You are on page 1of 42

ATRESIA ANI

a. Definisi Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforata meliputi anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz, 2002). Atresia ani

merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna, 2003). Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suradi, 2001). Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2001).

b. Etiologi Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh : 1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik. 2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang anus. 3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.

4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % 30 % dari bayi yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas

kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani (Purwanto, 2001). Tidak ada faktor resiko jelas yang mempengaruhi seorang anak dengan anus imperforata. Tetapi, hubungan genetik terkadang ada. Paling banyak kasus anus imperforata jarang tanpa adanya riwayat keluarga, tetapi beberapa keluarga memiliki anak dengan malformasi. Kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani. Menurut Levitt M (2007) dalam USU (2011) atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan atresia ani yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan hubungan antara atresia ani dengan pasien denga trisomi 21 (Downs syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan atresia ani atau dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik. Faktor Predisposisi Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir, seperti : 1. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada gastrointestinal. 2. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.

c. Epidemiologi Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000 kelahiran. Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak ditemukan pada lakilaki daripada perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis malformasi anorektal yang paling banyak ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal. Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan bahwa malformasi anorektal letak rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan malformasi anorektal letak tinggi. Atresia ani merupakan kelainan kongenital yang tergolong rendah angka kejadiannya dibandingkan penyakit lain dalam saluran pencernaan. Kejadian di Amerika Serikat 600 anak lahir dengan atresia ani. Data yang didapatkan kejadian atresia ani timbul dengan perbandingan 1 dari 5000 kelahiran (Walker, 1996). Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi seluruh kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus dan dapat muncul sebagai penyakit tersering. Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada lakilaki lebih banyak ditemukan dari pada pasien perempuan. Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang menderita atresia ani juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina pada perempuan (Alpers, 2006). Angka kajadian kasus di Indonesia sekitar 90 %. Berdasarkan dari data yang didapatkan penulis, kasus atresia ani yang terjadi di Jawa Tengah khususnya Semarang yaitu sekitar 50 % dari tahun 2007-2009.

d. Klasifikasi Kelainan bentuk anorektum dapat ditemukan dalam berbagai macam tipe yang sampai sekarang masih belum dapat diketahui secara lengkap Ladd dan Gross pada tahun 1934 mengajukan klasifikasi terdiri atas 4 tipe yang masih banyak digunakan oleh para ahli hingga saat ini:

a. Tipe I: Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis dalam berbagai derajat. b. Tipe II: Terdapat suatu membran tipis yang menutupi anus karena menetapnya membran anus. c. Tipe III: Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu kantung yang buntu terletak pada jarak tertentu dari kulit di daerah anus seharusnya terbentuk (lekukan anus). Merupakan Jenis yang paling sering ditemukan d. Tipe IV: Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatu kantung buntu yang terpisah, pada jarak tertentu dari ujung rektum yang berakhir sebagai suatu kantung buntu. Merupakan bentuk yang paling jarang dijumpai. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu : 1. Anomali Rendah / Infralevator Pada kelainan letak rendah, rektum telah menembus levator sling sehingga

jarak antara kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm. Muskulus sfingter ani interna dalam keadaan utuh, kelainan letak rendah lebih sering dijumpai pada bayi perempuan. Bentuk yang dapat ditemukan berupa stenosis anus, tertutupnya anus oleh suatu membran tipis yang seringkali disertai fistula anokutaneus, dan anus ektopik yang selalu terletak di anterior lokasi anus yang normal.

2. Anomali Intermediet Pada kelainan letak tengah telah menembus otot puborektalis sampai sekitar satu sentimeter atau kurang dari kulit perineum. Ujung rektum mencapai tingkat m. Levator anus tetapi tidak menembusnya . Otot sfingter ani eksterna telah terbentuk sempurna dan berada dalam keadaan berkesinambungan dengan kompleks levator. Di daerah anus seharusnya terbentuk lazim terdapat lekukan anus (anal dimple) yang cukup dalam. Pada kelainan yang jarang ditemukan ini sering terdapat fistula rektouretra, yang menghubungkan rektum yang buntu dengan uretra pars bulbaris.

3. Anomali Tinggi / Supralevator Pada kelainan letak tinggi, rektum yang buntu terletak di atas levator sling dan juga dikenal dengan istilah agenesis rektum. Kelainan letak tinggi lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki. Pada kelainan letak tinggi acapkali terdapat fistula, yang menghubungkan antara rektum dengan perineum, saluran kemih atau vagina.

Jenis Fistula

Jenis fistula yang dapat ditemukan pada perempuan adalah fistula anokutaneus, fistula rektoperineum dan fistula rektovagina. Fistula anokutaneus mencakup bentuk kelainan yang sebelumnya dikenal sebagai anus ektopik anterior atau fistula anoperineum. Pada fistula rektoperineum, fistula bermuara di sepanjang perineum mulai dari lekukan anus sampai pada baths vestibulum vagina. Sementara pada fistula rektovagina, lubang fistula bermuara pada fosa navikularis, vestibulum vagina, atau bahkan pada dinding posterior vagina. Pada laki-laki dapat dijumpai dua bentuk fistula, yaitu fistula rektourinaria dan fistula rektoperineum; jenis yang pertama lebih banyak ditemukan. Sebagian besar fistula rektourinaria berupa fistula rektouretra, muara fistula terdapat di uretra pars prostatika tepat di bawah verumontagum berdekatan dengan duktus ejakulatorius. Fistula rektourinaria juga dapat dijumpai dalam bentuk fistula rektovesika, fistula ini menghubungkan rektum dengan kandung kemih pada daerah trigonum vesika. Jenis fistula ini sangat jarang ditemukan. Pada fistula rektoperineum, muara fistula terdapat di perineum di sepanjang daerah antara lekukan anus sampai batas perineoskrotum.Fistula dapat berukuran sedemikian kecil sehingga sukar ditemukan dan tidak dapat dilalui mekoneum atau berukuran cukup besar sehingga memungkinkan pengeluaran melkoneum dari

rektum yang buntu. Pada kasus kelainan bentuk anorektum disertai fistula dengan ukuran cukup besar, manifestasi obstruksi usus akibat buntunya rektum tidak terjadi, karena mekoneum dapat keluar melalui fistula. Fistula dapat ditemukan pada sekitar tiga perempat kasus dan sebagian besar di antaranya terdapat pada kasus tipe III berdasarkan klasikfikasi ladd and gross.

