You are on page 1of 20

TUGAS INDIVIDU UJIAN AKHIR SEMESTER

PSIKOLINGUISTIK
Tentang PEMBELAJARAN BAHASA ARAB BERBASIS PSIKOLINGUISTIK

Oleh Hendra Gunawan (Nim : 10 102 026)

Dosen : Dr. Abdul Halim Hanafi, M.A Melisa Rezi, M.A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) BATUSANGKAR 2013

MODEL PEMBELAJARAN BAHASA ARAB BERBASIS PSIKOLINGUISTIK


Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa asing yang sangat populer dan sering sekali dipelajari oleh para pelajar, khususnya di Indonesia. Dalam perkembangan pembelajaran bahasa Arab di Indonesia seringkali guru atau siswa sebagai komponen utama dalam pembelajaran mengalami berbagai kesulitan dan permasalahan pembelajaran, baik persoalan yang bersumber dari siswa maupun masalah-masalah yang dihadpi oleh guru, sehingga dapat menghambat pada ketercapaian tujuan pembelajaran dengan baik. Hal ini dapat dimaklumi, mengingat banyaknya perbedaan-perbedaan sistem antara bahasa Arab sebagai bahasa kedua yang dipelajari dan sistem bahasa Indonesia yang sudah melekat erat pada diri siswa di Indonesia. Perbedaan-perbedaan itu dapat dilihat misalnya pada aspek fonem, gramatikal atau kaedah bahasa, sistem kosa kata, dan gaya bahasa (uslub). 1. Pengertian Psikolinguistik Secara etimologi Psikolinguistik terbentuk dari dua kata psikologi dan linguistik, yakni dua bidang ilmu yang berbeda-beda dan masing-masing berdiri sendiri dengan metode dan prosedur yang berlainan. Secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa, sedangkan linguistik diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya . Guna memperoleh pengertian yang jelas tentang psikolinguistik secara terminologi, maka akan lebih baik jika penulis mengupas terlebih dahulu sekilas tentang psikologi dan linguistik, yang notebenenya merupakan muara atau sumber dari kelahiran psikolinguistik. Psikologi berasal dari berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu dari akar kata psyche yang berarti jiwa, ruh, sukma dan logos yang berarti ilmu. Jadi, secara harfiah psikologi berati ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa. Psikologi yang diartikan sebagai ilmu jiwa berlaku ketika Psikologi berada atau menjadi bagian dari filsafat, bahkan pada tahunlima puluhan, dalam kepustakaan Indonesia ilmu jiwa lazim dipakai sebagai padanan Psikologi. Namun, kini istilah ilmu jiwa dianggap kurang tepat, karena psikologi memang tidak secara langsung meneliti jiwa, roh atau sukma .

Dalam perkembangan lebih lanjut, terjadi perubahan orientasi dan objek kajian dari psikologi. Psikologi lebih menekankan kajiannya pada sisi-sisi manusia yang bisa diamati, seperti tingkah laku dan sikapnya. Hal ini terjadi karena mengingat bahwa jiwa -yang menjadi objek kajian pada awal pertumbuhan psikologi- bersifat abstrak, sementara objek kajian ilmu harus dapat diobservasi secara indrawi. Berkaitan dengan ini, Secara rinci Bruno mengemukakan pengertian Psikologi dalam tiga bagian yang saling berhubungan. Pertama Psikologi adalah studi mengenai ruh. Kedua Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai kehidupan mental, dan, ketiga Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku organisme. Dengan demikian pengertian psikologi telah mengalami perkembangan dan mengalami pergesaran objek kajian, sehingga mencakup pada objek yanbstrak (ruh dan mental) serta objek yang bersifat konkrit yaitu tingkah laku yang dianggap sebagai manifestasi dari kondisi jiwa dan mental. Hemat penulis, pengertian Psikologi di atas sesuai dengan realita yang terjadi selama ini, yakni bahwa para psikolog pada umumnya menekankan penyelidikan terhadap perilaku manusia yang bersifat jasmaniah yaitu pada ranah psikomotor dan yang bersifat rohaniah yakni ranah kognitif dan afektif. Tingkah laku psikomotor bersifat terbuka, seperti berbicara, duduk, berjalan, mebaca dan sebagainya. Sedangkan tingkah laku kognitif dan afektif bersifat tertutup, seperti berpikir, berkeyakinan, dan berperasaan. Psikologi sangat berkaitan erat dengan kehidupan manusia dalam segala kegiatannya yang sangat luas. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Psikologi ialah ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang prilaku manusia baik yang tampak (bersifat jasmaniah) maupun yang tidak tampak (rohaniah). Adapun mengenai definisi dari Linguistik, banyak para ahli yang berusaha memberikan rumusan, diantaranya Andre Martinet mengemukakan bahwa linguistik adalah telaah ilmiah mengenai bahasa manusia. Abdul Chaer juga memberikan pengertian yang simpel dengan mengartikan Linguistik sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa Linguistik ialah ilmu tentang bahasa, seluk beluk bahasa dan karakteristiknya, khusunya bahasa

yang

dipakai

oleh

manusia,

baik

berupa

bahasa

lisan

maupun

tulisan.

