Professional Documents
Culture Documents
PPA I
KODE MA : 1.150
2007
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGAWASAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN EDISI KELIMA
Judul Modul
Penyusun
: Drs. Achmad Sadji, M.M. Drs. Abdul Kadir R. Bambang S.W., Ak., M.B.A. Drs. Bistok Manurung : Drs. Achmad Sadji, M.M. Drs. Abdul Kadir R. : Drs. Sunarto : Nurharyanto, Ak : Sigit Susilo Broto, Ak., M Comm Suhartanto, Ak., M.M. : Linda Ellen Theresia, SE., M.B.A. : Rini Septowati, Ak., M.M.
Dikeluarkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP dalam rangka Diklat Sertifikasi JFA Tingkat Terampil
Edisi Pertama Edisi Kedua (Revisi Pertama) Edisi Ketiga (Revisi Kedua) Edisi Keempat (Revisi Ketiga) Edisi Kelima (Revisi Keempat) : : : : : Tahun 1998 Tahun 2000 Tahun 2004 Tahun 2006 Tahun 2007
Dilarang keras mengutip, menjiplak, atau menggandakan sebagian atau seluruh isi modul ini, serta memperjualbelikan tanpa izin tertulis dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP
Pusdiklatwas BPKP
Jln. Beringin II Pandansari, Ciawi Bogor 16720
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ....................................................................................... i BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1 A. B. C. D. E. Latar Belakang ........................................................................ 1 Tujuan Pemelajaran Umum (TPU). ................................................ 2 Tujuan Pemelajaran Khusus (TPK) ................................................. 2 Deskripsi Singkat Struktur Modul ................................................... 3 Metodologi Pemelajaran............................................................. 4
BAB II PERSIAPAN PELAKSANAAN ANGGARAN ............................................. 6 A. B. BAB III A. B. C. BAB IV A. B. C. D. E. F. Penetapan Pejabat Pengelola Anggaran .......................................... 6 Penerbitan Dan Pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DIPA) ....... 14 MEKANISME PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN NEGARA ............. 27 Penerimaan Perpajakan ............................................................ 27 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)......................................... 29 Penerimaan Pengembalian Belanja ............................................... 39 MEKANISME PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PAJAK-PAJAK NEGARA OLEH BENDAHARA ........................................................................ 42 Dasar Hukum ......................................................................... 42 Kewajiban Dan Sanksi Perpajakan Bendahara .................................. 43 Bendahara Sebagai Pemotong Pph Pasal 21 Dan Pasal 26..................... 46 Bendahara Sebagai Pemotong Pph Pasal 22 ..................................... 52 Bendahara Sebagai Pemotong Pph Pasal 23/26................................. 53 Bendahara Sebagai Pemotong Ppn Dan Ppnbm ................................. 56
ii
BAB V A. B. C. D. E. BAB VI A. B. C. D.
MEKANISME PELAKSANAAN BELANJA NEGARA ................................. 60 Pedoman Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara............................... 60 Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara Oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.................................................................. 71 Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara Oleh Bendahara Umum Negara (BUN)/Kuasa BUN .................................................................... 86 Pelaporan Realisasi Anggaran Belanja............................................ 90 Bahan Diskusi Dan Soal Latihan.................................................... 91 POKOK-POKOK PENGADAAN BARANG DAN JASA INSTANSI PEMERINTAH ............................................................ 95 Prinsip Dasar, Kebijakan Umum, Etika, Dan Ruang Lingkup Pengadaan Barang Dan Jasa ..................................................................... 95 Pokok-Pokok Kebijakan Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah ..........100 Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.................................125 Bahan Diskusi Dan Soal Latihan...................................................132
DAFTAR PUSTAKA..............................135
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Pelaksanaan anggaran merupakan salah satu tahapan dari siklus anggaran yang dimulai dari pengesahan pelaksanaan anggaran oleh anggaran, perencanaan anggaran, penetapan dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan pengawasan anggaran
pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran. Tahapan pelaksanaan anggaran ini dimulai ketika UU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) disahkan oleh DPR. Dalam rangka terjadinya kesatuan pemahaman serta kesatuan langkah dalam pelaksanaan, pemerintah sebagai pelaksana dari UU APBN selanjutnya menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai dasar hukum pelaksanaan APBN. Pada saat ini keppres yang berlaku adalah Keppres nomor 42 tahun 2002. Modul ini akan menguraikan pedoman pelaksanaan anggaraan APBN, sebagaimana ditetapkan dalam Pola Diklat Auditor Bagi Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah. Modul ini disusun untuk memenuhi materi pemelajaran pada Diklat Pembentukan Auditor Ahli di lingkungan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dengan jumlah jam pelatihan sebanyak 25 jam latihan. Modul Pedoman Pelaksanaan Anggaran I (PPA I) ini telah mengalami beberapa kali revisi dan penyempurnaan sejalan dengan perubahan ketentuan pengelolaan keuangan negara yang telah berkembang dan berubah secara signifikan, khususnya terkait dengan Undang-undang
No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-undang No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN beserta ketentuan-ketentuan pelaksanaan anggaran yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN).
B.
TUJUAN PEMELAJARAN UMUM (TPU) Tujuan pemelajaran umum modul ini adalah agar para auditor setelah mengikuti diklat ini diharapkan mampu menjelaskan mekanisme pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, serta anggaran pembiayaan khususnya pembiayaan yang bersumber dari pinjaman luar negeri.
C.
TUJUAN PEMELAJARAN KHUSUS (TPK) Setelah mengikuti pelajaran ini, peserta diklat diharapkan akan mampu: 1. menjelaskan persiapan pelaksanaan anggaran yang meliputi penetapan dan pengangkatan pejabat pengelola anggaran serta penerbitan DIPA sebagai dasar pelaksanaan anggaran. 2. menjelaskan mekanisme pelaksanaan penerimaan negara yang meliputi: penerimaan sektor perpajakan, penerimaan negara bukan 3. 4. pajak (PNBP) dan penerimaan yang berasal dari penyelesaian kerugian keuangan negara. menjelaskan mekanisme pemotongan/pemungutan pajak-pajak negara oleh bendahara; menjelaskan menjelaskan mekanisme pelaksanaan belanja negara, proses pencairan dana APBN dan proses penerbitan SPM, mekanisme pembayaran melalui uang persediaan, penerbitan
SP2D oleh KPPN serta memahami mekanisme pelaporan realisasi APBN; 5. 6. menjelaskan mekanisme pembiayaan APBN dengan sumber pembiayaan dari pinjaman/hibah luar negeri; menjelaskan mekanisme pengadaan barang dan jasa, sejak proses persiapan, barang/jasa. D. DESKRIPSI SINGKAT STRUKTUR MODUL Modul ini membahas pedoman pelaksanaan anggaran baik dari sisi administrasi sebagaimana pembahasan maupun telah akan teknis diawali substansi dalam dengan pelaksanaan 42 anggaran, 2002 persiapan dijelaskan Keppres tahun hingga penunjukkan dan penetapan penyedia
langkah-langkah
pelaksanaan anggaran yang diuraikan dalam Bab I, dilanjutkan dengan pembahasan tentang mekanisme pelaksanaan anggaran pendapatan dan mekanisme pelaksanaan anggaran belanja yang diuraikan dalam Bab III dan Bab V. Mekanisme penting yang perlu ditekankan dalam pelaksanaan anggaran ini adalah mekanisme pemotongan/pemungutan pajak oleh bendahara, oleh karena itu, mekanisme ini akan secara khusus dibahas dalam Bab IV. Pembahasan modul PPA I ini akan diakhiri dengan pembahasan tentang pokok-pokok pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah, sesuai dengan Keppres 80 tahun 2003. Pembahasan mekanisme pengadaan barang dan jasa ini dianggap penting dan wajib diketahui bagi auditor, karena alokasi anggaran belanja yang paling dominan pada instansi pemerintah adalah anggaran yang dialokasikan untuk pengadaan barang/jasa; oleh karena itu, seorang auditor wajib memahami hal ini dan secara khusus mekanisme pengadaan barang/jasa ini dibahas dalam Bab VI.
Secara sistematis, urutan pembahasan dalam modul ini sebagai berikut. Bab I Bab II Bab III Bab IV : Pendahuluan : Persiapan Pelaksanaan Anggaran : Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Pendapatan : Mekanisme Pemotongan/Pemungutan Pajak Negara oleh Bendahara Bab V Bab VI : Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Belanja : Pokok-Pokok Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah Guna menghindari kesalahan interpretasi terhadap materi pemelajaran yang tercantum dalam modul ini, maka terdapat beberapa batasan yang digunakan dalam revisi modul ini, yaitu: 1. modul ini lebih menitikberatkan pada sisi anggaran pendapatan dan belanja pada instansi pemerintah pusat (APBN); 2. perkembangan perubahan peraturan pelaksanaan teknis di bidang pengelolaan anggaran yang dikeluarkan oleh instansi terkait seperti Menteri Keuangan c.q Ditjen Perbendaharaan, Ditjen Anggaran dan Perimbangan Keuangan Daerah, dan ketentuan lainnya merupakan pelengkap yang tidak terpisahkan dari materi modul ini. E. METODOLOGI PEMELAJARAN Agar peserta mampu Anggaran memahami I (PPA I), substansi proses modul belajar Pedoman mengajar Pelaksanaan
menggunakan pendekatan andragogi. Dengan metode ini, peserta dipacu untuk berperan serta secara aktif melalui komunikasi dua arah. Metode pemelajaran ini menerapkan
kombinasi proses belajar mengajar dengan cara ceramah, tanya jawab, dan diskusi pemecahan kasus. Instruktur akan membantu peserta dalam memahami materi dengan metode ceramah dan pembahasan contoh kasus. Dalam proses ini peserta diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan pendapat. Agar proses pendalaman materi dapat berlangsung dengan lebih baik, dilakukan pula diskusi kelompok sehingga peserta benar-benar dapat secara aktif terlibat dalam proses belajar mengajar. Untuk lebih membantu pemahaman peserta, modul ini dilengkapi pula dengan soal-soal teori dan pertanyaan kasus/bahan diskusi.
Ketika Undang-Undang tentang Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) disetujui oleh DPR dan ditetapkan sebagai UndangUndang APBN, maka selesailah tahapan kedua dari siklus anggaran yaitu tahapan penetapan dan pengesahan UU APBN oleh DPR. Pada saat ini, dimulailah tahap ketiga yaitu tahap pelaksanaan anggaran (APBN) merupakan tersebut. Pada awal tahun anggaran, langkah pertama yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan anggaran meliputi penetapan pejabat pengelola anggaran serta penerbitan dan pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sebagai dasar hukum pelaksanaan anggaran bagi masing-masing kementerian/lembaga dan instansi pemerintah lainnya. A. PENETAPAN PEJABAT PENGELOLA ANGGARAN Sistem Administrasi Keuangan Perbendaharaarn Negara, Negara, sesuai dengan UU 17 tahun pemisahan fungsi pejabat 2003 tentang Keuangan Negara dan UU 1 tahun 2004 tentang mengatur pengelola keuangan negara yang terdiri dari: Menteri Keuangan selaku kewenangan Presiden selaku kepala pemerintah yang untuk
Manajer Keuangan Negara (Chief Financial Officer /CFO) dan Bendahara Umum Negara (BUN), sementara Pimpinan Kementerian/Lembaga selaku Pengguna Anggaran (Chief Operational Officer /COO). Struktur Organisasi dan pejabat yang berwenang dalam [pengelolaan keuangan negara dapar digambarkan sebagai berikut. KEWENANGAN FUNGSI ADMINISTRASI MENURUT UU No. 1 Tahun 2004
Menteri Teknis
Selaku Pengguna Anggaran
Menteri Keuangan
Selaku Bendahara Umum Negara
PERINTAH PEMBAYARAN
Pelaksanaan anggaran selanjutnya secara teknis dilakukan oleh kementerian dan lembaga terkait dengan menteri/pimpinan lembaga sebagai pengguna anggaran/pengguna barang. Pada awal tahun anggaran, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran menetapkan para pejabat di lingkungannya yang ditunjuk sebagai: 1. kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang; 2. pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara (PNBP); 3. pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara;
4. pejabat
yang
bertugas
melakukan
pengujian
dan
perintah
pembayaran; 5. bendahara penerimaan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran penerimaan; 6. bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja. Dengan ketentuan: pejabat yang melakukan tindakan yang
mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja (butir 3) tidak boleh merangkap sebagai pejabat sebagaimana pada butir 4, 5, dan 6.
Ditjen
Setjen
DJAPK
Policy Formula
DJPb
Policy Implementation
Set. Ditjen
Roren
Policy Formula
Rokeu
Policy Implementation
SPP
Gambar 2.2.
Dari flow chart di atas, tampak bahwa kewenangan pengguna anggaran dapat dikuasakan kepada eselon/pejabat yang lebih rendah yakni dari menteri teknis sampai dengan kepada eselon IV (kuasa pengguna anggaran), sebagaimana seorang pejabat eselon IV (kuasa BUN) di KPPN menandatangani SP2D atas nama Menteri Keuangan/Bendahara Umum Negara. Selanjutnya merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 606/PMK.606/2004 tentang Pedoman Pembayaran dalam pelaksanaan
APBN Tahun 2005 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-050/PB/2004 bahwa menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran menerbitkan keputusan tentang penunjukan: 1. kuasa pengguna anggaran; 2. pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran; 3. bendahara pengeluaran; 4. pejabat yang diberi kewenangan untuk menerbitkan dan menandatangani SPM. Keputusan tersebut bertujuan menyerahkan sepenuhnya kewenangan menteri teknis, dengan catatan tidak diperkenankan perangkapan jabatan pembuat komitmen dengan jabatan bendahara pengeluaran. Gambar di bawah ini, menjelaskan suatu struktur organisasi yang ideal menurut amanah UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Gambar 2.3.
STRUKTUR ORGANISASI PENGELOLA KEUANGAN NEGARA (IDEAL MENURUT UU)
PEMBUAT KOMITMEN
BENDAHARA
PENGUJI TAGIHAN
PENERBIT SPM
Gambar 2.4.
SATUAN KERJA (Satker) - PUSAT DIPA Satker 1. eselon 2 Kegiatan a Kegiatan b 2. eselon 2 Kegiatan 3. eselon 2 .. Dst. 1 DIPA 1 ESELON 1 1 PROVINSI
10
Gambar 2.5.
KEMENTERIAN NEGARA
SATKER KUASA PENGGUNA ANGGARAN
SETJEN DITJEN
ESELON 2 KUASA PENGGUNA ANGGARAN
BADAN IRJEN
ESELON 3 KUASA PENGGUNA ANGGARAN
KEPALA BIRO
KARO KEUANGAN
KEPALA BIRO
PEMBUAT KOMITMEN
BENDAHARA
PENGUJI TAGIHAN
PENERBIT SPM
UNIT AKUNTANSI
11
DIREKTUR
SEK.DITJEN
DIREKTUR
PEMBUAT KOMITMEN
BENDAHARA
PENGUJI TAGIHAN
PENERBIT SPM
IRJEN KPA
INSPEKTUR
SEK. ITJEN
INSPEKTUR
PEMBUAT KOMITMEN
BENDAHARA
PENGUJI TAGIHAN
PENERBIT SPM
UNIT AKUNTANSI
12
DEPUTI/KA PUSAT
SEKBADAN
DEPUT/KAPUS
PEMBUAT KOMITMEN
BENDAHARA
PENGUJI TAGIHAN
PENERBIT SPM
UNIT AKUNTANSI
Gambar 2.10. TINGKAT ESELON II PADA KEMENTERIAN / LEMBAGA: ESELON 2 KUASA PENGGUNA ANGGARAN
KEPALA BIDANG
KABAG. UMUM
KEPALA BIDANG
PEMBUAT KOMITMEN
BENDAHARA
PENERBIT SPM
PEMBUAT KOMITMEN
PENGUJI TAGIHAN
13
ESELON 3
KUASA PENGGUNA ANGGARAN
KEPALA SEKSI
BENDAHARA
PENGUJI TAGIHAN
PENGUJI TAGIHAN
B.
PENERBITAN DAN PENGESAHAN DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN (DIPA) 1. Konsep DIPA Pelaksanaan anggaran pada setiap instansi pemerintah didasarkan pada sebuah dokumen yang disebut Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DIPA). DIPA merupakan suatu daftar isian yang memuat uraian: sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan, rencana penarikan dana tiap-tiap bulan dalam satu tahun serta pendapatan yang diperkirakan oleh kementerian/lembaga. DIPA yang lengkap memuat uraian fungsi/sub fungsi, program, sasaran program, rincian kegiatan/sub kegiatan, jenis belanja, kelompok mata anggaran keluaran dan rencana penarikan dana serta perkiraan penerimaan kementerian negara/lembaga. Dengan demikian dokumen DIPA yang lengkap terdiri dari:
14
DIPA halaman II
DIPA halaman IV
Pengesahan DIPA yang ditandatangani Dirjen Perbendaharaan atau Kepala Kanwil DJPB atas nama Menteri Keuangan. Memuat informasi yang bersifat umum dari setiap satuan kerja tentang rincian fungsi, program dan sasarannya serta indikator keluaran untuk masing-masing kegiatan. Memuat informasi setiap satuan kerja tentang uraian kegiatan/sub kegiatan, volume keluaran yang hendak dicapai serta alokasi dana pada masing-masing belanja yang dicerminkan dalam mata anggaran keluaran. Memuat informasi tentang rencana penarikan dana dan penerimaan negara bukan pajak yang menjadi tanggung jawab setiap satuan kerja. Memuat catatan tentang hal-hal yang perlu menjadi perhatian oleh pelaksana kegiatan.
