You are on page 1of 24

BAB 1 PENDAHULUAN

Menurut WHO (2011) Keluarga Berencana adalah suatu cara yang memungkinkan individu dan pasangannya untuk mengantisipasi dan mencapai jumlah anak yang diinginkan dan juga menentukan jarak waktu kelahiran. Hal ini dapat dicapai dengan penggunaan metode kontrasepsi. Kontrasepsi adalah usahausaha untuk mencegah terjadinya kehamilan (Sarwono, 2005). Usaha-usaha tersebut dapat bersifat sementara maupun permanen. Pada awal tahun 2000an, Tim BAPPENAS dan BPS yang didukung oleh UNFPA dan para pakar kependudukan memproyeksikan penduduk Indonesia pada 2010 sebanyak 234,1 juta. Angka ini merupakan proyeksi moderat yang mengasumsikan keberhasilan program KB dalam menurunkan fertilitas pada periode 1970 2000 akan tetap berlanjut. Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia [SDKI] 2002/3 dan 2007 memberi sinyal adanya ledakan penduduk. Selama kurun waktu 2 SDKI tersebut Contraceptive Prevalence Rate [CPR] Nasional hanya naik 0,7 % dari 56,7 menjadi 57,4 % (modern method). Tahun 2015 diproyeksikan penduduk Indonesia akan berjumlah 248,2 juta (BKKBN, 2011). Menurut Esti dkk (2007), Metode keluarga berencana terdiri dari berbagai macam metode. Metode tersebut antaral lain yamg pertama yaitu metode keluarga berencana alami, metode kontrasepsi nonhormon, AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), kontrasepsi hormon. Sedangkan Williams (2006) membagi menjadi kontrasepsi steroid oral, kontrasepsi steroid suntik, AKDR, teknik fisik,

kimiawi, atau sawar, koitus interuptus, pantang seksual disekitar saat ovulasi, menyusui, dan sterilisasi permanen. Namun yang dibahas dalam bab ini yaitu metode keluarga berencana yang alamiah dengan Metode Amenore Laktasi (MAL). Kesehatan merupakan suatu aspek dari kehidupan masyarakat mutu hidup, produktifitas tenaga kerja, angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada bayi dan anak, menurunnya daya kerja fisik serta terganggunya perkembangan mental adalah akibat langsung atau tidak langsung dari masalah gizi kurang (Arifin, 2004). Terjadinya kerawanan gizi pada bayi disebabkan karena selain makanan yang kurang juga karena Air Susu Ibu (ASI) banyak diganti dengan susu botol dengan cara dan jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan. Hal ini pertanda adanya perubahan sosial dan budaya yang negatif yang dipandang dari segi gizi. Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam ASI tersebut. Dukungan dari pemerintah terhadap peningkatan penggunaan ASI termasuk ASI eksklusif telah memadai, hal ini terbukti dengan dicanangkannya Gerakan Nasional Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (GNPP-ASI) oleh presiden pada hari Ibu tanggal 22 Desember 1990 (Arifin, 2004).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi Menstruasi Menurut Hanifa (2005), menstruasi atau haid ialah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Panjang siklus haid ialah jarak tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Panjang siklus haid individu satu dengan lainnya berbeda. Panjang siklus ini dipengaruhi oleh usia seseorang. Panjang siklus haid normal ialah 28 hari. Rata-rata panjang siklus haid pada gadis usia 12 tahun ialah 25,1 -8 hari, pada wanita usia 43 tahun 27,1 hari, dan pada wanita usia 55 tahun 51,9 hari. Lama haid biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah sedikit-sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada setiap wanita biasanya haid itu tetap. Jumlah darah yang dikeluarkan normalnya berkisar antara 25 ml-60 ml (Cunningham, 2006).

Gambar 2.1 Fase Menstruasi (Cuningham, 2008) Pada hari 1-5 adalah fase menstruasi. Dimana kadar estrogen yang rendah sedikit sekresi estradiol 17 oleh ovarium. Pada endometrium terjadi deskuamasi menstruasi dan reorganisasi awal epitel kelenjar endometrium. Adanya regresi korpus lutem pada fase ini menyebabkan kadar progesteron yang rendah dan juga kadar FSH yang turun. Sedangkan kadar LH rendah dan relatif konstan sampai saat sebelum ovulasi. Pada hari ke 6-8 adalah fase folikular dini dimana endometrium mengalami proliferasi epitel kelenjar disertai banyak mitosis. Pada hari 9-13 adalah fase folikular lanjut dimana endometrium mengalami perubahan stroma awal. Dan