e. Faktor Risiko Atresia ani sering disertai dengan anomali yang berkaitan dari sistem yang lain, yang diketahui sebagai sindrom VATER (Schwartz, 2000: 565). Defek kongenital Association merupakan istilah yang digunakan untuk pola malformasi yang tidak acak yang etiologinya belum dipastikan. VATER (defek verbal, imperforata anus, 7

fistula trakeoesofagus, dan defek radial/ renal) merupakan contoh association (Muscari, 2005:1). Dalam FKUI (2009), dinyatakan bahwa faktor risiko dari atresia ani adalah: a. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur. b. Gangguan organogenesis dalam kandungan. c. Berkaitan dengan sindrom down. d. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan. e. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

f. Patofisiologi a. Terdapat dua tipe yaitu tipe letak tinggi, yang mana terdapat penghalang diatas otot leverator ani. Tipe letak rendah adalah adanya penghalang dibawah otot leverataor ani. b. Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang beerkembang jadi kloaka yang merupakan bakat genetourinary da struktur anorektal. c. d. Terjadi stenosis anal karena adanya peyempitan pada pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 perkembangana fetal. e. Gangguan migrasi dapat juga karena kegagalan dalan agenesisi sakral dan abnormallitas pada uretra dan vagina. f. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabakan fecal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Embriogenesis malformasi anorektal ini tidak jelas. Rectum dan anus berkembang dari bagian dorsal usus atau ruang cloaca ketika mesenchym bertumbuh ke dalam membentuk septum anorectum pada midline. Septum ini memisahkan rectum dan canalis anus secara dorsal dari vesica urinaria dan uretra. Ductus cloaca adalah dan 10 minggu dalam

penghubung kecil antara 2 usus. Pertumbuhan ke bawah septum urorectalis menutup ductus ini selama 7 minggu kehamilan. Selama itu, bagian ventral urogenital berhubungan dengan dunia luar ; membran analis dorsalis terbuka kemudian. Anus berkembang dengan penyatuan tuberculum analis dan invaginasi external, diketahui sebagai proctodeum, yang mengarah ke rectum tetapi terpisah oleh membran anal. Membran pemisah ini akan terpisahkan pada usia 8 minggu kehamilan. Gangguan perkembangan struktur anorectum pada tingkat bermacam-macam menjadi berbagai kelainan, berawal dari stenosis anus, anus imperforate, atau agenesis anus dan gagalnya invaginasi proctodeum. Hubungan antara tractus urogenital dan bagian rectum menyebabkan fistula rectourethralis atau rectovestibularis. Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan

perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus.

10

g. Manifestasi Klinis Sebagian besar bayi diketahui mengalami kelainan atresia ani saat pemeriksaan pertama setelah bayi lahir, yakni tidak ditemukan adanya lubang pada anus yang ditunjukkan kegagalan untuk mengeluarkan mekonium. Bayi akan cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir,atau ditemukannya mekoneum di perineum karena adanya fistula pada perineum. Pada sekitar 60% kasus kelainan atresia ani dapat dijumpai kelainan bawaan pada sistem tubuh yang lain. Kelainan bawaan yang banyak dijumpai adalah penyakit jantung bawaan (75 %), atresia esofagus, hidronefrosis, kelainan vertebra, sindrom down serta kelainan jari jani tangan dan kaki. Kelainan-kelainan tersebut lebih dikenal dengan VATER atau VACTERL sindrome (vertebra, anal, Cardiac, tracheooesophagaeal, Renal anomalies). Tethered cord dan kelainan vertebra lain ditemukan pada setengah pasien dengan atresia ani. Pada satu penderita dapat ditemukan lebih dari satu kelainan bawaan penyerta. Sebagian bayi dengan kelainan bentuk anorektum lahir dalam keadaan prematur. Untuk memeriksa kelainan tersebut dapat dilakukan tes sebagai berikut. Potential Problem "V" Vertebral Abnormality Tests Performed (butterfly Spinal ultrasound, Spinal x-ray

vertebrae, hemi-vertebrae) "C" Cardiac, Heart Abnormality Cardiac Cardiac ECHO ECHO (VSD, ASD, PDA) "R" Renal, Kidney abnormality (solitary Renal ultrasound, Voiding cystourethrakidney, horse shoe kidney) "TE" tracheoesophogeal abnormality "L" Limb deformity gram (VCUG) Physical examination Physical examination, x-rays

Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi. Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang akan timbul : 1. Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran.

11

2. 3. 4. 5.

Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah. Perut kembung. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam. (Ngastiyah, 2005)

Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi anorektal adalah: 1. Kelainan kardiovaskuler Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis kelainan yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect. 2. Kelainan gastrointestinal Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi duodenum (1%- 2%) 3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal. 4. Kelainan traktus genitourinarius Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada malformasi anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER (Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality). Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996)

12

Bayi muntah muntah pada usia 24 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan mpedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.

h. Pemeriksaan Diagnostik Uji laboratorium dan dignostik atresia ani menurut Betz & Sowden (2009: 294295). 1) Pemeriksaan rektal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini. 2) Jika ada fistula, urine dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium. 3) Pemeriksaan sinar-X lateral inversi (teknik Wangensteen-Rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rektum yang buntu pada atau di dekat perineum; dapat menyesatkan jika rektum penuh dengan mekonium yang menghalangi udara sampai ke ujung kantong rektal. 4) Ultrasonografi dapat membantu dalam menentukan letak kantong rektal. 5) Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rektal dengan cara menusukkan jarum tersebut sambil melakukan aspirasi; jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm, defek tersebut dianggap sebagai defek tingkat tinggi. 6) Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan : Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tibatiba di daerah sigmoid, kolon/rectum. Dibuat foto anteroposterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bayangan radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.