Selanjutnya informasi yang terdapat dalam DIPA dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Struktur Penganggaran Masing-masing kementerian negara/lembaga dibagi dalam
tingkat eselon I. Dalam pasal 11 ayat 5 UU No. 17/2003 menyatakan bahwa anggaran belanja negara dibagi atas unit organisasi, fungsi dan jenis belanja. Lebih jauh, dalam pasal 15 undang-undang yang sama menyatakan bahwa anggaran yang disetujui oleh DPR dirinci dalam unit organisasi, fungsi, program,
15
1)
Organisasi dan Bagian Anggaran Klasifikasi organisasi yang digunakan dalam anggaran belanja negara adalah sesuai unit yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan suatu program, unit eselon II dan unit eselon III yang bertanggung jawab terhadap suatu pelaksanaan kegiatan pendukung program. Pelaksanaan, monitoring, dan pelaporan anggaran akan menjadi suatu sinergi yang positif apabila ada sinkronisasi antara struktur program dan kegiatan dengan struktur organisasinya. Dengan demikian tanggung jawab dan kewenangan akan lebih jelas bagi para manajer, walaupun tetap ada sedikit kesulitan apabila program dimaksud dilaksanakan Bagian secara lintas unit organsasi klasifikasi dan lintas kementerian negara/lembaga. anggaran merupakan anggaran berdasarkan organisasi antara lain menurut kementerian negara/lembaga.
2)
Fungsi dan Sub Fungsi Klasifikasi anggaran dibagi menurut fungsi, hal ini akan sangat membantu dalam penyusunan struktur program dan kegiatan. Fungsi adalah perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional. Sub fungsi merupakan penjabaran fungsi yang dirinci ke dalam 79 (tujuh puluh sembilan) sub fungsi. Penggunaan fungsi dan sub fungsi disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing kementerian negara/lembaga.
16
Contoh sub fungsi 01.01. lembaga eksekutif dan legislatif, keuangan dan fiskal serta urusan luar negeri digunakan untuk: administrasi, operasi atau dukungan untuk lembaga eksekutif, legislatif, keuangan dan fiskal, manajemen kas negara, utang pemerintah, operasional perpajakan; kegiatan kementerian keuangan; kegiatan luar negeri termasuk Menteri Luar Negeri, kegiatan diplomat, misi-misi internasional dll; penyediaan dan penyebaran informasi, dokumentasi, statistik keuangan dan fiskal; termasuk kegiatan kantor kepala eksekutif pada semua level: legislatif: Presiden, MPR, Wakil DPRD; Presiden, lembaga gubernur, penasehat, bupati/walikota dan lain-lain; semua tingkatan lembaga DPR, administrasi, serta staf yang ditunjuk secara politis untuk membantu lembaga eksekutif dan legislatif, semua badan atau kegiatan yang bersifat tetap atau sementara yang ditujukan untuk membantu lembaga eksekutif dan legislatif, kegiatan keuangan dan fiskal dan pelayanan pada seluruh tingkatan pemerintah, kegiatan politik dalam negeri, dan penyediaan dan penyebaran informasi dokumentasi, statistik mengenai politik dalam negeri; sub fungsi ini (01.01) tidak termasuk untuk kantorkantor kementerian baik di pusat maupun di daerah, komite antar departemen dan lain-lain yang terkait dengan fungsi tertentu (diklasifikasikan sesuai dengan fungsi masing-masing), pembayaran cicilan utang dan berbagai kewajiban pemerintah sehubungan dengan
17
utang pemerintah, bantuan pemerintah RI kepada negara lain dalam rangka bantuan ekonomi. 3) Program Program adalah penjabaran kebijakan kementerian
negara/lembaga dalam bentuk upaya yang berisi satu atau beberapa kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang disediakan untuk mencapai hasil yang terukur sesuai dengan misi kementerian negara/lembaga. 4) Kegiatan dan Sub Kegiatan Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan kerja sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program, yang terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya, baik yang berupa personil (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau semua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa. Sub kegiatan adalah bagian dari kegiatan yang menunjang usaha pencapaian sasaran dan tujuan kegiatan tersebut. Timbulnya sub kegiatan adalah sebagai konsekuensi adanya perbedaan jenis dan satuan keluaran antar sub kegiatan dalam kegiatan dimaksud. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sub kegiatan yang satu dipisahkan dengan sub kegiatan lainnya berdasarkan perbedaan keluaran. Contoh : Kegiatan pendidikan dan pelatihan aparatur negara dengan sub kegiatan:
18
Diklat
Penjenjangan
Jabatan
Fungsional Auditor (JFA) dengan keluaran antara lain: penyelenggaraan Diklat Fungsional dengan keluaran antara lain: jumlah lulusan; pengembangan kurikulum diklat dengan keluaran antara lain: jumlah modul. 5) Jenis Belanja Klasifikasi anggaran menurut jenis belanja dibagi ke dalam delapan kategori sebagai berikut. a) Belanja pegawai yaitu kompensasi dalam bentuk uang maupun barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah yang bertugas di dalam maupun di luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan. Dikecualikan untuk pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. Belanja ini antara lain digunakan untuk gaji dan tunjangan, honorarium, vakasi, lembur dan kontribusi sosial. b) Belanja barang yaitu pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memroduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan. Belanja ini antara lain digunakan untuk pengadaan barang dan jasa, pemeliharaan, dan perjalanan. c) Belanja Modal yaitu pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal. Dalam belanja ini termasuk untuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, maupun dalam bentuk fisik lainnya, seperti buku, binatang dan lain sebagainya.
Pusdiklatwas BPKP - 2007
19
d) Beban Bunga yaitu pembayaran yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal
pemerintah pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis belanja pada huruf a) sampai dengan huruf g) tersebut di atas.
20
Dalam (non
pengalokasian
dana
oleh
kementerian
(discretionary) yang telah disepakati oleh pemerintah bersama-sama DPR. Pagu terikat adalah jumlah dana yang tidak dapat diubah selain untuk belanja yang sudah ditentukan antara lain pagu pembayaran gaji dan tunjangan (belanja pegawai) serta biaya langganan daya dan jasa. Sesuai dengan ketentuan UU No. 17 Tahun 2003 bahwa belanja negara digunakan pemerintah klasifikasi pusat untuk dan keperluan pelaksanaan jenis belanja penyelenggaraan daerah, maka
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan dan berdasarkan diupayakan untuk memenuhi ketentuan tersebut. b. Lokasi DIPA juga menginformasikan lokasi pelaksanaan kegiatan/sub kegiatan, yaitu dengan memberikan informasi alamat pelaksanaan kegiatan seperti provinsi, kabupaten, kota atau lokasi di luar negeri. 2. Prosedur Penyelesaian DIPA a. Prosedur Penyelesaian DIPA di Pusat Prosedur penelaahan dan penyusunan DIPA di pusat diatur sebagai berikut. 1) Setelah keputusan presiden tentang Rincian APBN diterbitkan, dan data Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) diterima dari Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan (DJAPK), Direktorat Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan
21
(Dit.
PA
DJPBN)
segera
negara/lembaga pelaksanaan
untuk
segera untuk
anggaran
dilaksanakan. Rincian tersebut meliputi kegiatan yang akan dilaksanakan di kantor pusat dan di daerah termasuk kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. 2) Petugas penelaah Dit. PA DJPBN melakukan penelaahan DIPA yang diajukan kementerian negara/lembaga dengan mengacu kepada: i) alokasi anggaran yang ditetapkan Presiden, ii) rencana kerja dan anggaran satuan kerja pada kementerian negara/lembaga. 3) Petugas penelaah Dit. PA DKBN dan kementerian
negara/lembaga melakukan penelaahan semua kegiatan yang tertuang dalam DIPA dan melampirkan: catatan pembahasan, konsep surat pengesahan DIPA/konsep DIPA, dan dokumen pendukung untuk diteliti lebih lanjut. b. Prosedur Penyelesaian DIPA di Daerah Prosedur penelaahan dan penyusunan DIPA di daerah diatur sebagai berikut. Setelah Surat Rincian Alokasi Anggaran (SRAA) diterima dari Kantor Pusat DJPBN, Kanwil DJPBN segera menyampaikan copy SRAA kepada Kantor Daerah Kementerian Negara/Lembaga atau satker pelaksana dekonsentrasi dan tugas pembantuan untuk menyusun Konsep DIPA dan segera melakukan koordinasi dengan semua satker di wilayah pembinaannya. Kemudian memberitahukan kepada satker-satker untuk segera menyusun konsep DIPA yang selanjutnya disampaikan kepada Kanwil DJPBN beserta disketnya.
22
3. Rencana Pendapatan Penatausahaan pendapatan dimulai dari satuan kerja dikoordinasikan oleh kementerian negara/lembaga dengan mengikuti kelompok pendapatan sebagai berikut. a. Tiga digit pertama merupakan kelompok pendapatan. b. Lima digit pertama merupakan sub kelompok pendapatan. c. Enam digit merupakan mata anggaran penerimaan (MAP) Contoh: kelompok pendapatan 423 untuk PNBP lainnya; subkelompok pendapatan 42315 untuk pendapatan jasa II; MAP 423154 untuk pendapatan jasa catatan sipil. 4. Rencana Penarikan Dana Dalam hal pencantuman angka rencana penarikan dana pada halaman III DIPA berdasarkan rencana kerja satker perlu memerhatikan hal-hal sebagai berikut. a. Untuk belanja pegawai, rencana penarikan dana per bulan adalah seperdua belas dari pagu gaji 1 tahun; b. Untuk belanja barang, agar memerhatikan batas penarikan dana triwulan; c. Untuk belanja modal, agar memerhatikan kebutuhan berdasarkan rencana pelaksanaan kegiatan. 5. Penetapan DIPA dan SP DIPA Dalam penetapan DIPA dan Surat Pengesahan DIPA (SP DIPA) dikategorikan sebagai berikut. a. DIPA Kantor Pusat DIPA Kantor Pusat adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang pelaksanaannya dilakukan oleh kantor pusat kementerian negara/lembaga. Penelahaan DIPA dilakukan secara bersamaan
Pusdiklatwas BPKP - 2007
23
antara
Direktorat
Pelaksanaan
Anggaran
DJPBN
dengan
kementerian negara/lembaga terkait. Menteri/pimpinan lembaga atau pejabat yang ditunjuk menetapkan DIPA, dan Dirjen Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan menetapkan SP DIPA. b. DIPA Kantor Daerah DIPA Kantor Daerah adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang pelaksanaannya dilakukan oleh kantor daerah/instansi vertikal kementerian negara/lembaga. Penelahaan DIPA dilakukan secara bersama antara Kanwil DJPBN dengan kantor daerah/intansi vertikal kementerian negara/lembaga. Kepala kantor daerah/instansi vertikal kementerian negara/lembaga atau pejabat yang ditunjuk menetapkan DIPA, dan Kanwil DJPBN atas nama Menteri Keuangan menetapkan SP DIPA. c. DIPA Dalam Rangka Pelaksanaan Dekonsentrasi DIPA dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang pelaksanaannya dilimpahkan kepada gubernur. Penelahaan DIPA dilakukan secara bersama antara Kanwil DJPBN dengan dinas terkait atas nama gubernur. Gubernur atau kepala dinas atau pejabat yang ditunjuk menetapkan DIPA, dan Kanwil DJPBN atas nama Menteri Keuangan menetapkan SP DIPA. d. DIPA Dalam Rangka Pelaksanaan Tugas Pembantuan DIPA dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan adalah dokumen ditugaskan Pelaksanaan pelaksanaan kepada anggaran yang pelaksanaannya daerah. gubernur/bupati/walikota/kepala DJPBN dengan
Penelaahan DIPA dilakukan secara bersama antara Direktorat Anggaran kementerian negara/lembaga terkait. Menteri/pimpinan lembaga atau pejabat
24
yang DIPA.
ditunjuk
menetapkan
DIPA,
dan
Direktur
Jenderal
6. Revisi DIPA DIPA yang sudah disahkan oleh DJPBN atau Kepala Kanwil DJPBN apabila diperlukan dapat dilakukan revisi oleh satker yang bersangkutan dan selanjutnya diajukan kepada DJPBN atau Kanwil DJPBN untuk ditelaah dan disahkan, dengan catatan sebagai berikut. a. Dapat dilakukan realokasi dana antar sub kegiatan dalam satu kegiatan. b. Dapat dilakukan perubahan volume keluaran pada sub kegiatan tanpa merubah alokasi dana kegiatan dan masih sesuai dengan sasaran kegiatan dan atau sasaran program. c. Dapat dilakukan realokasi dana antar MAK dalam satu jenis belanja sepanjang tidak mengurangi: 1) gaji dan berbagai tunjangan yang melekat dengan gaji: 2) belanja untuk langganan listrik, telepon, gas dan air; 3) pembayaran untuk berbagai tunggakan; 4) alokasi untuk dana pendamping PHLN; 5) belanja barang untuk pengadaan bahan makanan (MAK 52 1113). d. Dalam revisi DIPA tidak diperkenankan ada perubahan terhadap: 1) pagu untuk masing-masing unit organisasi; 2) pagu untuk masing-masing kegiatan dan masing-masing jenis belanja; 3) pagu untuk lokasi provinsi; 4) kegiatan dan program.
25
Revisi DIPA yang menyebabkan realokasi dana antar satuan kerja dapat dilakukan oleh pimpinan unit organisasi (unit eselon I untuk tingkat pusat atau kanwil/koordinator satker untuk tingkat daerah) dan selanjutnya diajukan kepada DJPBN atau Kanwil DJPBN untuk diteliti dan disahkan. Terhadap revisi DIPA yang menyebabkan perubahan dalam butir 6.d.1 sampai dengan 4, harus mendapat persetujuan DPR melalui DJAPK. Keputusan atas perubahan tersebut disampaikan kepada instansi terkait. 7. Aktivitas Terkait Setelah DIPA disahkan, maka unit organisasi/satuan kerja dapat menerbitkan petunjuk pelaksanaan sebagai pedoman pelaksanaan lebih lanjut dari DIPA. Penyelesaian DIPA, mulai dari penyusunan konsep DIPA oleh kementerian negara/lembaga sampai dengan pengesahan DIPA oleh Dirjen Perbendaharaan atau Kepala Kanwil DJPBN agar memerhatikan waktu yang tersedia.
26
UU nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara menyatakan bahwa pendapatan negara merupakan hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Salah satu hak pemerintah pusat adalah menggali sumber-sumber penerimaan bagi negara untuk membiayai berbagai belanja/pengeluaran negara yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Sedangkan menurut UU nomor 18 tahun 2006 tentang APBN Tahun Anggaran 2007 manyatakan bahwa pendapatan negara dan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dalam negeri dan luar negeri. A. PENERIMAAN PERPAJAKAN Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri dari penerimaan pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Penerimaan perpajakan dalam negeri meliputi semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang/jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan
27
bangunan, cukai dan pajak lainnya. Sedangkan pajak perdagangan internasional merupakan semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan pajak/pungutan ekspor. Pada prinsipnya, penerimaan uang negara dari perpajakan wajib disetorkan oleh wajib pajak dan atau wajib pungut ke kas negara pada bank pemerintah atau lembaga lain yang ditetapkan oleh Menteri keuangan. Penerimaan perpajakan yang berasal dari wajib pajak pribadi dan perusahaan, dilakukan sesuai dengan mekanisme perpajakan sesuai dengan UU Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan. Dalam mekanisme ini diterapkan
penerimaan perpajakan yang mengatur wajib pajak untuk menghitung pajaknya sendiri, kemudian menyetorkannya ke kas negara dan melaporkannya dalam laporan Surat Permberitahuan Pajak (SPT). Sedangkan, penerimaan perpajakan yang berkaitan dengan mekanisme pelaksanaan anggaran negara/daerah, dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan pajak oleh setiap instansi pemerintah yang melakukan pembayaran atas beban negara/daerah. Oleh karena itu, dalam rangka intensifikasi penerimaan pajak negara, setiap bendahara instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, BUMN/BUMD dan badan lainnya ditetapkan sebagai wajib pungut, wajib menyetorkan seluruh penerimaan pajak yang dipungutnya dalam waktu selambatlambatnya satu hari setelah uang pajak diterima. diuraikan dalam Bab IV) Selanjutnya dalam rangka meningkatkan intensifikasi penerimaan (Mekanisme pemotongan dan pemungutan pajak oleh bendahara selanjutnya akan
pajak, setiap instansi pemerintah, BUMN/BUMD serta badan lainnya diwajibkan untuk memberikan informasi perpajakan kepada pemerintah,
Pusdiklatwas BPKP - 2007
28
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Keppres Nomor 72 tahun 2004 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran dan Belanja Negara mengatur ketentuan data dan informasi perpajakan sebagai berikut. 1. Mewajibkan setiap kementerian/lembaga, pemerintah daerah, kantor dan satuan kerja, proyek/bagian proyek, dan BUMN/D untuk menyampaikan bahan-bahan dan keterangan yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya guna keperluan perpajakan kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Pajak. 2. Untuk memadukan dan mensinerjikan data dan informasi
perpajakan tersebut dibentuk Bank Data Nasional dan Nomor Identitas Tunggal yang dilaksanakan oleh Menteri Keuangan. 3. Menteri Keuangan cq Dirjen Pajak mengadministrasikan data dan informasi perpajakan dalam Bank Data Nasional dengan membentuk Nomor Identitas Bersama sebagai embrio Nomor Identitas Tunggal. 4. Menteri Keuangan cq Dirjen Pajak wajib memberikan Nomor Identitas Tunggal kepada masing-masing kementerian/lembaga, pemerintah daerah, kantor dan satuan kerja, proyek/bagian proyek, dan BUMN/D. 5. Menetapkan Setiap instansi pemerintah, pemerintah daerah,
BUMN/D, bendahara dan badan lain yang melakukan pembayaran atas beban APBN/APBD, sebagai Wajib Pungut Pajak, sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. B. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) Penerimaan negara bukan pajak memiliki arti dan peran yang sangat penting dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan nasional; oleh karenanya, diperlukan langkah-langkah
Pusdiklatwas BPKP - 2007
29
pengadministrasian yang efisien agar penerimaan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal. 1. Pengertian PNBP Dalam rangka pengelolaan penerimaan negara bukan pajak
tersebut, Peraturan Pemerintah ini ditetapkan. Penerimaan negara bukan pajak adalah seluruh penerimaan Pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan; yang meliputi: penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah; penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam; penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan; penerimaan Pemerintah; penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi; penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah; penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri. dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
Selain jenis tersebut di atas, PNPB lainnya ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Pengelolaan PNBP dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku yaitu: Undang-undang nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Peraturan Pemerintah nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak,
30
Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu.
2. Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Jenis PNBP secara rinci diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak. Sesuai dengan peraturan pemerintah tersebut, jenis PNBP meliputi hal berikut. a. Penerimaan kembali anggaran (sisa anggaran rutin dan sisa anggaran pembangunan. b. Penerimaan hasil penjualan barang/kekayaan negara. c. Penerimaan hasil penyewaan barang/kekayaan negara. d. Penerimaan hasil penyimpanan uang negara (jasa giro). e. Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (tuntutan ganti rugi dan tuntutan perbendaharaan). f. Penerimaan pemerintah. g. Penerimaan dari hasil penjualan dokumen lelang. Secara rinci peraturan pemerintah tersebut juga menetapkan jenis PNBP pada masing-masing departemen. Penetapan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak ditetapkan dengan memerhatikan: a. dampak usahanya; b. biaya penyelenggaraan kegiatan pemerintah sehubungan dengan jenis; c. penerimaan negara bukan pajak yang bersangkutan; d. aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat. pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan
31
Penetapan jumlah penerimaan negara bukan pajak yang terutang ditentukan dengan cara: a. ditetapkan oleh instansi pemerintah; atau b. dihitung sendiri oleh wajib bayar. PNBP terhutang menjadi kedaluwarsa setelah sepuluh tahun terhitung sejak saat terutangnya penerimaan negara bukan pajak yang bersangkutan. Ketentuan kedaluwarsa sebagaimana tertunda apabila Wajib Bayar melakukan tindak pidana di bidang penerimaan negara bukan pajak. 3. Pelaporan Rencana dan Realisasi Penerimaan PNBP Instansi yang mengelola PNBP wajib menyampaikan laporan rencana dan realisasi penerimaan secara periodik, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan Laporan Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak. Mekanisme tentang pelaporan diatur sebagai berikut. a. Pejabat instansi pemerintah wajib menyampaikan rencana pnbp tahun anggaran yang akan datang secara tertulis di lingkungan instansi pemerintah yang bersangkutan kepada menteri paling lambat pada tanggal 15 Juli tahun anggaran berjalan. b. Dalam hal pejabat instansi pemerintah tidak atau terlambat menyampaikan rencana PNBP, menteri dapat menetapkan rencana PNBP instansi pemerintah yang bersangkutan. c. Dalam hal terdapat revisi, pejabat instansi pemerintah wajib menyampaikan revisi rencana PNBP kepada menteri, dengan ketentuan sebagai berikut. 1) Revisi rencana PNBP tahun yang akan datang, disampaikan paling lambat tanggal 5 Agustus Tahun Anggaran yang bersangkutan.
32
2) Revisi rencana PNBP tahun anggaran berjalan, disampaikan paling lambat tanggal 15 Agustus tahun anggaran berjalan. Dalam hal pejabat instansi pemerintah belum menyampaikan revisi rencana PNBP menteri dapat menetapkan rencana PNBP untuk masing-masing instansi pemerintah. d. Laporan realisasi PNBP triwulanan disampaikan secara tertulis oleh pejabat instansi pemerintah kepada menteri paling lambat satu bulan setelah triwulan yang bersangkutan berakhir. e. Laporan perkiraan realisasi PNBP triwulan IV disampaikan kepada menteri paling lambat tanggal 15 Agustus tahun anggaran berjalan. f. Dalam hal pejabat instansi pemerintah tidak atau terlambat menyampaikan rencana dan laporan realisasi PNBP, dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Penerimaan dan Penyetoran PNBP Seluruh penerimaan negara bukan pajak dikelola dalam sistem anggaran pendapatan dan belanja negara, melalui dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA) masing-masing kementerian/lembaga. pengelolaan atas PNBP tersebut diatur dengan ketentuan sebagai berikut. a. Setiap kementerian sumber negara/lembaga/satuan pendapatan wajib kerja yang
mempunyai jawabnya.
mengintensifkan
b. Menteri dapat menunjuk instansi pemerintah untuk menagih dan atau memungut penerimaan negara bukan pajak yang terutang.
33
c. Instansi pemerintah yang ditunjuk tersebut wajib menyetor langsung penerimaan negara bukan pajak yang diterima ke kas negara. d. Instansi pemerintah yang ditunjuk wajib menyampaikan rencana dan laporan realisasi penerimaan negara bukan pajak secara tertulis dan berkala kepada menteri. e. Tidak dipenuhinya kewajiban instansi pemerintah untuk menagih dan atau memungut serta menyetor sebagaimana dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Penggunaan Sebagian Dana PNBP Pada dasarnya, seluruh PNBP wajib disetor langsung secepatnya ke kas negara. Namun demikian, untuk beberapa kegiatan tertentu, sebagian dana dari suatu jenis penerimaan negara bukan pajak dapat digunakan untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan jenis penerimaan negara bukan pajak tersebut oleh instansi yang bersangkutan. Penggunaan sebagian dana PNBP tersebut dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari Menteri Keuangan. Kegiatan yang dapat menggunakan sebagian dana PNBP meliputi: penelitian dan pengembangan teknologi, pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelatihan, penegakan hukum, pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu, pelestarian sumber daya alam.
Proses permohonan untuk menggunakan sebagian dana PNBP, diatur dalam PP NOMOR 73 tahun 1999 tentang Tatacara
34
Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersumber dari kegiatan tertentu, yaitu sebagai berikut. a. Pimpinan instansi pemerintah mengajukan permohonan
penggunaan penerimaan negara bukan pajak kepada Menteri Keuangan. Permohonan tersebut dilengkapi dengan: 1) tujuan penggunaan dana penerimaan negara bukan pajak; 2) rincian kegiatan pokok instansi dan kegiatan yang akan dibiayai penerimaan negara bukan pajak; 3) jenis penerimaan negara bukan pajak beserta tarif yang berlaku; 4) laporan realisasi dan perkiraan tahun anggaran berjalan serta perkiraan untuk dua tahun anggaran mendatang. b. Setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan, instansi pemerintah mengajukan pengajuan rencana penggunaan untuk setiap tahun anggaran selambat-lambatnya pada tanggal 15 November. c. Rencana penggunaan penerimaan negara bukan pajak tersebut diteliti dan dibahas oleh Departemen Keuangan bersama-sama instansi pemerintah yang bersangkutan sebelum ditetapkan Menteri Keuangan. d. Sebagian dana penerimaan negara bukan pajak disediakan dalam suatu dokumen anggaran tahunan yang berlaku sebagai surat keputusan otorisasi. e. Sebagian dana penerimaan negara bukan pajak tersebut dapat digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan tertentu pada instansi bersangkutan dalam rangka pembiayaan:
35
1) operasional dana pemeliharaan; dan atau 2) investasi, termasuk peningkatan kualitas sumber daya manusia. f. Pembayaran atas pelaksanaan kegiatan instansi yang
bersangkutan dilakukan sebagai pembayaran langsung kepada yang berhak; atau melalui penyediaan Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan (UYHD). Batas jumlah pembayaran ditetapkan oleh menteri. g. Saldo lebih dari sebagian dana penerimaan negara bukan pajak, pada akhir tahun anggaran wajib disetor seluruhnya ke kas negara. h. Pembiayaan sebagian dana PNBP yang telah disediakan dalam suatu dokumen anggaran dan belum dilaksanakan atau belum diselesaikan dalam tahun anggaran yang bersangkutan dapat dicantumkan pada dokumen anggaran tahun berikutnya melalui revisi anggaran. i. Pimpinan instansi pemerintah yang bersangkutan setiap awal tahun anggaran menetapkan: 1) atasan langsung bendaharawan penerima/pengguna; 2) bendaharawan penerima, 3) bendaharawan pengguna. Dalam hal bendaharawan dan Kas belum Negara ditunjuk, dilarang Kantor Perbendaharaan pembayaran. j. Kewajiban pembukuan diatur sebagai berikut. 1) Pimpinan instansi/bendaharawan penerima dan pengguna wajib menyelenggarakan pembukuan. melakukan
36
2) Bendaharawan penerima dan pengguna menyimpan secara lengkap dan teratur dokumen yang menyangkut penerimaan negara bukan pajak. 3) Kegiatan dan penatausahaan tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. k. Kewajiban penyusunan laporan; Pimpinan instansi pemerintah wajib menyampaikan laporan triwulan mengenai seluruh penerimaan dan penggunaan dana oleh Instansi yang bersangkutan kepada Menteri Keuangan. l. Ketentuan lainnya; 1) Pemberian izin penggunaan dana penerimaan negara bukan pajak yang telah diberikan masih tetap berlaku sebelum dilakukan penyesuaian berdasarkan peraturan pemerintah ini. 2) Penggunaan penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari dana reboisasi karena karakteristik dan atau sifat khusus yang dimilikinya dapat diatur dengan peraturan pemerintah tersendiri. 6. Pencatatan dan Pemeriksaan a. Pencatatan dan Pembukuan Ketentuan terkait dengan pencatatan dan pembukuan antara lain adalah sebagai berikut. 1) Instansi pemerintah yang ditunjuk untuk menagih, memungut dan menyetorkan PNBP wajib menyelenggarakan pembukuan yaitu mengadakan suatu pencatatan yang dapat menyajikan keterangan yang cukup untuk dijadikan dasar penghitungan penerimaan negara bukan pajak.
37
2) Pencatatan wajib diselenggarakan di Indonesia dalam satuan mata uang rupiah dan disusun dalam Bahasa Indonesia atau mata uang asing dan bahasa asing yang diizinkan Menteri Keuangan. 3) Buku, catatan dan dokumen lainnya yang menjadi dasar perhitungan PNBP tersebut wajib disimpan selama sepuluh tahun. 4) Terhadap wajib bayar untuk jenis penerimaan negara bukan pajak, atas permintaan instansi pemerintah dapat dilakukan pemeriksaan oleh instansi yang berwenang. Selain itu, terhadap instansi pemerintah yang ditunjuk atas permintaan menteri untuk menagih, memungut dan menyetorkan PNBP juga dapat dilakukan pemeriksaan khusus oleh instansi yang berwenang. b. Pemeriksaan Ketentuan terkait dengan pemeriksaan antara lain adalah sebagai berikut. 1) Hasil pemeriksaan terhadap instansi pemerintah disampaikan kepada Menteri Keuangan, dan Menteri Keuangan memberitahukan hasil pemeriksaan tersebut kepada instansi pemerintah yang bersangkutan guna penyelesaian lebih lanjut. 2) Hasil pemeriksaan terhadap wajib bayar untuk PNBP
disampaikan kepada instansi pemerintah untuk penetapan jumlah PNBP yang terutang wajib bayar yang bersangkutan. 3) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap wajib bayar terdapat kekurangan pembayaran jumlah PNBP yang terutang, wajib bayar yang bersangkutan wajib melunasi
38
kekurangannya dan ditambah dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar 2% sebulan untuk paling lama 24 bulan dari jumlah kekurangan tersebut. 4) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap wajib bayar untuk jenis PNBP terdapat kelebihan pembayaran jumlah PNBP yang terutang, jumlah kelebihan tersebut diperhitungkan sebagai pembayaran dimuka atas jumlah PNBP yang terutang wajib bayar yang bersangkutan pada periode berikutnya. 5) Dalam hal terjadi pengakhiran kegiatan usaha wajib bayar, maka jumlah kelebihan pembayaran PNBP dikembalikan kepada wajib bayar selambat-lambatnya satu bulan sejak dikeluarkan ketetapan kelebihan pembayaran. 6) Dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran dilakukan melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam poin 5) di atas, kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan kepada wajib bayar dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk paling lama 24 bulan. C. PENERIMAAN PENGEMBALIAN BELANJA Penerimaan pengembalian belanja adalah seluruh penerimaan negara yang berasal dari pengembalian belanja tahun anggaran tahun berjalan, yang terjadi karena kelebihan pembayaran, kesalahan atau kelalaian bendahara berupa: penerimaan pengembalian belanja pegawai, penerimaan pengembalian belanja barang, pengeluaran dalam melakukan pembayaran yang dibebankan kepada negara. Penerimaan pengembalian belanja ini dapat
39
Penerimaan pengembalian belanja ini juga meliputi penerimaan yang berasal dari penyelesaian kerugian keuangan negara. Beberapa ketentuan yang mengatur mekanisme penyelesaian kerugian keuangan negara diatur sebagai berikut. 1. Setiap kerugian negara yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku. Kerugian negara dapat terjadi karena pelanggaran hukum atau kelalaian pejabat negara atau pegawai negeri bukan bendahara dalam rangka pelaksanaan kewenangan administratif atau oleh bendahara dalam rangka pelaksanaan kewenangan kebendaharaan. 2. Penyelesaian meningkatkan negeri/pejabat kerugian disiplin negara negara dan pada perlu segera jawab dan dilakukan para para untuk
mengembalikan kekayaan negara yang hilang atau berkurang serta tanggung umumnya, pegawai pengelola
keuangan pada khususnya. 3. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara wajib mengganti kerugian tersebut. 4. Pejabat lain dimaksud meliputi pejabat negara dan pejabat penyelenggara pemerintahan yang tidak berstatus pejabat negara, tidak termasuk bendahara dan pegawai negeri bukan bendahara. 5. Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga/kepala satuan kerja dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui
40
bahwa dalam kementerian negara/lembaga/satuan kerja yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun. 6. Setiap kerugian negara wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala kantor kepada menteri/pimpinan lembaga dan diberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah kerugian negara itu diketahui. 7. Segera setelah kerugian negara tersebut diketahui, kepada
bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya, segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan atau Surat pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian negara dimaksud. Jawab Mutlak. 8. Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian negara, menteri/pimpinan lembaga yang bersangkutan segera mengeluarkan Surat Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian Sementara kepada yang bersangkutan. Surat keputusan dimaksud mempunyai kekuatan hukum untuk pelaksanaan sita jaminan (conservatoir beslaag). pernyataan tersebut biasa disebut Surat Pernyataan Tanggung
41
A.
DASAR HUKUM Dalam pelaksanaan penerimaan pajak-pajak negara, bendahara pada instansi pemerintah telah ditunjuk sebagai pemotong/pemungut atas penerimaan pajak-pajak negara khususnya pada transaksi belanja yang dilakukan oleh instansi pemerintah. Peraturan perundangan yang dijadikan sebagai dasar hukum penunjukkan bendahara ini antara lain sebagai berikut. 1. Undang-undang perpajakan yang meliputi : a. UU nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU nomor 16 tahun 2000; b. UU nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU nomor 17 tahun 2000; c. UU nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU nomor 18 tahun 2000.
42
2. Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI dan Para Pensiunan atas Penghasilan yang Dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah. 3. Keputusan Presiden RI 42 tahun 2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Keputusan Presiden RI Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah. 4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 5563/KMK.03/2003 tentang Penunjukkan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara untuk Memungut, Menyetor dan Melaporkan PPN, PPnBM Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporannya.
B.
KEWAJIBAN DAN SANKSI PERPAJAKAN BENDAHARA Dalam perpajakan, kedudukan bendahara pemerintah yang mengelola APBN/APBD sama dengan kedudukan wajib pajak (WP), sehingga bendahara mempunyai kewajiban, sebagaimana WP lainnya, serta mendapatkan sanksi perpajakan jika terjadi pelanggaran. Kewajiban dan saksi perpajakan bagi bendahara yang mengelola anggran pendapatan dan belanja negara/daerah, sebagai berikut. 1. Kewajiban Perpajakan a. Kewajiban mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di kantor pelayanan pajak yang sesuai dengan lokasi kedudukannya. Untuk bendahara BUMN, wajib mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak BUMN (KPP-BUMN). Selama masih melaksanakan pengelolaan anggaran
43
negara/daerah, NPWP bendahara ini tetap berlaku. NPWP atas nama bendahara ini akan dilakukan penghapusan jika terjadi: 1) perubahan organisasi yang mengakibatkan nama unit
instansinya berubah; 2) proyek/kegiatan telah berakhir (selesai). b. Kewajiban untuk menyetorkan pada saat penerimaan tempat pajak sesuai yang dengan
dipungut/dipotong
dan
ketentuan umum perpajakan yang berlaku. c. Kewajiban untuk melaporkan pemungutan dan pemotongan pajak negara dengan menyerahkan surat permberitahuan pajak (SPT) sesuai dengan ketentuan umum perpajakan yang berlaku. 2. Sanksi Perpajakan Sanksi perpajakan meliputi sanksi administrasi dan sanksi pidana dengan uraian sebagai berikut. a. Sanksi administrasi, berupa denda yaitu: 1) denda sebesar Rp50.000,00 jika tidak menyampaikan SPT Masa PPh dan PPN sesuai dengan waktu yang telah ditentukan yaitu dua puluh hari setelah masa pajak berakhir; 2) denda sebesar Rp100.000,00 jika tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh sesuai dengan waktu yang telah ditentukan yaitu dua puluh hari setelah masa pajak berakhir. b. Sanksi administrasi, berupa pengenaan bunga sebesar 2% per bulan (selama-lamanya 24 bulan) atas jumlah pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.
44
c. Sanksi Administrasi berupa kenaikan pajak terutang, adalah sebagai berikut. 1) Sebesar 50% dari PPh tidak/kurang bayar dalam satu tahun pajak, jika SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, tidak disampaikan pada waktunya sesuai dengan surat teguran; 2) Sebesar 100% dari PPH tidak/kurang dipotong, tidak/kurang dipungut, tidak/kurang disetor, dan dipotong/dipungut tetapi tidak/kurang disetorkan; 3) Sebesar 100% dari kekurangan pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKP-KBT) dalam hal ditemukan data baru dan/atau data semula yang belum terungkap, yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak terutang; 4) Sebesar 100% atas PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar jika: a) SPT tidak disampaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan telah dikenakan teguran sescara tertulis, juga tidak disampaikan sesuai dengan surat teguran; b) berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat PPN dan PPnBM yang seharusnya tidak dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0%. d. Sanksi pidana, berupa kurungan selama satu tahun dan denda setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak terutang, jika karena kealpaan tidak menyampaikan SPT, atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, yang dapat menimbulkan kerugian keuangan negara.
