You are on page 1of 9

TEORI TERBENTUKNYA NEGARA A.

Pendahuluan Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut. Negara juga merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi semua individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara independent. Syarat primer sebuah negara adalah memiliki rakyat, memiliki wilayah, dan memiliki pemerintahan yang berdaulat. Sedangkan syarat sekundernya adalah mendapat pengakuan dari negara lain. Negara adalah pengorganisasian masyarakat yang mempunyai rakyat dalam suatu wilayah tersebut, dengan sejumlah orang yang menerima keberadaan organisasi ini. Syarat lain keberadaan negara adalah adanya suatu wilayah tertentu tempat negara itu berada. Hal lain adalah apa yang disebut sebagai kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada wilayah tempat negara itu berada. Keberadaan negara Keberadaan negara, seperti organisasi secara umum, adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Keinginan bersama ini dirumuskan dalam suatu dokumen yang disebut sebagai Konstitusi, termasuk didalamnya nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh rakyat sebagai anggota negara. Sebagai dokumen yang mencantumkan cita-cita bersama, maksud didirikannya negara Konstitusi merupakan dokumen hukum tertinggi pada suatu negara. Karenanya dia juga mengatur bagaimana negara dikelola. Konstitusi di Indonesia disebut sebagai Undang-Undang Dasar. Dalam bentuk modern negara terkait erat dengan keinginan rakyat untuk mencapai kesejahteraan bersama dengan cara-cara yang demokratis. Bentuk paling kongkrit pertemuan negara dengan rakyat adalah pelayanan publik, yakni pelayanan yang diberikan negara pada rakyat. Terutama sesungguhnya adalah bagaimana negara memberi pelayanan kepada rakyat secara keseluruhan, fungsi pelayanan paling dasar adalah pemberian rasa aman. Negara menjalankan fungsi pelayanan keamanan bagi seluruh rakyat bila semua rakyat merasa bahwa tidak ada ancaman dalam kehidupannya. Dalam perkembangannya banyak negara memiliki kerajang layanan yang berbeda bagi warganya.

Berbagai keputusan harus dilakukan untuk mengikat seluruh warga negara, atau hukum, baik yang merupakan penjabaran atas hal-hal yang tidak jelas dalam Konstitusi maupun untuk menyesuaikan terhadap perkembangan zaman atau keinginan masyarakat, semua kebijakan ini tercantum dalam suatu Undang-Undang. Pengambilan keputusan dalam proses pembentukan Undang-Undang haruslah dilakukan secara demokratis, yakni menghormati hak tiap orang untuk terlibat dalam pembuatan keputusan yang akan mengikat mereka itu. Seperti juga dalam organisasi biasa, akan ada orang yang mengurusi kepentingan rakyat banyak. Dalam suatu negara modern, orang-orang yang mengurusi kehidupan rakyat banyak ini dipilih secara demokratis pula. B. ISI Dan Pembahasan B.1 Teory Teokrasi TEOKRASI merupakan suatu istilah yang berasal dari Bahasa Yunani, theokratia, artinya pemerintahan TUHAN. Istilah ini ditemukan dalam tulisan Yosefus, seorang sejarahwan Yahudi yang hidup pada sekitar tahun 37-100 M. Dalam tulisannya berjudulMelawan Apion, Yosefus mengatakan bahwa Musa telah membentuk pemerintahan Yahudi menjadi apa yang lebih tepat disebut sebagai teokrasi. Secara harafiah, istilah teokrasi berasal dari katatheos(TUHAN)

dankratein(memerintah). Ketika istilah ini digunakan oleh Yosefus, ia membandingkannya dengan sistim pemerintahan yang digunakan oleh orang-orang Yunani pada waktu itu, yaitu monarki, aristokrasi dan anarki. Sistim monarki adalah sistim pemerintahan yang dipimpin oleh satu orang, berasal dari katamonarkhesdalam Bahasa Yunani, artinya pemerintahan oleh yang satu. Sistim aristokrasi adalah sistim pemerintahan yang dipimpin oleh orang-orang yang terbaik (aristokrat). Istilah ini berasal dari kataaristokratiadalam Bahasa Yunani, artinya pemerintahan oleh yang terbaik. Sedangkan, sistim anarki adalah sistim yang tidak memiliki pemerintah, berasal dari kataanarkhiadalam Bahasa Yunani, artinya tanpa pemerintah. Ketika membahas sistim pemerintahan Yahudi, Yosefus tidak menemukan kecocokan antara sistim yang diturunkan oleh Musa dengan salah satu dari ketiga sistim Yunani tersebut. Karena itulah, Yosefus merumuskan sistim keempat yang disebutnya teokrasi itu. Menurut Yosefus, teokrasi adalah sistim pemerintahan dimana kekuasaan TUHAN dan hukum-NYA (Taurat) berada di atas segala-galanya. Sistim itu, menurutnya,

