You are on page 1of 140

GAMBARAN TATALAKSANA ASUHAN GIZI BAGI PASIEN GIZI BURUK DI RUANG PERAWATAN INSTALASI GIZI RSUD DEPATI HAMZAH

PANGKAL PINANG TAHUN 2010

Laporan Magang

Disusun Oleh: CINTIA ANGGRAINI 106101003309

PEMINATAN GIZI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN GIZI Magang, April 2008 Cintia Anggraini, NIM : 106101003309
GAMBARAN TATALAKSANA ASUHAN GIZI BAGI PASIEN GIZI BURUK DI RUANG PERAWATAN INSTALASI GIZI RSUD DEPATI HAMZAH PANGKAL PINANG

Xi + 117halaman, 16 tabel, 12 gambar ABSTRAK

Kegiatan magang ini dilaksanakan di ruang perawatan Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang yang bertempat di jalan Soekarno Hatta Pangkal Pinang. Waktu pelaksanaan magang ini dimulai dari 1 Februari sampai 2 Maret 2010 . Bertujuan untuk mendapatkan pengalaman kerja di Institusi tempat magang dan mengetahui gambaran tatalaksana asuhan gizi bagi pasien gizi buruk di ruang perawatan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang. Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah ini merupakan rumah sakit rujukan yang menangani masalah kasus gizi buruk, yang merupakan tempat perawatan dan pemulihan anak gizi buruk yang terjadi di Provinsi Bangka Belitung. Tatalaksana asuhan gizi pasien gizi buruk di ruang perawatan Instalasi Gizi RSUD Depati Hamzah dilakukan oleh tim asuhan gizi yang terdiri dokter, ahli gizi, perawat dan tenaga kesehatan lainnya, yang memberikan tindakan asuhan gizi dan pemulihan kepada pasien gizi buruk di ruang asuhan gizi rawat inap yang kegiatannya seperti pengkajian status gizi, penentuan kebutuhan gizi, penentuan macam diet, konseling gizi dan pemantauan/evaluasi terhadap pasien gizi buruk dapat dilaksanakan sesuai dengan sistematis yang berdasarkan rujukan dari Depkes RI. Tindakan perawatan dan pengobatan pada pasien gizi buruk di ruang perawatan Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang menerapkan 10 langkah tatalaksana pengobatan anak gizi buruk yang merupakan rujukan dari Depkes RI. Kegiatan ini semuanya dilaksanakan sangat efektif di Instalasi Gizi RSUDDH Pangkal Pinang. Saran untuk pemantauan yaitu meningkatkan pemantauan asupan makanan, pola makan dan pemantauan berat badan anak, disarankan tersedianya ruang perawatan khusus bagi pasien gizi buruk agar bisa memulihkan kondisi pasien yang mengalami gizi buruk. Daftar bacaan : 13 (1997-2009)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang memberikan nikmat yang berlimpah bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan magang yang berjudul Gambaran Tatalaksana Kegiatan Pelayanan Gizi Buruk Rawat Inap di Instalasi Gizi RSUD Depati Hamzah Pangkal Pinang tahun 2010, tepat pada waktunya. Sholawat beserta salam penulis haturkan kepada Rasulullah Muhammmad SAW, semoga kita semua mendapatkan syafaat dan pertolongannya nanti di Yaumil qiyamah. Amiin. Laporan magang ini penulis buat untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan salah satu mata kuliah disemester 8 yaitu mata kuliah magang yang dilakukan untuk mengetahui kegiatan tatalaksana anak gizi buruk di RSUD Depati Hamzah dari input, proses da outputnya. Harapannya hasil laporan magang ini dapat dijadikan masukan dalam penatalaksanaan gizi buruk di Rumah Sakit yang lebih baik dan bermutu. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. (Hc) dr. M.K Tadjudin, Sp. And, Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bpk. Yuli Prapanca Satar, MARS, selaku ketua Program Studi Kesehatan

Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan para dosen program studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes, sebagai dosen pembimbing magang yang telah banyak membantu penulis dari awal sampaiakhir penulisan laporan magang ini.

4. Orang tua saya tercinta khususnya ibunda tersayang Salwati dan ayahanda Azwar yang telah memberikan motivasi dan bantuan moril maupun materil. 5. Direktur Utama RSUD Depati Hamzah yang telah mengizinkan penulis untuk magang di RSUD Depati Hamzah. 6. Bpk. Warsono, SKM sebagai pembimbing lapangan di RSUDDH yang telah banyak membantu penulis dari awal sampai akhir magang. 7. Rekan-rekan di RSUD Depati Hamzah Ibu Ratmawati, Pak Apan, K tuti, K arul, K Yuli yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan magang. 8. Sahabat-sahabat seperjuangan yang telah telah membuat hidupku lebih berwarna dan hunting buku sama-sama. Thanks for All atas motivasi, semagat kebersamaan. Kekeluargaan, semoga tetap menjadi sahabat sejati. 9. Sahabat-sahabat setiaku tersayang erna, deuis, yeni, zume, aulia, eka, dan semuanya atas kebersamaannya. Thanks wat cerita hidup dan curhat nya yah... 10. Sahabat-sahabat kostan yang ceria dan semuanya atas kebersamaan, semoga tetap menjadi sahabat sejati. Penulis Menyadari penulis laporan ini masih kurang dari sempurna, sehingga sangat diharapkan saran dan masukannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Ciputat, April 2010

Penyusun

PERNYATAAN PERSETUJUAN Laporan Magang dengan judul

GAMBARAN TATALAKSANA ASUHAN GIZI BAGI PASIEN GIZI BURUK DI RUANG PERAWATAN INSTALASI GIZI RSUD DEPATI HAMZAH PANGKAL PINANG TAHUN 2010

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Magang program Studi kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 5 April 2010

Mengetahui

Pembimbing Fakultas

Pembimbing Lapangan

Minsarnawati, SKM, M.Kes

Warsono, SKM

PANITIA SIDANG UJIAN LAPORAN MAGANG PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 5 April 2010

Penguji I

Yuli Prapanca Satar, MARS

Penguji II

Minsarnawati, SKM, MKM

RIWAYAT HIDUP

PERSONAL DATA Nama Tempat/Tgl Lahir Jenis Kelamin Status Menikah Agama Alamat : Cintia Anggraini : Penyak, 12 Februari 1988 : Perempuan : Belum Menikah : Islam : Jl. Kerta Mukti Gang. H. Nipan. RT. 001/RW.08 No. 128 D, Kel. Pisangan Ciputat Tangerang 15419 Nomor Telp/HP : 081381244516

PENDIDIKAN FORMAL 1. SD Negeri 11 Koba 2. SLTP Negeri 1 Koba 3. SMA Negeri 1 Koba 4. S-1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2006-sekarang) (1994-2000) (2000-2003) (2003-2006)

DAFTAR ISI

ABSTRAK PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING PERNYATAAN PERSETUJUAN PENGUJI .. RIWAYAT HIDUP . KATA PENGANTAR . DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR .. DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN . . BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..

i ii iii iv v vii xii xiii xiv xv 1 1

1.2 Tujuan 6 1.2.1 1.2.2 Tujuan Umum 6 Tujuan Khusus .. 6 7

1.3 Manfaat . 1.3.1 1.3.2 1.3.3

Bagi Mahasiswa 7 Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Bagi Instansi Terkait.. 8 8 9

1.4 Ruang Lingkup ..

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

10

2.1 Gizi dan Tumbuh Kembang Anak . 10 2.1.1 Pengertian Gizi ............ 2.1.2 Pengertian Status Gizi ..... ....... 2.1.3 Penilaian Status Gizi ... ...... 2.1.3.1 Penilaian Status Gizi Secara langsung . 2.1.3.2 Penilaian Status Gizi Secara Tidak langsung .. 10 11 12 13 16

2.1.4 Indeks Antropometri 17 2.1.4.1 Berat Badan Menurut Umur ........................................ 17 2.1.4.2 Tinggi Badan Menurut Umur ...................................... 18 2.1.4.3 Berat Badan Menurut Tinggi Badan .......................... 18 2.1.4.4 Lingkar Lengan Atas Menurut Umur ......................... 18 2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gizi 20 2.1.5.1 Penyebab Langsung ..................................................... 23 2.1.5.2 Penyebab Secara Tidak Langsung ............................... 23 2.2 Tumbuh Kembang Anak .................................................................. 25 2.3 Masalah Gizi 26 2.3.1 Masalah Gizi Secara Umum .. 26 2.3.2 Masalah Kurang Energi Protein (KEP) ................................. 27 2.4 Masalah Gizi Buruk ........................................................................ 28 2.4.1 Pengertian Gizi Buruk ......................................................... 28

2.4.2. Tanda-Tanda Penderita Gizi Buruk ..................................... 28

2.4.3. Klasifikasi KEP/Gizi Buruk ..............................................

28

2.4.4. Gejala Klinis balita KEP Berat/Gizi buruk ........................... 29 2.5 Proses Terjadinya Gizi Buruk ........................................................... 31 2.5.1 Penanggulangan Balita Gizi Buruk ... 32 2.5.1.1 Penjaringan kasus balita gizi buruk .... 32 2.5.1.2 Pelayanan Balita Gizi Buruk di Puskesmas .... 32 2.5.1.3 Pelacakan Balita Gizi Buruk dengan Investigasi..... 32 2.5.1.4 Pelayanan Balita Gizi Buruk di Rumah Tangga...... 33 2.5.1.5 Koordinasi Lintas Sektor ........ 33 2.6 Tatalaksana Anak Gizi Buruk ..... 33 2.7 Proses Kegiatan Pelayanan Gizi 35 2.7.1 Asuhan Gizi 35 2.7.2 Pelaksanaan Asuhan Gizi Di Rumah Sakit 36 2.7.2.1 Tim Asuhan Gizi ....... 36 2.7.2.2 Jalur Koordinasi Tim Asuhan Gizi 37 2.7.3 Asuhan Gizi Rawat Inap 40 2.7.3.1 Pengkajian Status Gizi
41

2.7.3.2 Riwayat Gizi . 42 2.7.3.3 Penentuan Kebutuhan Gizi .. 43 2.7.3.4 Penetuan Macam Dan Jenis Diet .. ... 43 2.7.3.5 Konseling Dan Penyuluhan Gizi ....... 44 2.7.3.6 Pemantauan, Evaluasi Dan Tindak Lanjut ..... 44

2.8. Terapi Gizi Pasien Gizi Buruk .. 2.8.1 Fase Stabilisasi .......................................................... 2.8.2 Fase Transisi ............... 2.8.3 Fase Rehabilitasi ............................................................ BAB III LANGKAH DAN JADWAL KEGIATAN MAGANG................

45 45 47 49 52

3.1 Bentuk dan Langkah-Langkah Kegiatan magang ............................. 52 3.2 Jadwal Kegiatan Magang ................................................................. 53 BAB IV HASIL 4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Depati Hamzah ........... 4.1.1 Fasilitas Kesehatan .. 4.1.2 Struktur Organisasi RSUDDH Pangkal Pinang .. 4.1.3 Sarana dan Prasarana RSUDDH Pangkal Pinang ... 59 59 61 63 64

4.1.4 Ketenagaan RSUDDH Pangkal Pinang ... 66 4.1.5 Visi, Misi, Tujuan Dan Sasaran ... 68 4.1.5.1 Visi RSUDDH Pangkal Pinang ........... 68 4.1.5.2 Misi RSUDDH Pangkal Pinang ............ 68

4.1.5.2 Motto RSUDDH Pangkal Pinang ............ 69 4.1.6 Kinerja Kegiatan RSUDDH Pangkal Pinang ... 72 4.2 Gambaran Umum Ruang Perawatan&Instalasi Gizi RSUDDH Pangkal Pinang ................................................................................. 73 4.2.1 Gambaran Ruang Perawatan .. 74 4.2.2 Gambaran Ruangan Dapur Pengelolaan Makanan . 76 4.2.3 Gambaran Ruangan Poliklinik Gizi 79

4.3 Kegiatan Asuhan Gizi Pasien Gizi Buruk di Ruang Perawatan Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah .................................. 4.3.1 Pengkajian Status Gizi bagi Pasien Gizi Buruk ...................... 4.3.2 Riwayat Gizi pasien gizi buruk ...

79 80 96

4.3.3 Penentuan Kebutuhan Gizi pasien gizi buruk .. 97 4.3.4 Penentuan Macam diet pasien gizi buruk . 99 4.3.5 Konseling Gizi Pasien Gizi buruk 105 4.3.6 Pemantauan, Evaluasi dan Tindak lanjut .. 106 4.4 Pelaksanaan Kerja Asuhan Gizi Ranap Pasien Gizi Buruk .............. 108 4.5. Tindakan Perawatan Pasien Gizi Buruk Di Ruang Perawatan Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang ......... 112

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 119 5.1 Simpulan ............................................................................................. 119 5.2 Saran ................................................................................................... 120 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 122 LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Izin Magang 2. Surat Terima Magang 3. Surat Keterangan Selesai Magang 4. Form Catatan Perawatan Harian Anak Gizi Buruk 5. Kartu Monitoring Berat Badan 6. Formulir Penyelidikan Kasus Gizi Buruk 7. Form Laporan Kasus Gizi Buruk di Rumah Sakit 8. Formulir Pemeriksaan Klinis 9. Form Baku Rujukan Penilaian Status Gizi Anak Laki-Laki dan Perempuan Menurut Berat Badan dan Panjang Badan (BB/TB-PB) Menurut WHO-NCHS, 1983 10. Form Baku Rujukan Penilaian Status Gizi Anak Laki-Laki dan Perempuan Menurut Berat Badan dan Tinggi Badan / Panjang Badan (BB/TB-PB) Menurut WHO-NCHS, 1983 11. Form Tabel Petunjuk pemberian F 75 Untuk Anak Gizi Buruk Tanpa Edema 12. Form Tabel Petunjuk pemberian F 75 Untuk Anak Gizi Buruk Edema Berat 13. Form Tabel Petunjuk pemberian F 100 Untuk Anak Gizi Buruk

DAFTAR SINGKATAN

RSUDDH PGRS KB UGD EKG USG CTG IPSRS SOP

= Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah = Pelayanan Gizi Rumah Sakit = Keluarga Berencana = Unit Gawat Darurat = Elektrokardiography = Ultrasonography = Cotophography = Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit = Standard Operational Procedure

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Prevalensi Gizi Buruk di Indonesia ............................................... Tabel 1.2 Prevalensi Gizi Buruk di Bangka Belitung ................................... Tabel 2.1 Baku Antropometri (NCHS).......................................................... Tabel 2.2 Tahap Pemberian Diet ................................................................... Tabel 2.3 Hasil Pemeriksaan dan Tindakan Pada Anak Gizi Buruk ............. Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Magang .............................................................. Tabel 4.1 Ketenagaan RSUDDH Pangkal Pinang ......................................... Tabel 4.2 Indikator Kegiatan Kinerja RSUDDH Tahun 2008&2009............ Tabel 4.3 Indikator Pelayanan Rawat Inap RSUDDH Tahun 2009 ............... Tabel 4.4. Kadar Albumin .............................................................................. Tabel 4.5 Kebutuhan Zat Gizi ........................................................................ Tabel 4.6 Jadwal, Jenis dan Pemberian Makanan ......................................... Tabel 4.7 Tahap Pemberian Diet .................................................................. Tabel 4.8 Bahan Makanan (Formula WHO) Dan Nilai Gizi Makanan Pada Pasien Gizi Buruk ......................................................................... Tabel 4.9 Pedoman Pemberian Formula Anak Gizi Buruk (Depkes RI, 2003)... Tabel 4.10 Prosedur Kerja Asuhan Gizi Diruang Rawat Inap ........................ Tabel 4.11 Laporan Kasus Anak Gizi Buruk di RSUDDH ............................

.2 2 20 49 50 53 67 72 72 95 98 100 100

102 107 110 113

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Gizi adalah keseluruhan berbagai proses dalam tubuh makhluk hidup untuk menerima bahan makanan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut agar menghasilkan berbagai aktivitas penting dalam fungsi tubuhnya sendiri (Almatsier, 2004). Dalam mengkonsumsi makanan, dianjurkan memilih bahan makanan yang alami dan bergizi agar dapat mendorong peningkatan fungsi tubuh baik ketika sehat maupun sakit. Masalah gizi merupakan salah satu penentu utama kualitas sumber daya manusia. Gizi yang tidak seimbang, baik berupa kekurangan maupun kelebihan akan menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Berbagai penelitian menunjukan bahwa gangguan gizi kurang pada balita membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan fisik maupun mental yang selanjutnya akan menghambat prestasi belajar. Akibat lainnya adalah penurunan daya tahan sehingga kejadian infeksi meningkat (Depkes RI, 1998). Kekurangan gizi akan menyebabkan hilangnya masa hidup sehat pada balita. Dampak yang lebih serius dari kekurangan gizi adalah timbulnya kecacatan, tingginya angka kesakitan, dan percepatan kematian (Depkes RI, 1998) Tabel 1.1 Prevalensi Gizi Buruk di Indonesia No Tahun Prevalensi

1. 2. 3.

2005 2006 2007

1.03% 2.10% 3.48%

Sumber: Depkes RI Anak usia di bawah lima tahun merupakan golongan yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi, diantaranya adalah masalah kurang energi protein (KEP) yang merupakan masalah gizi utama di Indonesia. Secara nasional prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Pada tahun 2005 tercatat 1.03% dari jumlah penduduk mengidap gizi buruk,kemudian naik menjadi 2.10% pada tahun 2006, dan kembali melonjak manjadi 3.48% pada tahun 2007. Selama tahun 2006 terjadi kasus gizi gizi buruk sebanyak 9.163 balita dan mengalami peningkatan menjadi 15.980 balita pada tahun 2007 sehingga terjadi kenaikan sebanyak 6.817 penderita gizi buruk dari tahun sebelumnya (Republika Online, 2008) Tabel 1.2 Prevalensi Gizi Buruk di Bangka Belitung Tahun Prevalensi 2005 2006 2007 8.7% 7.4% 4.6%

No. 1. 2. 3.

Sumber : Dinkes provinsi Bangka Belitung Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bangka Belitung tahun 2005 prevalensi gizi buruk sebesar 8,7 %, sedangkan pada tahun 2006 prevalensi gizi buruk sebesar 7.4%, pada tahun 2007 terjadi kasus gizi buruk sebesar 4,6%. Sedangkan pada tahun 2008 yang tersebar terjadi kasus gizi

buruk dan gizi kurang dibeberapa kabupaten antara lain di Bangka tercatat kasus gizi buruk dan kurang 0.99%, Kota Pangkal Pinang 0.97%, Bangka Barat 2.93%, Bangka Tengah 0.58%, Bangka Selatan 0.58%, Provinsi Babel 0.58%, Belitung tercatat 2.82% dan Belitung terjadi kasus gizi buruk dan kurang 3.21%. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia. Salah satu konsekuensi dari kurang gizi adalah gangguan pertumbuhan. Pertumbuhan normal dapat tercapai bila berat badan anak berdasarkan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan bila di plot dalam kartu menuju sehat (KMS) berada pada garis pertumbuhan normalnya (Growth Trajectory). Kekurangan energi protein (KEP) tidak terjadi secara tiba-tiba (akut), tetapi merupakan kejadian kronis yang selalu ditandai dengan kenaikan berat badan yang tidak cukup. Perubahan berat badan merupakan indikator yang dianggap sensitif untuk mendeteksi perubahan keadaan gizi masyarakat. Pemantauan pertumbuhan merupakan salah satu kegiatan utama program perbaikan gizi di lebih dari 80 negara yang menitikberatkan pada upaya pencegahan dan peningkatan keadaan gizi anak (Minarto, 2006). Menurut Rohde (1984), pemantauan pertumbuhan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terdiri dari pengukuran fisik dan perkembangan individu di masyarakat dengan tujuan meningkatkan status kesehatan anak, perkembangan, dan kualitas hidup. Peningkatan berat badan merupakan indikator yang sensitif terhadap pertumbuhan anak. Penyimpangan tumbuh kembang dapat terjadi apabila terdapat hambatan atau gangguan dalam prosesnya sejak intra uterin hingga dewasa. Penyimpangan dapat memberikan manifestasi klinis baik kelainan dalam pertumbuhan dengan atau tanpa

kelainan perkembangan. Walaupun terdapat kombinasi pengaruh faktor biologik. Psikologik dan sosial pada perkembangan anak, pengaruh masing-masing faktor secara terpisah perlu diperhatikan. Kelainan pertumbuhan anak yang dijumpai adalah antara lain perawakan pendek (short stature), perawakan gigi (tall stature), yang diklasifikasi sebagai variasi normal dan patologis, malnutrisi dan obesitas, sehingga diperlukan suatu kiat dalam pengukuran antropometri sebagai salah satu cara penilaiannya (Robert, 2004). Untuk mengantisipasi masalah tersebut, diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan secara terpadu di setiap tingkat pelayanan kesehatan, termasuk pada sarana kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas Perawatan, Puskesmas, Balai pengobatan, Puskesmas Pembantu, Pos Pelayanan Terpadu, dan Pusat Pemulihan Gizi yang disertai peran aktif masyarakat. Rumah sakit adalah suatu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan rawat inap dan rawat jalan, memberikan pelayanan kesehatan jangka pendek dan jangka panjang terdiri dari observasi, diagnostik, terapeutik dan rehabilitatif untuk orang-orang yang menderita sakit, cidera dan melahirkan. Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien. Sering terjadi kondisi klien/pasien semakin buruk karena tidak diperhatikan keadaan gizinya. Pengaruh tersebut bisa berjalan timbal balik, seperti lingkaran setan. Hal tersebut diakibatkan karena tidak

tercukupinya kebutuhan zat gizi tubuh untuk perbaikan organ tubuh (Depkes RI, 2003). Pelayanan gizi rumah sakit bagian integral dari pelayanan kesehatan paripurna rumah sakit dengan beberapaa kegiatan anatara lain pelayanan Gizi rawat Inap, Rawat Jalan dan Penyelenggaraan Makanan. Pelayanan gizi rawat inap adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien melalui makanan sesuai dengan penyakit yang diderita selama pasien mendapat perawatan di Rumah Sakit ( Instalasi Gizi Perjan RSCM dan Asosiasi Dietsin Indonesia, 2005), sedangkan pelayanan gizi rawat jalan adalah kegiatan pelayanan gizi yang berkesinambungan dimulai dari perencanaan diet, pelaksanaan konseling gizi hingga evaluasi rencana diet kepada klien/pasien rawat jalan (Departemen Kesehatan RI, 2003). Pelayanan gizi dirumah sakit dalam tatalaksana balita gizi buruk yaitu suatu kegiatan pelayanan gizi balita gizi buruk yang memberikan penanganan dan perawatan dalam pemulihan balita gizi buruk dengan cara rawat inap dan rawat jalan mulai pasien di rujuk/masuk ke rumah sakit sampai pasien keluar dari rumah sakit dengan kondisi yang cukup membaik. Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah (RSUDDH) Pangkal Pinang merupakan rumah sakit rujukan di kawasan Bangka Belitung, menjadi badan layanan umum, serta menjadi rumah sakit trauma centre, seiring ditetapkannya Pangkal Pinang sebagai Ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. RSUDDH ini adalah rumah sakit rujukan juga yang menangani masalah kasus gizi buruk, yang merupakan tempat perawatan dan pemulihan anak gizi buruk yang terjadi di Provinsi

Bangka Belitung. RSUDDH ini bekerja sama dengan program pemerintah dan Dinas-Dinas kesehatan dalam perawatan dan pemulihan kasus anak gizi buruk hanya rawat inap. Jumlah pasien gizi buruk di RSUDDH yang dirawat inap tahun 2007

terdapat 32 kasus, sedangkan pada tahun 2008 terdapat 25 kasus pasien gizi buruk dan pada tahun 2009 berjumlah 23 kasus pasien gizi buruk. Kegiatan pelayanan gizi di RSUDDH ini terdapat di ruangan perawatan. Ada beberapa tatalaksana asuhan gizi bagi pasien gizi buruk di ruang perawatan RSUD Depati Hamzah antara lain pengkajian status gizi , penentuan kebutuhan gizi, penentuan macam diet, konseling gizi dan pemantauan/evaluasi terhadap pasien gizi buruk Untuk itu dengan adanya kasus gizi buruk di Bangka Belitung ini, saya berminat untuk melakukan magang khususnya dalam tatalaksana asuhan gizi pasien gizi buruk di Rumah Sakit Umum Depati Hamzah yang merupakan Rumah Sakit rujukan perawatan anak gizi buruk di Provinsi Bangka Belitung.