45
e. Sanksi pidana berupa kurungan selama 6 tahun dan denda setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak terutang, jika dengan sengaja: 1) tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan NPWP; 2) tidak menyampaikan SPT; 3) menolak dilakukan pemeriksaan; 4) memperlihatkan pembukuan dan pencatatan yang palsu dan tidak melaksanakan pembukuan; 5) tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut.
C.
BENDAHARA PASAL 26
SEBAGAI
PEMOTONG
PPH
PASAL
21
DAN
1. Pengertian PPh pasal 21 dan pasal 26 PPh pasal 21 adalah PPh sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. PPh pasal 26 adalah PPh atas deviden, bunga termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian hutang, royalty, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan, pensiun dan pembayaran berkala lainnya yang diterima oleh wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
46
2. Penghasilan yang Dipotong Bendahara wajib memotong PPh pasal 21 atas penghasilan berikut. a. Penghasilan yang diterima oleh pejabat negara, PNS, ABRI, dan pensiunan yang dibebankan kepada keuangan negara/daerah; berupa: 1) gaji dan tunjangan lainnya yang bersifat tetap yang diterima PNS/ABRI; 2) gaji kehormatan dan tunjangan lain yang bersifat tetap diterima pejabat negara; 3) uang pensiun dan tunjangan lain yang bersifat tetap diterima pensiunan termasuk janda/duda dan/atau anak-anaknya. b. Penghasilan berupa honorarium, uang sidang, uang hadir, uang lembur, imbalan prestasi kerja dan imbalan lain dengan nama dan bentuk apapun yang dibebankan keuangan negara/daerah; kecuali jika pembayaran tersebut dibayarkan kepada PNS golongan II-d ke bawah dan anggota ABRI berpangkat PELTU ke bawah. c. Penghasilan yang diterima oleh penerima penghasilan selain pejabat negara, PNS, anggota ABRI dan pensiunan yang dibebankan kepada keuangan negara/daerah, berupa: 1) upah harian, upah mingguan, upah satuan, uang saku harian dan upah borongan; 2) honorarium, uang saku, hadiah, penghargaan, komisi, bea siswa serta pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan.
47
3. Pengurangan yang Diperbolehkan a. Atas penghasilan yang dibayarkan kepada pejabat negara, PNS dan anggota ABRI dan pensiunan. Untuk menentukan penghasilan neto pejabat negara, PNS dan ABRI, dan pensiunan, penghasilan bruto boleh dikurangi dengan unsur berikut. 1) Biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto setinggitingginya pensiunan, Rp1.296.000,00 penghasilan setahun atau Rp108.000,00 dengan biaya sebulan. Sedangkan untuk menentukan penghasilan neto bruto dikurangi pensiun sebesar 5% dari penghasilan bruto setinggi-tingginya Rp432.000,00 setahun atau Rp36.000,00 sebulan. 2) Iuran pensiun. 3) Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dengan ketentuan berikut.
PTKP Untuk diri pegawai Tambahan untuk pegawai yang kawin Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 orang. SETAHUN 12 juta 1,2 juta 1,2 juta
b. Atas penghasilan yang dibayarkan kepada selain pejabat negara, PNS dan anggota ABRI dan pensiunan yang dibebankan pada APBN/APBD, penghasilan bruto boleh dikurangi berikut. 1) Pengurangan atas penerimaan upah harian, mingguan, satuan, borongan dan uang saku harian, boleh dikurangi 1/10 dengan unsur
48
UMP/UMK (sepanjang jumlah yang diterimanya dalam satu bulan tidak melebihi UMP/UMK dan tidak dibayarkan secara bulanan). 2) Jika penghasilan bruto dalam satu bulan melebihi UMP/UMK atau dibayarkan secara bulanan, maka pengurangan yang diperbolehkan berupa PTKP sebenarnya sebesar: [PTKP harian = PTKP sebenarnya /360] 3) Pembayaran atas honorarium, uang saku, hadiah dan penghargaan dengan nama dan bentuk apapun, komisi, bea siswa sebagai imbalan atas jasa yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan yang diberikan, tidak ada
pengurangan.
4) Untuk penghasilan WP luar negeri,
tidak
ada
pengurangan.
4. Tarif dan Cara Penghitungan Pemotongan a. Tarif PPh berdasarkan pasal 17 UU nomor 7 tahun 1983
sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 17 tahun 2000 sebagai berikut. Lapisan PKP 1) s/d Rp 25 jt 2) Di atas Rp 25 jt s/d/Rp 50 jt 3) Di atas Rp 50 jt s/d Rp 100 jt 4) Di atas Rp 100 jt s/d/Rp 200 jt 5) Di atas Rp 200 jt Tarif Pajak 5% 10% 15% 25% 35%
49
b. Tarif berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak No KEP-545/PJ/2000 1) 15% atas prakiraan penghasilan netto yang dibayarkan kepada tenaga ahli (prakiraan penghasilan = 50). Tarif efektif = 15% x 50% x Penghasilan Bruto. 2) 5% atas upah dan uang saku harian yang jumlahnya melebihi 1/10 UMP/UMK sehari tapi tidak melebihi UMP/UMK sebulan dan/atau tidak dibayarkan secara bulanan. 3) 15% final atas honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun. c. Tarif berdasarkan PP No. 149 tahun 2000 atas pembayaran uang pesangon, tebusan pensiun, dan THT atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus, dipotong dengan PPh pasal 21 dan bersifat final dengan tarif berikut. Lapisan PKP 1) Rp 25 juta ke bawah 2) Di atas Rp 25 juta s/d Rp 50 juta 3) Di atas Rp 30 juta s/d Rp 100 juta 4) Di atas Rp 100 juta s/d Rp 200 juta 5) Di atas Rp 200 juta Tarif Pajak 0% 5% 10 % 15 % 25 %
d. Cara Penghitungan 1) Penghitungan PPh pasal 21 bagi pejabat negara, PNS, ABRI dan pensiunan yang dibebankan kepada keuangan negara/daerah adalah sebagai berikut. a) Atas pembayaran gaji kehormatan, gaji/pensiun dan tunjangan yang terkait dengan gaji:
50
- bagi pejabat negara/PNS/ABRI PPh psl. 21 = tarif psl. 17 x (penghasilan bruto biaya jabatan iuran pensiun PTKP) - bagi pensiunan bulanan PPh psl. 21 = tarif psl. 17 x (penghasilan bruto biaya pensiun PTKP) b) Atas penghasilan berupa honorarium, uang sidang, uang hadir, uang lembur, imbalan prestasi kerja dan imbalan lain dengan nama apapun; PPh psl. 21 = 15 % x penghasilan bruto (bersifat final) 2) Penghitungan PPh pasal 21 bagi selain pejabat negara, PNS, ABRI dan pensiunan yang dibebankan lepada keuangan negara/daerah adalah sebagai berikut. a) Atas pembayaran honorarium, uang saku,
hadiah/penghargaan, komisi, bea siswa, pembayaran imbalan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh WP dalam negeri (artis, olahragawan, elektronika, penasihat, fotografi, pengajar, penceramah, moderador, pemberi jasa teknik komputer, telekomunikasi, pemasaran, dll); PPh pasal 21 = tarif pasal 17 x penghasilan bruto (tarif progresif)
51
b) honorarium atau imbalan lain kepada tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, penilai, aktuaris); PPh pasal 21 = tarif 15 % x perkiraan penghasilan neto = tarif 15 % x 50 % x penghasilan bruto 3) Penghitungan pajak dari penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dengan status WP luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa dan kegiatan, adalah sebagai berikut. a) PPh pasal 21 = 20 % penghasilan bruto (bersifat final). b) Jika WP luar negeri berubah status, maka pemotongan PPh pasal 21 tidak bersifat final.
D.
BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PPH PASAL 22 1. Pengertian PPh Pasal 22 Pajak penghasilan dipungut/dipotong sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang, kecuali atas pembayaran: a) penyerahan barang paling banyak 1 juta (bukan jumlah yang dipecah-pecah); b) pembelian BBM, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos; c) pencairan dana jaring pengaman sosial (JPS) oleh KPKN; d) pembayaran pelaksanaan proyek yang dibiayai dengan
hibah/pinjaman luar negeri. 2. Saat Pemotongan dan Tarif Saat pemungutan PPh pasal 22, adalah pada setiap saat
52
yang dibiayai dari APBN/APBD; dengan tarif 1,5 % x Harga/Nilai Pembelian Barang. Contoh : Itjen Departemen A membeli komputer untuk keperluan kantor dengan harga Rp100.000.000,00 PPh psl. 22 yang harus dipungut oleh bendahara sebesar 1,5% dari Rp100.000.000,00 = Rp 1.500.000,00
E.
BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PPH PASAL 23/26 1. Pengertian PPh Pasal 23/26 PPh pasal 23/26 adalah pajak atas penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21. Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23 adalah sebagai berikut. a. Deviden, bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, royalty, hadiah dan penghargaan sehubungan dengan pelaksanaan status kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21. b. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, selain sewa atas tanah dan atau bangunan. c. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, consultan dan jasa lain selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
53
Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh pasal 26 adalah penghasilan berikut. a. Deviden, bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, royalty, hadiah dan penghargaan sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21. b. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, selain sewa atas tanah dan atau bangunan. c. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, konsultan dan jasa lain selain yang telah dipotong PPh pasal 21. d. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya. e. Pembayaran premi asuransi dan premi reasuransi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung yang dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri selain BUT.
Penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23/26: a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank; b. sewa guna usaha dengan hak opsi; c. dividen atau bagian laba yang diperoleh/diterima PT sebagai WP dalam negeri (dengan syarat tertentu); d. bunga obligasi yang diperoleh/diterima perusahaan reksa dana selama lima tahun pertama; e. bagian laba yang yang diterima/diperoleh tidak anggota perseroan saham,
komanditer
modalnya
terbagi
dalam
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi; f. SHU koperasi yang dibayarkan kepada anggotanya; g. bunga simpanan yang tidak melebihi Rp240.000,00 setiap bulan yang dibayarkan oleh koperasi.
54
2. Tarif dan Dasar Pemotongan PPh Pasal 23 a. 15% dari jumlah bruto atas deviden, bunga, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, royalti, hadiah, dan penghargaan (selain yang telah dipotong PPh pasal 21). b. 15% dari prakiraan penghasilan neto. Besarnya prakiraan penghasilan neto antara lain sebagai berikut. No. 1 2 Jenis Jasa pembasmian hama, pembersihan, katering. pelaksanaan konstruksi, jasa instalasi/pemasangan mesin /listrik/telepon/air/gas/AC/TV kabel. 3 4 5 Sewa & penghasilan kendaraan angkutan darat. Jasa perencanaan dan pengawasan konstruksi. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khususnya kend. angk. darat; jasa teknik, manajemen, IT, pengolahan/pembuangan limbah, telkom bukan umum; jasa desain (interior, pertamanan, mesin/peralatan, alat transportasi/kendaraan, iklan/logo, alat kemasan); jasa instalasi/pemasangan peralatan, mesin, listrik/telepon/air/gas/TV kabel di luar konstruksi; jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan mesin, peralatan, kendaraan, bangunan di luar konstruksi; jasa kustodian selain sewa gudang; jasa perantara, dubbing/mixing film, rekrut tenaga kerja, penunjang penerbangan; jasa pengeboran minyak/gas bumi; software komputer termasuk perbaikan/perawatan. Jasa profesi, konsultan selain akuntansi, penilai dan aktuaris. konstruksi, 20% 26,67% 40% Tarif PPh 23 10% 13,33%
50%
55
3. Tarif Pemotongan PPh Pasal 26 Tarif dan dasar pemotongan PPh Pasal 26 adalah 20% dari jumlah bruto kecuali bila ada Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), maka tarif PPh pasal 26 disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dalam P3B tersebut.
F.
BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PPN DAN PPnBM 1. Pengertian PPN dan PPnBM a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak di dalam daerah Pabean. b. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang di dalam daerah pabean yang berdasarkan keputusan Menteri Keuangan tergolong barang mewah. 2. Objek Pemungutan PPN dan PPnBM Bendahara yang mengelola anggaran negara/daerah wajib
memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN atas: a. penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh PKP rekanan; b. pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean; c. pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean; d. PPnBM hanya dipungut dalam hal PKP rekanan adalah pabrikan dari BKP yang tergolong mewah.
56
Pembayaran yang tidak dipungut PPN dan/atau PPnBM antara lain: a. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp1.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah. Batasan Rp1.000.000,00 tersebut merupakan jumlah pembayaran yang sudah termasuk PPN dan PPnBM; b. pembayaran untuk pembebasan tanah; c. pembayaran dibebaskan atas dari penyerahan pengenaan BKP PPN dan/atau berdasarkan JKP yang Peraturan
Pemerintah nomor 38 tahun 2003 tentang Impor dan atau penyerahan BKP Tertentu dan atau Penyerahan JKP Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN. 3. Saat Pemungutan, Tarif dan Dasar Pemungutan a. Saat Pemungutan Pemungutan PPN dan atau PPnBM oleh bendahara dilakukan pada saat pembayaran kepada rekanan pemerintah, dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan PKP rekanan pemerintah tersebut. b. Tarif PPN dan PPnBM Tarif PPN adalah tarif tunggal sebesar 10% (berdasarkan peraturan pemerintah dapat diubah serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15%). Sementara, tarif PPnBM yang berlaku sekarang ini paling rendah 10 % dan paling tinggi sebesar 75 %. c. Dasar Pemungutan Dasar pemungutan PPN dan PPnBM adalah jumlah pembayaran baik dalam bentuk uang muka, pembayaran sebagian, atau pembayaran seluruhnya yang dilakukan oleh pemungut PPN kepada PKP rekanan.
Pusdiklatwas BPKP - 2007
57
Dalam jumlah pembayaran yang dilakukan oleh pemungut PPn tersebut, termasuk PPN dan PPnBM yang terutang tanpa memerhatikan apakah dalam kontrak menyebutkan ketentuan pemungutan PPN dan atau PPnBM maupun tidak.
Contoh 1: Jumlah PPN yang dipungut 10/11/bagian dari jumlah pembayaran Jumlah Pembayaran PPN yang harus dipungut 10/110x Rp1.100.000 Jumlah yang dibayarkan kepada PKP rekanan Rp Rp 1.100.000,00 100.000,00 Rp 1.000.000,00
Contoh 2: Dalam hal BKP yang diserahkan oleh rekanan pemerintah termasuk golongan barang mewah (misal PPnBM 20 %). Jumlah Pembayaran PPN yang dipungut 10/130 x Rp 1.300.000,00 PPnBM yang dipungut 20/130xRp1.300.000,00 Jumlah yang dibayarkan kepada PKP rekanan Contoh 3: Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp1.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah. Harga Jual PPN PPnBM 10% x Rp900.000,00 20% x Rp900.000,00 Rp Rp Rp 900.000,00 90.000,00 180.000,00 Rp Rp 1.300.000,00 100.000,00 Rp 200.000,00 Rp 1.000.000,00
Rp 1.170.000,00
Meskipun harga jual Rp900.000,00, tetapi karena pembayaran termasuk PPN dan PPnBM berjumlah Rp1.170.000,00 (di atas Rp 1.000.000,00), maka PPN dan PPnBM yang terutang harus dipungut oleh bendahara sebesar Rp 270.000,00.
58
Contoh 4: Harga Jual PPN PPnBM 10% x Rp800.000,00 10% x Rp800.000,00 Rp Rp Rp Rp 800.000,00 80.000,00 80.000,00
960.000,00
Karena harga jual termasuk PPN dan PPnBM berjumlah Rp960.000,00 (di bawah Rp 1.000.000,00), maka PPN dan PPnBM yang terutang tidak dipungut oleh bendahara, tetapi akan disetor sendiri oleh PKP rekanan.
59
A.
PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA NEGARA 1. Dasar Hukum Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara Pelaksanaan belanja negara didasarkan pada beberapa dasar hukum sebagai berikut. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU tentang APBN (penetapan setiap tahun sesuai tahun anggarannya), Keppres No.42 Tahun 2002 jo Keppres No.72 Tahun 2004 Tentang Pedoman Pelaksanaan APBN, Peraturan Menteri Keuangan No. 134/PMK.06/2005 Tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN Tahun 2005, Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. Per-66/PB/2005 Tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas beban APBN. Perubahan mendasar dalam ketentuan pengelolaan keuangan negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
60
tentang Keuangan Negara meliputi pengertian dan ruang lingkup keuangan negara, asas-asas umum pengelolaan keuangan negara, kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, pendekatan kekuasaan Presiden kepada Menteri Keuangan dan menteri/pimpinan lembaga susunan APBN. Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral. Pemerintah daerah dan pemerintah/lembaga asing, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah dengan perusahaan negara, perusahaan daerah dan perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat, serta penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Dalam undang-undang tersebut juga telah mengantisipasi perubahan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan di Indonesia yang mengacu kepada perkembangan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan secara internasional. Penerapan Kaidah Pengelolaan Keuangan yang sehat di lingkungan pemerintah sejalan dengan perkembangan kebutuhan pengelolaan keuangan negara, dirasakan pula semakin pentingnya fungsi perbendaharaan dalam rangka pengelolaan sumber daya keuangan pemerintahan yang terbatas secara efisien. Fungsi perbendaharaan tersebut meliputi perencanaan kas yang baik, pencegahan agar jangan sampai terjadi kebocoran dan penyimpangan, pencarian sumber pembiayaan yang paling murah dan pemanfaatan dana yang menganggur (idle cash) untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan. Upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang selama ini lebih banyak dilaksanakan di dunia usaha dalam pengelolaan keuangan pemerintah, tidaklah dimaksudkan untuk
61
menyamakan pengelolaan keuangan sektor pemerintah dengan pengelolaan keuangan sektor swasta. Pada hakikatnya, negara adalah suatu lembaga politik. Dalam kedudukannya yang demikian, negara tunduk pada tatanan hukum publik. Melalui kegiatan berbagai lembaga pemerintah, negara berusaha memberikan jaminan kesejahteraan kepada rakyat (welfare state). Namun, pengelolaan keuangan sektor publik yang dilakukan selama ini dengan menggunakan pendekatan superioritas negara telah membuat aparatur pemerintahan yang bergerak dalam kegiatan pengelolaan keuangan sektor publik tidak lagi dianggap berada dalam kelompok profesi manajemen oleh para profesional. Oleh karena itu, perlu dilakukan pelurusan kembali pengelolaan keuangan pemerintah dengan menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good
governance)
yang
sesuai
dengan
lingkungan
pemerintahan. Dalam undang-undang Perbendaharaan Negara juga diatur prinsipprinsip yang berkaitan dengan pelaksanaan utang piutang dan investasi serta barang milik negara/daerah yang selama ini belum mendapat perhatian yang memadai. Dalam rangka pengelolaan uang negara/daerah dalam undangundang perbendaharaan negara ditegaskan kewenangan Menteri Keuangan untuk mengatur dan meyelenggarakan rekening pemerintah, menyimpan uang negara dalam rekening kas umum negara pada bank sentral, serta ketentuan yang meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, pengelolaan piutang negara/daerah diatur kewenangan penyelesaian piutang negara dan daerah. Sementara itu, dalam rangka pelaksanaan pembiayaan ditetapkan pejabat yang diberi kuasa untuk mengadakan utang negara/daerah. Demikian pula, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas
Pusdiklatwas BPKP - 2007
62
pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah dalam undang-undang Perbendaharaan Negara diatur pula ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan investasi serta kewenangan mengelola dan menggunakan barang milik negara. a. Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman
Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN Pelaksanaan pembayaran dalam pelaksanaan anggaran belanja negara didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 sebagai berikut. 1) Dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN. Dalam peraturan tersebut diatur ketentuan
Menteri/Pimpinan Lembaga adalah Dokumen Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dan dokumen pelaksanaan pembiayaan kegiatan serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah. 2) Dalam rangka pelaksanaan APBN, Kantor Pelayanan
Perbendaharan Negara (KPPN) melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara secara giral. 3) Pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN oleh KPPN selaku kuasa bendahara umum negara, dengan penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) oleh KPPN berdasarkan Surat Perintah Membayar (SPM) yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.
