You are on page 1of 21

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1. Latar Belakang Teh Teh dikenal di Indonesia sejak tahun 1686 ketika seorang Belanda bernama Dr. Andreas eyer membawanya ke Indonesia yang pada saat itu penggunaannya hanya sebagai tanaman hias. Baru pada tahun 1728, pemerintah Belanda mulai memperhatikan Teh dengan mendatangkan biji-biji Teh secara besar-besaran dari Cina untuk dibudayakan di pulau Jawa. Usaha tersebut tidak terlalu berhasil dan baru berhasil setelah pada tahun 1824 Dr.Van Siebold seorang ahli bedah tentara Hindia Belanda yang pernah melakukan penelitian alam di Jepang mempromosikan usaha pembudidayaan dengan bibit Teh dari Jepang. Usaha perkebunan Teh pertama dipelopori oleh Jacobson pada tahun 1828 dan sejak itu menjadi komoditas yang menguntungkan pemerintah Hindia Belanda, sehingga pada masa pemerintahan Gubernur Van Den Bosh, Teh menjadi salah satu tanaman yang harus ditanam rakyat melalui politik Tanam Paksa ( Culture Stetsel ). Pada masa kemerdekaan, usaha perkebunan dan perdagangan Teh diambil alih oleh pemerintah RI. Sekarang, perkebunan dan perdagangan Teh juga dilakukan oleh pihak swasta Perkebunan Teh Unit Usaha Pagar Alam merupakan salah satu Unit Usaha dari PT. Perkebunan nusantara VII (persero) yang didirikan pada tahun 1929 oleh perusahaan Melanda yaitu NV. Landbouw Maata Chapij dan didalam perkembangannya dapat digambarkan sebagai berikut : - Tahun 1929 : Peletakan batu pertama tertanggal 02 Mei 1929 dan dikelola oleh perusahaan Belanda yaitu NV. Landbouw Maata Chapij Pagar Alam. - Tahun 1942-1945 : Pada masa perang dunia ke II dikuasai oleh Jepang. - Tahun 1945-1949 : Dibawah departemen pertanian - Tahun 1949-1951 : Semasa Clash ke II dengan Belanda kebun dan Pabrik Pagar Alam dibumi hanguskan. - Tahun 1951-1958 : Dibangun kembali oleh Perusahaan Belanda yaitu Cultuur NV. Soerabaya. - Tahun 1958-1963 : Dinasionalisasi dan dikelola oleh PPN Baru Sumatera Selatan. - Tahun 1963-1968 : dibawah PPN Antan VII Bandung.

- Tahun 1968-1980 : Dibawah PNP X - Tahun 1980-1996 : Dibawah PTP X (Persero) - Tahun 1996-sekarang : Digabung Ex. PTP XI, PTP XIII, PTP XXXI menjadi PTPN VII (Persero) Wilayah sumsel, Bengkulu dan Lampung. Kebun The Pagar Alam yang dikenal dengan simbul Gunung Dempo adalah satu-satunya Unit Usaha dilingkungan PT.Perkebunan Nusantara VII yang mengelola Budidaya The, yang terletak di Kecamatan Pagar Alam Selatan. Posisi kebun The Pagar Alam berada di desa Gunung Dempo yang berjarak 9 Km dari kota Pagar Alam, 320 km dari ibu Kota Provinsi Sumatera Selatan, 660 Km dari kantor direksi PTPN VII Bandar Lampung. Kebun Teh ini dibentuk dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan the dalam negeri khususnya di Pulau Sumatera dan juga untuk memenuhi pasar luar negeri terutama Teh yang bermutu tinggi. 2. Latar Belakang Kopi Kopi adalah salah satu komoditi yang banyak dihasilkan di Indonesia karena tanaman kopi cocok dengan kondisi geografis Indonesia. Produksi kopi yang melimpah tidak diimbangi dengan proses pengolahan yang baik. Proses pengolahan kopi di Indonesia kebanyakan dilakukan oleh industri rumah tangga yang masih menggunakan teknologi yang sederhana. Akibatnya produk kopi kita hanya laku dipasar dalam negeri dan tidak mampu bersaing dengan produk kopi dari negara lain seperti Brazil. Untuk mengatasi masalah tersebut, pengolahan kopi sekarang mulai menerapkan proses dengan teknologi moderen yang banyak dilakukan ooleh pihak industri. Setiap lini proses pengolahan kopi, mulai dari pemilihan bahan baku sampai produk akhir dilakukan pengawasan mutu. Produksi kopi di Indonesia saat ini mencapai 600.000 ton per tahun. Lebih dari 80 persen produksi tersebut berasal dari perkebunan rakyat. Perkebunan ini merupakan kumpulan dari kebun-kebun kecil yang dimiliki oleh petani dengan luasan antara 1 sampai 2 ha. Mereka tidak mempunyai modal, teknologi, dan pengetahuan yang cukup untuk mengelola tanaan yang mereka miliki secara optimal. Dengan demikian, produktivitas tanaman relatif rendah dibandingkan dengan potensinya. selain itu, petani umumnya jugabelum mampu menghasilkan biji kopi dengan mutu seperti yang dipersyaratkan untuk ekspor. Beberapa faktor penyebab adalah minimnya