13

i. Penatalaksanaan Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 yang dikutip oleh Faradilla memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel (Faradilla, 2009). Menurut Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla menganjurkan pada : a. Atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6 12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP). b. Atresia ani letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus. c. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion. d. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi. (Faradilla, 2009). Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif setelah 4 8 minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti, baikminimal, limited atau full postero sagital

anorektoplasti (Faradilla, 2009).

14

Bagan Penatalaksanaan Bayi Dengan Malformasi Anorektal

Penanganan Awal Pasien Dengan Atresia Ani Penanganan Bayi dengan atresia ani harus dihentikan masukan makanan untuk mencegah mual muntah dan dehidrasi lebih lanjut. Dekompresi dilakukan dengan Pemasangan NGT Sebelum dilakukan tindakan operatif diberikan antibiotik sebagai prefilaksi terhadap infeksi sebelum dilakukan tindakan operatif. Penanganan Lanjut Pasien Dengan Atresia Ani 1. Kelainan Letak Rendah Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan defek. Semakin tinggi lesi, semakin rumit prosedur pengobatannya. Bentuk operasi yang diperlukan pada kelainan atresia ani letak rendah, baik tanpa atau dengan fistula, adalah anoplasti perineum, kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus yang baru selama 2-3 bulan. Tindakan ini paling baik dilakukan dengan dilator Hegar selama bayi di rumah sakit dan kemudian orang tua penderita dapat memakai jari tangan di rumah, sampai tepi anus lunak serta mudah dilebarkan. Sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal.

15

Konstipasi dapat dihindari dengan pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulose Sebelum operasi ini dikerjakan dilakukan terlebih dahulu test provokasi dengan stimulator otot untuk dapat mengidentifikasi batas spinkter ani eksternus. Pada kasus atresia letak redah yang lain, operasi diperlukan. Tujuan dari operasi adalah untuk mengembalikan anus ke posisi yang normal dan membuat jarak antara lubang anus dengan vagina. Operasinya disebut cut back incision dan anal transposisi. 2. Kelainan Letak Intermediate Pada tipe atresia ani letak intermediate dan letak tinggi, apabila jarak antara ujung rektum yang buntu ke lekukan anus kurang dari 1,5 cm, pembedahan rekonstruktif dapat dilakukan melalui anoproktoplasti pada masa neonatus. 3. Kelainan Letak Tinggi Untuk anomaly tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir. Bulan. Kolostomi bermanfaat untuk: a. Mengatasi obstruksi usus b. Memungkinkan pembedahan rekonstruktif dapat dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih c. Memberikan kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain, Kolostomi dapat dilakukan pada kolon transversum atau kolon sigmoideum. Setelah Kolostomy, feses dibuang dari tubuh pasien melalui stoma, dan terkumpul dalam kantong yang melekat pada abdomen yang diganti bila perlu. Bedah definitifnya, yaitu anoplasti perineal (prosedur penarikan perineum abdominal), umumnya ditunda 912 bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya. Lesi rendah diatasi dengan menarik kantong rectal melalui sfingter sampai lubang pada kulit ananl. Fistula, bila ada harus ditutup. Defek membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal. Membran tersebut dilubangi dengan hemostat atau scalpel. Pada kebanyakan kasus, pengobatan malformasi anorektal memerlukan dua tahap tindakan pembedahan. Untuk defek ringan sampai sedang, prognosisnya baik. Defeknya dapat diperbaiki, peristalsis dan kontinensia normal juga dapat diperolah. Defek yang

16

lebih berat umumnya disertai anomaly lain, dan hal tersebut akan menambah masalah pada hasil tindakan pembedahan. Bayi dengan fistul kutaneus, anal stenosis atau anal membran dilakukan minimal posterior sagittal anorectoplasty (PSARP) atau

transposition anoplasty (Potts anoplasty). Bayi dengan flat bottom, mekonium di urine atau fistul jenis lain(urethral, vaginal, vestibular) dilakukan colostomy. Bayi wanita dengan kloaka juga dilakukan colostomy, dan jika perlu dilakukan Vaginostomy atau urinary diversion. Setelah operasi cairan pada fistul diirgasi (untuk mengeluarkn sisa-sisa mekonium yang keras)dan dilakukan pemeriksaan distal colostogram untuk melihat distal rectum dan fistula .Setelah itu bayi tersebut dipantau perkembangannya untuk memantau berat badan dan fungsi colostomy apakah adekuat atau tidak. Jika semua berjalan lancar, PSARP akan dilakukan pada usia antara 2-12 bulan. Sebelum dilakukan operasi, stimulator elektrik digunakan untuk memastikan lokasi pasti dari spincter ani externa dan memastikan tempat pembedahan tetap pada garis tengah. Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Karena teknik lama ini mempunyai resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding abdomen. Tutup

kolostomi merupakan tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.

17

18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN ATRESIA ANI PENGKAJIAN Biodata Identitas Klien 1. Nama/Nama panggilan 2. Tempat tgl lahir/usia 3. Jenis kelamin 4. A g a m a 5. Pendidikan 6. Alamat 7. Tgl masuk 8. Tgl pengkajian 9. Diagnosa medik 10. Rencana terapi : Bayi Ny. Aisyah : usia 6 hari : wanita :::: 01 Maret 2012 (jam 09.00 WIB) : 01 Maret 2012 : Atresia Ani : *aksisi membrane anal (pembuatan anus buatan); fiktusi (melakukan kolostomi sementara); setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuatan anus permanen). (staff pengajar FKUI: 2005) Identitas Orang tua 1. Ayah a. N a m a b. U s i a c. Pendidikan : : :

d. Pekerjaan/sumber penghasilan : e. A g a m a f. Alamat 2. Ibu a. N a m a b. U s i a c. Pendidikan :Ny. Aisyah : : : :

d. Pekerjaan/Sumber penghasilan: e. Agama f. Alamat : :

