You are on page 1of 22

Model-Model Pembelajaran

April 22, 2008 · & Komentar


Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat
penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih
dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa
kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam
kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya
dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan.
Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan
kontra diberikan kepada guru.
Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan
materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif
siswa terlibat dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan
pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang
memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar
materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan
tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus
dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok.
Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat
ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin
bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder),
pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau
fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.

Metode Role Playing


Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran
melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan
imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai
tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih
dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihan
metode Role Playing:
Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk
memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.
1. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
2. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan
dalam situasi dan waktu yang berbeda.
1 | Page
3. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan
pada waktu melakukan permainan.
4. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi
anak.

Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)


Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode
dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi
berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah
kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada
dasarnya adalah pemecahan masalah.
Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:
1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
2. Berpikir dan bertindak kreatif.
3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
7. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan,
khususnya dunia kerja.
Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:
1. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini.
Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk
melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian
atau konsep tersebut.
2. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan
metode pembelajaran yang lain.

Pembelajaran Berdasarkan Masalah


Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya
yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan
pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
Langkah-langkah:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang
dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan
masalah yang dipilih.

2 | Page
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan
topik, tugas, jadwal, dll.)
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan
masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya
yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas
dengan temannya.
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka
gunakan.
Kelebihan:
1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya
benar-benar diserapnya dengan baik.
2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
3. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.
Kekurangan:
1. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat
tercapai.
2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini

Cooperative Script
Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan
dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
Langkah-langkah:
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan
membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan
memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara
pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok yang
kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide pokok

3 | Page
dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi
lainnya.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar
dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
6. Kesimpulan guru.
7. Penutup.
Kelebihan:
• Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.
• Setiap siswa mendapat peran.
• Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
Kekurangan:
• Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu
• Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga
koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut).

Picture and Picture


Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar
dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan
dengan materi.
4. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang /
mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep /
materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan / rangkuman.
Kebaikan:
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.
Kekurangan:Memakan banyak waktu. Banyak siswa yang pasif.

Numbered Heads Together


Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa
diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru

4 | Page
memanggil nomor dari siswa.
Langkah-langkah:
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok
mendapat nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengerjakannya.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil
melaporkan hasil kerjasama mereka.
5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang
lain.
6. Kesimpulan.
Kelebihan:
• Setiap siswa menjadi siap semua.
• Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
• Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
• Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
• Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)


Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling
kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif.
Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik
maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut
para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi
maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para guru
yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas
menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan
karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan
atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik
tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi
mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian
menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan.
Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok
dapat dikemukakan sebagai berikut:

5 | Page
a. Seleksi topik
Parasiswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum
yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya
diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas
(task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi
kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan
akademik.
b. Merencanakan kerjasama
Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus,
tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik
yang telah dipilih dari langkah a) di atas.
c. Implementasi
Parasiswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b).
Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan
variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai
sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara
terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan
bantuan jika diperlukan.
d. Analisis dan sintesis
Parasiswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh
pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu
penyajian yang menarik di depan kelas.
e. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai
topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan
mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi
kelompok dikoordinir oleh guru.
f. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok
terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat
mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.

Metode Jigsaw
Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar
menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke
dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa
sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap

6 | Page
komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari
masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang
sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari yang terdiri dari dua atau
tiga orang.
Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya
dalam: a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b)
merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota
kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok
masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi
penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik
lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab
untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan
oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai
topik secara keseluruhan.

Metode Team Games Tournament (TGT)


Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model
pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh
siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai
tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran
kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks
disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan
keterlibatan belajar.
Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian
kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan
ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa
harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang
disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada
saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan
menentukan skor kelompok.
2. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya
heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik.
Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman

7 | Page
kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok
agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji
pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar
kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana
bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab
pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar
pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan
siswa untuk turnamen mingguan.
4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit
setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan
lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa
meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja
I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
5. Team recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing
team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor
memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team”
jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai
40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40

Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)


Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai
menjelaskan anggota lain sampai mengerti.
Langkah-langkah:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen
(campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll.).
2. Guru menyajikan pelajaran.
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota
kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya
sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4. Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat
menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5. Memberi evaluasi.