1.2 Tujuan 1.2.1. Tujuan Umum Mengetahui gambaran tatalaksana asuhan gizi bagi pasien gizi buruk di ruang perawatan Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang. 1.2.2 Tujuan Khusus. 1. Diketahuinya informasi tentang gambaran umum meliputi (struktur organisasi, sarana dan prasarana, ketenagaan, dan kinerja) kegiatan Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang?

2. Diketahuinya gambaran umum ruang perawatan dan Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang? 3. Diketahuinya gambaran kegiatan dan ketenagaan asuhan gizi pada tatalaksana asuhan gizi pasien gizi buruk di ruang perawatan Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang? 4. Diketahuinya gambaran tindakan perawatan dan pengobatan pasien gizi buruk di ruang perawatan asuhan gizi Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang?

1.3. Manfaat Magang diharapkan dapat memberikan manfaat nyata bagi semua pihak yang terlibat didalamnya, yaitu mahasiswa, institusi magang, dosen, maupun Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1.3.1. Bagi Mahasiswa 1. Mendapatkan pengalaman bekerja dalam tim (team work) untuk memecahkan berbagai masalah kesehatan sesuai bidang institusi kerja tempat magang 2. Mengerti dan memahami berbagai masalah kesehatan masyarakat secara nyata di institusi kerja sebagai bagian dari kesiapan mahasiswa dalam memasuki dunia kerja 3. Mendapatkan kesempatan untuk mengaplikasikan berbagai teori yang didapat selama kuliah

4. Mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi diri serta adaptasi dunia kerja 5. Mahasiswa mengetahui dan mendapatkan untuk mengetahui gambaran tatalaksana asuhan gizi bagi pasien gizi buruk di ruang perawatan RSUDDH Pangkal Pinang 1.3.2. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 1. Terbinanya suatu jaringan kerja sama dengan instansi tempat magang dalam upaya meningkatkan ketertarikan dan kesepadanan antara substansi akademik dengan pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam pembangunan kesehatan masyarakat. 2. Meningkatnya kapasitas dan kualitas pendidikan dengan menghasilkan peserta didik yang terampil dan berpengalaman. 1.3.3. Bagi Instansi Terkait 1. Dapat memanfaatkan pengetahuan mahasiswa, baik dalam kegiatan manajemen maupun kegiatan operasional. 2. Hasil analisa magang dapat menjadi pertimbangan untuk mengetahui gambaran tatalaksana asuhan gizi bagi pasien gizi buruk di ruang perawatan RSUDDH guna memberikan kontribusi bagi institusi magang, khususnya dalam menemukan solusi dari masalah kesehatan masyarakat secara proporsional 1.4. Ruang Lingkup Kegiatan magang ini dilaksanakan oleh Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah yang bertujuan untuk

mengetahui gambaran tatalaksana asuhan gizi bagi pasien gizi buruk di ruang perawatan Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang. Magang ini memiliki bobot nilai 4 sks yang sebanding dengan 26 hari kerja dengan lama kerja 8 jam perhari. Mahasiswa masuk setiap hari sesuai dengan hari kerja di instansi terkait. Waktu pelaksanaan magang ini dimulai pada tanggal 1 Februari 2010.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gizi dan Tumbuh Kembang Anak 2.1.1 Pengertian Gizi Gizi dapat diartikan sebagai makanan yang diperlukan oleh tubuh manusia untuk dapat tumbuh dan berkembang guna menunjang kesehatan sesuai dengan periode kehidupannya. Pertumbuhan diartikan sebagai peningkatan ukuran fisik dari tubuh secara keseluruhan atau peningkatan beberapa bagian yang berhubungan dengan peningkatan jumlah atau ukuran sel. Masing-masing organ dan sistem organ mempunyai periode percepatan pertumbuhan sendiri-sendiri, beberapa organ seperti otak mencapai ukuran orang dewasa pada umur 2 tahun, sedangkan jaringan lain seperti otot terus meningkat sepenjang usia remaja (Pipes & Christine, 1993). Perkembangan organ otak yang utuh dan sempurna akan menunjang kualitas sumberdaya manusia sehingga pemantauan pertumbuhan dan perkembangannya dimulai dari dalam rahim dan sesudah lahir. Pemantauan tersebut dapat dilakukan dengan melihat kenaikan berat badan ibu pada saat hamil dan pertumbuhan dan perkembangan kepala anak setelah lahir (Runawas, 1996).

2.1.2 Pengertian Status Gizi Status gizi merupakan hasil akhir dari interaksi keseluruhan aspek ekologi, seperti faktor-faktor fisik, biologis, dan budaya dalam lingkungan hidup manusia. Ekologi manusia diartikan sebagi ilmu yang mempelajari hubungan timbale balik antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Kekurangan gizi pada anak bukan saja disebabkan oleh kurangnya pangan dan kemiskinan tetapi banyak faktor lain yang berpengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung (Supariasa, dkk., 2002). Status gizi adalah merupakan suatu indicator status kesehatan. Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu. Sunita Almatsier (2004) menyatakan bahwa status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Sedangkan menurut Riyadi (2005), status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbtion), dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Status gizi pun juga didefinisikan lain oleh Deswarni Idrus dan Gatot Kunanto dalam Supriasa dkk (2002), mereka mendefinisikan status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutrture dalam bentuk variabel tertentu, merupakan indeks yang statis dan agregatif sifatnya kurang peka untuk melihat terjadinya perubahan dalam waktu pendek misalnya bulanan. Status gizi dibedakan menjadi 4, yaitu:

1. Status gizi buruk 2. Status gizi kurang 3. Status gizi baik, dan 4. Status gizi lebih Malnutrisi atau gizi salah adalah keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi. Ada empat bentuk malnutrisi: 1. Under nutrition: kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolut untuk periode tertentu. 2. Specific deficiency: kekurangan zat gizi tertentu, misalnnya kekurangan vitamin A, yodium, Fe, dan lain-lain. 3. Over nutrition: kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu. 4. Imbalance: karena disproporsi zat gizi, misalnya: cholesterol terjadi karena tidak seimbangnya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density Lipoprotein) dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein) (Supariasa, dkk., 2002). 2.1.3 Penilaian Status Gizi Penilaian keadaan gizi dari suatu kelompok individu atau masyarakat perlu memperhatikan 2 masalah dasar yaitu : pertama, memeriksa bagaimana hubungan antara tingkat hidup keluarga dengan status gizi masyarakat. Kedua, menelaah tingkat gizi secara individu atau perseorangan. (Djiteng Roedjito D., 1989). Penilaian status gizi dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung :

2.1.3.1 Penilaian Status Gizi Secara langsung Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu : antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. 1. Antropometri Antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Penilaian Antropometri. Antropometri berasal dari kata antropos dan metros. Antropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh. Pengertian ini bersifat sangat umum sekali. Pengertian dari sudut pandang gizi telah banyak diungkapkan oleh para ahli Jelliffe (1966) mengungkapkan bahwa : Nutritional Anthropometry is measurement of the Variations of the Physical Dimensions and the Gross Composition of the Human Body at Different age levels and Degree of Nutrition. Berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit. Jenis parameter antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter

adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain : umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. a. Umur Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interprestasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. b. Berat badan Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi. Pada masa bayi balita berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi. c. Tinggi badan Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Di samping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan. d. Lingkar lengan atas Lingkar lengan atas dewasa ini memang merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah

dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga lebih murah. e. Lingkar kepala Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktis, yang biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala. Contoh yang sering digunakan adalah hidrosefalus dan mikrosefalus. f. Lingkar dada Biasanya dilakukan pada anak yang berumur 2 sampai 3 tahun, karena rasio lingkar kepala dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan. 2. Klinis Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Umumnya untuk survei klinis secara cepat. Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi(Depkes RI, 2006a). 3. Biokimia Yaitu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Digunakan

untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi (Depkes RI, 2006a). 4. Biofisik Adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi dan melihat perubahan struktur dan jaringan. Umumnya digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (Depkes RI, 2006a). 2.1.3.2 Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi 3 penilaian yaitu : survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. 1. Survei konsumsi makanan Yaitu metode penentuan status gizi dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Penggunaannya dapat untuk mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi. 2. Statistik vital Yaitu dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan, dan lainlain. Penggunaan dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat. 3. Faktor ekologi Penilaian yang didasarkan pada hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Untuk mengetahui penyebab

malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi. 2.1.4 Indeks antropometri Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks antropometri. Di Indonesia ukuran baku hasil pengukuran dalam negeri belum ada, maka untuk berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) digunakan baku Harvard dan untuk lingkar lengan atas (LILA) digunakan baku Wolanski. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu berat badan dan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). 2.1.4.1 Berat badan menurut umur Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan maka indeks berat badan/umur digunakan sebagai salah satu cara mengukur status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil maka berat badan/umur lebih menggambarkan status gizi seseorang. BB/U dapat dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak

pada semua kelompok umur. BB sensitif terhadap perubahan perubahan kecil, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak memerlukan banyak waktu dan tenaga (I Dewa Nyoman Supariyasa, 2002). 2.1.4.2 Tinggi badan menurut umur Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tubuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh definisi gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002). 2.1.4.3 Berat badan menurut Tinggi badan Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecapatan tertentu. indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat kini (sekarang) (I Dewa Nyoman Supariyasa, 2002). 2.1.4.4 Lingkar lengan atas menurut umur Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas berkorelasi dengan indeks BB/U maupun BB/TB. Lingkar lengan atas merupakan parameter antropometri yang sangat sederhana dan mudah

dilakukan oleh tenaga yang bukan profesional (I Dewa Nyoman Supariyasa, 2002). Dari beberapa cara penilaian tersebut, status gizi yang pada saat ini sering digunakan adalah dengan cara antropometri. Penilaian antropometri untuk memperkirakan pertumbuhan dan perkembangan fisik anak balita berupa indicator yang paling luas digunakan (WHO, 1990). Pengertian dari antropometri secara singkat adalah ukuran dari tubuh. Sedangkan pengertian antropometri menurut Jellife, 1986 adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, dkk., 2002). Dalam penentuan status gizi indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan lingkar lengan atas menurut umur (LILA/U). Saat ini pengukuran status gizi anak Menggunakan standar baku dari World Health Organization United States National Health Centre For Statistics (WHO NCHS). Adapun cara penilaian status gizi anak dapat dilihat menurut tabel dibawah ini.

Indeks BB/U

Tabel 2.1 Baku Antropometri (NCHS) Status Gizi Z-Score >+2 SD Gizi Lebih >-2 SD sampai + 2 SD Gizi Baik <-2 SD sampai >3 SD Gizi Kurang <-3 SD Gizi Buruk Normal Pendek Gemuk Normal Kurus (wasted) Kurus sekali >2 SD <-2 SD >+2 SD >-2 SD sampai +2 SD <-2 SD sampai >-3 SD <-3 SD

TB/U PB/U BB/TB BB/PB

(KepMenKes RI, Nomor: 902/Menkes/SK/VIII/2000, tentang klasifikasi status gizi anak bawah lima tahun)

Antropometri sebagai salah satu cara menilai status gizi mempunyai keunggulan dan kelemahan. Keunggulan metode antropometri adalah prosedurnya sederhana, relative tidak membutuhkan tenaga ahli, alatnya murah dan mudah didapat, metodenya tepat dan akurat, dapat mendeteksi keadaan gizi masa lalu, dapat mengevaluasi status gizi periode tertentu dan dapat digunakan untuk screening. Sedangkan kelemahannya antara laina adalah metode ini tidak sensitif, faktor non gizi seperti penyakit dapat menurunkan spesifisitas dan sensitifitas, kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran yang biasanya berhubungan dengan latihan petugas, kesalahan alat dan kesulitan pengukuran (Supariasa, dkk. 2002). 2.1.5 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Gizi Status gizi anak pada dasarnya ditentukan oleh dua hal yaitu : makanan yang dimakan dan keadaan kesehatan. Kualitas dan kuantitas makanan seorang

anak tergantung pada kandungan zat gizi makanan tersebut, ada tidaknya pemberian makanan tambahan di keluarga, daya beli keluarga dan karakteristik ibu tentang makanan dan kesehatan. Keadaan kesehatan anak juga berhubungan dengan karakteristik ibu terhadap makanan dan kesehatan, daya beli keluarga, ada tidaknya penyakit infeksi dan jangkauan terhadap pelayanan kesehatan. (I Dewa Nyoman, 2001). Levinson (1974) mengemukakan dua faktor yang langsung berpengaruh terhadap status gizi anak yaitu konsumsi makanan dan status kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi oleh nafsu makan anak dan penyediaan makanan untuk anak. Penyediaan makanan untuk anak dipengaruhi oleh waktu yang tersedia oleh ibu, pembagian makanan dalam keluarga dan tersedianya makanan untuk keluarga. Penyediaan waktu oleh ibu dipengaruhi oleh status kesehatan ibu, tingkat pendidikan ibu, kebiasaan dan tradisi pemberian makanan, beban kerja ibu, status ekonomi dan lain-lain

Gambar 2.1 Faktor Mempengaruhi Status Gizi STATUS GIZI Penyebab Langsung

Asupan zat gizi

penyakit infeksi

Ketersediaan pangan RT

Perawatan anak dan ibu hamil

Pelayanan/fasilitas kesehatan

Penyebab Tidak Langsung

Kemiskinan,Tkt Pendidikan Rendah,Ketersediaan Pangan Di Masyarakat Menurun, Dan Sempitnya Lapangan Kerja Masalah Utama

Krisis Ekonomi Dan Politik

Akar Masalah

Sumber: Unicef (1988) dengan penyesuaian Berdasarkan dari banyak data yang didapat, peneliti menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk yaitu penyebab langsung dan tidak langsung.

2.1.5.1 Penyebab langsung, yaitu: 1. Keadaan gizi Dipengaruhi oleh ketidakcukupan asupan makanan dan penyakit infeksi yang ditimbulkan seperti penyakit diare, campak dan infeksi saluran nafas yang kerap menimbulkan berkurangnya nafsu makan. 2. Mal nutrisi Berawal dari nutrisi ibu yang kurang saat sebelum dan sesudah hamil, dan penyakit infeksi, maka pada gilirannya nanti akan mengakibatkan terlahirnya bayi dengan berat badan rendah yang kemudian akan mengakibatkan gizi buruk pada anak tersebut. Penyebab secara tidak langsung, yaitu: 1. Ketersediaan pangan tingkat rumah tangga yang rendah 2. Ketersediaan pelayanan kesehatan yang tidak memadai 3. Kemiskinan Merupakan akibat dari krisis ekonomi dan politik yang mengakibatkan sulitnya mendapatkan pekerjaan yang kemudian berakibat pada minimnya pendapatan seseorang dan ketersediaan panganpun berkurang. 4. Pendidikan rendah Berakibat pada sedikitnya pengetahuan khususnya dibidang kesehatan mengnai makanan apa saja yang mengandung gizi yang tinggi dan yang dibutuhkan oleh anak dalam tumbuh kembangnya.

Hal ini juga diakibatkan karena pola asuh orang tua terhadap anak yang salah. 5. Lingkungan Keadaan lingkungan yang tidak sehat dan tempat tinggal yang berjejalan menyebabkan infeksi akan sering terjadi. Dan kemudian penykit infeksi itu akan berpotensi sebagai penyokong atau pembangkit gizi buruk ( Gizi Dalam daur Kehidupan. Arisman, MB., 2002). Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya masalah gizi. Oleh Unicef diidentifikasi bahwa penyebab permasalahan gizi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah penyebab dasar (akar masalah) berupa krisis ekonomi dan politik yang terjadi pada suatu negara atau daerah yang dapat mencetus terjadinya kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, ketersediaan pangan dimasyarakat menurun atau sempitnya lapangan pekerjaan (disebut juga sebagai permasalahan utama). Adapun penyebab secara langsung

memepengaruhi terjadinya maslah gizi adalah rendahnya asupan zat pada saat ibu hamil ataupun balita serta adanya penyakit infeksi. Selain itu faktor budaya yang lebih mendahulukan bapak dalam pemenuhan kebutuhan makanan juga masih ada di beberapa golongan masyarakat tertentu.

2.2 Tumbuh Kembang Anak Pengertian pertumbuhan dan perkembangan mencakup dua peristiwa yang statusnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah dan fungsi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram), ukuran panjang (meter) dan lain-lain. Perkembangannya adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai proses pematangan. Berbagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, tetapi pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup faktor bawaan, jenis kelamin, obstetric dan ras. Sedangkan faktor eksternal anatara lain gizi ibu pada saat hamil, mekanis, toksin/zat kimia, radiasi, infeksi, stress dan afoksia (Supariasa, dkk., 2002). Jenis pertumbuhan meliputi pertumbuhan yang bersifat linear dasn pertumbuhan massa jaringan. Ukuran linear adalah ukuran yang berhubungan dengan panjang seperti tinggi badan atau panjang badan. Ukuran massa tubuh jaringan adalah berhubungan dengan massa tubuh seperti berat badan. Terdapat empat masa pertumbuhan anak semenjak lahir, yaitu: (FK Universitas Indonesia, 1974). 1. Pertumbuhan yang cepat sekali sampai anak umur 1 tahun, kemudian berkurang secara berangsur-angsur sampai anak berumur 5 tahun. 2. Pertumbuhan yang berjalan lambat dan teratur sampai anak berumur aqil baligh (pubertas).

3. Pertumbuhan yang cepat, pada masa pubertas. 4. Pertumbuhan berkurang secara berangsur-angsur sampai berhenti sewaktu berumur kira-kira 18 tahun. Anak yang normal pada umur enam bulan berat badannya mencapai dua kali berat badan saat lahir, pada umur satu tahun berat badan anak menjadi tiga kali berat badan lahir (King,M, et all, 1983).

2.3 Masalah Gizi 2.3.1 Masalah Gizi Secara Umum Secara umum terdapat 4 masalah gizi utama di Indonesia yakni KEP (Kurang Energi Protein), KVA (Kurang Vitamin A), Kurang Yodium (gondok endemik) dan kurang zat besi (anemi gizi besi). Akibat dari kurang gizi ini adalah kerentanan terhadap penyakit-penyakit infeksi dan dapat menyebabkan meningkatnya angka kematian (Suhardjo, 2003). Gizi kurang atau gizi buruk pada balita dapat berakibat terganggunya pertumbuhan jasmani dan kecerdasan mereka. Kalau cukup banyak orang yang termasuk golongan ini masyarakat yang bersangkutan sulit sekali berkembang. Dengan demikian jelas masalah gizi merupakan masalah bersama dan semua keluarga harus bertindak atau berbuat sesuatu bagi perbaikan gizi (Sayogya, 1994).

