You are on page 1of 5

INERSIA UTERI

OLEH : DHANIAH BINTI ABD SALAM 1301-1209-3081

DEFINISI Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Disini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang.1 KLASIFIKASI Kelainan his dapat berupa inersia uteri hipotonik atau inersia uteri hipertonik.2 a. Inersia uteri hipotonik Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif, maupun pada kala pengeluaran.2 Inertia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu:2 1. Inersia uteri primer Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat ( kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan ), sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum. 2. Inersia uteri sekunder

Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan / kelainan. b. Inersia uteri hipertonik2 Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar. Disebut juga sebagai incoordinate uterine action. Contoh misalnya "tetania uteri" karena obat uterotonika yang berlebihan. Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus-menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter. Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah rangsangan pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama dengan disertai infeksi, dan sebagainya. ETIOLOGI Menurut Rustam Mochtar (1998) sebab-sebab inersia uteri adalah:1 1. Kelainan his sering dijumpai pada primipara 2. Faktor herediter, emosi dan ketakutan 3. Salah pimpinan persalinan dan obat-obat penenang 4. Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah rahim, ini dijumpai pada kesalahan-kesalahan letak janin dan disproporsi sevalopelvik 5. Kelainan uterus, misalnya uterus bikornis unikolis 6. Kehamilan postmatur (postdatism)

7. Penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia 8. Uterus yang terlalu teregang misalnya hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia

DIAGNOSIS Untuk mendiagnosa inersia uteri memerlukan pengalaman dan pengawasan yang teliti terhadap persalinan. Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri tidak cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah mulai. Untuk sampai kepada kesimpulan ini diperlukan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi. Pada fase laten diagnosis akan lebih sulit, tetapi bila sebelumnya telah ada kontraksi (his) yang kuat dan lama, maka diagnosis inersia uteri sekunder akan lebih mudah.1 PENANGANAN Penanganan inersia uteri dengan1: 1. Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus diperhatikan 2. Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan dan dijelaskan tentang kemungkinankemungkinan yang ada. 3. Pada inersia primer, setelah dipastikan penderita masuk dalam persalinan, evaluasi kemajuan persalinan 12 jam, kemudian dengan periksa dalam. Jika pembukaan kurang dari 3 cm. porsio tebal lebih dari 1 cm, penderita diistirahatkan, berikan sedatif sehingga pasien dapat tidur, mungkin masih dalam false labour. Jika setelah 12 jam berikutnya tetap ada his tanpa ada kemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan his diperbaiki dengan drip oksitosin. 4. Pada inersia uteri sekunder, dalam fase aktif, harus segera dilakukan : a. Penilaian cermat apakah ada disproporsi sevalopelvik dengan pelvimentri klinik atau radiologi. Bila CPD maka persalinan segera diakhiri dengan sectio cesarea

b. Bila tidak ada CPD, ketuban dipecahkan dan diberi drip oksitosin c. Bila kemajuan persalinan kembali 2 jam setelah his baik. Bila tidak ada kemajuan, persalinan diakhiri dengan sectio cesarea d. Pada akhir kala I atau pada kala II bila syarat ekstraksi vakum atau cunam dipenuhi, maka persalinan dapat segera diakhiri dengan bantuan alat tersebut. Hampir 50% kelainan his pada fase aktif disebabkan atau dihubungkan dengan adanya CPD, sisanya disebabkan oleh faktor lain seperti kelainan posisi janin, pemberian obat sedatif atau relaksan terhadap otot uterus dan sebagainya. KOMPLIKASI Inersia uteri dapat menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan akibat-akibat terhadap ibu dan janin (infeksi, kehabisan tenaga, dehidrasi, dll)

DAFTAR PUSTAKA 1. http://bascommetro.blogspot.com/2010/03/inersia-uteri.html 2. http://keperawatan-agung.blogspot.com/2009/06/distosia.html 3. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1980407/pdf/brmedj03217-0062a.pdf 4. http://kinne.net/u-inert.htm 5. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1590571/pdf/canmedaj00613-0028.pdf

You might also like