8 | Page
6. Penutup.
Kelebihan:
1. Seluruh siswa menjadi lebih siap.
2. Melatih kerjasama dengan baik.
Kekurangan:
1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
2. Membedakan siswa.

Model Examples Non Examples


Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-
contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah:
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk
memperhatikan / menganalisa gambar.
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa
gambar tersebut dicatat pada kertas.
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6. Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan
materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
7. KKesimpulan.
Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama.

Model Lesson Study


Lesson Study adalah suatu metode yang dikembankan di Jepang yang dalam
bahasa Jepangnyadisebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan
oleh Makoto Yoshida.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas
guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar

9 | Page
mereka agar menjadi lebih efektif.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini
meliputi:
a. Perencanaan.
b. Praktek mengajar.
c. Observasi.
d. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.
2. Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan
yaitu membuat rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan
dasar-dasar teori yang menunjang.
3. Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian
mengajar di kelas sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar
terlaksana.
4. Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran
sambil mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti
tahap observasi terlalui.
5. Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar
kemudian bersama-sama mendiskusikan pengamatan mereka terhadap
pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini merupakan tahap
refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan
untuk pembelajaran berikutnya.
6. Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran
berikutnya dan seterusnya kembali ke (2).
Adapun kelebihan metode lesson study sebagai berikut:
- Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika
dan olahraga dan pada setiap tingkatan kelas.
- Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.
http://gurupkn.wordpress.com/category/pembelajaran/model-model/page/3/
Model Pembelajaran ARIAS
Abstrak. Model pembelajaran ARIAS dikembangkan sebagai salah satu
alternatif yang dapat digunakan oleh guru sebagai dasar melaksanakan
kegiatan pembelajaran dengan baik. Model pembelajaran ARIAS berisi lima
komponen yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan
pembelajaran yaitu assurance, relevance, interest, assessment, dan
satisfaction yang dikembangkan berdasarkan teori-teori belajar.