19

C. Identitas Saudara Kandung BT Riwayat Kesehatan A. Riwayat Kesehatan Sekarang : Keluhan Utama : anak belum BAB, muntah dan perut kembung Riwayat Keluhan Utama : Sejak lahir (24 Februari 2012) anak belum BAB. 4 hari sebelum masuk rumah sakit perut bayi tampak kembung, 3 hari sebelum masuk rumah sakit bayi muntah-muntah, muntahan bayi berwarna hijau dan kental, banyaknya muntahan @+ 5cc, muntah sekitar 5-6 kali/hari. 2 hari sebelum masuk rumah sakit bayi dicoba minum susu formula namun bayi selalu memuntahkannya. 2 hari sebelum masuk rumah sakit bayi demam. 1 hari sebelum masuk rumah sakit bayi ada BAK, air kencing yang dikeluarkan berwarna kuning jernih dan tidak diketahui apakah ada ampas selain air kencing Keluhan Pada Saat Pengkajian : B. Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak usia 0 5 tahun) 1. Prenatal care a. Ibu memeriksakan kehamilannya setiap minggu di. Keluhan selama hamil yang dirasakan oleh ibu, tapi oleh dokter dianjurkan untuk b. Riwayat terkena radiasi : . c. Riwayat berat badan selama hamil : .. e. Riwayat Imunisasi TT : .. f. 2. Natal a, Tempat melahirkan : . b. Jenis persalinan : oerasi atas indikasi sungsang c. Penolong persalinan : e. Komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat melahirkan dan setelah melahirkan : Golongan darah ibu .. Golongan darah ayah ..

20

.................................................................................................................... ........................ 3. Post natal a. Kondisi bayi : . APGAR . : Bayi lahir tidak langsung

b. Anak pada saat lahir tidak mengalami menangis, warna kulit kebiruan (Untuk semua Usia) Klien pernah mengalami penyakit :

.pada

umur

.. diberikan obat oleh : .. Riwayat kecelakaan : Riwayat mengkonsumsi obat-obatan berbahaya tanpa anjuran dokter dan menggunakan zat/subtansi kimia yang berbahaya :

. Perkembangan anak dibanding saudara-saudaranya :

................................................................... C. Riwayat Kesehatan Keluarga Genogram Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit ini pada masa kecilnya Ket : IV. Riwayat Immunisasi (imunisasi lengkap) NO 1. 2. 3. 4. 5. Jenis immunisasi BCG DPT (I,II,III) Polio (I,II,III,IV) Campak Hepatitis Waktu pemberian Frekuensi Reaksi setelah pemberian Frekuensi

V. Riwayat Tumbuh Kembang A. Pertumbuhan Fisik 1. Berat badan : 2350 kg 2. Tinggi badan :. cm.

21

3. Waktu tumbuh gigi

gigi

tanggal

........... Jumlah gigi ...................... buah. B. Perkembangan Tiap tahap Usia anak saat 1. Berguling 2. Duduk 3. Merangkak 4. Berdiri 5. Berjalan : bulan : bulan : bulan : tahun : tahun

6. Senyum kepada orang lain pertama kali : tahun 7. Bicara pertama kali : tahun dengan menyebutkan : 8. Berpakaian tanpa bantuan : VI. Riwayat Nutrisi A. Pemberian ASI ................................................................................................................................. ....................... B. Pemberian susu formula 1. Alasan pemberian 2. Jumlah pemberian 3. Cara pemberian : : :

Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini Usia Jenis Nutrisi Lama Pemberian

*anorexia, penurunan BB, dan malnutrisi umum terjadi pada pasien atresia pos kolostomi. Keinginan pasien untuk minum ASI akan terasa mual, muntah VII. Riwayat Psikososial Anak tinggal bersama : ................................................ Lingkungan berada di : ................................................ ................................................ di :

22

Rumah dekat dengan : ................................................, tempat bermain ................................................ kamar klien : ................................................ Rumah ada tangga : ................................................ Hubungan antar anggota keluarga : ................................................ Pengasuh anak : ................................................ VIII. Riwayat Spiritual Support sistem dalam keluarga : ................................................ Kegiatan keagamaan : ................................................ IX. Reaksi Hospitalisasi A. Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap - Ibu membawa anaknya ke RS karena : ................................................ Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak :

................................................ - Perasaan orang tua saat ini : ................................................ - Orang tua selalu berkunjung ke RS : ................................................ - Yang akan tinggal dengan anak : ................................................ B. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap Belum terkaji X. Aktivitas sehari-hari A. Nutrisi Kondisi 1. Selera makan Sebelum Sakit 3 hari Saat Sakit sebelum masuk

rumah sakit bayi muntahmuntah, muntahan bayi

berwarna hijau dan kental, banyaknya muntahan @+ 5cc, muntah sekitar 5-6 kali/hari. 2 hari sebelum masuk rumah sakit bayi dicoba minum susu formula namun bayi selalu

memuntahkannya.

23

B. Cairan Kondisi 1. Jenis minuman 2. Frekuensi minum 3. Kebutuhan cairan 4. Cara pemenuhan Sebelum Sakit 3 hari Saat Sakit sebelum masuk

rumah sakit bayi muntahmuntah, muntahan bayi

berwarna hijau dan kental, banyaknya muntahan @+ 5cc, muntah sekitar 5-6 kali/hari. 2 hari sebelum masuk rumah sakit bayi dicoba minum susu formula namun bayi selalu

memuntahkannya. C. Eliminasi (BAB&BAK) *dengan pengeluaran urin melalui saluran kencing, usus, kulit, paru maka tubugh dibersihkan dari bahan- bahan yang melebihi kebutuhan dari produk buangan. Oleh karena itu, pada atresia ani, tidak terdapatnya lubang pada anus, menyebabkan pasien kesulitan dalam defekasi (Haley, Wong: 1996) Kondisi 1. Tempat pembuangan 2. Frekuensi (waktu) 3. Konsistensi 4. Kesulitan 5. Obat pencahar Sebelum Sakit Saat Sakit

Sejak lahir (24 Februari 1 hari sebelum masuk 2012) anak belum BAB rumah sakit bayi ada BAK, air kencing yang dikeluarkan berwarna kuning jernih dan tidak diketahui apakah ada ampas selain air kencing.

