You are on page 1of 31

SUMBER HUKUM DALAM ISLAM

Disusun Oleh : (Ruang 402)


1. Citra Kartika Sari (111 0711 014)

2. Yunike Wirahmaningrum HS (111 0711 018) 3. Widya Putri Andini 4. Friska merlic Evianti 5. Nurul Hikmah 6. Made Ayu Rahmawati (111 0711 029) (111 0711 032) (111 0711 033) (111 0711 034)

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA 2012

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobil alamin, puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Pendidikan Agama Islam yang berjudul Agama dan Golongan dalam Masyarakat. Dengan baik dan tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat dengan tujuan melengkapi tugas Pendidikan Agama Islam S1 Keperawatan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. Besar harapan kami, makalah ini dapat berguna bagi para mahasiswa sebagai pegangan dalam mempelajari agama islam. Adapun pengarahan serta dukungan yang kami dapat dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Nizom Zaini selaku dosen Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan arahannya dan pada rekan-rekan mahasiswa yang mendukung terselesaikannya makalah ini. Akhirnya, sesuai dengan pepatah tak ada gading yang tak retak, kami mengharapkan saran dan kritik dari Dosen pembimbing serta rekan-rekan mahasiswa yang bersifat membangun bagi penulis baik untuka makalah ini ataupun untuk setiap penyusunan makalah selanjutnya. Kebenaran dan kesempurnaan hanya Allah-lah yang Punya dan Mahakuasa.

Jakarta, 18 januari 2012

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI .. ii BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ................................................ 1 1 2

B. TUJUAN ....... C. BAB II SISTEMATIKA .....................................................

SUMBER HUKUM DALAM ISLAM A. PENGERTIAN AGAMA 3 B. C. PENGERTIAN GOLONGAN MASYATAKAT ... 4 FUNGSI AGAMA DALAM MENGATASI PERSOALAN DALAM MASYARAKAT 5 D. PENGARUH BUDAYA TERHADAP : BUDAYA, SISTEM SOSIAL, DAN KEPRIBADIAN . 7 E. PENGARUH AGAMA TERHADAP GOLONGAN MASYARAKAT . 9

BAB III

PENUTUP KESIMPULAN ........................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 15

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini kaum muslimin banyak belum mengerti dan memahami hakikat sumber hukum yang menjadi rujukannya dalam beragama. Ironisnya pernyataan sumber hukum Islam adalah Al-Qurn dan Sunnah serta Ijtihad merupakan hal yang sudah umum di masyarkat. Namun itu hanya sekedar slogan tanpa diketahui hakikatnya, sehingga banyak dai dan tokoh agama berfatwa menyelisihi sumber-sumber hukum tersebut. Padahal sangat jelas kedudukan Ijtihad dalam agama ini. Karena Ijtihad adalah salah satu dasar yang menjadi sumber rujukan, pedoman dan sumber dasar hukum syariat yang mulia ini setelah Al-Qurn dan Sunnah. Ijtihad bersumber dari Al-Qurn dan Sunnah, menjadi penguat kandungan keduanya dan penghapus perselisihan yang ada di antara manusia dalam semua yang diperselisihkan. Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyatakan, Ijtihad adalah sumber hukum ketiga yang dijadikan pedoman dalam ilmu dan agama. Seluruh amalan dan perbuatan manusia, baik batiniyah maupun lahiriyah yang berhubungan dengan agama, mereka menimbangnya dengan ketiga sumber hukum ini. Ijtihad menjadi sesuatu yang mashum dari kesalahan dengan dasar firman Allah dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Oleh karena itu, wajib bagi siapapun yang ingin selamat dari ketergelinciran dan kesalahan untuk mengetahui Ijtihad (konsensus) kaum muslimin dalam permasalahan agama, sehingga ia dapat berpegang teguh (komitmen) dan mengamalkan tuntutannya setelah benar-benar selamat dari penyimpangan (tahrif) dan memastikan kebenaran penisbatannya

(penyandarannya) kepada syariat serta tidak dibenarkan menyelisihinya setelah mengetahui Ijtihad tersebut.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah agar kita umat manusia menyadari betapa pentingnya ketiga sumber hukum ini dalam kehidupan umat beragama, baik dalam prilakunya sehari- hari maupun amal ibadahnya. Selain itu dengan adanya 3 sumber hukum islam ini, maka diharapkan kita sebagai makhluk ciptaan Allah wajib untuk mengaplikasikan dan menjalankan dalam kehidupan. Dengan demikian terlahirlah seorang muslim yang berpegang teguh terhadap ketiga sumber hukum islam yang menjadi komitmen setiap umat muslim

C. Sistematika
BAB I Sistematika BAB II Pendahuluan berisi Latar Belakang, Tujuan, dan Sumber Hukum Dalam Islam, Al-Quran Sebagai Sumber Hukum Pertama, Hadis sebagai Sumber Hukum ke Dua, Ijtihad Sebagai Sumber Hukum ke Tiga beserta Otoritasnya, Komitmen Seorang Muslim Terhadap Sumber hukum Islam Penutup berisi Kesimpulan

BAB III

BAB II Sumber Hukum Dalam Islam

A.