Sehubungan dengan Psikolinguistik, yang merupakan studi antardisipliner antara psikologi dan linguistik, banyak sekali definisi-definisi yang telah diberikan oleh para ahli. Untuk lebih jelasnya, berikut ini dikemukakan beberapa definisi Psikolinguistik. Aitchison dalam Darji Wijdojo berpendapat bahwa psikolinguistik adalah studi tentang bahasa dan minda (otak). Sementara Jhon Field mengemukakan psycholinguistics explores the relationship between the human mind and language psikolinguistik membahas hubungan antara otak manusia dengan bahasa. Secara lebih rinci Chaer berpendapat bahwa psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. Samsunuwiyati Marat menyebutkan bahwa Levelt membagi Psikolinguistik kedalam tiga bidang utama, yaitu : a. Psikolinguistik umum yaitu suatu studi mengenai bagaimana pengamatan atau persepsi orang dewasa tentang bahasa dan bagaimana ia memproduksi bahasa b. Psikolinguistik Perkembangan yaitu suatu psikologi mengenai perolehan bahasa pada anak-anak dan orang dewasa, baik perolehan bahasa pertama (bahasa ibu ) maupun bahasa kedua. C. Psikolinguistik Terapan adalah aplikasi dari teori-teori psikolinguistik dalam kehiupan sehari-hari pada orang dewasa ataupun pada anak-anak. Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Psikolinguistik adalah ilmu yang membahas tentang seluk beluk bahasa, hubungan antara bahasa dan otak serta proses pemerolehan bahasa dan struktur kaedah bahasa tersebut. Psikolinguistik merupakan studi tentang struktur mental yang terjadi dalam proses akuisisi dan penggunaan bahasa. Kajian terhadap aspek Psikolinguistik dalam perolehan bahasa kedua telah menonjol dalam SLA (Second Langauage Acuitition) dantelah melahirkan banyak model akuisisi. Ada beberapa isu utama yang berkaitan dengan aspek psikolinguistik dalam bahasa antara; transfer bahasa pertama, peran kesadaran, operasi pengolahan, dan strategi komunikasi. Gagasan pemunculan psikolinguistik sebenarnya sudah ada sejak tahun 1952, yaitu sejak Social Science Research Council di Amerika Serikat ketika tiga orang linguis

dan tiga orang psikolog berkumpul untuk mengadakan konferensi interdisipliner. Namun secara formal istilah Psikolinguistik digunakan sejak tahun 1954 dalam buku Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok yang berjudul Psycholinguistics : A Survey of Theory and Research Problems. Sejak itu istilah tersebut sering digunakan . Pada awalnya disiplin ilmu ini dikenal sebagai linguistik psycology dan ada juga yang menyebutnya sebagai psycology of language. Kemudian dengan adanya penelitian yang lebih sistematis dan terarah maka lahirlah satu disiplin ilmu yang kemudian dipatenkan dengan sebutan Psikolinguistik. 2. Ruang Lingkup Psikolinguistik Sebagai disiplin ilmu baru yang berdiri sendiri, Psikolinguistik memiliki scope kajian atau ruang lingkup pembahasannya. Berkaitan dengan hal ini Yudibrata,dkk. menyatakan bahwa Psikolinguistik meliputi pemerolehan atau akuaisisi bahasa, hubungan bahasa dengan otak, pengaruh pemerolehan bahasa dan penguasaan bahasa terhadap kecerdasan cara berpikir, hubungan encoding (proses mengkode) dengan decoding (penafsiran/pemaknaan kode), hubungan antara pengetahuan bahasa dengan pemakaian bahasa dan perubahan bahasa) . Sejalan dengan pendapat di atas, Field juga menjelaskan bahwa ruang lingkup Psikolinguistik sebagai berikut: language processing, language storage and access, comprehension theory, language and the brain, and frst language acquisiton (pemrosesan bahasa, penyimpanan dan pemasukan bahasa, teori pemahaman bahasa, bahasa dan otak, dan pemerolehan bahasa pertama). Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka sekalipun ada sedikit perbedaan mengenai scope dari Psikolinguistik, namun dapat ditemukan titik persamaan bahwa ruang lingkup Psikolnguistik adalah meliputi hubungan antara bahasa dan otak, hubungan antara bahasa dan prilaku manusia, pemerolehan bahasa, pemakaian bahasa, pemproduksian bahasa, pemprosesan bahasa, dan proses pengkodean. Sedangkan mengenai pokok bahasan dari Psikolinguistik, Chaer mengemukakan bahwa bahasan psikolinguistik mencakup antara lain : a. Apakah hakekat bahasa, komponen-komponen bahasa dan sesuatu yang harus dimiliki seseorang agar mampu berbahasa ?

b. Bagaimana bahasa itu lahir? c. Bagaimana bahasa pertama diperoleh ? d. Bagaimana proses penyusunan kalimat ? e. Bagaimana bahasa itu tumbuh dan mati ? f. Bagaimana hubungan bahasa dengan pemikiran ? g. Mengapa seseorang mengalami gangguan berbicara dan bagaimana cara menyembuhkannya ? h. Bagaimana cara memperoleh hasil yang baik dalam pembelajaran bahasa ? Dengan melihat pokok bahasan Psikolinguistik di atas, serta kaitannya dengan konteks pembelajaran bahasa, khususnya bahasa Arab, maka dalam tulisan ini penulis akan berusaha menganalisa dan mengkaji secara intens tentang peran psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa Arab. Hal tersebut akan penulis lakukan dengan cara mendiskripsikan beberapa bentuk kesalahan dan kesulitan yang sering dialami oleh pelajar bahasa Arab dan selanjutnya menganalisis faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya kesalahan dan kesulitan tersebut untuk kemudian dicarikan solusinya berdasarkan pada telaah terhadap teori-teori Psikolinguistik. 3. Pembelajaran Bahasa Arab Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain pembelajaran mengacu kepada pengertian suatu aktifitas (proses) belajar mengajar yang sistematis dan terdiri dari banyak komponen. Masing-masing komponen tersebut tidak bersifat parsial (terpisah) atau berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus berjalan secara teratur, saling tergantung, komplementer dan berkesinambungan. Sementara itu Ahmad Tafsir menyatakan bahwa pengajaran (onderwijs) itu merupakan salah satu bagian dari pendidikan. Jelasnya, pengajaran tidak lain ialah pendidikan dengan cara memberikan ilmu atau pengetahuan serta kecakapan kepada peserta didik. Jadi, dapat disimpukan bahwa pembelajaran merupakan suatu aktifitas yang terdiri dari dua unsur, yakni belajar dan mengajar. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat terpisahkan. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan oleh seseorang sebagai subyek yang menerima pelajaran dan yang belajar (peserta didik),

