokal rangkap. /siw/ 'sembilan' /ohoy/ 'kampung' fan 'memanah'

fa'an 'memberi makan' faan 'umpan' Bentuk suku kata adalah (K)nVK)n V; o VK ; ut KVK ; hir KKV ; sbo KKVK ; skuk 'engkau' 'kita' 'mereka' 'sarung' 'burung hitam' 'rakus'

KVKK ; var-benaun /var.be.nawn/

Bentuk kata adalah (S)n 'S S ; u 'rotan', ru 'dua', suk 'cumi-cumi', slar 'jagung' S'S ; nean 'enam', yahau 'anjing', branran 'laki-laki'

15

SS'S ; metmetan 'hitam sekali', ngaritin 'dangkal' SSS'S ; enmalmalit 'dia ketawa', enfabahel 'dia melukai'

2.2.8. Morfologi

Kata ganti persona dan akhiran adalah sebagai berikut :

Tanda milik : lima-ng yamar 'tanganku' 'ayah mereka'

i ni rahan 'rumahnya' it did skol 'sekolah kita' Pada umumnya bagian awal kata sajalah yang diulangi untuk membentuk kata ulang. sian 'buruk' --> sisian 'rusak sama sekali' smer 'pagi' --> smermer 'pagi-pagi'

Kata majemuk dibentuk dari awal akar kata. yana-d anak 1ji yea -n + + ura -d ---> yan-ur 'pihak penerima mempelai wanita'

saudara 1ji lima -n ---> ye-lim 'sumbangan'

16

kaki 3t

tangan 3t

Ada beberapa jenis adjektiva : -----------Contoh--------Biasa mangakabenau avled benau mafun benau ngahong benau kahir 'banyak makanan' 'makanan lembek' 'makanan pedas' 'makanan asin'

Verba bahasa Kei dapat diawali dengan satu sampai dengan tiga jenis awalan. Awalan pertama disesuaikan dengan persona subjek. Awalan ketiga sering menunjukan peranan subjek. Akhiran lokatif -ik berfungsi seperti akhiran lokatif -i bahasa Indonesia (seperti : men-dekat-i).

3t - TS - balik lebleb na-m- divu 'perahu tenggelam' i wari-n en-fa-t mur -ik ya'au 'adiknya membelakangi saya' (tidak mau

melihat saya) dia adik-3t 3t-JK-PS-belakang-LOK saya

17

2.2.9. Bilangan dalam bahasa Kei

1 2 3 4

7 8

10

sa ru tel vaak lim nean fit wau siuw Vut Angka Kata 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 30 40 50 60 100 101 vut ensa vut enru vut entel vut enfaak vut enlim vut ennean vut enfit vut enwau vut ensiu Vutru vutru ensa vutru enru vutru entel Vuttel Vutfaak Vutlim Vutnean Ratut ratut ensa

18

102 120 121 200 500

ratut enru ratut vutru ratut vutru ensa Ratru Ratlim

1.000 Rivun 1.001 rivun ensa 1.002 rivun enru 1.010 rivun envut 1.011 rivun vut ensa 1.020 rivun vutru 1.021 rivun vutru ensa 1.500 rivun ratlim 1.520 rivun ratlim vutru 1.522 rivun ratlim vutru enru 2.000 Rivunru 5.000 Rivunlim 10.000 Rivunvut 99.999 rivunvutsiu ratsiu vutsiu ensiu

19

2.3. Peran bahasa Kei dalam lingkungan penguasaan bahasa.

dan pengaruhnya terhadap

Lingkungan bahasa adalah bahasa yang ada di sekitar anak, baik yang keberadaannya bersifat alamiah maupun yang keberadaannya karena disengaja. Berdasarkan hal itu, lingkungan bahasa dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: lingkungan bahasa alamiah (informal) dan lingkungan bahasa tidak alamiah (formal) (Huda, 1999). Jika fokus pembicara adalah isi komunikasi, lingkungan bahasa itu disebut alamiah; jika fokus pembicara adalah bentuk bahasa, lingkungan bahasa itu disebut tidak alamiah (Dulay dan Burt, 1982). Lingkungan bahasa informal pada umumnya ada di luar kelas. Akan tetapi, lingkungan semacam ini juga ada di dalam kelas. Dikatakan demikian karena, seperti dikemukakan di atas, lingkungan bahasa informal adalah lingkungan penggunaan bahasa untuk tujuan-tujuan komunikasi. Sebagaimana kita ketahui, di dalam kelas, bahasa pada umumnya digunakan untuk tujuan komunikasi, yakni menyajikan atau mendiskusikan materi pelajaran. Sebaliknya, lingkungan bahasa formal adanya terutama di dalam kelas, khususnya di kelas bahasa, dalam bentuk pengajaran formal kaidah-kaidah bahasa. Kedua lingkungan bahasa itu berpengaruh terhadap percepatan penguasaan bahasa oleh anak. Namun demikian, pengaruh yang diberikan oleh kedua jenis lingkungan bahasa itu berbeda-beda (Huda, 1999). Untuk menjelaskan hal itu, dua hipotesis dari Ellis (dalam Huda, 1999) perlu dikemukakan di sini, yaitu: hipotesis non-interface dan hipotesis interface. Kedua hipotesis itu berbeda dalam hal tipe pengetahuan linguistik, yakni: pengetahuan eksplisit dan pengetahuan implisit, dan interaksi antara keduanya. Pengetahuan linguistik eksplisit ditunjukkan oleh adanya kesadaran akan kaidah-kaidah bahasa Kei. Pengetahuan linguistik implisit ditunjukkan oleh kemampuan menghasilkan wacana yang sesuai dengan kaidahkaidah bahasa tanpa adanya kesadaran akan kaidah-kaidah itu.