sarana pengolahan, lemahnya pengawasan mutu pada seluruh tahapan proses pengolahan dan sistem tata niaga kopi rakyat yang tidak berorentasi pada mutu. Salah satu pabrik pengolahan kopi di di Sumatera Selatan terdapat di kota Pagar Alam, tepatnya di komplek Pesanteren Darul Muttaqin. Pengolahan biji kopi dipabrik tersebut menggunakan alat-alat moderen dan sudah menghasilkan berbagai kwalitas kopi bubuk. 3. Latar Belakang Ramie Revolusi kebudayaan Cina banyak meninggalkan sejarah. Pasukan merah Mao saat itu, ternyata, mengenakan pakaian yang terbuat dari serat rami (boehmeria nivea gaud) berwarna coklat kaki, yang prosesnya tidak melalui deguming. Lama sebelum itu, pakaian terbuat dari serat rami telah digunakan para mumi dari Mesir Kuno. Di Indonesia sendiri, masyarakat Dayak dan Badui Dalam menggunakan rami sebagai bahan pakaian mereka. Semua kain yang dikenakan itu, memang masih kasar. Namun, itu dulu dan sangat tradisional Kini, kain yang terbuat dari serat rami sudah begitu jauh berbeda. Di pasar Baru atau toko-toko kain lainnya di Jakarta, harganya sudah mencapai ratusan ribu rupiah per meter. Maklum, kain satin itu tampak halus dan mengkilap. Mutu kainnya juga hanya sedikit lebih rendah dari kain sutera. Sayangnya, hampir semua kain satin itu diimpor dari India. Berkembangnya industri tekstil dan industri garment didalam dan luar negeri menyebabkan permintaan kebutuhan serat sebagai bahan baku meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pihak swasta dan pemerinta berusaha mengembangkan serat alam yang ada.Salah satu serat alam yang telah dikembangkan oleh pemerintah adalah pengambilan serat tanaman Ramie (Boehmeria nivea L) yang terletak di sebelah utara kota Pagar Alam. Pengembangan serat ramie tersebut merupakan suatu bentuk kerjasama antara Koperasi Pengembang Serat Alam Indonesia (Kopserindo) dengan pemerintah kota Pagar Alam dengan tujuan mengembangkan bisnis serat alam untuk kesejahteraan rakyat dalam menunjang program pemerintah yaitu memberdayakan ekonomi rakyat. Menurut Ketua Komite Serat Alam Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Suripto, usaha budi daya tanaman rami di Indonesia, sebagai bahan baku industri tekstil itu,

sangat prospektif dikembangkan di sini, mengingat permintaan hasil produk rami cukup menjanjikan.

B. Tujuan 1. Agar mahasiswa mengenal dan mengetahui cara kerja alat-alat serta mesin yang digunakan dalam pengolahan teh 2. Agar mahasiswa mengetahui cara pendistribusian sayur dan buah-buahan di subterminal kota pagar alam dan mengenal alat yang digunakan selama proses pendistribusian tersebut. 3. Agar mahasiswa mengenal dan mengetahui cara kerja alat-alat dan mesin yang digunakan selama proses pengolahan biji kopi. 4. Agar mahasiswa mengenal dan mengetahui cara kerja alat pengolahan serat Ramie.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Teh Tanaman Teh dengan nama latin Camelia Sinensis, yang masih termasuk keluarga Camelia, pada umumnya tumbuh di daerah yang beriklim tropis dengan ketinggian antara 200 s/d 2.000 meter diatas permukaan laut dengan suhu cuaca antara 14 s/d 25 derajat celsius. Ketinggian tanaman dapat mencapai 9 meter untuk Teh Cina dan Teh Jawa, sedangkan untuk Teh jenis Assamica dapat mencapai 12 s/d 20 meter. Namun untuk mempermudah pemetikan daun-daun Teh sehingga mendapatkan pucuk daun muda yang baik, maka pohon Teh selalu dijaga pertumbuhannya dipotong sampai 1 meter. Tanaman Teh sebagai tanaman perdagangan, semakin berkembang pesat,jenis tanaman Teh juga berkembang menjadi beraneka ragam. Keragaman ini adalah hasil dari penyilangan berbagai jenis tanaman Teh serta pengaruh tanah dan iklim yang menghasilkan hasil panen yang berbeda. Hingga saat ini, seluruh dunia kurang lebih terdapat 1.500 jenis Teh yang berasal dari 25 negara yang berbeda. Tanaman Teh milik petani ditandai dengan kondisi tanaman yang kurang sehat, perdu-perdu banyak yang mati sehingga produktivitasnya sangat rendah (930 kg per hektar per tahun) di-bandingkan dengan produksi yang di-capai kebun-kebun milik PTPN (2.320 kg per hektar per tahun) maupun per-kebunan swasta (1.880 kg/ hrektar/tahun). Untuk meningkatkan pendapatan petani, maka perlu dilakukan kegiatan rejuvinasi yaitu membuang bonggol (knot) dan cabang-cabang yang keropos. Dengan perlakuan ini akan tumbuh cabang-cabang baru yang pertumbuhannya lebih baik sehingga produksi dapat ditingkatkan. Oleh karena itu telah dilakukan penelitian pemangkasan dengan berbagai ke-tinggian. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemangkasan pada ketinggian 30 cm dan 40 cm ternyata mampu meningkatkan produksi sebesar 30 persen dibandingkan pangkasan pada ketinggian 50 cm. B. Kopi