Kondisi ini akan berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia. Salah satu konsekuensi dari kurang gizi adalah gangguan pertumbuhan. Pertumbuhan normal dapat tercapai bila berat badan anak berdasarkan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan bila di plot dalam kartu menuju sehat (KMS) berada pada garis pertumbuhan normalnya (Growth Trajectory). 2.3.2 Masalah Kurang Energi Protein (KEP) Kurang energi protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan seharihari dan atau gangguan penyakit tertentu. Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat badan menurut umur (BB/U) baku WHO-NCHS. KEP merupakan defisiensi gizi (energi dan protein) yang paling berat dan meluas terutama pada balita. Pada umumnya penderita KEP berasal dari keluarga miskin. KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) (Depkes RI, 1999). Kekurangan energi protein (KEP) tidak terjadi secara tiba-tiba (akut), tetapi merupakan kejadian kronis yang selalu ditandai dengan kenaikan berat badan yang tidak cukup. Perubahan berat badan merupakan indikator yang dianggap sensitif untuk mendeteksi perubahan keadaan gizi masyarakat. Pemantauan pertumbuhan merupakan salah satu kegiatan utama program perbaikan gizi di lebih dari 80 negara yang menitikberatkan pada upaya pencegahan dan peningkatan keadaan gizi anak (Minarto, 200

2.4.1 Pengertian Gizi Buruk Gizi buruk merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan yang diakibatkan oleh kurangnya zat gizi terutama defisiensi protein dan energi. Orang-orang kesehatan biasa menyebutnya dengan istilah kekurangan energi dan protein(KEP). Keadaan ini sangat umum terjadi di seluruh dunia dan mempengaruhi sekitar 800juta orang dewasa dan anak-anak. Akan tetapi, dampak yang terburuk terjadi pada anak-anak karena dengan menderita gizi buruk mereka mengalami kegagalan pertumbuhan (Supariasa, dkk, 2002). 2.4.2. Tanda-Tanda Penderita Gizi Buruk Ada beberapa cara untuk mengetahui seorang anak terkena gizi buruk (busung lapar), yaitu : 1. Dengan cara menimbang berat badan secara teratur setiap bulan. Bila perbandingan berat badan dengan umurnya dibawah 60% standar WHONCHS, maka dapat dikatakan anak tersebut terkena busung lapar. 2. Dengan mengukur tinggi badan dan Lingkar Lengan Atas (LILA). Bila tidak sesuai dengan standar anak normal, waspadai anak tersebut terkena busung lapar. 2.4.3. Klasifikasi KEP/Gizi Buruk Untuk tingkat puskesmas penentuan KEP yang dilakukan dengan menimbang BB anak dibandingkan dengan umur dan Menggunakan KMS dan tabel BB/U baku median WHO-NCHS (Depkes RI, 1999).

1. KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita warna kuning. 2. KEP sedang bila hasil pinimbangan berat badan pada KMS terletak dibawah garis merah (BGM). 3. KEP berat/ gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U <60% baku median WHO-NCHS. Pada KMS tidak ada garis pemisah KEP berat/gizi buruk dan KEP sedang, sehingga menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan tabel BB/U median WHO-NCHS. 2.4.4. Gejala Klinis balita KEP Berat/Gizi buruk Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis berat/ gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor. Tanpa mengukur BB bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain adalah KEP berat gizi buruk tipe kwashiorkor (Depkes RI, 1999). 1. Marasmus Kata marasmus berasal dari bahsa Yunani yang artinya kurus kering. Marasmus merupakan defisiensi intake energi yang umumnya terjadi pada anak-anak sebelum 18 bulan karena terlambat di beri makanan tambahan. Hal ini terjadi karena penyapihan mendadak, formula pengganti ASI yang terlalu encer dan tidak higienis atau sering terkena infeksi terutama gastroentritis. Penyakit ini sering terjadi pada sosial ekonomi yang relatif rendah. Adapun gejala yang ditimbulkan adalah: a. Keterlambatan pertumbuhan yang parah

b. Kurus sehingga hampir tidak ada lemak dibawah kulit c. Otot-otot berkurang dan melemah d. Rambut jarang dan tipis e. Kulit tidak elastis dan keriput f. Wajah seperti orang tua g. Cengeng dan rewel h. Perut cekung i. Iga gambang j. Sering terjadi dehidrasi, ISPA, tuberkulosis, cacingan berat dan penyakit kronis lainnya k. Sering disertai defisiensi vitamin A dan D 2. Kwarshiorkor Kata kwarshiorkor berasal dari bahasa Ghana yang artinya penyakit yang terjadi ketika bayi berikutnya lahir. Istilah kwarshiorkor pertama diperkenalkan oleh Dr. Cecile Williams tahun 1933. Penyakit ini lebih banyak diderita pada anak berumur 2-3 tahun, terjadi pada anak yang terlambat pada masa penyapihan. Hal ini menyebabkan komposisi makanan terutama makanan yang mengandung protein kurang dikonsumsi. Adapun gejala yang ditimbulkan adalah: a. Oedema (pembengkakan), moonface dan gangguan psikomotor b. Anak menjadi apatis, tidak mau makan, suka merengek c. Kulit dan rambut mengalami depigmentas, kulit bersisi d. Hati membesar dan berlemak

e. Sering disertai anemia dan xeroftamia. f. Pandangan mata sayu g. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata diperiksa pada posisi berdiri atau duduk h. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas. i. Sering disertai: penyakit infeksi, umumnya akut, anemia dan diare. 3. Marasmus-Kwarshiorkor Marasmus-kwarshiorkor merupakan gabungan dari keduanya dan tanda-tanda adalah gejala dari keduanya, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok (Modul Gizi Ksehatan Masyarakat, 2008).

2.5. Proses Terjadinya Gizi Buruk Proses terjadinya gizi buruk dimulai dari tahapan ketika seorang anak mengalami gizi kurang (undernutrition). Keadaan ini mengkibatkan anak menglami kegagalan pertumbuhan yang kemudian ia termasuk kedalam tahapan gizi buruk tingkat sedang. Jika asupan zat gizinya tidak cepat terpenuhi maka berat badan anak akan semakin turun. Hal ini akan menjadi lebih parah jika disertai dengan penyakit infeksi yang disebabkan dari kondisi lingkungan yang tidak sehat. Keadaan ini akan mengakibatkan terjadinya marasmus atau kwashiorkor atau juga kedunya, dan itu artinya bahwa anak sudah masuk kedalam kategori gizi buruk tingkat berat (Supariyasa, dkk, 2002)

2.5.1 Penanggulangan Balita Gizi Buruk Dengan dibuatnya prosedur penanggulangan balita gizi buruk oleh (Depkes RI, 2006) dari tingkat Rumah Tangga, tingkat Kecamatan (Puskesmas) sampai tingkat Kabupaten didapatkan hasil sebagai berikut: 2.5.1.1 Penjaringan kasus balita gizi buruk Diketahui jumlah kasus balita gizi buruk dan gizi kurang masing-masing desa di 25 wilayah kerja puskesmas se-Kabupaten Purworejo. Pada tahun 2004 jumlah bayi dan balita gizi buruk sebanyak 309 anak sedangkan jumlah bayi dan balita gizi kurang sebanyak 1526 anak. 2.5.1.2 Pelayanan Balita Gizi Buruk di Puskesmas Semua kasus gizi buruk yang dirujuk mendapatkan pelayanan di puskesmas ( baik puskesmas dengan rawat inap ataupun tanpa rawat inap maupun rujukan perawatan di Rumah Sakit Umum). Pada tahun 2004 ada tiga balita gizi buruk tanpa komplikasi di rawat di Rumah Sakit Umum Purworejo dan mendapatkan bantuan terapi gizi pasca perawatan serta satu balita mendapatkan bantuan untuk pemberdayaan keluarga. 2.5.1.3 Pelacakan Balita Gizi Buruk dengan Cara Investigasi Diketahui identitas responden ( data penderita ), keluarga, status kesehatan, kebiasaan makan dan lingkungan tempat tinggal ( rumah ). Semua balita gizi buruk telah dilacak baik oleh Bidan Desa, Petugas Gizi Puskesmas maupun Petugas Gizi Kabupaten

2.5.1.4 Pelayanan Balita Gizi Buruk di Rumah Tangga Semua balita gizi buruk di rumah tangga mendapatkan pelayanan gizi (Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan / PMT-P ) . Dari 309 bayi dan balita gizi buruk sebanyak 150 anak mendapatkan PMT-P susu dan sisanya mendapatkan MP-ASI bubur dan MP-ASI biskuit. 2.5.1.5 Koordinasi Lintas Sektor Diperoleh dukungan / kesepakatan dengan sektor terkait dalam penanggulangan balita gizi buruk. Pada tahun 2004 bekerjasama dengan Dinas Pertanian dalam penanggulangan balita gizi buruk dengan memberikan bantuan pangan kepada keluarga miskin di kecamatan Bruno.

2.6

Tatalaksana Anak Gizi Buruk 10 langkah utama tatalaksana gizi buruk, yaitu (Depkes RI, 1999): 1. Pengobatan atau pencegahan hipoglekimia adalah bila anak sadar berikan makanan saring/cair 2-3 jam sekali, atau larutan air gula dengan sendok bila anak tidak dapat makan. Jika terdapat gangguan kesadaran diberikan infuse cairan glukosa dan segera dirujuk ke RSU kabupaten. 2. Pengobatanh dan pencegahan hypothermia adalah menghangatkan anak dengan mendekap anak di dada ibu/ orang dewasa lainnya dan ditutupi selimut atau membungkus anak dengan selimut tebal dan meletakkna lampu di dekatnya. Pada masa ini dilakukan pengukuran suhu anak pada dubur setiap setengah jam sekali.

3. Pengobatan dan pencegahan kekurangan cairan adalah dengan tetap memberikan ASI setiap setengah jam sekali jika anak masih menyusui dan memberikan minum 3 sendok makan setiap 30 menit, jika anak tidak dapat minum diberikan infuse cairan ringer lactate/glukosa 5% NaCl dengan perbandingan 1:1. 4. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit dengan memberikan makanan tanpa garam/rendah garam dan bila balita bisa makan maka diberikan makanan banyak mengandung mineral dalam bentuk lunak. 5. Pengobatan dan pencegahan infeksi, yaitu pada KEP berat/gizi buruk, umunya menunjukkan adanya infeksi seperti demam, oleh karena itu pada semua KEP berat/ gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik, serta vaksinasi campak bila anak belum di imunisasi dan umur sudah mencapai > 9 bulan. 6. Pemberian makanan balita KEP berat/gizi buruk dibagi atas tiga fase, yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Pada awal fase stabilisasi perlu dilakukan pendekatan yang sangat hati-hati, disebabkan keadaan faal anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. 7. Perhatikan masa tumbuh kejar balita yang meliputi dua fase, yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi. 8. Penanggulangan kekurangan zat gizi mikro dilakukan dengan hati-hati, jangan memberikan zat besi pada masa stabilisasi karena dapat memperburuk keadaan infeksi, berikan pada saat anak sudah mau makan dan berat badannya sudah mulai naik (biasanya pada minggu ke 2).

9.

Memberikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional, yaitu berupa kasih sayang, ciptakan lingkungan yang menyenangkan, berikan terapi bermain terstruktur selama 15-30 menit/hari, rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh meningkatkan keterlibatan ibu.

10. Tindak lanjut perawatan dirumah dilakukan bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan desa. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah pasien dipulangkan.

2.7 Proses Kegiatan Pelayanan Gizi 2.7.1 Asuhan Gizi Asuhan gizi merupakan sarana dalam pemenuhan dalam upaya pemenuhan zat gizi pasien. Pelayanan gizi rawat inap sering disebut juga dengan terapi gizi medik. Pelayanan kesehatan paripurna seorang pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan, secara teoritis memerlukan tiga jenis asuhan (care) yang pada pelaksanaannya dikenal sebagi pelayan (service). Ketiga jenis asuhan tersebut adalah : asuhan medik, asuhan keperawatan dan asuhan gizi (Depkes RI, 2006a) Tujuan utama asuhan gizi adalah memenuhi kebutuhan zat gizi pasien secara optimal baik berupa pemberian makanan pada pasien yang dirawat maupun konseling gizi pada pasien rawat jalan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kerjasama tim yang terdiri dari unsure terkait untuk

melaksanakan urutan kegiatan, yang dikelompokan menjadi lima (5) kegiatan, yaitu : 1. Membuat diagnosis masalah gizi 2. Menentukan kebutuhan terapi gizi. Dalam pelaksanaan asuhan gizi, penentuan terapi gizi pasien perlu mempertibangkan tiga (3) macam kebutuhan yaitu a) penggantian( replacement), b) pemeliharaan

(maintenance), dan c) penambahn akibat kehilangan (loss) yang berkelanjutan dan untuk pemulihan jaringan dengan berpedoman kepada : tepat zat gizi (bahan makanan), tepat formula, tepat bentuk, tepat cara pemberian, serta tepat dosis dan waktu. 3. Memilih dan mempersiapkan bahan/makanan/formula khusus ( oral, enteral dan parenteral) sesuai kebutuhan. 4. Melaksanakan pemberian makanan 5. Evaluasi/pengkajian gizi dan pemantauan 2.7.2 Pelaksanaan Asuhan Gizi Di Rumah Sakit 2.7.2.1 Tim Asuhan Gizi Tim asuhan gizi merupakan tim asuhan fungsional gizi mulai yang dari

mengkoordinasikan

penyelenggaraan

perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Tim ini dipimpin oleh seorang dokter dengan anggota yang terdiri dari dokter, nutrionis atau dietsien, perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Tim asuahn gizi bertugas menyelenggarakan pelayanan gizi paripurna kepada

klien/pasien, terutama yang membutuhkan terapi gizi pada pasien rawat jalan (Depkes RI, 2006a). 2.7.2.2 Jalur Koordinasi Tim Asuhan Gizi Agar kegiatan asuhan gizi berjalan dengan optimal, maka perlu dukungan pimpinan rumah sakit, komite dan staf serta adanya koordinasi dan komunikasi antar anggota tim. Oleh karena itu rumah sakit perlu dibentuk Tim Asuhan gizi sesuai dengan struktur organisasi masing-masing rumah sakit Gambar 2.2 Contoh Jalur koordinasi TIM Asuhan Gizi Direktur

Komite Medik

Panitia Asuhan Gizi

Tim Dukungan Gizi

Tim Dukungan Gizi

Tim Dukungan Gizi

Tim Dukungan Gizi

Sumber: Depkes, RI 2003

1. Peran anggota tim asuhan gizi a. Dokter 1) Bertanggung jawab dalam aspek gizi yang terkait dengan keadaaan klinis diagnosa masalah gizi klien/pasien

2) Menentukan diet/pasien bersama nutrisionis/ dietsien 3) Memberikan penjelasan kepada klien/p[asien dan

keluarganya tentang pewranan terapi diet 4) Merujuk klien/pasien untuk konseling dan terapi gizi 5) Melakukan pemantauan dan evaluasio berkala bersama anggota tim selama klien/pasien dalam masa perawatan b. Nutrisionis/dietsien 1) Mengkaji status gizi/pasien berdasarkan rujukan 2) Melakukan anamnesis riwayat diet ke dalam bentuk makanan yang disesuaikan dengan kebiasaan makan serta keperluan terapi. 3) Memberikan saran kepada dokter berdasarkan hasil

pemantauan/evaluasi terapi gizi. 4) Memantau masalah yang berkaitan dengan asuhan gizi kepada klien/pasien, bersama dengan perawat ruangan. 5) Memberikan penyuluhan, motivasi dan konseling gizi pada klien/pasien dan keluarganya. 6) Melakukan kunjungan keliling (visite) baik sendiri maupun bersama dengan Tim Asuhan Gizi kepada pasien. 7) Mengevaluasi status gizi klien/pasien secar berkala asupan makanan, dan bila perlu melakukan perubahan diet pasien berdasarkan hasil diskusi dengan tim Asuhan Gizi.

8) Mengkomunikasikan hasil terapi gizi kepada semua anggota Tim Asuhan Gizi. 9) Berpartisipasi aktif dalam pertemuan/diskusi dengan dokter, perawat, anggota Tim Asuhan Gizi lain, klien/pasien dan keluarganya dalam rangka evaluasi keberhasilan pelayanan gizi. 10) Menentukan rencan diet awal/sementara bilamana belum ada penentuan diet dari dokter. 11) Melakukan pemantauan interaksi obat dan makanan bersama dengan Tim Asuhan Gizi lainnya. c. Perawat 1) Melakukan kerjasama dengan dokter dan nutrisionis/dietsien dalam memberikan pelayanan gizi kepada klien/pasien 2) Membantu klien/pasien pada waktu makan 3) Melakukan pengukuran antropometri untuk menentukan dan mengevaluasi status gizi klien/pasien 4) Bersama dengan notrisionis memantau masalah-masalah yang berkaitan dengan asuhan gizi kepada klien/pasien 5) Melakukan pemantauan, mencatat dan melaporkan asupan makanan dan respon klinis/pasien terhadap diet yang diberikan

d. Farmasi 1) Melaksanakan permintaan obat dan cairan parenteral berdasarkan resep dokter. 2) Mendiskusikan keadaan atau hal-hal yang dianggap perlu dengan tim, termasuk interaksi obat dan kesehatan. 3) Membantu mengawasi dan mengevaluasi penggunaan obat dan cairan parenteral oleh klien/pasien bersama perawat. 4) Jika perlu, menggantikan obat dari jenis yang sama sesuai dengan persetujuan dokter. 5) Bersama dengan nutrisionis/deitsien`melakukan pemantauan interaksi obar dan makanan e. Tenaga kesehatan lainnya (misalnya rontgen dan laboratorium) 1) Melakukan pemeriksaan roentgen dan laboratorium sesuai dengan permintaan dokter. 2) Bekerja sama dengan dokterdan perawat untuk pemeriksaan roentgen dan laboratorium. 3) Bertanggung jawab pada hasil pemeriksaan roentgen dan laboratorium 2.7.3 Asuhan Gizi Rawat Inap Yaitu serangkaian proses kegiatan pelayanan gizi yang

berkesinambungan dimulai dari perencanaan diet hingga evaluasi rencana diet pasien di ruang rawat inap (Depkes RI, 2006a)).Tujuannya untuk memberikan

pelayanan kepada pasien rawat inap agar memperoleh gizi yang sesuai dengan kondisi penyakit, dalam upaya mempercepat proses penyembuhan. Pelayanan gizi rawat inap merupakan serangkaian kegiatan selama perawatan yang meliputi : 1. 2. 3. Pengkajian status gizi Penentuan kebutuhan gizi sesuai dengan status gizi dan penyakitnya Penentuan macam atau jenis diet sesuai dengan penyakitnya dan cara pemberian makanan 4. 5. Konseling gizi Evaluasi dan tindak lanjut pelayanan gizi

2.7.3.1 Pengkajian Status Gizi 1. Antropometri Setiap pasien akan diukur data antropometri, berupa tinggi badan (TB), panjang badan (PB), berat badan (BB), tinggi lutut, tebal lemak bawah kulit (Skin fold technic), lingkar lengan atas (LILA), dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan (Depkes RI, 2006a) 2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik meliputi kesan klinis keadaan gizi, jaringan, lemak subkutan, trofi otot dan defisiensi zat gizi lainnya. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis yang berhubungan dengan gangguan gizi atau untuk menentukan hubungan sebab akibat antara status gizi dengan kesehatan serta menentukan terapi obat dan diet. Pemeriksaan fisik

meliputi: : tanda-tanda klinis kurang gizi (sangat kurus, pucat atau bengkak) atau gizi lebih (gemuk/sangat gemuk/obesitas) : sistem kardiovaskuler, sistem pernafasan, sistem gastrointestinal, sistem metabolic/endokrin dan sistem neurologik/ psikiatrik (Depkes RI, 2006a) 3. Laboratorium Pemerikrsaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan biokimia dalam rangka mendukung diagnosa penyakit serta menegakkan masalah gizi klien/pasien. Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk menentukan intervensi gizi dan memonitor/mengevaluasi terapi gizi (Depkes RI, 2006a). Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan antara lain : a. Pemeriksaan darah (Hb, kolesterol total, HDL, LDL,gula darah, ureum, keratin, asam urat, trigliserida dll). b. Urin (glukosa, kadar gula, albumin dll), dan c. Feses 2.7.3.2 Riwayat Gizi Setiap pasien rawat inap akan dianalisis mengenai kebiasaan makan sebelum dirawat yang meliputi asupan zat gizi, pola makan, bentuk dan frekuensi makan, serta pantangan makan. Asupan zat gizi diukur dengan menggunakan model makanan (food model) dan selanjutnya dianalisis zat gizinya dengan menggunakan daftar analisa bahan makanan atau daftar bahan makanan penukar (Depkes RI, 2006a)

Analisis asupan gizi memberikan informasi perbandingan antara asupan dengan kebutuhan gizi dalam sehari. Setiap pasien rawat inap akan dianamnesis untuk mengetahui asupan makanan sebelum dirawat yang meliputi: asupan zat gizi, pola makan, semua data antropometri, klinis dan bio kimia yang didapat dicatat pada formulir pencatatan gizi. Kajian data gizi dapat juga dilakukan melalui penggunaan perangkat lunak (software), contohnya NutriClin yang dapat memberi informasi tentang status gizi, hasil anamnesis dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG), dan saran diet sesuai dengan kondisi pada saat melakukan konseling (Depkes RI, 2006a). 2.7.3.3 Penentuan Kebutuhan Gizi Penentuan kebutuhan gizi diberikan kepada klien/pasien atas dasar status gizi, pemeriksaan klinis, dan data laboratorium. Selain itu juga memperhatikan kebutuhan untuk penggantian status gizi (replacement), kebutuhan harian, kebutuhan tambahan karena

kehilangan (loss) serta tambahan untuk pemulihan jaringan atau organ yang sedang sakit. Penghitungan ini dapat menggunakan software seperti NutriClin (Depkes RI, 2006a). 2.7.3.4 Penetuan Macam Dan Jenis Diet Setelah dokter menentukan diet pasien tersebut, dietesien akan mempelajari menyusun rencana diet dan bila sudah sesuai selanjutnya akan menterjemahkan kedalam menu dan porsi makanan serta frekuensi

makan

akan

diberikan.