20

Menurut para pendukung hipotesis non-interface, bahasa di kuasai oleh anak karena adanya lingkungan bahasa formal dan lingkungan bahasa informal. Dari yang pertama, anak mempelajari bahasa; sementara dari yang kedua, anak memperoleh bahasa. Pemerolehan memiliki peranan sentral dalam kaitannya dengan kemampuan anak memproduksi wacana, sementara pembelajaran hanya membantu sebagai monitor. Fungsi utama monitor adalah meningkatkan keakuratan bahasa yang diproduksi. Tidak ada cara mengubah pengetahuan eksplisit menjadi pengetahuan implisit. Ini berarti bahwa belajar gramatika tidak secara langsung meningkatkan penguasaan bahasa, sehingga dengan demikian, yang lebih memberi kontribusi kepada perkembangan penguasaan bahasa anak adalah lingkungan bahasa informal. Sebagaimana dikatakan oleh Dulay dan Burt (1982), lingkungan bahasa alamiah tampak meningkatkan perkembangan keterampilan komunikasi. Secara jelas, pemajanan yang alamiah kepada suatu bahasa memicu terjadinya pemerolehan keterampilan berkomunikasi dalam bahasa itu secara bawah sadar.

Tentang bagaimana bahasa dikuasai secara informal, melalui pemerolehan, dijelaskan oleh sebuah hipotesis yang disebut Hipotesis Input. Hipotesis ini dikemukakan oleh Karshen dan Terrel (1984). Menurut hipotesis ini, anak tidak mempelajari bahasa, tetapi memperoleh bahasa. Bahasa itu diperoleh melalui pemahaman atas masukan bahasa yang sedikit lebih sulit dripada bahasa yang telah dikuasai oleh anak, yang diterima dari penggunaan bahasa di sekitarnya, apakah itu bahasa lisan atau bahasa tulis. Dengan demikiam, menyimak dan membaca merupakan dua hal penting dalam rangka memperoleh bahasa. Sementara, berbicara dan menulis, menurut hipotesis ini, akan tumbuh dengan sendirinya pada diri anak, begitu mereka memiliki kompetensi yang didapat melalui masukan yang dipahami. Tumbuhnya keterampilan menulis telah terbukti lebih dipicu oleh banyaknya aktivitas membaca yang dilakukan atas inisiatif sendiri daripada oleh pengajaran keterampilan menulis yang disengaja (Krashen, dalam Ellis, 1990). Pendukung hipotesis interface berpendapat bahwa pengetahuan linguistik eksplisit dan pengetahuan linguistik implisit bukanlah merupakan dua hal yang sepenuhnya terpisah. Pengetahuan linguistik eksplisit dapat berubah menjadi

21

pengetahuan linguistik implisit; demikian juga sebaliknya. Menurut Bialystock (dalam Huda, 1999), praktik, misalnya, merupakan mekanisme untuk mengubah pengetahuan linguistik yang eksplisit menjadi pengetahuan linguistik implisit. Karena adanya mekanisme pengubahan semacam ini, baik pengetahuan linguistik eksplisit maupun pengetahuan linguistik implisit dapat diperoleh dari dua sumber, yaitu: lingkungan bahasa informal dan lingkungan bahasa formal. Dengan demikian, kedua lingkungan bahasa itu memiliki peranan yang sama dalam meningkatkan penguasaan bahasa oleh anak. Jika kedua hipotesis di atas dicermati, tampak ada kesamaan (Huda, 1999). Kesamaan itu terletak pada dukungan akan kuatnya peranan pengetahuan linguistik implisit. Hipotesis non-interface secara jelas menunjukkan dukungan ini. Hipotesis interface secara tidak langsung menyatakan bahwa pengetahuan linguistik eksplisit memberikan kontribusi secara tidak langsung kepada kemampuan komunikasi. 2.4. Pengembangan Bahasa Kei Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Ada beberapa alasan mengapa penggunaan bahasa daerah Kei sebagai bahasa pengantar dalam pengajaran ditawarkan. Alasan pertama berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendidikan dan kebudayaan termasuk bidang pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Dalam bab IV, pasal 7 UU Nomor 22, Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah disebutkan, kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, militer dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. Bahkan, bidang pendidikan dan kebudayaan merupakan salah satu bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, sebagaimana disebutkan dalam pasal 11, ayat 2, bab IV UU itu. Dengan demikian, menjadikan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan tidak begitu menjadi masalah bagi pemerintah daerah karena merupakan bagian dari kewenangannya. Dalam bab VII, UU Nomor 20, Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 33, tentang bahasa pengantar disebutkan bahwa bahasa pengantar dalam pendidikan nasional adalah bahasa Indonesia (ayat 1);

