You are on page 1of 187

HUKUM ACARA PIDANA

(Diacu dari berbagai sumber)


Heru Susetyo, SH. LL.M. M.Si. Staf Pengajar Fakultas Hukum UI/ Ketua Dewan Pengurus/ Advokat pada PAHAM Indonesia

HUKUM ACARA
By : Iskandar Zulkarnain, SH. MH.

Hukum Pidana > Formil Materiil


hukum yang berisikan materi hukuman hukum yang mengatur tentang tata cara bagaimana melaksanakan hukum materiel

Hukum Pidana Materiel


KUHP dan delikdelik yang tersebar di luar KUHP, seperti Tindak Pidana Subversi, Tindak Pidana Ekonomi, Tindak Pidana Narkotik, dan lain-lain

Sumber Hukum Pidana Formil

HIR dan KUHAP

R Soesilo
Hukum acara pidana adalah : Hukum yang mengatur tentang tata cara bagaimana mempertahankan atau menyelenggarakan Hukum Pidana Materil, sehingga memperoleh keputusan hakim dan cara bagaimana isi keputusan itu harus dilakukan

J.C. T Simorangkir
Hukum acara pidana adalah Hukum acara yang melaksanakan dan mempertahankan hukum pidana materil.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Hukum Formil (hukum acara), adalah hukum yang mengatur tata cara melaksanakan Hukum Materil. Dan Hukum Acara Pidana (Hukum Pidana Formil adalah hukum yang mengatur tata cara melaksanakan / mempertahankan Hukum pidana materil

ASAS-ASAS KUHAP
Asas atau prinsip legalitas dengan tegas disebut dalam konsideran KUHAP seperti yang dapat dibaca pada huruf a, yang berbunyi: "Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya

Dari konsideren tersebut dapat kita simak: Negara Republik Indonesia adalah "Negara Hukum", berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; negara menjamin setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan; setiap warga negara "tanpa kecuali", wajib menjunjung hukum dan pemerintahan

Semua tindakan penegakan hukum harus: berdasarkan ketentuan hukum dan Undang-undang menempatkan kepentingan hukum dan perundang-undangan di atas segala-galanya, sehingga terwujud suatu kehidupan masyarakat bangsa yang takluk di bawah "supremasi hukum" yang selaras dengan ketentuan-ketentuan perundang-undangan dan perasaan keadilan bangsa Indonesia.

Dengan asas legalitas, aparat penegak hukum tidak dibenarkan bertindak di luar ketentuan hukum bertindak sewenang-wenang, atau abuse of power.

Setiap orang, baik dia tersangka atau terdakwa mempunyai kedudukan: sama sederajat di hadapan hukum (equal before the law) mempunyai kedudukan "perlindungan" yang sama oleh hukum, (equal protec on the law) mendapat "perlakuan keadilan" yang sama di bawah hukum, (equal justice lo the law)

B. ASAS KESEIMBANGAN
Asas ini dijumpai dalam konsideran huruf c yang menegaskan bahwa dalam penegakan hukum harus bcrlandaskan prinsip keseimbangan yang serasi antara: 1.perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dengan, 2. perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban masyarakat.

Aparat penegak hukum dalam melaksanakan fungsi dan wewenang penegakan hukum, tidak boleh berorientasi kepada kekuasaan semata-mata Aparat penegak hukum harus menghindari tindakan-tindakan penegakan hukum dan ketertiban yang dapat menimbulkan pelanggaran hak-hak asasi manusia dan cara perlakuan yang tidak manusiawi.

dengan asas keseimbangan yang terjalin antara perlindungan harkat martabat manusia dengan perlindungan kepentingan ketertiban masyarakat, KUHAP telah menonjolkan tema human dignity (martabat kemanusiaan), dalam pelaksanaan tindakan penegakan hukum di bumi Indonesia.

titik sentral penegakan hukum di Indonesia menurut KUHAP harus berorientasi pada pola asas keseimbangan. Pada satu sisi aparat Penegak hukum wajib melindungi martabat dan hak-hak asasi kemanusiaan seorang tersangka/terdakwa, sedang pada sisi lain berkewajiban melindungi dan mempertahankan kepentingan ketertiban umum.

3 PRADUGA TAK BERSALAH

Asas "praduga tak bersalah" atau presumption of innocent dijumpai dalam penjelasan butir 3 huruf c. Dengan dicantumkan asas praduga tak bersalah dalam Penjelasan KUHAP, dapat disimpulkan, pembuat undang-undang telah menetapkannya sebabagai asas hukum yang melandasi KUHAP dan penegakan hukum (law enforcement).

asas praduga tak bersalah, telah dirumuskan dalam Pasal 8 Undang undang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14 Tahun 1970, yang berbunyi: "Setiap orang yang sudah disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap".

Prinsip akusatur menempatkan kedudukan tersangka/terdakwa dalam setiap pemeriksaan: adalah subjek; bukan sebagai objek pemeriksaan, karena itu tersangka atau terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan inanusia yang menharkat martabat harga diri, yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah "kesalahan (tindakan pidana), yang dilakukan tersangka/terdakwa. Ke arah itulah pemeriksaan ditujukan.

Untuk menopang asas praduga tak bersalah dan prinsip akusatur dalam penegakan hukum, KUHAP telah memberi perisai kepada tersangka/terdakwa berupa seperangkat hak-hak kemanusiaan yang wajib dihormati dan dilindungi pihak aparat penegak hukum. Dengan perisai hak-hak yang diakui hukum, secara teoretis sejak semula tahap pemeriksaan, tersangka/terdakwa sudah mempunyai "posisi yang setaraf ' dengan pejabat pemeriksa dalam kedudukan hukum, berhak menuntut perlakuan yang digariskan dalam KUHAP

4. PRINSIP PEMBATASAN PENAHANAN


Masalah penahanan, merupakan persoalan yang paling esensial dalamsejarah kehidupan manusia. Setiap yang namanya penahanan, dengan sendirinya menyangkut nilai dan makna, antara lain: perampasan kebebasan dan kemerdekaan orang yang ditahan, menyangkut nilai-nilai perikemanusiaan dan harkat martabat kemanusiaan, menyangkut nama baik dan pencemaran atas kehormatan diri pribadi. Setiap penahan dengan sendirinya menyangkut pembatsan dan pencbutan smeentara sebagian hak-hak aasi manusia

PERPANJANGAN PENAHANAN ISTIMEWA Kekecualian dari jangka penahanan sebagaimana tersebut dalam Pasal 24, 25, 26, 27 dan 28 KUHAP, guna kepentingan pemeriksaan, penahanan terhadap tersangka/terdakwa dapat diperpanjang dengan alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena: a. Tersangka atau Terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter; b. Perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara sembilan (9) tahun atau lebih (Pasal 29 (1) KUHAP). Perpanjangan tersebut paling lama untuk 30 hari, dan dalam hal penahanan itu masih diperlukan, maka dapat diperpanjang untuk 30 hari lagi. Perpanjangan penahanan tersebut atas dasar permintaan dan laporan sesuai dengan tingkat pemeriksaan.

Pasal 29 (1)Dikecualikan dari jangka waktu penahanan sebagaimana tersebut pada Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28, guna kepentingan pemeriksaan, penahanan terhadap tersangka atau terdakwa dapat diperpanjang berdasar alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena: *5047 a.tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, atau b.perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara sembilan tahun atau lebih. (2)Perpanjangan tersebut pada ayat (1) diberikan untuk paling lama tiga puluh hari dan dalam hal penahanan tersebut masih diperlukan, dapat diperpanjang lagi untuk paling lama tiga puluh hari.

(3)Perpanjangan penahanan tersebut atas dasar permintaan dan laporan pemeriksaan dalam tingkat : a.penyidikan dan penuntutan diberikan oleh ketua pengadilan negeri; b.pemeriksaan di pengadilan negari diberikan oleh ketua pengadilan tinggi; c.pemeriksaan banding-diberikan oleh Mahkamah Agung; d.pemeriksaan kasasi diberikan oleh Ketua Mahkamah Agung. (4)Penggunaan kewenangan perpanjangan penahanan oleh pejabat tersebut pada ayat (3) dilakukan secara bertahap dan dengan penuh tanggung jawab.

(5)Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka atau terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah dipenuhi. (6)Setelah waktu enam puluh hari, walaupun perkara tersebut belum selesai diperiksa atau belum diputus, tersangka atau terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum. (7)Terhadap perpanjangan penahanan tersebut pada ayat (2) tersangka atau terdakwa dapat mengajukan keberatan dalam tingkat : a.penyidikan dan penuntutan kepada ketua pengadilan tinggi; b.pemeriksaan pengadilan negeri dan pemeriksaan banding kepada Ketua Mahkamah Agung

Pasal 22 (1)Jenis penahanan dapat berupa : a.penahanan rumah tahanan negara; b.penahanan rumah; c.penahanan kota. (2)Penahanan rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan. (3)Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan. (4)Masa penangkapan dan atau penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. (5)Untuk penahanan kota pengurangan tersebut seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlah lamanya waktu penahanan.

HUKUM ACARA PIDANA


By. GOUSTA FERIZA, SH, MH *

DASAR HUKUM

: 1. Undang-undang RI No.8 Tahun 1981, Tentang


Hukum Acara Pidana, LN.RI No.76. TLN. No.3309 2. Undang-undang RI No.4 Tahun 2004, Tentang Kekuasaan Kehakiman, LN.RI No.8/ 2004 3. Undang-undang RI No.5 Tahun 1991, Tentang Kejaksaan RI, LN.RI.No.59/ 1991 4. Undang-undang RI No.2 Tahun 2002, Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, LN.RI No.2/ 2002 5. Undang-undang RI No.18 Tahun 2003, Tentang Advokat, LN.RI No.49/ 2003, TLN No.4282 6. Undang-undang RI No.5 Tahun 2004, Tentang Perubahan atas UU No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, LN.RI No.9/ 2004 7. Peraturan-peraturan pelaksana lainnya, seperti SEMA dan PERMA.

- Dosen FH UIEU - Advokat di Jakarta - Disampaikan sebagai bahan ajar pada Pendidikan Khusus Provesi Advokat (PKPA) Jumat, 05 Agustus 2005

TAHAPAN ACARA PIDANA


PENYELIDIKAN : Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Vide Pasal 1 ayat 2 KUHAP). PRA PENYIDIKAN LAPORAN : Pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena Hak atau Kewajiban berdasarkan Undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadi peristiwa pidana (Vide Pasal 1 ayat 24 KUHAP). PENGADUAN : Pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya (Vide Pasal 1 ayat 25 KUHAP).

PEMANGGILAN & PEMERIKSAAN :

1. Saksi-saksi
2. Tersangka

PENYIDIKAN

TINDAKAN KEPOLISIAN : 1. Penangkapan (Vide Pasal 16 s/d Pasal 19 KUHAP) 2. Penahanan (Vide Pasal 20 s/d Pasal 31 KUHAP) 3. Penggeledahan (Vide Pasal 32 s/d Pasal 37 KUHAP) 4. Penyitaan (Vide Pasal 38 s/d Pasal 46 KUHAP) 5. Pemeriksaan Surat (Vide Pasal 47 s/d Pasal 49 KUHAP)

PEMBERKASAN : - Tahap Awal SPDP Vide Pasal 109 ayat (1) KUHAP

Lengkap - Tahap Lanjutan (Vide Pasal 110 KUHAP) Tidak Lengkap

Penyerahan

TSK

BB

P.18 + P.19

Penerimaan Berkas PRA PENUNTUTAN (Vide Pasal 14 ayat (b) KUHAP Jo Pasal 110 ayat (3), ayat (4) KUHAP) Penelitian (Vide Pasal 138 KUHAP) Penerimaan TSK + BB

PENUNTUTAN

Pembuatan Surat Dakwaan (Vide Pasal 140 ayat (1) KUHAP)


PEMBERKASAN Pelimpahan Perkara (Vide Pasal 143 ayat (1) KUHAP)

Pemanggilan Terdakwa (Vide Pasal 145 KUHAP)


PRA PERSIDANGAN Penelitian Berkas (Vide Pasal 147) Penunjukan Majelis Hakim (Vide Pasal 152 ayat 1 KUHAP) TAHAP PERSIDANGAN Pembacaan Dakwaan Eksepsi PH Putusan Sela Pemeriksaan Saksi Keterangan Ahli Pemeriksaan Terdakwa Pembacaan Tuntutan Pembelaan Jawaban Atas Pembelaan Putusan

ACARA PEMERIKSAAN

BIASA

ACARA PEMERIKSAAN SINGKAT : Perkara kejahatan atau Pelanggaran yang tidak termasuk
ketentuan Pasal 205 dan menurut Penuntut Umum Pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifat nya sederhana (Vide Pasal 203 ayat (1) KUHAP). ACARA Dalam Acara Pemeriksaan Singkat : PEMERIKSAAN SIDANG - Pada umumnya berpedoman pada Acara Biasa - Pelimpahan Acara Singkat tanpa Surat Dakwaan - Pemberitahuan lisan Tindak Pidana yang didakwakan - Pemberitahuan Dakwaan dicatat dalam Berita acara Sidang - Putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam Berita Acara Sidang ACARA PEMERIKSAAN CEPAT : Terbagi atas : 1. Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan (Vide Pasal 205 ayat (1) KUHAP) 2. Acara Pemeriksaan Pelanggaran Lalin. (Vide Pasal 211 KUHAP)

HAK-HAK TERSANGKA/ TERDAKWA

DALAM PENYIDIKAN/ PENUNTUTAN

DALAM PERSIDANGAN

1. Mendapat Pemeriksaan segera dari Penyidik 2. Pelimpahan segera berkas perkara oleh Penyidik kepad PU 3. Pelimpahan segera Berkas perkara ke Pengadilan 4. Berhak atas Juru Bahasa 5. Mendapatkan Bantuan Hukum 6. Pemberitahuan segera atas Penangkapan/ Penahanan] 7. Hak mendapatkan Turunan Berita acara

1. Pemeriksaan segera di pengadilan 2. Bebas memberikan keterangan 3. Berhak atas Juru Bahasa 4. Mendapatkan Bantuan Hukum 5. Pemberitahuan segera atas penahanan 6. Diadili dalam sidang terbuka untuk umum 7. Menunjukkan saksi at de charge 8. Mengajukan Uapya Hukum Banding, Kasasi, atau PK 9. Menuntut ganti kerugian dan Rehabilitasi 10.Mendapatkan turunan Surat Pelimpahan Berkas Perkara dan Surat Dakwaan

TENTANG SURAT DAKWAAN

DASAR HUKUM : -Pasal 140 ayat (1) KUHAP :

SYARAT SAHNYA SURAT DAKWAAN : 1. SYARAT FORMAL : Penuntut Umum membuat Surat Dakwaan yang diberi tanggal dan ditanda tangani dengan menyebutkan nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka 2. SYARAT MATERIIL : Penuntut Umum dalam membuat Surat Dakwaan harus di uraikan secara cermat, jelas dan lengkap, mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

BENTUK DAKWAAN :

Dalam hal Penuntut Umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan dalam waktu secepatkan membuat Surat Dakwaan.
-Pasal 143 ayat (1) KUHAP : Penuntut Umum melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan Surat Dakwaan.