sedangkan mengajar merujuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru (pengajar). Sedangkan pembelajaran bahasa Arab berarti proses belajar mengajar melalui transfer ilmu pengetahuan dengan materi ajar berupa bahasa Arab Dalam konteks pembelajaran bahasa, dikenal dua tipe pembelajaran bahasa, yaitu naturalistik dan formal. Tipe pembelajaran bahasa naturalistik bersifat alamiah, tanpa guru dan bahkan tanpa kesengajaan dan pembelajaran berlangsung di dalam lingkungan masyarakat. Sedangkan pada tipe formal pembelajaran berlangsung di kelas, dengan adanya guru, materi, alat-alat bantu dan komponen-komponen pembelajaran yang sudah dipersiapkan . Selayaknya, pembelajaran bahasa Arab secara formal akan lebih efektif dan hasil yang diperoleh akan jauh lebih baik dari pada tipe naturalistik. Karena pembelajarn formal dilakukan secara terencana dan sistematis. Namun, kenyataan yang sering terjadi, termasuk yang banyak ditemui di Indonesia, hasil pembelajaran bahasa Arab secara formal kurang menggembirakan. Untuk itu, dipandang sangat perlu untuk melakukan kajian dan analisa guna mengidentifikasi faktor-faktor penghambat keberhasilan dalam belajar bahasa tersebut dan dilakukan perbaikan-perbaikan yang semestinya. hakikat pendidikan adalah menyediakan lingkungan yang memungkinkan setiap peserta didik mengembangkan bakat, minat, dan kemampuannya secara optimal dan utuh (mencakup matra kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan demikian, pembelajaran bahasa pun ditujukan untuk mencapai ranah kognirif, afektif, dan psikomotor secara utuh. Istilah cognitive berasal dari cognition yang padanannya knowing berarti mengetahui. Dalam arti yang luas cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.. Dalam perkembangan selanjutnya istilah kognitiflah yang menjadi populer sebagai salah satu domain, ranah/wilayah/bidang psikologis manusia yang meliputi perilaku mental manusia yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pemecahan masalah, pengolahan informasi, kesengajaan, dan keyakinan. Menurut Chaplin ranah ini berpusat di otak yang juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa. Ranah kognitif yang berpusat di otak merupakan ranah yang yang terpenting Ranah ini merupakan sumner sekaligus pengendali ranahranah kejiwaan lainnya, yaitu ranah efektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa). Dalam kaitan ini bahwa tanpa ranah kognitif sulit dibayangkan seorang siswa

dapat berpikir. Tanpa kemampuan berpikir mustahil siswa tersebut dapat memahami dan meyakini faedah materi-materi pelajaran yang disajikan kepadanya. Afektif adalah ranah Psikologi yang meliputi seluruh fenomena perasaan seperti cinta, sedih, senang, benci, serta sikapsikap tertentu terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Psikomotor adalah ranah Psikologi yang segala amal jasmaniah yang konkret dan mudah diamati baik kuantitas maupun kualitasnya karena sifatnya terbuka. 4. Masalah-masalah dalam Pembelajaran Bahasa Arab Dalam dunia pendidikan siswa merupakan subjek. Karena itu, siswa dianggap sebagai organisme yang beraktifitas untuk mencapai ranah-ranah psikologi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Dengan demikian, pembelajaran bahasa Arab pun ditujukan untuk mencapai dan memperoleh keterampilan berbahasa (istima`, kalam, qiraah, dan kitabah) pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor secara utuh. Hal ini karena kemampuan menggunakan bahasa baik secara reseptif (menyimak dan membaca) ataupun produktif (berbicara dan menulis) pasti akan melibatkan ketiga ranah tadi. Menurut Chaplin, seperti yang dikutip oleh Muhibbin Syah , ranah kognitif berpusat di otak yang juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa, dan merupakan ranah terpenting sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, yaitu ranah efektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa). Tanpa ranah kognitif sulit dibayangkan seorang siswa dapat berpikir. Tanpa kemampuan berpikir mustahil siswa tersebut dapat memahami dan meyakini faedah materi-materi pelajaran yang disajikan kepadanya. Sedangkan afektif adalah ranah Psikologi yang meliputi seluruh fenomena perasaan seperti cinta, sedih, senang, benci, serta sikap-sikap tertentu terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Adapun Psikomotor adalah ranah Psikologi yang berupa segala amal jasmaniah yang konkret dan mudah diamati baik kuantitas maupun kualitasnya karena sifatnya terbuka. Dalam beberapa kasus, sering ditemui beberapa contoh kesalahan yang sering terjadi pada pelajar bahasa Arab yang non Arab ketika mereka mulai berbicara dan berbahasa Arab. Kesalahan-kesalahan ini dilatarbelakangi oleh bberapa faktor, baik faktor internal siswa, seperti motivasi, waswas dan sebagainya, baik faktor dari luar

siswa,

seperti

guru,

lingkungan,

dan

bahkan

bahasa

itu

sendiri.