Makanan

diberikan

dalam

berbagai

bentuk/konsistensi, (biasa, lunak, cair, dsb) sesuai dengan kebutuhan memperhatikan zat gizi yang dibutuhkan serta macam dan jumlah bahan makanan yang digunakan. Apabila dari rencana diet tersebut diperlukan penyesuaian maka dietesien akan menkonsultasikan kepada dokter (Depkes RI, 2006a). 2.7.3.5 Konseling dan Penyuluhan Gizi Sebelum melaksankan kegiatan konseling gizi, terlebih dahulu dibuat rencana konseling yang mencakup penetapan tujuan, sasaran, strategi, materi, metode, penilaian, dan tindak lanjut, tujuan dari konseling gizi membuat perubahn prilaku makan pada pasien. Hal ini akan terwujud melalui; a. penjelasan diet yang perlu dijalankan oleh pasien, yang diperlukan untuk proses penyembuhan. b. kepatuhan pasien untuk melaksanakan yang telah ditentukan dan c. pemecahan masalah yang timbul dalam melaksanakan diet tersebut. Untuk meningkatkan efisiensi, pelaksanaan konseling terutama pada saat anamnesis dan penentuan diet, dapat dilakukan dengan memanfaatkan software tertentu seperti food processor (FP2), worlldfood, EbisPro, atau NutriClin. Penyuluhan dan konsultasi gizi dapat diberikan secara perorangan maupun secara kelompok, berdasrkan kesamaan terapi diet pasien (Depkes RI, 2006a).

2.7.3.5 Pemantauan, Evaluasi dan Tindak Lanjut Aktivitas utama dari proses evaluasi pelayanan gizi pasien adalah memantau pemberian makanan secara berkesinambungan untuk menilai proses penyembuhan dan status gizi pasien. Pemantauan tersebut mencakup antara lain perubahan diet,bentuk makanan, asupan makanan, toleransi terhadap makanan yang diberikan, mual, muntah, keadaan klinis difekasi, hasil laboratorium dll.tindak lanjut yang dilaksanakan berdasarkan kebutuhan sesuai dengan hasil evaluasi pelayanan gizi antara lain perubahan diet, yang dilakukan dengan mengubah preskripsi diet sesuai dengan kondisi pasien. Apabila perlu, dilakukan kunjungan ulang atau kunjungan rumah. Untuk pasien yang dirawat walaupun tidak memerlukan diet khusus tetapi tetap perlu mendapatkan perhatian agar tidak terjadi Hospital Malnutrition terutama pada pasien-pasien yang mempunyai masalah dalam asupan makanannya seperti adnya mual, muntah, nafsu makan rendah dsb. Pemantauan berat badan status gizi perlu dilakukan secara rutin, sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya. Pada pasien anak pemantauan berat badan sebaiknya dilakukan setiap hari (Depkes RI, 2006a).

2.8. Terapi Gizi Pasien Gizi Buruk Cara pemberian diet pada pasien gizi buruk terdiri dari 3 fase yaitu fase stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Tiap fase dengan penjelasan sebagai berikut : 2.8.1 Fase Stabilisasi ( 1-2 hari) Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisma basal saja. Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut di atas dengan persyaratan diet sebagai berikut: 1. Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa 2. Energi : 100 kkal/kg/hari 3. Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari 4. Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari) 5. Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO 75/pengganti/Modisco dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet 6. Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco atau pengganti dan jadwal pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak

Keterangan: a. Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan pemberian formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam) b. Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO

75/pengganti/Modisco dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa nasogastrik ( dibutuhkan ketrampilan petugas ) c. Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari. d. Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap jam dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam. e. Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)
Pantau dan catat :

1) 2) 3) 4) 5)

Jumlah yang diberikan dan sisanya Banyaknya muntah Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja Berat badan (harian) Selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita dengan edema , mula-mula berat badannya akan berkurang kemudian berat badan naik

6)

Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up growth)

2.8.2 Fase Transisi (minggu ke 2) Fase transisi merupakan fase peralihan dari fase stabilisasi yang cara pemberian makanan sebagai berikut:

1. Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak. 2. Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama. 3. Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari). Pemantauan pada fase transisi: a. Frekwensi nafas b. Frekwensi denyut nadi Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi > 25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas. c. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi: 1) Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering. 2) Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari.

3) 4)

Protein 4-6 gram/kg bb/hari Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO 100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.

2.8.3 Fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi : 1. Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering 2. Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari 3. Protein 4-6 g/kgbb/hari 4. Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar. 5. Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga Pemantauan fase rehabilitasi: Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan: a. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan. b. Setiap minggu kenaikan bb dihitung jika: 1) Baik bila kenaikan bb 50 g/Kg bb/minggu. 2) Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh.

Tabel 2.2 Tahap Pemberian Makanan TAHAPAN PEMBERIAN DIET Fase stabilisasi : Fase transisi : Fase rehabilitasi :
Sumber: Depkes, RI, 2006

Formula who 75 atau pengganti Formula who 75 formula who 100 atau pengganti Formula who 135 (atau pengganti) Makanan keluarga

Tabel 2.3 Hasil Pemeriksaan dan Tindakan Pada Anak Gizi Buruk (A) Tanda Bahaya dan Tanda Penting Tanfa Bahaya&Tanda Penting Renjatan (syok) Letargis (tidak sa Muntah/Diare/Dehidrasi
Sumber: Depkes RI, 2003

Kondisi L Ada Ada Ada Ll Tidak ada Ada Ada Lll Tidak ada Tidak ada Ada lV Tidak ada Ada Tidak ada V Tidak ada Tidak ada Tidak Ada

(B) Perawatan Awal Pada Fase Stabilisasi Pemeriksaan Berat badan Suhu badan Tindakan Memberikan oksigen Menghangatkan tubuh Pemberian cairan dan makanan sesuai Antibiotika sesuai umur
Sumber: Depkes RI, 2003

+ +

+ +

+ +

+ +

+ +

+ + +

+ +

+ +

+ +

+ +

Tabel 2.3 Hasil Pemeriksaan dan Tindakan Pada Anak Gizi Buruk (Lanjutan) (C) Perawatan Lanjutan Pada Fase Stabilisasi Anamnesis lanjutan Konfirmasi kejadian campak dan TB paru Pemeriksaan Fisik Umum Panjang badan/tin ggi badan Dada (thorak) Perut (abdome) Otot Jaringan lemak Khusus Pemeriksaan mata Pemeriksaan kulit Pemeriksaan telinga, hidung, tenggorokan (THT) Pemeriksaan Laboratorium Kadar gula Hemoglobin Tindakan Vitamin A Asam folat Multivitamin folat Multivitamin tanpa Fe Pengobatan penyakit penyulit Stimulasi

(D) Perawatan Lanjutan Pada Fase Transisi Pemeriksaan Berat badan naik Tindakan Makanan tumbuh kejar Multivitamin tanpa Fe Stimulasi Pengobatan penyakit penyulit Persiapan/ keterlibatan ibu

Sumber: Depkes RI, 2003

Tabel 2.3 Hasil Pemeriksaan dan Tindakan Pada Anak Gizi Buruk (Lanjutan) (E) Perawatan Lanjutan Pada Fase Rehabilitasi Pemeriksaan Monitoring Tindakan Makanan tumbuh kejar Multivitamin tanpa Fe Stimulasi Pengobatan penyakit penyulit Persiapan/ keterlibatan ibu

Sumber: Depkes RI, 2003

BAB III LANGKAH DAN JADWAL KEGIATAN MAGANG

3.1. Langkah Kegiatan Magang Berikut ini merupakan langkah-langkah kegiatan magang RSUD Depati Hamzah Pangkal Pinang Gambar 3.1 Langkah-Langkah Kegiatan Magang
Sebelum Kegiatan Magang 1. Pengajuan surat magang 2. Konfirmasi tempat magang 3. Pembuatan proposal 4. Konsultasi proposal Output 1. Profil RSUD a. Sejarah b. Visi dan misi c. Tugas dan fungsi d. Struktur organisasi e. SDM f. Kerja sama penelitian g. Kemampuan pemasyarakat hasil penelitian h. Sarana ilmiah 2. Profil pelayanan gizi pada balita gizi buruk a. Ruang lingkup b. Kegiatan pelayanan gizi c. Tugas dan peran 3. Gambaran kegiatan pengukuran antropometri : a. Data BB, TB/PB, LLA, LK, dan LD pasien gizi buruk yang berobat jalan di Poli Gizi b. Alat untuk pengukuran antropometri c. Metode dan cara pengukuran antropometri d. Cara pencatatan dan pengolahan data hasil pengukuran antropometri serta penggunaan informasi hasil pengolahan data.

Instalasi Gizi

Saat Kegiatan Magang 1. Studi observasi dan wawancara mengenai kegiatan pelayanan gizi dalam tatalaksana gizi buruk di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang 2. Pengamatan dan ikut serta dalam kegiatan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang 3. Studi dokumentasi : Mempelajari data pasien gizi buruk rawat inap di Poli Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang Telaah data antropometri pasien gizi buruk yang berobat jalan di Poli Gizi Rumah Sakit Umum Sumber: DataHamzah Primer Pangkal Pinang Daerah Depati Obsevasi kegiatan pengukuran antropometri 4. Studi literatur 5. Evaluasi kegiatan magang 6. Penyusunan laporan magang 7. Konsultasi laporan magang

Sumber Data Primer

Setelah Magang Presentasi Laporan magang Perbaikan laporan Magang

3.2 Jadwal Kegiatan Magang Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Magang


No 1 Hari ke 1 Hari/ Tanggal Senin /1 Pebruari Kegiatan Perkenalan. Keterangan Melakukan perkenalan ke masingmasing pegawai bagian rumah sakit. Diskusi dengan pembimbing lapangan Melakukan kegiatan di Instalasi gizi dari mulai pendaftaran, pengukuran antropometrii, pemeriksaan klinis, penyuluhan, dan pemberian obat. Mengetahui kondisi pasien gizi buruk setelah dilakukan pemantauan Mengetahui langkah-langkah di Instalasi Gizi Mengetahui kegiatan yang dilakukan di Instalasi Gizi Mendapatkan hasil pemantaun kondisi pasien gizi buruk Hasil Mengetahui letak ruang dan ketua masing-masing bagian rumah sakit Fiksasi jadwal observasi masing-masing

Selasa /2 Pebruari

Memberikan Fiksasi jadwal magang dengan pembimbing lapangan. Mengamati dan mengikuti kegiatan di Instalasi Gizi.

Rabu /3 Pebruari

Observasi pasien gizi buruk dan Ikut serta dalam pemantauan kondisi pasien diruang perawatan Mengumpulkan data dan profil RSUDDH Observasi ke laboratorium Biokimia

Kamis /4 Pebruari

Observasi cakupan pasien gizi buruk di instalasi gizi. Ikut serta dalam kegiatan asuhan gizi di ruang perawatan. Studi dokementasi dalam pelayanan gizi tatalaksana gizi buruk

Mengumpukan data dan profil RSUDDH di bagian TU serta membaca profil. Mendapat penjelasan dari kepala Biokimia serta observasi ke Laboratorium Mendapatkan data-data cakupan pasien gizi buruk di Instalasi gizi. Mendapatkan penjelasan langkahlangkah kegiatan diruang asuhan gizi. Mendapatkan penjelasan tentang jenis dokumentasi pelayanan gizi tatalaksana gizi buruk

Mengetahui ruang lingkup kegiatan, mitra kerjasama, dan tenaga SDM KPP Biokimia, serta mengetahui macammacam Lab.

Mengetahui jumlah cakupan pasien gizi buruk yang dirawat inap di Instalasi gizi RSUDDH. Mengetahui kegiatan pelayanan gizi dan asuhan gizi dalam tatalaksana pasien gizi buruk

Sumber: Data Primer 53

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Magang (Lanjutan)


No 1 Hari ke 5 Hari/Tanggal Jumat /5 Pebruari Kegiatan Observasi cakupan pasien gizi buruk di rekam medik Observasi dalam pengolahan-pendistribusian makanan pasien gizi buruk Wawancara Keterangan Mendapatkan data pasien gizi buruk yang berobat jalan dan rawat inap di rekam medis Mendapatkan pengetahuan dalam proses pengolahan pendistribusian makanan pasien gizi buruk Melakukan wawancara dengan orang tua dari balita yang mengikuti pemulihan di Instalasi Gizi Melakukan penyuluhan kepada keluarga pasien mengenai asupan makanan bagi pasien gizi buruk Melakukan kegiatan yang dilakukan di instalasi Gizi dan ikut serta dalam kegiatan. Mendapatkan data prevalensi gizi buruk Prov.Bangka Belitung Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dalam proses pengolahan makanan khusus pasien gizi buruk Mendapatkan penjelasan tentang jenis dokumentasi pengukuran antropometri. Mengetahui kegiatan dan mendapatkan penjelasan melakukan kegiatan di Instalasi gizi Hasil Mengetahui cakupan status gizi balita gizi buruk rawat inap di rekam medik Mengetahui cara pengolahan bahan makanan pada pasien gizi buruk dan pendistribusiannya. Mengetahui bagaimana cara orang tua memantau antropometri balitanya di rumah Mengetahui hasil kegiatan konseling gizi sebagai pemantauan kondisi perkembangan anak. Mengetahui kegiatan rutin serta kegiatan lain yang dilaksanakan di Instalasi Gizi. Mengetahui cakupan angka gizi buruk di Provinsi Bangka Belitung setiap tahun. Mengetahui cara dan proses mulai pengolahan dan pendistribusian makanan khusus untuk pasien gizi buruk

Sabtu/6 Pebruari

Senin /8 Pebruari

Ikut serta dalam kegiatan konseling gizi diruang perawatan asuhan gizi Ikut serta kegiatan di Instalasi Gizi Observasi ke Dinkes Pemprov. Bangka Belitung Ikut serta dalam kegiatan persiapan bahan susu formula serta pengolahan formula pasien anak gizi buruk Studi dokumentasi antropometri Ikut serta kegiatan di Instalasi gizi

Selasa /9 Pebruari

Rabu/10 Pebruari

Mengetahui ukuran BB, TB/PB, LLA, LK, dan LD balita yang mengikuti pemulihan di Instalasi Gizi dan kegiatan dilaksanakan di Instalasi gizi

Sumber: Data Primer

54

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Magang (Lanjutan)


No 1 Hari ke 10 Hari/Tanggal Kamis/11 Pebruari Kegiatan Wawancara. Keterangan Melakukan wawancara dengan orang tua dari balita yang mengikuti pemulihan di ruang Instalasi Gizi Melakukan kegiatan pengukuran antropometri pada pasien gizi buruk. Melakukan kegiatan yang dilakukan di ruang Instalasi Gizi dan ikut serta dalam kegiatan tersebut Melndapatkan hasil dokumentasi cara pengukuran antropometri di ruang perawatan. Melakukan wawancara dengan staff pegawai diruang Instalasi Gizi yang melakukan pengukuran antropometri Melakukan kegiatan asuhan gizi yaitu mengenai pengkajian status gizi Melakukan konsultasi dengan pembimbing lapangan Mengumpulkan berbagai referensi mengenai teori gizi di ruang ahli gizi Hasil Mengetahui cara orang tua memantau antropometri balitanya di rumah.

11

Jumat /12 Pebruari

Ikut serta dalam penimbangan berat badan pasien gizi buruk Ikut serta kegiatan di Instalasi Gizi Studi dokumentasi

Mendapatkan pencatatan hasil penimbangan berat badan pasien. Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dalam kegiatan penyuluhan dan pengukuran antropometri

12

Sabtu /13 Pebruari

Wawancara

13

Senin/15 Pebruari

Ikut serta dalam kegiatan asuhan gizi diruang perawatan Konsultasi dengan pembimbing lapangan Studi literature

Mengetahui kendala/kesulitan dalam pengukuran antropometri Mengetahui cara mengatasi kendala tersebut Mendapatkan penjelasan cara kegiatan pengkajian status gizi Mendapatkan saran dalam membuat laporan magang Mendapatkan rujukan atau teori untuk membahas hasil magang

Sumber: Data Primer

55

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Magang (Lanjutan)


No 1 Hari ke 14 Hari/Tanggal Selasa /16 Pebruari Kegiatan Telaah data antropometri pasien gizi buruk yang konsultasi di Instalasi Gizi Studi dokumentasi Keterangan Mendapatkan data pasien gizi buruk yang dirawat inap di Instalasi gizi Mendapatkan penjelasan tentang jenis bahan makanan (formula khusus) yang diberikan kepada pasien. Mendapatkan penjelasan tentang jenis dokumentasi pengukuran antropometri Hasil Mengetahui cakupan status gizi balita gizi buruk di Instalasi Gizi

Mengetahui bahan-bahan yang digunakan untuk proses pembuatan susu formula

15

Rabu/17 Pebruari

16

Kamis /18 Pebruari

Studi dokumentasi Ikut serta dalam kegiatan pengukuran antropometri. Observasi cakupan kenaikab berat badan anak di KMS Ikut serta kegiatan di Poli/Instalasi Gizi

Mengetahui ukuran BB, TB/PB, LLA, LK, dan LD balita yang mengikuti pemulihan di Instalasi Gizi

Studi wawancara 4 17 Jumat /19 Pebruari Sabtu/20 Pebruari Observasi ke Laboratorium

18

Ikut dalam kegiatan antropometri Konsultasi dengan pembimbing lapangan

Melakukan pengamatan kegiatan yang dilakukan di Instalasi Gizi dan ikut serta dalam kegiatan tersebut Wawancara dengan orang tua pasien mengenai pola asuh anak. Melakukan pengamatan pemeriksaan biokimia pada spesimen pasien gizi buruk Mengikuti kegiatan pengukuran antropometri pada pasien gizi buruk Mendapatkan penjelasan penulisan laporan magang

Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dalam kegiatan penyuluhan dan pengukuran antropometri. Mendapatkan penjelasan dari orang tua pasien mengenai pola asuh Mengetahui cara pemeriksaan spesimen pasien gizi buruk secara biokimia Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman pada pengukuran antropometri pada pasien gizi buruk serta cara penulisan laporan magang

Sumber: Data Primer

56

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Magang (Lanjutan)


No 1 Hari ke 19 Hari/Tanggal Senin/22 Pebruari Kegiatan Studi dokumentasi Keterangan Mendapatkan penjelasan tentang jenis dokumentasi pengukuran antropometri. Melakukan wawancara dengan ibu balita gizi buruk Melakukan konsultasi dengan pembimbing lapangan. Mencari refrensi ke perpustakaan Stikes setempat Melakukan pengamatan kegiatan yang dilakukan di nstalasi Gizi dan ikut serta dalam kegiatan tersebut Melakukan analisa data yang telah diperoleh selama kegiatan magang. Mengetahui kegiatan di Instalasi gizi Mendapatkan penjelasan tentang jenis dokumentasi pengukuran antropometri Melakukan wawancara dengan ibu pasien balita Hasil Mengetahui ukuran BB, TB/PB, LLA, LK, dan LD balita yang mengikuti pemulihan di Instalasi Gizi Mengetahui perawatan balita gizi buruk selama rawat jalan di rumah Mendapatkan saran dalam membuat laporan magang Mendapatkan rujukan atau teori untuk membahas hasil magang Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dalam kegiatan penyuluhan dan pengukuran antropometri Mendapatkan informasi dari data-data yang telah diperoleh untuk pembuatan laporan magang. Mendapatkan penjelasan dan mengetahui kegiatan di Instalasi gizi Mengetahui ukuran BB, TB/PB, LLA, LK, dan LD balita yang ikut pemulihan di Instalasi Gizi Mengetahui perawatan balita gizi buruk ranap

Wawancara 2 20 Selasa/23 Pebruari Konsultasi dengan dosen pembimbing lapangan&dosen fakultas Studi Literatur

21

Rabu /24 Pebruari

Mengamati dan mengikuti kegiatan di Instalasi Gizi

22

Kamis /25 Pebruari

Analisa data

23

Jumat/26 Pebruari

Ikut serta dalam kegiatan instalasi gizi Observasi dan studi dokumentasi Wawancara

Sumber: Data Primer

57

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Magang (Lanjutan)


No 1 Hari ke 24 Hari/Tanggal Sabtu/27 Pebruari Kegiatan Penyusunan laporan magang Keterangan Melakukan penyusunan laporan hasil kegiatan magang Mendapatkan Mendapatkan penjelasan tentang jenis dokumentasi pengolahan susu formula WHO di Dapur Melakukan evaluasi guna melengkapi data-data yang dibutuhkan dalam pembuatan laporan magang Mengumpulkan laporan magang dan menyerahkannya. Pamitan dengan pembimbing lapangan dan staff pegawai rumah sakit Hasil Laporan magang 75%

