You are on page 1of 19

MAKALAH FUNGSI DAN KEDUDUKAN AS SUNNAH TERHADAP ALQURAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah Kemathlaul Anwaran

Disusun Oleh :

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATHALAUL ANWAR


BANTEN 2013
1

KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirrahiim, Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan kekuatan dan ketabahan bagi hamba-Nya. Serta memberi ilmu pengetahuan yang banyak agar kita tidak merasa kesulitan. Salawat serta salam tidak lupa penulis sanjungkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah menyampaikan wahyu kepada hamba-Nya yang setia sampai akhir zaman. Makalah yang berjudul Kedudukan dan Fungsi As sunnah Terhadap Al-Quran, disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Kemathlaul Anwatan di FKIP UNMA Banten. Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dan sumbangan pemikiran, serta dorongan dari berbagai pihak, tetapi tidak luput dari kendala yang begitu banyak. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi penulis, Amin yarobbal alamiin. Pandeglang, Juni 2013

Penyusun

DAFTAR ISI JUDUL................................................................................................. KATA PENGANTAR......................................................................... DAFTAR ISI........................................................................................ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.................................................................... B. Perumusan Masalah............................................................ C. Tujuan Penulisan................................................................. BAB II PEMBAHASAN A. Kedudukan Dan Kehujjahan Hadits (As Sunnah).............. B. Fungsi Hadits (As Sunnah) Terhadap Al-Quran............... BAB III PENUTUP A. Kesimpulan......................................................................... B. Saran................................................................................... DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 14 14 16 2 7 1 1 1 i ii iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hadits bukanlah teks suci sebagaimana Al-quran. Namun, hadits selalu menjadi rujukan kedua setelah Al-quran dan menempati posisi penting dalam kajian keislaman. Mengingat penulisan hadits yang dilakukan ratusan tahun setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka banyak terjadi silang pendapat terhadap keabsahan sebuah hadits. sehingga hal tersebut memuncul kan sebagian kelompok meragukan dan mengingkari akan kebenaran hadits ebagai sumber hukum. Banyak al-quran dan hadits yang memberikan pengertian bahwa hadits itu merupkan sumber hukum islam selain al-quran yang wajib di ikuti, baik dalam bentuk perintah, maupun larangan nya. Namun mengapa para pengingkar sunnah tetap meragukannya? Berikut makalah ini akan memaparkan sedikit tentang kedudukan hadits terhadap al-quran dengan melihat dalil aqli maupun naqli, serta pandangan antara ingkarussunnah dan para pro hadits mengenai keabsahannya. B. Rumusan Masalah 1. Seperti apa Kedudukan Dan Kehujjahan Hadits (As Sunnah)? 2. Fungsi Hadits (As Sunnah) Terhadap Al-Quran? C. Tujuan Makalah Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui : 1. 2. Kedudukan hadits (As Sunnah) terhadap al-quran Fungsi Hadits (As Sunnah) Terhadap Al-Quran

BAB II PEMBAHASAN A. Kedudukan Dan Kehujjahan Hadits (As Sunnah) Seluruh umat islam sepakat bahwa hadits merupakan salah satu sumber ajaran agama islam. Keharusan mengikuti hadits bagi umat islam (baik berupa perintah atau larangannya) sama halnya dengan kewajiban mengikuti Al-quran. Hal ini terjadi karena hadits merupakan mubayyin ( penjelas ) terhadap Al-quran, karena itu siapapun tidak akan bisa memahami Al-quran tanpa dengan memahami dan menguasai hadits. Begitu pula halnya menggunakan hadits tanpa Al-quran, quran karena Al-quran kaitan merupakan yang sangat dasar erat, hukum untuk pertama memahami yang dan didalamnyaberisi garis besar syariat. Dengan demikian antara hadits dengan almempunyai mengamalkannya tidak dapat dipisahkan atau berjalan dengan sendiri-sendiri. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan hadits sebagai sumber ajaran islam, dapat dilihat beberapa dalil naqli yaitu yang bersumber dari Al-quran dan hadits, dan dalil aqli yang menggunakan rasional, seperti dalil berikut ini. 1. Dalil Al-quran Banyak ayat Al-quran yang menerangkan tentang kewajiban seseorang untuk tetap teguh, serta beriman kepada allah dan tasun-Nya. Iman kepda rasul merupakan satu keharusan dan sekaligus kebutuhan setiap individu. Dengan demikian allah akan memperkokoh dan memperbaiki keadaan mereka, hal ini sebagaimana dijelaskan dalam surat Ali imran ayat 17 yang berbunyi:

(yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur. Dan dijelaskan dalam surat al-nisa ayat 136 yang berbunyi:

Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikatmalaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. Selain allah memerintahkan umat islam agar percaya kepada Rasul Saw, juga menyerukan agar mentaati segala bentuk perundang-undangan dan peraturan yang dibawahnya, baik berupa perintah ataupun larangan. Tuntutan taat dan patuh kepada Rasul saw ini sama halnya tuntutan taat dan patuh kepada allah swt. Banyak al-quran yang menerangkan hal tersebut. Seperti firman allah dalam surat Ali Imron ayat 32 sebagai berikut :

Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". Dalam surat al-Hasyr ayat 7 Allah juga berfirman:

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. Dari beberapa ayat Al-quran diatas dapat ditarik suatu pemahaman, bahwa ketaatan kepada Rasul Saw adalah mutlak, sebagaimana ketaatan kepada Allah. Begitu pula halnya dengan ancaman atau peringatan bagi yang durhaka. Ancaman Allah Swt sering disejajarkan dengan ancaman karena durhaka kepada rasul-Nya. Selain itu terdapat banyak ayat yang memerintahkan mentaati RasulNya secara khusus dan terpisah. Karena pada dasarnya ketaatan kepada Rasulnya sama halnya taat kepada Allah swt. Pada surat Al-Nisa ayat 80 disebutkan bahwa manifestasi dari ketaatan kepada Allah adalah dengan mentaati Rasul-Nya, seperti firman-Nya:

Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. Ungkapan pada ayat diatas menunjukkan betapa pentingnya kedudukan hadits sebagai sumber ajaran islam yang dimanifestasikan dalam bentuk aqwal atau ucapan, afal atau prilaku, dan taqrir Rasul saw. 2. Dalil hadits Rasul Saw Selain berdasarkan ayat-ayat diatas , kedudukan Hadits juga dapat dilihat dari Hadits-hadits rasul sendiri. Banyak hadits yang menggambarkan hal ini dan menunjukkan perlunya ketaatan kepada perintahnya. Dalam salah satu pesannya

berkenaan dengan menjadikan hadits sebagai pedoman hidup disamping alquran. Rasul bersabda: Saya tinggalkan dua perkara yang kamu tidak akan tersesat apabila berpegang pada keduanya, yakni Kitabullah (al-Quran) dan sunnah nabinya (Hadits). (HR. Malik). Dalam Hadits lain Rasul Saw, bersabda: Kalian Wajib berpegang teguh dengan sunah-ku dan sunnah khulafa rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah kamu sekalian dengannya (HR. Abu daud). Dalam salah satu Taqrir Rasul juga memberikan petunjuk kepada umat islam, bahwa dalam menghadapi berbagai persoalan hukum dan kemasyarakatan, kedua sumber ajaran yakni al-Quran dan hadits merupakan sumber asasi. 3. Kesepakatan ulama ( ijma) Umat islam kecuali mereka para peyimpang dan pembuat kebohongan, telah sepakat menjadikan hadits sebagai salah satu dasar hukum dalam beramal. Penerimaan terhadap hadits sama halnya dengan Al-quran karena keduanya sama-sama dijadikan sebagai sumber hukum islam. Kesepakatan umat dalam mempercayai, menerima, dan mengamalkan segala peraturan yang ada di hadits berlaku sepanjang masa. Banyak diantara mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi kandungannya, akan tetapi mereka menghafal, mentadwin, dan meyebarluaskan dengan segala upaya kepada generasi selanjutnya. Diantara para sahabat misalnya, banyak peristiwa yang menggunakan hadits senagai hukum islam, antara lain perhadikan beberapa kejadian dibawah ini. Pertama, ketika Abu bakar dibaiat menjadi seorang khalifah, ia berkata, Saya tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang telah diamalkan oleh rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat apabila meninggalkan perintahnya. Kedua, ketika umar berada didepan hajar aswad, ia berkata, saya tahu bahwa anda adalah batu, seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu. Ketiga, pernah ditanyakan kepada Abdullah ibn Umar tentang ketentuan shalat safar dalam al-Quran . Ibn Umar menjawab, Allah telah mengutus nabi Muhammad saw kepada kita, dan kita tidak mengetahui
5

