You are on page 1of 12

Peranan orang tua terhadap perkembangan psikologi anak

Kelompok 14

Perkembangan anak
Fisik Kognitif Perkembangan optimal

Psikologi

Komunikasi

Kebutuhan dasar anak


Asuh (kebutuhan fisik) Asah (kebutuhan psikologi, seperti : kasih sayang, perhatian, dll) Asih (bermain, latihan, dll)

Peranan Orang Tua Terhadap Perkembangan Psikologi Anak



Pengingat dan pemerhati Motivator

Penjaga / pengawas / proteksi


Pengembang

Peranan Orang Tua Terhadap Anak Berdasarkan Umur Anak


Masa pre natal (sebelum lahir) dan neonatus (lahir-28 hari)
Peranan orang tua pada masa ini hanya mencakup peran proteksi. Peran proteksi dari
orang tua sangat penting dalam melindungi perkembangan janin (fisik). faktor somatogenik (gangguan organ)

Peran proteksi pada masa ini lebih kepada menghindari gangguan psikis anak akibat

Bayi (1 bulan-1 tahun) dan toodler (1 tahun-3 tahun)


Peranan proteksi terhadap anak secara langsung secara ketat penting dilakukan terutama
pada masa dimana anak-anak mulai ingin mengenal dan mengetahui sekelilingnya

Memberikan stimulus bunyi-bunyian pada anak

Peranan Orang Tua Terhadap Anak Berdasarkan Umur Anak


Masa pra sekolah (3 tahun 6 tahun)
Peran orang tua sebagai penjaga orang tua mulai tidak sekuat pada masa sebelum-sebelumnya Peran orang tua sebagai pengingat dan pemerhati disini penting karena anak mulai mengerti banyak hal-hal
terutama orang tua mulai membiasakan anak dengan pola perilaku sebab-akibat

Orang tua mulai bisa mencari bakat anak sehingga dapat mengembangkan kemampuan anak

Masa sekolah, remaja, dan dewasa


Peran orang tua sebagai penjaga secara nyata dapat dilakukan hanya pada kondisi-kondisi tertentu Peran orang tua sebagai pengingat, pemerhati, serta motivator sangat penting disini karena pada masa ini anak
mulai masuk pada fase-fase menuju dewasa. Orang tua sebisa mungkin menciptakan kondisi komunikasi yang baik agar peran orang tua sebagai pengingat, pemerhati, dan motivator bisa berjalan dengan baik

Peran orang tua sebagai pengembang pada fase ini harus diimbangin dengan kemauan anak

Pola Asuh Oleh Orang Tua Sehubungan Dengan Perkembangan Psikologi Anak

1. Authoritative Parenting
Orang tua yang authoritative berperilku hangat namun tegas. Mereka mendorong anaknya menjadi mandiri dan memiliki kebebasan namun tetap meberi batas dan kontrol pada anaknya. Mereka memiliki standard namun juga memberi harapan yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Mereka menunjukkan kasih sayang, sabar mendengarkan anaknya, mendukung keterlibatan anak dalam membuat keputusan keluarga, dan menanamkan kebiasaan saling menghargai hak-hak orang tua dan anak. Hal ini mampu memberi kesempatan kedua pihak (orang tua dan anak) untuk dapat saling memahami satu sama lain dan menghasilkan keputusan yang dapat diterima kedua pihak. Kualitas pengasuhan ini diyakini dapat lebih memicu keberanian, motivasi, dan kemandirian. Pola asuh ini juga dapat mendorong tumbuhnya kemampuan sosial, meningkatkan rasa percaya diri, mandiri dan tanggung jawab. Mereka juga tumbuh dengan baik, bahagia, penuh semangat, dan memiliki kemampuan pengendalian diri sehingga mereka memiliki kematangan sosial dan moral, lincah bersosial, adaptif, kreatif, tekun belajar di sekolah, serta mencapai prestasi belajar yang tinggi.