DAKWAAN TUNGGAL : Dakwaan yang bersifat sederhana yang memuat hanya satu tindak pidana. DAKWAAN ALTERNATIF : Dakwaan yang disusun secara alternatif yang didalmnya hanya memuat dua dakwaan yang dapat dipilih salah satunya untuk dibuktikan kebenaran perbuatan pidananya. Ciri khas dakwaan alternatif diantara dua dakwaan yang disusun didalamnya menggunakan kata ATAU. BENTUK SURAT DAKWAAN DAKWAAN SUBSIDERITAS (BERLAPIS) : Dakwaan yang disusun secara berlapis, yaitu dimulai dari Dakwaan Terberat sampai yang Ringan, dengan susunan Primair, Subsider, Lebih Subside, Lebih-lebih Subsider DAKWAAN KUMULATIF : Dakwaan yang disusun atas beberapa Tindak Pidana dimana seorang atau lebih terdakwa melakukan lebih dari satu tindak pidana dimana perbuatan itu harus dianggap berdiri sendiri atau j uga dapat dikatakan tidak ada kaitan satu dengan lainnya. Ciri khas Dakwaan ini mempergunakan istilah Dakwaan Kesatu, Kedua, Ketiga, dan seterusnya.

TENTANG EKSEPSI (KEBERATAN)

DASAR HUKUM : -Pasal 156 ayat (1) KUHAP : Dalam hal terdakwa atau PH mengajukan kebertatan bahwa Pengadilan tidak berwenang atau Dakwaan tidak dapat diterima atau Surat Dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada PU untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan -

JENIS/ MACAM KEBERATAN : Berdasarkan ketentuan Pasal 116 ayat (1) KUHAP dan menurut Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku I ada 3 (tiga) macam keberatan yang dapat diajukan oleh Terdakwa atau Phnya, yaitu :

1. Keberatan Tidak Berwenang mengadili;


2. Keberatan Dakwaan tidak dapat diterima, dan 3. Keberatan Dakwaan harus di batalkan.

KEBERATAN TIDAK BERWENANG MENGADILI (Exceptie On bevoegheid van de rehter) 1. Kompetensi Absolut (Absolute Competentie) 2. Kompetensi Relatitive (Relative Competentie) - Keberatan terhadap Kompetensi Relative hanya dapat diajukan dalam Judex Factie dan tidak dapat diajukan pada tingkat Kasasi (Vide Putusan MARI No.1275 K/Pid/1985, tanggal 30 Juli 1987) - KUHAP tidak menganut Azas Locus Delicty Mutlak (Vide Pasl 84 ayat (2) KUHAP)

JENIS/ MACAM KEBERATAN DAKWAAN TIDAK DAPAT DITERIMA : KEBERATAN - Putusan dapat dikabulkannya Eksepsi atau Keberatan Dakwaan tidak dapat
diterima dalam kondisi : 1. Karena dituntutnya seseorang pada hal tidak ada pengaduan dari korban dalam Tindak Pidana Aduan (krach delicter) 2. Adanya Daluwarsa Hak Menuntut sebagaimana ketentuan Pasal 78 KUHP 3. Adanya unsur Ne Bis In Idem, sebagaimana ketentuan Pasal 76 KUHP 4. Adanya Exceptio litis Pendentie (Keberatan terhadap apa yang didakwakan kepada Terdakwa sedang diperiksa oleh Pengadilan lain) KEBERATAN SURAT DAKWAAN HARUS DIBATALKAN : - Terkait dengan Syarat Formal dan Material sesuai ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP - Kelalaian terhadap hal tersebut menyebabkan Dakwaan Nul and Void.

BEBERAPA YURISPRUDENSI YANG BERKAITAN DENGAN ACARA PIDANA


1. Putusan MA-RI No: 163K/Kr/1997 tanggal 11 Juni 1979 Karena unsur-unsur tindak pidana yang juga dinyatakan dalam surat tuduhan, tidaklah terbukti terdakwa seharusnya dibebeaskan dari segala tuduhan dan tidak dilepaskan dari tuntutan hukum. Putusan MA-RI No: 186K/Kr/1979 tanggal 13 Agustus 1979 Dalam hal terdakwa telah meninggalkan (pada taraf pemeriksaan banding), PT cukup mengeluarkan penetapan yang menyatakan tuntutan hukum gugur atau tuntutan Jaksa tidak dapat diterima karena terdakwa meninggal dunia. Putusan MA-RI No: 129K/Kr/1979 tanggal 09 April 1980 Karena pemeriksaan persidangan di Pengadilan Negeri telah lanjut, kemudian terbentur pada praejudiciel geschil tentang hak milik atas tanah termasuk, maka tidak dapat digunakan lembaga Afwijzende Besiking menurut pasal 250 (3) RIB yang seharusnya diberikan sebelum perkara diperiksa

2.

3.

4.

Putusan MA-RI No: 192K/Kr/1979 tanggal 27 Desember 1979 PT salah menerapkan hukum dengan menyatakan perbuatan tertuduh bukan merupakan tindak pidana melainkan suatu hubungan keperdataan, memutuskan membebaskan tertuduh dari segala tuduhan, seharusnya tertuduh dileppaskan dari segala tuntutan hukum. Dengan tidak memperhatikan alat-alat bukti dan kekuatan pembuktian yang telah diperoleh dalam persidangan PN, PT telah salah menerapkan hukum pembuktian. Putusan MA-RI No: 492K/Kr/1981 tanggal 8 Januari 1983 Pt telah tepat dengan mempertimbangkan, bahwa tuduhan yang samar-samar kabar dinyatakan batal demi hukum. Putusan MA-RI No: 119K/Kr/1982 tanggal 17 Mare 1983 Terhadap putusan pembebasan tidak dapat dimintakan banding oleh jaksa, kecuali dapat dibuktikan bahwa pembebasan tersebut sebenarnya adalah pembebasan tidak murni hal mana harus diuraikan oleh Jaksa dalam Memori Banding. Putusan MA-RI No: 592K/Pid/1984 tanggal 30 Maret 1985 Terdakwa dibebaskan dari dakwaan karena unsur melawan hukum tidak terbukti. Putusan MA-RI No: 808K/Pid/1984 tanggal 26 Juni 1985 Dakwaan tidak cermat, jelas dan lengkap sehingga harus dinyatakan batal demi hukum.

5.

6.

7.

8.

9.

Putusan MA-RI No: 33K/Mil/1985 tanggal 15 Februari 1986 Karena surat dakwaan tidak dirumuskan secara cermat dan lengkap, dakwaan dinyatakan batal demi hukum. Putusan MA-RI No: 606K/Pid/1984 tanggal 30 Maret 1985 Isi dakwaan bersifat alternatif meskipun yang tertulis adalah Kesatu dan Kedua, karena kejahatan yang didakwakan adalah sama. Putusan MA-RI No: 464K/Pid/1984 tanggal 13 September 1985 Pengadilan Tinggi telah salah menerapkan hukum bahwa uang pengganti yang dapat diwajibkan kepada terdakwa dalam tindak pidana korupsi untuk dibayar tidak boleh melebihi harta benda yang diperoleh dari ahsil korupsi tersebut.

10.

11.

Bahan Kuliah
Hukum Acara perdata

Created by dhoni.yusra@indonusa.ac.id

Pendahuluan Pengertian Hukum Acara Perdata


Hukum Acara adalah kumpulan ketentuan-ketentuan dengan tujuan memberikan pedoman dalam usaha mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi perkosaan atas suatu ketentuan hukum dalam hukum materiil yang berarti memberikan kepada hukum dalam hukum acara suatu hunbungan yang mengabdi kepada hukum materiil. Hukum Acara Perdata adalah Hukum Perdata Formil, yaitu kaidah hukum yang menentukan dan mengatur cara bagaimana hak-hak dan kewajibankewajiban perdata sebagimana yang diatur dalam hukum perdata materil (Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeriepkartaprawira, hal 1) Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap pihak orang lain di muka pengadilan itu harus bertindak untuk melaksanakan berjalannya peraturanperaturan hukum perdata (wirjono Prodjodikoro)

Pengertian Hukum Acara Perdata (sambungan)


Kaidah hukum yang mengatur cara dan prosedur hukum dalam mengajukan, memeriksa, memutuskan, dan melaksanakan putusan tentang tuntutan hak dan kewajiban tertentu sehingga menjamin tegaknya hukum perdata materiil melalui lembaga peradilan

Sifat / Karakteristik Hukum Acara Perdata


Dalam Hukum acara perdata, orang yang merasa haknya dilanggar disebut sebagai Penggugat, sedangkan orang yang ditarik ke muka pengadilan karena dirasa telah melanggar hak penggugat disebut sebagai tergugat. Turut tergugat dipergunakan bagi orang-orang yang tidak menguasai barang sengketa atau tidak berkewajiban untuk melakukan sesuatu, namun demi lengkapnya suatu gugatan, mereka harus diikutsertakan

Sifat Hukum Acara Perdata


Inisiatif ada tidak ada perkara ada pada orang/ beberapa orang yang merasa haknya dilanggar (penggugat/ para penggugat) Berbeda dengan Hukum Acara Pidana yang tidak tergantung ada/ tidak adanya inisiatif Ada Hukum acara pidana yang mirip dengan Hukum acara perdata, yaitu Tindak Pidana Aduan

Tahapan Hukum Acara Perdata (menurut Sudikno Mertokusumo)


Tahap Pendahuluan : tahap persiapan menuju tahap penentuan dan pelaksanaan, yaitu ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan seperti membuat gugatan,mendaftarkan gugatan, membayar biaya perkara dll. Tahap Penentuan : Tahap pemeriksaan peristiwa, pembuktian dan penjatuhan putusan. Tahap Pelaksanaan : Tahap dilakukannya tindakan pelaksanaan putusan (eksekusi) yang telah dijatuhkan oleh hakim.

Sifat Hukum Acara Perdata


Pencabutan gugatan oleh penggugat/ para penggugat tidak dapat dilakukan sesuka hati, Pencabutan gugatan dapat dilakukan apabila tergugat menyetujui pencabutan gugatan, namun kadangkala persetujuan itu tidak dipenuhi, bahkan malah menggugat balik (rekonpensi)

Hukum Acara Perdata Positif


Hukum acara perdata nasional hingga saat ini belum diatur dalam undang-undang, sampai saat ini ketentuan yang masih dipakai sebagai rujukan adalah het Herziene Indonesich Reglement (HIR) yang dulu diberlakukan untuk wilayah Jawa-Madura, sedangkan diluar itu berlaku RechtsReglement Buitengewestem (RBg) Sejarah Hukum Acara Perdata/ terbentuknya HIR dapat dibaca pada buku Retnowulan Sutantio

Sumber Hukum Acara Perdata (Hukum Positif) Berdasarkan Pasal 5 Ayat 1 dan Pasal 6 UU No. 1 Drt Tahun 1951 Tentang Tindakan-tindakan sementara untuk menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil
HIR, Het Herziene Indonesisch Reglement (Bab IX, 7 Bagian) RBg (Reglemen Buitengewesten, S. 1927 Nomor 227) RV (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering) disebut juga Hukum Acara Perdata untuk Gol. Eropa, namun menurut Prof. Soepomo, sudah tidak berlaku sejak Raad van Justitie dan Residentiegerecht dihapus. RO (Reglement op de Rechterlijke Organisatie in Het Beleid der Justitie in Indonesie) Undang-undang yang telah dikodifikasi (KUHPerdata dan KUHDagang) Undang-undang yang belum dikodifikasi ( UU No. 20 Tahun 1947, tentang acara banding, UU No. 14 Tahun 1970 Jo UU No. 35 Tahun 1999 Jo UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.dll Yurisprudensi Perjanjian Internasional Doktrin

Asas-asas Hukum Acara Perdata


Hakim Bersifat Menunggu (iudex no procedat ex officio) diatur dalam Pasal 118 HIR dan 142 RBg, artinya bila tidak tuntutan dari pihak, maka tidak ada hakim (Wo Kein klager ist, ist kein rechter ; nemo judex sine actor) Ada konsekuensi bagi seorang hakim, yaitu harus mengadili semua perkara, karena hakim dianggap tahu semua (ius curia novit)

Asas-asas Hukum Acara Perdata (sambungan)


Hakim Bersifat Pasif (Lijdelijkeheid van Rechter), artinya hakim hanya bertitik tolak pada peristiwa yang diajukan oleh para pihak saja (secundum allegat iudicare) Perdailan Terbuka untuk umum (Openbaarheid van rechtspraak), konsekuensi yang terjadi apabila asas ini tidak dilaksanakan adalah putusan dapat menjadi tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum. Hakim mengadili kedua belah pihak (Horen van beide partijen)

Asas-asas Hukum Acara Perdata (sambungan)


Pemeriksaan dalam dua tingkat (Onderzoek in twee instanties), hanya PN dan PT judex factie dilaksanakan Pengawasan Putusan Pengadilan melalui Kasasi (Toezicht op de rechtspraak door van cassatie) Mahkamah Agung adalah Puncak Peradilan di Indonesia (Pasal 10 Ayat 2 UU No. 14 Tahun 1970 jo Pasal 2 UU No. 4 tahun 2004)

Asas-asas Hukum Acara Perdata (sambungan)


Putusan Hakim harus disertai alasan (Pasal 23 UU No. 14 tahun 1970 jo Pasal 25 UU No. 4 Tahun 2004, Pasal 184 Ayat 1 , dan 319 HIR) Berperkara dikenakan biaya (Niet-kosteloze rechtspraak) Pasal 4, 5 UU No. 14 Tahun 1970 jo Pasal 4 dan Pasal 5 UU No. 4 Tahun 2004)

Asas-asas Hukum Acara Perdata (sambungan)


Tidak ada keharusan mewakilkan dalam Beracara Majelis hakim di Persidangan (Pasal 15 UU No. 14 Tahun 1970 jo Pasal 17 UU NO. 4 Tahun 2004) Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 4 UU No. 14 Tahun 1970 jo Pasal 4 UU No. 4 Tahun 2004)

Asas-asas Hukum Acara Perdata (sambungan)


Proses Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan Pasal 4 Ayat 2 UU No. 4 Tahun 2004 Hak menguji Materiil UU hanya ada pada MK dan dibawah UU oleh MA (Pasal 11, 12 UU No. 4 Tahun 2004) Asas Obyektifitas, Pasal 5 UU No. 4 Tahun 2004

Perihal Kekuasaan Mutlak dan Kekuasaan relatif


Kewenangan Mutlak/ absolute compententie menyangkut pembagian kekuasaan antar badanbadan peradilan, berdasarkan macamnya pengadilan yang memberikan kekuasaan untuk mengadili Kewenangan Relatif/ relative compententie mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara pengadilan yang serupa Asas yang berlaku dalam kewenangan relatif adalah Actor sequitur forum rei

Lingkup Peradilan
Macam-Macam Pengadilan Di samping Pengadilan Sipil seperti tersebut diatas lazimnya disebut Pengadilan Umum di Indonesia terdapat pula : Pengadilan Militer yang hanya berwenang untuk mengadili perkara yang terdakwanya berstatus anggota ABRI. Pengadilan Agama yang kewenangannya mengadili perkara-perkara perdata yang kedua pihaknya baragama Islam dan menurut hukum yang dikuasai Hukum Islam. Pengadilan Administrasi yang termasuk wewenang Pengadilan Administrasi adalah perkara yang tergugatnya pemerintah dan penggugatnya perorangan pemerintah itu digugat dengan alsan kesalahan dalam menjalankan administrasi.