Tanaman kopi (coffea. sp) yang ditanam di perkebunan rakyat pada umumnya adalah kopi jenis Arabica (Coffea Arabica), Robusta (Coffea Canephora), Liberika (Coffea liberica) dan hibrida (hasil persilangan antara 2 varietas kopi unggul). Beberapa klon kopi unggul, khususnya untuk kopi arabika telah disebarkan luaskan di sentra-sentra penghasil kopi. Klon-klon tersebut antara lain adalah Kartika 1 dan 3 , USDA 762, lini S 795, $ 1934 dari India dan hibrido de timor dari Timor-Timur. Kedua klon yang terakhir masih dikembangkan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember. Sedangkan untuk jenis robusta, klon-klon unggul yang telah dikembangkan antara lain adalah BP 409, BP 358, SA 237, BP 234, BP 42 dan BP 288. Kopi mensyaratkan ketinggian lokasi tertentu disamping persyaratan teknis lainnya, maka penentuan lokasi proyek harus dikaji secara cermat. Dalam hal pengolahan, kemungkinan tidak setiap lokasi pengembangan (ekstensifikasi, intensifikasi) terdapat usaha besar yang mempunyai fasilitas pengolahan kopi basah (wet processing) menjadi kopi biji (kopi beras). Dalam hal ini, petani kopi bisa menjual kepada eksportir kopi dalam bentuk biji kopi beras. Karena itu, dalam rancangan proyek perlu ditambahkan fasilitas pengolahan untuk menghasilkan biji kering tersebut. KESESUAIAN LINGKUNGAN Faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tanaman kopi antara lain adalah ketinggian tempat tumbuh, curah hujan, sinar matahari, angin dan tanah. Kopi robusta tumbuh optimal pada ketinggian 400 - 700 m dpl, tetapi beberapa jenis diantaranya masih dapat tumbuh baik dan mempunyai nilai ekonomis pada ketinggian di bawah 400 m dpl. Sedangkan kopi arabika menghendaki tempat tumbuh yang lebih tinggi dari lokasinya dari pada kopi robusta, yaitu antara 500 - 1.700 m dpl. Curah hujan yang optimum untuk kopi (arabika dan robusta) adalah pada daerah-daerah yang mempunyai curah hujan rata-rata 2.000 - 3.000 mm per tahun, mempunyai bulan kering (curah hujan < 100 mm per bulan) selama 3 - 4 bulan dan diantara bulan kering tersebut ada periode kering sama sekali (tidak ada hujan) selama 2 minggu - 1,5 bulan. Tanaman kopi umumnya menghendaki sinar matahari dalam jumlah banyak pada awal musim kemarau atau akhir musim hujan. Hal ini diperlukan untuk merangsang pertumbuhan kuncup bunga.

Angin berperan dalam membantu proses perpindahan serbuk sari bunga kopi dari tanaman kopi yang satu ke lainnya. Kondisi ini sangat diperlukan terutama untuk jenis kopi yang self steril. Secara umum tanaman kopi menghendaki tanah yang gembur, subur dan kaya bahan organik. Selain itu, tanaman kopi juga menghendaki tanah yang agak masam, yaitu dengan pH 4,5 - 6 untuk robusta dan pH 5,0 - 6,5 untuk kopi arabica. PEMBUKAAN LAHAN Lahan yang digunakan untuk penanaman kopi dapat berasal dari lahan alang-alang dan semak belukar, lahan primer atau lahan konversi. Pada lahan alang-alang dan semak belukar, cara pembukaan lahan dilakukan dengan pembabatan secara manual atau dengan menggunakan herbisida. Pada lahan primer dilakukan dengan cara menebang pohon-pohon, sedangkan yang dari lahan konversi dilakukan dengan menebang atau membersihkan tanaman yang terdahulu. PENANAMAN DAN PENAUNGAN Penanaman bibit kopi sebaiknya dilakukan pada awal atau pertengahan musim hujan, sebab tanaman kopi yang baru ditanam pada umumnya tidak tahan kekeringan. Tanaman kopi dianjurkan untuk ditanam dengan jarak 2,5 x 2, 5 m atau 2, 75 x 2, 75 m, sedangkan untuk jenis arabika jarak tanamnya adalah 2,5 x 2,5 m, dengan demikian jumlah pohon kopi yang diperlukan sekitar 1.600 pohon/ha. Untuk penyulaman, sebaiknya dicadangkan lagi 400 pohon/ha. Sebelum tanaman kopi ditanam, harus terlebih dahulu ditanam tanaman pelindung, seperti lamtoro gung, sengon laut atau dadap yang berfungsi selain untuk melindungi tanaman muda dari sinar matahari langsung, juga meningkatkan penyerapan N (Nitrogen) dari udara pada tanaman-tanaman pelindung yang mengandung bintil akar. Tanaman kopi sering ditanam di lahan yang berlereng. Untuk menghindari erosi dan menekan pertumbuhan gulma dapat ditanam penutup lahan (cover crop) seperti colopogonium muconoides, Vigna hesei atau Indigovera hendecaphila.