Studi Dokumentasi dan observasi

Mengetahui cara pembuatan pengolahan susu formula WHO

25

Senin/1 Maret

Evaluasi kegiatan magang secara keseluruhan

Mengetahui data-data yang masih kurang lengkap dan berusaha untuk melengkapinya. Mengumpulkan laporan dan persiapan sidang magang . Perpisahan dengan pembimbing lapangan dan staff pegawai rumah sakit

26

Selasa/2 Maret

Mengumpulkan laporan magang Perpisahan

Sumber: Data Primer

58

59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Depati Hamzah Rumah sakit adalah suatu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan rawat inap dan rawat jalan, memberikan pelayanan kesehatan jangka pendek dan jangka panjang terdiri dari observasi, diagnostik, terapeutik dan rehabilitatif untuk orang-orang yang menderita sakit, cidera dan melahirkan. Untuk penyediaan pelayanan kesehatan di Kota Pangkalpinang maka pada tahun anggaran 1981/1982 dengan menggunakan dana APBN mulailah dibangun secara bertahap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pangkal Pinang yang berlokasi di Jalan Soekarno Hatta, berbatasan dengan kompleks perkuburan Cina Sentosa Pangkal Pinang RSUD Pangkal Pinang yang semula berstatus kelas D meningkat statusnya menjadi kelas C dan sekarang sedang dipersiapkan untuk perubahan status menjadi kelas B non pendidikan dan sebagai rumah sakit rujukan di kawasan Bangka Belitung, menjadi badan layanan umum, serta menjadi rumah sakit trauma centre, seiring ditetapkannya Pangkal Pinang sebagai Ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Bertepatan dengan peringatan setengah abad Kota Pangkal Pinang sebagai

60 daerah otonom pada tanggal 14 November 2006 ditetapkanlah nama RSUD Pangkal Pinang dengan nama RSUD Depati Hamzah. Sebagai Rumah Sakit Umum Daerah, RSUD Depati Hamzah memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit dan untuk persiapan peningkatan statusnya dari tipe C ke tipe B non pendidikan. Perubahan status Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang memang sangat diperlukan seiring dengan perkembangan Kota Pangkal Pinang sebagai Ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Berbagai jenis pelayanan, personal tenaga kesehatan dan perangkat keilmuan yang beragam akan berinteraksi satu sama lain, serta ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat, perlu diimbangi oleh tenaga kesehatan yang memadai dalam rangka memberikan pelayanan standar kesehaan yang bermutu. Hal ini akan membuat permasalahan di semakin kompleks. Sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, Rumah Sakit Umum Depati Hamzah Pangkal Pinang adalah tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. RSUD Depati Hamzah Pangkal Pinang adalah Rumah Sakit milik Pemerintah Kota Pangkal Pinang yang didirikan pada tahun 1981/1982 dari dana APBN Departemen Kesehatan RI, sesuai dengan tuntutan dan perkembangan pembangunan, khususnya dibidang kesehatan maka Rumah sakit Umum Depati Hamzah pangkal Pinang mengalami perubahan status dari kelas D menjadi kelas C berdasarkan surat Menteri Kesehatan RI No 197/Menkes/sk/11/1993 tanggal 26 Februari serta surat

61 keputusan Walikota madya KDH Tk II Pangkal Pinang No 069/SK/HUK/1993 tanggal 30 juni 1993 RSUD Depati Hamzah Pangkal Pinang beralokasi di Jalan Soekarno Hatta Pangkal Pinang, memiliki luas tanah sebesar 74.292 m2 dan luas bangunan sebesar 7.563 m2 4.1.1 Fasilitas Kesehatan RSUD Depati hamzah kota Pangkal pinang secara geografis berada pada kondisi strategis, karena disamping bisa memberikan pelayanan kesehatan kepada 178.199 penduduk yang tersebar pada 5 (lima) kecamatan, juga melayani masyarakat di Kecamatan (Kabupaten) tetangga. Fasilitas kesehatan di Kota pangkalpinang sebagai pendukung maupun Competitor rumah sakit Umum Depati hamzah pangkalpinang terlihat sebagai berikut. 1. Rumah sakit Swasta a. Bakti timah b. Bhakti Wara c. DKT 2. Puskesmas/ Kecamatan a. Rangkui b. Bukit intan c. Pangkal balam d. Gerunggang e. Taman sari 3. Puskesmas Pembantu (19 buah)

62 4. Polindes (17 buah) 5. Bidan praktek (19 buah) 6. Dokter Praktek a. umum (35 Orang) b. Spesialis (24 Orang) c. Gigi (11 Orang) d. Klinik Bersalin (5 buah) RSUDDH ini memiliki fasilitas pelayanan kesehatan yang cukup lengkap untuk menanggulangi masalah berbagai penyakit seperti poliklinik kebidanan dan kandungan, poliklinik anak, polikoinik gizi, poliklinik penyakit dalam, poliklinik KB, poliklinik bedah, poliklinik umum, poliklinik saraf, unit rawat inap, unit pelayanan medis, instalasi farmasi, gizi, laboratorium, radiologi, fisioterapi dan lainlain

63 4.1.2 Struktur Organisasi RSUDDH Pangkal Pinang Gambar 4.1 Struktur Organisasi Dan Ketenagaan Rumah Sakit Depati Hamzah Pangkal Pinang

DIREKTUR KABAG. TATA USAHA

KASUBAG UMUM&KEPEGAWAIAN

KASUBAG REKAM MEDIK

KASUBAG KEUANGAN

KABID KEPERAWATAN

KABID PELAYANAN

KABID DIKLAT&PERENCANAAN

KASI PELAYANAN&ASKEP

KASI PELAYANAN MEDIK

KASI DIKLAT&PENGEM BANGAN SDM KASI PERENCANAAN&P ROGRAM

KASI ETIKA&MUTU

KEPERAWATAN

KASI PELAYANAN PENUNJANG MEDIK

64 4.1.3
Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Umum Depati Hamzah Pangkal Pinang

Fasilitas sarana dan prasarana pelayanan RSUDDH Pangkal Pinang terdiri: 1. Pelayanan Gawat Darurat (UGD) 24 jam 2. Pelayanan Rawat Inap terdiri ruang perawatan sebagai berikut : a. Ruang Perawatan nusa Indah b. Ruang Perawatan Asoka c. Ruang Perawatan Melati d. Ruang Pera watan Anggrek e. Ruang Perawatan kelas 1 f. Ruang Perawatan kelas utama g. Ruang ICU h. Ruang Perawatan Paviliun i. Ruang Luka bakar Dengan jumlah tempat tidur yang terbagi menjadi beberapa kelas perawatan antara lain: a. Kelas Pavilliun b. Kelas Utama c. Kelas 1 d. Kelas II e. Kelas II 3. Pelayanan Rawat jalan, terdiri dari pelayanan Poliklinik meliputi : a. Poliklinik Kandungan dan Kebidanan b. Poliklinik Anak

65 c. poliklinikGizi d. Poliklinik Penyakit Dalam e. Poliklinik Gigi f. Poliklinik Umum g. Bidan 4. Pelayanan Dan Fasilitas lain meliputi : a. Laboratorium b. Apotek c. Ruang Rekam medis d. Radiologi e. Fisioterapi f. Gizi g. OK Central h. Obs-Gyn i. Rumah Dokter j. Rumah Paramedis k. USG, EKG, CTG l. Imunisasi dan KB m. Pembuatan Akte Kelahiran n. Kamar Jenazah o. Ambulance 24 Jam p. Laundry q. Mushola

66 Dalam menunjang segala kegiatan pelayanan kesehatan rumah sakit baik rawat inap maupun rawat jalan, RSUDDH memiliki beberapa sarana dan prasarana kesehatan cukup lengkap seperti Pelayanan Gawat Darurat (UGD) 24 jam, Pelayanan rawat inap yang mempunyai kapasitas 144 tempat tidur. Pelayanan Rawat jalan terdiri dari pelayanan Poliklinik meliputi: Poliklinik Kandungan dan Kebidanan, Poliklinik Anak, Poliklinik Penyakit Dalam, Poliklinik Gigi, Poliklinik Umum dan kebidanan dan memiliki pelayanan dan fasilitas lain meliputi: Laboratorium, apotek, ruang rekam medis, radiology, gizi, ok central, obs-gyn, rumah dokter, rumah paramedic, usg, ekg, ctg, imunisasi dan KB, pembuatan akte kelahiran, kamar jenazah, ambulance 24 jam, laundry, parker dan mushola. 4.1.4 Ketenagaan RSUDDH Pangkal Pinang Adapun jumlah ketenagaan di Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang sebagai berikut: Tabel 4.1 Ketenagaan RSUDDH Pangkal Pinang No. KETENAGAAN 1 Direktur 2. Kepala Tata Usaha 3 Dokter Spesialis 4 Dokter Umum 5 Dokter Gigi 6 Staf di ruang rawat 7 Staf Keperawatan 8 Fisioterapi 10 Instalasi farmasi 11 Radiology 12 Laboratorium 13 Tranfusi darah 14 Loket 1 ( Poliklinik Rawat Jalan) Sumber: Profil RSUDDH Pangkal Pinang JUMLAH 1 Orang 1 Orang 18 Orang 15 Orang 2 Orang 194 Orang 7 Orang 3 Orang 14 Orang 5 Orang 12 Orang 2 Orang 3 Orang

67 Tabel 4.1 Ketenagaan RSUDDH Pangkal Pinang (Lanjutan) No. 15 16 17 18 19 20 21 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 KETENAGAAN Loket II Loket Rawat Inap Staf Penunjang medik Rekam Medik Kepegawaian Komite Medik Pelayanan Umum / kepegawaian IPSRS Askes Satpam Jenazah+sopir Tenaga dapur Jamkesda & jamkesmas Perlengkapan Diklat & Perencanaan Program Akuntansi Penerimaan keuangan Keuangan R.Informasi Secretariat BLUD Petugas kebersihan (CS) Jumlah JUMLAH 6 Orang 3 Orang 1 Orang 7 Orang 5 Orang 2 Orang 1 Orang 4 Orang 12 Orang 2 Orang 11 Orang 5 Orang 12 Orang 5 Orang 5 Orang 4 Orang 3 Orang 3 Orang 9 Orang 3 Orang 3 Orang 43 Orang 426 Orang

Sumber: Profil RSUDDH Pangkal Pinang

Untuk menjalankan kegiatan pelayanan kesehatan, RSUDDH memiliki ketenagaan yang cukup terpenuhi untuk menangani setiap pelayanan kesehatan rumah sakit, tetapi menurut penulis ada beberapa bagian khusus yang kurang tertangani karena minimnya tenaga yang ada seperti bagian gizi. Ketenagaan yang ada saat ini berjumlah 426 orang baik tenaga medis maupun tenaga non medis yang terdiri dari Direktur, Kepala Tata Usaha, dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, instalasi farmasi. Staf di ruang rawat, fisioterapi, tenaga radiologi, tenaga laboratorium, staf penunjang medik,

68 staf kepegawaian, komite medik, tenaga IPSRS, tenaga Askes, administrasi keuangan, administarsi umum, Jamkesda/Jamkesmas, perlengkapan,

Diklat/perencanaan program, petugas ruang informasi, sekretariat BLUD operator, kasir, satpam, sopir, dapur (juru masak), CS (tenaga kebersihan) dan laundry. 4.1.5 Visi, Misi, Tujuan Dan Sasaran 4.1.5.1 Visi RSUDH Pangkal Pinang 1. Peryataan Visi Menjadi Rumah Sakit terpercaya dan Mitra Rujukan Terbaik di Bangka Belitung 2. Penjelasan Makna Visi Rumah Sakit Umum Kota Pangkalpinang merupakan Rumah Sakit yang terletak di ibu Kota Propinsi sudah sewajarnya mempunyai sarana dan prasarana yang lebih lengkap di bandingkan dengan rumah sakit daerah lainnya sehingga dapat menjadi rumah Sakit pusat rujukan yang dapat memberikan pelayanan secara paripurna kepada pasien, baik pasien dari Kabupaten Bangka dan Belitung sehingga tidak perlu lagi di rujuk ke luar daerah karena dapat ditangani oleh dokter-dokter yang ada di RSUDH Pangkalpinang dan dapat menghemat biaya transport dan lain-lain.

4.1.5.2 Misi RSUDDH Pangkal Pinang

69 1. Pernyataan Misi a. Melengkapi sarana dan prasarana rumah sakit b. meningkatkan Profesionalisme dan Motivasi Kerja karyawan 2. Penjelasan Makna Misi Peningkatan mutu sumber daya manusia RSUDH Pangkal Pinang dapat dicapai melalui pendidikan dan latihan maupun pendidikan formal lainnya baik untuk tenaga perawat yang mendapat pendidikan tambahn dibidang tekhnis medis fungsional maupun pendidikan dibidang manajemen administrasi. Pelaksanaan misi ini harus ditunjang dengan sarana dan prasarana gedung dan peralatan yang memadai . Sehingga semua Dokter Spesialis dapat bekerja secara maksimal sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimilikinya. Hal ini tentu saja akan berdampak secara langsung terhadap peningkatan mutu pelayanan di Rumah sakit yang diharapkan dapat memberikan pelayanan prima kepada pasien dirawat 4.1.5.3 Motto RSUDDH Pangkal Pinang IKAK SEHAT KAMI SENENG (Kesembuhan Anda kebahagiaan Kami) 1. Tujuan dan Sasaran Rumah Sakit Umum Depati Hamzah Pangkal Pinang Dalam penjabaran Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Depati Hamzah Pangkal Pinang perlu menetapkan tujuan yang

70 menggambarkan hasil akhir yang akan dicapai dalam penetapan tujuan tersebut pada umumnya didasarkan pada faktor kunci keberhasilan sebagai mana telah diuraikan dalam visi dan misi tersebut, berdasarkan hal diatas, maka telah ditetapkan tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan diupayakan untuk dicapai rumah sakit umum Depati Hamzah Pangkal Pinang adalah sebagai berikut : a. Terwujudnya pelayanan rumah sakit umum depati Hamzah Pangkal Pinang yang paripurna dengan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang Profesional secara keseluruhan, bermutu dan terjangkau. Sasaran dari tujuan kesatu sebagai berikut : 1) Meningkatnya klasifikasi rumah sakit 2) Pelayanan kesehatan yang mudah di akses dan terjangkau 3) Peningkatan jumlah kunjungan pasien kerumah sakit 4) Pengembangan citra rumah sakit sebagai stakeholder pembangunan kesehatan 5) Menciptakan suasana kerja yang kondusif, aman dan nyaman yang berbasis kepada kinerja 6) Membangun dan mengembangkan jejaring pelayanan kepada seluruh stake holder pelayanan kesehatan

71 7) Pengembangan rumah sakit sebagai pusat pendidikan dan penelitian bagi praktek keperawatan, kebidanan,

kedokteran dan lain-lain 8) Meningkatnya kinerja keuangan rumah sakit sesuai dengan standar 9) Terpenuhinya kuantitas SDM rumah sakit sesuai dengan standar 10) Peningkatan kualitas/mutu sdm rumah sakit sesuai dengan profesi kesehatan 11) Masyarakat pengguna pelayanan mendapatkan pelayanan dari tenaga yang kompeten 12) Meningkatnya kinerja pelayanan 13) Tertib administrasi seluruh pelaporan yang dibutuhkan 14) Meningkatnya kinerja sdm sesuai dengan kompetensinya b. Terwujudnya rumah Sakit Umum Depati Hamzah Pangkal Pinang menjadi pusat rujukan di Propinsi Kepulauan Bangka Balitung Sasaran dari tujuan kedua sebagai berikut: Setiap satuan pelayanan memiliki sarana, prasarana dan peralatan dan peralatan yang memadai dan sesuai dengan standar pelayanan minimal

4.1.6 Kinerja Kegiatan RSUDDH Pangkal Pinang Tabel 4.2

72 Indikator Kegiatan Kinerja RSUD Depati Hamzah Tahun 2008&2009


No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12 Uraian Jumlah hari rawat Rata-rata kunjungan Rajal/hari Jumlah pasien keluar hidup Jumlah pasien mati < 48 jam Jumlah pasien mati > 48 jam Jumlah pasien keluar hidup+mati BOR AVLOS TOI BTO NDR GDR Tahun 2008 31.594 hari 119 orang/hari 8.155 orang 309 orang 259 orang 8.723 orang 61.66% 3 hari 3 kali 64.06 kali 30.3/mill 63.33/mil Tahun 2009 34.904 hari 138 orang/hari 9335 orang 321 orang 288 orang 9944 orang 66.40% 4 hari 2 kali 69.05 kali 28.96/ mill 61.24/ mill

Sumber: Rekam Medis RSUDDH Pangkal Pinang Tabel 4.3 Indikator Pelayanan Rawat Inap RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang Tahun 2009
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Jenis indicator BOR AVLOS BTO TOI NDR GDR Tahun 2009 66.40% 4 hari 69.05 kali 2 kali 28.96/mill 61.24/mill Standar Depkes 60-80 4 7 hari 40 50 kali 1-3 kali 25/mill 45/mill

Sumber : Rekam Medis RSUD Depati Hamzah Pangkal Pinang Keterangan : 1. BOR 2. AVLOS 3. BTO : : : Bed Ocupancy Rate (rata-rata penggunaan tempat tidur) Average Length Of Stay (rata-rata lamanya pasien dirawat) Bed Turn Over (rata-rata produktivitas tempat tidur/ perputaran pergantian orang dalam kurun waktu 1 tahun/lebih 4. TOI 5. NDR 6. GDR : : : Turn Over Interval (rata-rata jumlah tempat tidur yang kosong Neto Death Rate (rata-rata jumlah kematian lebih dari 48 jam) Gross Date Rate (rata-rata semua pasien meninggal)

73 Pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan di RSUDDH, selain dilakukan oleh dokter-dokter yang bertugas pada poliklinik rawat jalan dan rawat inap, juga dilakukan oleh petugas medis dan non medis. Peran serta masing-masing petugas yang berperan aktif dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada konsumen dapat terlihat dari kinerja pelayanan kesehatan RSUDDH tahun 2009. 4.2 Gambaran Umum Ruang Perawatan dan Instalasi gizi RSUD Depati Hamzah Pangkal Pinang Instalasi di RSUD Depati Hamzah terdiri dari Instalasi Farmasi dan Instalasi Gizi. Namun kegiatan magang ini berlangsung di Instalasi gizinya juga. Instalasi gizi RSUDDH merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang merupakan pelayanan penunjang medis yang dibentuk dalam upaya mendukung fasilitas pelayanan rawat inap dan rawat jalan. Instalasi gizi RSUD Depati Hamzah salah satu unit pelayanan fungsional yang bertugas menyelenggarakan pelayanan gizi rawat inap dan menyelenggarakan makanan untuk pengaturan diet pasien yang sesuai dengan kelas perawatan. Instalasi gizi dipimpin oleh kepala Instalasi yang

berkoordinasi langsung kepada direktur rumah sakit. Instalasi gizi RSUDDH terdiri dari dapur pengelolaaan makanan. Namun selain di Instalasi Gizi untuk mengetahui proses pengolahan makanan untuk pasien gizi buruk namun proses magang ini sebagian besar berlangsung di ruang perawatan dan poliklinik gizi yang merupakan bagian dari rumah sakit dengan tujuan untu k mengetahui proses penatalaksanaan pasien gizi buruk. 4.2.1 Gambaran Ruang Perawatan RSUDDH

74 Di ruang perawatan RSUDDH terdapat tim asuhan gizi yang terdiri dari dokter, tenaga gizi dan perawat, yang ketua tim adalah dokter. Kegiatan ini dilakukan secara terpadu antara ketiga unsur di atas. Kegiatan di ruang perawatan yaitu pengkajian status gizi, perencanaan/penentuan diet, penyajian makanan ke pasien, penyuluhan/penilaian, pecatatan dan pelaporan kegiatankegiatan gizi di ruangan. Berdasarkan pasien masuk kerumah sakit dapat dibedakan dalam 2 (dua) kategori, yaitu: Pasien Rawat Inap dan pasien rawat jalan. Pada pasien rawat inap dilakukan tahap penapisan dan pengkajian berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, antropometri, laboratorium dan

pemeriksaan lainnya, dokter akan menetapkan apakah pasien memerlukan terapi diet atau tidak (Depkes RI, 2006). Pelayanan gizi rawat inap yang terdapat di ruang perawatan RSUD Depati Hamzah sesuai dengan rujukan yang dikemukakan oleh Depkes RI (2006 a). Alur kegiatan pelayanan gizi rawat inap Asuhan gizi RSUD Depati Hamzah dapat digambarkan kegiatannya seperti dibawah ini

Gambar 4.2 Alur Kegiatan Pelayanan Gizi Rawat Inap Asuhan gizi RSUDDH Pasien masuk ruang rawat inap Pengkajian status gizi

75 Pengadaan makanan pasien Penentuan diet Konseling gizi Pencatatan gizi Monitoring dan evaluasi Pasien pulang
Sumber: Asuhan gizi RSUD Depati Hamzah Pangkal Pinang

Sedangkan pada pasien rawat jalan hanya dilakukan pemeriksaan fisik, antropometri, laboratorium dan pemeriksaan dokter lainnya, kemudian menentukan perlu pasien terapi diet. Seperti uraian berikut: a. Bila tidak memerlukan diet, pasien hanya akan mendapat penyuluhan gizi umum dan makanan sehat untuk diri dan keluarganya, dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan keadaan kesehatan dirinya dan lingkungannya. b. Bila memerlukan terapi diet, pasien akan dikirim ke klinik gizi untuk memperoleh penyuluhan/konseling tentang diet/terapi yang ditetapkan dokter. Proses selanjutnya mengikuti prosedur dari klinik tersebut (Depkes RI, 2006)