Lingkup Peradilan (sambungan)


Susunan Badan-Badan Pengadilan Umum Di Indonesia kita kenal susunan Pengadilan dalam :
Pengadilan Negeri sebagai pengadilan tingkat pertama yang berwenang mengadili semua perkara baik perdata maupun pidana. Pengadilan Tinggi atau Pengadilan tingkat banding yang juga merupakan Pengadilan tingkat kedua. dinamakan Pengadilan tingkat kedua karena cara pemeriksaannya sama seperti pemeriksaan di Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Tinggi). Mahkamah Agung yang merupakan Pengadilan tingkat akhir dan bukan Pengadilan tingkat ketiga. Mahkamah Agung memeriksa perkara-perkara yang dimintakan Kasasi, karena tidak puas dengan dengan putusan banding dari Pengadilan Tinggi. Pada tingkat kasasi yang diperiksa adalah penerapan hukumnya saja.

Lingkup Peradilan (sambungan)


Kewenangan Pengadilan Mengenai kewenangan mengadili dapat dibagi menjadi dua dalam Kekuasaan Kehakiman, yaitu Kekuasaan Kehakiman atribusi (atributie van rechtsmacht) dan Kekuasaan Kehakiman distribusi (distributie van rechtsmacht), bahwa :
Kekuasaan Kehakiman Atribusi disebut juga kewenangan mutlak atau kompetensi absolute. Kewenangan Mutlak atau Kompetensi absolute adalah kewenangan badan pengadilan di dalam memeriksa jenis perkara tertentu dan secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain, misalnya Pengadilan Negeri pada umumnya berwenang memeriksa jenis perkara tertentu yang diajukan dan bukan Pengadilan Tinggi atau Pengadilan Agama biasanya kompentensi absolute ini tergantung pada isi gugatan dan nilai daripada gugatan (lihat Pasal 6 UU No. 29 Tahun 1947). Kekuasaan Kehakiman Distribusi disebut juga kewenangan nisbi atau kompetensi relative . Kewenangan nisbi atau Kompetensi relative adalah bahwa Pengadilan Negeri di tempat tinggal (domisili) yang berwenang memeriksa gugatan atau tuntutan hak. jadi gugatan harus diajukan kepada Pengadilan Negeri tempat tergugat tinggal. apabila tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya atau tempat tinggalnya yang nyata tidak dikenali, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat sebenarnya.

Dikenali, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat sebenarnya ( Pasal 18 HIR, Pasal 141 Ayat 1 Rbg)

Lingkup Peradilan (sambungan)


Tempat Kedudukan Pengadilan Tempat kedudukan Pengadilan Negeri pada prinsipnya berada di tiap Kabupaten, namun di luar Pulau Jawa masih terdapat banyak Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi lebih dari satu Kabupaten. Kedudukan Pengadilan Negeri ada sebuah Kejaksaan Negeri dan disamping tiap Pengadilan Tinggi ada Kejaksaan Tinggi. Khusus di Ibukota Jakarta ada 5 instansi Pengadilan Negeri yakni di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara demikan pula dengan Kejaksaannya Negerinya.

Lingkup Peradilan (sambungan)


Susunan Pejabat Pada Suatu Pengadilan Di tiap pengadilan terdapat beberapa hakim. diantaranya menjabat sebagai ketua pengadilan dan wakil ketua. Para hakim bertugas untuk memeriksa dan mengadili perkara di persidangan. disamping itu ada panitera yang bertugas memimpin bagian administrasi atau tata usaha dibantu oleh wakil panitera, beberapa panitera pengganti dan karyawan-karyawan lainnya. tugas dari pada panitera ialah menyelenggarakan administrasi perkara serta mengikuti semua sidang serta musyawarah-musyawarah pengadilan dengan mencatat secara teliti semua hal yang dibicarakan (Pasal 58,59 UU no. 2 Tahun 1986, Pasal 63 RO). ia harus membuat Berita Acara (proses verbal) sidang pemeriksaan dan menandatanganinya bersama-sama dengan ketua sidang (Pasal 186 HIR, Pasal 197 Rbg). karena ia tidak mungkin mengikuti semua sidang-sidang pemeriksaan perkara, maka di dalam praktik, tugas tersebut dilakukan oleh panitera pengganti. Di samping hakim dan panitera masih ada petugas yang dinamakan jurusita (deurwaarder) dan jurusita pengganti (Pasal 38 UU No.21 Tahun 1986). adapun tugas dari pada jurusita dalai melaksanakan perintah dari ketua sidang dan menyampaikan pengumuman-pengumuman, teguran-teguran, pemberitahuan putusan pengadilan, panggilan-panggilan resmi para Tergugat dan Penggugat dalam perkara perdata dan para saksi, dan juga melakukan penyitaan-penyitaan atas perintah hakim.

Cara Mengajukan Gugatan Pengertian Permohonan dan Gugatan


Perbedaan Gugatan dengan Permohonan ada pada ada atau tidak adanya konflik. Tuntutan dalam hal ini adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hukum yang diberikan lembaga peradilan untuk mencegah pemaksaan kehendak pihak lain atau main hakim sendiri (eigenrichting) Dalam gugatan syarat utama adalah adanya orang/ sekelompok orang yang merasa haknya dilanggar, dan orang yang dirasa melanggar hak tersebut tidak mau secara sukarela melakukan sesuatu yang diminta itu Dalam Perkara permohonan tidak ada sengketa, permohonan yang umunya diajukan adalah pengangkatan anak, wali, pengampu

Pengajuan Gugatan,Tempat Tinggal, dan domisili


Pengajuan gugatan diajukan di tempat tinggal tergugat (Pasal 118 Ayat 1 HIR) Tempat tinggal adalah tempat dimana seorang menempatkan pusat kediamannya (Pasal 17 KUHPerd) atau dengan kata lain dimana seorang berdiam dan tercatat sebagai penduduk Domisili/ kediaman adalah tempat seseorang berdiam

Pengecualian terhadap Asas Actor Sequitur Forum Rei (berdasarkan Pasal 118 HIR)
Gugat dapat diajukan di PN ditempat kediaman tergugat apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui Apabila tergugat lebih dari 2, maka penggugat dapat mengajukan gugatan dapat diajukan disalah satu tempat tinggal tergugat. Apabila tergugat ada 2, dan salah satunya adalah penjamin dari yang berhutang, maka penggugat mengajukan gugatan ke PN di wilayah tempat tinggal tergugat yang berhutang

Pengecualian terhadap Asas Actor Sequitur Forum Rei (berdasarkan Pasal 118 HIR)
Apabila tempat tinggal atau kediaman tergugat tidak dikenal, maka guguatan dapat diajukan di tempat tinggal penggugat atau salah satu penggugat. Apabila gugatan mengenai objek benda tetap, maka gugatan diajukan di PN di wilayah benda itu ada/ terletak. Apabila ada tempat tinggal yang dipilih dalam suatu akta, maka gugatan diajukan di tempat yang telah dipilih dalam akta.

Pengecualian lain terhadap Asas Actor Sequitur Forum Rei


Apabila tergugat tidak cakap, amak gugatan diajukan di PN dimana orang tua, wali, pengampu tinggal. Apabila PNS, maka pengadilan yang berwenang adalah PN di tempat ia bekerja Apabila buruh, maka PN yang berwenang adalah PN tempat tinggal majikan Apabila ini berkenaan dengan masalah kepailitan, maka PN yang berwenang adalah yang memutus pailit. Bila ini tentang penjaminan, maka yang berwenang untuk mengadili adalah PN yang pertama dimana pemeriksaan pertama dilakukan. Bila masalahnya adalah pembatalan perkawinan, maka PN yang berwenang adalah tempat pertama kali perkawinan dilangsungkan atau di tempat tinggal kedua suami isteri atau salah satu tempat istri/ suami. Gugatan perceraian dapat diajukan ke PN di kediaman penggugat

Gugat Lisan dan Tertulis


Berdasarkan Pasal 118 HIR, gugat diajukan dengan surat permintaan dan ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya. Gugat lisan dapat juga dilakukan, dan berdasarkan Pasal 120 HIR, Ketua PN akan membuat atau menyuruh untuk membuat gugatan tersebut. Berdasarkan yurisprudensi, surat gugat yang bercap jempol harus dilegalisasi Surat gugatan harus ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya.

Gugat Lisan dan Tertulis


Gugatan sebaiknya ditik, tidak perlu memakai Materai (Meski dalam praktek diperlukan, karena bila tidak dilakukan, surat gugatan akan dikembalikan ) Dalam gugatan harus memuat gambaran yang jelas mengenai duduk perkara, dengan kata lain dasar gugatan harus dijelaskan dengan jelas. Bagian ini disebut sebagai fundamentum petendti atau Posita Dalam posita ada dua gugatan, yaitu alasan berdasarkan keadaan dan alasan berdasarkan hukum Dalam gugatan harus dilengkapi dengan petitum, yaitu hal-hal yang diinginkan/ diminta oleh penggugat agar diputuskan, ditetapkan dan atau diperintahkan oleh hakim

Substansi Surat Gugatan


Identitas Para Pihak Adanya Posita atau Fundamentum Petendi (Didasarkan pada alasan hukum seperti piramida terbalik, Rentetan peristiwa hukum yang terjadi dan atau dialami sampai terjadinya suatu fakta hukum, Fakta hukum yang terjadi dan dialami Penggugat, dan Fakta hukum terjadinya benturan kepentingan) Adanya Petitum atau Tuntutan , yaitu Permohonan berupa :

Mengabulkan seluruh isi gugatan dan lain sebagainya. Putusan dilaksanakan terlebih dahulu (uitvooerbaar bij vorrad) Didasarkan pada Posita

Syarat Formal Surat Gugatan yang lazim dalam praktek


Tempat dan waktu surat gugatan yang dibuat oleh penggugat atau kuasa hukumnya Harus menyebut identitas para pihak secara lengkap dan jelas Surat Gugatan memakai materai (UU No: 13/1985 (psl.2).PP No: 7/1995 PP No: 24/2000) Surat Gugatan harus ditandatangani Ex Aequa Et Bono

Bentuk dan Format Surat Gugatan


Bentuk dan format pengetikan surat gugatan tidak ada yang baku, namun selaku kuasa hukum harus dapat menyiapkan surat gugatan dengan memperhatikan bentuk, format, etika dan nilai-nilai keindahan atau kebersihan (tanpa coretan) Surat Gugatan yang baik adalah Surat Gugatan yang dapat menimbulkan opini dan perasaan hakim bahwa penggugat adalah orang yang benar-benar mendambakan keadilan atau keinginan menegakkan keadilan

TEKHNIK MENYUSUN GUGATAN


Hal-hal penting yang harus diingat :
Tiap orang yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang dianggap merugikan lewat pengadilan Gugatan dapat diajukan secara lisan (Pasal 118 Ayat 1 HIR, Pasal 142 Ayat 1 Rbg) atau tertulis (Pasal 120 HIR Pasal 144 Ayat 1 Rbg) dan bila perlu dapat minta bantuan kepada Ketua Pengadilan Negeri Gugatan itu harus diajukan oleh yang berkepentingan Tuntutan hak di dalam gugatan merupakan tuntutan hak yang ada kepentingan hukumnya, yang dapat dikabulkan apabila kebenarannya dapat dibuktikan dalam sidang pemeriksaan

Identitas Para Pihak

TEKHNIK MENYUSUN GUGATAN (Sambungan)


Fundamentum Petendi, terdiri dari dua bagian : Bagian yang menguraikan tentang kejadian atau peristiwanya (fetelijkegronden) Bagian yang menguraikan tentang dasar hukumnya (rechtsgronden) Uraian tentang kejadian merupakan penjelasan duduknya perkara tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis daripada tuntutan. Mengenai uraian yuridis tersebut tidak berarti harus menyebutkan peraturan -peraturan hukum yang dijadikan dasar tuntutan, melainkan cukup hak atau peristiwa yang harus dibuktikan di dalam persidangan nanti sebagai dasar dari tuntutan, yang memberi gambaran tentang kejadian materiil yang merupakan dasar tuntutan itu. Mengenai seberapa jauh harus dicantumkannya perincian tentang peristiwa yang dijadikan dasar tuntutan ada beberapa pendapat : Menurut substantieringstheori, tidak cukup disebutkan hukum yang menjadi dasar tuntutan saja, tetapi harus disebutkan pula kejadian itu kejadian yang nyata yang mendahului peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan itu, dan menjadi sebab timbulnya peristiwa hukum tersebut misalnya : Penggugat yang menuntut hak miliknya selain menyebutkan bahwa sebagai pemilik ia juga harus menyebutkan asal-usul pemilikan tersebut. Menurut indvidualiseringstheorie, sudah cukup dengan disebutkannya kejadian-kejadiannya yang dicantumkan dalam gugatan yang sudah dapat menunjukkan adanya hubungan hukum yang menjadi dasar tuntutan. Dasar atau sejarah terjadinya hubungan tersebut tidak perlu dijelaskan, karena hal tersebut tidak perlu dikemukakan dalam sidang yang akan datang pada acara pembuktian

TEKHNIK MENYUSUN GUGATAN (Sambungan)


Petitum atau Tuntutan, apa yang diminta atau diharapkan Penggugat agar diputuskan oleh hakim. jadi tuntutan itu akan terjawab didalam amar atau dictum putusan. oleh karenanya petitum harus dirumuskan secara jelas dan tegas (ps 8 Rv). Tuntutan yang jelas atau tidak sempurna dapat berakibat tidak diterimanya tuntutan tersebut. demikian pula gugatan yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang bertentangan satu sama lain atau disebut obscuur libel (gugatan yang tidak jelas dan tidak dapat dijawab dengan mudah oleh pihak Tergugat sehingga menyebabkan ditolaknya gugatan) berakibat tidak diterimanya gugatan tersebut. Sebuah tuntutan dapat dibagi 3 (tiga) ialah :
Tuntutan primer atau tuntutan pokok yang langsung berhubungan dengan pokok perkara Tuntutan tambahan, bukan tuntutan pokok yang langsung berhubungan dengan pokok perkara Tuntutan subsideir atau pengganti

TEKHNIK MENYUSUN GUGATAN (Sambungan)


Biasanya sebagai tuntutan tambahan berwujud :
Tuntutan agar Tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara. Tuntutan uitvoebaar bij voorraad yaitu tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan lebih dulu meskipun ada perlawanan, banding atau kasasi. di dalam praktik permohonan uitvoebaar bij voorraad sering dikabulkan. namun demikian Mahkamah Agung menginstruksikan agar hakim jangan secara mudah memberi putusan uitvoerbaar bij voorraad (Intruksi MA tanggal 13 Februari 1958). Tuntutan agar Tergugat dihukum untuk membayar bunga (moratair) apabila tuntutan yang dimintakan oleh Penggugat berupa sejumlah uang tertentu. Tuntutan agar Tergugat dihukum untuk membayar uang paksa (dwangsom), apabila hukuman itu tidak berupa pembayaran sejumlah uang selama ia tidak memenuhi isi putusan. Dalam hal gugat cerai sering disebut juga dengan tuntutan nafkah bagi istri (Pasal 59 Ayat 2, 62, 65 HOCI, Pasal 213, 229 BW) atau pembagian harta (Pasal 66 HOCI, Pasal 232 BW).