PEMUPUKAN Pupuk yang digunakan pada umumnya harus mengandung unsur-unsur Nitrogen, Phospat dan Kalium dalam jumlah yang cukup banyak dan unsur-unsur mikro lainnya yang diberikan dalam jumlah kecil. Ketiga jenis tersebut di pasaran dijual sebagai pupuk Urea atau Za (Sumber N), Triple Super Phospat (TSP) dan KCl. Selain penggunaan pupuk tunggal, di pasaran juga tersedia penggunaan pupuk majemuk. Pupuk tersebut berbentuk tablet atau briket di dalamnya, selain mengandung unsur NPK, juga unsur-unsur mikro. Selain pupuk an organik tersebut, tanaman kopi sebaiknya juga dipupuk dengan pupuk organik seperti pupuk kandang atau kompos. Pemberian pupuk buatan dilakukan 2 kali per tahun yaitu pada awal dan akhir musim hujan, dengan meletakkan pupuk tersebut di dalam tanah (sekitar 10 - 20 cm dari permukaan tanah) dan disebarkan di sekeliling tanaman. PENGENDALIAN HAMA, PENYAKIT DAN GULMA Hama yang sering menyerang tanaman kopi, adalah penggerek buah kopi (Stephanoderes hampei), penggerek cabang coklat dan hitam (Cylobarus morigerus dan Compactus), kutu dompolan (Pseudococcus citri), kutu lamtoro (Ferrisia virgata), kutu loncat (Heteropsylla, sp) dan kutu hijau (Coccus viridis). Sedangkan penyakit yang sering ditemukan adalah penyakit karat daun (Hemileia vastantrix), jamur upas (Corticium salmonicolor), penyakit akar hitam dan coklat (Rosellina bunodes dan R. arcuata), penyakit bercak coklat dan hitam pada daun (Cercospora cafeicola), penyakit mati ujung (Rhizoctonia), penyakit embum jelaga dan penyakit bercak hitam dan buah (Chephaleuros coffea). Adapun jenis gulma yang sering menganggu tanaman kopi antara lain adalah alang-alang (Imperata Cylindrica), teki (cyperus rotudus), cyanodon dactylon, Salvia sp, Digitaria sp, Oxalis sp, dan Micania cordata. PEMANGKASAN Tanaman kopi jika dibiarkan tumbuh terus dapat mencapai ketinggian 12 m dengan pencabangan yang rimbum dan tidak teratur. Hal ini akan menyebabkan

tanaman terserang penyakit, tidak banyak menghasilkan buah dan sulit dipanen buahnya. Untuk mengatasi hal itu, perlu dilakukan pemangkasan pohon kopi terhadap cabang-cabang dan batang-batangnya secara teratur. Ada empat tahap pemangkasan tanaman kopi yang sering dilakukan, yaitu pemangkasan pembentukan tajuk, pemangkasan pemeliharaan, pemangkasan cabang primer dan pemangkasan peremajaan PANEN Tanaman kopi yang terawat dengan baik dapat mulai berproduksi pada umur 2,5 - 3 tahun tergantung dari lingkungan dan jenisnya. Tanaman kopi robusta dapat berproduksi mulai dari 2,5 tahun, sedangkan arabika pada umur 2,5 - 3 tahun.Jumlah kopi yang dipetik pada panen pertama relatif masih sedikit dan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya umur tanaman sampai mencapai puncaknya pada umur 7 - 9 tahun. Pada umur puncak tersebut produksi kopi dapat mencapai 9 - 15 kuintal kopi beras/ha/tahun untuk kopi robusta dan 5 - 7 kuintal kopi beras/ha/tahun untuk kopi arabika. Namun demikian, bila tanaman kopi dipelihara secara intensif dapat mencapai hasil 20 kuintal kopi beras/ha/tahun. Berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam satu siklus produksi (dapat berlangsung hingga tahun ke-21), studi ini membuat asumsi produktivitasnya tanaman seperti terlihat pada Tabel 2. Rata-rata produktiitas dalam 21 tahun adalah 441 kg/ha. Produksi kopi di Indonesia saat ini mencapai 600.000 ton per tahun. Lebih dari 80 persen produksi tersebut berasal dari perkebunan rakyat. Perkebunan ini merupakan kumpulan dari kebun-kebun kecil yang dimiliki oleh petani dengan luasan antara 1 sampai 2 ha. Mereka tidak mempunyai modal, teknologi, dan pengetahuan yang cukup untuk mengelola tanaan yang mereka miliki secara optimal. Dengan demikian, produktivitas tanaman relatif rendah dibandingkan dengan potensinya. selain itu, petani umumnya jugabelum mampu menghasilkan biji kopi dengan mutu seperti yang dipersyaratkan untuk ekspor. Beberapa faktor penyebab adalah minimnya sarana pengolahan, lemahnya pengawasan mutu pada seluruh tahapan proses pengolahan dan sistem tata niaga kopi rakyat yang tidak berorentasi pada mutu.