63
4) Pada
awal
tahun
anggaran
menteri/ketua
lembaga
menetapkan para pejabat yang ditunjuk sebagai: a) kuasa pengguna anggaran/pengguna barang; b) pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara; c) pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; d) pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah pembayaran; e) bendahara belanja; f) bendahara belanja. 5) Pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja tidak boleh merangkap sebagai pejabat sebagaimana pada butir 4.d, e dan f di atas. 6) Penerbitan SPM oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran didasarkan pada alokasi dana yang tersedia dalam DIPA atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang dipersamakan dengan DIPA. 7) Pelaksanaan pembayaran tagihan atas beban belanja negara melalui SPM-LS yang disampaikan Pedoman ke KPPN, harus dalam dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 Pelaksanaan APBN. tentang Pembayaran pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran penerimaan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran
64
8) Pengguna
anggaran/kuasa
pengguna
anggaran
dapat
mengajukan permintaan uang persedian dengan menerbitkan surat perintah membayar uang persediaan (SPM-UP) untuk membiayai keperluan sehari-hari perkantoran. 9) Untuk memperoleh penggantian uang persediaan yang telah digunakan, satuan kerja yang bersangkutan menerbitkan surat perintah membayar penggantian uang persediaan (SPMGUP). 10) Dalam hal uang persediaan tidak mencukupi kebutuhan, satuan kerja dapat mengajukan tambahan dengan menerbitkan surat perintah membayar tambahan uang persediaan (SPM-TUP). 11) Pengajuan tambahan uang persediaan sebagaimana
dimaksud diatur oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Pembayaran dengan menggunakan uang persediaan untuk keperluan sebagaimana selain keperluan diatas sehari-hari dapat perkantoran setelah tersebut dilakukan
memperoleh persetujuan Direktur Jenderal Perbendaharaan. 12) Pelaksanaan pembayaran dengan uang persediaan dilakukan oleh bendahara pengeluaran sepanjang pembayaran dimaksud tidak dapat dilakukan melalui pembayaran langsung (SPM-LS). 13) Pembayaran yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran tidak boleh melebihi Rp10.000.000,00 kepada satu pihak, kecuali pembayaran honor. 14) Pembayaran kepada rekanan harus memerhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
65
15) Pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran dapat mengajukan penggantian uang persediaan yang telah digunakan kepada KPPN dengan menyampaikan SPM-GUP yang dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB) dan Faktur Pajak serta Surat Setoran Pajak (SSP). 16) Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan
dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud. 17) Bukti asli pembayaran Pembayaran dalam yang dilampirkan dalam Surat bukti
Permintaan dan
(SPP)-GUP
merupakan
pengeluaran dalam pelaksanaan anggaran belanja negara disimpan arsip pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran. 18) Berdasarkan SPM yang disampaikan oleh pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran, KPPN menerbitkan SP2D yang ditujukan kepada bank operasional mitra kerjanya. 19) KPPN menolak permintaan pembayaran yang diajukan
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dalam hal: a) pengeluaran untuk MAK yang melampaui pagu; dan/atau b) tidak didukung oleh dokumen yang sah sesuai ketentuan yang berlaku. 20) Penerbitan SP2D sebagaimana butir 18, atau penolakan permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada butir 19 wajib diselesaikan oleh KPPN dalam batas waktu sebagai berikut.
66
a) Penerbitan
SP2D
uang
persediaan/tambahan
uang
persediaan/penggantian uang persediaan (SPM-UP/SPMTUP/SPM-GUP) dan SPM pembayaran langsung (SPM-LS) paling lambat dalam waktu satu hari sejak diterimanya SPM secara lengkap. b) Untuk pembayaran gaji induk (gaji bulanan) PNS Pusat paling lambat lima hari kerja sebelum awal bulan pembayaran gaji. c) Untuk pembayaran non gaji induk (non gaji bulanan) SP2D diterbitkan paling lambat lima hari sejak diterimanya SPM. d) Pengembalian SPM dilakukan paling lambat hari kerja berikutnya sejak diterimanya SPM berkenaan.
b. Mekanisme Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN Mekanisme pembayaran dalam pelaksanaan anggaran belanja didasarkan pada peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor Per66/PB/2005 tentang Mekanisme Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN. Secara garis besar peraturan tersebut berisi ketentuanketentuan mengenai: 1) prosedur penerbitan surat permintaan pembayaran (SPP); 2) prosedur penerbitan surat perintah pembayaran (SPM) oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran; 3) prosedur penerbitan surat perintah pencairan dana (SP2D) oleh KPPN; 4) pelaporan realisasi APBN; 5) lain-lain.
67
2. Prinsip Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara Berdasarkan aturan perundangan tersebut, jumlah dana yang dimuat dalam anggaran belanja negara merupakan batas tertinggi untuk tiap-tiap pengeluaran. Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran tidak diperkenankan melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja negara, jika dana untuk membiayai tindakan tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam anggaran belanja negara. Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran juga tidak
diperkenankan melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja negara untuk tujuan lain dari yang ditetapkan dalam anggaran belanja negara (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran/DIPA). Belanja atas beban anggaran belanja negara didasarkan pada DIPA atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang dipersamakan dengan DIPA. Secara umum, pelaksanaan anggaran belanja negara harus
mengikuti prinsip-prinsip berikut. a. Hemat, tidak mewah, terarah, efisien, terkendali, semaksimal mungkin menggunakan produksi/jasa dalam negeri, b. Jumlah pengeluaran dalam anggaran merupakan batas yang tertinggi untuk setiap jenis pengeluaran, c. Anggaran tidak mutlak harus dihabiskan, d. Dilarang melakukan tindakan yang membebani anggaran, bila anggarannya tidak tersedia, e. Dilarang melakukan pengeluaran yang menyimpang dari tujuan yang ditetapkan, dan f. Pembayaran atas beban negara pada dasarnya dilakukan setelah barang/jasa diterima oleh negara. Persyaratan pengeluaran atas beban negara didasarkan pada bukti hak tagihan kepada negara.
68
Pengeluaran
atas
beban
anggaran
belanja
negara
tidak
diperkenankan untuk keperluan berikut. a. perayaan atau peringatan hari besar, hari raya dan hari ulang tahun departemen/lembaga/pemerintah daerah. b. pemberian ucapan selamat, hadiah/tanda mata, karangan bunga, dan sebagainya untuk berbagai peristiwa. c. pesta untuk berbagai peristiwa dan pekan olah raga pada departemen/lembaga/pemerintah daerah. d. pengeluaran lain-lain untuk kegiatan/keperluan yang sejenis serupa dengan yang tersebut di atas. Penyelenggaraan rapat, rapat dinas, seminar, pertemuan, lokakarya, peresmian kantor/proyek dan sejenisnya, dibatasi pada hal-hal yang sangat penting dan dilakukan sesederhana mungkin. 3. Komponen Anggaran Belanja Negara Sesuai UU No. 17 Tahun 2003 tentang Perbendaharaan Negara, belanja negara meliputi hal berikut. a. Belanja untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat. Belanja pemerintah pusat tersebut dibagi menurut fungsi, organisasi/bagian anggaran, kegiatan, dan jenis belanja. Bagian anggaran yang tidak dikuasai oleh kementerian/lembaga negara dikuasai oleh Menteri Keuangan. b. Belanja untuk pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Belanja untuk pemerintah daerah dirupakan dalam bentuk Dana Perimbangan. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada pemerintah daerah untuk mendanai kebutuhan pemerintah daerah dalam
69
rangka
pelaksanaan
Desentralisasi.
Dana
Perimbangan
mencakup: 1) Dana Bagi Hasil, yang meliputi: a) Bagi Hasil Sumber Daya Alam, b) Bagi Hasil Pajak. Tidak seluruh hasil pajak pusat dibagihasilkan dengan daerah. Hasil pajak yang dibagihasilkan dengan daerah mencakup Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan sebagian Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Orang Dalam Negeri. 2) Dana Alokasi Umum, yakni dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. 3) Dana Alokasi Khusus, yakni dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan pemerintah daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Pemerintah daerah yang menerima dana alokasi khusus wajib menyediakan dana pendamping sedikitnya 10% dari seluruh biaya kegiatan. Dalam kondisi tertentu, pemerintah daerah penerima dana alokasi khusus dapat tidak wajib menyediakan dana pendamping.
70
B.
PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA NEGARA OLEH PENGGUNA ANGGARAN/KUASA PENGGUNA ANGGARAN 1. Jenis dan Proses Pembayaran Anggaran Belanja Negara Pembayaran atas beban APBN pada dasarnya dilakukan secara langsung melalui penerbitan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) kepada pihak yang berhak (pembayaran langsung). Untuk keperluan tertentu yang tidak dapat dan/atau tidak memungkinkan dilakukannya pembayaran secara langsung (menggunakan prosedur SPM LS), sesuai ketentuan/batasan yang diatur secara khusus pembayaran persediaan. Proses pembayaran pada satuan kerja dapat digambarkan seperti bagan alur dokumen di bawah ini. (Gambar 5.1) dapat dilakukan dengan menggunakan uang
SPM GU Bukti
Laporan Keuangan
SP2D
SALAH
SPM
Perbaiki
KPKN
71
Secara ringkas, bagan alur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Pejabat pembuat komitmen (PPK) dan bendahara pengeluaran berdasarkan bukti pelaksanaan kegiatan, mengajukan SPP kepada pejabat penguji tagihan. b. Jika berdasarkan pengujian, pelaksanaan kegiatan benar, maka pejabat penguji menetapkan pembebanan anggaran mengajukan SPM kepada pejabat penerbit SPM, sedangkan jika pelaksanaan kegiatan tidak didukung bukti, maka SPP dikembalikan. c. Pejabat penerbit SPM menyerahkan SPM ke KPPN. d. Berdasarkan SPM yang diajukan, KPPN meenerbitkan SP2D kepada bank mitra. Bank mentransfer uang ke rekening bendahara pengeluaran atau ke rekening pihak ketiga. e. Pembukuan KPPN dijadikan bahan sistem akuntansi instansi untuk penyusunan laporan keuangan pemerintah. 2. Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara a. Tahap Penetapan Pejabat Kuasa PA dan Penandatangan SPM Pada setiap awal tahun anggaran, menteri/pimpinan lembaga selaku PA menerbitkan keputusan tentang penunjukan: 1) pejabat kuasa PA untuk satuan kerja sementara di lingkungan instansi PA; 2) pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; 3) pejabat yang diberi kewenangan untuk menandatangani SPM; 4) bendahara pengeluaran. Asli surat keputusan dimaksud disampaikan kepada kepala KPPN selaku Kuasa BUN setelah dilengkapi dengan bukti identitas
72
pejabat yang bersangkutan yang meliputi: nama, NIP/NRP, pangkat/gol. ruang, jabatan, cantor/satuan kerja, cap/stempel kantor/satuan kerja, dan spesimen tanda tangan. b. Tahap Pembuatan Komitmen Sesuai tugas pokok dan fungsinya, kepala satuan kerja selaku kuasa pengguna anggaran, melaksanakan rencana kerja yang telah ditetapkan dalam DIPA, membuat keputusan-keputusan dan atau mengambil tindakan-tindakan yang dapat mengakibatkan timbulnya pengeluaran uang dan/atau tagihan atas beban APBN. Keputusan-keputusan dan/atau tindakantindakan tersebut antara lain dapat berupa: 1) keputusan kepegawaian (seperti pengangkatan pertama pegawai, pengangkatan pegawai dalam jabatan, kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala, mutasi pegawai, surat perjalanan dinas, dll.); 2) keputusan/tindakan dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang terkait dengan substansi tugas pokok dan fungsi; 3) keputusan/tindakan dalam rangka pengadaan barang/jasa (kontrak jual beli, surat perintah kerja, dll.). Pejabat yang menandatangani kontrak/keputusan bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari kontrak/keputusan tersebut. c. Pelaksanaan Kegiatan Pada tahap ini, walaupun prosedur/tatacara kepada penyelesaian pengguna
kegiatan
diserahkan
sepenuhnya
kuasa
73
1) Pelaksanaan Pekerjaan Pelaksanaan kegiatan harus dilakukan secara tertib dan memenuhi ketentuan yang diperjanjikan baik dalam spesifikasi teknis maupun dalam jadwal/waktu penyelesaian. 2) Pemeriksaan Penyelesaian Pekerjaan Pada setiap tahap penyelesaian pekerjaan perlu dilakukan pemeriksaan, pemeriksaan dituangkan dalam suatu dokumen Berita Acara Hasil Pemeriksaan Penyelesaian Pekerjaan. 3) Pembuatan Berita Acara Berita Acara Hasil Pemeriksaan Penyelesaian Pekerjaan harus memuat sekurang-kurangnya identitas pekerjaan (yang meliputi kantor/satuan kerja pengelola pekerjaan, nomor dan tanggal kontrak kerja, tempat/lokasi pekerjaan, besar nilai kontrak, nomor dan tanggal DIPA yang menjadi dasar pembuatan dan/atau ditunjuk dalam kontrak), tahap penyelesaian pekerjaan (termijn), pernyataan kesaksian atas prestasi kerja yang telah diselesaikan, dan rekomendasi pembayaran pekerjaan. d. Uang Persediaan dan Tambahan Uang Persediaan (UP dan TUP) 1) Pengelola Uang Persediaan a) Bendahara Pengeluaran Untuk mengelola uang persediaan bagi satuan kerja di lingkungan kewenangan kementerian dapat mengangkat negara/lembaga, seorang bendahara menteri/pimpinan lembaga atau pejabat yang diberi hak/tagihan atas penyelesaian-penyelesaian
74
pengeluaran pada kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya; b) Untuk membantu pengelolaan uang persediaan pada kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya, selanjutnya, sesuai kebutuhan kepala satuan kerja mengusulkan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk menunjuk pemegang uang uuka. Di dalam pelaksanaan tugasnya pemegang uang muka bertanggung jawab kepada bendahara pengeluaran. 2) Prosedur Penggunaan Uang Persediaan a) PA/Kuasa PA menerbitkan SPM-UP berdasarkan alokasi dana dalam DIPA atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang dipersamakan dengan DIPA atas permintaan dari bendahara pengeluaran yang dibebankan pada mata anggaran keluaran (MAK) untuk pengeluaran transito. b) KKPPN, berdasarkan SPM-UP dimaksud pada angka 1 di atas menerbitkan uang SP2D untuk rekening selanjutnya bendahara menjadi pengeluaran yang ditunjuk dalam SPM-UP. c) Penggunaan persediaan tanggung jawab bendahara pengeluaran. d) Bendahara pengeluaran melakukan pengisian kembali uang persediaan segera setelah uang persediaan dimaksud digunakan. e) Pengisian kembali uang persediaan dilakukan dengan mengajukan SPM GU kepada KPPN. f) Pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan sesuai buktibukti yang sah dibebankan pada mata annggaran (MAK) definitif sesuai pagu MAK yang tersedia.
75
g) Pembebanan dimaksud pada butir f) di atas mengurangi kredit/pagu anggaran dalam DIPA. h) Penggunaan dan penggantian uang persediaan dapat dilakukan sepanjang pagu anggaran dalam DIPA atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang dipersamakan dengan DIPA, yang dapat dibayarkan melalui prosedur SPM-UP, masih cukup tersedia. i) Sisa uang persediaan yang terdapat pada akhir tahun anggaran harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara selambat-lambatnya tanggal 31 Desember tahun anggaran berkenaan. Setoran sisa uang persediaan dimaksud, oleh KPPN dibukukan sebagai pengembalian uang persediaan sesuai mata anggaran yang ditetapkan. 3) Petunjuk Pelaksanaan Uang Persediaan Uang persediaan dapat diberikan dalam batasan ketentuan sebagai berikut.
a) UP
dapat
diberikan
untuk
pengeluaran-pengeluaran
belanja barang pada klasifikasi belanja: 5211-belanja barang operasional; 5212-belanja bahan; 5221-belanja langganan daya dan jasa; 5231-belanja biaya pemeliharaan; 5241-belanja perjalanan; dan 5811belanja barang lainnya.
b) Di
luar
ketentuan
pada
butir
a,
dapat
diberikan
pengecualian untuk DIPA Pusat oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan dan untuk DIPA Pusat yang kegiatannya berlokasi di daerah serta DIPA yang ditetapkan oleh Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan oleh Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan setempat.