Klasifikasi kesalahan, contoh-contoh kesalahan dan faktor kesalahan yang terjadi secara lebih rinci dapat terlihat dalam tabel berikut : Adapun kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pelajar bahasa Arab, seperti yang tergambar pada tabel di atas, dapat dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, baik intrinsik maupun ekstrinsik , diantaranya adalah : a. Kesalahan dalam pemilihan strategi pembelajaran, yaitu hanya memfokuskan pada penghafalan kosa kata dan kaidah bahasa tanpa memperdulikan terhadap fungsi dan penggunaan kata baik dalam lisan maupun tulisan. Hal ini dapat mengakibatkan pada : 1) Siswa sukar melafalkan dan membedakan suara huruf-huruf yang berdekatan, seperti dan , dan . 2) Cenderung melakukan generalisasi dalam kaedah bahasa, seperti menjamak kan semua kata dengan bentuk jamak qiyasi (muzdakkar salaim atau muannats salim), contoh menjadi seharusnya . b. Intervensi bahasa, yaitu pengaruh dari bahasa pertama terhadap bahasa kedua (Arab), baik pada aspek suara, intonasi, gaya bahasa dan susunan kalimat. c. Penguasaan kosa kata aktif dalam bahasa Arab yang sangat terbatas, sehingga sering mengakibatkan pencampuradukkan dan penggunaan beberapa kata atau istilah dari bahasa pertama ketika menggunakan bahasa Arab, sebagai bahasa kedua. Di samping itu, terkadang penyebab kesalahan yang dilakukan oleh pembicara di antaranya disebabkan kesaratan beban mental pada siswa yaitu perasaan waswas, takut salah, ragu-ragu dan sebagainya ketika berbicara, atau karena penutur kurang menguasai materi, terpengaruh oleh perasaan afektif, kesukaran melafal kata-kata, dan kurang menguasai topik pembicaraan. Dari penyebab kesalahan-kesalahan tadi, dapat diklasifikasikan berdasarkan ranah Psikologi. Penyebab kesalahan berupa intervensi bahasa dan perasaan waswas berkaitan dengan ranah afektif. Penyebab kesalahan berupa kurang menguasai kosa kata aktif, materi atau topik berkaitan dengan ranah kognitif, dan penyebab kesalahan berupa kesalahan pemilihan strategi pembelajaran, kesukaran melafalkan kata dan generalisasi kaedah bahasa berkaitan dengan ranah psikomotor. Contoh-contoh kesalahan dan penyebab kesalahan yang telah dijelaskan tadi

menunjukkan bahwa peran psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa Arab sangat penting. Peranan Psikolinguistik itu nampak diantaranya saat dilakukan upaya untuk mengidentifikasi faktor-faktor kegagalan dan kesalahan siswa dalam belajar bahasa Arab serta dapat juga digunakan sebagai alat untuk memecahkan maslah-masalah dan persoalan (problem solving) yang timbul pada konteks pembelajaran bahasa Arab. 5.Upaya-upaya dalam Memecahkan Masalah Pembelajarn Bahasa Arab Tujuan umum pembelajaran bahasa Arab, yaitu agar siswa mampu menggunakan bahasa Arab yang baik dan benar, baik secara lisan ataupun tulisan. Agar siswa dapat berbahasa Arab yang baik dan benar diperlukan pengetahuan akan kaidah-kaidah bahasa Arab yang baik. Kaidah-kaidah bahasa Arab dapat dipelajari dalam Nahwu dan Sharraf. Namun untuk dapat menggunakan bahasa Arab secara lancar dan komunikatif siswa tidak hanya cukup memahami kaidah bahasa Arab, tetapi diperlukan kesiapan kognitif (penguasaan kaidah bahasa Arab dan materi yang akan disampaikan), afektif (tenang, yakin, percaya diri, mampu mengeliminasi rasa cemas, ragu-ragu, waswas, dan sebagainya), serta psikomotor (lafal yang fasih, keterampilan memilih kata, frasa, klausa, dan kalimat). Dengan demikian, jelaslah bahwa betapa penting peranan Psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa Arab. Guru merupakan subjek dalam proses belajar mengajar, (sebagai fasilitator, informer, maupun sebagai pembimbing) menjadikan siswa tuntas ber-bahasa. Peranan guru sangat menentukan keberhasilan proses belajar mengajar. Tugas utama seorang guru adalah menyusun materi pelajaran dan menyampaikannya dengan cara yang tepat. Guru yang cerdas, rajin, kreatif dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang kondisi psikis dan lingkungan siswa akan lebih berhasil dari pada guru yang tidak peka terhadap keadaan siswanya. Dalam pembelajaran bahasa Arab, maka tugas utama guru bahasa Arab adalah mengembangkan kompetensi komunikasi, mengembangkan kompetensi linguistik, dan mengembangkan kompetensi personal. Mengembangkan kompetensi komunikasi bertujuan agar siswa berani dan mampu berkomunikasi menggunakan bahasa Arab, dengan temannya ataupun si pemilik bahasa itu sendiri (orang Arab), baik secara reseptif maupun produktif.