Kriteria mutu kopi yang meliputi aspek phisik, citarasa dan kebersihan serta aspek keregaman dan konsistensi sangat ditentukan oleh perlakuan pada setiap tahapan proses produksinya. Tahapan (aliran) proses dan spesifikasi alat dan mesin produksi yang menjamin kepastian mutu harus di secara rutin agar pada saat terjadi penyimpangan mutu, suatu tindakan koreksi yang tepat sasaran dapat segera dilakukan. Pabrik minuman kopi di luar negeri telah menerapkan otomatisasi dalam proses produksinya. Mereka membutuhkan pasokan bahan baku bermutu tinggi, seragam dan konsisten dari waktu ke waktu. Jika hal ini tidak dipenuhi, mereka setiap saat harus merubah formula dan prosedur kerja. Kdeuanya menyebabkan enefisiensi dan pada akhirnya akan mengurangi daya saing produknya. Selain itu, dalam lima tahun terakhir ini kontaminasi okhratoxin pada biji kopi mulai mendapat sorotan yang serius oleh konsumen Eropa. Kontaminasi senyawa tersebut umumnya terjadi sebagai akibat proses pengeringan yang kurang sempurna sehingga jamur penyebab tumbunya okhratoxin menjadi aktif. Jika aspek ini diasukkan sebagai salah satu kriteria, maka hal ini merupakan ancaman yang serius bagi kelangsungan ekspor komoditi tersebut. Selain adanya jaminan mutu, suatu produk pertanian akan relatif mudah dipasarkan pada tingkat harga yang menguntungkan jika tersedia dalam kuantum yang cukup dan waktu pasokan yang tepat serta berkelanjutan. Ekspor biji kopi sat ini dilakukan dengan sistem kontainer. Satu kontainer memuat komoditi dengan mutu tinggi dan seragam, demikian juga pada pengiriman berikutnya. Kapasitas satu kontainer mencapai 20 - 30 ton biji kopi siap ekspor. Kapasitas tersebut hanya dapat dipenuhi jika petani mengolah hasil panen mereka secara kelompok. Sebelum dimasukkan ke dalam kontainer, baik biji opi harus diuji mutunya secara laboratoris dan secara visual dan dicocokkan dengan nilai standard mutu yang berlaku. Konsumen biji kopi lebih mengutamakan citarasanya. Secara umum, hanya biji kopi rakyat bermutu tinggi yang dapat diekspor dengan harga yang wajar, sebaliknya sisanya (under grade) harus donoversi menjadi produk sekunder yang dapat dikonsumsi oleh konsumen secara langsung, misalnya biji kopi menjadi kopi bubuk. Selain dapat meningkatkn niai tambah, upaya tersebut dapat mencegah pencampuran kembali biji kopi mutu rendah (hasil sortasi) ke dalam biji kopi mutu baik.

Tabel 2. Perkiraan Produktivitas Biji Kopi Kering 14% (kg/ha) Tahun ke 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Asumsi (kg/ha) 350 400 450 550 600 650 650 600 550 500 500 450 450 400 400 400 350 350 300 300

D. Ramie Ramie (Boehmeria nivea (L) gaud, Boehmeria nivea var tenacissima) adalah tanaman tahunan setinggi 1 sampai 2,5 m, berumue antara 6 sampai 20 tahun, dan dapat dipanen depanjang tahun setiap 2 bulan. Tanaman ramie toleran terhadap iklim dan dan jenis tanah, tetapi perlu curah hujan yang merata sepanjang tahun. Curah hujan yang diperlukan adalah berkisar antara 1200-2000 mm/tahun.

Perbanyakan tabaman ramie dilakukan secara vegetative dengan rhizome. Produksi optimal dicapai mulai umur 6 bulan keatas setelah rumpun ramie cukup besar, dan produksi mulai menurun saat perakaran rumpunnya sudah terlalu padat. Serat ramie berasal dari bagian kulit batang ramie yang dip[isahkan dengan alat dekortikator. Serat kasar (china grass) ini kemudian diproses (degumming) untuk menghilangkan pectin dan getahnya, dan kemudian dikirim ke pabrik pengolah selanjutnya untuk proses fiber opening menjadi antara lain serat ramie siap pintal atau ramie top. Menurut Rahardi, tumbuhan ini memang sepintas seperti tanaman murbei. Hanya bedanya, dia mengeluarkan rizome (akar tinggal batang dalam tanah) yang akan tumbuh di sekeliling batang induk. Rizome ini merupakan bibit yang mutunya paling baik dibandingkan dengan stek batang maupun stek pucuk. Dengan bibit stek dari rizome tanamani rami sudah bisa menghasilkan rizome baru pada umur tiga bulan. Selanjutnya setelah enam bulan sejak tanam seratnya sudah bisa mulai dipanen. Panen berikutnya bisa dilakukan secara rutin selangtiga bulan sekali.Sebenarnya ada juga hasil sampingan dari setiap panen, yaitu kayunya yang bisa dimanfaatkan untuk kayu bakar, misalnya. Juga daunnya yang bisa untuk makanan ternak Rami, papar Rahardi, bisa tumbuh baik di lahan kering dataran rendah sampai ketinggian 1.500 m dpl. Hanya saja, makin tinggi tempat tumbuhnya, umur panen tanaman ini makin panjang. Sejatinya, dia tidak menghendaki tanah yang subur, cukup perlu air banyak. Bila sudah menggurita, meski sudah dibabat habis, kekeringan karena kemarau panjang, kebakaran atau lahannya dibongkar habis sekalipun, rizome itu akan mampu tumbuh lagi dengan baik. Itulah bandelnya tanaman rami. Karenanya, di areal-areal pertanian tanaman pangan atau perkebunan, rami dianggap sebagai gulma. Ramie cocok dikembangkan di lahan yang kurang subur.Panen rami dilakukan dengan memotong batangnya dari pangkal. Daun dan pucuknya, papar Rahardi, diambil untuk pakan ternak. Selanjutnya kulit batang dikupas. Sekali tanam, kebun rami tidak memerlukan pengolahan lahan dan penanaman kembali. Hasil panen rizome bisa dijual sebagai bibit atau dikembangkan sendiri. Harga bibit rami asal rizome sekarang sekitar Rp 250 per stek dalam polybag. Dalam satu hektare, dengan pola tanam monokultur, diperlukan sekitar 40.000 bibit. Biaya rutin yang diperlukan berikutnya adalah penyiangan, pemupukan, pengairan,