Mengenai tuntutan subsideir selalu diajukan sebagai pengganti apabila hakim berpendapat lain. biasanya tuntutan subsidiary itu berbunyi agar hakim mengadili menurut keadilan yang benar atau mohon putusan yang seadil-adilnya (aequo et bono).

TEKHNIK MENYUSUN GUGATAN (Sambungan)


Kesimpulan agar gugatan tidak ditolak atau dinyatakan tidak diterima ialah :
Gugatan supaya diajukan kepada Pengadilan yang berwenang. Identitas seperti nama, pekerjaan, alamat dan sebagainya dari Penggugat dan Tergugat harus jelas. Pihak Penggugat maupun Tergugat harus ada hubungan hukum dengan pokok permasalahan. Pihak Penggugat maupun Tergugat mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum (handelingsbekwaamheid). Dalil-dalil atau posita gugatan harus mempunyai dasar peristiwa dan dasar hukum (fundamentum petendi) yang cukup kuat. Peristiwa atau permasalahan dalam gugatan belum lampau waktu. Peristiwa belum pernah diajukan dan diputuskan oleh pengadilan

NO. _______________

Jakarta, ___________

Kepada Yth, Bapak Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Jl. Gajah Mada No. 17 JAKARTA PUSAT Perihal : Gugatan Dengan Hormat, Yang bertandatangan di bawah ini, Dhoni Yusra, S.H., pengacara/ penasihat hukum pada Yusra & Yudi Law Firm Y&Y, berkeduduka n hukum di Jl_____________________, Jakarta, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa : HAJI GANI ABDUL SALAM, Usia 45 Tahun, pekerjaan wiraswasta, alamat Jl. ______________, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal ______________selanjutnya disebut PENGGUGAT. Dengan ini hendak mengajukan gugatan perdata terhadap SUTIYONO, Usia 42 Tahun, Pekerjaan Wiraswasta, ALamat _______________, selajutnya disebut sebagai TERGUGAT. Adapun duduk perkaranya adalah sebagai berikut :(Posita/ Fundamentum Petendi) 1. Bahwa _____ 2. Bahwa _____ 3. Bahwa _____ 4. 5. Bahwa akibat perbuatan melawan hukum a). Kerugian Material b). Kerugian Moril / material, berupa : 6. Dwaangsom 7. Sita jaminan terhadap A. B. C. 8. Permohonan serta merta Maka Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Penggugat mohon sudilah kiranya Pengadilan berkenan memutuskan sebagai berikut : (PETITUM) Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya ; Menyatakan sah berharga sita jaminan tersebut ; Menyatakan demi hukum para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan penggugat ; Dan seterusnya Ex Aequo Et Bono Mohon putusan seadil-adilnya Hormat Kami, Kuasa Penggugat Dhoni Yusra, SH Yudi Syaifullah, SH

Pihak-Pihak yang berperkara, perwakilan orang, badan hukum, dan negara


Setiap orang boleh berpekara di depan pengadilan, namun ada pengecualiannya yaitu orang sakit ingatan, belum dewasa. Bila badan hukum, maka orang yang mewakili adalah wenang mewakili badan hukum, itu dapat dilihat di ADRT Surat kuasa yang dipakai adalah surat kuasa khusus

JAWABAN TERGUGAT
Eksepsi, Bentuk jawaban dalam eksepsi ialah suatu tangkisan bahwa syarat-syarat prosessuil gugatan tidak benar atau eksepsi berdasarkan ketentuan materiil (eksepsi dilatoir dan eksepsi paremptoir), sehingga gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Dasar-dasar daripada eksepsi antara lain sebagai berikut :
Gugatan diajukan kepada pengadilan yang tidak berwenang Gugatan salah alamat (tergugat tak ada hubungan hukum) Penggugat tak berkualitas (penggugat tidak mempunyai hubungan hukum) Tergugat tidak lengkap Penggugat telah memberi penundaan pembayaran (eksepsi)

JAWABAN TERGUGAT (sambungan)

Dalam Pokok Perkara Jawaban dalam pokok perkara ini merupakan bantahan terhadap dalil-dalil atau fundamentum petendi yang diajukan penggugat. Misalnya : A (Penggugat) menuntut B (Tergugat) agar meninggalkan tanah yang dikerjakan B dengan dalih :
Tanah tersebut adalah milik A sebagai ahli waris bapaknya C pemilik tanah asal yang sudah meninggal dunia. Adanya petok D dan letter C yang masih atas nama C. A tidak pernah melihat atau mengetahui adanya transaksi antara B dan C atas tanah tersebut.

Dalam contoh tersebut, B dapat membantah dalih A dengan alasan :


A diragukan sebagai ahli waris karena tidak fatwa waris. Petok D dan letter C bukan bukti kepemilikan. B mempunyai akte jual beli.

Berdasarkan bantahan atau tangkisan tersebut B dapat meminta kepada hakim agar gugatan ditolak

JAWABAN TERGUGAT (sambungan)


Permohonan atau Petitum:
Sifat permohonan sudah barang tentu harus menguntungkan tergugat sendiri, misalnya :
Primair :
Agar gugatan ditolak secara keseluruhan Agar hakim menerima sluruh jawaban tergugat

Subsidair :
Apabila hakim berpendapat lain, maka tergugat mohon agar hakim memberikan putusan seadil-adilnya

Jawaban tergugat pada prinsipnya menolak gugatan penggugat dengan jalan menangkis dan membantah apa yang didalihkan oleh penggugat. Untuk itu tergugat harus jeli, menguasai permasalahan serta hukum-hukum yang terkait. semua jawaban juga cukup beralasan artinya berdasarkan peristiwa yang didukung oleh hukum.

Pemeriksaan dalam persidangan


Wajibnya hakim untuk mengupayakan perdamaian dalam persidangan sesuai dengan Pasal 130 Ayat 1 HIR Perdamaian dalam persidangan, memiliki kekuatan hukum yang pasti

Pemeriksaan dalam persidangan Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi

Jawaban diajukan setelah upaya perdamaian, tidak berhasil. Jawaban pada dasarnya dapat dilakukan secara lisan. Jawaban tergugat akan ditanggapi oleh penggugat dalam replik Tanggapan atas replik dijawab tergugat dalam duplik Setelah itu apabila dikehendaki, maka para pihak dapat membuat kesimpulan sebelum memohon putusan dengan penawaran bukti

Pemeriksaan dalam persidangan Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi


Jawab tergugat dapat dikategorikan 2 macam :
Jawaban tidak langsung mengenai pokok perkara atau disebut sebagi tangkisan/ eksepsi Jawaban mengenai pokok perkara

Eksepsi yang dikenal HIR adalah berkenaan dengan tidak berkuasanya hakim dalam mengadili apakah itu kekuasan absolut atau relatif Eksepsi ini berkenaan dengan hukum acara/ prosesuil

Pemeriksaan dalam persidangan Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi


Eksepsi berdasarkan hukum materil ada 2 macam:
Eksepsi dilatoir, eksepsi yang menyatakan gugatan penggugat belum dapat dikabulkan, misalnya karena penundaan pembayaran Eksepsi peremptoir, eksepsi yang menghalangi dikabulkannya gugatan, misalnya gugatan yang diajukan daluarsa

Pengajuan eksepsi, umumnya dilakukan pada awal persidangan, yaitu sebelum tergugat mengajukan jawaban Terlambat memberikan eksepsi, mengakibatkan sia-sia

Pemeriksaan dalam persidangan Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi

Jawaban tergugat hendaknya singkat, padat, dan pada pokok persoalan dengan mengemukakan alasan-alasan yang berdasar Gugat balik/ gugat dalam rekonpensi adalah hak dari tergugat Gugat balasan diajukan bersama-sama dengan jawaban atas gugatan

Pemeriksaan dalam persidangan Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi


Gugat balasan dapat diajukan dalam setiap perkara kecuali seperti yang diatur dalam pasal 132 a HIR, yaitu :
Jika penggugat dalam gugat asal mengenai sifat, sedangkan gugat balasan mengenai dirinya sendiri dan sebaliknya Jika PN kepada siapa gugat asal itu dimasukkan, tidak berhak, oleh karenanya berhubung dengan pokok perselisihan, memeriksa gugat balasan Dalam perkara perselisihan tentang menjalankan putusan Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak dimasukkan gugat balasan, maka dalam tingkat banding tidak ole memajukan gugat balasan

Pemeriksaan dalam persidangan Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi


Manfaat gugat balasan :
Menghemat ongkos perkara Mempermudah pemeriksaan Mempercepat penyelesaian sengketa Menghindarkan putusan yang saling bertentangan

Diperkenankan untuk menambah atau mengurangi gugatan selama tidak merugikan Perubahan tuntutan tidak bertentangan dengan azas-azas hukum perdata, selama tidak merubah/ menyimpang dari kejadian materil Perubahan dan penambahan gugatan diperkenankan kepada pihak tergugat

Pemeriksaan dalam persidangan Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi


Perubahan gugatan dilarang apabila berdasar atas keadaan hukum yang sama dimohon suatu pelaksanaan hak yang baru sehingga dengan demikian memohon putusan hakim tentang suatu hubungan hukum antara kedua-belah pihak yang lain dari yang semula, contoh :
Mohon ganti rugi atas dasar ingkar janji, kemudian dirubah menjadi tergugat harus memenuhi janji Semula dasar gugatan perceraian adalah perzinahan, kemudian dirubah menjadi keretakan rumah tangga yang tidak dapat diperbaiki

Pemeriksaan dalam persidangan Jawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi


Penambahan gugatan diperboleh selama tidak merugikan pihak tergugat, seperti semula tidak semua ahli waris diikutsertakan, kemudian ditambah menjadi turut tergugat atau permohonan sita jaminan tetapi lupa memohon menyatakan sah dan berharganya sita jaminan tersebut. Perubahan atau penambahan gugatan yang diajukan setelah jawaban, harus mendapat persetujuan dari pihak tergugat Pengurangan gugatan selalu akan diterima dan senantiasa diperkenankan

Pembuktian
Adalah tugas hakim untuk menyelidiki adanya suatu hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan, sehingga hubungan hukum itu harus dapat dibuktikan jika salah satu pihak (khususnya penggugat) menginginkan kemenangan. Tidak semua dalil dapat dibuktikan atau perlu dibuktikan, misalnya hal-hal yang diakui / tidak disangkal oleh Tergugat, tidak perlu lagi dibuktikan, atau hal-hal yang sudah diketahui umum (facta notoir) Hukum Pembuktian adalah suatu rangkaian peraturan tata tertib yang harus diindahkan dalam melangsungkan pencarian kebenaran dan keadilan di hadapan hakim.

Pembuktian
Kebenaran atas suatu fakta adalah hal yang harus dibuktikan oleh hakim. Kebenaran yang dicari adalah kebenaran formil Menurut ajaran individualiserings-theorie, bahwa penggugat dapat diterima gugatannya bila ia mampu mendalilkan hal-hal yang pokok, dan pihak tergugat dapat mengerti apa yang dimaksudkan dalam tuntutan penggugat. Sedangkan menurut ajaran subtansierings-theorie meminta penjelasan riwayat secara rinci tentang apa yang menjadi dasar gugatan dan apa yang dijadikan tuntutan berdasarkan fakta yang dikemukakan.

Pembuktian
Para pihak yang berperkara diwajibkan untuk membuktikan tentang duduk perkara Oleh karenanya mereka harus mengajukan alat-alat bukti dan sekaligus membuktikan kebenaran alat bukti yang kemudian oleh Hakim dicari kebenarannya dan dikonstantir peristiwa tersebut. Upaya hakim untuk memeriksa kebenaran dari bukti-bukti tersebut, hakim berkonsultasi kepada ahli-ahli hukum tertentu untuk menambah wacana keilmuan dan pemahaman tentang hukum.