Keberhasilan dalam belajar bahasa Arab banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara garis besar faktor-faktor itu dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu internal atau faktor dari dalam siswa (masuk dalam wilayah psikolinguistik) dan faktor eksternal atau faktor dari luar diri siswa, seperti faktor lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah, faktor kebahasaan, kebudayaan, sosial dan etnis. Siswa yang sehari-hari berada di lingkungan yang menggunakan bahasa Arab, tentu akan lebih berhasil dari pada siswa lain yang sehari-harinya tidak berbahasa Arab. Untuk mencapai tujuan pengajaran bahasa Arab, harus dikaitkan dengan status bahasa itu sendiri. Dengan mengetahui status, jumlah penutur dan bahasa yang dikuasai siswa, pengembang kurikulum, dapat membuat persiapan dengan baik. Di Indonesia ada tiga macam bahasa, yaitu bahasa Indonesia, bahasa daerah dan bahasa asing. Bahasa Indonesia adalah bahasa nasioanal dan bahasa resmi Negara. Bahasa daerah yaitu bahasa ibu atau bahasa yang sering digunakan sehari-hari oleh siswa ketika berinteraksi dengan masyarakat setempat. Sedangkan bahasa asing adalah bahasa yang berasal dari negara lain, digunakan dalam interaksi atau kegiatan ilmiah. Bahasa Arab termasuk dalam kategori bahasa asing ini. Dengan memahami status bahasa, peran bahasa di tengah penuturnya dan tujuan yang diinginkan oleh para siswa, maka perencanaan dan pengembangan kurikulum, pengajar bahasa, program pengajaran formal, buku teks dan seleksi siswa dapat dipersiapkan secara matang guna mencapai tujuan akhir yang diharapkan. Masalah Psikolinguistik ini, tidak sulit jika masih dalam satu rumpun. Bila kedua bahasa tersebut berbeda rumpun masalahnya akan sangat sulit, karena kedua bahasa itu memiliki struktur fonetis, morfologis dan sintaksis yang berbeda. Pengajaran bahasa Arab secara formal dimulai dari sekolah Ibtidaiyah hingga perguruan tinggi. Ketika masyarakat Indonesia mempelajari bahasa Arab, mereka sudah menguasai pola bahasa Indonesia. Kebiasaan penggunaan pola bahasa Indonesia ini akan menjadi kendala dalam pembelajaran bahasa Arab. Pembelajaran bahasa Arab menjadi sulit, karena terdapat perbedaan pola-pola bahasa Indonesia dengan bahasa Arab. Dalam bidang fonologi, masyarakat Indonesia multicultural, memiliki beraneka dialek yang berbeda pola fonologis, intonasi dan nada bacaannya dengan bahasa Arab. Sehingga dalam menyalin dari bahasa Indonesia ke bahasa Arab, sebagian besar siswa

menggunakan pola yang terdapat dalam pola bahasa Indonesia. Seperti suara huruf (zdal) disamakan dengan d, `( ain) disamakan dengan a, ( syin( disamakan dengan s, dan sebagainya. Kesalahan pola fonetik semacam ini dapat berpengaruh pada kesalahan siswa dalalm melafalkan bahasa, bahkan terkadang dapat menyebabkan perubahan makna leksikan dan pengaburan arti. Untuk mengatasi berbagai kesulitan seperti pada paparan di atas, dapat diambil beberapa langkah atau pola penyelesaian dalam rangka memperoleh hasil pembelajaran bahasa Arab yang lebih baik. Pola-pola tersebut di antaranya : a) Analisis kontrastif, yaitu dengan membandingkan pola yang terdapat dalam bahasa pertama dengan pola yang terdapat dalam bahasa kedua. Pola yang berbeda sering diberi latihan, sedangkan pola yang mirip atau sama cukup diberi latihan sekedar saja. Linguistik kontrastif beranggapan bahwa penguasaan suatu bahasa tidak lain dari pembentukan kebiasaan, maka butuh latihan terus menerus sehingga terbentuk kebiasaan seperti ketika mempelajari bahasa pertama. b) Pemilihan Metode Pengajaran yang tepat Untuk mengajarkan bahasa Arab, pilihlah metode yang cocok dan tepat dengan materi bahasa. Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengajaran bahasa, seperti metode langsung, alamiah, psikologis, fonetik, membaca, tata bahasa, terjemah, terjemah-tata bahasa, dan sebagainya. Di samping itu dalam sejarah pembelajaran bahasa juga dikenal sebuah metode dengan nama American Army Method, yang lahir di markas militer Amerika untuk keperluan ekspansi perang. Metode ini danggap sangat efektif dalam pembelajaran bahasa. Ada juga metode Audiolingual dan Audio visual yang lahir dengan menggunakan pendekatan linguistik. Metode ini juga sangat baik karena dapat membangkitkan stimulus-respon siswa, dan kreativitas dalam mengembangkan proses berbahasa, serta mampu untuk membangkitkan kerja semua bagian otak. c) Pemberian motivasi dan dorongan secara kontinu terhadap siswa, karena dalam pembelajaran bahasa kedua diyakini bahwa orang yang memiliki motivasi dan dorongan yang kuat pada dirinya akan jauh lebih berhasil dibandingkan orang yang kurang memiliki motivasi dan dorongan dalam belajar.