pada kedua fase ini terjadi pematangan dan perkembangan folikel yang terpilih/dominan. Sekresi estradiol 17 meningkat secara mencolok, terutama oleh sel granulosa folikel yang dominan dan mencapai maksimum tepat sebelum lonjakan LH. Selama fase folikular siklus ovarium, kadar progesteron tetap rendah. Hal ini disebabkan karena sel granulosa manusia tidak dapat membentuk kolesterol, prekursor obligat progesteron, tetapi bergantung pada kolesterol LDL. Sekresi FSH selama fase proliferatif ovarium, sebelum lonjakan LH pada pertengahan siklus tetap rendah. Endometrium pada fase ini mengalami proliferasi kelenjar disertai banyak mitosis akibat pengaruh estrogen. Pada hari ke 14 saat dimana telah terjadi ovulasi, tepat setelah peningkatan estradiol 17 oleh folikel dominan, juga terjadi peningkatan mencolok LH yang menandakan bahwa ovulasi telah dimulai. Segera, sesudah atau bersamaan dengan ovulasi terjadi penurunan mendadak sekresi estradiol 17. Sedangkan kadar progesteron terus meningkat akibat tersedianya LDL saat ovulasi. Sekresi FSH pada fase ini melonjak naik, walapun tidak mencolok seperti LH. Pada hari 15-19 adalah fase luteal dini, dimana telah terjadi vaskularisasi sel lutein granulosa dan pembenukan korpus luteum juga atresia folikel. Sekresi estradiol 17 pasca ovulasi meningkat secara bertahap dan progresif oleh korpus luteum. Sedangkan sekresi progesteron tetap tinggi sampai akhir fase luteal lanjut. Setelah lonjakan gonadotropin pada pertengahan siklus, kadar FSH turun secara cepat menjadi setara dengan kadar pada fase praovulasi siklus. Sedangkan kadar LH masih relatif konstan sampai saat sebelum ovulasi. Pada hari 20-25 adalah fase luteal lanjut. Terjadi pematangan korpus luteum dan atresia folikel berlanjut. Pada fase ini kecepatan maksimum sekresi estradiol

17 pasca ovulasi telah tercapai, namun tidak setinggi seperti saat fase menjelang ovulasi. Disini sekresi progesteron tetap tinggi sampai akhir fase luteal lanjut. Desidualisasi pun telah dimulai dan edema stroma dan pembesaran sel tampak jelas. Kadar FSH turun secara cepat menjadi setara dengan kadar pada fase praovulasi siklus. Sedangkan LH tetap rendah dan relatif konstan sampai saat sebelum ovulasi. Pada hari 26-28 adalah fase pramenstruasi. Dimana telah terjadi involusi korpus luteum dan inisiasi rekruitmen folikel untuk siklus selanjutnya. Sekresi estradiol 17 menurun cepat dan sama seperti sewaktu menstruasi. Estrogen utama yang dihasilkan yaitu estron yang dibentuk di luar kelenjar. Pada fase ini sekresi progesteron turun secara cepat. Selain itu pada endometrium terjadi disintegrasi sel stroma, infiltasi leukosit dan perdarahan interstisial. Seiring dengan berkurangnya sekresi steroid oleh korpus luteum (yang mengalami regresi), terjadi peningkatan kadar FSH (Cunningham, 2006). 2.2 Fisiologi Menyusui Payudara mulai berkembang di saat pubertas. Perkembangan ini distimulasi oleh estrogen dari siklus seksual wanita. Estrogen merangsang pertumbuhan kelenjar susu payudara dan juga terjadi deposisi lemak sehingga massa payudara bertambah. Di saat terjadinya peningkatan jumlah estrogen yang tinggi, yaitu saat kehamilan, perkembangannya menjadi sempurna untuk menghasilkan air susu. melalui kehamilan ini jumlah estrogen yang meningkat yang disekresi oleh plasenta menyebabkan system duktus payudara tumbuh dan bercabang. Selain itu stroma dan lemak di dalam payudara jumlahnya juga meningkat.