tetap dipertahankan oleh orang-orang Israel meskipun mereka terpecah ke dalam dua kerajaan, Utara (Israel) dan Selatan (Yehuda), pasca pemerintahan Salomo. Dalam perkembangannya, sistim teokrasi cenderung mengarah ke arah politik praktis. Jauh dari apa yang semula dirumuskan oleh Yosefus. Teokrasi yang berkembang di kemudian hari semakin menjurus ketreskeiokrasi(pemerintahan oleh agama) atauhierokrasi(pemerintahan oleh imam), karena yang dipersoalkan adalah siapa yang berkuasa mewakili TUHAN. Inilah yang membuat para ahli politik modern cenderung mengutuk bentuk-bentuk teokrasi karena dianggap melegalkan bentuk-bentuk kekuasaan atas nama TUHAN. Para ahli modern membandingkan model teokrasi Yosefus dengan apa yang ada dalam masyarakat-masyarakat primitif, seperti pernah diterapkan dalam masyarakat Mesir Kuno, Tibet bahkan dalam masyarakat Indian Amerika, dimana sistim masyarakat dikendalikan oleh para putra langit atau putra dewa, yang kemudian disejajarkan dengan istilahben Elohim(Anak atau Putra TUHAN) yang disandang oleh Raja Daud dan keturunannya, hingga oleh Yesus sendiri. Teokrasi kemudian dianggap sebagai sistim yang gagal ketika disamakan dengan penerapan syariat Islam di Timur Tengah, seperti Taliban di Afghanistan, al-Shabab di Somalia atau sistim kerajaan Arab Saudi. Menurut para kritikus kontemporer, teokrasi semacam itu adalah bentuk teokrasi yang membungkam hak-hak sipil dan bahkan mengebiri hak-hak asasi manusia (HAM). Pada akhirnya, mereka berkesimpulan bahwa teokrasi sangat bertentangan dengan demokrasi dan HAM. Akibatnya, stigma negatif terhadap teokrasi pun terus tertanam hingga kini. Kesimpulan ini didasarkan pada pandangan bahwa teokrasi adalah sistim pemerintahan yang mengedepankan siapa yang berkuasa. Padahal, dalam rumusan Yosefus, sistim teokrasi merupakan sistim penggembalaan umat Israel, sebagai bangsa pilihan TUHAN. Yosefus tidak berbicara tentang siapa yang berkuasa sebagai wakil TUHAN, tetapi bagaimana menjalankan amanat TUHAN dalam kehidupan umat. Artinya, klaim bahwa teokrasi adalah sistim yang gagal adalah klaim yang didasarkan pada sudut pandang teokrasi yang melenceng dari teokrasi yang sesungguhnya digambarkan dalam perjalanan sejarah bangsa Israel dalam Alkitab. Alkitab menggambarkan perkembangan sejarah Israel, dimana bangsa itu ternyata banyak mengadopsi sistim pemerintahan yang beragam, mulai dari zaman Musa, para

hakim, raja-raja hingga sistim raja wilayah pada zaman Herodes. Alkitab menggambarkan sikap terbuka para TUHAN terhadap sistim pemerintahan baru di setiap perjalanan sejarah umat-NYA, misalnya ketika Musa menerima saran dalam hal pembagian kekuasaan militer atau teguran TUHAN kepada Samuel untuk mengakomodasi tuntutan umat dalam penerapan sistim kerajaan.