D. Istirahat tidur Kondisi 1. Jam tidur Siang Malam Sebelum Sakit Saat Sakit

2. Pola tidur

24

3. Kebiasaan tidur

sebelum

4. Kesulitan tidur

E. Olah Raga Kondisi 1. Program olah raga 2. Jenis dan frekuensi 3. Kondisi setelah olah raga Sebelum Sakit Saat Sakit

F. Personal Hygiene Kondisi 1. Mandi - Cara - Frekuensi - Alat mandi 2. Cuci rambut - Frekuensi - Cara 3. Gunting kuku - Frekuensi - Cara 4. Gosok gigi - Frekuensi - Cara Sebelum Sakit Saat Sakit

G. Aktifitas/Mobilitas Fisik *dipertahankan untuk menghindari kelemahan otot Kondisi 1. Kegiatan sehari-hari 2. Pengaturan jadwal harian 3. Penggunaan alat Bantu aktifitas Sebelum Sakit Saat Sakit

25

4. Kesulitan tubuh H. Rekreasi Kondisi 1. Perasaan sekolah 2. Waktu luang 3. Perasaan rekreasi

pergerakan

Sebelum Sakit saat

Saat Sakit

setelah

4. Waktu senggang klg 5. Kegiatan hari libur

XI. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum 2. Kesadaran 3. Tanda tanda vital : a. Tekanan darah b. Denyut nadi c. Suhu d. Pernapasan 4. Berat Badan 5. Tinggi Badan 6. Kepala simetris 7. Muka Belum Terkaji 8. Mata konjungtiva anemis (-/-), pupil isokor, refleks cahaya (+/+), edema, palpebrae (/-) 9. Hidung & Sinus simetris, pch (-), deformitas (-), epistaksis (-), tampak terpasang NGT 10. Telinga simetris, deformitas (-) : -mmHg : 142x / menit : 37,0o C : 46 x/ menit : 2350 gr : Belum terkaji : rewel dan tampak kembung : compos mentis

26

11. Mulut mukosa bibir kering, sianosis (-), tampak bekas muntahan berwarna hijau 12. Tenggorokan BT 13. Leher pulsasi vena jugularis tidak tampak, JVP tidak meningkat, pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-), pembesaran tiroid (-) 14. Thorax dan pernapasan I: Simetris, retraksi P: Fremitus raba simetris P: Sonor/sonor A: Sn. Bronkhovesikuler, rh (-/-), wh (-/-) 15. Jantung Belum Terkaji 16. Abdomen I: cembung P: H/L/M tidak teraba, distensi (+) P: timpani A: bising usu meningkat 17. Genitalia dan Anus 18. Ekstremitas Akral hangat, edem (-), parese (-) 19. Status Neurologi. Belum Terkaji XI. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan (0 6 Tahun ) *Belum Terkaji Dengan menggunakan DDST 1. Motorik kasar 2. Motorik halus 3. Bahasa 4. Personal social XII. Test Diagnostik *Belum terkaji XIII. Terapi saat ini (ditulis dengan rinci) : (-)

27

ANALISA DATA Data Batasan Karakteristik Data Subjektif : 1. Perut klien kembung 2. 2 hari sebelum MRS Klien memuntahkan semua ASI dan formula yang diberikan. Muntah 5-6x/hari dengan jumlah @5cc. 3. Sejak lahir bayi belum BAB 4. 2 hari sebelum MRS bayi demam Data Objektif : 5. Kondisi klien rewel 6. RR : 46x/menit 7. Suhu aksiler : 37 0C 8. Bibir klien kering 9. Akral hangat 10. Anus (-) Anus buntu Terdapat membrane yang menutup anus Kelainan berkisar stenosis dianus atau robeknya membrane anus tidak sempurna (anus terbentuk tapi tidak sempurna) ATRESIA ANI Minggu ke-12 kehamilan, membrane anus tidak robek Migrasi dan perkembangan struktur kolon pada minggu ke 7 dan 10 kehamilan tidak lengkap Kegagalan perkembangan genitourinaria dan struktur anorektal Etiologi Faktor Genetik Kekurangan Volume Cairan Masalah Keperawatan

Feses Tidak Bisa Keluar

Akumulasi Feses Pada Usus

Sejak lahir belum BAB

28

Distensi Saluran Cerna

Perut Kembung

Klien Memuntahkan Asi Dan Fomula Yang Diberikan

Bibir Klien Kering Dan Kondisinya Lemas

Kekurangan Volume Cairan Batasan Karakteristik Data Subjektif : 1. Perut klien kembung 2. 2 hari sebelum MRS Klien memuntahkan semua ASI dan formula yang diberikan. Muntah 5-6x/hari dengan jumlah @5cc. 3. Sejak lahir bayi belum BAB ATRESIA ANI Minggu ke-12 kehamilan, membrane anus tidak robek Migrasi dan perkembangan struktur kolon pada minggu ke 7 dan 10 kehamilan tidak lengkap Kegagalan perkembangan genitourinaria dan struktur anorektal Faktor Genetik Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh

Data Objektif : - BB : mengalami penurunan BB lahir 2750 gram dan BB saat sakit : 2350 gram - Distensi abdomen

Kelainan berkisar stenosis dianus atau robeknya membrane anus tidak sempurna (anus terbentuk tapi tidak sempurna)

Terdapat membrane yang menutup anus

29

- Kondisi klien lemas - Klien saat ini terpasang NGT - Bising usus meningkat Akumulasi Feses Pada Usus Feses Tidak Bisa Keluar Anus buntu