Perkembangan lobulus alveoli diatur oleh progesteron. Perkembangan akhir payudara menjadi organ yang dapat mensekresi air susu juga membutuhkan progesteron. Di saat system duktus telah berkembang, progesteron bekerja secara sinergis dengan estrogen. 2.2.1 Inisiasi laktasi dan fungsi prolaktin Meskipun estrogen dan progesteron dibutuhkan untuk perkembangan fisik payudara selama kehamilan, efek spesifik dari kedua hormon ini adalah sesungguhnya menghambat sekresi air susu. Sebaliknya, hormon prolaktin memiliki efek berlawanan yaitu merangsang sekresi air susu. Hormon ini disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior, dan konsentrasi hormon ini meningkat dengan sempurna saat 5 minggu kehamilan sampai kelahiran bayi, dimana jumlahnya 10-20 kali lipat dalam kondisi normal saat tidak hamil. 2.2.2 Kontrol hipotalamus dan sekresi prolaktin Hipotalamus berperan dalam mengontrol sekresi prolaktin begitu pula dengan hormon yang disekresi oleh hipofisis anterior. Namun satu aspek yang berbeda yaitu, hipotalamus sebagian besar menstimulasi produksi hormon-hormon lain, tetapi terutama menghambat sekresi prolaktin. Konsekuensi yang terjadi bila terdapat kerusakan pada hipotalamus akan terjadi peningkatan prolaktin namun hormon lain dibawah pengaruh hipofisis anterior akan tertekan. Untuk itu, sekresi prolaktin oleh hipofisis anterior juga dikontrol oleh faktor inhibitor yang telah dibentuk oleh hipotalamus dan disalurkan melalui system portal hipotalamus-hipofisis ke hipofisis anterior. Faktor ini disebut inhibitory prolactin hormon.

2.2.3 Proses ejeksi dari oksitosin dalam fungsi sekresi air susu Air susu di sekresi secara kontinu ke alveoli payudara, tetapi air susu tersebut tidak mudah begitu saja tersalurkan dari alveoli menuju sistem duktus, dan untuk itu tidak langsung keluar ke puting susu. Dan karenanya air susu harus keluar dari alveoli ke duktus sebelum bayi mendapatkannya. Hal ini disebabkan karena kombinasi dari factor neurogenik dan reflek hormonal yang melibatkan hormon dari hipofisis posterior yaitu oksitosin. Proses milk ejection yaitu seperti pada gambar di bawah ini: Bayi menetek Hampir tidak ada air susu selama setengah menit Hipotalamus Transmisi melalui saraf somatik dari puting susu menuju medulla spinalis ibu Memacu sekresi oksitosin Sekresi prolaktin Kontraksi sel mioepitelial Oksitosin dalam darah payudara

Sekresi air susu dari alveoli ke duktus dlm tekanan 10-20 mmHg Bayi efektif menetek Selama 30 detik-1 menit air susu keluar Bagan 2.2 Proses keluarnya air susu (Guyton & Hall, 2008)

Beberapa masalah seperti faktor psikogenik yang dapat terjadi stimulasi sistem saraf simpatis dapat menghambat sekresi oksitosin. Sehingga dapat menekan ejeksi air susu. Atas alasan inilah seharusnya ibu tidak boleh terganggu dari segi psikis selama masa puerpurium agar ibu-ibu dapat berhasil dalam menyusui anaknya (Guyton & Hall, 2008). 2.3 Anatomi Payudara

Gambar 2.3 Payudara Tampak Depan & Tampak samping (Sobotta, 2007)

10

Gambar 2.4 Payudara Potongan Sagital Tampak Lateral (Sobotta,2007)

Gambar 2.5 Aliran Getah Bening Kelenjar Payudara (Sobotta, 2007)

11

Gambar 2.6 Perdarahan dan Persyarafan Payudara (Sobotta, 2007) 2.4 Anatomi Fisiologi Hipotalamus-Hipofisis Menurut Guyton dan Hall (2008) hipotalamus sebagai kelenjar endokrin memiliki hormon yang dihasikannya, dan juga fungsi dari masing-masing hormon tersebut. Hormon tersebut antara lain yaitu: 1. TRH (Thyrotropin-releasing hormone). Fungsi dari hormon ini adalah stimulasi sekresi TSH dan prolaktin. 2. CRH (Corticotropin-releasing-hormone). Fungsi dari hormon ini adalah pelepasan ACTH 3. GHRH (Growth hormon-releasing hormon). Fungsi dari hormon ini adalah merangsang pelepasan hormon pertumbuhan (GH) 4. GHIH (Growth Hormone Inhibitory Hormone). Fungsi dari hormon ini adalah menghambat pelepasan hormon pertumbuhan (GH)

12

5. GnRH (Gonadotropin-releasing hormon). Fungsi dari hormon ini adalah merangsang pelepasan LH dan FSH 6. Dopamin atau PIF (Prolactin-inhibiting Factor). Fungsi dari hormon ini adalah menghambat pelepasan hormon prolaktin.