10 | P a g e
Model ini sudah dicobakan di dua sekolah yang berbeda yaitu salah satu SD
negeri di Kota Palembang (percobaan pertama) dan satu SD negeri di Sekayu,
Kabupaten Musi Banyu Asin (percobaan kedua). Hasil percobaan di lapangan
menunjukkan bahwa model pembelajaran ARIAS memberi pengaruh yang
positif terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil
percobaan tersebut model pembelajaran ARIAS dapat digunakan oleh para
guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam usaha
meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa.
Kata kunci: motivasi berprestasi, hasil belajar siswa, ARIAS, kegiatan
pembelajaran
1. Pendahuluan
Salah satu masalah dalam pembelajaran di sekolah adalah rendahnya hasil
belajar siswa. Suatu tes terhadap sejumlah siswa SD dari berbagai kabupaten
dan propinsi menunjukkan hasil belajar siswa sangat rendah (Lastri 1993:12).
Nilai Ebtanas siswa SD dalam kurun waktu lima tahun terakhir (1993/1994
sampai dengan 1997/1998) menunjukkan hasil belajar yang kurang
menggembirakan (Depdikbud, 1998).
Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor dari dalam (internal)
maupun faktor dari luar (eksternal). Menurut Suryabrata (1982: 27) yang
termasuk faktor internal adalah faktor fisiologis dan psikologis (misalnya
kecerdasan motivasi berprestasi dan kemampuan kognitif), sedangkan yang
termasuk faktor eksternal adalah faktor lingkungan dan instrumental
(misalnya guru, kurikulum, dan model pembelajaran). Bloom (1982: 11)
mengemukakan tiga faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu
kemampuan kognitif, motivasi berprestasi dan kualitas pembelajaran. Kualitas
pembelajaran adalah kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan dan ini
menyangkut model pembelajaran yang digunakan.
Sering ditemukan di lapangan bahwa guru menguasai materi suatu subjek
dengan baik tetapi tidak dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan
baik. Hal itu terjadi karena kegiatan tersebut tidak didasarkan pada model
pembelajaran tertentu sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa rendah.
Timbul pertanyaan apakah mungkin dikembangkan suatu model pembelajaran
yang sederhana, sistematik, bermakna dan dapat digunakan oleh para guru
sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik
sehingga dapat membantu meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil
belajar. Berkenaan dengan hal itu, maka dengan memperhatikan berbagai
konsep dan teori belajar dikembangkanlah suatu model pembelajaran yang
11 | P a g e
disebut dengan model pembelajaran ARIAS. Untuk mengetahui bagaimana
pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap motivasi berprestasi dan hasil
belajar siswa, telah dicobakan pada sejumlah siswa di dua sekolah yang
berbeda. Hasil percobaan di lapangan menunjukkan bahwa model
pembelajaran ARIAS memberi pengaruh yang positif terhadap motivasi
berprestasi dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, model pembelajaran
ARIAS ini dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar melaksanakan
kegiatan pembelajaran dengan baik, dan sebagai suatu alternatif dalam usaha
meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa. Tujuan percobaan
lapangan ini untuk mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran
ARIAS terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar.
2. Kajian Teori dan Pembahasan
2.1 Model Pembelajaran ARIAS
Model pembelajaran ARIAS merupakan modifikasi dari model ARCS. Model
ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction), dikembangkan oleh
Keller dan Kopp (1987: 2-9) sebagai jawaban pertanyaan bagaimana
merancang pembelajaran yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi
dan hasil belajar. Model pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan teori
nilai harapan (expectancy value theory) yang mengandung dua komponen
yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai dan harapan (expectancy)
agar berhasil mencapai tujuan itu. Dari dua komponen tersebut oleh Keller
dikembangkan menjadi empat komponen. Keempat komponen model
pembelajaran itu adalah attention, relevance, confidence dan satisfaction
dengan akronim ARCS (Keller dan Kopp, 1987: 289-319).
Model pembelajaran ini menarik karena dikembangkan atas dasar teori-
teori belajar dan pengalaman nyata para instruktur (Bohlin, 1987: 11-14).
Namun demikian, pada model pembelajaran ini tidak ada evaluasi
(assessment), padahal evaluasi merupakan komponen yang tidak dapat
dipisahkan dalam kegiatan pembelajaran. Evaluasi yang dilaksanakan tidak
hanya pada akhir kegiatan pembelajaran tetapi perlu dilaksanakan selama
proses kegiatan berlangsung. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui
sampai sejauh mana kemajuan yang dicapai atau hasil belajar yang
diperoleh siswa (DeCecco, 1968: 610). Evaluasi yang dilaksanakan selama
proses pembelajaran menurut Saunders et al. seperti yang dikutip Beard