Al-Quran Sumber hukum islam yang pertama dan otoritas


1. Pengertian Al-Quran a. Secara Bahasa (Etimologi) Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qara-a ( )yang bermakna Talaa ([ )keduanya berarti: membaca], atau bermakna Jamaa (mengumpulkan, mengoleksi). b. Secara Syariat (Terminologi) Merupakan Kitab Allah taala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.

c. Ditinjau dari sudut tempatnya, Al-Quran turun di dua tempat yaitu: 1) Di Mekkah atau yang disebut Ayat Makkiyah. Pada umumnya berisikan soal-soal kepercayaan atau ketuhanan, mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, ayat-ayatnya pendek dan ditujukan kepada seluruh ummat. Banyaknya sekitar 2/3 seluruh ayat-ayat Al-Quran.

2) Di Madinah atau yang disebut Ayat Madaniyah. Ayat-ayatnya panjang, berisikan peraturan yang mengatur hubungan sesama manusia mengenai larangan, suruhan, anjuran, hukum-hukum dan syariat-syariat, akhlaq, hal-hal mengenai keluarga, masyarakat, pemerintahan, perdagangan, hubungan manusia dengan hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, air dan sebagainya.

Al-Quran disampaikan kepada kita secara mutawatir, baik melalui tulisan atau bacaan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dan terpelihara dari perubahan dan pergantian . Sebagaimana telah disebutkan bahwa sedikitpun tidak ada keraguan atas kebenaran dan kepastian isi AlQuran itu, dengan kata lain Al-Quran itu benar-benar datang dari Allah. Oleh karena itu hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Quran merupakan aturan-aturan yang wajib diikuti oleh manusia sepanjang masa. Banyak ayat-ayat yang menerangkan bahwa Al-Quran itu benarbenar datang dari Allah.

Dalam surah An Nisa ayat 10 yang artinya, Sesungguhnya telah kami turunkan kepada engkau (Muhammad) kitab Al-Quran dengan membawa kebenaran. Surah An Nahl ayat 89, Dan telah kami turunkan kepada engkau (Muhammad) kitab Al-Quran untuk menjelaskan segala sesuatu dan ia merupakan petunjuk, rahmat serta pembawa kabar gembira bagi orangorang yang berserah diri. Dan masih banyak lagi ayat-ayat Al-Quran yang menerangkan bahwa Al-Quran itu benar-benar datang dari Allah.

2. Sebutan untuk al-Quran lainnya antara lain: Dalam Al-Quran sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang digunakan untuk merujuk kepada Al-Quran itu sendiri. Berikut adalah nama-nama tersebut dan ayat yang mencantumkannya: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. Al-Kitab, QS(2:2),QS (44:2) Al-Furqan (pembeda benar salah): QS(25:1) Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS(15:9) Al-Mauidhah (pelajaran/nasehat): QS(10:57) Al-Hukm (peraturan/hukum): QS(13:37) Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39) Asy-Syifa (obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82) Al-Huda (petunjuk): QS(72:13), QS(9:33) At-Tanzil (yang diturunkan): QS(26:192) Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77) Ar-Ruh (ruh): QS(42:52) Al-Bayan (penerang): QS(3:138)

m. n. o. p. q. r.

Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6) Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102) An-Nur (cahaya): QS(4:174) Al-Bashair (pedoman): QS(45:20) Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS(14:52) Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51)

3. Mujizat Al-Quran Al-Quran memiliki mujizat-mujizat yang membuktikan bahwa ia benar-benar datang dari Allah SWT yang memilki mujizat pada 4 bidang yaitu: a. Pada lafadz dan susunan kata. Pada zaman Rasulullah Syair sangat trend pada saat itu maka Al-Quran turun dengan kata-kata dan susunan kalimat yang maha puitis, sehingga Al-Quran memastikan bahwa tak ada seorangpun yang dapat membuat satu surah sekalipun semisal Al-Quran. Seperti yang termaktub dalam surah Al Isra ayat 88, Hud ayat 13-14, Yunus ayat 38 dan Al Baqarah ayat 23. b. Pada keterangannya, selain pada kata-katanya Al-Quran juga memiliki mujizat pada artinya yang membuka segala hijab tentang hakikat manusiawi. c. Pada ilmu pengetahuan. Di dalam terdapat sangat banyak pengetahuan baik hal yang zahir maupun yang gaib, baik masa sekarang maupun yang akan datang. d. Pada penetapan hukum. Peraturan yang ada di dalam Al-Quran bebas dari kesalahan karena ia berasal dari Tuhan Yang Maha Tahu atas segala ciptaanNya.