Bagan 2.7 Female Reproductive Axis (Cunningham, 2008) Pada bagan diatas menggambarkan positif dan feedback negatif. Pelepasan GnRH secara pulsatif akan merangsang pelepasan LH dan FSH dari hipofisis anterior. Terjadinya peningkatan hormon steroid akan menyebabkan feedback negatif yang menghambat GnRH dan pelepasan gonadotropin.

13

Gambar 2.8 Hipofisis Anterior dan Posterior (Cunningham, 2008) Menurut Kent & Ward (2001) Hipofisis terletak di bagian bawah otak di dalam sella Turcica pada tulang sphenoidale. Hipofisis terbagi menjadi 2 lobus yaitu lobus anterior, adenohipofisis, dan lobus posterior, neurohipofisis. Lobus anterior mensekresi antara lain yaitu: 1. HGH (Human Growth Hormone). Target dari hormon ini adalah tulang dan jaringan lunak. Fungsinya adalah pertumbuhan tubuh, stimulasi uptake asam amino oleh sel, meningkatkan sintesis tRNA, meningkatkan jumlah agregasi ribosom, dan sintesis protein. 2. TSH (Thyroid Stimulationg Hormone). Target hormon ini adalah tiroid. Fungsinya adalah menstimulasi sintesis dan pelepasan hormon tiroid.

14

3. ACTH (Adenocorticotropic Hormone). Target dari hormon ini adalah korteks adrenal. Fungsinya adalah stimulasi sekresi glukokortikoid. 4. Prolactin. Target dari hormon ini adalah kelenjar susu. Fungsinya yatiu memacu perkembangan kelenjar susu dan stimulasi produksi air susu. Hormon ini diatur oleh hormon plasenta selama kehamilan dan juga stimulasi puting susu selama laktasi. 5. FSH (Follicle Stimulating Hormone). Target hormon ini adalah ovarium dan testis. Fungsinya adalah stimulasi pertumbuhan folikel ovarium dan spermatogenesis. 6. LH (Luteinizing Hormone). Target hormone ini adalah ovarium dan testis. Fungsinya yaitu pada wanita merangsang pematangan folikel, memacu ovulasi dan stimulasi korpus luteum untuk mensekresi estrogen dan progesteron. Sedangkan pada laki-laki menstimulasi sel interstisial untuk mensekresi testosteron. Pada lobus posterior, neurohipofisis, yang disekresi yaitu: 1. ADH (Antidiuretic Hormon). Target hormone ini adalah tubulus ginjal. Fungsinya adalah fasilitasi reabsorpsi air. ADH ini dirangsang oleh dehidrasi dan meningkatkan osmolaritas plasma. Hormon ini dikontrol oleh feedback negatif. 2. Oxytocin. Target hormone ini adalah uterus dan kelenjar mammae. Fungsinya adalah merangsang kontraksi otot-otot uterus dan juga merangsang pengeluaran air susu. Hormon ini dapat dilepaskan dengan stimulasi mekanis pada puting susu. Hormone ini dikontrol oleh feedback positif.

15

2.5 Metode Amenore Laktasi 2.5.1 Definisi Metode Amenorea Laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara Eksklusif, artinya hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan atau minuman apa pun lainnya. 2.5.2 Mekanisme Kerja Penundaan/penekanan ovulasi 2.5.3 Keuntungan MAL Keuntungan dari segi kontrasepsi yaitu antara lain: 1. Efektifitasnya yang tinggi (keberhasilan 98% pada enam bulan pascapersalinan) 2. Segera efektif 3. Tidak mengganggu senggama 4. Tidak ada efek samping secara sistemik 5. Tidak perlu pengawasan medis 6. Tidak perlu obat atau alat 7. Tanpa biaya Selain keuntungan dari segi kontrasepsi, keuntungan lain dari kontrasepsi dengan cara MAL, yang pertama yaitu bagi bayi: 1. Mendapat kekebalan pasif (mendapatkan antibody perlindungan lewat ASI) 2. Sumber asupan gizi terbaik dan sempurna untuk tumbuh kembang bayi yang optimal