pemanenan, dan pascapanen yang terdiri dari dekortasi dan deguming. Hasil kayu bisa digunakan untuk proses dekortasi, sementara hasil ternak yang mengonsumsi daun rami belum dimasukkan sebagai pendapatan. Sayangnya, urai Rahardi, hingga kini di Indonesia belum ada masyarakat atau pengusaha yang tertarik mengebunkan rami. Masalahnya bukan karena rami tidak menguntungkan, tapi karena memang belum ada yang tahu. Seandainya suatu ketika nanti berkembang kebun rami, kemudian dilanjutkan dengan industri pemintalan dan tenun tradisional yang padat karya, lebihlebih kalau digabung dengan keterampilan membatik (batik tulis), niscaya rami akan bisa menyejahterakan masyarakat lapis bawah. Sebab, tenaga kerja yang terserap akan massal. Mereka pun bukan melulu buruh di industri tekstil besar.

III.HASIL

Acara Tempat Tanggal Waktu

: Kunjungan ke PT Perkebunan Nusantara VII : Kotamadya Pagar Alam : 13 Agustus 2005 : 10.00 s.d. 12.00 WIB

Secara singkat PTPN VII berdiri pada tahun 1929 oleh Pemerintahan Kolonial Belanda. Hal ini didasari pada kebutuhan masyarakat Eropa akan teh untuk dikonsumsi. Hingga sekarang, PTPN VII telah mengalami tiga kali renovasi baik bangunan maupun alat-alat produksinya, baik disebabkan perang semasa kemerdekaan maupun tuntutan kemajuan teknologi pengolahan. Teh merupakan tanaman bonsai yang diambil pucuk segarnya. Pada dasarnya teh terbagi dua jenis yang diproduksi yakni teh hitam dan teh hijau. Di PTPN VII hanya memproduksi teh hitam karena selain sudah sejak lama diproduksi, teh hitam juga lebih banyak dikonsumsi masyarakat sehingga memiliki pangsa pasar yang lebih luas.Teh Dempo Pagar alam dihasilkan dari perkebunan teh di Gunung Dempo pada ketinggian rata-rata 1500 m diatas permukaan laut yang juga merupakan dataran tertinggi di Sumatera Selatan. Lokasi perkebunan PTPN VII terletak di sisi timur gunung Dempo sehingga selalu menerima sinar matahari pagi dan secara tidak langsung juga daun teh Dempo banyak menyerap ultra violet dari sinar matahari pagi yang membuat rasa dan aroma teh Dempo pagar alam unik dan khas. Teh Dempo pagar alam hanya dibuat dari pucuk daun teh pilihan dengan kualitas ekspor. Ada berbagai jenis pucuk daun teh yang diambil, ada yang halus, medium halus dan juga kasar yang nantinya akan dihasilkan hasil baku berupa teh bubuk. Pada dasarnya teh terbagi dua jenis yaitu : 1. Teh Hijau. Telah dikenal di negeri Cina pada 4375 SM sebagai obat untuk mengatasi penyakit jantung, anti oksidan dll. Dimana pada proses pembuatannya tidak mengalami fermentasi.

2. Teh Hitam Inilah jenis teh yang diproduksi PTPN VII Pagar Alam dengan nama Teh Hitam Dempo Pagar Alam . Sejak lama telah disukai masyarakat. Pada pasar lokal, teh ini dapat ditemukan di pasar-pasar swalayan seperti Internasional Plasa Palembang. Teh hitam biasanya digunakan untuk minuman softdrink, yang dalam membentuk aromanya yang enak dengan melakukan proses oksidasi enzimatis (telah di fermentasi terlebih dahulu). Selain dipasarkan di pasar lokal, teh yang diproduksi lebih banyak di ekspor ke mancanegara seperti negara-negara Arab, Eropa dll. Ada beberapa ciri khas teh hitam Dempo yang membuat berbeda dengan teh yang diproduksi dari daerah lain yaitu : 1. Outdoor Quality, warna; penampilan dan tektur yang baik 2. Inner Quality, bau dan rasa yang khas Teh merupakan tanaman yang hidroskopis sehingga peka terhadap udara luar, sehingga ada beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu : 1. Relative Humidty, dimana RH untuk pelayuan lebih kecil dari 5% sedangkan untuk penggilingan RH 99%. 2. Temperatur. 3. Waktu. Ada beberapa tahapan dalam memproses pembuatan teh di PTPN VII yaitu : 1. Pelayuan 2. Penggilingan 3. Fermentasi 4. Drying 5. Sortasi 6. Packing Dalam proses pembuatan teh pada PTPN VII dihasilkan 13 grade teh. Satu grade untuk diekspor khusus ke negara Eropa dan Arab Saudi sedangkan 12 grade yang lain untuk pasar lokal. Pada saat ini harga teh dunia mengalami harga yang turun karena negara-negara seperti kamboja dan vietnam telah memproduksi teh secara besarbesaran ke pasar dunia dengan mengutamakan kuantitas daripada kualitas. Dengan kenyataan yang seperti ini, PTPN VII beberapa tahun kebelakangan ini terus mengalami kerugian.