4. Fungsi Al-Quran Al-Quran berfungsi sebagai: a. Sumber pokok dan utama dari segala sumber-sumber hukum yang ada. b. Penuntun manusia dalam merumuskan semua hukum, agar tercipta kemaslahatan dan keselamatan harus berpedoman dan berwawasan Al-Quran. c. Petunjuk yang diturunkan Allah SWT kepada umat manusia dengan penuh rahmat kepada kebahagiaan umat manusia baik didunia maupun diakhirat dan sebagai ilmu pengetahuan

5. Keistimewaan Dan Keutamaan Al-quran : a. Memberi pedoman dan petunjuk hidup lengkap beserta hukumhukum untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia seluruh bangsa di mana pun berada serta segala zaman / periode waktu. b. Memiliki ayat-ayat yang mengagumkan sehingga pendengar ayat suci al-quran dapat dipengaruhi jiwanya. c. Memberi gambaran umum ilmu alam untuk merangsang

perkembangan berbagai ilmu. d. Memiliki ayat-ayat yang menghormati akal pikiran sebagai dasar utama untuk memahami hukum dunia manusia. e. Menyamakan manusia tanpa pembagian strata, kelas, golongan, dan lain sebagainya. Yang menentukan perbedaan manusia di mata Allah SWT adalah taqwa.

f. Melepas kehinaan pada jiwa manusia agar terhindar dari penyembahan terhadap makhluk serta menanamkan tauhid dalam jiwa.

6. Alasan mengapa Al-Quran menjadi sumber hukum islam menurut Hadits yaitu : Ali bin Abi Thalib berkata: Aku dengar Rasulullah SAW bersabda: Nanti akan terjadi fitnah (kekacauan, bencana) Bagaimana jalan keluar dari fitnah dan kekacauan itu Hai Rasulullah? Rasul menjawab: Kitab Allah, di dalamnya terdapat berita tentang orang-orang sebelum kamu, dan berita umat sesudah kamu (yang akan datang), merupakan hukum diantaramu, demikian tegas, barang siapa yang meninggalkan al-Quran dengan sengaja Allah akan membinasakannya, dan barang siapa yang mencari petunjuk pada selainnya Allah akan menyesatkannya, Al-Quran adalah tali Allah yang sangat kuat, cahaya Allah yang sangat jelas, peringatan yang sangat bijak, jalan yang lurus, dengan al-Quran hawa nafsu tidak akan melenceng, dengannya lidah tidak akan bercampur dengan yang salah, pendapat manusia tidak akan bercabang, dan ulama tidak akan merasa puas dan kenyang dengan alQuran, orang-orang bertaqwa tidak akan bosan dengannya, al-Quran tidak akan usang sekalipun banyak diulang, keajaibannya tidak akan habis, ketika jin mendengarnya mereke berkomentar Sungguh kami mendengarkan al-Quran yang menakjubkan, barang siapa yang mengetahui ilmunya dia akan sampai dengan cepat ke tempat tujuan, barang siapa berbicara dengan landasannya selalu benar, barang siapa berhukum dengannya hukumnya adil, barang siapa yang mengamalkan al-Quran dia akan mendapatkan pahala, barang siapa yang mengajak kepada al-Quran dia diberikan petunjuk ke jalan yang lurus (HR Tirmidzi dari Ali r.a.)

B.

Al-Hadits sebagai sumber hukum islam kedua


1. Pengertian Al-Hadist Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Quran. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya. Perintah meneladani Rasulullah SAW ini disebabkan seluruh perilaku Nabi Muhammad SAW mengandung nilai-nilai luhur dan merupakan cerminan akhlak mulia. Apabila seseorang bisa meneladaninya maka akan mulia pula sikap dan perbutannya. Hal tersebut dikarenakan Rasulullah SAW memilki akhlak dan budi pekerti yang sangat mulia. Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua, juga dinyatakan oleh Rasulullah SAW: ( ) ."

Artinya: Aku tinggalkan dua perkara untukmu seklian, kalian tidak akan sesat selama kalian berpegangan kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunah Rasulnya. (HR. Imam Malik)

2. Jenis sunnah a. sunnah Qauliyah, yaitu perkataan dari Rasul contohnya yang sudah masyhur ialah Hadis : sesungguhnya setiap perbuatan itu tergantung kepada niat (H. R. Bukhari Muslim)

b. sunnah fi'liyah, yaitu perbuatan Rasulullah saw, yang dapat disimpulkan sebagai perintah atau larangan melalui contoh teladan beliau. Contoh seperti pelaksanaan ibadah shalat, puasa, haji dan sebagainya. c. sunnah taqririyah, yaitu pengakuan dan penetapan pemberian perseetujuan hal-hal yang dilakukan oleh para shahabat, baik yang perkataan maupun perbuatan. Contohnya seperti kisah dua orang shahabat dalam keadaan mufasir tidak menemukan air, sedang keduanya ingin melaksanakan shalat. Selesainya shalat keduanya melanjutkan perjalanan dan menemukan air, sedangkan waktu shalat masih ada, saloah seorng dari keduanya kemudian berwudhu dan mengulangi shalatnya, sedangkan yang satunya tidak mengulangi shalatnya. Engkau telah mengikuti sunnahku dan telah memenuhi kewajiban shalatmu, sedangkan beliau berkata: engkau mendapat pahala dua kali. d. sunnah hammiyah, ialah suatu amalan yang dikeehendaki atau diinginkan Nabi saw, tetapi belum sampai beliau kerrjakan sesudah wafat, misalnya puasa tanggal sembilan Muharram.