16

3. Terhindar dari paparan kontaminasi air, susu lain atau formula, atau alat minum yang dipakai. Sedangkan bagi ibu, memiliki keuntungan yaitu: 1. Mengurangi perdarahan pascapersalinan 2. Mengurangi resiko anemia 3. Meningkatkan hubungan psikologik ibu dan bayi 2.5.4 Kekurangan MAL Beberapa kekurangan dalam menggunakan metode MAL antara lain yaitu: 1. Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar segera menyusui dalam 30 menit pascapersalinan 2. Mungkin sulit dilaksanakan karena kondisi sosial 3. Efektivitas tinggi hanya sampai kembalinya haid atau sampai dengan 6 bulan 4. Tidak melindungi terhadap IMS termasuk virus hepatitis B/HBV dan HIV/ADIS 2.5.5 Syarat dan beberapa hal yang diperhatikan dalam metode MAL Yang dapat menggunakan MAL yaitu ibu yang menyusui secara eksklusif, bayinya berumur kurang dari 6 bulan dan belum mendapat haid setelah melahirkan.

17

Table 2.1 Beberapa hal yang perlu diperhatikan No 1 Keadaan Ketika makanan Anjuran mulai memberikan secara Memilih metode kontrasepsi lain. pendamping

teratur (menggantikan satu kali Tetap melanjutkan menyusui menyusui) 2 3 4 Haid sudah kembali Bayi menghisap susu tidak sering (non-demand) atau <8x sehari Bayi berumur 6 bulan

1.Apakah ibu sudah haid lagi?

Sudah
4. kemungkinan kehamilan untuk ibu ini meningkat. Untuk tetap terhindar dari kehamilan, nasehatkan ibu tersebut untuk mulai memakai KB tambahandan

2.Apakah ibu sudah memberikan makanan/minuman tambahan atau membiarkan jangka waktu lama tidak menyusui

Belum

18

Ya

Belum
3.Apakah bayinya sudah berumur lebih dari 6 bulan?

Ya

Belum
4.Hanya ada kemungkinan hamil 12 % pada saat ini

Apabila jawaban untuk semua pertanyaan tersebut ya Bagan 2.9 Langkah-langkah Penentuan Saat Pemakaian KB (Saifuddin, 2006) Beberapa hal yang dapat disampaikan kepada pasien antara lain, yaitu: 1. Frekuensi menyusui Bayi disusui secara on-demand. Biarkan bayi menghisap dari satu payudara sebelum memberikan payudara lain supaya bayi mendapat cukup banyak susu akhir (hind milk). 2. Waktu antara 2 pengosongan payudara tidak lebih dari 4 jam 3. Biarkan bayi menghisap sampai dia sendiri yang melepaskan hisapannya 4. Susui bayi juga pada malam hari karena menyusui waktu malam hari membantu mempertahankan kecukupan persediaan ASI 5. Bayi terus disusukan walau ibu/bayi sedang sakit

19

6. ASI dapat disimpan dalam lemari pendingin 7. Selama bayi tumbuh dan berkembang dengan baik serta kenaikan BB cukup, bayi tidak memerlukan makanan tambahan selain ASI sampai dengan umur 6 bulan. BB naik sesuai umur, sebulan BB naik minimal 0,5 kg, buang air kecil minimal 6x sehari. 8. Apabila Ibu menggantikan ASI dengan minuman lain, bayi akan menghisap kurang sering dan akibatnya menyusui tidak lagi efektif. Selain syarat-syarat seperti diatas, cara ibu dan bayi pun harus tepat dalam menyusui. Agar metode MAL dapat berhasil perlu diperhatikan pula 3 hal, yaitu posisi, perlekatan, dan menyusui secara efektif: 1. Posisi bayi yang benar a. Kepala dan tubuh bayi dalam satu garis lurus b. Badan bayi menghadap ke dada ibu c. Badan bayi melekat pada ibu d. Seluruh badan bayi tersangga dengan baik, tidak hanya leher dan bahu saja 2. 4 tanda bayi melekat dengan baik a. Dagu bayi menempel pada payudara ibu b. Mulut bayi terbuka lebar c. Bibir bawah membuka lebar, lidah terlihat di dalamnnya d. Areola bagian atas tampak lebih banyak/lebar (areola juga masuk ke mulut bayi, tidak hanya puting susunya saja) 3. Tanda bayi menghisap dengan efektif a. Menghisap secara mendalam dan teratur