4.2.2 Gambaran Ruangan Dapur Pengelolaan Makanan

76 Dapur pengelolaan makanan Instalasi gizi RSUDDH terdapat tim tenaga pemasak, tenaga gizi yang melakukan kegiatan penyelenggaraan makanan yang dimulai dari pengadaan bahan makanan, perencanaan menu sampai pendistribusian makanan ke pasien. Kegiatan perencanaan menu dan penyusunan menu disesuaikan dengan taksiran kebutuhan bahan makanan, pemesan bahan makanan, penyiapan bahan makanan serta pendistribusian makanan ke pasien. Adapun struktur dapur Instalasi gizi RSUDDH sebagai berikut : Gambar 4.3 Struktur Dan Tugas Pokok Instalasi gizi/Dapur RSUDDH Pangkal Pinang Ka. Asuhan gizi/dapur

Administrasi

Bag.Persiapan

Bag. Pengolahan

Bag. Distribusi

Bag. Kebersihan

Sumber: Asuhan gizi RSUD Depati Hamzah. Dari gambar 4.3 adapun tugas dan fungsi pokok untuk masing-masing instalasi gizi RSUDDH sebagai berikut:

1. Tupoksi Ka Asuhan gizi/Dapur

77 a. Mengawasi & mengendalikan proses kegiatan penyelenggaraan makanan di rumah sakit b. Bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan gizi di rumah sakit c. Memberikan pelayanan konsultasi gizi d. Bertanggungjawab dalam evaluasi & pencatatan pelaporan kegiatan 2. Tupoksi Bagian Administrasi a. Membantu mengatur kebutuhan bahan makanan pasien & karyawan b. Mengatur penyimpanan bahan makanan basah & kering c. Memperhatikan kualitas bahan makanan d. Membuat laporan kegiatan harian & bulanan 3. Tupoksi Bagian Persiapan a. Melakukan penerimaan bahan makanan basah b. Mengecek kualitas & kuantitas bahan makanan c. Mempersiapkan bahan makanan sesuai standar menu d. Melakukan penyimpanan bahan makanan sesuai kebutuhan 4. Tupoksi Bagian Pengolahan a. Melakukan pengolahan bahan makanan sesuai dengan standar menu b. Mempersiapkan peralatan, bumbu dan bahan makanan untuk diolah c. Mengolah bahan makanan sesuai dengan standar diet yang ada d. Mempersiapkan makanan pasien untuk proses distribusi

5. Tupoksi Bagian Distribusi a. Melakukan proses distribusi makanan bagi pasien rawat inap

78 b. Mengatur pemberian makanan sesuai dengan standar diet c. Membantu memenuhi kebutuhan makan pasien d. Mengisi data jumlah pasien dan standar diet pasien 6. Tupoksi Bagian Kebersihan a. Melakukan kegiatan hygiene & sanitasi ruangan dan peralatan b. Menjaga kebersihan & keamanan peralatan makan pasien c. Mempersiapkan peralatan makan & memasak d. Mengatur pembuangan sampah basah & kering 7. Uraian Tugas Kepala Asuhan gizi Secara Umum a. Mengawasi dan mengendalikan proses kegiatan penyelenggaraan makanan di rumah sakit b. Mempersiapkan bahan dan peralatan untuk mendukung proses penyelenggaraan makanan c. Membuat perencanaan standart porsi dan standart menu d. Analisa anggaran makan pasien dan karyawan rumah sakit e. Membuat pesanan kebutuhan bahan makanan pasien dan karyawan rumah sakit f. Mengontrol distribusi kebutuhan pasien dan karyawan g. Evaluasi kualitas dan kuantitas bahan makanan yang diterima

4.2.3 Gambaran Ruangan Poliklinik Gizi

79 Di ruang poliklinik RSUDDH terdapat tenaga gizi, perawat dan dokter. Poliklinik gizi adalah tempat kegiatan penyuluhan gizi dan konsultasi kepada pasien yang menjalani diet, baik pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap. Dalam melaksanakan penyuluhan gizi dan rujukan gizi di Polikilinik gizi pasien akan dianamnesis gizi dan penentuan diet pasien.

4.3 Kegiatan Asuhan Gizi Pasien Gizi Buruk di Ruang Perawatan Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Rangkaian proses kegiatan pelayanan gizi yang berkesinambungan dimulai dari perencanaan diet hingga evaluasi rencana diet pasien diruang rawat inap. Dengan tujuannya untuk memberikan pelayanan kepada pasien rawat inap agar memperoleh gizi yang sesuai dengan kondisi penyakit, dalam upaya mempercepat proses penyembuhan (Depkes RI, 2006a). Pelayanan asuhan gizi rawat inap merupakan serangkaian kegiatan selama perawatan yang meliputi: 6. Pengkajian status gizi 7. Riwayat gizi 8. Penentuan kebutuhan gizi sesuai dengan status gizi dan penyakitnya 9. Penentuan macam atau jenis diet sesuai dengan penyakitnya dan cara pemberian makanan 10. Konseling gizi 11. Evaluasi dan tindak lanjut pelayanan gizi Kegiatan asuhan gizi bagi pasien gizi buruk di ruang perawatan RSUD Depati Hamzah dilaksanakan secara sistematis berdasarkan Kriteria Depkes (2006a).

80 Kegiatan asuhan gizi pasien gizi buruk meliputi pengkajian status gizi pasien gizi buruk, penentuan kebutuhan gizi pasien gizi buruk sesuai dengan status gizi dan penyakit, sedangkan penentuan macam atau jenis diet sesuai dengan kondisi anak, penyakit serta cara pemberian makanan. Kemudian kegiatan terakhir yaitu evaluasi dan tindak terhadap pelayanan pasien gizi buruk. 4.3.1 Pengkajian Status Gizi Bagi Pasien Gizi Buruk Pengkajian status gizi adalah proses yang digunakan untuk menentukan status gizi pasien, mengidentifikasi gizi(kurang atau lebih), untuk menentukan preskripsi diet atau rencana diet, dan menu makanan yang harus diberikan kepada pasien (Depkes RI, 2006a). Pada kegiatan ini pengkajian status gizi bagi pasien gizi buruk, ahli gizi RSUD Depati Hamzah tidak bekerja sendiri tetapi dibantu oleh tim asuhan gizi yang terdiri dari dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya. pada saat awal balita masuk kerumah sakit dilakukan kegiatan pengkajian status gizi pada pasien gizi buruk, mekanisme yang dilakukan dengan cara: 1. Antropometri Setiap pasien akan diukur data antropometri, berupa tinggi badan (TB), panjang badan (PB), berat badan (BB), tinggi lutut, tebal lemak bawah kulit (skin fold technic), lingkar lengan atas (LILA), dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan (Depkes RI, 2006a). Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola

81 pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa, dkk, 2001). Tatalaksana asuhan gizi buruk di Ruang Perawatan RSUDDH pada tahap pengkajian status gizi berdasarkan dengan pedoman dari Depkes

(2006a) yaitu adanya pengukuran antropometri terlebih dahulu terhadap pasien gizi buruk. Pengukuran ini sering digunakan dalam penentuan status gizi anak dan rutin pengukurannya yaitu dengan metode pengukuran antropometri yang mempertimbangkan memilih dan faktor-faktor menggunakan yang suatu harus metode

dipertimbangkan

dalam

pengukuran, sehingga intervensi yang diberikan diharapkan tepat sasaran. Kegiatan pengukuran antropometri adalah salah satu kegiatan pelayanan gizi dalam tatalaksana pasien gizi buruk di ruang perawatan

RSUDDH. Kegiatan in bertujuan untuk mengetahui status gizi balita yang mengikuti pemulihan dan perawatan. Dari penelitian status gizi inilah dapat diketahui intervensi apa yang akan diberikan. Secara keseluruhan kegiatan pengukuran antropometri dapat digambarkan dengan gambar berikut ini.

Gambar 4.4 Proses kegiatan pengukuran antropometri Pengukuran Berat Badan, Tinggi Badan/Panjang Badan, Lingkar Lengan Atas, Lingkar Kepala, Lingkar Dada

82

Pencatatan Data Hasil Pengukuran

Pengolahan Data Hasil Pengukuran

Penggunaan Informasi Hasil Pengolahan Data

Interpretasi Hasil Pengolahan Data Sumber: Data Primer Dari gambar akan dapat diketahui bahwa proses kegiatan

antropometri dimulai dari pengukuran BB, TB/PB, LLA, LK dan LD. Kemudian data tersebut diolah sehingga menghasilkan sebuah informasi yang dapat digunakn untuk pengambilan keputusan atau tindakan dalam menaggulangi masalah gizi buruk atau kurang. Metode yang digunakan untuk penilaian status gizi adalah metode penilaian status gizi secara langsung yaitu pengukuran antropometri. Menurut jelliffe (1989) penilaian status gizi terbagi menjadi dua, yaitu pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung. Pengukuran langsung seperti pengukuran antropometri, biokimia, klinis dan biofisik. Sedangkan pengukuran tidak langsung seperti survei konsumsi, statistic vital, dan faktor ekologi.

83 Kegiatan asuhan gizi di ruang perawatan RSUDDH memilih metode pengukuran langsung dalam penilaian status gizi anak salah satu nya dengan metode antropometri untuk menilai status gizi anak karena prosedurnya lebih mudah dan tidak membutuhkan biaya yang banyak. Metode pengukuran antropometri mempertimbangkan faktor tenaga, waktu, dana, peralatan, sampel yang diukur dan informasi yang ingin dihasilkan dari pengukuran tersebut. menurut Supariasa (2002) beberapa faktor yang perlu

dipertimbangkan dalam memilih dan menggunakan suatu metode pengukuran yaitu tujuan pengukuran, unit sample yang diukur, jenis informasi yang dibutuhkan, tingkat reliabilitas dan akurasi yang dibutuhkan. Fasilitas dan peralatan. Tenaga, waktu, dan dana. Sesuai dengan pedoman yang

dikemukakan oleh Supariasa (2002). Untuk SDM atau tenaga yang melakukan pengukuran antropometri adalah tim asuhan gizi seperti perawat dan nutrisionis yang mendapatkan pelatihan metode dan cara pengukuran antropometri. Tenaga atau sumber daya yang melakukan pengukuran antropometri adalah Tim Asuhan Gizi di ruang perawatan yang telah mendapatkan pelatihan mengeanai metode dan cara pengukuran antropometri. Menurut Gibson (1990) penilaian status gizi secara antropometri tidak memerlukan tenaga ahli, tetapi tenaga tersebut cukup dilatih. Alat pengukuran Antropometri yang digunakan oleh tim asuhan gizi di ruang perawatan RSUDDH untuk menilai status gizi pasien dalam

84 melaksanakan kegiatan pengukuran antropometri, tim asuhan gizi

menggunakan alat-alat sebagai berikut : 1. Detecto dengan ketelitian 0.01 kg untuk mengukur berat badan. Sebelum penggunaan alat tersebut ditera terlebih dahulu. 2. Length Board untuk mengukur panjang badan 3. Microtoise untuk mengukur tinggi badan dengan ketelitian 0.1 cm 4. Pita pengukur untuk mengukur lingkar lengan atas, lingkar kepala, dan lingkar dada Alat yang digunakan oleh tim asuhan gizi pada tatalaksana asuhan pasien gizi buruk untuk mengukur berat badan adalah Detecto dengan ketelitian 0.01 kg. Menurut Depkes (1999) alat yang digunakan dalam ke tempat yang menimbang berat badan harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain, mudah diperoleh dan relative murah harganya, ketelitian penimbangan sebaiknya maksimal 0.1 kg. Skalanya mudah dibaca, dan cukup aman untuk menimbang balita. Detecto yang digunakan oleh tim asuahan gizi di ruang perawatan telah memenuhi persyaratan yang diajukan oleh Depkes, sehingga akurasi dan ketepatan hasil pengukuran dapat dipertanggungjawabkan. Untuk mengukur panjang badan di Asuhan gizi menggunakan length board dengan ketelitian 0.1 cm. alat ini telah disesuaikan dengan kondisi pasien, karena sebagian besar pasien adalah balita yang belum dapat berdiri atau sudah dapat berdiri namun tidak mampu untuk berdiri karena kondisi fisiknya yang lemah. Menurut Puslitbang Gizi (1980), untuk bayi atau anak

85 yang belum dapat berdiri digunakan alat pengukur panjang bayi, sesuai dengan pernyataan tersebut. Tim Asuhan gizi telah menerapkan penggunaan alat pengukur panjang bayi (length board) untuk mengukur parameter panjang badan. Sedangkan untuk mengukur parameter tinggi badan dilakukan untuk balita yang sudah dapat berdiri dengan kondisi badan sudah tidak memungkinkan lagi menggunakn Length board. Maka Asuhan gizi menggunakan microtoise sebagai alat pengukur tinggi badan dengan ketelitian 0.1 cm. penggunaan Microtoise untuk parameter tinggi badan sesuai dengan anjuran Depkes sebab hasil pengukuran dengan Microtoise untuk parameter tinggi badan berbeda dengan hasil pengukuran dengan length board untuk parameter panjang badan. Untuk itu, dalam penggunaan alat Microtoise dan Length board harus disesuaikan dengan kondisi balita yang akan diukur agar hasil pengukurannya tepat dan akurat. Hal ini telah diterapkan oleh Asuhan gizi dalam kegiatan pengukuran antropometri. Parameter lingkar lengan atas, linhkar kepala, dan lingkar dada diukur dada diukur dengan menggunakan alat yang sama yaitu pita pengukur yang terbuat dari serat kaca (Fiberglass) dengan lebar kurang dari 1 cm, fleksibel, dan tidak mudah patah. Pengukuran lingkar lengan atas, lingkar kepala, dan lingkar dada dewasa ini menjadi salah satu pilihan untuk penentuan status gizi. Karena mudah dilakukan dan tidakmemerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga yang lebih murah. Menurut Supariasa (2002), ada

86 beberapa hal yang perlu mendapat perhatian terutama jika menggunkan parameter lingkar lengan atas sebagai pilihan tunggal untuk indeks gizi . 1. Baku lingkar lengan atas yang sekarang digunakan belum mendapatkan pengujian yang memadai untuk digunakan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada hasil-hasil penelitian yang umumnya menunjukan perbedaan angka prevalensi KEP yang cukup berarti antara penggunaan LLA disatu pihak dengan berat badan menurut umur atau berat badan menurut tinggi badan maupun indeks-indeks lain di pifak lain, sekalipun terdapat korelasi statistic yang berarti antara indeks-indeks tersebut dengan LLA. 2. Kesalahan pengukuran pada LLA ( pada berbagai tingkat keterampilan pengukuran) relative lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan, mengingat batas anatara baku dengan gizi kurang, lebih sempit pada LLA dari pada tinggi badan. Ini berarti kesalahan yang sama besar jauh lebih berarti pada LLA dibandingkan dengan tinggi badan. 3. Lingkar lengan atas sensitif untuk suatu golongan tertentu (prasekolah), tetapi kurang sensitif pada golongan lain terutama orang dewasa. Tidak demikian halnya dengan berat badan. Dalam menjalankan kegiatan tatalaksana anak gizi buruk, tim asuhan gizi tidak menggunakan parameter LLA untuk penilaian status gizi. Sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Supariasa (2002) bahwa banyak hal yang perlu diperhatikan untuk menggunakan parameter LLA sebagai

87 pilihan untuk penilaian status gizi, maka diperlukan parameter lain untuk penilaian status gizi sehingga penilaian yang dilakukan tepat dan akurat. Gambar 4.5 Alat Pengukuran Antropometri

Microtoise

Pengukur Lengan

Length Board

Detecto

Cara pengukuran Antropometri yang dilakukan oleh tim asuhan gizi dalam mengukur antropometri anak yang mengikuti pemulihan adalah mengukur Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB) atau Panjang Badan (PB), Lingkar Lengan Atas (LLA), Lingkar Dada (LD), dan Lingkar Kepala (LK).Untuk parameter berat badan diukur setiap hari selama perawatan sedangkan parameter tinggi badan atau panjang badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala dan lingkar dada diukur pada hari pertama dirawat dan rutinnya setiap 1 kali per minggu.

88 Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosis bayi normal atau Berat bayi lahir rendah (BBLR). Menurut Soetjiningsih (1998), berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air, dan mineral pada tulang. Cara pengukuran berat badan pada kegiatan tatalaksana gizi di ruang perawatan RSUDDH ini menggunakan Detecto yang mempunyai ketelitian 0.01 kg. Sebelum digunakan alat ditera terlebih dahulu serta pakaian dan alas kaki dilepaskan pada saat penimbangan sehingga hasil pengukuran tepat dan akurat. Pengukuran panjang badan dilakukan dengan menggunakan length board yang telah disesuaikan untuk bayi atau anak yang belum dapat berdiri. Cara mengukurnya adalah bayi diletakan di atas alat pengukur dalam posisi tidur. Letak kepala menyinggung bagian atas alat pengukur dan kaki bayi harus diluruskan hingga telapak kaki bayi menyinggung bagian alat ukur sebelah bawah. Sedangkan untuk mengukur parameter tinggi badan yang dilakukan untuk balita yang sudah dapat berdiri dengan kondisi badan sudah tidak memungkinkan lagi menggunakan Length board, maka di Asuhan gizi menggunakan Microtoise sebagai alat pengukur tinggi badan dengan ketelitian 0.1 cm. cara penggunaan Microtoise untuk parameter tinggi badan sesuai dengan anjuran Depkes yaitu sewaktu pengukuran anak tidak boleh memakai alas kaki (sepatu atau sandal) dan penutup kepala (topi atau kerudung).

89 Cara pengukuran lingkar lengan atas, lingkar kepala, dan lingkar dada yang dilakukan di Asuhan gizi sesuai dengan pedoman Depkes, yakni untuk parameter lingkar lengan ats diukur dengan cara mengukur pertengahan lengan atas sebelah kiri, pertengahan ini dihitung jarak dari siku sampai batas lengan dan kemudian dibagi dua. Lengan yang diukur dalam keadaan bergantung bebas dan tidak tertutup pakaian. Pada saat pengukuran pita pengukur tidak terlalau kuat atau terlalu longgar. Untuk parameter lingkar kepala diukur dengan cara melingkarkan pita pada kepala, dan untuk parameter lingkar dada pengukuran dilakukan pada garis putting susu dengan cara melingkarkan pita pada dada.

Gambar 4.6 Cara Pengukuran Antropometri

Pengukuran LLA

Pengukuran BB

90

Pengukuran PB Sumber : Dokumentasi Penulis Hasil pengukuran antropometri pada kegiatan tatalaksana asuhan Gizi buruk di ruang perawatan RSUDDH langsung dicatat ke dalam formulir pengukuran antropometri yang terdapat dalam formulir pemeriksaan klinis. Pembacaan hasil atau interpretasinya dilakukan oleh petugas asuhan gizi untuk menilai status gizinya sehingga dapat ditentukan perawatan dan pemulihan yang akan diterima untuk pasien yang baru dan pasien yang masih dirawat di ruang perawatan RSUDDH. Pengolahan data hasil pengukuran antropometri di ruang perawatan asuhan gizi ini bertujuan untuk menentukan status gizi dan

penatalaksanaannya. Pengolahan data dilakukan dengan dua cara, yaitu cara manual dan komputerisasi. Penentuan status gizi secara manual dengan menggunakan tabel baku WHO-NCHS (National Centre for Health Statistic) dan indeks yang digunakan adalah BB/TB. Sedangkan untuk penentuan status gizi secara komputerisasi dilakukan untuk tujuan penelitian dengan jumlah data relatif banyak. Program yang digunakan adalah NutriClin dan Nutrisoft, indikator yang digunakan meliputi BB/TB, BB/U, dan TB/U.