sesuatu. Maka sesungguhnya kami berbuat sebagaimana Rasulullah saw berbuat. Keempat, dinarasikan Said ibn al-Musayyab bahwa Utsman ibn Affan berkata, Saya duduk sebagaimana duduknya Rasulullah, saya makan sebagaimana makannya rasulullah, dan saya shalat sebagaimana shalatnya Rasulullah saw. Sikap para sahabat tersebut kemudian diwariskan ke generasi selanjutnya secara bersikenambungan. Berkaitan dengan ini para tabiin menyampaikan pesan dan saran-sarannya kepada umat dan murid yang dibinanya, seperti berikut ini. Pertama, al-Amasy berkata, Kalian harus mengikuti al sunnah dan mengajarkannya kepada anak-anak. Kedua,Waki berkata, Kalian harus mengikuti para imam mujtahid dan ulama muhaddits, karena mereka yang menulis apa yang dimilikinya dan apa yang seharusnya mereka kerjakan, berbeda halnya dengan ahli al-ahwa dan ahli rayi. Ketiga, mujtahid berkata terhadap muridnya, kalian jangan menuliskan kata-kataku, akan tetapi tulislah hadits Rasulullah saw. Keempat, Abu Hanifah berkata, jauhilah pendapat tentang agama Allah swt. Kalian harus berpegang pada al-sunnah, barangsiapa menyimpang darinya niscaya dia tersesat. Apa yang sudah kami kemukakan diatas hanyalah contoh sebagian kecil pandangan atau sikap ulama tentang hadits, yang menggambarkan betapa perhatian dan pandangannya sangat tinggi terhadap hadits sebagai sumber ajaran agama islam selain kitab suci al-Quran. 4. Sesuai dengan petunjuk akal Kerasulan nabi Muhammad Saw telah diakui dan dibenarkan oleh umat islam. Dengan demikian manifestasi dan pengakuan serta keimanan itu mengharuskan semua umatnya mentaati dan mengamalkan segala peraturan atau perundang-undangan serta inisiatif beliau, baik yang beliau ciptakan atas bimbingan wahyu maupun hasil ijtihadnya sendiri. Nabi dalam mengemban misinya itu terkadang hanya menyampaikan apa yang diterima dari Allah swt. Menurut petunjuk akal Nabi Muhammad adalah Rasul Tuhan yang telah diakui dan dibenarkan umat islam. Dalam menyampaikan tugas agama Nabi menyampaikan peraturan yang isi dan redaksinya dari Allah swt, tapi terkadang beliau juga menggunakan hasil
6

ijtihadnya sendiri. Hasil ijtihad ini berlaku sampai ada nas yang menasakhnya. Oleh karena itu hasil ijtihad beliau bisa ditempatkan sebagai sumber hukum. Itu sebabnya dalam kasus tertentu Allah memerintahkan kita untuk mengikuti ulilamri. Sekiranya ulil amri mendapatkan legitimasi untuk diikuti, dan fungsi hadist berikut nanti dapat mempertajam hujjiyah hadits sebagai sumber hukum islam. Dapat disimpulkan bahwa hadits merupakan bagian wahyu, oleh karena itu dapat dijadikan sumber hukum islam. Kalangan ulama berdebat tentang apakah cara merujuk kepada Al-quran dan hadits dilakukan secara berperingkat, yaitu mencari argumentasi dari Al-quran terlebih dahulu kemudian, sehingga apabila dirasa sudah cukup maka tidak perlu lagi dicari dalam hadits. Madzhab yang kedua adalah dengan cara merujuk kepada Al-quran dan hadits secara bersamaan, yakni menjadikan kehujjahan hadits identik dengan kehujjahan Al-quran, sehingga Al-quran dan hadits harus difahami secara komprehensif. B. Fungsi Hadits (As Sunnah) Terhadap Al-Quran Al-quran dan hadits sebagai sumber ajaran islam tidak dapat dipisahkan. Al-quran sebagai sumber hukum memuat ajaran ajaran yang bersifat umum dan global, yang perlu dijelaskan lebih lanjut dan terperinci. Disini hadits berfungsi sebagai penjelas isi kandungan Al-Quran tersebut. Ini sesuai dengan firman Allah surat al-Nahl ayat 44 yang berbunyi:

keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. Fungsi hadits sebagai penjelas Al-Quran itu bermacam-macam. Malik ibn Anas menyebutkan lima macam fungsi, yaitu bayan al-taqrir, bayan al-tafsir, bayan al tafshil, dan bayan al-basth, dan bayan al-tasyri. Al Syafii menyebutkan
7

lima fungsi yaitu, bayan al-tafshil, bayan al-takhshish, bayan al-tayin, bayan altasyri dan bayan al-nasakh. Dalam al-Risalah Syafii menambahkan dengan bayan al-isyarah. Ahmad ibn Hambal menyebutkan empat fungsi yaitu , bayan al-takid, bayan al-tafsir, bayan al-tasyri dan bayan al takhsis. 1. Bayan al-Taqrir Bayan al-taqrir disebut juga bayan al-takid dan bayan al-itsbat. Maksud bayan ini yaitu menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan didalam Al-quran. Fungsi hadits dalam hal ini hanya untuk memperkokoh isi kandungan al-Quran. Seperti contoh keharusan berwudhu sebelum shalat seperti yang diterangkan oleh surat al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu,

tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. Ayat diatas di taqrir oleh hadits yang dikeluarkan al-Bukhari dan Abu Hurairah yang berbunyi, Rasul saw bersabda, Tidak diterima shalat seseorang yang berhadats sampai ia berwudhlu. (HR. Bukhari). 2. Bayan al-tafsir Maksud bayan al-tafsir adalah penjelasan hadits terhadap ayat-ayat yang memerlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut. Seperti pada ayat-ayat yang mujmal, mutlaq dan am, maka fungsi hadits dalam hal ini memberikan perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat Al-quran yang masih mujmal, memberikan taqyid ayat-ayat yang masih mutlaq, dam memberikan takhshish ayat yang masih umum. a. Merinci ayat-ayat yang mujmal Ayat yang mujmal artinya ayat yang ringkas atau singkat dan mengandung banyak makna yang perlu dijelaskan. Dalam al-Quran banyak sekali ayat-ayat mujmal yang memerlukan perincian. Sebagai contoh adalah ayat-ayat tentang perintah Allah untuk mengerjakan shalat,puasa, zakat, jual beli, nikah, qishash, dan hudud. Diantara contoh perincian tersebut dapat dilihat pada hadits yang berbunyi, Shalatlah sebagaimana kalian melihat saya shalat Perintah mengikuti shalatnya sebagaimana dalam hadits tersebut, Rasul kemudian memberi contoh shalat yang sempurna, bahkan nabi melengkapi dengan kegiatan lain yang harus dilakukan sebelum dan sesudah shalat. Dengan demikian hadits tersebut menjelaskan tentang bagaimana seharusnya shalat itu dilakukan, sebagai perincian dari Allah dalam surat al-Baqarah ayat 43 yang berbunyi:

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orangorang yang rukuk. b. Mentaqyid ayat-ayat yang muthlaq Kata muthlaq artinya kata yang menunjuk pada hakikat kata itu sendiri apa adanya, dengan tanpa memandang kepada jumlah maupun sifatnya. Mentaqyid
9

yang muthlaq artinyamembatasi ayat-ayat yang mutlaq dengan sifat keadaan, atau syarat-syarat tertentu. Penjelasan Rasul yang berupa mentaqyid ayat-ayat alQuran yang bersifat mutlaq antara lain dapat dilihat dari sabda rasul yang berbunyi, Tangan pencuri tidak boleh dipotong melainkan pada pencuri senilai seperempat dinar atau lebih. (HR. Muslim). Hadits ini mentaqyid ayat al-Quran surat al-Maidah ayat 38 yang berbunyi:

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. 3. Bayan al-Tasyri Kata al-tasyri artinya pembuatan mewujudkan, atau menetapkan aturan dan hukum. Maka yang dimaksud bayan al-tasyri adalah penjelasan hadits yang berupa mewujudkan, mengadakan atau menetapkan suatu hukum, aturan-aturan syara yang tidak didapati nashnya dalam al-Quran. Banyak hadits Rasul yang termasuk kedalam kelompok ini, diantaranya yaitu hukum tentang ukuran zakat dan hukum tentang hak waris bagi seorang anak. Bayan ini oleh sebagian ulama disebut juga dengan bayan zaid ala al-Kitab al- Karim (tambahan terhadap nash al-Quran). Disebut tambahan karena sebenarnya didalam Al-Quran ketentuan-ketentuan pokok sudah ada, sehingga datangnya haditshadits itu hanya sebagai tambahanterhadap ketentuan pokok tersebut. Hal ini dapat dilihat, misalnya mengenai hadits tentang ketentuan diyat. Dalam al-Quran masalah ini sudah ditemukan ketentuan pokoknya, yaitu pada sura al-Nisa ayat 92 yang berbunyi.

10

Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang mukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara tobat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Hadits Rasul yang termasuk bayan tasyri ini wajib diamalkan seperti kewajiban mengamalkan bayan yang lainnya. Ketiga bayan telah disepakati oleh sebagian besar ulama meskipun untuk bayan ketiga masih dipersoalkan. Untuk bayan al-naskh terjadi perbedaan pendapat. Ada yang mengakui bayan ini dan
11

adapula yang menolaknya. Yang menerima antara lain yaitu jumhur ulama mutakallim, baik Mutazilah, Asyariah, malikiyah, hanafiyah, Ibn Hazm dan Dzahiriah, sedangkan yang menolak antara lain al_syafii dan mayoritas ulama pengikutnya, serta mayoritas ulama Dzahiriah. 4. Bayan al-Nasakh Kata al-nasakh secara bahasa yaitu bermacam-macam. Bisa berarti alibthal (membatalkan), (memindahkan), mendefinisikan nasakh dari atau al-izalah (menghilangkan), Perbedaan atau al-tahwil pendapat dalam atau tagyir (mengubah).

bayan al-nasakh terjadi karena perbedaan memahami arti sudut kebahasaan. Menurut ulama mutaqadimin, bayan al-

nasakh adalah adanya dalil syara yang datangnya kemudian. Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa ketentuan yang datang kemudian dapat menghapus ketentuan terdahulu. Diantara para ulama yang memperbolehkan adanya nasakh hadits terhadap al-Quran juga berbeda pendapat dalam macam hadits yang digunakan untuk menasakhnya. Dalam hal ini terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama, memperbolehkan menasakh Al-quran dengan segala hadits, meskipun dengan hadits Ahad. Pendapat ini dikemukakan oleh para mutaqaddimin, dan Ibn Hazm serta sebagian para pengikut zahiriah. Kelompok kedua memperbolehkan menasakh dengan syarat bahwa hadits tersebut harus mutawatir. Pendapat ini dikimukeken oleh mutazilah. Kelompok ketiga, ulama memperbolehkan menasakh dengan hadits masyhur, tanpa harus dengan mutawatir. Pendapat ini dikemukakan oleh Hanafiah. Kewajiban melakukan wasiat kepada kaum kerabat dekat seperti yang dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 180 yang berbunyi.