Distensi Saluran Cerna

Perut Kembung Dan Distensi Abdomen

Klien Memuntahkan Asi Dan Fomula Yang Diberikan

Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Batasan Karakteristik Data Subjektif : - Perut klien kembung dan muntah - Klien memuntahkan semua ASI dan formula yang diberikan - Ibu klien mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit yang sama dengan klien saat masih kecil. Kelainan berkisar stenosis dianus ATRESIA ANI Minggu ke-12 kehamilan, membrane anus tidak robek Migrasi dan perkembangan struktur kolon pada minggu ke 7 dan 10 kehamilan tidak lengkap Kegagalan perkembangan genitourinaria dan struktur anorektal Faktor Genetik Kurang pengetahuan

30

atau robeknya membrane anus tidak sempurna (anus terbentuk tapi tidak sempurna)

Terdapat membrane yang menutup anus

Anus buntu

Feses Tidak Bisa Keluar

Perut Kembung Dan Distensi Abdomen

Klien Memuntahkan Asi Dan Fomula Yang Diberikan

Perubahan Status Kesehatan

Stressor

Kurang Pengetahuan Mengenai Kondisi Penyakit

DIAGNOSIS KEPERAWATAN 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif. 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk memasukkan makanan. 3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi.

31

RENCANA INTERVENSI 1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif. Dibuktikan dengan: Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan kekurangan volume cairan pasien dapat teratasi. Kriteria hasil: TTV stabil (TD 85/ 54 mmHg, RR 30-50 x/menit, nadi 120-160 x/ menit, suhu 36,5-37,5C) Membran mukosa moist INTERVENSI RASIONAL Membran mukosa kering Kehilangan BB secara tiba-tiba

Prioritas keperawatan 1: untuk mengkaji faktor penyebab/ presipitasi Tantuka pengaruh dari umur, jenis Secara umum, laki-laki memiliki TBW lebih

kelamin. Perolehan BB dan pengukuran tinggi dari wanita, dan TBW orang dewasa lemak subkutan dan massa otot kurang dari remaja/anak-anak. Bayi/ anakdan orang bisu tidak dapat

(mempengaruhi total air tubuh (TBW)), anak

sekitar 60% dari BB dewasa dan 75% dari menjelaskan rasa hausnya. BB bayi. Prioritas keperawatan 2: untuk mengevaluasi derajat kekurangan cairan Perkirakan trauma/ prosedur yang dapat Metode BSA (Body bahwa Surface Area)

menghilangkan cairan. Catat kemungkinan menyatakan

dehidrasi

rute kehilangan cairan yang tidak disadari. berhubungan dengan kekurangan TBW Tentukan BB sebelumnya dan sekarang ini. dan menganggap kehilangan BB adalah kehilangan air. Metode kalori menyatakan bahwa derajat dehidrasi berhubungan dengan BB (seperti kehilangan 10% dari BB biasanya dipertimbangkan sebagai 10% kering). Kaji TTV termasuk suhu (seringkali naik), Dehidrasi akan mempengaruhi suhu, nadi, nadi dan RR (naik), TD (boleh jadi turun). TD. Hal tersebut menggambarkan

mekanisme kompensasi dari hipovolemi.

32

Catat adanya membran mukosa kering, Pada keadaan akut, keadaan hemorrhage turgor kulit jelek, capillary refill lambat, yang mengancam jiwa, pucat, kulit kering vena leher datar dan laporan haus/ menggambarkan mekanisme kompensasi kelemahan, anak menangis tanpa air mata, dari hipovolemia. bola mata cekung (/fontanel pada bayi), panas, kehilangan BB, output urine tidak ada atau sedikit. Kaji tanda dehidrasi pasien yang terlihat. Observasi/ ukur haluaran urine (setiap jam Warna mungkin gelap karena konsentrasi. dalam 24 jam). Catat warna dan berat Berat jenis = nilai tinggi berhubungan jenisnya dengan dehidrasi dengan rentang 1,0101,025) Tinjau data laboratorium (seperti Hb/ Ht, Untuk elektrolit (sodium, potassium, kloride, terhadap bikarbonat), BUN, kreatinin mengevaluasi kehilangan respon cairan tubuh dan

menetukan kebutuhan penggantian. Pada dehidrasi mungkin isotonik, rendah, tingkat tetapi elektrolit konsentrasi

mendekati normal. Prioritas keperawatan 3: untuk mengkoreksi/ mengganti kehilangan untuk membalikkan mekanisme patofisiologi Hentikan kehilangan cairan Seperti berikan medikasi untuk

menghentikan muntah dan panas bila terjadi Berikan cairan dan elektrolit Seperti cairan isotonik sodium klorid, cairan RL, plasma beku segar, dextran, hetastrach. Tentukan dan secara kontinu lakukan Untuk mengetahui tinggi rendahnya cairan evaluasi ulang 24 jam dan kebutuhan dalam rute tubuh dan untuk mencegah

penggantian digunakan

cairan

yang kelebihan cairan.

Pertahankan intake dan output secara Pengukuran berat jenis urine, monitoring seksama dan BB harian TD untuk mengevaluasi keefektifan

pengukuran resusitasi.

33

Penghitungan intake pada bayi di kasus untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh Kebutuhan cairan per hari = 2,35x100 ml= 235 ml. Kebutuhan cairan per jam = 2,35x 4 ml= 9,4 ml Output 80-90 ml/ kgBB/ jam = 80 x 2,35 = 188 ml Prioritas keperawatan 4: untuk meningkatkan kenyamanan dan keamanan Rubah posisi secara sering. Mandikan Untuk mempertahankan integritas kulit sesekali, menggunakan pembersih ringan dan mencegah kekeringan yang berlebih atau sabun, dan sediaan perawatan kulit yang disebabkan dehidrasi. optimal dengan emmolients Berikan perawatan mulut dan mata secara Untuk mencegah luka dari kekeringan. sering Berikan obat seperti antiemetik. Antiemetik: untuk membatasi kehilangan cairan dari lambung atau usus.