91 Pengolahan data hasil pengukuran antropometri di ruang perawatan RSUDDH khususnya oleh petugas asuhan gizi dilakukan dengan dua cara, yaitu cara manual dan komputerisasi. Cara manual yang dilakukan untuk menentukan status gizi pasien menggunakan standar deviasi unit (SD) dengan baku rujukan WHO-NCHS (National Centre for Health Statistic) dan indeks yang digunakan adalah BB/TB. Sedangkan cara komputerisasi untuk pengolahan dat hasil pengukuran antropometri digunakan untuk penelitian dengan jumlah dta relative banyak. Program computer yang digunakan adalah NutriClin dan Nurisoft, indicator yang digunakan meliputi BB/TB, BB/U, dan TB/U. Pada tatalaksana asuhan gizi pasien gizi buruk di ruang perawatan RSUDDH menggunakan baku rujukan WHO-NCHS dalam melakukan penilaian status gizi. Informasi hasil pengukuran antropometri digunakan untuk mendeteksi status gizi balita yang mengikuti pemulihan di ruang perawatan RSUDDH dan sebagai rujukan dalam pengambilan keputusan atau tindakan untuk menanggulangi masalah gizi buruk atau kurang. Selain itu, informasi hasil pengukuran antropometri juga digunakan oleh para peneliti untuk menganalisis masalah-masalah gizi yang terkait dengan antropometri. 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi kesan klinis keadaan gizi, jaringan, lemak subkutan, trofi otot dan defisiensi zat gizi lainnya. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis yang berhubungan dengan gangguan gizi atau untuk menentukan hubungan sebab akibat antara

92 status gizi dengan kesehatan serta menentukan terapi obat dan diet. Pemeriksaan fisik meliputi: tanda-tanda klinis kurang gizi (sangat kurus, pucat atau bengkak) atau gizi lebih (gemuk/sangat gemuk/obesitas): sistem kardiovaskuler, sistem pernafasan, sistem gastrointestinal, sistem

metabolic/endokrin dan sistem neurologik/ psikiatrik (Depkes RI, 2006a) Di ruang perawatan asuhan gizi RSUDDH dilakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien gizi buruk sesuai dengan kriteria dari Depkes RI, (2006a). Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis yang berhubungan dengan gangguan gizi atau untuk menentukan sebab akibat antara status gizi dengan kesehatan pasien, serta menentukan terapi obat dan diet untuk pasien gizi buruk jika disertai dengan penyakit penyerta. Tandatanda yang dilihat dari pasien gizi buruk yaitu apakah tanda-tanda tersebut mengalami marasmus kwashiorkor dan marasmus kwashiorkor. Jika pasien mengalami marasmus dapat diketahui tanda klinis adan gejala yang ditimbulkan sebagi berikut: l. Keterlambatan pertumbuhan yang parah m. Kurus sehingga hampir tidak ada lemak dibawah kulit n. Otot-otot berkurang dan melemah o. Rambut jarang dan tipis p. Kulit tidak elastis dan keriput q. Wajah seperti orang tua r. Cengeng dan rewel s. Perut cekung

93 t. Iga gambang u. Sering terjadi dehidrasi, ISPA, tuberkulosis, cacingan berat dan penyakit kronis lainnya v. Sering disertai defisiensi vitamin A dan D Bila pasien gizi buruk mengalami kwashiorkor dapat diketahuinya tanda klinis dan gejala yang ditimbulkannya sebagai berikut: j. Oedema (pembengkakan), moonface dan gangguan psikomotor k. Anak menjadi apatis, tidak mau makan, suka merengek l. Kulit dan rambut mengalami depigmentas, kulit bersisi m. Hati membesar dan berlemak n. Sering disertai anemia dan xeroftamia. o. Pandangan mata sayu p. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata diperiksa pada posisi berdiri atau duduk q. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas. r. Sering disertai: penyakit infeksi, umumnya akut, anemia dan diare Marasmus-Kwarshiorkor merupakan gabungan dari keduanya dan tanda-tanda adalah gejala dari keduanya, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok (Modul Gizi Ksehatan Masyarakat, 2008). 3. Pemeriksaan Laboratorium

94 Pemerikrsaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan biokimia dalam rangka mendukung diagnosa penyakit serta menegakkan masalah gizi klien/pasien. Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk menentukan intervensi gizi dan memonitor/mengevaluasi terapi gizi. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan antara lain : Pemeriksaan darah (Hb, kolesterol total, HDL, LDL,gula darah, ureum, keratin, asam urat, trigliserida, urin (glukosa, kadar gula, albumin dll), dan feses (Depkes dan Asuhan gizi Perjan RSCM dan Asosiasi Dietsien Indonesia, 2006) Pemeriksaan laboratorium dilaksanakan pada saat pasien gizi masuk dengan bantuan unsur terkait yaitu oleh tim asuhan gizi Asuhan gizi RSUD Depati Hamzah dalam pengkaijian status gizi untuk mendeteksi mendiagnosa penyakit dan untu menentukan terapi gizi antara lain: a. Pemeriksaan darah: contoh darah lengkap, HB, kolesterol darah, HDL, LDL, glukosa darah, ureum, creatinin, asam urat dan trigliserida serta kadar vitamin dan mineral lain. b. Urin: contoh urin lengkap, glukosa/kadar gula, albumin. c. Feses: contoh feses (tinja), fungsi pencernaan, lemak, cacing (Depkes RI, 2006a) Pada pemeriksaan laboratorium ini dapat diketahui oleh analis kesehatan di Asuhan gizi RSUD Depati Hamzah kadar albumin, prealbumin pada pasien gizi buruk dapat dilhat pada tabel berikut ini yang merupakan rujukan dari Depkes RI, (2006a). Tabel 4.4

95 Kadar Albumin pada Urin Albumin Serum(g/dl) Malnutrisi ringan Malnutrisi sedang Malnutrisi berat Sumber: Depkes RI, 2003 3.0-3.5 2.1-3.0 < 2.1 Transferin serum (g/dl) 150-200 100-150 < 100

Nilai prealbumin dalam kaitannya daya status gizi dapat diketahui sebagai berikut (Depkes RI, 2003). a. Baik b. Gizi sedang c. Gizi kurang marasmus : 23.8 +/- 0.9 g/dl : 16.6 +/- -0.8 g/dl : 12.4 +/- 10 g/dl

d. Gizi buruk marasmus kwashiorkor : 7.6 +/- 0.6 g/dl e. Gizi buruk kwashiorkor : 3.2 +/- 0.4 g/dl

4.3.2 Riwayat Gizi Pasien Gizi Buruk Setiap pasien rawat inap akan dianalisis mengenai kebiasaan makan sebelum dirawat yang meliputi asupan zat gizi, pola makan, bentuk dan frekuensi makan, serta pantangan makan. Asupan zat gizi diukur dengan menggunakan model makanan (food model) dan selanjutnya dianalisis zat gizinya dengan menggunakan daftar analisa bahan makanan atau daftar bahan makanan penukar (Depkes RI, 2006a).

96 Di ruang perawatan Asuhan gizi RSUD Depati Hamzah dalam tatalaksana asuhan gizi dilakukan anamnesis riwayat gizi pada pasien gizi buruk sesuai dengan rujukan dari Depkes RI (2006a), yaitu dengan melakukan wawancara riwayat gizi kepada keluarga pasien gizi buruk yang dilakukan oleh perawat dan ahli gizi ruamah sakit mengenai pola makan dan frekuensi makan, sikap terhadap makanan, alegi terhadap makanan penggunaan obat secara kuantitatif (food recall) dan kualitatif, dengan menggunakan nutriclin(software) dapat diketahui informasi tentang status gizi pasien, hasil anamnesis dbandingkan dengan angka kecukupak gizi (AKG). Setelah diketahui hasil berbagai pemeriksaan, dokter beserta ahli gizi akan menentukan diet pasien gizi buruk berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut. Ahli gizi akan menentukan pemberian diet pasien gizi buruk ini disesuaikan juga dengan kondisi pasien pada saat konseling, BB anak , dan pola makan (bentuk dan frekuensi makanan) serta asupan zat gizi sesuai dengan angka kecukupan gizi (AKG) . 4.3.3 Penentuan Kebutuhan Gizi Pasien Gizi Buruk Penentuan kebutuhan gizi diberikan kepada klien/pasien atas dasar status gizi, pemeriksaan klinis, dan data laboratorium. Selain itu memperhatikan

kebutuhan untuk penggantian status gizi (replacement), kebutuhan harian, kebutuhan tambahan karena kehilangan (loss) serta tambahan untuk pemulihan jaringan atau organ yang sedang sakit. Penghitungan ini dapat menggunakan software seperti NutriClin (Depkes, 2006a). Proses kegiatan penentuan kebutuhan gizi dalam tatalaksana asuhan gizi di ruang perawatan asuhan gizi RSUDDH yaitu setelah selesai pemeriksaan, jika

97 kondisi pasien gizi buruk mengalami kondisi diambang kilinis maka pasien akan dirawat selam proses pemulihan kondisi anak, kemudian ahli gizi mengambil data pasien untuk digunakan pada tahap selanjutnya yaitu penentuan kebutuhan gizi pasien dan diet pasien yang akan diberikan sesuai dengan kondisi anak dan jenis penyakit penyerta lainnya. Indikator pemberian makanan pada pasien gizi buruk di Asuhan gizi RSUDDH, standar kebutuhan zat gizi beradasarkan fase pemberian makanan yang merupakan rujukan dari Depkes RI (2003) yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.5 Kebutuhan Zat Gizi Berdasarkan Fase Pemberian Makanan STABILISASI ( hari ke 1-7) 80100kkal/kgBB/hr Protein 1-1,5 gram/kgBB/hr Cairan 130 ml/kgBB/hr atau 100 ml/kgBB/hr bila ada adema berat Sumber: Depkes RI, 2003 ZAT GIZI Energi TRANSISI ( hari ke 8-14) 100-150 kkal/kgBB/hr 2-3 gram/kgBB/hr 150 ml/kgBB/hr REHABILITASI (minggu ke 3-6) 150-220 kkal/kgBB/hr 3-4 gram/kgBB/hr 150-200 ml/kgBB/hr

Kebutuhan energi : 80-220 kkal/kgBB/hr Kebutuhan protein : 1-4 gram/kgBB/hr Cairan : 130-200 ml/kgBB/hr bila edema berat cairan harus

diberikan 100 ml/kg/BB/hr + : edema pada tangan dan kaki

98 ++ : edema pada tungkai dan lengan +++: edema pada seluruh tubuh (wajah dan perut) Pada tabel 4.5 kebutuhan zat gizi pada gizi buruk berdasarkan fase pemberian makanan. Setiap fase pemberian makanan memerlukan penambahan zat gizi yang lebih khususnya energi dan protein. Dengan penambahan energi dan protein bisa membantu pertumbuhan dan perkembangan anak. Tatalaksana asuhan gizi di ruang perawatan Asuhan gizi RSUDDH , penentuan kebutuhan zat gizi pasien gizi buruk berdasarkan kebutuhan zat gizi rujukan dari Depkes RI (2003). 4.3.4 Penentuan Macam diet pasien gizi buruk Setelah dokter menentukan diet pasien tersebut, dietesien akan mempelajari menyusun rencana diet dan bila sudah sesuai selanjutnya akan menterjemahkan kedalam menu dan porsi makanan serta frekuensi makan akan diberikan.makanan diberikan dalam berbagai bentuk/konsistensi, (biasa, lunak, cair, dsb) sesuai dengan kebutuhan memperhatikan zat gizi yang dibutuhkan serta macam dan jumlah bahan makanan yang digunakan. Apabila dari rencana diet tersebut diperlukan penyesuaian maka dietesien akan mengkonsultasikan kepada dokter (Depkes RI. 2006a). Setelah kebutuhan gizi diketahui maka dokter beserta ahli gizi akan menentukan diet pasien tersebut, ahli gizi akan mempelajari pemberian makanan dan menyusun rencana diet dan bila sudah sesuai selanjutnya akan meterjemahkan kedalam menu, porsi makanan dan frekuensi makanan yang akan diberikan kepada pasien gizi buruk. Tahap pemberian makanan, jenis diet ,

99 jumlah dan jadwal makanan pada pasien gizi buruk pada tatalaksana asuhan gizi di ruang perawatan asuhan gizi RSUDDH berdasarkan rujukan dari Depkes RI (2003) yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.6 Jadwal, Jenis, Dan Jumlah Makanan Yang Diberikan


Jumlah cairan (ml) setiap minum menurut bb anak 4 Kg 6 Kg 8 Kg 10 Kg 45 45 65 65 90 90 65 65 100 100 130 130 90 130 175 110 160 220

Fase

Waktu pemberian Stabilisasi Hari 1-2 Hari 3-4 Hari 3-7

Jenis makanan F75/modifikasi F75/Modisco F75/modifikasi F75/Modisco F75/modifikasi F75/Modisco

Frekwensi 12 x (dg ASI) 12 x (tanpa ASI) 8 x (dg ASI) 8 x (tanpa ASI) 6 x (dg ASI) 6 x (tanpa ASI) 4 x (dg ASI ) I 6 x (tanpa ASI) 3 x (dg/tanpa III, ASI)

Transisi

Minggu 2-3

Rehabilitasi Minggu

F100/modifikasi F100/Modisco /modisco II 3-6 F135/modifikasi F135/Modisco ditambah

130 90 90

195 130 100

175 150

220 175

BB < 7 Kg

BB >7 Kg

3 x 1 porsi Makanan lumat makan lembik 1x Sari buah Makanan lunak makan 3 x 1 porsi biasa 1 2 x 1 buah Buah

100 -

100 -

100 -

100 -

Sumber: Depkes RI, 2003

100 Tabel 4.7 Tahap Pemberian Makanan


TAHAPAN PEMBERIAN DIET Fase stabilisasi : Fase transisi : Formula who 75 atau pengganti Formula who 75 formula who 100 atau pengganti Fase rehabilitasi : Formula who 135 (atau pengganti) Makanan keluarga

Sumber: Depkes RI, 2003 Pemberian makanan atau diet pada pasien gizi buruk dalam tatalaksana asuhan gizi diruang perawatan RSUD Depati Hamzah berdasarkan tahapan fase makanan rujukan dari Depkes RI (2003) yang terdiri dari fase stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi yaitu makanannya berupa formula WHO ( F 75, F 100, F 135). Pemberian Formula F 75 diberikan pada saat fase stabilisasi (1-7 hari) artinya pemberian Formula F 75 ke pasien sesuai dengan tabel petunjuk pemberian F 75 (terlampir) yaitu pemberiannya sesuai dengan berat badan anak dan kondisi anak . sedangkan pemberian Formula F 100 diberikan pada fase transisi artinya pemberian Formula F 100 ke pasien sesuai dengan tabel petunjuk pemberian F 75 (terlampir) yaitu pemberiannya sesuai dengan berata badan anak dan kondisi anak. Dan pemberian Formula F 135 diberikan pada saat fase rehabilitasi artinya pemberian F 135 ke pasien sesuai dengan tabel petunjuk pemberian F 135 (terlampir) yaitu pemberiannya kondisi anak menagalami perkembangan. Pemberian Formula ini sangat diterapkan jika ada pasien gizi buruk baru masuk, selama perawatan akan dipantau pemberiannya untuk mengetahui pasien cocok dengan pemberian formula ini, jika hasil pemantauan

101 ada pasien yang mengalami diare setiap pemberian formula, maka oleh ahli gizi pemberian formula fleksibel artinya dalam pemberian makanan pada pasien disesuaikan dengan kondisi anak, maka pemberian diet bagi pasien yang

mengalami diare yaitu tetap pemberian formula kepada pasien tetapi bahan formula dikurangi pada saat pengolahan artinya pengolahan formula ini bahan formulanya tidak sesuai dengan takaran rujukan dari Depkes, sehingga kebutuhan zat gizi energi dan protein mengimbangi kondisi anak. Bahan makanan dan takaran bahan yang digunakan untuk pembuatan dan pengolahan formula WHO oleh Instalasi gizi RSUDDH yaitu sebagai berikut: Tabel 4.8 Bahan Formula WHO FORMULA WHO Bahan Per 1000 ml Makanan Formula WHO Susu skim G bubuk Gula pasir G Minyak G sayur Mineral Bungkus mix Larutan Ml elektrolit Tambahan Ml air s/d lebih sedikit dikurangi untuk bisa

F 75

F 100

F 135

25 100 30 3 bungkus 20 1000

85 50 60 3 bungkus 20 1000

90 65 75 3 bungkus 27 1000

Sumber: Instalasi gizi RSUDDH

102 Tabel 4.8 adalah Bahan makanan yang digunakan pembuatan formula WHO oleh Instalasi gizi RSUDDH berdasarkan standar rujukan Depkes RI (2003) yang bahan makanannya berupa susu skim bubuk, gula pasir, minyak sayur, mineral mix, larutan elektrolit dan cairan. Bahan makanan ini di takar sesuai standar masing-masing formula dengan kebutuhan gizi, berat badan pasien dan kondisi pasien . Formula WHO ini mengandung berbagai macam zat gizi seperti energi, protein, laktosa, kalium, magnesium, seng, tembaga (Cu), dan dapat juga diketahui % energi protein, % energi lemak dan osmolaritasnya. Setiap kandungan zat gizi di atas sudah diketahui nilai gizinya tiap masing masing formula. Gambar 4.6 Bahan Formula

Bahan Formula

Bahan Formula

Proses pembuatan formula WHO untuk pasien gizi buruk ini dibuat oleh tenaga pemasak yang sudah dilatih oleh ahli gizi. Proses pengolahan formula ini berdasarkan permintaan pasien dan ahli gizi. Proses pengolahannya sebagai berikut untuk masing masing formula. 1. Formula WHO F 75, F 100, F 135

103 Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan tambahkan larutan mineral mix, kemudian masukan susu skim sedikit demi sedikit, aduk sampai kalis dan berbentuk gel. Encerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homegen dan volume menjadi 1000 ml. larutan ini bisa langsung diminum. Masak selama 4 menit, bagi anak yang disentri atau diare persisten.

Gambar 4.7 Pengolahan Bahan Formula

Penimbangan Bahan Formula

Bahan Formula

Hasil Olahan Formula

Hasil Olahan Formula

Proses pembuatan modifikasi makanan (formula WHO) untuk pasien gizi buruk ini dibuat oleh tenaga pemasak yang sudah dilatih oleh ahli gizi. Proses

104 pengolahan modifikasi makanan (formula WHO) berdasarkan permintaan pasien dan ahli gizi. Proses pengolahannya sebagai berikut untuk masing masing formula 2. Formula WHO F 75 Modifikasi (I, II, III), F 100 Modifikasi, F 135 Modifikasi Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan tambahkan larutan mineral mix, kemudian masukan susu skim/full cream/susu segar dan tepung sedikit demi sedikit, aduk sampai kalis dan berbentuk gel. Encerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homegen dan volume menjadi 1000 ml dan didihkan sambil diaduk-aduk hingga larut selama 5-7 menit Jika kondisi anak mengalami perkembangan yang baik dan berat badannya pun meningkat, pemberian makanan akan di modifikasika agar proses pemulihan gizi akan semakin cepat dengan pertambahan zat gizi lebih. Modifikasi makanan ini berupa makanan khusus mengikuti standar formula WHO. 4.3.5 Konseling Gizi Pasien Gizi buruk Sebelum melaksanakan kegiatan konseling gizi, terlebih dahulu dibuat rencana konseling yang mencakup penetapan tujuan, sasaran, strategi, materi, metode, penilaian, dan tindak lanjut, tujuan dari konseling gizi membuat perubahn prilaku makan pada pasien. Hal ini akan terwujud melalui:. penjelasan diet yang perlu dijalankan oleh pasien, yang diperlukan untuk proses penyembuhan, kepatuhan pasien untuk melaksanakan yang telah ditentukan dan pemecahan masalah yang timbul dalam melaksanakan diet tersebut. Untuk

105 meningkatkan efisiensi, pelaksanaan konseling terutama pada saat anamnesis dan penentuan diet, dapat dilakukan dengan memanfaatkan software tertentu seperti food processor (FP2), worlldfood, EbisPro, atau NutriClin. Penyuluhan dan konsultasi gizi dapat diberikan secara perorangan maupun secara kelompok, berdasarkan kesamaan terapi diet pasien (Depkes RI, 2006a). Pelaksanaan konseling gizi di ruang perawatan Asuhan gizi RSUDDH dilaksanakan sesuai dengan kriteria dari Depkes RI (2006a) yaitu kegiatannya memberikan penyuluhan kepada keluarga balita mengenai penentuan diet dan terapi gizi pasien gizi buruk yang didapatkan dari berbagai pemeriksaan. 4.3.6 Pemantauan, Evaluasi dan Tindak lanjut Aktivitas utama dari proses evaluasi pelayanan gizi pasien adalah memantau pemberian makanan secara berkesinambungan untuk menilai proses penyembuhan dan status gizi pasien. Pemantauan tersebut mencakup antara lain perubahan diet,bentuk makanan, asupan makanan, toleransi terhadap makanan yang diberikan, mual, muntah, keadaan klinis difekasi, hasil laboratorium dll.tindak lanjut yang dilaksanakan berdasarkan kebutuhan sesuai dengan hasil evaluasi pelayanan gizi antara lain perubahan diet, yang dilakukan dengan mengubah preskripsi diet sesuai dengan kondisi pasien. Apabila perlu, dilakukan kunjungan ulang atau kunjungan rumah. Untuk pasien yang dirawat walaupun tidak memerlukan diet khusus tetapi tetap perlu mendapatkan perhatian agar tidak terjadi Hospital Malnutrition terutama pada pasien-pasien yang mempunyai masalah dalam asupan makanannya seperti adnya mual, muntah, nafsu makan rendah dsb (Depkes RI, 2006a).