Pembuktian
Hakim terikat oleh alat bukti dalam suatu proses pembuktian, namun demikian hakim juga diberi kebebasan untuk menilai alat bukti dan pembuktian tersebut (Pasal 172 HIR, 309 RBg, dan 1908 KUHPerd) Hakim melakukan penilaian terhadap bukti, dan dapat dikatakan pembuktian merupakanpenilaian terhadap kenyataan yang ada (judex factie) Suatu Bukti dikatakan sempurna jika bukti yang diajukan tersebut dinilai hakim telah memadai untuk memberikan kepastian tentang peristiwa yang disengketakan

Pembuktian
3 Teori yang lazim digunakan untuk menentukan keterikatan hakim dan para pihak, yaitu :
Teori pembuktian bebas, yaitu memberikan kebebasan pada hakim, tanpa ada ketentuan-ketentuan tertentu yang mengikat hakim, dan itu tergantung terhadap banyakanya alat bukti yang diserahkan oleh hakim dalam persidangan Teori Pembuktian Negatif, ini memberikan pembatasan pada larangan hakim untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pembuktian Teori Pembuktian Positif, disini ditekankan perlunya perintah terhadap hakim disamping ada larangan

Namun dalam Praktek teori pembuktian yang dipakai adalah Teori Pembuktian bebas

Beban Pembuktian
Pasal 553 BW :orang yang menguasai barang tidak perlu membuktikan itikad baiknya. Siapa yang mengemukakan itikad buruk harus membuktikannya Pasal 535 BW : bila seseorang telah mulai menguasai sesuatu untuk orang lain, maka selalu dianggap meneruskan penguasaan tersebut, kecuali apabila terbukti sebaliknya Pasal 1244 BW : Kreditur dibebaskan dari pembuktian kesalahan debitur dalam hal adanya wanprestasi

Beban Pembuktian
Ada 5 teori pembebanan pembuktian yang dapat dijadikan pedoman bagi hakim (Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo):
Teori Pembuktian yang hanya bersifat menguatkan, siapa yang mengemukakan harus membuktikan Teori Hukum subyektif, barang siapa yang mengaku atau mengemukakan suatu hak, maka ia harus membuktikan Teori hukum obyektif, penggugat yang mengajukan sutau gugatan berarti ia telah meminta hakim untuk menerapkan ketentuan hukum obyektif terhadap suatu peristiwa yang diajukan tersebut. Teori Hukum Publik, upaya mencari keadilan dan kebenaran suautu peristiwa di pengadilan merupakan kepentingan publik. Teori hukum acara, hakim harus membagikan beban pembuktian berdasakan kesamaan kedudukan para pihak (asas audi et alteram partem)

Alat Bukti
Ada lima alat bukti yang dapat diajukan dalam sidang perdata (Pasal 164 HIR, 284 RBg, dan 1866 BW) :
Bukti Surat Bukti Saksi Persangkaan Pengakuan, dan Sumpah

Alat Bukti
Alat bukti tertulis selanjutnya disebut juga dengan surat yang memuat tanda-tanda bacan yang dimaksudkan untuk mencurahkan pikiran dan isi hati seseorang yang ditujukan untuk dirinya dan atau orang lain yang dapat digunakan untuk alat pembuktian, macamnya :
Surat yang bukan akta (Kekuatannya diserahkan pada penilaian hakim) Surat yang berupa akta, yaitu surat yang diberi tanda tangan yang memuat suatu informasi tentang adanya suatu peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, terbagi macamnya:
Akta Otentik Akta dibawah tangan

Alat Bukti
Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kekuatan akta otentik :
Kekuatan pembuktian lahir akta otentik, artinya terlihat secara lahiriah telah memenuhi syarat yang telah ditentukan (Pasal 138 HIR, Pasal 164 RBg, Pasal 148 RV) Kekuatan pembuktian formil akta otentik, suatu otentik membuktikan kebenaran dan kepastian terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dilakukan oleh pejabat yang berwenang dalam pembuktian akta. Disini yang dipatikan adalah tanggal, tempat, dan keaslian tanda tangan dari akat itu sendiri. Kekuatam pembuktian materil akta otentik, umumnya akta pejabat tidak memiliki kekuatan pembuktian materil kecuali akta yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan SIpil. Yang dimaksud adalah petikan atau salinan dari daftar aslinya, sepanjang isinya sesuai dengan daftar aslinya sampai dapat dibuktikan sebaliknya.

Alat Bukti
Akta dibawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian para pihak tanpa bantuan dari pejabat berwenang dan hanya untuk kepentingan para pihak yang membuatnya. Pengaturan Akta dibawah tangan diatur dalam S. 1874 No. 29 untuk Jawa-Madura, sedangkan diluar Jawa-Madura diatur dalam Pasal 286 -305 RBg. Akta dibawah tangan meliputi surat-surat daftar (register), catatan mengenai rumah tangga, atau surat-surat lainnya yang dibuat tanpa bantuan seorang pejabat yang berwenang. Ada istilah bon pour cent florings, yaitu akta di bawah tangan yang memuat utang sepihak, membayar sejumlah uang tunai atau menyerahkan suatu benda, harus ditulis seluruhnya dengan tangan sendiri oleh orang yang menandatangani atau setidak-tidaknya harus ditulis dibawah dengan tanda tangan sendiri Pasal 1902 BW mengatur syarat-syarat yang harus dipenuhi bilamana terdapat permulaan bukti tertulis adalah sebagai berikut :
Harus ada akta Akta tersebut dibuat oleh orang terhadap siapa dilakukan tuntutan atau dari orang yang diwakilinya Akta tersebut harus memungkinkan kebenaran peristiwa yang bersangkutan

Alat Bukti

Alat Bukti Saksi atau selanjutnya disebut dengan kesaksian diatur dalam Pasal 139152, 168-172 HIR, Pasal 165-179 RBg, dan Pasal 1902-1912 BW. Kesaksian adalah wujud kepastian yang diberikan kepada hakim di muka sidang tentang peristiwa yang disengketakan dengan cara memberitahu secar lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam sengketa, yang dipanggil secara patut oleh pengadilan Alat bukti saksi memiliki arti penting dalam perjanjian-perjanjian hukum adat yang umumnya tidak menggunakan alat bukti tertulis. Keterangan yang diberikan oleh saksi haruslah tentang peristiwa atau kejadian yang dilihat, didengar atau dialami sendiri. Kekecualian adalah testimonium de auditu, yaitu kesaksian/ keterangan yang diperoleh dari orang lain, ia tidak mendengarkan atau mengalami, namun demikian dapat diterima setidak-tidaknya sebagai petunjuk dan bahakan sebagai sumber persangkaan Prinsip yang berlaku adalah unus testis nullus testis

Alat Bukti
Seorang saksi dilarang untuk mengambil suatu kesimpulan karena itu adalah tugas hakim. Saksi dalam memberikan keterangannya, harus disumpah menurut agama atau berjanji bahwa ia akan menerangkan yang sebenarnya. Penilaian terhadap saksi yang memberikan kesaksian sepenuhnya merupakan hak hakim untuk menilai.

Alat Bukti
serta ipar, hal ini diatur dalam Pasal 146 HIR, 174 RBg, 1909 BW Orang yang tidak menjadi saksi/ tidak boleh menjadi saksi dibagi menjadi 2 macam : Golongan yang tidak mampu menjadi saksi

Tidak mampu secara mutlak, seperti keluarga sedarah, semenda (Pasal 145 HIR, 172 RBg, 1910 BW), termasuk suami istri meskipun sudah bercerai Tidak mampu secara relatif, golongan ini boleh didengar keterangannya, tetapi tidak dianggap sebagai saksi, seprti anak-anak, orang yang sakit ingatan, dan orang yang berada dibawah pengampuan
Golongan yang dibebaskan dari kewajiban sebagai saksi, ini adalah kelompok yang atas permintaannya sendiri dibebaskan kewajiban untuk menjadi saksi seperti saudara laki-laki dan perempuan

Alat Bukti
Kewajiban Saksi :
Saksi wajib datang menghadap ke muka sidang Wajib untuk bersumpah Wajib memberi keterangan

Alat Bukti
Persangkaan, diatur sebagai alat bukti berdasarkan Pasal 173 HIR, 310 RBg, dan Pasal 1915-1922 BW Persangkaan adalah kesimpulan yang diambil dari suatu peristiwa yang telah terbukti ke arah suatu peristiwa yang belum terbukti Yang memiliki hak mengambil kesimpulan adalah hakim atau undang-undang sehingga dikenal persangkaan hakim dan persangkaan undang-undang Pada hakikatnya persangkaan adalah alat bukti tidak langsung

Alat Bukti

Pengakuan sebagai alat bukti diatur dalam Pasal 174-176 HIR, Pasal 311-313 RBg, dan Pasal 1923-1928 BW. Pengakuan adalah keterangan keterangan sepihak, baik tertulis maupun lisan yang secara tegas dan nyata diterangkan oleh salah satu pihak atau lebih dalam penyelesaian perkara di persidangan yang berisi pembenaran sebagian atau seluruhnya terhadap suatu peristiwa, hak atau hubungan hukum yang diajukan oleh pihak lawan yang mengakibatkan tidak perlu lagi dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pengakuan yang dilakukan secar diam-diam tidak memberikan kepastian kepada hakim tentang kebenaran suatu peristiwa Pengakuan juga merupakan keterangan yang membenarkan suatu peristiwa, hak atau hubungan hukum yang diajukan oleh pihak lawan Pengakuan merupakan bukti yang sempurna terhadap yang melakukannya baik secara pribadi maupun diwakilkan secara khusus, juga sebagai alat bukti yang bersifat menentukan yang tidak memungkinkan adanya pembuktian di pihak lawan.

Alat Bukti
Persangkaan dibedakan sebagai berikut :
Persangkaan atas dasar kenyataan, yaitu upaya membuktikan apakah suatu peristiwa y memiliki hubungan yang cukup erat dengan peristiwa x yang sedang diajukan Persangkaan atas dasr hukum, disini undang-undang menetapkan hubungan antara peristiwa yang diajukan dengan peristiwa yang tidak diajukan. Ini dibedakan dalam 2 jenis :
Praesumptiones juris tantum, yaitu persangkaan berdasarkan hukum yang memungkinkan adanya pembuktian lawan Praesumptiones juris et de jure, persangkaan berdasarkan hukum yang tidak memungkinkan pembuktian lawan.

Alat Bukti
Bentuk pengakuan menurut Pasal 1923 BW :
Pengakuan yang diberikan di depan hakim, ini tidak dapat ditarik kembali Pengakuan yang diberikan di luar pengadilan

Bentuk pengakuan Mertokusumo) :

menurut

teori

(Sudikno

Pengakuan murni Pengakuan dengan kualifikasi Pengakuan dengan klausula

Alat Bukti
Sumpah adalah pernyataan yang dibuat seseorang secara khidmat dan bersahaja yang diucapkan pada saat memberikan janji atau keterangan dengan mengkaitkan dengan sifat Tuhan Yang aha Kuasa dengan menyakini akan ada kutukan-NYA bila ternyata memberikan keterangan yang tidak benar Pengaturan tentang sumpah diatur dalam Pasal 155-158, 177 HIR, 182-185, 314 RBg, dan Pasal 1929-1945 BW Macam sumpahan yang dikenal dunia peradilan :
Sumpah pelengkap (suppletoir) Sumpah pemutus (decisoir) Sumpah penaksir (aestimatoir)

Alat Bukti
Sumpah pelengkap adalah sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada salah satu pihak dalam rangka melengkapi pembuktian peristiwa yag menjadi sengketa untuk dijadikan dasar putusan. Sumpah ini dapat dilakukan bila bukti yang ada tidak memadai, hal ini terjadi karena dalam praktek, hanya ada 1 orang saksi saja. Sumpah penaksir adalah sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada pihak penggugat untuk menentuka bentuk dan jumlah ganti rugi Sumpah Pemutus adalah sumpah yangn dibebankan atas permintaan salah satu pihak kepada lawannya. Pihak yang meminta lawannya untuk mengucapkan sumpah disebut deferent, sedangkan pihak yang bersumpah disebut delaat

Alat Bukti
Sumpah decisoir dapat menimbulkan akibat yaitu kebenaran peristiwa yang diminta untuk bersumpah menjadi pasti dan pihak lawan tidak diperkenankan membuktikan bahwa sumpah tersebut adalah palsu Dalam praktek sumpah decisoir dikenal sebagai sumpah pocong di mesjid, sumpah mimbar, bagi umat nasrani, dan sumpah klenteng bagi ummat budha

Alat Bukti
Keterangan ahli adalah keterangan pihak ketiga yang bersifat obyektif dan bertujuan untuk membantu hakim dalam pemeriksaan dalam rangka menambah pengetahuan hakim sendiri, hal ini diatur dalam Pasal 154 HIR, Pasal 181 RBg, dan 215 RV Pemeriksaan Setempat (Descente), yaitu suatu pemeriksaan mengenai perkara oleh hakim karena jabatannya yang dilakukan di luar gedung atau tempat kedudukan pengadilan Tujuan dari pemeriksaan setempat agar hakim dapat melihat dan mengamati sendiri secara nyata sehingga mendapatkan kepastian tentang duduk persoalan persitiwa yang menjadi sengketa

Sita (Beslag)
Pada hakikat tujuan seseorang beracara perdata di pengadilan adalah untuk mendapatkan penjaminan hak atau adanya jaminan bahwa putusan dapat dilaksanakan. Agar terjamin hak penggugat, sekiranya dikabulkan hakim, undang-undang menyediakan upaya penjaminan hak tersebut yaitu melalui penyitaan (beslag) Penyitaan diartikan sebagai tindakan persiapan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan hakim dalam perkara perdata Barang-barang yang disita untuk kepentingan penggugat itu disimpan dan dibekukan untuk jaminan agar barang tersebut tidak dapat dialihkan atau dijual oleh pihak tergugat (Pasal 197 Ayat 9, Pasal 199 HIR, Pasal 212, 214 RBg) Penyitaan demikian selanjutnya disebut sebagai sita jaminan atau conservatoir beslag

Sita (Beslag)
Akibat adanya sita jaminan ini, tergugat kehilangan hak dan wewenangnya untuk menguasai benda. Bila tergugat secara sadar melakukan tindakan pengalihan atas benda yang telah disita, maka tindakan tersebut adalah tindakan tidak sah, dan melawan hukum dan dapat dipidana (Pasal 231, 232 KUHP) Yang berwenang untuk melaksanakan penyitaan adalah panitera pengadilan. Dalam praktek permohonan ini diajukan kepada Ketua PN, dan umumnya diajukan dalam petitum, meskipun dapat diakukan kemudian Bila permohonan diterima dan dikabulkan, maka hakim menyatakan sah sah dan berharga (van waarde verklard)

Sita (Beslag)
Sita jamian dapat diberi makna sebagai upaya untuk menjamin pelaksanaan suatu putusan hakim di kemudian hari atas barang-barang milik tergugat baik benda bergerak maupun benda tetap selama proses perkara berlangsung terlebih dahulu disita. Dengan demikian barang yang sudah disita tidak dapat dialihkan. Tidak hanya barang milik tergugat saja, namun barang bergerak milik penggugat yang ada dalam kekuasaan tergugat dapat pula diletakan sita jaminan, yang disebut juga sebagai sita revindikatoir (revindicatoir beslag) Sita revindikatoir adalah sita yang dimohonkan, baik secara lisan atau tertulis oleh pemilik suatu benda bergerak yang sedang dikukasai tergugat atau pihak lain, melalui pengadilan negeri di tempat orang yang menguasai benda itu tinggal Lebaga sita jaminan ini sangat bermanfaat mengingat pada masa kini lembaga pelaksanaan putusan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij vorrad) sudah kurang difungsikan.

Sita (Beslag)

Barang yang dapat disita secara revindikatoir adalah barang bergerak milik pemohon Sita Marital adalah sita yang ditujukan untuk menjamin agar barang yang disita tidak dialihkan atau diasingkan oleh pihak lawan, dan bukan ditujukan untuk menjamin tagihan utang atau penyerahan barang. Pemohon sita dapat dilakukan oleh suami atau istri untuk melindungi kepentingan hak yang dimilikinya dari kemungkinan gangguan pihak lain. SIta Marital ini dapat dimohonkan kepada Pengadilan Negeri oleh seorang istri yang tunduk kepada BW, selama sengketa perceraiannya diperiksa di pengadilan. Kesimpulannya adalah yang dapat mengajukan sita marital adalah pihak istri, karena menurut KUHPerd seorang istri dianggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Untuk melindungi si istri terhadap kekuasaan maritaal suaminya, maka sita maritaal ini disediakan bagi isteri.