B.2 Teori Perjanjian Menurut teori ini, negara terbentuk karena sekelompok manusia yang semula masingmasing hidup sendiri-sendiri mengadakan perjanjian untuk membentuk organisasi yang dapat menyelenggarakan kepentingan bersama.Teori ini didasarkan pada suatu paham kehidupan manusia dipisahkan dalam dua jaman yaitu pra negara (jaman alamiah) dan negara.Penganjur teori perjanjian masyarakat antara lain : a) Hugo de Groot (Grotius) : Negara merupakan ikatan manusia yang insaf akan arti dan panggilan kodrat. Negara berasal dari suatu perjanjian yang disebut pactum dengan tujuan untuk mengadakan ketertiban dan menghilangkan kemelaratan. Grotius merupakan orang yang pertama kali memakai hukum kodrat yang berasal dari rasio terhadap halhal kenegaraan. Dan ia menganggap bahwa perjanjian masyarakat sebagai suatu kenyataan sejarah yang sungguh sungguh pernah terjadi. b) Thomas Hobbes : Suasana alam bebas dalam status naturalis merupakan keadaan penuh kekacauan, kehidupan manusia tak ubahnya seperti binatang buas di hutan belantara (Homo homini lupus) sehingga menyebabkan terjadinya perkelahian atau perang semua lawan semua (Bellum omnium contra omnes atau The war of all aginst all). Keadaan tersebut diakibatkan adanya pelaksanaan natural rights (yaitu hak dan kekuasaan yang dimiliki setiap manusia untuk berbuat apa saja untuk mempertahankan kehidupannya) yang tanpa batas.Dalam keadaan penuh kekacauan, lahirlah natural law dari rasio manusia untuk mengakhiri pelaksanaan natural rights secara liar dengan jalan mengadakan perjanjain. Menurut Thomas Hobbes, perjanjian masyarakat hanya ada satu yaitu Pactum Subjectionis, dalam perjanjian ini terjadi penyerahan natural rights (hak kodrat) kepada suatu badan yang dibentuk (yaitu body politik) yang akan membimbing manusia untuk mencapai kebahagiaan umum, hak yang

sudah diserahkan kepada penguasa (raja) tidak dapat diminta kembali dan raja harus berkuasa secara mutlak. Melalui teorinya, Thomas Hobbes menghendaki adanya bentuk monarkiabsolut. c) John Locke : Melalui bukunya yang berjudul Two treaties on civil Government, ia menyatakan : suasana alam bebas bukan merupakan keadaan penuh kekacauan (Chaos) karena sudah ada hukum kodrat yang bersumber pada rasio manusia yang mengajarkan bahwa setiap orang tidak boleh merugikan kepentingan orang lain. Untuk menghindari anarkhi maka manusia mengadakan perjanjian membentuk negara dengan tujuan menjamin suasana hukum individu secara alam. Perjanjian masyarakat ada 2 yaitu : Pactum Unionis : Perjanjian antar individu yang melahirkan negara. Pactum Subjectionis : Perjanjain anatara individu dengan penguasa yang diangkat dalam pactum unionis, yang isinya penyerahan hakhak alamiah. Dalam pactum sujectionis tidak semua hakhak alamiah yang dimiliki manusia diserahkan kepada penguasa (raja) tetapi ada beberapa hak pokok (asasi) yang meliputi hak hidup, hak kemerdekaan/kebebasan, hak milik yang tetap melekat pada diri manusia dan hak tersebut tidak dapat diserahkan kepada siapapun termasuk penguasa. Dan hakhak tersebut harus dilindungi dan dijamin oleh raja dalam konstitusi (UUD). Melalui teorinya John Locke menghendaki adanya bentuk monarkhi konstituisonal,dan ia anggap sebagai peletak dasar teori hak asasi manusia. d) Jean Jacques Rousseau Melalui bukunya yang berjudul Du Contract Social, Jean Jacques Rousseau menyatakan : menurut kodratnya manusia sejak lahir sama dan merdeka, tetapi agar kepentingannya terjamin maka tiaptiap orang dengan sukarela menyerahkan hak dan kekuasaannya itu kepada organisasi (disebut negara) yang dibentuk bersamasama dengan orang lain. Kepada negara tersebut diserahkan kemerdekaan alamiah dan di bawah organisasi negara, manusia mendapatkan kembali haknya dalam bentuk hak warga negara (civil rights). Negara yang dibentuk berdasarkan perjanjian masyarakat harus dapat menjamin kebebasan dan persamaan serta menyelenggarakan ketertiban masyarakat.Yang berdaulat dalam negara adalah rakyat, sedangkan pemerintah hanya merupakan wakilnya saja, sehingga apapila pemerintah tidak dapat melaksanakan urusannya sesuai dengan kehendak rakyat, maka rakyat dapat mengganti pemerintah tersebut dengan pemerintah yang baru karena pemerintah yang