3. Fungsi hadist Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memilki kedua fungsi sebagai berikut: a. Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Quran, sehingga kedunya (Al-Quran dan Hadits) menjadi sumber hukum untuk satu hal yang sama. Misalnya Allah SWT didalam Al-Quran menegaskan untuk menjauhi perkataan dusta b. Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Quran yang masih bersifat umum.

Misalnya, ayat Al-Quran yang memerintahkan shalat, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji, semuanya bersifat garis besar. Seperti tidak menjelaskan jumlah rakaat dan bagaimana cara melaksanakan shalat, tidak merinci batas mulai wajib zakat, tidak memarkan cara-cara melaksanakan haji. Rincian semua itu telah dijelaskan oleh rasullah SAW dalam haditsnya. Contoh lain, dalam AlQuran Allah SWT mengharamkan bangkai, darah dan daging babi. Bangkai itu haram dimakan, tetap tidak dikecualikan bangkai mana yang boleh dimakan. Kemudian datanglah hadits menjelaskan bahwa ada bangkai yang boleh dimakan, yakni bangkai ikan dan belalang. Sabda Rasulullah SAW : . ( ") ...

Artinya: Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalalng, sedangkan dua macam darah adalah hati dan limpa (HR Ibnu Majjah) c. Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam AlQuran. Misalnya, cara menyucikan bejana yang dijilat anjing, dengan membasuhnya tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

") ( Artinya: Menyucikan bejanamu yang dijilat anjing adalah dengan cara membasuh sebanyak tujuh kali salah satunya dicampur dengan tanah (HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Baihaqi) 4. Macam-macam kiualitas hadis Secara garis besar, kualitas hadis dibagi menjadi dua: mutawatir dan ahad. Yang dimaksud dengan hadis mutawatir adalah sebuah hadis

yang diriwayatkan oleh sejumlah orang banyak yang tidak memungkinkan melakukan kebohongan bersama. Sementara yang dimaksud dengan hadis ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh perorangan yang jumlahnya tidak mencapai jumlah mutawatir. Karena persyaratan hadis mutawatir cukup ketat, maka jumlahnya bias dibilang sangat sedikit. Dengan kata lain, riwayat hadis yang ada hamper didominasi hadis ahad. Mengingat kualitas masing-masing orang yang meriwayatkan hadis (perawi) berbeda satu sama lain, maka hadis ahad sendiri masih dibagi tiga macam: a. Shahih, hadis yang memiliki mata rantai sanad yang bersambung, tidak bertentangan dengan riwayat hadis kebanyakan, tidak mengandung cacat, serta diriwayatkan oleh seorang perawi yang adil dan akurat. b. Hasan, hadis yang tidak jauh berbeda dengan pengertian shahih. Yang membedakan antara keduanya hanya pada kualitas perawinya, di mana perawi hadis hasan tidak sepopuler perawi hadis shahih. c. Dha'if, sebuah hadis yang tidak memenuhi beberapa kriteria hadis shahih maupun hasan. (para perawinya termasuk suka berbuat fasik, pendusta, pelupa, berbuat dosa). Contoh: "Barangsiapa yang berkata kepada orang miskin, bergembiralah, maka wajib baginya surga." (HR. Ibnu 'Adi). Di antara perawi hadis tersebut ialah Abu Mali bin Harun, menurut Imam Yahya ia sebagai pendusta dan bias dikatakan sebagai pemalsu hadis. Contoh lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim: "Barang siapa mati karena mempertahankan hartanya, maka ia mati syahid." 5. Kedudukan sunnah a. Sunnah sebagai dasar hukum

Kaum muslimin sepakat bahwa sunnah sebagai dasar hukum yang kedua sesudah al-Qur'an, kesimpulan ini diperoleh berdasarkan dalil-dalil yang memberikan petunjuk tentang kedua kedudukan dan fungsi sunnah, baik yang nash, ijma, ataupun pertimbangan akal yang sehat. 1) Dalil yang berupa nash antara lain, firman allah dalam al-Qur'an: artinya: apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia dan yang ddilarangnya bagimu maka tinggalkan. (Q. S. al-Ashr: 7) Artinya: barang siapa yang mentaati Rasul, maka sesungguhnya mentaati Allah swt. (Q. S. an-Nisa: 80) 2) Dalil akal Bila sunnah tidak menjadi dasar hukum (hujjah) maka seebagaimana cara melaksanakan perintak al-Qur'an yang masih bersifat ijmal, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya. Dalam perintah shalat tersebut, melainkan Rasul langsung memberikan contoh pelaksanaannya, dengan demikiawn tidak patut kita sangkal mengenai kedudukan sunnah sebagai salah satu sumber hukum. b. Sunnah terhadap al-Qur'an meliputi tiga fungsi pokok yaitu: 1) menguatkan dan menegaskan hukum yang terdapat dalam alQur'an contohnya seperti perintah melaksanakan shalat, puasa, zakat dan haji, larangan menghadik orang tua, larangan membunuh kecuali dengan jalan haq dicantumkan dalam alQur'an ditegaskan juga dalam sunnah. 2) menguraikan dan merincikan yang global atau mujmal, mengkaitkan yang mutlak dan mentaksiskan yang umum ('am), tafsir, taqsid dan daqsis berfungsi penjelasan apa yang dikehendaki al-Qur'an, rasulullah saw, memang mempunytai tugas penjelas kitabullah al-Qur'an sebagaimwana firman Allah swt:

artinya: dan kami turunkan kepadamu al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan upayaa mereka memikirkan. (Q. S. an-Nisa: 44) Contohnya seperti penjelasan tata cara ibadah shalat, puasa, dan Haji, penjelasan harta benda yang diwajibkan mengeluarkan zakatnya dan nisabnya, masing-masing menjelasakan akan jual beli yang mengandung riba, menentukan berbagai yang haram dan yang tidak haram dan laain sebagainya. 3) menetapkan dan mengadakan hukum yang tidak disebutkan dalam al-Qur'an hukum yang terjadi adalah merupakan produk sunnah sendiri yang tidak ditunjukan oleh al-Qur'an contohnya seperti haram memadu seseorang perempuan dengan bibinya dari pihaak ibunya, haram makan daging burung yangberkuku panjang, haram memakai sutra dan cincin emas bagi laki-laki dan sebagainya.

5. Hadits menurut sifatnya mempunyai klasifikasi sebagai berikut: 1) Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat, dan tidak janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samarsamar yang dapat menodai keshohehan suatu hadits. 2) Hadits Makbul, adalah hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai Hujjah. Yang termasuk Hadits Makbul adalah Hadits Shohih dan Hadits Hasan. 3) Hadits Hasan, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalannya), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat illat dan kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang makbul biasanya dibuat hujjah untuk sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau tidak terlalu penting.

4) Hadits Dhoif, adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits dhoif banyak macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya

7. Penilaian tingkatan-tingkatan hadits Penilaian tentang tingkatan-tingkatan hadits ini ditentukan oleh para Ahli ilmu hadits terutama berdasarkan kuat dan sehatnya para rawi hadits. Hadits Dhaif yang tercatat memang betul-betul berasal dari Muhammad, oleh beberapa ulama hadits dianggap dapat diterima sepanjang tidak bertentangan dengan al-Quran dan Hadits Maqbul: dan tingkatannya naik menjadi atau sebagai hadits hasan.

8. Ayat-ayat al-Quran tentang dasar hukum hadits 68:4: 33:21: 21:108: 34:28; 7:158; 3:132: 4:80: 59:8: 3:31; 4:59: 6:64; 33:36; 24:56; 4:59, 64; 24:54.

C.

Ijtihad sebagai sumber hukum islam ketiga dan otoritasnya


1. Pengertian idjad Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk

memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapannya, baik dalam Al-Quran maupun Hadits, dengan menggunkan akal pikiran yang sehat dan jernih, serta berpedoman kepada cara-cara menetapkan hukum-hukumyang telah ditentukan. Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber hukum yang ketiga. Hasil ini berdasarkan dialog nabi Muhammad SAW dengan sahabat yang bernama muadz bin jabal, ketika Muadz diutus ke negeri Yaman. Nabi SAW, bertanya kepada

Muadz, bagaimana kamu akan menetapkan hukum kalau dihadapkan pada satu masalah yang memerlukan penetapan hukum?, muadz menjawab, Saya akan menetapkan hukumdengan Al-Quran, Rasul bertanya lagi, Seandainya tidak ditemukan ketetapannya di dalam AlQuran? Muadz menjawab, Saya akan tetapkan dengan Hadits. Rasul bertanya lagi, seandainya tidak engkau temukan ketetapannya dalam Al-Quran dan Hadits, Muadz menjawab saya akan berijtihad dengan pendapat saya sendiri kemudian, Rasulullah SAW menepuknepukkan bahu Muadz bi Jabal, tanda setuju. Kisah mengenai Muadz ini menajdikan ijtihad sebagai dalil dalam menetapkan hukum Islam setelah Al-Quran dan hadits. Untuk melakukan ijtihad (mujtahid) harus memenuhi beberapa syarat berikut ini: a. Mengetahui isi Al-Quran dan Hadits, terutama yang bersangkutan dengan hukum b. Memahami bahasa arab dengan segala kelengkapannya untuk menafsirkan Al-Quran dan Hadits c. Mengetahui soal-soal ijtihad Menguasai ilmu ushul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih yang luas. Islam menghargai ijtihad, meskipun hasilnya salah, selama ijtihad itu dilakukan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Dalam hubungan ini Rasulullah SAW bersabda: ( ")

Artinya: Apabila seorang hakim dalam memutuskan perkara melakukan ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya benar, maka ia memperoleh dua pahala dan apabila seorang hakim dalam memutuskan perkara ia melakukan ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya salah, maka ia memperoleh satu pahala. (HR Bukhari dan Muslim)