76
No
1. 2. 3.
Prosentase pagu DIPA menurut klasifikasi belanja yang diijinkan untuk diberikan UP 1/12 1/18 1/24
Maksimal UP
c) dapat diberikan apabila dana UP telah dipergunakan sekurang-kurangnya 75% dari dana UP yang diterima.
f) Dalam
sedangkan satker/SKS yang bersangkutan memerlukan pendanaan melebihi sisa dana yang tersedia, satker/SKS dimaksud dapat mengajukan TUP.
g) Pemberian TUP diatur sebagai berikut.
i. Kepala KPPN dapat memberikan TUP sampai dengan jumlah Rp200.000.000,00 untuk klasifikasi belanja yang diperbolehkan diberi UP bagi instansi dalam wilayah pembayaran KPPN bersangkutan. ii. Permintaan TUP di atas Rp200.000.000,00 untuk klasifikasi belanja yang diperbolehkan diberi UP harus mendapat dispensasi dari Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan.
77
3. Prosedur Penerbitan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) a. Pejabat yang Mengajukan SPP Pengajuan SPP dibedakan sesuai dengan jenis pembayaran yang dilakukan. Pengajuan SPP untuk pelaksanaan anggaran belanja negara dibedakan sebagai berikut. Pengajuan SPP-UP/TUP/GUP dilakukan oleh bendahara pengeluaran. Pengajuan SPP-LS belanja pegawai dan belanja perjalanan dinas dilakukan oleh bendahara pengeluaran. Pengajuan SPP-LS belanja lainnya diajukan oleh pejabat pembuat komitmen. Sebagai bahan perbandingan, untuk pelaksanaan anggaran belanja pemerintah daerah, sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, pengajuan SPP, baik uang persediaan maupun pembayaran langsung, diajukan oleh bendahara pengeluaran. b. Persyaratan Penerbitan SPP Pengajuan surat permintaan pembayaran (SPP) untuk penerbitan surat perintah membayar (SPM), dibuat dengan kelengkapan persyaratan sebagai berikut. 1) SPP-UP (Surat Permintaan Pembayaran - Uang Persediaan) Surat pernyataan dari kuasa pengguna anggaran atau pejabat yang ditunjuk, menyatakan bahwa Uang Persediaan tersebut tidak untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang menurut ketentuan harus dengan LS.
78
pejabat yang ditunjuk bahwa: (1) dana tambahan UP tersebut akan digunakan untuk keperluan mendesak dan akan habis digunakan dalam waktu satu bulan terhitung sejak tanggal diterbitkan SP2D; (2) apabila terdapat sisa dana TUP, harus disetorkan ke rekening kas negara; (3) tidak untuk membiayai pengeluaran yang seharusnya dibayarkan secara langsung.
c) Rekening koran yang menunjukkan saldo terakhir.
3) SPP-GUP (Surat Permintaan Pembayaran - Penggantian Uang Persediaan) a) Kuitansi/tanda bukti pembayaran; b) Surat pernyataan tanggung jawab belanja (SPTB); c) Surat setoran pajak (SSP) yang telah dilegalisir oleh kuasa pengguna anggaran atau pejabat yang ditunjuk. 4) SPP Untuk Pengadaan Tanah Pembayaran pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan melalui mekanisme pembayaran langsung (LS). Apabila tidak mungkin dilaksanakan melalui mekanisme LS, dapat dilakukan melalui UP/TUP. Pengaturan mekanisme pembayaran adalah sebagai berikut.
79
a) SPP-LS (Surat Permintaan Pembayaran - Pembayaran Langsung) (1) Persetujuan Panitia Pengadaan Tanah untuk tanah yang luasnya lebih dari satu hektar di kabupaten/kota; (2) foto copy bukti kepemilikan tanah; (3) kuitansi; (4) SPPT PBB tahun transaksi; (5) Surat persetujuan harga; (6) Pernyataan dari penjual bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa dan tidak sedang dalam agunan; (7) Pelepasan/penyerahan hak atas tanah/akta jual beli di hadapan PPAT; (8) SSP PPh final atas pelepasan hak; (9) Surat pelepasan hak adat (bila diperlukan). b) SPP-UP/TUP (1) Pengadaan tanah yang luasnya kurang dari satu hektar dilengkapi persyaratan daftar nominatif pemilik tanah yang ditandatangani oleh kuasa PA. (2) Pengadaan tanah yang luasnya lebih dari satu hektar dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah di kabupaten/kota setempat, dan dilengkapi dengan daftar nominatif pemilik tanah serta besaran harga tanah yang ditandatangani oleh Kuasa PA dan diketahui oleh Panitia Pengadaan Tanah (PPT). (3) Pengadaan tanah yang pembayarannya dilaksanakan melalui UP/TUP harus terlebih dahulu mendapat ijin dispensasi dari Kantor Pusat Ditjen PBN/Kanwil Ditjen PBN, sedangkan besaran uangnya harus mendapat dispensasi UP/TUP sesuai ketentuan yang berlaku.
80
5) SPP-LS Untuk Pembayaran Gaji, Lembur dan Honor/Vakasi a) Pembayaran gaji induk/gaji susulan/kekurangan gaji/gaji terusan/uang PPh Pasal 21. b) Pembayaran lembur dilengkapi dengan daftar pembayaran perhitungan lembur yang ditandatangani oleh kuasa PA/pejabat yang ditunjuk dan bendahara pengeluaran, surat perintah kerja lembur, daftar hadir kerja, daftar hadir lembur dan SSP PPh Pasal 21. c) Pembayaran keputusan pembayaran honor/vakasi tentang perhitungan dilengkapi honor dengan vakasi, surat daftar yang pemberian duka wafat/tewas, dilengkapi dengan dokumen yang terkait dengan pembayarannya dan SSP
honor/vakasi
ditandatangani oleh kuasa PA/pejabat yang ditunjuk dan bendahara pengeluaran yang bersangkutan, dan SSP PPh Pasal 21. 6) SPP-LS Non Belanja Pegawai a) Pembayaran pengadaan barang dan jasa, dilengkapi dengan: (1) kontrak/SPK yang mencantumkan nomor rekening rekanan; (2) surat pernyataan kuasa PA mengenai penetapan rekanan; (3) berita acara penyelesaian pekerjaan; (4) berita acara serah terima pekerjaan; (5) berita acara pembayaran; (6) kuitansi yang disetujui oleh kuasa yang ditunjuk; PA atau pejabat
81
(7) faktur pajak beserta SSP yang telah ditandatangani wajib pajak; (8) jaminan bank; (9) dokumen lain yang dipersyaratkan untuk kontrakkontrak yang dananya sebagian atau seluruhnya bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri; (10) ringkasan kontrak. b) Pembayaran biaya langganan daya dan jasa (listrik, telepon dan air) dilengkapi dengan: (1) bukti tagihan daya dan jasa; (2) nomor rekening pihak ketiga (PT PLN, PT Telkom, PDAM dll.); Dalam hal pembayaran Langganan Daya dan Jasa belum dapat dilakukan secara langsung, dapat satuan kerja/SKS yang bersangkutan melakukan bank atau yang dipersamakan yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga keuangan non
pembayaran dengan UP. Tunggakan langganan daya dan jasa tahun anggaran sebelumnya dapat dibayarkan oleh satker/SKS setelah mendapat dispensasi/persetujuan terlebih dahulu dari Kanwil Ditjen PBN sepanjang dananya tersedia dalam DIPA berkenaan. c) Pembayaran belanja perjalanan dinas harus dilengkapi dengan daftar nominatif pejabat yang akan melakukan perjalanan dinas, yang berisi antara lain: informasi mengenai data pejabat (nama, pangkat/golongan), tujuan, tanggal keberangkatan, lama perjalanan dinas, dan biaya yang diperlukan untuk masing-masing pejabat.
82
Daftar nominatif tersebut harus ditandatangani oleh pejabat yang berwenang memerintahkan perjalanan dinas, dan disahkan oleh pejabat yang berwenang di KPPN. Pembayaran dilakukan oleh bendahara pengeluaran
satker/SKS yang bersangkutan kepada para pejabat yang akan melakukan perjalanan dinas. 7) SPP untuk PNBP a) UP/TUP untuk PNBP diajukan terpisah dari UP/TUP lainnya; b) UP dapat diberikan kepada satker pengguna sebesar 20% dari pagu dana PNBP pada DIPA maksimal sebesar Rp500.000.000,00 dengan melampirkan Daftar Realisasi Pendapatan dan Penggunaan Dana DIPA - PNBP tahun anggaran sebelumnya. Apabila UP tidak mencukupi dapat mengajukan TUP sebesar kebutuhan riil satu bulan dengan memerhatikan maksimum pencairan (MP). c) Dana yang berasal dari PNBP dapat dicairkan maksimal sesuai formula sebagai berikut.
83
e) Untuk satker pengguna yang setorannya dilakukan secara terpusat, pencairan dana diatur secara khusus dengan surat edaran Dirjen PBN tanpa melampirkan SSBP. f) Satker pengguna yang menyetorkan pada masing-masing unit (tidak terpusat), pencairan dana harus melampirkan bukti setoran (SSBP) yang telah dikonfirmasi oleh KPPN. g) Besaran PPP untuk masing-masing satker pengguna diatur berdasarkan surat keputusan Menteri Keuangan yang berlaku. h) Besarnya pencairan dana PNBP secara keseluruhan tidak boleh melampaui pagu PNBP satker yang bersangkutan dalam DIPA. i) Pertanggungjawaban penggunaan dana UP/TUP PNBP oleh kuasa PA, dilakukan dengan mengajukan SPM ke KPPN setempat cukup dengan melampirkan SPTB. j) Khusus perguruan tinggi negeri selaku pengguna PNBP (non BHMN), sisa dana PNBP yang disetorkan pada akhir tahun anggaran ke rekening kas negara dapat dicairkan kembali maksimal sebesar jumlah yang sama pada awal tahun anggaran berikutnya mendahului diterimanya DIPA dan merupakan bagian dari target PNBP yang tercantum dalam DIPA tahun anggaran berikutnya. k) Sisa dana PNBP dari satker pengguna di luar butir i, yang disetorkan ke rekening kas negara pada akhir tahun anggaran merupakan bagian realisasi penerimaan PNBP tahun anggaran berikutnya dan dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan setelah diterimanya DIPA.
84
l)
Sisa UP/TUP dana PNBP sampai akhir tahun anggaran yang tidak disetorkan ke rekening kas negara, akan diperhitungkan pada saat pengajuan pencairan dana UP tahun anggaran berikutnya.
4. Prosedur Penerbitan SPM Setelah menerima SPP, pejabat penerbit SPM menerbitkan SPM dengan mekanisme sebagai berikut. a. Penerimaan dan pengujian SPP Petugas penerima SPP memeriksa kelengkapan berkas SPP, mengisi check list kelengkapan berkas SPP, mencatatnya dalam buku pengawasan penerimaan tanda terima SPP, SPP. dan membuat/menandatangani pejabat penerbit SPM. b. Pejabat penerbit SPM melakukan pengujian atas SPP sebagai berikut. 1) Memeriksa secara rinci dokumen pendukung SPP sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2) Memeriksa ketersediaan pagu anggaran dalam DIPA untuk memperoleh keyakinan bahwa tagihan tidak melampaui batas pagu anggaran. 3) Memeriksa kesesuaian rencana kerja dan/atau kelayakan hasil kerja yang dicapai dengan indikator keluaran. 4) Memeriksa kebenaran atas hak tagih yang menyangkut antara lain: a) pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran (nama orang/perusahaan, alamat, nomor rekening dan nama bank); Selanjutnya
85
b) nilai tagihan yang harus dibayar (kesesuaian dan/atau kelayakannya dengan prestasi kerja yang dicapai sesuai spesifikasi teknis yang tercantum dalam kontrak); c) jadwal waktu pembayaran. 5) Memeriksa pencapaian tujuan dan/atau sasaran kegiatan sesuai dengan indikator keluaran yang tercantum dalam DIPA berkenaan dan/atau spesifikasi teknis yang sudah ditetapkan dalam kontrak. c. Setelah dilakukan pengujian terhadap SPP-UP/SPP-TUP/SPPGUP/SPP-LS, Pejabat Penguji SPP dan Penanda Tangan SPM menerbitkan SPM-UP/SPM-TUP/SPM-GUP/SPM-LS dalam rangkap tiga, dengan rincian: 1) lembar kesatu dan kedua disampaikan kepada KPPN; 2) lembar ketiga sebagai pertinggal pada satker yang bersangkutan.
C.
PELAKSANAAN
ANGGARAN
BELANJA
NEGARA
OLEH
BENDAHARA UMUM NEGARA (BUN)/KUASA BUN 1. Penyampaian SPM kepada KPPN Penyampaian SPM kepada KPPN dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut. a. Pengguna anggaran/kuasa PA atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan SPM beserta dokumen pendukung dilengkapi dengan Arsip Data Komputer (ADK) berupa soft copy melalui loket penerimaan SPM pada KPPN atau melalui kantor pos, kecuali bagi satker yang masih menerbitkan SPM secara manual tidak perlu ADK.
86
b. SPM dimaksud dilampiri bukti pendukung pengeluaran sebagai berikut. 1) untuk keperluan pembayaran langsung (LS) belanja pegawai: a) daftar gaji/gaji susulan/kekurangan gaji/lembur/honor dan vakasi yang ditandatangani oleh kuasa PA atau pejabat yang ditunjuk dan bendahara pengeluaran; b) surat-surat keputusan kepegawaian dalam hal terjadi perubahan pada daftar gaji; c) surat keputusan pemberian honor/vakasi dan SPK lembur; d) surat setoran pajak (SSP). 2) untuk keperluan pembayaran langsung (LS) non belanja pegawai: a) resume kontrak/SPK atau daftar nominatif perjalanan dinas; b) SPTB; c) faktur pajak dan SSP. 3) untuk keperluan pembayaran TUP: a) rincian rencana penggunaan dana; b) surat dispensasi Kepala Kantor Wilayah Ditjen.
Perbendaharaan untuk TUP diatas RP200.000.000,00; c) surat pernyataan dari kuasa pengguna anggaran atau pejabat yang ditunjuk yang menyatakan bahwa:
(1) dana tambahan UP tersebut akan digunakan untuk
keperluan mendesak dan akan habis digunakan dalam waktu satu bulan terhitung sejak tanggal diterbitkan SP2D;
(2) apabila terdapat sisa dana TUP, harus disetorkan ke
87
dibayarkan secara langsung. 4) untuk keperluan pembayaran GUP: a) SPTB, b) Faktur Pajak dan SSP. c. Bukti asli lampiran SPP merupakan arsip yang disimpan oleh PA/KPA. d. SPM Gaji Induk harus sudah diterima KPPN paling lambat tanggal 15 sebelum bulan pembayaran. e. Petugas KPPN pada loket penerimaan SPM memeriksa
kelengkapan SPM, mengisi check list kelengkapan berkas SPM, mencatat dalam Daftar Pengawasan Penyelesaian SPM, dan meneruskan
perbendaharaan untuk diproses lebih lanjut. 2. Pengujian SPM dan Penerbitan SP2D a. Pengujian SPM Berdasarkan berkas SPM yang diterima, KPPN melakukan pengujian yang bersifat substansif dan formal. 1) Pengujian substantif dilakukan untuk menguji: a) kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam SPM; b) ketersediaan dana pada kegiatan/sub kegiatan/MAK dalam DIPA yang ditunjuk dalam SPM tersebut; c) dokumen dinas); sebagai dasar penagihan (ringkasan kontrak/SPK, surat keputusan, daftar nominatif perjalanan
88
d) surat pernyataan tanggung jawab (SPTB) dari kepala kantor/satker atau pejabat lain yang ditunjuk mengenai tanggung jawab terhadap kebenaran pelaksanaan pembayaran; e) faktur pajak beserta SSP-nya. 2) Pengujian formal dilakukan untuk: a) mencocokkan tanda tangan pejabat penanda tangan SPM dengan spesimen tanda tangan; b) memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah uang dalam angka dan huruf; c) memeriksa kebenaran dalam penulisan, termasuk tidak boleh terdapat cacat dalam penulisan. Keputusan hasil pengujian ditindak lanjuti dengan: a) penerbitan SP2D bilamana SPM yang diajukan memenuhi syarat yang ditentukan; b) pengembalian SPM kepada penerbit SPM, apabila tidak memenuhi syarat untuk diterbitkan SP2D. Pengembalian SPM sebagaimana dimaksud di atas diatur sebagai berikut. a) SPM Belanja Pegawai Non Gaji Induk dikembalikan paling lambat tiga hari kerja setelah SPM diterima; b) SPM UP/TUP/GUP dan LS dikembalikan paling lambat satu hari kerja setelah SPM diterima. b. Penerbitan SP2D Penerbitan SP2D wajib diselesaikan oleh KPPN dalam batas waktu sebagai berikut. 1) SP2D Gaji Induk diterbitkan paling lambat lima hari kerja sebelum awal bulan pembayaran gaji.
89
2) SP2D Non Gaji Induk diterbitkan paling lambat lima hari kerja setelah diterima SPM secara lengkap. 3) SP2D UP/TUP/GUP dan LS paling lambat satu hari kerja setelah diterima SPM secara lengkap. PELAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA Untuk keperluan penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN diperlukan antara lain data realisasi APBN, arus kas, neraca, dan catatan atas laporan keuangan. Untuk keperluan pelaporan tersebut, maka: 1. kepala kantor/satker selaku unit akuntansi kuasa pengguna
D.
anggaran (UAKPA) wajib membuat laporan realisasi anggaran dan neraca serta arsip data komputer (ADK) yang dikelolanya kepada menteri/pimpinan lembaga secara berjenjang melalui unit akuntansi pembantu pengguna anggaran tingkat wilayah (UAPPAW) dan kepada KPPN setempat; 2. kepala KPPN selaku kuasa bendahara umum negara wajib membuat laporan kas posisi (LKP) harian dan mingguan yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan u.p. Direktur Pengelolaan Kas Negara dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan; 3. kepala KPPN selaku kuasa bendahara umum negara wajib membuat laporan bulanan realisasi anggaran, arus kas dan neraca kepada Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan, untuk diproses dan selanjutnya diteruskan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan u.p. Direktur Informasi dan Akuntansi. Laporan yang menyangkut dengan realisasi APBN lainnya sepanjang belum dicabut dan masih diperlukan tetap dilaksanakan.