106 Tahap pemantauan dalam tatalaksana asuhan gizi di ruang perawatan asuhan gizi RSUDDH yaitu Pemantauan berat badan, status gizi pada pasien

gizi buruk yang dirawat di ruang perawatan Asuhan gizi RSUDDH dilakukan secara rutin oleh tim asuhan gizi sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya. Pada pasien anak pemantauan berat badan sebaiknya dilakukan setiap hari. Pemantauan lainnya yaitu mengenai perubahan diet jika anak mengalami kenaikan berat badan maka terjadi perubahan asupan makanan dan bentuk makanan yang dikonsumsi. Sedangkan evaluasi yang dilakukan dengan penilaian masalah pemberian formula dan makanan ke pasien, pemberiannya cocok atau tidak dengan kondisi anak. Terdapat pedoman pemberian formula atau makanan tambahan pada anak gizi buruk seperti berikut ini: Tabel 4.9 Pedoman Pemberian Formula Pada Anak Gizi Buruk
Jumlah Makanan Formula yang harus diberikan sesuai BB anak dalam sehari BB < 7 kg BB 7-8 BB 9-10 kg BB 11kg 13 kg 1 resep 1 resep 1 resep 1 resep 1 resep 1 resep 1 resep 1 resep 3 resep 2 resep 1 resep 2 resep 2 resep 2 resep 1 resep 2 resep 2 resep 3 resep 3 resep 4 resep Saring 6 kali

Karakteristik A. Jenis Makanan Formula tempe Formula ikan Formula kacang hijau Formula kacang hijau dan kuning telur Formula kacang hijau dan susu Formula tahu ayam Formula kentang Formula tempe wortel Formula Tim hati ayam Formula jagung pipil dan ikan Formula jagung segar dan ikan B. Bentuk Makanan

Cair

C. Frekuensi pemberian 8 kali makanan dalam sehari

Lunak/ Lembik 5 kali

Padat 5 kali

107 Sumber: Depkes RI, 2003 Berdasarkan tabel 4.9 Pedoman Pemberian Formula anak gizi buruk berdasarkan rujukan Depkes RI (2003) dibedakan beberapa karakteristik jenis makanan, jumlah makanan formula yang harus diberikan sesuai BB anak. Di Asuhan gizi RSUDDH. Jenis makanan yang diberikan oleh ahli gizi kepada pasien gizi buruk biasanya Formula tempe, formula ikan, formula kacang hijau, formula kacang hijau dan susu, formula tempe wortel, formula tim hati ayam. Formula tambahan ini biasanya di berikan berdasarkan berat badan anak, kondisi anak dan usia anak diatas satu tahun. Bentuk makanan (cair, saring, lunak/lembik dan padat) dan frekuensi pemberian formula tambahan dalam sehari pemberiannya sesuai dengan tabel di atas. 4.4 Pelaksanaan Kerja Asuhan Gizi Ruang Rawat Inap Pasien Gizi Buruk Tim asuhan gizi merupakan tim fungsional yang mengkoordinasikan penyelenggaraan asuhan gizi mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Tim ini dipimpin oleh seorang dokter dengan anggota yang terdiri dari dokter, nutrionis atau dietsien, perawat dan tenaga kesehatan lainnya (Depkes RI, 2006a). Di ruang perawatan asuhan gizi RSUDDH ketenagaan khusus dalam tatalaksana asuhan gizi pasien gizi buruk berjumlah 52 orang dengan spesifikasi pendidikan Dokter untuk tanaga ahli penyakit yaitu 2 orang dokter, S1 SKM (ahli kesehatan masyarakat) & DIII Gizi yaitu 2 orang ahli gizi sebagai koordinator pelayanan gizi Rumah Sakit, DIII Keperawatan yaitu 19 orang perawat yang membantu dalam perawatan&pemeriksaan , Analis Kesehatan yaitu 10 orang

108 analis dalam pemeriksaan laboratorium, Radiologi yaitu 4 orang Radiografer, fisioterapi yaitu 3 orang fisioterapi serta untuk non ahli berpendidikan SD-SMU yang terdiri dari 12 orang tenaga pemasak, tapi yang berperan dalam membantu pembuatan formula WHO&formula tambahan untuk anak Gizi buruk terdiri 3 orang.

Sistem kerja ahli gizi sesuai dengan kerja pegawai kantor yaitu hari Senin-Sabtu dari jam 08.00- 14.00. sedangkan untuk tenaga dokter, perawat dan tenaga pemasak sistem kerjanya dibagi menjadi 2 shift dengan masing-masing shift. Adapun tugas pokok masing-masing ketenagaan tim asuhan gizi dalam tatalaksana pasien gizi buruk di ruang perawatan Asuhan gizi RSUDDH. Berdasarkan tabel 4.10 prosedur asuhan gizi rawat inap sesuai dengan prosedur di atas yang merupakan rujukan Depkes RI. Prosedur diatas sangat efektif dilaksanakan sesuai dengan tugas masing-masing. Tim asuhan gizi antara lain ahli gizi serta tenaga-tenaga kesehatan lainnya yang berperan dalam tatalaksana asuhan gizi cukup efektif dalam pelaksanaan tugas masing-masing. Untuk tenaga gizi di Asuhan gizi ini masih kurang karena belum ada rekrutmen tenaga baru oleh pihak rumah sakit namun pihak rumah sakit mengusahakan akan menerima tenaga baru untuk meringankan tugas ahli gizi sebelumnya. Namun demikian hal ini bisa diatasi dibantu oleh tenaga kesehatan lainnya baik tenaga kesehatan lainnya sudah mengerti tugas tugas serta tindakan dalam pelaksanaan perintah tugas masing-masing.

109 Prosedur kerja asuhan gizi rawat inap di Asuhan gizi RSUDDH sebagi berikut : Tabel 4.10 Prosedur Kerja Asuhan Gizi Diruang Rawat Inap
No. 1 Kegiatan Penentuan Status Gizi a. Klinis Mekanisme Unsur terkait Pen. Jawab Dokter Dilakukan untuk setiap pasien Dokter baru dan dimonitor setiap hari

b. Deteksi

Dilakukan pada saat pasien Dokter baru masuk

Dokter&kep. Ruangan

c. d.

Antropometri diukur Penimbangan BB dan TB/PB seminggu sekali laboratorium Glukosa darah, lengkap, feses Anamnesis Gizi riwayat Wawancara

dilakukan Perawat/deitesien/nutrit ionis Hb, urin Dokter/analis

Kep. Ruangan

Dokter/analis

e.

Dietesien/nutritionis

Dietesien/nutritionis

2.

Intervensi a. Klinis

b. Diet

Mengatasi segala penyakit Dokter/perawat Dokter (hipoglikemia, a. K hipotermia, dehidrasi, infeksi l dll) i Dokter/Dietesien/Nutrit Dietesien Menentukan diet ionis/Perawat Pemantauan Konsumsi makanan Status Gizi Penyuluhan Gizi Pemberian diet Persiapan pulang Pencatatan Gizi Berdasarkan rekam medik : Ruang rawat jalan Ruang rawat inap Dokter/Dietesien/ Nutritionis/Perawat Dokter/dietesien/kep. Ruangan

3.

Pelaporan

Sumber: Depkes RI, 2003

110 Anak gizi buruk yang dirawat inap di ruang perawatan akan dipantau terus kondisi perkembangannya seperti pemantauan makanan yang diberikan, pemantauan BB anak, pemantauan obat yang diberikan oleh dokter serta konsutasi diet oleh keluarga pasien. Dari pematauan yang dilakukan untuk mengoptimalkan kondisi pasien gizi buruk harus ada prasarana ruangan khusus bagi pasien gizi buruk, namun saat ini masalah yang diketahui dalam tatalaksana asuhan gizi yaitu belum terdapat prasarana ruangan khusus untuk perawatan pasien gizi buruk. Ruangan khusus ini sangat penting untuk mengoptimalkan kondisi anak karena desain ruangannya seperti suhu, penerangan sudah dikondisikan dengan kondisi anak gizi buruk. Oleh karena itu, kepala gizi , tim asuhan gizi, serta dinas

kesehatan akan mengajukan ruangan khusus pemulihan anak gizi buruk kepada pihak rumah sakit dalam waktu dekat menuju BLU agar proses penatalaksanaan gizi buruk akan semakin optimal.

4.5. Tindakan Perawatan Pasien Gizi Buruk di Ruang Perawatan Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang

111 Adapun tindakan perawatan pasien gizi buruk yang dirawat di ruang perawatan RSUDDH yaitu pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.8 Hasil Pemeriksaan dan Tindakan Pada Pasien Gizi Buruk Tanda Bahaya dan Tanda Penting (A)

Perawatan Awal pada Fase Stabilisasi(B)

Perawatan Lanjutan pada Fase Stabilisasi(C)

Perawatan pada Fase Transisi(D)

Perawatan pada Fase Rehabilitasi (E)

Sumber: Depkes RI, 2006

112 Dari kegiatan magang yang dilakukan didapatkan beberapa kasus pasien gizi buruk yang dirawat di ruang perawatan RSUDDH Pangkal Pinang yang datanya sebagai berikut: Tabel 4.11
Laporan Kasus Anak Gizi Buruk Di Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang Januari 2010 No Nama L P Umur BB TB Dignosa Keterangan Ranap : 9/1/10Ekonomi : Baik Terapi: F75 BB lahir : 1,9 kg PB : 39 cm Anak ke 4 Pendidikan ibu: SMA Pekerjaan : bekerja Umur ibu : 35 BB : naik Ranap :18/1/10 Eknomi:Kurang Terapi: F75 Pendidikan ibu : SD BB lahir : 3,2 kg Pekerjaan : tidak Umur ibu : 28 Anak ke 2 dr 3 BB : naik Ranap : 26/1/10 Ekonomi : Baik Terapi:F75 BB lahir : 2,7 kg Anak ke 5 Pendidikan ibu SD Pekerjaan : bekerja Umur ibu : 37 BB : naik Pemantauan

1.

Fathir (Bangka L Selatan)

8 bln

4,4 kg

64 cm

Marasmus Pneumoni

Lama perawatan: 1 bulan Kenaikan BB/bln: 800 gram Perubahan terapi gizi: F 135 Kondisi:+

2.

Dina (Bangka Barat)

5 bln

3 kg

57 cm

Marasmus

Lama perawatan: 1 bulan Kenaikan BB/bln: 1 kg Perubahan terapi gizi: F 135 Kondisi:+

3.

Elga (Bangka Barat)

2 thn

8 kg

58 cm

Marasmus Ascites & GE

Lama perawatan: 1 bulan Kenaikan BB/bln: 500 gram Perubahan terapi gizi: F 135 Kondisi:+

Sumber: RSUDDH Pangkal Pinang

113

Tabel 4.11
Laporan Kasus Anak Gizi Buruk Di Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang Januari 2010 (lanjutan) N o Nama L P Umur BB TB Dignosa Keterangan Ranap : 27/1/10 Ekonomi : kurang Terapi:F75 BB lahir : 2,7 kg Anak ke 3 Pendidikan ibu SD Pekerjaan : tidak bekerja Umur ibu : 35 BB : naik Pemantauan Lama perawatan: 1 bulan Kenaikan BB/bln: 1.2 kg Perubahan terapi gizi: F 135 dan makanan lunak Kondisi:+

4 .

Dinar (Bangka Tengah)

5 bln

2,9 kg

57 cm

Marasmus Hipotermia /hipoglike mia

5 .

Aryo Saputra (Bangka Barat)

6 bln

2,9 kg

58 cm

Ranap:27/1/10 Eknomi:Kurang Terapi : F75 Anak ke 1 Marasmus Pendidikan ibu : & Infeksi SD Kulit Pekerjaan : tidak bekerja Umur ibu : 19 thn BB : naik

Lama perawatan: 1 bulan Kenaikan BB/bln: 800 gram Perubahan terapi gizi: F 135 dan makanan tambahan(lunak) Kondisi: +

Sumber: RSUDDH Pangkal Pinang

Dari hasil observasi yang dilakukan diruangan perawatan Asuhan gizi RSUDDH bulan Februari 2010 ada 5 kasus pasien gizi buruk yang dirawat yaitu datanya pada tabel 4.11. Tindakan dan langkah-langkah yang dilakukan oleh tim asuhan gizi pada pasien gizi buruk berdasarkan rujukan Depkes RI (2009) mengenai 10 langkah utama tatalaksana pengobatan pasien gizi buruk. Tindakan yang dilakukan dari studi kasus pasien gizi buruk yang pernah dirawat ruang perawatan asuhan gizi RSUDDH yaitu sebagai berikut:

114 1. Identifikasi balita gizi buruk Yaitu melakukan anamnesis dengan mengenali tanda-tanda gizi-gizi buruk dan pemeriksaan fisik pada pasien gizi buruk. 2. Pengukuran antropometri dan pemeriksaan klinis Bertujuan untuk mengetahui status gizi anak dengan penimbangan BB, pengukuran TB, LILA anak dan mengamati tanda-tanda klinis seperti hipoglikemia, dehidrasi, diare, hipotermia dsb) 3. Mengatasi hipoglikemia dan hipotermia Diruang perawatan pasien gizi buruk yang mengalami hipoglikemia tanda tandanya mengalami letargis, tidak letargis, dan renjatan (syok). Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi hipoglikemia ini oleh tim asuhan gizi yaitu memberikan larutan Glukosa 10 % atau larutan gula pasir 10% secara oral dan NGT sebanyak 50 ml. Biasanya jadwal pengobatan ini dilakukan pada fase stabilisasi. Sangat diperlukan ruang perawatan khusus untuk pasien gizi buruk yang mengalami hipotermia, dikarenakan di Asuhan gizi belum ada ruang perawatan khusus untuk pasien gizi buruk, jadi anak yang mengalami hipotermia (suhu < 36.50C) hanya meletakkan lampu 50 cm dari tubuh anak, kontak langsung kulit ibu dengan kulit anak, memonitor suhu setiap 30 menit agar suhu dalam keadaan normal dan tidak terlalu tinggi dan menghentikan bila suhu tubuh tubuh sudah mencapai 37 0C

4. Mengatasi dehidrasi

115 Diruang perawatan pasien gizi buruk yang mengalami dehidrasi, tandatandanya seperti anak letargis, anak gelisah dan rewel, tidak ada air mata, mata cekung, mulut dan lidah kering, haus kembali cubitan/ turgor kulit lambat. Biasanya jadwal pengobatan ini dilakukan pada fase stabilisasi. 5. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit Tindakan yang dilakukan oleh tim asuhan gizi yaitu dengan memberikan cairan agar bisa memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit 6. Mengobati infeksi Dari kasus yang dirawat, pasien gizi buruk yang diikuti dengan penyakit penyerta seperti plumonia, infeksi kulit (dermatosis), TBC, anemia. Tindakan yang dilakukan oleh tim asuhan gizi yaitu memberikan obat-obatan seperti Isoniasid, Rifampisin, ranitidin, cefotaxime, cefadroxil, suplemen Fe, antibiotik. Pengobatan seperti ini berlangsung diberikan secara berkala mulai pasien dirawat dari fase stabilisasi sampai fase rehabilitasi/fase tindak lanjut. 7. Pemberian makan Dari kasus yang dirawat, pasien gizi buruk akan diberikan makanan khusus seperti Formula WHO. Pemberian makanan ini berdasarkan fase perawatan yang disesuaikan dengan BB anak dan kondisi anak. formula yang sering diberikan oleh tim asuhan gizi kepada pasien gizi buruk misalnya F 75, F 100, F 135 dan modifikasi makanan seperti formula tempe, formula tahu,susu full cream, formula ikan, formula kacang hijau. Pemberian modifikasi makanan ini jika kondisi pasien dalam keadaan baik dan sudah melewati fase yang kritis. 8. Pengamatan tumbuh kejar kembang

116 Dari kasus yang dirawat, pasien gizi buruk akan dipantau

perkembangan anak selama perawatan, biasanya tindakan yang dilakukan oleh tim asuhan gizi di ruang perawatan RSUDDH ini memberikan cairan dan makanan untuk tumbuh kejar anak dan memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang anak. tindakan berlangsung jika kondisi anak semakin membaik berlangsung pada saat fase rehabiltasi dan fase tindak lanjut. 9. Tindak lanjut setelah sembuh Dari pasien yang dirawat, tindak lanjut bagi anak gizi buruk yang diberikan oleh tim asuhan gizi khususnya sosialisasi kepada keluarga dengan pemberian pola makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah setelah penderita dipulangkan. Dokumen terkait : a. Laporan bulanan kasus balita gizi buruk b. Leatlet gizi buruk c. Diit balita gizi buruk d. DPBM ( Daftar Penukar Bahan Makanan ) e. Nutri Clien/NutriSurvey f. NCP Rujukan : a. Buku Tatalaksana Gizi Buruk Anak di Rumah Tangga dan Puskesmas b. Penuntun Diet Anak Dalam tatalaksana pasien gizi buruk di ruang perawatan RSUDDH Pangkal Pinang menerapkan kriteria dari Depkes RI. Tatalaksana ini sangat efektif

117 jika dilihat dari hasil pemantauan yang dilakukan. Kondisi pasien gizi buruk selama perawatan 1 bulan sudah memasuki fase rehabilitasi berat badan anak mengalami kenaikan dan terjadi perubahan terapi gizi. Dikatakan efektif tatalaksana asuhan gizi pada pasien gizi buruk ini diRSUDDH ini jika selama perawatan 1 bulan mengalami perubahan berat badan yaitu mengalami kenaikan yang indikator nya 500 gram-2000 gram berat badan dalam perbulan, hal ini sesuai dengan Acuan dari Depkes RI.

118 BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan Berdasarkan hasil kegiatan magang selanjutnya dilakukan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah merupakan tempat pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan satu atau lebih pelayanan medis spesialistik atau pelayanan penunjang medis yang menjadi program pemerintah dalam bentuk pemulihan & perawatan berbagai penyakit. RSUDDH ini memiliki

fasilitas sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yang cukup lengkap. Ketenagaan yang ada saat ini berjumlah 426 orang baik tenaga medis maupun tenaga non medis.RSUDDH adalah salah satu rumah sakit rujukan provinsi Bangka Belitung dalam penanganan pasien gizi buruk yang letak tempatnya sangat strategis. 2. Gambaran umum ruang perawatan RSUDDH terdapat tim asuhan gizi yang terdiri dari dokter, tenaga gizi dan perawat, yang ketua tim adalah dokter. Kegiatan ini dilakukan secara terpadu antara ketiga unsur di atas. Kegiatan di ruang perawatan yaitu pengkajian status gizi, perencanaan/penentuan diet, penyajian makanan ke pasien, penyuluhan/penilaian, pecatatan dan pelaporan kegiatan-kegiatan gizi di ruangan sedangkan Instalasi gizi terdiri dari dapur pengelolaaan makanan salah satu unit pelayanan fungsional yang bertugas

119 menyelenggarakan pelayanan gizi rawat inap dan menyelenggarakan makanan untuk pengaturan diet pasien yang sesuai dengan kelas perawatan 3. Tatalaksana asuhan gizi pasien gizi buruk diruang perawatan RSUD Depati Hamzah dilakukan oleh tim asuhan gizi yang terdiri dokter, ahli gizi, perawat dan tenaga kesehatan lainnya yang memberikan tindakan asuhan gizi dan pemulihan kepada pasien gizi buruk yang kegiatannya seperti pengkajian status gizi , penentuan kebutuhan gizi, penentuan macam diet, konseling gizi dan pemantauan/evaluasi terhadap pasien gizi buruk dapat dilaksanakan sesuai dengan sistematis yang berdasarkan kriteria dari Depkes RI, (2006). 4. Tindakan perawatan dan pengobatan pada pasien gizi buruk di ruang perawatan asuhan gizi Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah Pangkal Pinang telah menerapkan 10 langkah tatalaksana pengobatan anak gizi buruk yang berdasarkan kriteria dari Depkes RI (1999). Kegiatan ini semuanya dilaksanakan sangat efektif di RSUDDH Pangkal Pinang. Namun di RSUDDH belum adanya ruang perawatan khusus bagi pasien gizi buruk dengan fungsi untuk membantu pemulihan kondisi pasien. Dari studi kasus pasien gizi buruk yang dirawat di RSUDDH Pangkal Pianag, kondisi pasien gizi buruk selama perawatan 1 bulan sudah memasuki fase rehabilitasi berat badan anak mengalami kenaikan dan terjadi perubahan terapi gizi. 5.2 Saran Setelah meninjau hasil magang, maka dirumuskan beberapa saran untuk peningkatan tatalaksana kegiatan pelayanan gizi buruk rawat inap di instalasi gizi RSUD Depati Hamzah Pangkal Pinang sebagai berikut:

120 1. Untuk meningkatkan kegiatan asuhan gizi pasien gizi buruk sangat diperlukan koordinasi antara pihak rumah sakit dan pihak Dinas kesehatan dalam hal rujukan kasus gizi buruk untuk perawatan dan pemulihannya. 2. Untuk meningkatkan kegiatan pelayanan gizi di RSUDDH disarankan kpd pihak manajemen rumah sakit menambah tenaga ahli gizi agar proses kegiatan pelayanan gizi semakin efektif. 3. Disarankan kepada tenaga yang ada di perwtn asuhan gizi memantau kegiatan asuhan gizi buruk di ruang perawatan lebih intensif khususny pemantauan berat badan anak setiap hari dan pemantauan pemberian susu formula serta jenis makanan yang diberikan. 4. Untuk meningkatkan kegiatan asuhan gizi pasien gizi buruk diruang perawatan disarankan kepada pihak rumah sakit untuk menambah fasilitas di ruang perawatan yaitu ruang perawatan khusus gizi buruk..

121 DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka. Budiyanto, Agus Krisno, 2001. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang : Universitas Muhammad Malang. Depkes RI. 2009. Petunjuk Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta : Dirjen Binkesmas Direktorat Gizi Masyarakat. ________2006. Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta : Dirjen Binkesmas Direktorat Gizi Masyarakat ________2002. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta : Dirjen Binkesmas Direktorat Gizi Masyarakat Johari A. B, dkk. 2000. Status Gizi Balita di Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis (Analisis Data Antropometri Susenas 1989-1999). Prosiding Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VII. Jakarta : Depkes RI. Kodyat, B. 1997. Penuntasan Masalah Gizi Utama. Risalah pada Semiloka PraWKNPG VI. Jakarta : Depkes RI. Mulyati, Sri, dkk. 2006. Pencapaian pertumbuhan pada Balita Gizi Buruk selama Mengikuti Pemulihan di Klinik Gizi Bogor. Puslitbang Gizi dan Makanan, Badan Litbang Kes Depkes RI. Muninjaya, A.A Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. RSUD Depati Hamzah.2009. Profil Rumah Sakit Umum Daerah tahun 2009. Jakarta. __________________.2009. laporan Hasil Kegiatan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah tahun 2009. Jakarta. Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak.Jakarta : EGC. Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.

122

123

124

125

You might also like