Pengembangan pembelajaran bahasa memerlukan konsep yang valid dan tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan meramu dan mengadopsi dari berbagai disiplin ilmu. Teori-teori yang diperoleh kemudian diolah menjadi teknik, metode dan pendekatan atau bahkan menjadi teori baru yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran bahasa tersebut. Di Indonesia, pembelajaran Bahasa Arab sebagai bahasa kedua (second language) sangat marak bahkan menjadi salah satu mata pelajaran wajib, mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, khususnya pada sekolah atau lembaga pendidikan Islam yang berada dibawah naungan Kementrian Agama Republik Indonesia. Materi bahasa merupakan objek kajian dari linguistik. Pembelajaran bahasa juga berkenaan dengan masalah kegiatan berbahasa. Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung secara mekanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik, artinya sebagai proses yang berkenaan dengan mental (otak). Oleh karena itu dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, termasuk juga dalam pembelajaran bahasa Arab, maka studi kebahasaan (linguistik) perlu dilengkapi dengan studi antardisipliner, khususnya antara linguistik dan psikologi, yang lazim disebut psikolinguistik. Untuk mendapatkan kepahaman yang lebih mendalam mengenai psikolinguistik dan kontribusinya dalam rangka pembelajaran bahasa, maka dalam makalah ini penulis akan memfokuskan pembahasan pada pengertian Psikolinguistik, ruang lingkup Psikolinguistik dan kontribusi Psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa kedua (second language), yang diarahkan pada psikolinguistik sebagai media pengidentifikasi malasah dan langkah penyelesaian masalah. Program pengajaran bahasa arab untuk non aran termasuk hal baru. Awal kegiatan pengajaran ini dimulai pada sepuluh tahun terakhir sejak abad 13 Hijriah. Program pengajaran bahasa arab saat itu masih menggunakan semua metode pembelajaran tradsional. Yaitu metode Grammar Translation Method. Belajar Bahasa Arab (asing) berbeda dengan belajar bahasa ibu, oleh karena itu prinsip dasar pengajarannya harus berbeda, baik menyangkut metode (model pengajaran), materi maupun proses pelaksanaan pengajarannya. Bidang keterampilan pada penguasaan Bahasa Arab meliputi kemampuan menyimak (listening competence/mahaarah al Istima), kemampuan berbicara (speaking competence/mahaarah al-takallum),

kemampuan membaca (reading competence/mahaarah al-qiraah), dan kemampuan menulis (writing competence/mahaarah al Kitaabah). Setiap anak manusia pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk menguasai setiap bahasa, walaupun dalam kadar dan dorongan yang berbeda. Adapun diantara perbedaan-perbedaan tersebut adalah tujuan-tujuan pengajaran yang ingin dicapai, kemampuan dasar yang dimiliki, motivasi yang ada di dalam diri dan minat serta ketekunannya. Pembelajaran bahasa arab sampai hari ini masih menjadi fenomena dan problem akut. Problem tersebut termanivestasikan dalam beberapa hal yang banyak kita temukan dalam lembaga-lembaga pendidikan di negeri ini, baik di sekolahan umum, madrasah, pondok pesantren, maupun perguruan tinggi. Sehingga pembelajaran bahasa arab tidak dapat berkembang dan tidak mampu meningkatkan kualitas bahasa arab peserta didik. Realitas ironis tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: Pertama, kualitas dan kompetensi guru yang tidak baik dan tidak memenuhi standarisasi guru bahasa arab yang profesional, baik kompetensi secara keilmuan, maupun kompetensi secara metodologis. Dalam pembelajaran bahasa arab guru tidak begitu memahami hakikat bahasa yang ia ajarkan dan tidak menggunakan pendekatan, metode dan strategi yang relevan dan efektif. Permasalahan tentang guru ini sangat rumit, terkadang ada guru bahasa arab yang memiliki kompetensi keilmuan baik, tapi lemah dan minim dalam kompetensi metodologis, dan terkadang juga kita temukan guru bahasa arab yang memiliki kompetensi metodologis, tapi lemah dalam kompetensi keilmuan. Akhirnya, belum banyak kita temukan guru yang memiliki dua kompetensi tersebut secara baik. Kedua, peserta didik yang tidak atau kurang memiliki semangat dan ambisi untuk belajar bahasa arab, sehingga menghambat proses pembelajaran dan menjadikan pembelajaran tidak efektik. Hal ini disebabkan faktor latar belakang peserta didik yang berbeda-beda, sehingga mempengaruhi niat atau orentasi belajar mereka. Permasalahan siswa ini tidaklah merupakan faktor utama yang menjadi problem dalam pemebelajaran bahasa arab, karena murid adalah sebagai objek penerima bahasa, sedangkan guru adalah pentransfer bahasa kepada siswa dan yang menjadikan bahasa arab suatu hal yang penting dan menarik.

Ketiga, metode dan strategi pembelajaran bahasa arab yang digunakan belum relevan atau tidak efektif, sehingga bahasa sulit dan sukar dipelajari, dan murid pada akhirnya enggan dan malas serta tidak tertarik belajar bahasa arab. Keempat, fasilitas pembelajaran bahasa arab yang tidak memadahi. Padahal, fasilitas merupakan unsur urgen dalam pembelajaran bahasa arab. Tapi jika kita perhatikan masih banyak kita temui lembaga-lembaga pendidikan yang belum memiliki media atau fasilitas yang memadai, sehingga pembelajaran bahasa arab diajarkan dan disampaikan dengan media-media yang monoton dan klasik, pada akhirnya siswa merasa jenuh dan tidak tertarik belajar bahasa arab. Dan kelima, pendekatan dalam pembelajaran bahasa arab yang kurang efektif dan tidak dapat menjadikan siswa tertarik dan merasa senang untuk mempelajari bahasa arab, karena pendekatan pembelajaran bahasa arab selama ini kurang mempertimbangkan pendekatan yang berdasarkan pada ilmu psikologi dan lingustik atau psikolingustik. Sehingga bahasa arab diajarkan dengan menggunakan pendekatan yang tidak sesuai dengan karakter bahasa arab dan tidak mempertimbangkan psikologis-sosiologis peserta didik. Pendekatan adalah seperangkat asumsi berkenaan dengan hakikat bahasa dan hakikat belajar mengajar bahasa. Pendekatan mencerminkan suatu falsafah, pandangan, pegangan dan pendirian dalam melihat, memahami dan mendekati suatu objek atau permasalahan. Dalam konteks bahasa arab, seorang guru seharusnya menggunakan pendekatan yang relevan dan efektif dalam melihat dan memahami hakikat bahasa arab dan hakikat peserta didik. Pendekatan adalah suatu pegangan utama seorang guru untuk melakukan suatu proses pembelajaran, menentukan metode, strategi dan materi serta media. Tanpa menggunakan pendekatan yang relevan dan efektif, seorang guru bahasa arab akan tidak terarah dan merasa kesulitan dalam proses pembelajaran. Dalam khazanah keilmuan kita, ada beberapa pendekatan dalam pembelajaran bahasa arab. Terlepas dari kelemahan yang dimiliki masing-masing pendekatan, setiap pendekatan memiliki karakteristik dan titik tekan spesifik dalam memandang hakekat bahasa dan hakekat peserta didik. Menurut penulis, sudah saatnya kita untuk tidak memperpanjang perdebatan di antara aliran-aliran pendekatan, tapi bagaimana titik tekan