berdaulat dibentuk berdasarkan kehendak rakyat (Volonte general). Melalui teorinya tersebut, J.J. Rousseau menghendaki bentuk negara yang berkedaulatan rakyat (negara demokrasi). Itulah sebabnya ia dianggap sebagai Bapak kedaulatan rakyat (demokrasi).
B.3 Teori Kedaulatan Negara/ Rakyat

stilah kedaulatan rakyat dipergunakan dalam berbagai macam pengertian. Dalam hukum internasional pengertian berdaulat itu ditujukan kepada negara-negara yang berhak menentukan urusannya sendiri baik yang menyangkut masalah-masalah dalam negeri maupun luar negeri tanpa danya campur tangan dari negara lainnya. Kedaulatan kedalam dinyatakan dalam wewenangnya untuk membentuk organisasi daripada negara menurut keinginannya sendiri, yang meliputi tugas-tugasnya dalam bidang legislatif, eksekutif, dan yudikatif, keluar dinyatakan dalam wewenangnya untuk mengadakan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain atau dalam kekuasaannya untuk menyatakan perang atau damai dengan negara-negara lain. Dalam hukum tata negara pengertian kedaulatan itu bisa relatif artinya bahwa kedaulatan itu tidak hanya dikenal pada negara-negara yang mempunyai kekuasaan penuh keluar dan kedalam, tapi juga bisa dikenakan kepada negara-negara yang terikat dalam suatu perjanjian yang berbentuk traktat atau dalam bentuk konfederasi, dan yang paling akhir jikaq kedaulatan itu hanya diartikan sebagai kekuasaan untuk mengurus rumah tangga sendiri yang disebut sebagai otonomi. Arti kedaulatan mengalami perubahan-perubahan sepanjang perkembangan sejarah manusia. Pertama-tama adalah Jean Bodin dalam bukunya Sir livres de la republique yang mengartikan kedaulatan itu itu sebagai : La republique est un droit gouvernment de plusieurs mnages et de qui leur est commun avec puissance souveraine dan la puissance absolute et perpetueele dume republique. Jadi suatu kedaulatan itu tidak terpecah-pecah karena dalam suatu Negara hanya terdapat satu kekuasaan tertinggi. Aseli karena kekuasaan yang tertinggi tidak berasal dari kekuasaan yang lebih tinggi dan tidak terbatas karena tidak ada kekuasaan yanglebih tinggi yang membatasi kekuasaan itu. Pengertian ini timbul dinegara-negara dimana tumbuh kekuasaan raja yang mutlak. Sebelumnya itu pada abad pertengahan di perancis tidak hanya dikenal raja saja yang berdaulat, tetapi juga para baron yang menjalankan kekuasaan pemerintahan dalam daerahnya sebagai vazal raja. Jadi berdaulat atau souverein (supremus