22

namun, bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau

keterampilan tertentu (ayat 2). Alasan kedua berkaitan dengan upaya memaksa orang tua untuk menggunakan bahasa daerah Kei ketika berkomunikasi dengan anaknya di dalam keluarga/di rumah. Sementara ini, salah satu alasan para orang tua suku Bali menggunakan bahasa Bali yang diselipi unsur-unsur bahasa Indonesia, atau, bahkan bahasa Indonesia secara murni di rumah adalah agar anak-anak mereka bisa berbahasa Indonesia untuk kepentingan komunikasi dalam situasi tertentu (Sutama dan Suandi, 2000). Bisa jadi situasi tertentu yang dimaksud adalah pembelajaran di lembaga pendidikan yang memiliki kecenderungan kuat untuk menggunakan bahasa Indonesia sejak di taman kanak-kanak sebagai bahasa pengantarnya. Dugaan ini masuk akal karena siapa pun akan khawatir kalau anak-anaknya tidak bisa mengikuti kegiatan belajar di kelas karena tidak bisa menguasai bahasa pengantar yang digunakan. Oleh karena itu, penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran di kelas akan mendorong para orang tua untuk membiasakan anak-anak mereka berbahasa daerah di rumah sebelum memasuki dunia sekolah. Pada tanggal 25 s.d. 27 Oktober 1990 seminar bahasa Kei yang pertama diselenggarakan di Tual, Maluku Tenggara melalui kerjasama Universitas Pattimura dan Pemerintah Tingkat II Maluku Tenggara. Peserta seminar menyepakati tiga hal, masih sedang dikembangkan.

Ejaan praktis yang baku bagi Bahasa Kei (Ejaan ini sangat mirip dengan Bahasa Indonesia).

Penggunaan Bahasa Kei sebagai dan bahasa pengantar di samping Bahasa Indonesia di kelas 1, 2, dan 3 Sekolah Dasar dikawasan Bahasa Kei.

Perlu dibentuk suatu wadah Bahasa Kei guna mendokumentasikan, membina, dan mengembangkan Bahasa Kei.

23

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan Dari hasil pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada umumnya, orang mempelajari bahasa Evav secara lisan saja yaitu mendengar percakapan-percakapan dalam bahasa Evav lalu menghafal katakata itu. Belum ada Tata Bahasa yang baku sehingga masyarakat Evav sendiri mengalami kesulitan untuk menulis dan mengucap (membaca) ejaan bahasa Evav. Maka bahan pelajaran penting dalam bahasa Evav adalah cara menulis dan mengucap ejaan bahasa Evav. Bahasa Evav juga belum memiliki sistem tulisan yang baku, padahal ada banyak kata-kata Evav yang sama atau mirip susunan hurufnya, tetapi mempunyai arti yang berbeda jika diucapkan dengan intonasi (tekanan suara) atau bunyi ejaan yang berbeda. 2. Menurut para pendukung hipotesis non-interface, bahasa di kuasai oleh anak karena adanya lingkungan bahasa formal dan lingkungan bahasa informal. Dari yang pertama, anak mempelajari bahasa; sementara dari yang kedua, anak memperoleh bahasa. Pemerolehan memiliki peranan sentral dalam kaitannya dengan kemampuan anak memproduksi wacana, sementara pembelajaran hanya membantu sebagai monitor. Fungsi utama monitor adalah meningkatkan keakuratan bahasa yang diproduksi. yang lebih memberi kontribusi kepada perkembangan penguasaan bahasa anak adalah lingkungan bahasa informal. 3. masih sedang dikembangkan. a. Ejaan praktis yang baku bagi Bahasa Kei (Ejaan ini sangat mirip dengan Bahasa Indonesia). b. Penggunaan Bahasa Kei sebagai dan bahasa pengantar di samping Bahasa Indonesia di kelas 1, 2, dan 3 Sekolah Dasar dikawasan Bahasa Kei. c. Perlu dibentuk suatu wadah Bahasa Kei guna mendokumentasikan, membina, dan mengembangkan Bahasa Kei. 3.2. Saran

Kepada pemerintah daerah Maluku Tenggara dan Kota Tual agar lebih lagi memperhatikan penggunaan bahasa daerah Kei dalam kehidupan sehari-hari dan kehidupan di sekolah dengan cara memberikan satu hari khusus untuk berbicara bahasa daerah Kei di kantor dan di sekolah-sekolah.