atau kelebihan tiap-tiap pendekatan dapat diitegrasikan dan diaplikasikan dalam pembelajaran bahasa arab. Pendekatan dalam pembelajaran bahasa ada 4. Yaitu pendekatan humanistic, pendekatan teknik dan pendekatan analisis dan non analisis.dan pendekatan komunikatif. Pendekatan humanistic(humanistic approach) yaitu pendekatan yang memeberikan perhatian kepada pembelajar sebagai manusia, tidak menganggapnya sebagai benda yang merekam seperangkat pengetahuan. Pendekatan berpendapat bahwa teknik media (media-based dan teknik approach) yaitu pendekatan berperan berdasar dalam pemanfaatan media pembelajaran dan teknik-teknik pendidikan. Pendaekatan ini pembelajaran sangat menyampaikan pengalaman belajar serta bisa merubah pengalaman belajar menjadi pengalaman yang nyata/terindra. Pendekatan analysis(analytical Approach) dikenal dengan sebutan formal approach. Pendekatan ini didasarkan pada seperangkat ungkapanungkapan dan asumsi asumsi kebahasaan dan sosiolinguistik.Sedang Non alitycal approach didasarkan pada konsep psikolinguistik. Pendekatan Non analisis berdasarkan pada konsep psikolinguistik dan pendidikan, bukan pada konsep kebahasaan.Pendekatan ini dekenal juga dengan istilah global dan integrated naturalistic. Pengajaran bahasa berlangsung dalam kehidupn yang alami. Dan difokuskan pada tema-tema yang berhubungan dengan kehidupan siswa dan aspek-aspek kehidupan manusia umumnya. Pendekatan komunikatif adalah pendekatan yang menekankan pada fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, sehingga dalam aplikasinya, pendekatan ini menuntut pebelajaran yang komunikatif antara guru dan siswa serta memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran Apabila kita amati, pendekatan di atas dapat kita terapkan secara integratif dan saling menguatkan serta saling melengkapi antara satu dan lainnya. Kelemahan akan muncul ketika kelima pendekatan di atas diaplikasikan secara terpisah, karena setiap pendekatan memiliki satu aspek pertimbangan yang perlu dilengkapi oleh asperk pertimbangan pendekatan yang lain. Dengan mengintegrasikan pendekatan di atas, maka kita dapat menerapkan pembelajaran yang aktif, komunikati, cerdas secara kognitif dan berbicara serta berbasis media.

Seorang guru bahasa arab harus memahami ilmu psikologi dan linguistik atau psikolinguistik dalam mengajarkan bahasa arab. Mengajarkan bahasa kepada anak kecil berbeda dengan mengajarkan bahasa arab kepada anak besar, karena secara psikologis anak kecil dan anak besar memiliki perkembangan kecerdasan yang berbeda. Anak kecil belajar bahasa arab dengan jalan meniru orang disekitarnya di mana dia hidup. Lingkungan yang mengelilingi anak sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran bahasa arabnya. Oleh karena itu, disinilah peran sekolah untuk mampu menciptakan lingkungan yang kondusif agar peserta didik dapat belajar bahasa arab dengan mudah dan cepat Penerapan metode pengajaran tidak akan berjalan dengan efektif dan efisien sebagai media pengantar materi pengajaran bila penerapannya tanpa didasari dengan pengetahuan yang memadai tentang metode itu. Sehingga metode bisa saja akan menjadi penghambat jalannya proses pengajaran, bukan komponen yang menunjang pencapaian tujuan, jika tidak tepat aplikasinya. Oleh karena itu, penting sekali untuk memahami dengan baik dan benar tentang karakteristik suatu metode. Dalam pembelajaran bahasa ada lima metode, Pertama, metode nahwu dan tarjama. Metode ini dalam aplikasinya menekankan pada analisis penggunaan nahwu dan praktek penerjemahan. Kedua, metode mubasyaroh, yaitu metode pembelajaran bahasa yang lebih menekankan pada penggunaan bahasa arab ketika proses interaksi pembelajaran di kelas. Ketiga, metode audio lingual, metode ini menekankan pada praktek berbicara dan mendengarkan dalam proses pembelajaran bahasa arab. Keempat, metode Qiroah, yaitu metode yang lebih menekankan pada praktek membaca dalam proses pembelajaran. Kelima, metode Marifiyah, yaitu metode yang menekankan pada materi dan pelatihan materi. Metode audio-lingual masih mendominasi metode pembelajaran bahasa arab untuk non arab, khususnya di lembaga resmi, seperti di universitas, dan pusat-pusat bahasa milik pemerintah. Program pengajaran bahasa arab mengadopsi metode audiolingual dalam waktu yang panjang. Berdasarkan metode ini, dibuatlah rancangan pelajaran, kurikulum dan buku ajar. Metode audio-lingual merupakan salah satu metode yang didasarkan asas psikolinguistik. Metode ini mencerminkan pertemuan antara teori aliran behaviorisme