Untuk lebih mengetahui lebih dalam, maka kita akan tinjau tahapan-tahapan proses produksi teh Dempo di PTPN VII ini sebagai berikut :

1. Pelayuan. Pelayuan dilakukan antara 16 20 jam dengan RH 75% dengan suhu kecil dari 300C agar daun teh yang telah dipetik menjadi lembut. Selain itu juga untuk membuat aroma dan warna hijaunya tetap terjaga. Kelembaban ruangan pelayuan harus diatur dan tetap konstan agar masih terjadi respirasi pada daun sehingga daun layu sutra ( aroma, warna hijau tetap dan lembut ). Kelembaban dapat diatur dengan mengubah suhu wet BULB atau dry BULB ( suhu bola basah dan suhu bola kering ). Kelembaban dapat mempengaruhi aroma dan rasa teh. Selain itu juga, pada saat pemetikan pucuk daun teh, para pemetik teh tidak boleh terkontaminasi seperti balsem, dan minyak kayu putih karena teh sangat peka yang dapat mempengaruhi aroma dan rasa teh. Pada pabrik PTPN VII ini terdapat alat yang digunakan untuk pelayuan teh seperti wateroing trap sebanyak 40 unit yang mana satu unitnya mampu menampung 1 ton sehingga kapasitasnya alatnya 40 ton per hari. 2. Penggilingan. Untuk memperemudah dan menghasilkan produksi teh yang maksimal maka relative humidity harus diatas 95%. Penggilingan teh dilakukan dengan menggunakan suatu alat OTR (Open Top Roller). Tujuannya adalah agar mudah terjadinya reaksi oksidasi enzimatis. Teh merupakan tanaman hidroskopis, apabila dibiarkan lebih 120 menit maka akan berubah asam. Sebelum dilakukan penggilingan pertama maka terlebih dahulu dilakukan proses penggulungan daun teh selama 45 menit dengan tujuan memperkecil partikel sehingga lebih mudah di proses pada tahap selanjutnya. Setelah dilakukan penggilingan daun teh maka tes selanjutnya disaring menjadi Double Indian Hole Pracker (Ayakan Bergetar). Hasilnya dimasukan ke dalam suatu rak atau baki yang telah disiapkan, sedangkan sisanya dimasukkan kedalam Press Cup Roller agar partikel sisanya menjadi lebih kecil. Disamping itu Press Cup Roller ini juga bisa menggiling dan memotong partikel sisa daun teh tersebut. Pada kondisi ini suhu teh harus dijaga tetap 26oC.

3. Fermentasi. Pada ruangan fermentasi relatif humidity antara 90-98% atau 24-25 OC. Kondisi ini harus dijaga konstan mengingat teh adalah tanaman yang bersifat hidroskopis dan selain itu juga ruangan harus tetap steril. 4. Drying. Temperatur ruangan pengeringan ini harus berkisar 35-40oC, pada proses pengeringan ini diharapkan teh memiliki kadar air antara 3-4%. Ada 2 alat yang digunakan pada proses pengiringan,yaitu: a. FBD (Fluide Bad Dryer), pada alat ini teh haluskan kembali. b. TSD, dihasilkan teh yang telah dikonsumsikan dan tinggal disortasi 5. Sortasi. Pemisahan bubuk teh menjadi beberapa grade. Grade teh bubuk yang dihasilkan antara lain: a. BOP b. BOPF c. PF d. DUST e. BD f. BT Untuk grade DUST biasanya banyak diekspor ke Arab sedangkan untuk grade BOP dan BOFS biasanya diekspor ke negara eropa Setiap harinya dalam satu minggu dari setiap grade teh harus dibandingkan, gunanya untuk melihat apakah terjadi perubahan atau perbedaan hasil yang mengacu pada kesalahan proses. Pada prose pembandingannya, penampakan teh tidak boleh tercampur antara satu grade dengan grade yang lainnya. Dalam proses ini selain dilakukan di laboratorium juga sangat ditentukan olah tester yang telah berpengalaman puluhan tahun, diamana di PTPN VII hanya memiliki 2 orang tester. Dalam teh terdapat kafein yang terurai membentuk aroma pada proses fermentasi. Daun teh yang di petik dibedakan menjadi 2 jenis yaitu Pecko yang berasal dari kuncup dan burung yang bukan berasal dari kuncup. Selain itu juga Untuk para pemetik teh, mereka tidak boleh memuat lebih dari 35 kg daun teh

dalam sebuah keranjang hal ini dilakukan agar teh yang telah di petik tidak terjadi penumpukan yang bisa merusak kondisi penampakan daun teh. Ada beberapa penjelasan mengenai kualitas teh yang dihasilkan pada PTPN VII ini yang secara konsisten untuk tetap dihasilkan yakni :