24

DAFTAR PUSTAKA

Anonby, Stan J. 1999. Reversing Language Shift: Can Kwakwala Be Revived dalam Reyhner, Jon dkk. (Ed.). Revitalizing Indigenous Languages. Flagstaff, AZ: Northern Arizona University. Dharma. A. 2011. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Daerah. International seminar Language Maintenance and Shift. Diponegoro University. Semarang. Fhionna. 2013. BAHASA KEI (Veveu Evav).http//www.marri-belajar-danmengenal-bahasa-kei.html. diakses tanggal 18 Juni 2013. Fishman, Joshua. 1996. What Do You Lose When You Lose Your Language? dalam Cantoni, G. Stab di akses tanggal 15 Juni 2013. Tamher. H. 2012. Laporan Hasil Penelitian Satu Abad : Ed, Travis, Universitas Pattimura dan Summer Institute of Linguistics" diakses tanggal 15 Juni 2013. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Surabaya: Diperbanyak oleh Karya Anda. @Wiroi, 2010. Kepulauan Kei Negeri Mutiara di wallacea. http//www. kepulauankei-negeri-seribu-pulau-.html. Diakses Tanggal 15 Juni 2013.

25

Lampiran 1. Kamus Bahasa Kei

Personal: - Saya= Ya'au - Kamu= o - Dia= i - Kalian= Im - Kita= It - kami= am - Mereka= Hir Kata Interogatif, misalnya: - Hira= siapa - Aka= apa - Tal aka niraan aka= mengapa - Be= mana, dimana - Ainbe, enbe= yg mana - Felbe= bagaimana - Nanan be= bilamana Kata Sambung, misalnya: - Ma= maka, lalu, kemudian - Ne= dan, tetapi, sedangkan - Ibo= tetapi - Hov,Inhov= dan, dengan Anggota Tubuh: Iyan= Kaki Liman= Tangan kukun= kuku Ivun= perut Un= kepala (Un Vat= kepala batu/keras kepala) Nirun= Hidung (Nirun Tabongan= Hidung pesek) Matan= mata Arun= telinga Murun= Rambut (murun kuk= Keriting :p) Lar= Darah

26

Nivan= Gigi Kata yang menunjukan kepunyaan: Misalnya: - Ning Kubang= Uangku - Mu Kubang= Uangmu - Ni Kubang= Uangnya - Did Kubang= Uang kita - Mam Kubang= Uang kami - Bir Kubang= Uang kalian - Rir Kubang= Uang mereka KOSA KATA Mama= Renan Bapa= Yaman anak= yanan Kakek= Toran Nenek= Tebtuan Ipar= Ivar Guru= Gur Umat= Orang koko; ko beran= Laki-Laki vat-vat; Ko vat=Perempuan Ler= Matahari Murin= Luar Ran= Dalam Kidin= Sebelah Semermer= Pagi (Smermer yat= Pagi Buta) Hamar= siang Dedan= Malam Nuhu= Pulau Tahit= Laut Ohoi= Kampung Vat= batu Ngur= pasir= ngur Tanat= tanah Fid= pintu Snivut= jendela

27

Rumah= rahan Seng kubang= Uang Ndok= duduk Ndir= berdiri Hanarun= Cantik, Ganteng Fikir= Pikir Wahid= Tidak Suhut= Sakit Malit= tertawa naron= menangis Vaw= Kawin bayal= Banyak jalan Besa= semua Siksa= Susah Nalek= Jatuh = nalek Roan= Daun Ava= Barang Bok-bok= baik Sesian= tidak baik Fla= Lari Fangnan= Sayang Insian= Malas sian= Rusak baloat/bloat= Panjang Ai= Kayu ( Ai Bloat= Kayu Panjang) Vat= Batu (Vat la'ai= Batu Besar)

Penggabungan Kata / Jadi Sebuah Kalimat: - Ya'au ning ravit namsait rak= Bajuku sudah robek/rusak. - Hir ba' Ngur Bloat= Mereka pergi ke Pasir Panjang (Ngur Bloat=pasir panjang) - Limang kidin Suhut= Tangan sebelah sakit - Tanat i ya'au ning= Tanah ini milikku - Tanat i am mam= Tanah ini milik kami

You might also like