dan Senior (1980: 72) dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Mengingat
pentingnya evaluasi, maka model pembelajaran ini dimodifikasi dengan
menambahkan komponen evaluasi pada model pembelajaran tersebut.
12 | P a g e
Dengan modifikasi tersebut, model pembelajaran yang digunakan
mengandung lima komponen yaitu: attention (minat/perhatian); relevance
(relevansi); confidence (percaya/yakin); satisfaction (kepuasan/bangga),
dan assessment (evaluasi). Modifikasi juga dilakukan dengan penggantian
nama confidence menjadi assurance, dan attention menjadi interest.
Penggantian nama confidence (percaya diri) menjadi assurance, karena
kata assurance sinonim dengan kata self-confidence (Morris, 1981: 80).
Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak hanya percaya bahwa siswa akan
mampu dan berhasil, melainkan juga sangat penting menanamkan rasa
percaya diri siswa bahwa mereka merasa mampu dan dapat berhasil.
Demikian juga penggantian kata attention menjadi interest, karena pada
kata interest (minat) sudah terkandung pengertian attention (perhatian).
Dengan kata interest tidak hanya sekedar menarik minat/perhatian siswa
pada awal kegiatan melainkan tetap memelihara minat/perhatian tersebut
selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Untuk memperoleh akronim
yang lebih baik dan lebih bermakna maka urutannya pun dimodifikasi
menjadi assurance, relevance, interest, assessment dan satisfaction. Makna
dari modifikasi ini adalah usaha pertama dalam kegiatan pembelajaran
untuk menanamkan rasa yakin/percaya pada siswa. Kegiatan pembelajaran
ada relevansinya dengan kehidupan siswa, berusaha menarik dan
memelihara minat/perhatian siswa. Kemudian diadakan evaluasi dan
menumbuhkan rasa bangga pada siswa dengan memberikan penguatan
(reinforcement). Dengan mengambil huruf awal dari masing-masing
komponen menghasilkan kata ARIAS sebagai akronim. Oleh karena itu,
model pembelajaran yang sudah dimodifikasi ini disebut model
pembelajaran ARIAS.
2.2 Komponen Model Pembelajaran ARIAS
Seperti yang telah dikemukakan model pembelajaran ARIAS terdiri dari lima
komponen (assurance, relevance, interest, assessment, dan satisfaction)
yang disusun berdasarkan teori belajar. Kelima komponen tersebut
merupakan satu kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.
Deskripsi singkat masing-masing komponen dan beberapa contoh yang
dapat dilakukan untuk membangkitkan dan meningkatkannya kegiatan
pembelajaran adalah sebagai berikut.
Komponen pertama model pembelajaran ARIAS adalah assurance (percaya
diri), yaitu berhubungan dengan sikap percaya, yakin akan berhasil atau
yang berhubungan dengan harapan untuk berhasil (Keller, 1987: 2-9).
13 | P a g e
Menurut Bandura seperti dikutip oleh Gagne dan Driscoll (1988: 70)
seseorang yang memiliki sikap percaya diri tinggi cenderung akan berhasil
bagaimana pun kemampuan yang ia miliki. Sikap di mana seseorang
merasa yakin, percaya dapat berhasil mencapai sesuatu akan
mempengaruhi mereka bertingkah laku untuk mencapai keberhasilan
tersebut. Sikap ini mempengaruhi kinerja aktual seseorang, sehingga
perbedaan dalam sikap ini menimbulkan perbedaan dalam kinerja. Sikap
percaya, yakin atau harapan akan berhasil mendorong individu bertingkah
laku untuk mencapai suatu keberhasilan (Petri, 1986: 218). Siswa yang
memiliki sikap percaya diri memiliki penilaian positif tentang dirinya
cenderung menampilkan prestasi yang baik secara terus menerus
(Prayitno, 1989: 42). Sikap percaya diri, yakin akan berhasil ini perlu
ditanamkan kepada siswa untuk mendorong mereka agar berusaha dengan
maksimal guna mencapai keberhasilan yang optimal. Dengan sikap yakin,
penuh percaya diri dan merasa mampu dapat melakukan sesuatu dengan
berhasil, siswa terdorong untuk melakukan sesuatu kegiatan dengan
sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai hasil yang lebih baik dari
sebelumnya atau dapat melebihi orang lain. Beberapa cara yang dapat
digunakan untuk mempengaruhi sikap percaya diri adalah:
- Membantu siswa menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta
menanamkan pada siswa gambaran diri positif terhadap diri sendiri.
Menghadirkan seseorang yang terkenal dalam suatu bidang sebagai
pembicara, memperlihatkan video tapes atau potret seseorang yang telah
berhasil (sebagai model), misalnya merupakan salah satu cara
menanamkan gambaran positif terhadap diri sendiri dan kepada siswa.
Menurut Martin dan Briggs (1986: 427-433) penggunaan model seseorang
yang berhasil dapat mengubah sikap dan tingkah laku individu mendapat
dukungan luas dari para ahli. Menggunakan seseorang sebagai model untuk
menanamkan sikap percaya diri menurut Bandura seperti dikutip Gagne
dan Briggs (1979: 88) sudah dilakukan secara luas di sekolah-sekolah.
- Menggunakan suatu patokan, standar yang memungkinkan siswa dapat
mencapai keberhasilan (misalnya dengan mengatakan bahwa kamu tentu
dapat menjawab pertanyaan di bawah ini tanpa melihat buku).