12

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. Ayat diatas dinasakh hukumnya oleh hadits yang menjelaskan bahwa kepada ahli waris tidak boleh dilakukan wasiat. Secara garis besar, fungsi utama hadits Nabi saw terhadap al-Quran ada tiga yaitu: 1. Menetapkan dan menguatkan hukum yang ada dalam al-Quran. Dengan demikian sebuah hukum dapat memiliki dua sumber hukum sekaligus, yaitu Al-quran dan Hadits. Misalnya kewajiban shalat, puasa, dan zakat. 2. Memperinci dan menjelaskan hukum-hukum dalam al-Qur;an yang masih global, membatasi yang mutlaq dan mentakhsis keumuman ayat al-Quran. Sebagai contoh yaitu Al-quran memerintahkan untuk menunaikan zakat, maka hadits menjelaskan berapa bagian dari harta yang harus dikeluarkan atau dizakatkan. 3. Membuat atau menetapkan hukum yang tidak ditetapkan dalam al-Quran. Misalnya larangan memakan binatang buas yang bertaring atau yang berkuku, larangan memakai pakaian sutra, cincin, dan emas bagi laki-laki dan lain sebagainya. Dengan memperhatikan dalil-dalil kehujjahan hadits serta fungsi hadits terhadap Al-quran, maka tidak ada alasan unutk menolak Islam. Beberapa dalil diatas baik yang bersifat naqli, maupun aqli telah cukup merepresentasikan keberadaan hadits sebagai sumber hukum ajaran agama islam.

13

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Betapa pentingnya kedudukan hadits sebagai sumber ajaran islam yang dimanifestasikan dalam bentuk aqwal atau ucapan, afal atau prilaku, dan taqrir Rasul SAW. Dalam salah satu Taqrir Rasul juga memberikan petunjuk kepada umat islam, bahwa dalam menghadapi berbagai persoalan hukum dan kemasyarakatan, kedua sumber ajaran yakni al-Quran dan hadits merupakan sumber asasi. Umat islam kecuali mereka para peyimpang dan pembuat kebohongan, telah sepakat menjadikan hadits sebagai salah satu dasar hukum dalam beramal. Penerimaan terhadap hadits sama halnya dengan Al-quran karena keduanya sama-sama dijadikan sebagai sumber hukum islam. Kerasulan nabi Muhammad Saw telah diakui dan dibenarkan oleh umat islam. Dengan demikian manifestasi dan pengakuan serta keimanan itu mengharuskan semua umatnya mentaati dan mengamalkan segala peraturan atau perundang-undangan serta inisiatif beliau, baik yang beliau ciptakan atas bimbingan wahyu maupun hasil ijtihadnya sendiri. Nabi dalam mengemban misinya itu terkadang hanya menyampaikan apa yang diterima dari Allah swt. Menurut petunjuk akal Nabi Muhammad adalah Rasul Tuhan yang telah diakui dan dibenarkan umat islam. Al-quran dan hadits sebagai sumber ajaran islam tidak dapat dipisahkan. Al-quran sebagai sumber hukum memuat ajaran ajaran yang bersifat umum dan global, yang perlu dijelaskan lebih lanjut dan terperinci. Disini hadits berfungsi sebagai penjelas isi kandungan Al-Quran tersebut. Bayan al-taqrir disebut juga bayan al-takid dan bayan al-itsbat. Maksud bayan ini yaitu menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan didalam Al-quran. Fungsi hadits dalam hal ini hanya untuk memperkokoh isi kandungan al-Quran. B. Saran Sebagai umat islam, sudah selayaknyalah kita mematuhi apa yang perintahkan Alloh, termasuk untuk mematuhi dan mengamalkan apa yang Nabi
14

sampaikan kepada umatnya, dan tidak mengingkari apa yang telah di ajarkan Rosul terhadap kita, melalui Al-Hadits . serta meletakkannya sebagai sumber hukum islam dengan memasangkannya pada sumber hukum yang pertama yakni Al-Quran karim.

15

DAFTAR PUSTAKA Suparta, Munzier. Ilmu Hadits. PT Raja Gravindo Persada. Jakarta.2008 Soebahar, Erfan. Menguak fakta keabsahan As-sunnah. Prenada Media. Jakarta.2003

16

You might also like