Islam bukan saja membolehkan adanya perbedaan pendapat sebagai hasil ijtihad, tetapi juga menegaskan bahwa adanya beda pendapat tersebut justru akan membawa rahmat dan kelapangan bagi umat manusia. Dalam hal ini Rasulullah SAWbersabda:

) )

Artinya: Perbedaan pendapat di antara umatku akan membawa rahmat (HR Nashr Al muqaddas) Dalam berijtihad seseorang dapat menmpuhnya dengan cara ijma dan qiyas. Ijma adalah kesepakatan dari seluruh imam mujtahid dan orang-orang muslim pada suatu masa dari beberapa masa setelah wafat Rasulullah SAW. Berpegang kepada hasil ijma diperbolehkan, bahkan menjadi keharusan. Dalilnya dipahami dari firman Allah SWT: Artinya: Hai orang-oran yang beriman, taatilah Allah dan rasuknya dan ulil amri diantara kamu. (QS An Nisa : 59)

Dalam ayat ini ada petunjuk untuk taat kepada orang yang mempunyai kekuasaan dibidangnya, seperti pemimpin pemerintahan, termasuk imam mujtahid. Dengan demikian, ijma ulam dapat menjadi salah satu sumber hukum Islam. Contoh ijma ialah mengumpulkan tulisan wahyu yang berserakan, kemudian membukukannya menjadi mushaf Al-Quran, seperti sekarang ini Qiyas (analogi) adalah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada hukumnya dengan kejadian lain yang sudah ada hukumnya karena antara keduanya terdapat persamaan illat atau sebab-sebabnya. Contohnya, mengharamkan minuman keras, seperti bir dan wiski. Haramnya minuman keras ini diqiyaskan dengan khamar yang disebut dalam AlQuran karena antara keduanya terdapat persamaan illat (alasan), yaitu sama-sama memabukkan. Jadi, walaupun bir tidak ada ketetapan hukmnya dalam Al-Quran atau hadits tetap diharamkan karena

mengandung persamaan dengan khamar yang ada hukumnya dalam Al-Quran. Sebelum mengambil keputusan dengan menggunakan qiyas maka ada baiknya mengetahui Rukun Qiyas, yaitu: a. Dasar(dalil) b. Masalah yang akan diqiyaskan c. Hukum yang terdapat pada dalil d. Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan

2. Bentuk Ijtihad yang lain a. Istihsan/Istislah, yaitu mentapkan hukum suatu perbuatan yang tidak dijelaskan secara kongret dalam Al-Quran dan hadits yang didasarkan atas kepentingan umum atau kemashlahatan umum atau unutk kepentingan keadilan b. Istishab, yaitu meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada dan telah ditetapkan suatu dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan dari hukum tersebut c. Istidlal, yaitu menetapkan suatu hukum perbuatan yang tidak disebutkan secara kongkret dalam Al-Quran dan Hadits dengan didasarkan karena telah menjadi adat istiadat atau kebiasaan masyarakat setempat. Termasuk dalam hal ini ialah hukum-hukum agama yang diwahyukan sebelum Islam. Adat istiadat dan hukum agama sebelum Islam bisa diakui atau dibenarkan oleh Islam asalkan tidak bertentangan dengan ajaran Al-Quran dan Hadits d. Maslahah mursalah, ialah maslahah yang sesuai dengan maksud syarak yang tidak diperoeh dari pengajaran dalil secara langsung dan jelas dari maslahah itu. Contohnya seperti

mengharuskan seorang tukang mengganti atau membayar kerugian pada pemilik barang, karena kerusakan diluar kesepakatan yang telah ditetapkan. e. Al Urf, ialah urursan yang disepakati oelh segolongan manusia dalam perkembangan hidupnya f. Zarai, ialah pekerjaan-pekerjaan yang menjadi jalan untuk mencapai mashlahah atau untuk menghilangkan mudarat.

3. Pembagian Hukum dalam Islam Hukum dalam Islam ada lima yaitu: a. Wajib, yaitu perintah yang harus dikerjakan. Jika perintah tersebut dipatuhi (dikerjakan), maka yang mebgerjakannya akan mendapat pahala, jika tidak dikerjakan maka ia akan berdosa b. Sunah, yaitu anjuran. Jika dikerjakan dapat pahala, jika tidak dikerjakan tidak berdosa c. Haram, yaitu larangan keras. Kalau dikerjakan berdosa jika tidak sebuah dikerjakan atau haditsnya ditinggalkan mendapat pahala, artinya: sebagaiman dijelaskan oleh nabi Muhammad SAW dalam yang Jauhilah segala yang haram niscaya kamu menjadi orang yang paling beribadah. Relalah dengan pembagian (rezeki) Allah kepadamu niscaya kamu menjadi orang paling kaya. Berperilakulah yang baik kepada tetanggamu niscaya kamu termasuk orang mukmin. Cintailah orang lain pada hal-hal yang kamu cintai bagi dirimu sendiri niscaya kamu tergolong muslim, dan janganlah terlalu banyak tertawa. Sesungguhnya

terlalu banyak tertawa itu mematikan hati. (HR. Ahmad dan Tirmidzi) d. Makruh, yaitu larangan yang tidak keras. Kalau dilanggar tidak dihukum (tidak berdosa), dan jika ditinggalkan diberi pahala e. Mubah, yaitu sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh pula ditinggalkan. Kalau dikerjakan tidak berdosa, begitu juga kalau ditinggalkan.
4.