Sita (Beslag)
Sita gadai atau pandbeslag, adalah sita jaminan yang dimohonkan oleh orang yang menyewakan rumah atau tanah, agar supaya diletakkan suatu sitaan terhadap perabot rumah tangga pihak penyewa/ tergugat guna menjamin pembayaran uang sewa yang harus dibayar

JALANNYA PERSIDANGAN
Susunan Persidangan, Hakim tunggal atau Hakim Majelis terdiri dari satu ketua dan dua hakim anggota, yang dilengkapi oleh Panitera sebagai pencatat jalannya persidangan.Pihak Penggugat dan Tergugat duduk berhadapan dengan hakim dan posisi Tergugat disebelah kanan dan Penggugat disebelah kiri Hakim. Apabila persidangan berjalan lancar maka jumlah persidangan lebih kurang 8 kali yang terdiri dari sidang pertama sampai dengan putusan hakim Sidang Pertama, Setelah hakim ketua membuka sidang dengan menyatakan sidang dibuka untuk umum dengan mengetuk palu. hakim memulai dengan mengajukan pertanyaan pertanyaan kepada Penggugat dan Tergugat : Identitas Penggugat Identitas Tergugat Apa sudah mengerti maksud didatangkannya para pihak, di muka sidang pengadilan. Hakim menghimbau agar dilakukan perdamaian. dalam hal ini meskipun para pihak menjawab bahwa tidak mungkin damai Karen usaha penyelesaian perdamaian sudah dilakukan berkali kali, hakim meminta agar dicoba lagi. Jadi pada sidang pertama ini sifatnya merupakan checking identitas para pihak dan apakah para pihak sudah mengerti mengapa mereka dipanggil untuk menghadiri sidang. sebagai bukti identitasnya, para pihak menunjukkan KTP masing masing. apabila tidak ditemukan kekurangan atau cacat maka sidang dilanjutkan. setelah para pihak dianggap sudah mengerti maka hakim menghimbau agar kedua belah pihak mengadakan perdamaian, kemudian sidang ditangguhkan

JALANNYA PERSIDANGAN (sambungan)


Sidang Kedua (Jawaban Tergugat), Apabila para pihak dapat berdamai maka ada dua kemungkinan:
Gugatan dicabut Mereka mengadakan perdamaian di luar atau di muka sidang Apabila perdamaian dilakukan di luar sidang, maka hakim tidak ikut campur. belah pihak berdamai sendiri. ciri daripada perdamaian diluar pengadilan ialah:
Dilakukan para pihaknya sendiri tanpa ikut campurnya hakim. Apabila salah satu pihak ingkar janji permasalahannya dapat diajukan lagi kepada Pengadilan Negeri

Apabila perdamaian dilakukan di muka hakim, maka ciri-cirinya adalah :


Kekuatan perdamaian sama dengan putusan pengadilan. Apabila salah satu pihak melakukan ingkar janji, perkara tak dapat diajukan kembali. (bentuk perdamaian dimuka pengadilan dapat dilihat dalam lampiran)

Apabila tidak tercapai suatu perdamaian, maka sidang dilanjutkan dengan penyerahan jawaban dari pihak tergugat. jawaban ini dibuat rangkap tiga, lembar pertama untuk penggugat , lembar kedua untuk hakim dan lembar ketiga untuk arsip tergugat sendiri

JALANNYA PERSIDANGAN (sambungan)


Sidang Ketiga (Replik), Pada sidang ini penggugat atau kuasa hukumnya menyerahkan replik, satu untuk hakim, satu untuk tergugat dan satunya untuk penggugat sendiri. replik sendiri merupakan tanggapan penggugat terhadap jawaban tergugat Sidang Keempat (Duplik), Dalam sidang,tergugat menyerahkan duplik yaitu tanggapan tergugat terhadap replik penggugat

JALANNYA PERSIDANGAN (sambungan)


Sidang Kelima (Pembuktian dari Penggugat) :
Sidang kelima dapat disebut sidang pembuktian oleh penggugat. di sini penggugat mengajukan bukti-bukti yang memperkuat dalil-dalil penggugat sendiri dan yang melemahkan dalil-dalil tergugat. Alat pembuktian melalui surat (fotocopy)harus di nazagelen terlebih dahulu dan pada waktu sidang dicocokkan dengan aslinya oleh hakim maupun pihak tergugat. hakim mempuyai kewenagan untuk mengajukan pertanyaanpertanyaan yang dilanjutkan oleh tergugat sedangkan pihak penggugat memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. teradap saksi-saksi hakim mempersilahkan penggugat mengajukan pertanyaan terlebih dahulu, kemudian hakim sendiri juga mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam rangka memperoleh keyakinan. perdebatan-perdebatan di bawah pimpinan hakim. Apabila pembuktian ini belum selesai maka akan dilanjutkan pada sidang berikutnya. sidang pembuktian ini dapat dapat cukup sehari, tetapi biasanya bisa dua tiga kali atau lebih tergantung kepada kelancaran pembuktian. perlu dicatat disini ba sebelum ditanyakan serta memberikan keterangan saksi harus disumpah lebih dahulu dan tidak boleh masuk dalam ruang sidang belum dipanggil

JALANNYA PERSIDANGAN (sambungan)


Sidang Keenam (Pembuktian dari Tergugat) :
Kalau sidang kelima merupakan sidang pembuktian penggugat, maka sidang keenam ini adalah sidang pembuktian dari pihak tergugat. Adapun jalannya sidang sama dengan sidang kelima dengan catatan bahwa yang mengajukan bukti-bukti dan saksi-saksi adalah tergugat, sedang Tanya jawabnya kebalikan daripada sidang kelima

Sidang Ketujuh, adalah sidang penyerahan kesimpulan. disini kedua belah pihak membuat kesimpulan dari hasil-hasil sidang tersebut. isi pokok kesimpulan sudah barang tentu yang menguntungkan para pihak sendiri

JALANNYA PERSIDANGAN (sambungan)


Sidang Kedelapan :
Sidang ini dinamakan sidang putusan hakim. dalam sidang kedelapan ini hakim membaca putusan yang seharusnya dihadiri olehpara pihak. setelah selesai membaca putusan maka hakim menetukkan hakim palu tiga kali dan para pihak diberi kesempatan untuk mengajukan banding apabila tidak puas dengan putusan hakim. pertanyaan banding ini harus dilakukan dalam jangka waktu 14 hari terhitung ketika putusan dijatuhkan

PUTUSAN HAKIM
Setelah melakukan segala pemeriksaan terhadap berkas-berkas dari penggugat dan tergugat serta alat pembuktian yang dihadirkan dalam persidangan acara perdata, maka hakim akan mengambil suatu putusan terhadap perkara yang ia periksa. putusan itu di harapkan menghasilkan suatu keadilan bagi para pihak atas kepentingannya yang diminta untuk diperiksa dan diputus oleh hakim tersebut. Jadi bagi hakim dalam mengadili suatu perkara yang dipentingkan adalah fakta atau peristiwanya dan bukan hukumnya. peraturan hukumnya dalai suatu alat sedangkan yang bersifat menentukan adalah peristiwanya Dalam putusan hakim yang perlu diperhatikan dalam pertimbangan hukumnya, sehingga siapapun dapat menilai apakah putusan yang dijatuhkan cukup mempunyai alasan yang obyektif atau tidak. Disamping itu pertimbangan hakim adalah penting dalam pembuatan memori banding dan memori kasasi

PUTUSAN HAKIM (sambungan)


Susunan dan isi putusan hakim adalah berdasarkan Pasal 183,184,187 HIR, Pasal 194,195,198 Rbg, Pasal 4 Ayat 1, 23 UU No. 14 Tahun 1970 Jo UU No. 35 Tahun 1999 Jo UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 27 R.O dan 61 Rv, yang terdiri dari :

ISI PUTUSAN HAKIM (sambungan)


Kepala Putusan, Nomor register perkara, nama pengadilan yang memutus perkara Identitas Para Pihak Tentang duduk perkara Pertimbangan hukum atau Considerans Amar atau Dictum Penandatanganan

Perihal acara Istimewa Pengertian gugur dan Perstek


Gugur terjadi apabila semua penggugat, meskipun sudah dipanggil secara patut, tidak hadir ke pengadilan negeri pada hari yang ditentukan, namun demikian si penggugat dapat mengajukan gugat Perstek adalah kebalikannya, yaitu bila semua tergugat meskipun sudah dipanggil secara patut tidak hadir, dengan demikian gugat diputus secara perstek, yaitu tanpa hadirnya tergugat

Perihal acara Istimewa Penggugat Tidak hadir


Bila penggugat sebelum dipanggil telah wafat, maka terserah ahli waris untuk meneruskan gugatan atau tidak Bila penggugat sudah dipanggil secara patut, tetapi tidak datang dalam persidangan, maka gugatannya digugurkan, dan dihukum untuk membayar biaya perkara, namun demikian ybs dapat mengajukan gugatan sekali lagi, dengan membayar persekot Apabila perkara yang digugurkan pokok persoalannya sama sekali belum diperiksa, karena tidak diperkenankan atau salah, maka perkara tersebut tidak hanya digugurkan tetapi juga ditolak

Perihal acara Istimewa Tergugat Tidak hadir


Pengaturan tentang Perstek diatur dalam pasal 125 HIR Bila tergugat tidak hadir meski telah dipanggil secara patut, dan tidak mengirimkan wakilnya/ kuasanya. Hakim akan memutus perkara secara perstek, artinya tanpa hadirnya tergugat. Upaya hukum yang dapat dilakukan adalah Verzet Lain halnya jika tergugat/ para tergugat hadir pada sidang pertama, namun pada sidang-sidang berikutnya tidak hadir, maka perkara diproses dengan acara biasa namun diputus dengan secara contradictoir

Perihal acara Istimewa Tergugat Tidak hadir


Syarat putusan diputus secara perstek :

Tergugat/ para tergugat pada hari pertama sidang semuanya tidak hadir, dan juga tidak mengirimkanwakilnya Mereka kesemuanya itu telah dipanggil secara patut Petitum beralasan dan tidak melawan hak
Jika syarat 1 dan 2 dipenuhi tetapi syarat 3 tidak terpenuhi, maka perkara diputus perstek, gugatan ditolak Jika syarat 1 dan 2 dipenuhi tetapi ada kesalahan formal, yaitu surat kuasa penggugat tidak ditandatangani, atau bukan surat kuasa khusus, maka, gugatan tidak dapat diterima

Perihal acara Istimewa Tergugat Tidak hadir


Namun jika tergugat tidak hadir namun memberika eksepsi (tangkisan) berkenaan tentang kekuasaan absolut/ realtif, maka hakim tidak boleh memutus perkara secara perstek, melainkan harus memberikan putusan terlebih dahulu tentang eksepsi tersebut. Apabila eksepsi diterima, tidak perduli apakah tergugat tidak hadir, maka persidangan diputus bahwa pengadilan tidak berhak Apabila eksepsi ditolak, hakim akan memeriksa pokok perkara dan jika gugatan beralasan, maka gugatan akan dikabulkan dan perkara diputus secara perstek Namun demikian bukan berarti putusan perstek menguntungkan penggugat

Perihal acara Istimewa Cara pemberitahuan perstek


Putusan perstek harus diberitahukan kepada tergugat (apabila dikalahkan), serta diterangkan kepadanya bahwa ia berhak mengajukan perlawanan (verzet) terhadap putusan perstek tersebut di pengadilan negeri yang sama dalam jangka waktu dan dengan cara yang telah ditentukan dalam pasal 129 HIR

Wajibnya Hakim mengundurkan sidang


Hakim memiliki kewajiban seperti yang diatur dalam pasal 126 HIR untuk memundurkan persidangan jika diperlukan. Hal itu dipertegas pula dalam pasal 127 HIR, keharusan memundurkan/ menangguhkan persidangan jika tergugat/ salah satu tergugat tidak hadir pada sidang pertama. Apabila salah satu penggugat tidak hadir, sidang dapat diteruskan.

Cara mengajukan perlawanan terhadap putusan Perstek


Upaya perlawanan terhadap putusan perstek diatur pada pasal 129 HIR Perlawanan tersebutr dapat dilakyukan oleh tergugat atau para tergugat yang dihukum dengan putusan tidak hadir. Perlawanan terhadap putusan perstek diajukan seperti mengajukan surat gugat biasa, artinya surat perlawanan harus ditik beberapa rangkap, tidak perlu memakai materai

Cara mengajukan perlawanan terhadap putusan Perstek


Tenggang waktu untuk mengupayakan perlawanan :
Dalam waktu 14 hr setelah putusan perstek diberitahukan Sampai dengan hari kedelapan setelah teguran seperti yang dimaksud dalam pasal 196 HIR, apabila yang ditegur datang menghadap Kalau ia tidak datang waktu dutegur, sampai hari kedelapan setelah sita eksekutorial

Pemeriksaan perkara perlawana seperti halnya perkara biasa, maksudnya adalah pelawan seperti halnya tergugat, jadi beban pembuktian tetap ada pada terlawan alias penggugat. Perlawanan menangguhkan eksekusi, kecuali bila putusan perstek tersebut dijatuhkan dengan ketentuan Pasal 180 HIR, yaitu putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu.

Cara mengajukan perlawanan terhadap putusan Perstek


Perlawanan terhadap perstek cukup sekali saja, artinya cukup pada putusan perstek yang pertama, sedangkan jika keduakalinya diputus perstek, maka ia hanya diperkenankan banding Jika perlawanan telah diajukan, terlawan tidak hadir, maka hakim akan memanggil ulang terlawan, dan jika pada panggilan berikutnya tidak hadir, maka terlawan/ penggugat masih juag tidak hadir atau diasumsikan tidak hendak melawan, maka perlawanan tersebut diputus secara contradictoir, dengan membatalkan putusan perstek, akibatnya gugatan ditolak. Adapun upaya hukum yang dapat dilakukan si terlawan/ pengugat adalah mengajukan upaya hukum banding.