90
E.
BAHAN DISKUSI DAN SOAL LATIHAN BAHAN DISKUSI Berdasarkan materi pemelajaran di atas, diskusikan artikel di bawah ini, dengan pendekatan dari sisi pengguna anggaran. Pemerintah Mempercepat Penyerapan Anggaran Untuk Mendorong Target Pertumbuhan 6,2% Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah akan mempercepat penyerapan anggaran dalam tahun 2006 guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang menurut laporan Bank Indonesia (BI) pada triwulan pertama 2006 hanya mencapai 4,58 persen. Sementara, pemerintah menargetkan pertumbuhan 6,2 persen. "Pemerintah akan memerhatikan itu, mungkin penyerapan anggaran masih perlu lebih diakselerasi," kata dia di Gedung Departemen Keuangan Jln. Lapangan Banteng Jakarta, Jumat (7/4). Ia mengakui, masih adanya hambatan dalam pencairan daftar isian pelaksanaan Anggaran (DIPA) dari sisi teknis maupun pelaksanaan projek atau programnya. "Sementara, dari sisi fiskal tidak ada kebijakan baru untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Fiskal tidak ada yang baru. Kita jalankan saja apa yang ada di APBN," kata Sri Mulyani. Ketika ditanya mengapa pertumbuhan ekonomi hanya 4,58 persen, Sri Mulyani menyatakan tidak tahu. Namun, setiap laporan menyangkut pertumbuhan ekonomi pasti menyebutkan faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan itu. "Faktor-faktornya biasanya konsumsi dan investasi," katanya. Menko Perekonomian Boediono optimistis pertumbuhan Indonesia pada tahun ini tetap mencapai target 6,2 persen. "Saya kira kalau pribadi dari segi saya enam persen tetap. Saya kira kalau kita mempertahankan situasi yang baik ini. Baik dari segi ekonomi, sosial politik, enam persen tahun ini masih dalam jangkauan," ujarnya. Sebelumnya, Bank Pembangunan Asia (ADB) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2006 mencapai 5,4 persen. Sedangkan, BI menyatakan perekonomian pada triwulan
91
pertama 2006 diperkirakan tumbuh 4,58 persen, sedikit lebih tinggi dari perkiraan awal tahun sebesar 4,35 persen. "Perkembangan yang lebih positif ini terutama didukung oleh kestabilan ekonomi makro seperti menguatnya nilai tukar, menurunnya tingkat inflasi, dan surplus neraca pembayaran," kata Gubernur Bank Indonesia Burhanudin Abdulah. Untuk PDB secara keseluruhan 2006, diperkirakan mengalami pertumbuhan sedikit lebih tinggi mendekati batas atas kisaran proyeksi BI yaitu 5,0-5,7 persen. "PDB 2006 diperkirakan melebihi nilai tengah (mid point) 5,4 persen mendekati batas atas 5,7 persen," katanya. Untuk keseluruhan tahun 2006, BI memandang optimisme pada perekonomian nasional semakin menguat terutama didorong oleh ekonomi global yang lebih kondusif, kinerja neraca pembayaran yang lebih baik, kemampuan stimulus fiskal yang lebih besar, dan intensifnya upaya pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi. (JAKARTA-(PR) A-75/A-78)***
SOAL LATIHAN Pilihlah salah satu jawaban a, b, c atau d yang saudara anggap paling benar. 1. Berikut adalah prinsip dari pengeluaran anggaran, kecuali .... a. terarah dan terkendali sesuai dengan rencana b. dihabiskan sesuai dengan mata anggarannya c. semaksimal mungkin menggunakan produksi dalam negeri d. hemat, tidak mewah, efisien sesuai kebutuhan teknis yang disyaratkan Anggaran negara merupakan batas tertinggi (maksimum) untuk setiap jenis pengeluaran artinya . a. anggaran yang tersedia harus dihabiskan sampai akhir tahun anggaran b. pengeluaran yang dilakukan tidak boleh melampaui batas anggaran yang tersedia pengeluaran negara dilakukan sehemat mungkin agar ada c. sisa anggaran d. anggaran yang tersedia sudah mengikat dan harus direalisir
2.
92
3.
Pengeluaran atas beban belanja negara harus memenuhi persyaratan berikut, kecuali . a. berdasarkan bukti atas hak b. didasarkan atas DIPA atau dokumen yang disamakan dilengkapi pernyataan tidak melakukan KKN c. d. sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan Penanggung jawab penggunaan uang persediaan (UP) adalah . a. bendahara pengeluaran b. pejabat pembuat komitmen (PPK) kuasa pengguna anggaran (KPA) c. d. pejabat penguji Tambahan Uang Persediaan (TUP) dapat digunakan paling lama.... a. satu bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan b. dua minggu sejak tanggal SP2D diterbitkan dua bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan c. d. tiga bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan Dasar untuk mencairkan uang dari bendahara umum negara (BUN) adalah . a. SPP yang dibuat dan diajukan oleh bendahara pengeluaran b. SPM yang diterbitkan oleh kuasa pengguna anggaran SP2D yang diterbitkan oleh kantor pelayanan perbendaharaan c. (KPPN) d. cek tunai dari KPPN SPM uang persediaan (SPM-UP) yang diterbitkan kuasa pengguna anggaran atau pejabat yang ditunjuk dibebankan pada . a. MAK Belanja Non Pegawai b. MAK Transito MAK Belanja Lain-lain c. d. MAK Belanja Tidak Tersangka Pembayaran yang dapat dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran kepada satu rekanan paling tinggi .... a. Rp 5.000.000,00 b. Rp 10.000.000,00 Rp 15 .000.000,00 c. d. Rp 25.000.000,00
4.
5.
6.
7.
8.
93
Melakukan pembayaran tagihan pihak ketiga sebagai pengeluaran anggaran adalah tanggung jawab dari . a. menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/ pengguna barang b. bendahara umum negara/kuasa bendahara umum negara c. kuasa pengguna anggaran d. semua (jawaban a, b, dan c) dapat melakukannya. Tentukan mana yang bukan menjadi persyaratan yang harus dilampirkan pada pengajuan SPP-GUP (penggantian uang persediaan) . a. kuitansi/tanda bukti pembayaran b. surat pernyataan tanggungjawab belanja (SPTB) surat pernyataan tidak melakukan KKN c. d. surat setoran pajak (SSP) yg telah dilegalisir oleh KPA/PPK
10
94
A.
PRINSIP DASAR, KEBIJAKAN UMUM, ETIKA, DAN RUANG LINGKUP PENGADAAN BARANG DAN JASA Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah yang sebagian atau seluruhnya dibiayai APBN/APBD diatur dalam Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dengan beberapa kali perubahannya. 1. Prinsip-Prinsip Dasar Pengadaan barang/jasa pemerintah yang yang sebagian atau seluruhnya dibiayai APBN/APBD diwajibkan untuk prinsip-prinsip sebagai berikut. a. Efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas, untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkatsingkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan. b. Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. menerapkan
95
c. Terbuka dan bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus terbuka bagi penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan transparan. d. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya. e. Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu, dengan cara dan atau alasan apapun. f. Akuntabel, berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsipprinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang/jasa. 2. Kebijakan Umum Kebijakan umum pemerintah dalam pengadaan barang/jasa meliputi antara lain hal-hal sebagai berikut. a. Meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri, rancang bangun dan perekayasaan nasional, yang sasarannya adalah memperluas lapangan kerja dan mengembangkan industri dalam ketentuan dan prosedur yang jelas dan
96
negeri dalam rangka meningkatkan daya saing barang/jasa produksi dalam negeri pada perdagangan internasional. b. Meningkatkan peran serta usaha kecil termasuk koperasi kecil dan kelompok masyarakat dalam pengadaan barang/jasa. c. Menyederhanakan ketentuan dan tata cara untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dalam pengadaan barang/jasa. d. Meningkatkan profesionalisme, kemandirian dan tanggung jawab pengguna barang/jasa, panitia/pejabat pengadaan, dan penyedia barang/jasa. e. Meningkatkan penerimaan negara melalui sektor perpajakan. f. Menumbuh kembangkan peran serta usaha nasional. g. Mengharuskan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa dilakukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. h. Mengharuskan pengumuman rencana pengadaan barang/jasa secara terbuka, kecuali yang bersifat rahasia pada setiap awal pelaksanaan anggaran kepada masyarakat luas. i. Mengumumkan kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah secara terbuka melalui surat kabar naslonal dan/atau surat kabar provinsi.
3. Etika Dalam Pengadaan Barang/Jasa Para pihak yang terkait dengan aktivitas pengadaan barang/jasa yaitu penyedia barang/jasa dan pihak pemberi kerja maupun pihak lainnya yang terkait dengan pengadaan instansi pemerintah, wajib mematuhi prinsip etika dalam pengadaan untuk menciptakan praktik yang sehat dan pemerintahan yang bersih. Etika yang harus dipegang teguh antara lain adalah sebagai berikut
97
a. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan pengadaan barang/jasa. b. Bekerja secara profesional dan mandiri atas dasar kejujuran, serta menjaga kerahasiaan dokumen pengadaan barang dan jasa yang seharusnya dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa. c. Tidak saling memengaruhi baik langsung maupun tidak langsung untuk mencegah dan menghindari terjadinya persaingan tidak sehat. d. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan para pihak. e. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, langsung maupun tidak langsung dalam proses pengadaan barang/jasa (conflict of interest). f. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan
kebocoran keuangan negara dalam pengadaan barang/jasa. g. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang
dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara. h. Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah/imbalan berupa apa saja kepada siapapun yang diketahui atau patut dapat diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa.
98
4. Ruang Lingkup dan Pembiayaan Pengadaan a. Ruang lingkup pengadaan barang/jasa mencakup: a. pengadaan barang/jasa yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD; b. pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman/hibah luar negeri (PHLN) yang sesuai atau tidak bertentangan dengan pedoman dan ketentuan pengadaan barang/jasa dari pemberi pinjaman/hibah bersangkutan; c. pengadaan barang/jasa untuk investasi di lingkungan BI, BHMN, BUMN, BUMD, yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD. Pengaturan pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai dari dana APBN, apabila ditindaklanjuti dengan keputusan menteri/pemimpin lembaga/panglima TNI/Kapolri/Dewan Gubernur BI/pemimpin BHMN/direksi BUMN; dan peraturan daerah/keputusan kepala daerah yang mengatur pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai dari dana APBD, harus tetap berpedoman serta tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam Keputusan Presiden 80/2003. b. Pembiayaan Pengadaan, Departemen/kementerian/lembaga/ TNI/Polri/pemerintah pelaksanaan 1) honorarium daerah/BI/ BHMN/BUMN/BUMD yang dibiayai wajib dari menyediakan biaya administrasi proyek untuk mendukung pengadaan barang/jasa APBN/APBD, yaitu biaya untuk: pengguna barang/jasa, panitia/pejabat pengadaan, bendaharawan, dan staf proyek;
99
2) pengumuman pengadaan barang/jasa; 3) penggandaan dokumen pengadaan barang/jasa dan/atau dokumen prakualifikasi; 4) administrasi lainnya yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
B.
POKOK-POKOK KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH Pada subbab ini akan dibahas mengenai pokok-pokok kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang meliputi: 1. Organisasi dan tugas pokok organ pengadaan barang dan jasa pemerintah. 2. Pelaksanaan dan metode pemilihan penyedia barang/jasa. 3. Harga perkiraan sendiri (HPS). 4. Prakualifikasi dan pascakualifikasi. 5. Metode penyampaian dokumen penawaran. 6. Metode evaluasi penawaran. 7. Penetapan penyedia barang/jasa dan jenis kontrak. Uraian lebih lanjut dari pokok kebijakan pengadaan barang dan jasa adalah sebagai berikut. 1. Organisasi dan Tugas Pokok Organ Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah a. Organisasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Organisasi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah meliputi: pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran, pejabat pembuat komitmen, panitia/pejabat pengadaan/unit layanan pengadaan.
100
Organisasi
dalam
pengadaan
barang/jasa
bertugas
dan
bertanggung jawab dari segi administrasi, fisik, keuangan, dan fungsional atas pengadaan barang/jasa yang dilaksanakannya. Berkaitan dengan panitia/pejabat pengadaan/unit layanan
pengadaan terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan yang mencakup hal-hal berikut. 1) Pengadaan dilaksanakan sampai oleh dengan seorang Rp50.000.000,00 pejabat pengadaan. dapat Untuk
pengadaan di atas Rp50.000.000,00 wajib dibentuk panitia pengadaan. Pengadaan juga dapat dilaksanakan oleh unit layanan pengadaan (Procurement Unit). 2) Anggota panitia pengadaan/pejabat pengadaan/anggota unit layanan pengadaan berasal dari pegawai negeri, baik dari instansi sendiri maupun instansi teknis lainnya, namun bukan (dilarang) pegawai yang menjadi: a. pejabat pembuat komitmen dan bendahara; b. pejabat yang bertugas melakukan verifikasi surat permintaan pembayaran dan/atau pejabat yang bertugas menandatangani surat perintah membayar; c. pegawai Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)/inspektorat utama internal pengadaan lembaga jenderal pemerintah departemen/inspektorat non departemen/badan (kecuali unit barang/jasa menjadi layanan yang
dibutuhkan instansinya).
101
3) Dalam hal pengadaan barang/jasa dilakukan oleh Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, anggota panitia pengadaan berasal dari instansinya sendiri atau instansi teknis pemerintah, dan dapat menyertakan pihak lain yang ditunjuk oleh kepala badan pelaksana. 4) Jumlah panitia harus berjumlah gasal dengan ketentuan sebagai berikut.
Jumlah Pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya Rp500 juta > Rp500 juta Pengadaan jasa konsultansi Rp200juta > Rp200 juta
5) Panitia/pejabat pengadaan/anggota unit layanan pengadaan harus memiliki integritas moral, memahami keseluruhan pekerjaan yang akan diadakan, dan memahami prosedur pengadaan berdasarkan Peraturan Presiden ini.
b. Tugas Pokok Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pejabat Pembuat Komitmen diangkat dengan surat keputusan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran. Pejabat Pembuat Komitmen dilarang mengadakan ikatan perjanjian dengan penyedia barang/jasa apabila belum tersedia anggaran atau tidak cukup tersedia anggarannya. Pejabat Pembuat Komitmen dapat melaksanakan proses pengadaan barang/jasa sebelum dokumen anggaran disahkan sepanjang anggaran untuk kegiatan yang bersangkutan telah dialokasikan, dengan
102
ketentuan penerbitan surat penunjukan penyedia barang/jasa (SPPBJ) dan penandatanganan kontrak pengadaan barang/jasa dilakukan setelah dokumen anggaran disahkan. Tugas pokok Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) meliputi: 1) menyusun perencanaan pengadaan barang/jasa; 2) menetapkan paket-paket pekerjaan disertai ketentuan mengenai peningkatan penggunaan produksi dalam negeri dan peningkatan pemberian kesempatan bagi usaha kecil termasuk koperasi kecil, serta kelompok masyarakat; 3) menetapkan dan mengesahkan harga perkiraan sendiri (HPS), jadwal, tata cara pelaksanaan dan lokasi pengadaan yang disusun oleh panitia pengadaan/pejabat pengadaan/unit layanan pengadaan; 4) menetapkan dan mengesahkan hasil pengadaan panitia/pejabat pengadaan/unit layanan pengadaan sesuai kewenangannya; 5) menetapkan besaran uang muka yang menjadi hak penyedia barang/jasa sesuai ketentuan yang berlaku; 6) menyiapkan dan melaksanakan perjanjian/kontrak dengan pihak penyedia barang/jasa; 7) melaporkan pelaksanaan/penyelesaian pengadaan barang/ jasa kepada pimpinan instansinya; 8) mengendalikan pelaksanaan penjanjian/kontrak; 9) menyerahkan aset hasil pengadaan barang/jasa dan aset lainnya kepada menteri/Panglima TNI/Kepala Polri/pimpinan lembaga/pimpinan kesekretariatan lembaga tinggi negara/ pimpinan kesekretariatan komisi/gubernur/bupati /walikota/ Dewan Gubernur BI/pemimpin BHMN/direksi BUMN/BUMD dengan berita acara penyerahan;
103
10)menandatangani
pakta
integritas
sebelum
pelaksanaan
c. Tugas pokok pejabat/panitia pengadaan/Unit Layanan Pengadaan Tugas pokok pejabat/panitia pengadaan/unit layanan pengadaan (procurement unit) meliputi: 1) menyusun jadwal dan menetapkan cara pelaksanaan serta lokasi pengadaan; 2) menyusun dan menyiapkan harga perkiraan sendiri (HPS); 3) menyiapkan dokumen pengadaan; 4) mengumumkan pengadaan barang/jasa di surat kabar nasional dan/atau provinsi dan/atau papan pengumuman resmi untuk penerangan umum, dan diupayakan diumumkan di website pengadaan nasional; 5) menilai kualifikasi penyedia melalui pascakualifikasi atau prakualifikasi; 6) melakukan evaluasi terhadap penawaran yang masuk; 7) mengusulkan calon pemenang; 8) membuat laporan mengenai proses dan hasil pengadaan kepada Pejabat Pembuat Komitmen dan/atau pejabat yang mengangkatnya; 9) menandatangani pakta integritas sebelum pelaksanaan pengadaan barang/jasa dimulai. 2. Pelaksanaan dan Metode Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat
104
menggunakan
jasa
penyedia
barang
dan
jasa,
yang
dikelompokkan menjadi: o pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya, o pengadaan jasa konsultansi; swakelola. Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut.
PELELANGAN UMUM PENGADAAN BARANG/ JASA PEMBORONGAN PELELANGAN TERBATAS PEMILIHAN LANGSUNG
PENYEDIA B/J
PENUNJUKAN LANGSUNG
SELEKSI UMUM
PBJ
SWAKELOLA
PENUNJUKAN LANGSUNG
a. Metode
lainnya dapat dilakukan dengan salah satu dari metode berikut. Pelelangan umum. Pelelangan terbatas.