Pelaksanaan Al-Ijtihad Tujuan diadakannya Al-Ijtihad bukan untuk kepentingan pribadi tetapi dilaksanakan dengan tujuan yang bersifat kolektif yaitu untuk kebaikan dan kemaslahatan umat Ijtihad dilakukan sebagai kebiasaan (Urf) jika ada masalahmasalah yang tidak jelas penyelesaiannya di dalam Al-Quran dan Hadits. Orang yang berijtihad disebut Mujtahid (jamaknya: Mujtahidun atau Mujtahidin). Ijtihad yang dilaksanakan oleh beberapa ulama secara kolektif disebut Ijma. sehingga dihasilkan suatu konsensus bersama. Ijtihad yang dilaksanakan oleh seorang ulama secara pribadi lazim disebut ijtihad saja.

D.

Komitmen Seorang Muslim Terhadap Sumber Hukum Islam


Hasan Al-Bana menegaskan bahwa awal kesiapan seseorang untuk memasuki tahapan takwin dan tanfidz ialah jika ia memiliki At Thaatu Kaamilah atau ketaatan yang sempurna. Oleh karena itu sasaran dalam berjamaah tidak akan terwujud tanpa adanya seorang yang komit atau beriltizam dalam melaksanakan suatu tindakan untuk mencapai tujuannya.

Iltizam adalah komitmen terhadap Islam dan hukum-hukumnya secara utuh dengan menjadikan Islam sebagai siklus kehidupan, tolak pikir, dan sumber hukum dalam setiap tema pembicaraan dan permasalahan (Fathi Yakan). Sebagaimana perintah Allah taala dalam QS 2: 208 agar seorang mukmin masuk ke dalam Islam secara kaffah. QS 2: 208: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.

1.

Dua Jenis Iltizam Iltizam diklasifikasikan menjadi dua bagian:

a. Iltizam terhadap Syariat meliputi: 2. Aqidah Salimah; Beriltizam atau memiliki komitmen terhadap aqidah shahihah. Yang dimaksud dengan aqidah salimah ialah akidah yang sehat, bersih dan murni terbebas dari segala unsur nifaq dan kemusyrikan. 3. Ibadah Shahihah; Beriltizam atau berkomitmen terhadap ibadah yang salimah dan istimrar (kontinyu). Seorang adha sebagai muslim memiliki kewajiban untuk melakukan ibadah yang shahih terbebas dari segala bidah dan khurafat. 4. Akhlaq Hamidah, Memiliki komitmen atau beriltizam kepada akhlaq hamidah (akhlak terpuji). Akhlaq hamidah jelas harus dimiliki oleh seorang adha yang beriltizam. Dan akhlaq hamidah yang dimaksud tentu saja akhlak yang Islami dan qurani. 5. Dakwah wal Jihad, Komit atau memiliki iltizam terhadap dakwah dan jihad. Seorang adha yang memiliki komitmen terhadap jamaah dengan harakah, tentu saja harus memiliki iltizam terhadap dakwah dan jihad.Ada konsekuensi logis ketika seseorang beriltizam pada jihad yakni ia juga harus beriltizam terhadap segala sesuatu yang merupakan persiapan untuk itu seperti tarbiah takwiniah yang istimrar dan lain-lain. 6. Syumul wa Tawazun. Berkomitmen atau beriltizam untuk syumul wa tawazun. Dienul Islam ajaran yang syamil (integral, komprehensif) dan mutakamil (utuh) serta mutawazinah (seimbang). Islam melarang manusia kikir, tetapi juga tidak membolehkan berlaku boros, israf ataupun melakukan kemubadziran. Jadi seorang adha dalam Iltizamnya terhadap syariah harus memiliki komitmen pada syumuliatul dan ketawazunan Islam.

b.