Cara mengajukan perlawanan terhadap putusan Perstek


Bila penggugat mengajukan banding, (pengadilan tingkat kedua)), maka tergugat pun harus juga mempersiapkan jawaban atas memori banding, namun demikian ia harus mempersipakan perlawanan juga (pada pengadilan tingkat pertama) sebagai antisipasi jika penggugat mencabut bandingnya tersebut, ia masih ada upaya hukum

Pengikut sertaan pihak ketiga dalam proses


Vrijwaring/ penjaminan, terjadi apabila di dalam suatu perkara yang sedang diperiksa oleh pengadilan, di luar kedua belah pihak yang berperkara, ada pihak ketiga yang ditarik masuk ke dalam perkara yang sedang berlangsung Cara mengajukan :
Ajukan permohonan oleh tergugat pada saat mengajukan jawaban,agar diperkenankan untuk memanggil seorang sebagai pihak yang turut berperkara untuk melindungi tergugat

Pengikut sertaan pihak ketiga dalam proses (sambungan vrijwaring)


Permohonan tersebut, dapat disebut juga sebagai gugat insidentil, yang akan diputus melalui putusan sela (dengan kata lain apabila ada gugat insidentil pasti ada gugatan pokok, sehingga 2 gugatan tersebut dapat diputus secara sekaligus) Sedangkan bagi penggugat, permohonan vrijwaring diajukan sebelum memberikan replik Debat yang terjadi menjadi debat segitiga

Pengikut sertaan pihak ketiga dalam proses (sambungan)


Tussenkomst, bentuk intervensi yang dilakukan oleh pihak ketiga dengan mencampuri sengketa antara penggugat dan tergugat di sidang pengadilan dengan bersikap tidak memihak salah satu pihak (penggugat/ tergugat) melainkan bersikap memperjuangkan kepentingan hukumnya sendiri Kepentingan pihak ketiga harus ada hubungannya dengan perkara yang sedang disidangkan

Pengikut sertaan pihak ketiga dalam proses (sambungan)


Voeging (Penyertaan), adalah bentuk intervensi yang dilakukan oleh pihak ketiga dengan mencampuri sengketa antara penggugat dengan tergugat dengan bersikap memihak dengan kepada salah satu pihak. Hal ini dilakukan untuk membela kepentingan hukumnya sendiri dengan jalan membela salah satu pihak yang bersengketa

Upaya Hukum
Mengenai Hukum Acara Perdata dalam praktek di pengadilan pada saat para pihak penggugat dan tergugat menerima putusan. pastinya salah satu pihak maupun pihak lainnya akan merasa tidak puas atas putusan yang dijatuhkan oleh hakim tersebut. Untuk itu bagi para pihak yang tidak puas akan putusan yang dijatuhkan, dalam hukum acara perdata telah diberikan suatu hak untuk mengajukan upaya hukum atas ketidakpuasan putusan tersebut. Upaya hukum dalam hukum acara perdata terdiri dari :
Banding Kasasi Peninjauan Kembali Perlawanan Pihak Ketiga (Derdenverzet)

Upaya Hukum
Banding Upaya Banding merupakan suatu Upaya Hukum yang diajukan oleh para pihak yang tidak puas atas putusan yang dijatuhkan oleh hakim atas perkara yang diperiksa. Lazimnya yang mengajukan banding adalah pihak yang kalah. Dalam perkara banding ini ditimbul istilah pembanding bagi yang mengajukan banding sedang lawannya dinamakan terbanding. pernyataan banding ini harus dilakukan dalam waktu 14 hari terhitung mulai sehari sesudah tanggal putusan hakim. (Pasal 7 UU No. 20/1947, 199 Rbg) atau diberitahukan putusan kepada pihak yang bersangkutan. Pihak yang mengajukan banding (pembanding) harus mengajukan memori banding yang kemudian ditanggapi oleh pihak lawan (terbanding) dengan mengirimkan kontra memori banding. pengiriman memori banding dan kontra memori banding yang ditunjukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi dikirimkan lewat Pengadilan Negeri yang dulu memutuskan perkara yang bersangkutan. Perlu diketahui pula, bahwa dalm memori dan kontra memori banding misalnya pihak penggugat yang mengajukan banding, maka ia menyebut dirinya sebagai pembanding semula tergugat dan lawannya disebut terbanding semula tergugat, bila yang mengajukan banding pihak tergugat, maka ia menyebut dirinya sebagai pembanding semula tergugat dan lawannya disebut terbanding semula penggugat. Dengan adanya banding tersebut, Pengadilan Tinggi mengadakan sidang yang dilakukan oleh majelis hakim. Sidang tingkat bandingjuga disebut sidang tingkat kedua, karena cara pemeriksaannya sama dengan pada sidang pemeriksaan tingkat pertama di Pengadilan Negeri. Di sini yang diperiksa adalah pokok perkaranya. Hasil sidang banding tersebut merupakan putusan Pengadilan Tinggi. Putusan Pengadilan Tinggi dapat berupa memperkuat Putusan Pengadilan Negeri, membatalkan, menjatuhkan putusannya sendiri

Upaya Hukum
Kasasi Kasasi adalah pembatalan oleh Mahkamah Agung atas Putusan Pengadilan Negeri dan Putusan Pengadilan Tinggi (Judex Factie) yang dianggap bertentangan dengan hukum yang berlaku atau salah menerapkan hukum. pemeriksaan kasasi meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai hukum, baik yang meliputi bagian daripada putusan yang merugikan maupun yang menguntungkan pemohon kasasi. jadi pada tingkat kasasi tidak dilakukan pemeriksaan ulang mengenai duduk perkara atau penskorannya dan oleh karenanya pemeriksaan tingkat kasasi tidak dianggap sebagai pemeriksaan tingkat ke 3. Dari hal-hal tersebut, jelaslah seperti apa yang dikatakan oleh Prof. Subekti dalam Buku Hukum Acara Perdata, BPHN 1977, bahwa tugas Pengadilan Kasasi dalai menguji atau meneliti Putusan Pengadilan di bawahnya (Judex Factie). Dasar daripada pembatalan suatu putusan adalah kesalahan penerapan hukum yang dilakukan oleh Pengadilan di bawahnya (judex Factie). Putusan dan Penetapan Pengadilan yang lebih rendah dapat dibatalkan oleh Putusan Kasasi Mahkamah Agung, dikarenakan :
Karena lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh Peraturan Perundang-Undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan tersebut, misalnya apabila dalam putusan tidak memuat kalimat kepala putusan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Melampaui batas wewenangnya apabila yang dilanggar wewenang pengadilan secara absolute. Salah menerapkan atau melanggar peraturan-peraturan hukum yang berlaku. hal ini yang sering terjadi dalam praktek. Pengertian salah menerapkan hukum banyak terjadi karena perkembangan hukum meningkat sedangkan buku-buku terutama buku yurisprudensi masih jarang diterbitkan

Upaya Hukum
Kasasi Sebagai gambaran yang jelas mengenai putusan yang bertentangan dengan hukum apabila peraturan hukum tidak dilaksanakan atau ada kesalahan pada pelaksanaannya dan pemeriksaan pekara tidak dilaksanakan menurut hukum acara yang berlaku Selanjutnya menurut UU No. 13 Tahun 1965 menyebutkan bahwa permohonan kasasi oleh pihak yang bersangkutan atau oleh pihak ketiga yang dirugikan hanya dapat diterima apabila upaya-upaya hukum biasa telah dipergunakan sebagaimana mestinya. Tenggang waktu pengajuan permohonan kasasi adalah 3 minggu bagi daerah Jawa dan Madura dan 6 minggu bagi daerah luar Jawa dan Madura. Mengenai permohonan pencabutan kembali kasasi dalai beda dengan tata cara pencabutan dalam tingkat banding. Dalam pemeriksaan banding dapat sewaktu-waktu dicabut kembali selama perkara belum diputus oleh Pengadilan Tinggi, sedangkan pencabutan dalam kasasi hanya diperkenankan untuk dicabut apabila berkas tersebut masih ada pada Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Berbeda dengan alasan dalam tingkat pemeriksaan banding, maka permohonan kasasi mutlak disertai memori kasasi ini merupakan syarat formal sedangkan pihak lawan dapat mengajukan kontra memori kasasi. Tenggang waktu diajukan memori kasasi adalah 14 hari terhitung mulai hari diterimanya permohonan kasasi

Upaya Hukum
Peninjauan Kembali Peninjauan Kembali menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH, merupakan upaya hukum terhadap putusan tingkat terakhir dan putusan yang dijatuhkan diluar hadir tergugat (verstek) dan yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk mengajukan perlawanan. Istilah peninjuan kembali ini dapat dijumpai dalam UU No. 14 Tahun 1970 Jo UU No. 35 Tahun 1999 Jo UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan dalam Rv yang disebut Request Civil (Pasal 385-401). Dalam UU Mahkamah Agung sendiri mengatur tentang peninjauan kembali diatur dalam Pasal 66 s/d 77 Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan secara lisan maupun tertulis (Pasal 71) oleh para pihak sendiri (Pasal 68 Ayat 1) kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama. yang berhak mengajukan peninjauan kembali adalah pihak yang berperkara, pihak yang berkepentingan misalnya pihak yang kalah perkaranya atau ahli warisnya atau seseorang wakilnya yang dikuasakan secara khusus. (PERMA No. 1 Tahun 1980) yang disempurnakan

Upaya Hukum
Berdasarkan Pasal 67 alasan-alasan peninjuan kembali adalah :
Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dianggap palsu; Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan; Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut; Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab sebabnya; Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lainnya; Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata

Ternyata bahwa alasan-alasan tersebut diatas sama dengan yang tersebut dalam PERMA I Tahun 1982. Mahkamah Agung dengan putusannya tanggal 2 Oktober 1984 telah mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali berdasarkan adanya novum (surat bukti baru) dan membatalkan putusan MA yang dimohonkan Peninjauan Kembali

Upaya Hukum
Perlawanan Pihak Ketiga (Derdenverzet) Derdenverzet atau perlawanan pihak ketiga dapat diajukan apabila putusan merugikan pihak ketiga tersebut (Pasal 378 Rv). Perlawanan ini diajukan kepada hakim yang memutuskan perkara dengan menggugat para pihak yang bersangkutan (Pasal 379 Rv). Apabila perlawanan dikabulkan maka putusan yang dilawan diperbaiki sepanjang merugikan pihak ke tiga (Pasal 382 Rv).

Eksekusi Atas Putusan


Pelaksanaan putusan hakim dalam sengketa perdata disebut eksekusi yang pada hakikatnya merupakan penyelesaian perkara bagi para pihak yang bersengketa. putusan hakim tanpa perintah eksekusi sangat tidak berarti bagi keadilan pihak yang dimenangkan dalam perkara tersebut. Eksekusi itu dapat dilaksanakan setelah putusan hakim mempunyai kekuataan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Pelaksanaannya dapat dilakukan secara sukarela namun seringkali pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakannya, sehingga diperlukan bantuan dari pengadilan untuk melaksanakan secara paksa. Dalam hal ini pihak yang dimenangkanlah yang mengajukan permohonan tersebut. Berdasarkan permohonan tersebut, Ketua Pengadilan Negeri memanggil pihak yang dikalahkan untuk ditegur agar memenuhi keputusan dalam jangka waktu 8 hari setelah teguran tersebut diberitahukan oleh Juru Sita Pengadilan Negeri (Pasal 196 HIR, 207 Rbg). Jika dalam jangka waktu tersebut sudah lewat putusan pengadilan tetap belum dilaksanakan maka Ketua Pengadilan Negeri karena jabatannya memberi perintah agar putusan hakim dilaksanakan dengan paksa dan bila perlu dengan bantuan alat Negara.

HUKUM ACARA PERDATA POSITIF

Kaedah-kaedah Hukum Acara Perdata HIR/RBG

Belum disyahkan BP.LPHN, Ke 13 tanggal 12 Juni 1967 ______________________ Konsep RUU Hukum Acara Perdata dalam LingkunganPeradilan Umum

HIR Jawa Madura NB. IR = Inlands Reglement RBG Indonesia Lainnya 14/1970 Jo 35/1999 Jo 4/2004 UU Kekuasaan Kehakiman 14/1985 Jo 5/2004 Mahkamah Agung 2/1986 Peradilan Umum HIR = Het Heir Ziene 7/1989 Peradilan Agama Indrusisch 1/1974 Perkawinan Reglement PP. 9/19975 Perkawinan 20/1947 Pengadilan Peradilan Umum (Jawa Madura) Jurisprudensi 20/1945 berlaku L.J.M R.V Penggabungan (Vaoeging) RIB = Reglement Penjaminan (Vrijwaring) Indonesia Diperbaharui Intervensi (Interventie) Rekes Sipil (Request Civiel) 12. Surat Edaran MA yang ditunjukan Pengadilan bawahannya petunjuk bagi hakim dalam menghadapi perkara perdata sema 02/1964. 13. Pengahapusan Sandera (Gijzeling) sema 02/2000 penghidupan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

TEORI : HUKUM ACARA PERDATA


GUGATAN HUKUM
Permohonan Hak

Gugatan

Permohonan Penetapan

Satu Pihak dan Tanpa Sengketa

I II III

Gugat PLN = Bergerlijk VOR Tertulis dering, Civil Suit Orangnya = Eischer, Plaintif Yang digugat = Gedangde Dependant Gugat Tak Tertulis = Schriftelijk Vondering Written Suit

IV

=Yang penting = . 1. Identitas 2. A. Dasar Gugatan (fundamental patendi) B. Uraian Kejadian (Faitelijkegranden Factual grounds) C. Isi Tuntutan (Petitum Petition) ______________________ Tuntutan Primer Tuntutan Subsidair

_________________ TEORI Penyusunan Gugatan 1. Substantierings thecrie Mis : p, pemilik barang p, pemilik barang Karena telah membeli (Bid Ru) tertulis 2. Individualiserings theorie Cukup disebutkan mempunyai hubungan Hukum dengan barang (Indonesia) - lisan

Pasal : 199 HIR/143 RBG Hakim dapat memberi Petunjuk untuk Memperbaiki Gugatan Pasal 120 HIR/144 RBG Gugatan Lisan, dapat - Dibantu hakim - memenuhi bea materai

Kepentingan Subyek Hukum

Pengadilan

Hukum Acara Positive

Gugatan

Psl : 118 HIR/124 RBG 1. Dengan surat permohonan ditandatangani oelh: penggugat/kuasanya. 2. Psl 123 3. Psl. 6 (2) RO. 4. Tempat tinggal tidak dikenal dimana benda. 5. Dengan akte tidak dipilih tempat tinggal pilihan

Identitas a. Penggugat, tempat kedudukannya dan alamat yang selanjutnya Menyebut dirinya b. Tergugat, satu dua dst, tempat Kedudukannya, dan alamat yang selanjutnya sebagai tergugat

TEORI MENYUSUN GUGATAN


A.

Setiap orang yang Merasa dirugikan.

K U A S A

H U K U M

Pengadilan

1. Punya landasan Hukum (kode etik) advokat 2. Dimungkinkan dapat dikabulkan (proses acara)

Permohonan hak -Penetapan -Gugatan

Lisan Psl 14 (1) Rbg Psl 118 (1) HIR

Persyaratan gugatan Tdk Ketentuan : RUPS 8 no 3 Ada keharusan : 1. Identitas para pihak. 2. Dalil kongret tentang adanya hubungan hukum yang Merupakan dasar serta alasan-alasan dari pada tuntutan, dalil-dalil fundamentum Petendi. 3. Tuntutan harus jelas/ tegas HIR/RBG, hanya mengatur cara mengajukan gugatan

Tertulis Psl 120 HIR Psl 114 (1) RBG

B. Identitas Para Pihak

PENGGUGAT Nama - KTP - SIM - Identitas lain

Pekerjaan
TERGUGAT Tempat Tinggal

THEORY PENYUSUNAN GUGATAN


adalah dalil-dalil posita kongkrit tentang adanya hubungan yang merupakan dasar serta ulasan daripada tuntutan Fundamental Petendi

A.