- Memberi tugas yang sukar tetapi cukup realistis untuk diselesaikan/sesuai
dengan kemampuan siswa (misalnya memberi tugas kepada siswa dimulai
dari yang mudah berangsur sampai ke tugas yang sukar). Menyajikan
materi secara bertahap sesuai dengan urutan dan tingkat kesukarannya
14 | P a g e
menurut Keller dan Dodge seperti dikutip Reigeluth dan Curtis dalam Gagne
(1987: 175-202) merupakan salah satu usaha menanamkan rasa percaya
diri pada siswa.
- Memberi kesempatan kepada siswa secara bertahap mandiri dalam
belajar dan melatih suatu keterampilan.
Komponen kedua model pembelajaran ARIAS, relevance, yaitu
berhubungan dengan kehidupan siswa baik berupa pengalaman sekarang
atau yang telah dimiliki maupun yang berhubungan dengan kebutuhan
karir sekarang atau yang akan datang (Keller, 1987: 2-9). Siswa merasa
kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti memiliki nilai, bermanfaat dan
berguna bagi kehidupan mereka. Siswa akan terdorong mempelajari
sesuatu kalau apa yang akan dipelajari ada relevansinya dengan kehidupan
mereka, dan memiliki tujuan yang jelas. Sesuatu yang memiliki arah tujuan,
dan sasaran yang jelas serta ada manfaat dan relevan dengan kehidupan
akan mendorong individu untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan tujuan
yang jelas mereka akan mengetahui kemampuan apa yang akan dimiliki
dan pengalaman apa yang akan didapat. Mereka juga akan mengetahui
kesenjangan antara kemampuan yang telah dimiliki dengan kemampuan
baru itu sehingga kesenjangan tadi dapat dikurangi atau bahkan
dihilangkan sama sekali (Gagne dan Driscoll, 1988: 140).
Dalam kegiatan pembelajaran, para guru perlu memperhatikan unsur
relevansi ini. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan
relevansi dalam pembelajaran adalah:
- Mengemukakan tujuan sasaran yang akan dicapai. Tujuan yang jelas akan
memberikan harapan yang jelas (konkrit) pada siswa dan mendorong
mereka untuk mencapai tujuan tersebut (DeCecco,1968: 162). Hal ini akan
mempengaruhi hasil belajar mereka.
- Mengemukakan manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa baik untuk masa
sekarang dan/atau untuk berbagai aktivitas di masa mendatang.
- Menggunakan bahasa yang jelas atau contoh-contoh yang ada
hubungannya dengan pengalaman nyata atau nilai- nilai yang dimiliki
siswa. Bahasa yang jelas yaitu bahasa yang dimengerti oleh siswa.
Pengalaman nyata atau pengalaman yang langsung dialami siswa dapat
menjembataninya ke hal-hal baru. Pengalaman selain memberi keasyikan
bagi siswa, juga diperlukan secara esensial sebagai jembatan mengarah
kepada titik tolak yang sama dalam melibatkan siswa secara mental,
emosional, sosial dan fisik, sekaligus merupakan usaha melihat lingkup
15 | P a g e
permasalahan yang sedang dibicarakan (Semiawan, 1991). (4)
Menggunakan berbagai alternatif strategi dan media pembelajaran yang
cocok untuk pencapaian tujuan. Dengan demikian dimungkinkan
menggunakan bermacam-macam strategi dan/atau media pembelajaran
pada setiap kegiatan pembelajaran.
Komponen ketiga model pembelajaran ARIAS, interest, adalah yang
berhubungan dengan minat/perhatian siswa. Menurut Woodruff seperti
dikutip oleh Callahan (1966: 23) bahwa sesungguhnya belajar tidak terjadi
tanpa ada minat/perhatian. Keller seperti dikutip Reigeluth (1987: 383-430)
menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran minat/perhatian tidak
hanya harus dibangkitkan melainkan juga harus dipelihara selama kegiatan
pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan
berbagai bentuk dan memfokuskan pada minat/perhatian dalam kegiatan
pembelajaran. Herndon (1987:11-14) menunjukkan bahwa adanya
minat/perhatian siswa terhadap tugas yang diberikan dapat mendorong
siswa melanjutkan tugasnya. Siswa akan kembali mengerjakan sesuatu
yang menarik sesuai dengan minat/perhatian mereka. Membangkitkan dan
memelihara minat/perhatian merupakan usaha menumbuhkan
keingintahuan siswa yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.
Minat/perhatian merupakan alat yang sangat berguna dalam usaha
mempengaruhi hasil belajar siswa. Beberapa cara yang dapat digunakan
untuk membangkitkan dan menjaga minat/perhatian siswa antara lain
adalah:
- Menggunakan cerita, analogi, sesuatu yang baru, menampilkan sesuatu
yang lain/aneh yang berbeda dari biasa dalam pembelajaran.
- Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif
dalam pembelajaran, misalnya para siswa diajak diskusi untuk memilih
topik yang akan dibicarakan, mengajukan pertanyaan atau mengemukakan
masalah yang perlu dipecahkan.
- Mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran misalnya menurut
Lesser seperti dikutip Gagne dan Driscoll (1988: 69) variasi dari serius ke
humor, dari cepat ke lambat, dari suara keras ke suara yang sedang, dan
mengubah gaya mengajar.
- Mengadakan komunikasi nonverbal dalam kegiatan pembelajaran seperti
demonstrasi dan simulasi yang menurut Gagne dan Briggs (1979: 157)
dapat dilakukan untuk menarik minat/perhatian siswa.