2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Berhungan Dengan Faktor Biologi TUJUAN INTERVENSI: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam , intake nutrisi klien terpenuhi. KRITERIA HASIL: 1. Klien dapat minum ASI atau formula yang dianjurkan 2. Rasa mual muntah klien dapat berkurang 3. Menunjukkan berat badan meningkat dan mempertahankan berat badan yang tepat Normalnya terjadi penambahan berat badan sekitar 140-200 gram setiap minggunya.

34

INTERVENSI/TINDAKAN 1. Timbang berat badan setiap hari. Normalnya terjadi penambahan berat badan sekitar 140-200 gram setiap minggunya. 2. Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, BB, derajat penurunan BB, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah, diare 3. Ukur dan catat lingkar abdomen klien

RASIONAL 1. Sebagai indicator untuk mengetahui kebutuhan diet nutrisi dan keefektifan terapi yang diberikan. 2. Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat. 3. Distensi progresif pada abdomen merupakan tanda yang serius dari penyakit atresia ani.

4. Jika klien diindikasikan untuk pembedahan, maka lakukan perawatan perioperatif. a. Beri enema salin sesuai ketentuan untuk mengosongkan usus. b. Pantau adanya komplikasi usus seperti adanya perforasi. c. Pantau respons bayi terhadap evakuasi anus. d. Beri cairan dan elektrolit sesuai ketentuan untuk menstabilkan anak untuk menghadapi pembedahan. e. Ukur dan catat lingkar abdomen karena distensi progresif merupakan tanda yang serius f. Gunakan NGT untuk dekompresi lambung. g. Gunakan kateter untuk

4. Pasien bayi dengan atresia ani salah satu penatalaksanaannya adalah dengan melakukan pembedahan sementara maupun pembedahan definitif tergantung keadaan klien dan beratnya imperforate anorektal.

35

dekompresi kandung kemih. h. Pertahankan cairan parenteral. i. Pantau respon terhadap pemberian antibotik. j. Pasang pita ukur dibawah anak dan lakukan pengukuran pada saat pengukuran tandatanda vital agar tidak menganggu anak untuk halhal yang tidak perlu. 5. Jika bayi sudah mampu mentolerir pemberian ASI maupun formula dapat diajarkan kepada ibu mengenai rangsang interaksi makan normal : Gendong atau timang bayi dalam posisi siap makan Lakukan kontak mata dengan bayi dan Lakukan interaksi verbal dengan bayi 6. Auskultasi bising usus, catat adanya penimbunan cairan pada perut, dan gejala mual dan muntah. 6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh akan menurunkan motilitas lambung yang akan mempengaruhi 5. Dapat meningkatkan nafsu makan klien

pilihan intervensi yang tepat. 7. Libatkan keluarga pasien pada 7. Meningkatkan keterlibatannya, rasa memberikan

perencanaan makan yang dianjurkan untuk klien atau yang sesuai indikasi.

informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien.

KOLABORASI

8. Pemeriksaan

laboratorium

36

8. Memantau laboratorium,

hasil

pemeriksaan kadar

digunakan

untuk

mengetahui

misalnya

satus nutrisi lien saat ini

hemoglobin dan kadar albumin. 9. Konsultasi dengan ahli diet 9. Sangat bermanfaat dalam

perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien dan : menjawab dapat pula

pertanyaan

membantu pasien atau orang terdekat dalam mengembangkn perencanaan makan.

2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi. Dibuktikan dengan: Mengungkapkan masalha

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x30 menit diharapkan klien mengerti kondisi anaknya dan berpartisipasi dalam perawatan anaknya. Kriteria hasil: klien akan Berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Mengerti kondisi atau proses penyakit dan perawatan anaknya. Mengidentifikasi hubungan tanda/ gejala dari proses penyakit anaknya dan hubungan gejala dengan faktor penyebab. Melakukan prosedur yang dibutuhkan secara benar dan menjelaskan alasan dari tindakan tersebut. INTERVENSI RASIONAL

Prioritas keperawatan 1: untuk mengkaji kesiapan belajar dan kebutuhan akan pembelajaran Ketahui tingkat pengetahuan, termasuk Kebutuhan pembelajaran dapat mencakup mekanisme koping. banyak hal (seperti proses dan penyebab penyakit, terhadap mengontrol faktor gejala, gejala, yang berkontribusi untuk

prosedur cara

mencegah

37

komplikasi) Tentukan kemampuan klien dan kesiapan Klien mungkin secara fisik, emosi atau dan rintangan terhadap pembelajaran. mental tidak mampu pada waktu ini dan mungkin membutuhkan waktu untuk

melewati dan mengekspresikan emosinya sebelum proses belajar dilakukan. Hati-hati penghindaran. terhadap tanda-tanda Mungkin dibutuhkan oleh klien akibat dari kurangnya pengetahuan sebelum klien siap untuk menerima informasi. Prioritas keperawatan 2: untuk menentukan faktor lain yang berhubungan dengan proses pembelajaran Catat faktor individu (contoh: umur, Semua itu mempengaruhi kemampuan tingkat perkembangan, jenis kelamin, dan keinginan untuk belajar dan menerima pengaruh sosial dan budaya, agama, informasi pengalaman, kestabilan emosi). Tentukan segala hal yang dapat Bayak faktor yang mempengaruhi tingkat baru mengontrol situasi,

pendidikan, menerima konsekuensi dari perubahan.

menghalangi dalam proses pembelajaran, kemampuan dan keinginan klien untuk termasuk penghalang bahasa (seperti tidak belajar, dan harapannya dari proses

dapat menulis atau membaca, memahami pembelajaran itu akan berhasil. bahasa yang diucapkan oleh pengajar); faktor fisik (seperti gangguan kognitif, defisit sensori (contoh aphasia, dyslexia, gangguan penglihatan atau pendengaran); keterbatasan fisik (seperti penyakit akut, intoleransi aktivitas, gangguan dalam

melewati proses pembelajaran); rumitnya materi yang dipelajari (seperti perawatan kolostomi) dll. Prioritas keperawatan 3: untuk mengkaji motivasi klien Sediakan informasi yang relevant sesuai Mengurangi jumlah informasi yang

dengan situasi/ kondisi penyakit yang diberikan pada waktu tersebut menjaga diderita (dalam kasus ini penyakit yang klien tetap fokus dan mencegah klien