Menguraikan ttg Kejadian atau peristiwa

Penjelasan duduk Perkara ttg adanya Hak & peristiwa

Contoh kasus

B. Menguraikan ttg dasar hukumnya

Dasar hukum untuk Tuntutan material

Contoh kasus

=TUNTUTAN PROVISIONAL=
Tuntutan yang diajukan oleh penggugat untuk mengatur sesuatu yang mendesak dan perlu seketika diatasi karena sifatnya tidak dapat menunggu sampai pada putusan akhir Contoh : menghentikan produksi

=PERUBAHAN GUGATAN=
Pasal 127 BRV Penggugat boleh mengubah atau mengurangi tuntutan sepanjang pemeriksaan Perkara, asal saja tidak merubah atau menambah het onder werp van den eisch Itu, juga dasar tuntutan (soepomo)

Alasan Gugatan ( Posita ) Didasarkan pada alasan hukum seperti piramida terbalik Rentetan peristiwa hukum yang terjadi dan atau dialami sampai terjadinya suatu fakta hukum. a. Fakta hukum yang terjadi dan dialami P. b. Fakta hukum terjadinya benturan kepentingan.

Isi Gugatan

Permintaan dalam Gugatan (Petitum) A. - Mengabulkan seluruh isi gugatan dan lain sebagainya. - Didasarkan pada Posita. B. Aequa et Bono

Penutup Jakarta, 26 April 2000

Bea Materai -UU No: 13/1985 (psl.2). -PP No: 7/1995 -PP No: 24/2000

Lampiran-lampiran Gugatan

Gugatan Penggugat (Eiser/Planatif) Tuntutan, dakwaan atau eis __________________ 1. Sifat Condemnatoir 2. Eksekusi

Tertulis

Dibuatkan Ketua PN (388 HIR) (321 RBG)

Permohonan Hak di PN

Syarat Mengajukan Gugatan secara teori 1. Adanya kepentingan langsung yang cukup layak mempunyai dasar hukum. A. Yurisprudensi MARI No : 294K/SIP/1971 tgl 7 Juli 1971. Mensyaratkan : Gugatan harus mempunyai Hubungan hukum. B. UU 4/1982, tentang lingkungan hidup LSM Kerusakan lingkungan. Gugatan Wahli lawan PT.IIU No.820/PDT/1988/PN.JKT PUS tgl 30 Des 1988.

Permohonan Pemohon sifatnya Deklatoir _________________ Seseorang atau lebih

Isi Gugatan 1. Tanggal Suratan Gugatan 2. Nama dan alamat Penggugat (kuasa). Tergugat (kuasa) Identitas 3. Posita Gugatan 4. Petitum Gugatan yang diminta Untuk dikabulkan oleh PN. 5. Bermaterai cukup 6. Ditandatangani Bagi Orang Buta Huruf dibuat Atau dimintakan oleh ketua Pengadilan Negri (Psl : 388 HIR/Psl : 321 RBG)

B. Tergugat
N o TERGUGAT (GEDAGDE/DEPENDENT) TERGUGAT GUGATAN DITUJUKAN KEPADA DASAR HUKUM

1
2 3

Orang Perorangan
Badan Hukum Publik Badan Hukum Keperdataan

Orang Perorangan itu


Badan Hukum Publik itu diwakili pemimpinnya Badan hukum itu diwakili pengurusnya, bila telah dibubarkan kepada salah satu seorang pemberesnya. Seluruh Persero/ Salah seorang Persero CV itu, Diwakili Persero pengurus Pemerintah RI, cq. Departemen yang membawahi BUMN cq. BUMN itu, diwakili pimpinannya Pemerintah RI cq. Departemen yang membawahinya, cq. Pemda yang membawahinya, cq. BUMD itusendiri diwakili oleh pimpinannya Pasal 6 No.5 RV Pasal 6 No.5 RV Pasal 6 No.3 RV

-Apabila Tergugat Meninggal dunia -Melalui Penggugat kedudukannya digantikan oleh para ahli warisnya. -Penggugat Mengajukan Permohonan ke Pengadilan (majelis yang memeriksa perkara) -Tentang penggantian kedudukan ___________________________ Tergugat tersebut oleh ahli warisnya Alasan : (nama, umur, pekerjaan, Alamat) masing-masing ahli waris.

4 5 6

Firma CV BUMN A. Persero B. Perum C. Perjan BUMD

C. Kuasa (LASTHEBBER)

Secara khusus / umum Psl : 1792.BW

Kuasa / wewenang untuk mewakili kepentingannya Pasal : 1792. BW

Kuasa Umum perbuatan Psl : 1796.BW

- Kewajiban Sikuasa - Kewajiban pemberi Kuasa - Isi Surat Kuasa - Berakhirnya Surat Kuasa - Yang Berhak menerima Kuasa - Memperbaiki Surat Kuasa - ACTION ENDESELVEU

D. Kompetensi Pengadilan 1. Peradilan Umum 2. Peradilan Agama 3. Peradilan Militer 4. Peradilan TUN Diperiksa oleh Majelis Hakim diminta oleh pihak atau tidak ; Diputus sebelum pemeriksaan Pokok perkara.

1.

Kompetensi Absolut

1. 2. 3. 4.

2.

Kompetensi Relatif

Actor Sequitur Forum rei (domisili) Tempat tinggal salah seorang dari tergugat Tempat tinggal siberhutang utama Tempat tinggal penggugat / salah seorang dari penggugat 5. Daerah hukum yang terletak 6. Pilihan Hukum 7. Pembatalan Perkawinan 8. Tergugat tidak cakap hukum 9. Penggabungan perkara gugatan 10. Tergugat berada diluar negeri 11. Tergugat Pegawai Negeri

12. Gugatan terhadap buruh 13. Dalam hal failit 14. Gugat Cerai

E. Class Action

- Gugatan perwakilan dengan cara Class Representatif (mengajukan) Class Members (orang yang diwakili). - Dasar, Psl 37 UU25 / 1997 UULH Psl 71 ayat (1) b. UU 41 / 1999 Kehutanan Psl 46 UU No. 8 / 1999 Konsumen. - Tanpa Surat Kuasa, atas kepentingan yang sama (dari orang yang diwakili). - Gugatan secara Perdata

Class Action di Amerika - US Federal Rule of Civil Prosedure ( 1983 ), kemudian - Pasal 23 Federal Rule ( 1966 ) - Class Action berupa Gugatan Perdata diajukan sejumlah orang (C.R) mewakili kepentingan mereka dan orang lain sebagai korban (CM) - Dengan Syarat-syarat 1. Numerosity ( jml penggugat banyak) 2. Commonality (kesamaan hukum) 3. Typicacity (Tuntutan) 4. Adequacy of Representation (kelayakan perwakilan) - Gugatan Reg. No : 445/pdt.G/Pn Tgl 14 Oktober 2000 = Gugat class action GUG/DPRD-SV

F. Legal Standing
Macam ada 3 ( Tiga ) 1. Hak gugat pribadi (Private Procecution) 2. Hak gugat warga Negara (Citizen standing) 3. Gugatan perwakilan (Representative Standing)

1.

Hak Gugat LSM \ (Bidang lingkungan hidup kehutanan konsumen)

Penguasa Sumber Daya Alam sekitar yang berdimensi Public Agar terjaga, APBN, APBB, Keamanan.

2. Hak gugat Pemerintah Dasar Psl 46 ayat (2), UU 8 / 1999 tenteng konsumen Pemerintah dan / atau instansi terkait apabila barang dana atau jasa yang dikonsumsi atau dimasyarakatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan / atau korban yang tidak sedikit dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan.

UPAYA PELUNASAN HUTANG GEJZELING (Paksa Badan)

209-224 HIR 242-258 RBG

Gajeling

Pembekuan 1. Sema 2/1964 2. Sema 4/1975

Prosedur . Putusan yang Mempunyai Kekuatan Hukum pasti

Debitur tidak Mampu Debitur tidak Beritikad baik

Ahli Waris Psl 1083-1084 KUH Perdata Kewajiban sesuai Dengan porsi

1. 2.

UU Kepailitan UU 19/97 Penagihan Pajak 3. KUHP Psl 161 Menyandra Saksi/Saksi ahli bersumpah

Waktu -Psl 6 Bulan + 6 Bulan max 3 tahun

Batas Utang - Psl 4 Rp. 1 Milyar - HIR, tidak dibatasi

Batas Usia PER I/2002 -Psl 3 (1) 75 tahun -RV. Psl 58365 Tahun

Bukan Hukum Acara semata tapi menjadi Hukum publik

HUKUM ACARA PENGADILAN HAM (UU No. 26 tahun 2000)

JENIS PENGADILAN HAM


(Munarman, 2005)

AD HOC

REGULER

SEBELUM UU NO 26 TAHUN 2000 (24 NOV 2000)

SETELAH UU NO 26 TAHUN 2000

PERTANGGUNGJAWABAN PELANGGARAN HAM (Munarman, 2005)


STATE RESPONSIBILITY

PERISTIWA PELANGGARAN HAM

TINDAKAN PENGHUKUMAN THD PELAKU

INDIVIDUAL RESPONSIBILITY

LINGKUP KEWENANGAN PERADILAN HAM


BAB III PSL. 4 6 (Munarman, 2005)
PELANGGARAN HAM BERAT (GROSS VIOLATION OF HUMAN RIGHTS)

GENOCIDE

CRIMES AGAINST HUMANITY

TERITORIAL
NASIONALITAS AKTIF

TIDAK BERLAKU BAGI PELAKU YG BERUMUR DIBAWAH 18 TAHUN

GENOCIDE

BY COMMISSION

CRIMES AGAINST HUMANITY


BY OMMISSSION

DELIK-DELIK PELANGGARAN HAM BERAT (Munarman, 2005)

DELICT BY COMMISSION (PASAL 8 DAN 9 UU NO 26 TAHUN 2000)

DELICT BY OMMISSION (PASAL 42 UU NO 26 TAHUN 2000)

DELICT BY OMMISSION
Unsur Pasal 42 UU No. 26 tahun 2000: Command responsibility Aware/ should aware Failure to act Ignoring the information

DELICT BY OMMISSION (PEMBIARAN)


Komandan militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana yang berada di dalam yurisdiksi Pengadilan HAM, yang dilakukan oleh pasukan yang berada di bawah komando dan pengendaliannya yang efektif, atau dibawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif dan tindak pidana tersebut merupakan akibat dari tidak dilakukan pengendalian pasukan secara patut, yaitu: a. komandan militer atau seseorang tersebut mengetahui atau atas dasar keadaan saat itu seharusnya mengetahui bahwa pasukan tersebut sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat; dan b. komandan militer atau seseorang tersebut tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

Seorang atasan, baik polisi maupun sipil lainnya, bertanggung jawab secara pidana terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan oleh bawahannya yang berada di bawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif, karena atasan tersebut tidak melakukan pengendalian terhadap bawahannya secara patut dan benar, yakni: a. atasan tersebut mengetahui atau secara sadar mengabaikan informasi yang secara jelas menunjukkan bahwa bawahan sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat;dan b. atasan tersebut tidak mengambil tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kewenangannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

Sidang Pleno untuk Membantu KPP HAM Atau kasus didrop

Korban berhak Pra-peradilan Tim penyidik memutuskan

Sidang memutuskan Pelaku bersalah

Banding

Bebas

Peraturan Pemerintah No.2/2003

PENANGKAPAN
KEWENANGAN PENANGKAPAN HANYA PADA JAKSA AGUNG JANGKA WAKTU PENANGKAPAN HANYA UNTUK PALING LAMA 1 HARI

PENAHANAN (610 HARI)


TINGKAT PENYIDIKAN
90 HARI 90 HARI 60 HARI

JAKSA AGUNG

Ka. Pengdl. HAM

Ka. Pengdl. HAM

PENAHANAN
TINGKAT PENUNTUTAN
30 HARI 20 HARI 20 HARI

JAKSA AGUNG

Ka.Pengdl.HAM

Ka.Pengdl.HAM

PENAHANAN
TINGKAT PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN TK.PERTAMA
90 HARI 30 HARI

Ka.Pengdl.HAM

Ka.Pengdl.HAM

PENAHANAN
TINGKAT PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN TK. BANDING & KASASI
60 HARI 30 HARI 60 HARI 30 HARI

Ka.P.T

Ka.P.T

Ka.M.A

Ka.M.A

Hukum Acara
Berlaku KUHAP Utk penyidikan Jaksa Agung menangkap & menahan Penahanan utk:
penyidikan 90 hr penuntutan 30 hr pemeriksaan di pengad 90 hr Pemeriksaan tk banding 60 hr Pemeriksaan tk kasasi 60 hr

PENYELIDIKAN
PENYELIDIK ADALAH KOMNAS HAM KOMNAS DAPAT MEMBENTUK TIM AD HOC PENYELIDIK MEMBERITAHUKAN KEPADA PENYIDIK DIMULAINYA PENYELIDIKAN KESIMPULAN PENYELIDIKAN DISAMPAIKAN KEPADA PENYIDIK, 7 HARI SETELAHNYA MENYERAHKAN SELURUH HASIL PENYELIDIKAN APABILA DIKEMBALIKAN OLEH PENYIDIK, DALAM 30 HARI SEJAK DIKEMBALIKAN PENYELIDIK WAJIB MELENGKAPI KEKURANGAN TERSEBUT

Penyidikan & Penuntutan


Dilakukan JA JA dpt. membentuk tim ad hoc utk penyidikan Max 90 hr & dpt diperpanjang 90 hr + 60 hr

Proses Pengadilan
Hakim: Majelis Hakim 5 Orang:
2 hakim karir 3 hakim non-karir

Diangkat & diberhentikan oleh Presiden atas usulan Ketua MA Masa jabatan 5 th & dpt diangkat kembali

Acara Pemeriksaan
Maximum 180 hr Banding di PT 90 hr oleh majelis hkm 5 org (2 karir & 3 non-karir) Kasasi di MA 90 hr majelis hkm 5 org (2 karir & 3 non-karir)

Perlindungan Korban & Saksi


Korban & Saksi berhak atas perlindungan fisik & mental dr ancaman, gangguan, teror, kekerasan dr pihak manapun Oleh aparat penegak hk & keamanan Tata Cara: PP No. 2 /2002

Kompensasi, Restitusi & Rehabilitasi


Korban / ahli warisnya berhak atas KRR Dicantumkan dalam amar putusan Tata cara: PP No. 3/2002

You might also like