dalam psikologi dan teori structural dalam linguistic. Bahasa adalah gejala lisan yang terucap dan tidak tertulis. Ada dua keahlian yaitu mendengar dan mengucap yang didahulukan daripada kemahiran membaca dan menulis. Hal ini didasarkan pada tingkat penguasaan bahasa oleh manusia dalam proses pemerolehan bahasa berdasarkan ilmu psikolinguitik. Bahasa juga merupakan kebiasaan dan tingkah laku, yang diperoleh dengan cara yang sama dengan adat dan kebiasaan tingkah laku yang lainnya. Bahasa juga merupakan bahasa yang digunakan oleh penutur secara alami dalam kehidupannya sehari-hari. Namun perlu diketahui bahwasanya Metode audio-lingual bukanlah satu-datunya metode yang dilahirkan oleh aliran strukturalis-behaviorisme. . Empat kompetensi bahasa arab dapat diterapkan secara bersamaan dan integratif, tanpa harus memisah-misahkan satu dengan yang lainnya, karena bahasa merupakan suatu sistem satu kesatuan. Menurut teori psikologi, bahwa akal manusia lebih dahulu mendeteksi keseluruhan sebelum mendeteksi bagian-bagian. Dalam artian, dalam proses belajar bahasa akal peserta didik lebih mudah menangkap jika keempat kompetensi bahasa arab diajarkan secara bersamaan dalam satu kesempatan, tidak diajarkan secara terpisah. Karena pembelajaran kompetensi bahasa arab secara terpisah, peserta didik biasanya kesulitan dalam mengubungan satu sama lainnya. Misalnya tabir, istima, qiroah, kitabah, nahwu dan shorof diajarkan secara terpisah, maka ketika peserta didik diperintah untuk menerapkan membaca atau menulis dan menyusun kata sesuai kaidah nahwu dan shorof akan mengalami kebingungan dan kesulitan Oleh karena itu, pembelajaran bahasa arab secara terpisah-pisah bagi pemula akan membingungkan dan menyulitkan. Pembelajaran bahasa arab secara terpisah-pisah dapat diterapkan bagi peserta didik yang telah baik bahasanya. Jika dalam kontek sekolahan, pembelajaran bahasa arab secara integratif hendaknya diterapkan pada tingkatan dasar. Adapun yang terpisapisah dapat diterapkan pada tingkatan lanjutan atau perguruan tunggi. Tetapi bagaimana pun , penerapan pembelajaran bahasa arab secara integratif atau terpisah berdasarkan pada tingkat penguasaan dan kemampuan peserta didik terhadap bahasa, tidak hanya berdasarkan pada tingkatan dalam sistem pendidikan. Materi merupakan pegangan guru dan siswa dalam proses pembelajaran bahasa arab. Dengan menggunakan materi, arah pembelajaran bahasa arab akan terarah dan jelas.

Tapi jika kita amati, sampai saat ini masih banyak lembaga sekolahan yang menggunakan meteri bahasa arab yang belum relevan dan efektif, sehingga perlu adanya revisi dan pembenahan. Menurut penulis dalam membuat dan menyusun materi, isi materi harus mencakup beberapa komponen, yaitu empat kompetensi, tabir, istima, qiroah dan kitabah, mufrodat dan qowaidun Nahwiyah serta menentukan media praktek yang digunakannya. Komponen tersebut harus ada dalam materi bahasa arab, agar pembelajaran bahasa dipelajari secara menyeluruh dan siswa dapat dengan mudah menguasai maharoh dan kaidah bahasa arab dengan baik dan aplikatif Penyusunan sebagaimana di atas adalah model penuyusunan bahan ajar yang inregrated curukulum, yaitu menyajikan bahan pembelajaran atau materi secara unit dan keseluruhan, tanpa mengadakan pembatasan-pembatasan satu mata pelajaran atau maharoh dengan yang lainnya. Salah satu contoh buku ajar bahasa arab yang menggunakan model inregrated curukulum adalah Al-Arobiyatu Baina Yadaika. Model penyusunan seperti ini, menurut penulis sangat baik dan efektif dalam pembelajaran bahasa arab, karena mencakup semua maharoh, qowaidun nahwiyah dan mufrodat.

DAFTAR PUSTAKA M. Zaini, 2009. Pengembangan kurikulum: Konsep Implementasi, Evaluasi dan Inovasi, cetakan I, Yogyakarta: TERAS Prof.Dr.Abdul Aziz bin Ibrahim.2009,Psikolinguistik Pembelajaran Bahasa Arab. Humaniora: Bandung, Abdul Hamid,dkk.2008.Pembelajaran Bahasa Arab..Uin Malang Press:Malang Ratna Andi Irawan Membangun Sistem Pembelajaran Bahasa Arab Yang Integratif.Makalah. 2011. http:Uncategoriez. Diakses pada jumat, 7 Desember 2012. Chaer, Abdul, Psikolinguistik Kajian Teoritik, Jakarta : PT. Renika Cipta, 2003.

You might also like