16 | P a g e
Komponen keempat model pembelajaran ARIAS adalah assessment, yaitu
yang berhubungan dengan evaluasi terhadap siswa. Evaluasi merupakan
suatu bagian pokok dalam pembelajaran yang memberikan keuntungan
bagi guru dan murid (Lefrancois, 1982: 336). Bagi guru menurut Deale
seperti dikutip Lefrancois (1982: 336) evaluasi merupakan alat untuk
mengetahui apakah yang telah diajarkan sudah dipahami oleh siswa; untuk
memonitor kemajuan siswa sebagai individu maupun sebagai kelompok;
untuk merekam apa yang telah siswa capai, dan untuk membantu siswa
dalam belajar. Bagi siswa, evaluasi merupakan umpan balik tentang
kelebihan dan kelemahan yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih baik
dan meningkatkan motivasi berprestasi (Hopkins dan Antes, 1990:31).
Evaluasi terhadap siswa dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana
kemajuan yang telah mereka capai. Apakah siswa telah memiliki
kemampuan seperti yang dinyatakan dalam tujuan pembelajaran (Gagne
dan Briggs, 1979:157). Evaluasi tidak hanya dilakukan oleh guru tetapi juga
oleh siswa untuk mengevaluasi diri mereka sendiri (self assessment) atau
evaluasi diri. Evaluasi diri dilakukan oleh siswa terhadap diri mereka sendiri,
maupun terhadap teman mereka. Hal ini akan mendorong siswa untuk
berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya agar mencapai hasil yang
maksimal. Mereka akan merasa malu kalau kelemahan dan kekurangan
yang dimiliki diketahui oleh teman mereka sendiri. Evaluasi terhadap diri
sendiri merupakan evaluasi yang mendukung proses belajar mengajar serta
membantu siswa meningkatkan keberhasilannya (Soekamto, 1994). Hal ini
sejalan dengan yang dikemukakan Martin dan Briggs seperti dikutip Bohlin
(1987: 11-14) bahwa evaluasi diri secara luas sangat membantu dalam
pengembangan belajar atas inisiatif sendiri. Dengan demikian, evaluasi diri
dapat mendorong siswa untuk meningkatkan apa yang ingin mereka capai.
Ini juga sesuai dengan apa yang dikemukakan Morton dan Macbeth seperti
dikutip Beard dan Senior (1980: 76) bahwa evaluasi diri dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh karena itu, untuk mempengaruhi
hasil belajar siswa evaluasi perlu dilaksanakan dalam kegiatan
pembelajaran. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan
evaluasi antara lain adalah:
• Mengadakan evaluasi dan memberi umpan balik terhadap kinerja
siswa.
• Memberikan evaluasi yang obyektif dan adil serta segera
menginformasikan hasil evaluasi kepada siswa.
17 | P a g e
• Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap diri
sendiri.
• Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap
teman.
Komponen kelima model pembelajaran ARIAS adalah satisfaction yaitu yang
berhubungan dengan rasa bangga, puas atas hasil yang dicapai. Dalam
teori belajar satisfaction adalah reinforcement (penguatan). Siswa yang
telah berhasil mengerjakan atau mencapai sesuatu merasa bangga/puas
atas keberhasilan tersebut. Keberhasilan dan kebanggaan itu menjadi
penguat bagi siswa tersebut untuk mencapai keberhasilan berikutnya
(Gagne dan Driscoll, 1988: 70). Reinforcement atau penguatan yang dapat
memberikan rasa bangga dan puas pada siswa adalah penting dan perlu
dalam kegiatan pembelajaran (Hilgard dan Bower, 1975:561). Menurut
Keller berdasarkan teori kebanggaan, rasa puas dapat timbul dari dalam diri
individu sendiri yang disebut kebanggaan intrinsik di mana individu merasa
puas dan bangga telah berhasil mengerjakan, mencapai atau mendapat
sesuatu. Kebanggaan dan rasa puas ini juga dapat timbul karena pengaruh
dari luar individu, yaitu dari orang lain atau lingkungan yang disebut
kebanggaan ekstrinsik (Keller dan Kopp, 1987: 2-9). Seseorang merasa
bangga dan puas karena apa yang dikerjakan dan dihasilkan mendapat
penghargaan baik bersifat verbal maupun nonverbal dari orang lain atau
lingkungan. Memberikan penghargaan (reward) menurut Thorndike seperti
dikutip oleh Gagne dan Briggs (1979:

http://wijayalabs.multiply.com

18 | P a g e
Jumat, 2008 April 18
Model-Model Pembelajaran Terpadu
Prabowo (2000:3) mengatakan bahwa pembelajaran terpadu sebagai suatu
proses mempunyai beberapa ciri yaitu : (1) berpusat pada siswa (student
centered), (2) proses pembelajaran mengutamakan pemberian pengalaman
langsung, serta (3) pemisahan antar bidang studi tidak terlihat jelas. Dari
beberapa ciri pembelajaran terpadu di atas, menunjukkan bahwa model
pembelajaran terpadu adalah sejalan dengan beberapa aliran pendidikan
modern yaitu termasuk dalam aliran pendidikan progresivisme. Aliran
pendidikan progresivisme memandang pendidikan yang mengutamakan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah berpusat pada anak (child-centered),
sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada
guru dan pada bahan ajar. Tujuan utama sekolah adalah untuk meningkatkan
kecerdasan praktis, serta untuk membuat anak lebih efektif dalam
memecahkan berbagai problem yang disajikan dalam konteks pengalaman
(experience) pada umumnya (William F. O’neill, 1981).

Tujuan pendidikan aliran progresivisme adalah melatih anak agar kelak dapat
bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan otak
dan hati. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan seharusnya dapat
mengembangkan sepenuhnya bakat dan minat setiap anak. Kurikulum
pendidikan progresif adalah kurikulum yang mengakomodasi pengalaman-
pengalaman (atau kegiatan) belajar yang diminati oleh setiap siswa
(experience curriculum). Sedangkan metode pendidikan progresif lebih berupa
penyediaan lingkungan dan fasilitas yang memungkinkan berlangsungnya
proses belajar secara bebas pada setiap anak untuk mengembangkan bakat
dan minatnya (Mudyaharjo,2001).

Adapun model-model pembelajaran terpadu sebagaimana yang dikemukakan


oleh Fogarty, R (1991 : 61– 65) yaitu sebanyak sepuluh model pembelajaran
terpadu. Kesepuluh model pembelajaran terpadu tersebut adalah :
1) the fragmented model ( Model Fragmen )
2) the connected model ( Model Terhubung )

19 | P a g e
3) the nested model ( Model Tersarang )
4) the sequenced model ( Model Terurut )
5) the shared model ( Model Terbagi )
6) the webbed model ( Model Jaring Laba-Laba )
7) the threaded model ( Model Pasang Benang )
8) the integrated model ( Model Integrasi )
9) the immersed model ( Model Terbenam ), dan
10) the networked model ( Model Jaringan )

Dari kesepuluh model pembelajaran terpadu di atas dipilih tiga model


pembelajaran yang dipandang layak dan sesuai untuk dapat dikembangkan
dan mudah dilaksanakan di pendidikan dasar (Prabowo, 2000:7). Ketiga model
pembelajaran terpadu yang dimaksud adalah model terhubung (connected),
model jaring laba-laba (webbed), model keterpaduan (integrated ).

Berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing model


pembelajaran tersebut, maka model pembelajaran yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah model terhubung (the connected model), karena
model terhubung ini penekanannya terletak pada perlu adanya integrasi inter
bidang studi itu sendiri. Selain itu, Model terhubung ini juga secara nyata
menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, satu topik dengan topik
lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, tugas yang dilakukan dalam
satu hari dengan tugas yang dilakukan pada hari berikutnya, serta ide-ide
yang dipelajari pada satu semester dengan semester berikutnya. Pemanfaatan
penerapan model terhubung (connected) ini sangat relevan dengan konsep
Cahaya (dalam fisika) dan konsep Sistem Indera pada manusia (dalam
biologi), agar dapat terwujud pemampatan/ pengurangan waktu dalam
pembelajaran pada konsep-konsep tersebut (Reduce Instructional Time). Hal
ini terkait dengan upaya menghindari terjadinya penjejalan kurikulum dalam
proses pembelajaran, sebagai akibat dari mengejar target kurikulum.

Beberapa kelebihan dari model terhubung (connected) adalah sebagai berikut


: (1) dampak positif dari mengaitkan ide-ide dalam satu bidang studi adalah
siswa memperoleh gambaran yang luas sebagaimana suatu bidang studi yang
terfokus pada suatu aspek tertentu. (2) siswa dapat mengembangkan konsep-
konsep kunci secara terus menerus, sehingga terjadilah proses internalisasi.
(3) menghubungkan ide-ide dalam suatu bidang studi sangat memungkinkan
20 | P a g e
bagi siswa untuk mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, serta
mengasimilasi ide-ide secara terus menerus sehingga memudahkan untuk
terjadinya proses transfer ide-ide dalam memecahkan masalah.

Di samping mempunyai kelebihan, model terhubung ini juga mempunyai


kekurangan sebagai berikut : (1) masih kelihatan terpisahnya antar bidang
studi, (2) tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim, sehingga isi dari
pelajaran tetap saja terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep serta ide-ide
antar bidang studi, dan (3) dalam memadukan ide-ide dalam satu bidang
studi, maka usaha untuk mengembangkan keterhubungan antar bidang studi
menjadi terabaikan.

Sintaks (pola urutan) dari model pembelajaran terpadu tipe connected


(terhubung) menurut Prabowo (2000:11 – 14) sebagai berikut :
1. Tahap Perencanaan :
1.1. menentukan tujuan pembelajaran umum
1.2. menentukan tujuan pembelajaran khusus

2. Langkah-langkah yang ditempuh oleh guru :


2.1. menyampaikan konsep pendukung yang harus dikuasai siswa.
(materi prasyarat)
2.2. menyampaikan konsep-konsep yang hendak dikuasai oleh siswa
2.3. menyampaikan keterampilan proses yang dapat dikembangkan
2.4. menyampaikan alat dan bahan yang akan digunakan / dibutuhkan
2.5. menyampaikan pertanyaan kunci

3. Tahap Pelaksanaan, meliputi :


3.1. pengelolaan kelas; dengan membagi kelas kedalam beberapa kelompok
3.2. kegiatan proses
3.3. kegiatan pencatatan data
3.4. diskusi secara klasikal

4. Evaluasi, meliputi :
4.1. evaluasi proses , berupa :
- ketepatan hasil pengamatan
- ketepatan dalam penyusunan alat dan bahan
- ketepatan siswa saat menganalisis data
21 | P a g e
4.2. evaluasi produk :
- penguasaan siswa terhadap konsep-konsep / materi sesuai dengan tujuan
pembelajaran khusus yang telah ditetapkan.
4.3. evaluasi psikomotor :
- kemampuan penguasaan siswa terhadap penggunaan alat ukur.

http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/model-model-pembelajaran-
terpadu.html

22 | P a g e

You might also like