2. Authoritarian Parenting
Orang tua menuntut kepatuhan dan konformitas yang tinggi dari anak-anak. Mereka lebih banyak menggunakan hukuman, batasan, kediktatoran, dan kaku. Mereka memiliki standar yang dibuat sendiri baik dalam aturan, keputusan, dan tuntutan yang harus ditaati anaknya. Bila dibandingkan dengan pola asuh lainnya, orang tua authoritarian cenderung kurang hangat, tidak ramah, kurang menerima, dan kurang mendukung kemauan anak, bahkan lebih suka melarang anaknya mendapat otonomi ataupun terlibat dalam pembuatan keputusan. Pengasuhan dengan pola ini berpotensi memunculkan pemberontakan pada saat remaja, ketergantungan anak apada orang tua, merasa cemas dalam pembandingan sosial, gagal dalam aktivitas kreatif, dan tidak efektif dalam interaksi sosial. Ia juga cenderung kehilangan kemampuan bereksplorasi, mengucilkan diri, frustasi, tidak berani menghadapi tantangan, kurang berkeinginan mengetahi secara intelektual, kurang percaya diri, serta tidak bahagia.

3. Neglect Parenting / indifferent


Dalam pola pengasuhan ini, orang tua hanya memiliki sedikit waktu dan perhatian untuk anaknya. Akibatnya, mereka menanggulangi tuntutan anak dengan memberikan apapun yang barang yang diinginkan selama dapat diperoleh. Padahal hal tersebut tidak baik untuk jangka panjang anaknya, misalnya terkait peran dalam pekerjaan rumah dan perilaku sosial yang dapat diterima secara umum. Orang tua pola ini cenderung tidak tahu banyak tentang aktivitas anaknya. Mereka jarang berbicang-bincang dan hampir tidak mempedulikan pendapat anaknya dalam membuat keputusan. Orang tua neglect atau indifferent bisa saja menganiaya anaknya, menerlantarkan anaknya, dan mengabaikan kebutuhan maupun kesulitan anaknya. Minimnya kehangatan dan pengawasan orang tua membuatnya terpisah secara emosional dengan anaknya sehingga membuat anak minimal dalam segala aspek, baik kognisi, bermain, kemampuan emosional dan sosial termasuk kedekatan/kelekatan pada orang lain. Jika terus menerus terjadi, akan membuat anak berkemampuan rendah dalam menolerir frustasi, pengendalian emosi, perilaku, dan prestasi sekolahnya pun amat buruk. Ia sering kurang matang, kurang bertanggung jawab, lebih mudah dihasut dan dibujuk teman sebayanya, serta kurang mampu menimbang posisinya

4. Indulgent Parenting / permissive


Orang tua indulgent atau permissive cenderung menerima, lunak, dan lebih pasif dalam kedisiplinan. Mereka mengumbar cinta kasih tetapi menempatkan sangat sedikit tuntutan terhadap perilaku anak dan memberi kebebasan tinggi pada anak untuk bertindak sesuai keinginannya. Terkadang orang tuanya mengizinkan ia mengambil keputusn meski belum mampu melakukannya. Orang tua semacam ini cenderung memanjakan anak, ia membiarkan anaknya mengganggu orang lain, melindungi anak secara berlebihan, membiarkan kesalahan diperbuat anaknya, menjauhkan anak dari paksaan, keharusan, hukuman, dan enggan meluruskan penyimpangan perilaku anak. Baumrind menemukan bahwa anak yang menerima pola pengasuhan ini sangat tidak matang dalam berbagai aspek psikososial. Mereka tidak patuh, menentang jika diminta sesuatu yang bertentangan dengan keinginan sesaatnya, kurang tenggang rasa, dan kurang toleran dalam bersosialisasi. Pemanjaan terhadap anak dapat menyuburkan keinginan ketergantungan dan melemahkan dorongan untuk berprestasi.

- Dorothy law nolte (1945) -

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan hinaan, ia belajar menyesali diri. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan."

You might also like