atau superior) mengandung pengertian meningkat diatas para baron dan kekuasaan itu berubah sifatnya menjadi superlatif, sehingga hanya raja yang berdaulat. Dari pendapat Jean Bodin tersebut lalu dikembangkan oleh: 1. Jeremy Bentham dan John Austin (Inggris) : kedaulatan parlementer. 2. Thomas Hobbes : teori kontrk social yang dikembangkan lagi oleh : a. c. John Locke : teori kedaulatan rakyat di AS GWF Hegel : teori kedaulatan pluralis di Jerman. Sedangkan ajaran kedaulatan rakyat lahir dari J.J. Rousseau sebagai kelanjutan dari filsafatnya yang bersumber kepada perasaan. Berbeda dengan ahli-ahli filsafat pada zamannya yang lebih mementingkan ilmu pengetahuan berdasarkan hyper-intellektualisme dengan penemuan-penemuannya yang baru dan dengan usahanya untuk mencari penghalusan dalam kehidupansehari-hari, pada hakekatnya akan membawa akibat bagi umat manusia kearah kemerosostan dalam hidupnya. Kemajuan-kemajuan dalam teknik, berdirinya industriindustri hanya mempertajam dadanya kemewahan disatu pihakdan kemiskinan dipihak lain hal ini disebabkan karena manusia telah hidup menyimpang dari naluri-naluri yang dibawasejak lahirnya sebagai pembarian tuhan. Jadi manusia menurut Rousseau itu dilahirkan sebagai makhluk yang baik. Kemudian orang hendak mencari apakah sebabnya maka dalam pergaulan hidup manusia itu senantiyasa terdapat kekuasaan. Ajaran kedaulatan rakyat berpangkal tolakkepada hasil penemuannya bahwa tanpa tata tertib dan kekuasaan, manusia akan hidup tidak aman dan tidak tenteram. Tanpa tata tertib manusia merupakan binatang yang buas homo homini lupus, dan kehidupan itu berubah menjadi perang antar sesama manusia BELLUM OMNIUM COMTRA OMNES. Itulah sebabnya manusia-manusia bersepakat untuk mendirikan negara, dan untuk itu mereka mengadakan perjanjian masyarakat. Jalan yang ditempuh bermacam-macam. Menurut pendapat yang satu, maka keuasaan dari rakyat karena perjanjian masyarakatitu habis, sebab kekuasaan itu berpindah kepada penguasa yang kini mempunyai kekuasaan mutlak. Ialah berdaulat. Pendapat yang lain beranggapan bahwa manusia sejak dilahirkan telah membawa hak. Untuk menjamin hak-hak itu maka mereka mengadakan perjanjian masyarakat. Jadi tugas ituadalah melindungi hak-hak rakyat. Jika penguasa tidak menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya, maka ini berarti bahwa fihak penguasa telah melanggar perjanjian dan rakyat dapat mengambil tindakan seperlunya terhadap pelanggaran itu. Dalam pengertian pertama dan kedua tersebut dimuka, penguasa adalah berdaulat dan kedaulatan itu adanya berdasarkan perjanjian masyarakat. b. J. J Rousseau : teori kedaulatan bangsa di Perancis

Berbeda halnya dengan apa yang diuraikan dimuka adalah konstruksi Rousseau. Menurut pendapatnya rakyat tidak menyerahkan kekuasaan kepada fihak pertama, karena pada perjanjian masyarakat sendiri sebagai satu keseluruhan. Penguasa menjalankan kekuasaannya tidak karena haknya sendiri,melainkan sebagai mandataris dari rakyat. Sewaktu-waktu rakyat bisa merubah atau menarik kembali mandat itu. Ajaran Rousseauyangmempertahankan bahwa kedaulatan itru tidakbisa lepas dari rakyat (onvervreemdbeer) dalam praktek tidak benar dengan adanya kekuasaan yang dwakilkan itu. Dalam ajarannya yang penting adalah bahwa kedaulatan itu dinyatakan dalam bentuk pernyataan kehendak, sehingga kedaulatan rakyat itu diwujudkan dalam pernyataan untuk menyampaikan kehendaknya. Kehendak rakyat itu disampaikan dalam dua cara yaitu : 1. kehendak rakyat seluruhnya yang dinamakan volonte de tous. 2. kehendak sebagian besar dari rakyat yang dinamakan volonte generale. Volonte tous hanya dipergunakanoleh rakyat seluruhnya sekali saja waktu negara hendak dibentuk melalui perjanjian masyarakat. Maksud volonte de tous ini memberi dasar agar supaya negara dapat berdiri abadi, karena ini merupakan kebulatan kehendak, dan jika negara itu sudah berdiri pernyataan setuju tidak dapat ditarik kembali. Untuk selanjutnya volonte de tous ini sudah tidak dipakai lagi, karena setiap keputusan harus dilakukan dengan suara bulat, maka roda pemerintahan tidak dapt berjalan. Volonte generale dinyatakan setelah negara berdiri, yaitu dengan pernyataan kehendak rakyat melalui suara terbanyak. Cara demikianini yang lazim dipergunakan dalam negara-negara demokrasi barat. Jadi kedaulatan rakyat yang dimaksud oleh Rousseau itu samadengan keputusan suara terbanyak . disisnilah sebenarnya Rousseau tidak konsekwen dengan arti kedaulatan rakyat yang disamakan dengan suara terbanyak atau diktatur suara terbanyak. Apa sebab Rousseau menyamakan ketiga hal tersebut diatas, yaitu karena suarasuara minoritas menurut pandangannya adalah suara tidak membawakan kehendak atau kepentingan umum dan suara yang sedikit itu olehnya dianggap sebagai penyimpangan dari kepentingan umum. B.4 Paham Kedaulatan Hukum

You might also like