Iltizam terhadap Jamaah melingkupi: 1. Iltizam terhadap baiah. Transaksi jual-beli antara Allah sebagai pembeli dan mukmin sebagai penjual ini erat kaitannya dengan masalah baiah. Sikap iltizam terhadap baiah yang telah diucapkan nampak jelas pada tokoh Anshar, Habibi bin Zaid. Ia disiksa Musailamah Al-Kadzab karena tidak mau mengakuinya sebagai nabi, tidak rela menodai baiah yang telah Habib bin Zaid diucapkannya walaupun untuk itu ia harus menebusnya dengan nyawa. Tubuhnya dicabik-cabik dan disayat-sayat selagi masih hidup. Sekali kita mengucapkan baiah seumur hidup kita terikat untuk beriltizam kepadanya. 2. Komit terhadap Ansyithah (kegiatan-kegiatan) baik yang kharijiah (eksternal) maupun dakhiliyah (internal). Kegiatan internal seperti berusaha selalu hadir dengan tepat waktu dalam acara rutinyang diadakan secara berkala.Intensitas keterlibatan kita yang tinggi dengan semua kegiatan jamaah insya Allah akan membuat iltizam kita kepada jamaah semakin kokoh. 3. Beriltizam terhadap wazhifah (tugas-tugas) yang dibebankan jamaah kepadanya. Iltizam atau komitmen terhadap tugas yang dipikulkan pada kita merupakan aspek yang pokok dan mendasar dalam hubungan struktural tanzhim, seorang adha harus menyesuaikan diri dengan segala tugas yang dipikulkan ke pundaknya. Baik tugas itu disukai atau tidak dan baik ia sedang rajin maupun malas. 4. Iltizam atau komit terhadap infaq. Keutamaan berinfaq atau berjuang dengan harta dan jiwa (QS 9: 111, 61:10-11) sangat sering diungkapkan dalam firman-firman Allah. Bahwa ia akan membalasnya dengan beratus-ratus kali lipat, bahkan dengan surga.Maka suatu kewajaranlah bila kita yang telah berbaiat ini terikat untuk memenuhi kewajiban berinfaq, baik yang wajib maupun yang sunnah. 5. Beriltizam terhadap Qararat (keputusan-keputusan) jamaah. Seorang adha harus berusaha menjalankan tugasnya sebaikbaiknya di manapun ia diputuskan oleh jamaah untuk ditempatkan. Ia terikat dengan keputusan-keputusan, kebijakan-kebijakan jamaah dengan perintah-perintah qiyadah. Sekalipun bertentangan dengan keinginan dan pendapat pribadi. Hendaknya kita harus selalu berprasangka baik bahwa keputusan tersebut adalah yang paling tepat untuk mendatangkan kemaslahatan. 6. Komit terhadap Thaatul Qiyadah. Ketaatan seorang muslim yang total, utuh dan bulat, memang hanya kepada Allah dan RasulNya (QS 3: 31, 32, 132, 4: 59, 80). Namun di ayat 4: 59 itu pun disebutkan kewajiban taat kepada pemimpin atau ulil amri yang beriman sepanjang tidak dalam rangka kemaksiatan dijalan

Allah.Seorang adha yang telah mengucapkan baiah untuk taat dalam giat atau malas, suka atau tidak suka keadaan harus menaati qiyadahnya atau naqibnya sebagai sosok kepemimpinan dalam jamaah yang terdekat dengannya. 2. Penerapan Sikap dan Perilaku yang mencerminkan penghayatan terhadap sumber hukum Islam adalah sebagai berikut: a. Senantiasa berhati-hati dalam bertindak atau melakukan sesuatu, apakah boleh dilakukan atau tidak. b. Melaksanakan salat fardu, puasa, zakat, dan haji/umrah sesuai dengan syariat yang telah ditentukan berdasarkan al-Quran dan hadis Nabi saw. c. Melaksanakan salat rawatib (qabliyah dan ba'diyah), atau salatsalat sunnah lainnya. d. Senantiasa berpuasa sunnah seperti hari Senin dan Kamis. e. Menjauhi perbuatan-perbuatan yang hukumnya makruh karena nantinya akan menjadi haram. f. Melaksanakan perbutan-perbuatan baik dan menjauhi perbautanperbutan yang hukumnya haram. g. Senantiasa berkonsultasi kepada yang layak diminta nasihat mengenai perbuatan yang akan dilakukan tetapi masih ada keraguan.

BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT dengan selesainya makalah ini, kami menyimpulkan bahwa dalam SUMBER HUKUM ISLAM, sebaiknya kita mengetahui tata cara SUMBER HUKUM ISLAM dan mampu mempedomaninya dalam kehidupan sehari-hari agar proses SUMBER HUKUM ISLAM aman dan tidak merugikan satu sama lain. Serta kita dapat menjadikan Sumber Hukum Islam ini suatu komitmen dalam melaksanakan ibadah yang baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

H Daud Ali, Muhammad. 2007. Hukun Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. http://mardiunj.blogspot.com/2010/06/sumber-sumber-hukum-islam.html http://www.anneahira.com/ijtihad-sebagai-sumber-hukum-islam.htm http://mubaroqdinata.blogspot.com/2011/11/iltizam-komitmen-seorang-mukminsejati.html http://irfanaseegaf.multiply.com/journal/item/3

LAMPIRAN 1

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 7 (KELAS A)

1. Citra Kartika Sari

(111 0711 014)

2. Yunike Wirahmaningrum HS (111 0711 018) 3. Widya Putri Andini 4. Friska merlic Evianti 5. Nurul Hikmah 6. Made Ayu Rahmawati (111 0711 029) (111 0711 032) (111 0711 033) (111 0711 034)

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN

JAKARTA 25 NOVEMBER 2011


LAMPIRAN 2 DAFTAR PENANYA

NO 1

NAMA

NRP/ KELOMPOK

PERTANYAAN

DAFTAR PENJAWAB (KELOMPOK 7)

NO 1 2 3 4

NAMA

NRP

5 6 7

You might also like