20

b. Kadang diselingi istirahat c. Hanya terdengar suara menelan d. Tidak terdengar suara kecap/mengecap 4. Setelah selesai a. Bayi melepas payudara secara spontan b. Bayi tampak tenang dan mengantuk c. Bayi tampak tidak berminat lagi pada ASI 5. Tanda bayi menghisap tidak efektif a. Menghisap dengan cepat dan dangkal b. Mungkin terlihat lekukan ke dalam pada pipi bayi c. Tidak terdengar suara menelan

BAB 3 PATOFISIOLOGI TERJADINYA KETIDAKSUBURAN

Bayi menetek

21

Transmisi melalui saraf somatik dari puting susu menuju medulla spinalis ibu Hipotalamus

dopaminergi k

Memacu sekresi oksitosin dan Prolaktin Prolaktin dalam darah tinggi

Hipofisis Anterior

Kadar LH & FSH Turun

Oksitosin dalam darah payudara Kontraksi sel mioepitelial Sekresi air susu dari alveoli ke duktus dengan tekanan 10-20 Bayi efektif menetek

Estrogen Progesteron rendah

Ovulasi tidak terjadi

Selama 30 detik sampai 1 menit air susu keluar Dari bagan di atas, dapat dijelaskan bagaimana proses terjadinya amenorea. Bayi yang menyusui secara eksklusif akan merangsang puting susu. Melalui saraf somatik, rangsangan sensori akan diteruskan dari puting susu menuju medulla spinalis kemudian ke hipotalamus. Hipotalamus akan merangsang pengeluaran oksitosin dan juga prolaktin pada saat yang sama. Oksitosin yang telah dilepas

22

akan mengalir dari darah menuju payudara dan terjadi kontraksi sel mioepitelial yang memungkinkan ais susu mengalir dari alveoli menuju duktus. Bayi semakin efektif menetek dan dalam 30 detik hingga 1 menit air susu akan keluar dari puting. Pada saat yang sama dimana kadar prolaktin yang tinggi di dalam darah, neurotransmitter yang bekerja adalah dopamin. Dopamin adalah neurotransmitter yang bekerja menghambat produksi prolaktin. Karena efek inhibisi ini teraktivasi, maka hormon lain yang berada di bawah kontrol hipofisis anterior akan tertekan. Hormon tersebut diantaranya yaitu LH dan FSH. Seperti yang diketahui bahwa LH berfungsi merangsang pematangan folikel, memacu ovulasi dan stimulasi korpus luteum untuk mensekresi estrogen dan progesteron. Dan FSH berfungsi dalam stimulasi pertumbuhan folikel ovarium. Karena keduanya tertekan, maka ovulasi tidak akan terjadi, sehingga terjadi ketidaksuburan.

BAB 4 KESIMPULAN

Metode amenorea laktasi adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif, artinya diberikan ASI saja tanpa tambahan

23

makanan atau minuman apapun lainnya selama 6 bulan. Selain karena gizi yang terdapat dalam ASI cukup untuk bayi, ASI eksklusif dapat bermanfaat bagi ibu sebagai salah satu metode KB. Metode KB dengan MAL tidak sepenuhnya mutlak dan berhasil 100 %. Oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa hal seperti munculnya tanda-tanda haid, bayi yang mendapat makanan tambahan, dan usia bayi yang lebih dari 6 bulan, sehingga dapat ditentukan pilihan KB lainnya yang cocok dengan ibu tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, 2004, Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan

24

BKKBN, 2011, Bom Kependudukan, diakses 9 <http://www.bkkbn.go.id/Webs/index.php/rubrik/detail/620>

Juli

2011,

Cuninggham, 2008, Williams Gynecology: Reproductive Endocrinology, ed.22, vol.2, United States, McGraw-Hill, chapter 15 Cunningham, 2006, Obstetri Williams: Endometrium dan Desidua, ed.21, Jakarta, EGC, hal 79-80 Esti, 2007, Asuhan Kebidanan, ed.4, vol.1, Jakarta, EGC Guyton & Hall, 2008, Textbook of Medical Physiology: Endocrinology and Reproduction, ed.11, hal 906-907;1038-1041 Hanifa, 2005, Ilmu Kandungan: Haid dan Siklusnya, ed.2, cetakan 4, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, hal.103-104 Kent & Ward, 2001, Human Anatomy and Physiology: Endocrine System, vol.1, United States, McGraw-Hill, hal.106-107 Saifuddin, 2006, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi : Metode Amenorea Laktasi, ed.2, cetakan.2, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, hal.1-6 WHO, 2011, Familly Planning, diakses 7 Juni <http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs351/en/index.html> 2011,

You might also like