38

diderita anaknya).

merasa kwalahan. kooperatif klien dan

Berikan penguatan yang positif daripada Meningkatkan penguatan ancaman) negatif (seperti kriti

dan mendorong usaha yang berkelanjutan dari klien

Prioritas keperawatan 4: untuk menetapkan prioritas bersama dengan klien tentukan apa yang paling dibutuhkan Mengidentifikasi apakah klien dan perawat segera oleh klien dilihat dari sudut memiliki pandang klien dan perawat pikiran yang sama dan

menetapkan batas awal untuk pengajaran dan rencana hasil untuk keberhasilan yang optimal.

Bedakan hal yang critical dari hal yang Mengidentifikasi informasi yang harus diperlukan. diajarkan sekarang ini lebih baik dari pada hal yang bisa diajarkan di lain waktu. Status emosi klien dapat menghalangi apa yang disampaikan oleh pengajar, hanya sesuatu yang benar-benar dibutuhkan oleh klien yang mungkin masih didengar

olehnya. Prioritas keperawatan 6: untuk mengembangkan learners objectives Identifikasi hasil yang dicapai Memahami apa hasil yang dicapai akan membantu klien menyadari pentingnya mempelajarinya, memberikan motivasi

yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Kenali tingkat pencapaian, faktor waktu, Tingkat kemajuan pembelajaran. Tingkat 1: tujuan jangka pendek dan jangka panjang. tidak sadar tidak terlatih dimana kami tidak tahu kami tidak tahu, tingkat 2: sadar dan tidak terlatih, kami tahu kami tidak tahu dan mulai untuk belajar, tingkat 3: sadar terlatih, kami tahu bagaimana melakukannya tapi kami butuh berpikir dan bekerja keras untuk melakukannya, dan tingkat 4: kami secara tidak sadar telah terlatih, dimana skill yang baru lebih

39

mudah dan terlihat alami Prioritas keperawatan 7: untuk mengidentifikasi metode yang digunakan Tentukan metode pengkajian informasi Menggunakan pedoman fasilitas

dan model pembelajaran yang lebih dipilih pembelajaran ganda dan gampang diingat, klien (contoh: auditory, visual, kinesthetic: khususnya ketika dihadapkan pada situasi kelompok kelas, pengajaran satu per satu, yang online) dan termasuk rencana pengajaran. Libatkan orang-orang yang tertekan, sakit atau regimen

perawatan baru.

memiliki Kelompok pendukung memberikan model

masalah, kebutuhan dan perhatian yang peran dan kesempatang untuk berbagi sama. informasi pembelajaran. Prioritas keperawatan 8: untuk memfasilitasi pembelajaran Berikan informasi tertulis/ pedoman dan Memperkuat proses pembelajaran catatan yang bisa dipelajari klien sendiri jika dibutuhkan. Sediakan lingkungan yang kondusif untuk Membatasi distraksi dan memberikan belajar kesempatan klien untuk tetap fokus pada apa yang diajarkan. Berikan feedback dan evaluasi Untuk memvalidasi tingkat pemahaman klien dan mengidentifikasi hal-hal yang membutuhkan follow-up. Prioritas keperawatan 9: untuk meningkatkan kesembuhan. Sediakan akses informasi yang dapat Untuk dihubungi klien. menjawab pertanyaan dan untuk meningkatkan

pembelajaran dan ketrampilan klien

memvalidasi informasi setelah kepulangan.

Sediakan sumber pembelajaran tambahan Dapat membantu pembelajaran lebih (seperti bibliografi, web site yang dapat lanjut dan meningkatkan pembelajaran dipercaya, media audio/ visual) dengan sendiri. tepat.

40

DAFTAR PUSTAKA Faradilla, Nova; Damanik, Ronald R; dan Mardhiya Wan R. 2009. Anestesi pada Tindakan Posterosagital Anorektoplasti pada Kasus Malformasi Anorektal. Pekanbaru: Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Betz, Cecily Lynn, Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC. Doengoes, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances. Murr, Alice C. 2010. Nursing Diagnosis Manual Planning, Individualizing, and Documenting Client Care Edition 3 . Philadelphia: F. A. Davis Company. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: SALEMBA MEDIKA. Muscari, Mary E. 2005. Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta: EGC. Schwartz. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. Jakarta: EGC. USU. 2011. Konsep Dasar Atresia Ani. http://repository.usu.ac.id. Diakses pada Tanggal 3 Maret 2012. Jam 06.17. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. Jakarta : EGC. Abraham, Rudolph. 2006. Buku Ajar Rudolph Volume 2. Jakarta : EGC. Alimul, Azis. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Volume 2. Jakarta : Salemba Medika. Wong , Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4 . Jakarta: EGC. Herdman, T. 2009. NANDA International Nursing Diagnosis Definitions and Classification 2009- 2011. United Kingdom: Willey- Black Well

41

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK PROJECT BASED LEARNING (PjBL) II SISTEM GASTROINTESTINAL KONSEP PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ATRESIA ANI

Disusun Oleh Kelompok 5 : Nurul Fauziah 0910720065 Neti Wahyu Ningrum 0910720059 Novitha Ariessandy R 0910720061 Ifatul Khoiriah 0910723003 Ida Rokhmatullaily 0910720040 Ina Karania Widhi 0910720043 Iva Maulida CCN 0910720046 Yunike Anggi Kalista 0910723041 Puput Ayu Kristina W 0910720071 Reza Fitra Kusuma N 0910720010 Pramudyani Van T 0910720068 Kiromi Suriyandi 0910723030 Danang Rahmadani 0910723018 Hermanto Ariadi 0910720039

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2012

42

You might also like