1. Outdoor Quality Penampilannya menarik, banyak terdapat golden tip (serbuk putih) pada teh yang berasal dari pucuk muda. 2. Inner Quality Ampas setelah diseduh masih berwarna walaupun demikian teh hanya sekali pakai karena sifatnya hidroskopis. 6. Packing. Pengepakan dilakukan setiap jam agar dapat dihitung kualitas dan kuantitasnya. Teh dibungkus oleh Alumunium Foil yang dipesan dari Jakarta atau kertas untuk teh celup. Dalam menyajikan teh setiap gelasnya cukup dengan 3 gram saja dan diseduh diair mendidih selama 6 menit disaring, bisa langsung diminum atau ditambah gula/susu, madu sesuai selera. Sample teh yang baik, airnya harus cerah dan bila buram berarti terlalu banyak fermentasi. Bila warna ampasnya cerah berarti teh kurang fermentasi. Yang harus diperhatikan adalah kenampakan air, awal dan ampasnya. PROSES PENGOLAHAN UNTUK TEH HITAM Beberan: Layuan: Kapasitas WT: 29-35 kg/m3. Total kapasitas 40.000 kg Lama 14-20 jam. Kadar air 52-54%. RH max 75%

Gilingan: Jenis gilingan Open Top Waktu 50 menit Hasil Gilingan bubuk I = 18 %

Press Cup Rotor Vane Rotor Vane Badag Fermentasi

40 menit 10 menit 10 menit 10 menit

bubuk II = 19 % bubuk III = 35 % bubuk IV = 15 % 13 %

Dilakukannya fermentasi (proses Oksidasi Enzimatis) pada hasil gilingan teh bubuk I, II, III sedangkan hasil gilingan pada teh bubuk IV dan Badag tidak di fermentasi. TSD A TSD B TSD C FBD Sipocco Mutu I BOP I BOF BOPF PF Dust BD BT Sortasi Bubuk I, II Thee Wan Md Tone Vibro A2 Vibro A1 Thee Wan Sotir A1 Sotir A1 Bubuk III, IV Thee Wan Md Tone Vibro B Vibro A2 The Wan Sotir A1 Sotir A2 Badag Thee Wan Md Tone VD Mev Vibro C Setir C Vibro D Vibro D Pengeringan Alat Pengering Lama Pengeringan 22 menit 23 menit 22 menit 18 menit 23 menit Kapasitas Tampung 200 kg 250 kg 250 kg 250 kg 150 kg

Acara Tempat Tanggal Waktu

: Kunjungan ke KSU Bumi Makmur : Desa Gunung Agung Dempo Utara Kotamadya Pagar Alam : 13 Agustus 2005 : 12.15 s.d. 13.30 WIB

Rami adalah bahan bahan dasar untuk membuat benang pemintal, tali, kapas, wall, dan karung. Namun pada KSU Bumi Makmur Gunung Agung Pagar Alam hanya memproduksi rami menjadi kapas putih. Proses pembuatan kapas rami Rami yang telah diolah adalah rami muda yang dapat dipanen pada hari ke 70 setelah hari penanamannya. Rami muda diambil batangnya kemudian di giling dengan menggunakan alat yang dinamakan cokator rami. Proses penggilingan dilakukan agar hilangnya kadar air dan mengubah bentuk menjadi serat. Perebusan Serat direbus selama 24 jam agar kambium yang masih menempel hilang Penjemuran Setelah direbus kemudian rami dijemur hingga kering. Perendaman Lamanya perendaman 2 x 24 jam yang terdiri dari campuran air dan tawas (Pemutih) agar kapas yang dihasilkan menjadi putih. Pengeringan (Oven) Hal ini dilakukan selama 1 x 24 jam agar kadar air yang terdapat pada rami akibat air perendaman benar-benar hilang kemudian baru di press agar mudah dimasukkan mesin Pemotongan Dilakukan sesuai dengan ukuran yang diminta oleh pasar. Penggilingan Rami digiling pada suatu alat sehingga hasil akhirnya berupa kapas kasar berwarna putih. Kapas ini langsung dijual ke pasar dalam hitungan kilogram atau dapat pula rami yang telah dikeringkan dijual ke pasar sebagai bahan dasar pembuatan karung goni. Pada KSU Bumi Makmur memiliki kapasitas rata-rata 10-15 jam dengan penjualan rami Rp.200,- /kg. Limbah atau sampahnya bisa dijadikan pupuk kandang. Acara Tempat Tanggal Waktu : Kunjungan ke Pabrik Penggilingan Kopi Rakyat : Desa Sandar Angin Kotamadya Pagar Alam : 13 Agustus 2005 : 14.00 s.d. 15.30 WIB pemotong.

Kopi yang dioalah adalah kopi jenis Robusta. Buah kopi dipetik dari batangnya lalu di jemur hingga kering kemudian dimasukkan ke dalam mesin penggilingan agar kulitnya pecah dan bisa diambil biji kopinya. Biji kopinya dijemur lagi hingga kering lalu di sanggrai (gongseng) hingga warnanya berubah menjadi kehitam-hitaman lalu di tumbuk secara sederhana atau dimasukkan ke dalam mesin penggilingan secara mekanis. Hasil akhir berupa bubuk kopi halus kemudian dikemas dan siap dipasarkan. Pada hari wukuf petani menanam kopi, setelah 2 tahun baru berbuah. Pemeliharaan dilakukan dengan cara disiangi dan dipupuk. Pada saat berbuah biji kopi yang sudah matang separuh kemudian ditaruh dipemutiran, dimasukkan ke dalam karung dan kemudian dijemur selama 5 hari. Sisa kulit kopi dapat dijadikan sebagai bahan pupuk kandang. Ciri-ciri kopi yang baik adalah harum baunya, warnanya agak kecoklatcoklatan.

You might also like