105
Pada
secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. Dalam hal jumlah penyedia barang/jasa yang mampu
melaksanakan diyakini terbatas yaitu untuk pekerjaan yang kompleks, maka pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan metode mencantumkan mampu, guna pelelangan terbatas dan diumumkan secara penyedia memberi barang/jasa kesempatan yang telah diyakini penyedia luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi dengan kepada
barang/jasa lainnya yang memenuhi kualifikasi. Dalam hal metode penyedia pelelangan umum atau pelelangan terbatas dapat dilakukan dengan metode
dinilai tidak efisien dari segi biaya pelelangan, maka pemilihan barang/jasa pemilihan langsung, yaitu pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran, sekurang-kurangnya tiga penawaran dari penyedia barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi serta dilakukan negosiasi baik teknis maupun biaya serta harus diumumkan minimal melalui papan pengumuman resmi untuk penerangan umum dan bila memungkinkan melalui internet. Pemilihan langsung dapat dilaksanakan untuk pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp100.000.000,00.
106
Dalam
keadaan
tertentu
dan
keadaan
khusus,
pemilihan
penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung terhadap satu penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dapat dipertanggungjawabkan. Penunjukan langsung
dilaksanakan dalam hal memenuhi kriteria sebagai berikut. 1) Keadaan tertentu, yaitu: a) penanganan darurat untuk pertahanan negara, keamanan dan keselamatan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya tidak dapat ditunda, atau harus dilakukan segera, termasuk penanganan darurat akibat bencana alam; dan/atau b) pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut pertahanan dan keamanan negara yang ditetapkan oleh Presiden; dan/atau c) pekerjaan yang berskala kecil dengan nilai maksimum Rp50.000.000,00 ketentuan: untuk keperluan sendiri; dan/atau teknologi sederhana; dan/atau risiko kecil; dan/atau dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa usaha orang perseorangan dan/atau badan usaha kecil termasuk koperasi kecil. 2) Pengadaan barang/jasa khusus, yaitu : a) pekerjaan berdasarkan tarif resmi yang ditetapkan pemerintah; atau (lima puluh juta rupiah) dengan
107
b) pekerjaan/barang spesifik yang hanya dapat dilaksanakan oleh satu penyedia barang/jasa, pabrikan, pemegang hak paten; atau c) merupakan hasil produksi usaha kecil atau koperasi kecil atau pengrajin industri kecil yang telah mempunyai pasar dan harga yang relatif stabil; atau d) pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan dengan penggunaan teknologi khusus dan/atau hanya ada satu penyedia barang/jasa yang mampu mengaplikasikannya.
b. Metode Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi Pemilihan penyedia jasa konsultansi dapat dilakukan dengan salah satu dari metode: seleksi umum, seleksi terbatas, seleksi langsung, penunjukan langsung. Pada prinsipnya, pengadaan harus dilakukan melalui seleksi umum. Dalam keadaan tertentu pemilihan penyedia jasa konsultansi dapat dilakukan melalui seleksi terbatas, seleksi langsung atau penunjukan langsung. Seleksi umum adalah metode pemilihan penyedia jasa
konsultansi yang daftar pendek pesertanya dipilih melalui proses prakualifikasi secara terbuka yaitu diumumkan secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi untuk berminat dan memenuhi penerangan umum sehingga masyarakat luas mengetahui dan penyedia jasa konsultansi yang kualifikasi dapat mengikutinya.
Pusdiklatwas BPKP - 2007
108
konsultansi untuk pekerjaan yang kompleks dan diyakini jumlah penyedia jasa yang mampu melaksanakan pekerjaan tersebut jumlahnya terbatas. Dalam hal metode seleksi umum atau seleksi terbatas dinilai tidak efisien dari segi biaya seleksi, maka pemilihan penyedia jasa konsultansi dapat dilakukan dengan seleksi langsung yaitu metode pemilihan penyedia jasa konsultansi yang daftar pendek pesertanya ditentukan melalui proses prakualifikasi terhadap penyedia jasa konsultansi yang dipilih langsung dan diumumkan sekurang-kurangnya di papan pengumuman resmi untuk penerangan umum atau media elektronik (internet). Seleksi langsung dapat dilaksanakan untuk pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp100.000.000,00. Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan
penyedia jasa konsultansi dapat dilakukan dengan penunjukan langsung satu penyedia jasa konsultansi yang memenuhi kualifikasi dan dilakukan negosiasi baik dari segi teknis maupun biaya sehingga diperoleh biaya yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Penunjukan langsung dapat dilaksanakan dalam hal memenuhi kriteria: 1) penanganan darurat untuk pertahanan negara, keamanan dan keselamatan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya tidak dapat ditunda/harus dilakukan segera; dan/atau 2) penyedia jasa tunggal; dan/atau 3) pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut
109
4) pekerjaan yang berskala kecil dengan ketentuan: untuk keperluan sendiri, mempunyai risiko kecil, menggunakan teknologi sederhana, dilaksanakan oleh penyedia jasa usaha orang perseorangan dan badan usaha kecil, dan/atau bernilai sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); dan/atau 5) pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak paten atau pihak yang telah mendapat ijin; 6) pekerjaan yang memerlukan penyelesaian secara cepat dalam rangka pengembalian kekayaan negara yang penanganannya dilakukan secara khusus berdasarkan peraturan perundangundangan. (Tambahan menurut Keppres 61 tahun 2004 tgl 5 Agustus 2004 tentang perubahan Keppres 80 tahun 2003).
c. Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dengan Swakelola Swakelola adalah pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan, dan diawasi sendiri. Swakelola dapat dilaksanakan oleh: o pengguna barang/jasa, o instansi pemerintah lain, o kelompok masyarakat/lembaga swadaya masyarakat penerima hibah. Pekerjaan yang dapat dilakukan dengan swakelola meliputi: 1) pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan teknis sumber daya manusia pengguna barang/jasa; dan/atau 2) pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi masyarakat setempat; dan/atau instansi pemerintah yang bersangkutan dan sesuai dengan fungsi dan tugas pokok
110
3) pekerjaan tersebut dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak diminati oleh penyedia barang/jasa; dan/atau 4) pekerjaan yang secara terlebih rinci/detail dahulu, tidak sehingga dapat apabila dihitung/ditentukan
dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa akan menanggung risiko yang besar; dan/atau 5) penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya, atau penyuluhan; dan/atau 6) pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) yang bersifat khusus untuk pengembangan teknologi/metode dan/atau 7) pekerjaan khusus yang bersifat pemrosesan data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium, pengembangan sistem tertentu dan penelitian oleh perguruan tinggi/lembaga ilmiah pemerintah; 8) pekerjaan yang bersifat rahasia bagi instansi pengguna barang/jasa yang bersangkutan. 3. Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Pengguna barang/jasa wajib memiliki harga perkiraan sendiri (HPS) yang dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertangungjawabkan. HPS disusun oleh panitia/pejabat pengadaan dan ditetapkan oleh pengguna barang/jasa. HPS telah memperhitungkan pajak pertambahan nilai (PPN), biaya umum dan keuntungan (overhead cost and profit) yang wajar bagi penyedia barang/jasa. HPS tidak boleh memperhitungkan biaya tak kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa;
111
terduga, biaya lain-lain dan Pajak Penghasilan (PPh) penyedia barang/jasa. HPS merupakan alat untuk menilai kewajaran harga penawaran termasuk rinciannya dan untuk menetapkan besaran tambahan nilai jaminan pelaksanaan bagi penawaran yang dinilai terlalu rendah. HPS tidak dapat dijadikan dasar untuk menggugurkan penawaran. Nilai total HPS terbuka dan tidak bersifat rahasia. Perhitungan HPS menggunakan data dasar dan mempertimbangkan: a. analisis harga satuan pekerjaan yang bersangkutan; b. perkiraan perhitungan biaya oleh konsultan/engineer's estimate (EE); c. harga pasar setempat pada waktu penyusunan HPS; d. harga kontrak/surat perintah kerja (SPK) untuk barang/pekerjaan sejenis setempat yang pernah dilaksanakan; e. informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS), badan/instansi lainnya dan media cetak yang datanya dapat dipertanggungjawabkan; f. harga/tarif barang/jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/agen tunggal atau lembaga independen; g. daftar harga standar/tarif biaya yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang; h. informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan. 4. Prakualifikasi dan Pascakualifikasi a. Penilaian Kualifikasi Calon Penyedia Barang/Jasa Kualifikasi kemampuan adalah usaha proses calon penilaian penyedia atas kompetensi dan
barang/jasa.
Tujuan
kualifikasi adalah untuk menjamin bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah dilaksanakan oleh pihak yang mampu. Dalam proses
Pusdiklatwas BPKP - 2007
112
penilaian menambah
kualifikasi,
panitia/pejabat
pengadaan
dilarang
yang telah ditetapkan dalam ketentuan Keputusan Presiden ini atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam proses prakualifikasi/pascakualifikasi panitia /pejabat pengadaan tidak boleh melarang, menghambat, dan membatasi keikutsertaan calon peserta pengadaan barang/jasa dari luar provinsi/kabupaten/kota lokasi pengadaan barang/jasa. Pengguna barang/jasa wajib menyederhanakan proses
prakualifikasi dengan tidak meminta seluruh dokumen yang disyaratkan melainkan cukup dengan formulir isian kualifikasi penyedia barang/jasa. Penyedia barang/jasa wajib menandatangani surat pernyataan di atas meterai bahwa semua informasi yang disampaikan dalam formulir isian kualifikasi adalah benar, dan apabila diketemukan penipuan/pemalsuan atas informasi yang disampaikan, terhadap yang bersangkutan dikenakan sanksi: pembatalan sebagai calon pemenang, dimasukkan dalam daftar hitam sekurang-kurangnya dua tahun, tidak boleh mengikuti pengadaan untuk dua tahun berikutnya, diancam dituntut secara perdata dan pidana.
b. Syarat Kualifikasi Calon Penyedia Barang/Jasa Persyaratan kualifikasi penyedia barang/jasa adalah sebagai berikut. 1) Memiliki surat izin usaha pada bidang usahanya yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah yang berwenang yang
Pusdiklatwas BPKP - 2007
113
masih berlaku, seperti SIUP untuk jasa perdagangan, IUJK untuk jasa konstruksi, dan sebagainya. 2) Secara hukum mempunyai kapasitas menandatangani kontrak pengadaan. 3) Tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak bangkrut,
kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan, dan/atau tidak sedang menjalani sanksi pidana; 4) Dalam hal penyedia jasa akan melakukan kemitraan,
penyedia barang/jasa wajib mempunyai perjanjian kerjasama operasi/kemitraan yang memuat persentase kemitraan dan perusahaan yang mewakili kemitraan tersebut. 5) Telah melunasi kewajiban pajak tahun terakhir (SPT/PPh) serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 25 atau Pasal 21/Pasal 23 atau PPN sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan yang lalu; 6) Selama 4 (empat) tahun terakhir pernah memiliki pengalaman menyediakan barang/jasa baik di lingkungan pemerintah atau swasta termasuk pengalaman subkontrak baik di lingkungan pemerintah atau swasta , kecuali penyedia barang/jasa yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun; 7) Memiliki kinerja baik dan tidak masuk dalam daftar sanksi atau daftar hitam di suatu instansi; 8) Memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk usaha kecil termasuk koperasi kecil;
114
9) Memiliki kemampuan pada bidang dan subbidang pekerjaan yang sesuai untuk bukan usaha kecil. a) Untuk jasa pemborongan memenuhi: KD = 2 NPt (KD : Kemampuan Dasar, NPt : nilai pengalaman tertinggi) pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk bukan usaha kecil dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir. b) Untuk pengadaan barang/jasa lainnya memenuhi: KD = 5 NPt pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk bukan usaha kecil dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir. c) Untuk pengadaan jasa konsultansi memenuhi: KD = 3 NPt pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk bukan usaha kecil dalam kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir. 10) Dalam hal bermitra dasar dari yang diperhitungkan yang adalah mewakili
kemampuan
perusahaan
kemitraan (lead firm). 11) Untuk pekerjaan khusus/spesifik/teknologi tinggi dapat ditambahkan persyaratan lain seperti peralatan khusus, tenaga ahli spesialis yang diperlukan, atau pengalaman tertentu. 12) Memiliki surat keterangan dukungan keuangan dari bank pemerintah/swasta untuk mengikuti pengadaan barang/jasa sekurang-kurangnya sepuluh persen dari nilai proyek untuk pekerjaan jasa pemborongan dan lima persen dari nilai proyek untuk pekerjaan pemasokan barang/jasa lainnya, kecuali untuk penyedia barang/jasa usaha kecil termasuk koperasi kecil.
115
13) Memiliki kemampuan menyediakan fasilitas dan peralatan serta personil yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan. 14) Termasuk dalam penyedia barang/jasa yang sesuai dengan nilai paket pekerjaan. 15) Menyampaikan daftar perolehan pekerjaan yang sedang dilaksanakan khusus untuk jasa pemborongan. 16) Tidak membuat pernyataan yang tidak benar tentang kompetensi dan kemampuan usaha yang dimilikinya. 17) Untuk pekerjaan jasa pemborongan (SKK) yang memiliki dan sisa sisa
kemampuan
keuangan
cukup
c. Pelaksanaan Kualifikasi Calon Penyedia Barang/Jasa Pada prinsipnya penilaian kualifikasi atas kompetensi dan kemampuan usaha peserta pelelangan umum, dilakukan dengan pascakualifikasi. Khusus untuk pekerjaan yang kompleks dapat dilakukan dengan prakualifikasi. Prakualifikasi lainnya dari adalah penyedia proses penilaian kompetensi dan
kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu barang/jasa sebelum memasukkan penawaran. Pascakualifikasi lainnya dari adalah penyedia proses penilaian kompetensi dan
kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu barang/jasa setelah memasukkan penawaran. Prakualifikasi konsultansi wajib dan dilaksanakan untuk pengadaan jasa
pengadaan
barang/jasa
pemborongan/jasa
116
lainnya yang menggunakan metode penunjukan langsung untuk pekerjaan langsung. Panitia/pejabat pengadaan dapat melakukan prakualifikasi untuk pelelangan umum pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya yang bersifat kompleks. Pelaksanaan kualifikasi pengadaan barang/jasa pemerintah kompleks, pelelangan terbatas dan pemilihan
Metode pengadaan
Tidak komplek
Komplek
Pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya Pelelangan umum Pelelangan terbatas Pemilihan langsung Penunjukan langsung Pascakualifikasi Prakualifikasi Prakualifikasi Prakualifikasi Pengadaan jasa konsultansi Seleksi umum Seleksi terbatas Seleksi langsung Penunjukan langsung Prakualifikasi Prakualifikasi Prakualifikasi Prakualifikasi Prakualifikasi Prakualifikasi Prakualifikasi Prakualifikasi Pasca atau prakualifikasi Prakualifikasi Prakualifikasi Prakualifikasi
5. Metode Penyampaian Dokumen Penawaran Metode berikut ini. a. metode satu sampul. b. metode dua sampul. c. metode dua tahap. penyampaian dokumen penawaran oleh calon penyedia barang/jasa pemerintah dapat menggunakan salah satu dari metode
117
Metode
penawaran yang terdiri dari persyaratan administrasi, teknis, dan penawaran harga yang dimasukan ke dalam satu sampul tertutup kepada panitia/pejabat pengadaan. Dalam penyampaian dokumen penawaran dengan metode dua
sampul, persyaratan administrasi dan teknis dimasukkan dalam sampul tertutup I, sedangkan harga penawaran dimasukkan dalam sampul tertutup II, selanjutnya sampul I dan sampul II dimasukkan ke dalam satu sampul (sampul penutup) dan disampaikan kepada panitia/pejabat pengadaan. Metode dua tahap adalah cara penyampaian dokumen penawaran yang persyaratan administrasi dan teknis dimasukkan dalam sampul tertutup I, sedangkan harga penawaran dimasukkan dalam sampul tertutup II, yang penyampaiannya dilakukan dalam dua tahap secara terpisah dan dalam waktu yang berbeda. 6. Metode Evaluasi Penawaran a. Metode Metode Evaluasi Penawaran Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemborongan/Jasa Lainnya evaluasi penawaran, sesuai dengan jenis barang/jasa yang akan diadakan, dalam pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya dapat menggunakan salah satu dari tiga sistem yang ada, yaitu: sistem gugur, sistem nilai, sistem penilaian biaya selama umur ekonomis.
Sistem gugur adalah evaluasi penilaian penawaran dengan cara memeriksa dan membandingkan dokumen penawaran terhadap pemenuhan persyaratan yang telah ditetapkan dalam dokumen
118
pemilihan penyedia barang/jasa dengan urutan proses evaluasi dimulai dari penilaian persyaratan administrasi, persyaratan teknis dan kewajaran harga, terhadap penyedia barang/jasa yang gugur. Sistem nilai adalah evaluasi penilaian penawaran dengan cara memberikan nilai angka tertentu pada setiap unsur yang dinilai berdasarkan kriteria dan nilai yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa, kemudian membandingkan jumlah nilai dari setiap penawaran peserta dengan penawaran peserta lainnya. Sistem penilaian biaya selama umur ekonomis adalah evaluasi penilaian penawaran dengan cara memberikan nilai pada unsur-unsur teknis dan harga yang dinilai menurut umur ekonomis barang dan yang ditawarkan berdasarkan kriteria nilai yang ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia tidak lulus penilaian pada setiap tahapan dinyatakan
barang/jasa, kemudian nilai unsur-unsur tersebut dikonversikan ke dalam satuan mata uang tertentu, dan dibandingkan dengan jumlah nilai dari setiap penawaran peserta dengan penawaran peserta lainnya. b. Metode Evaluasi Penawaran Pada Pengadaan Jasa
Konsultansi Metode evaluasi penawaran, sesuai dengan sifat jasa konsultansi yang akan diadakan, dalam pemilihan penyedia jasa konsultansi dapat menggunakan salah satu dari lima metode yang ada, yaitu: 1) metode evaluasi kualitas, 2) metode evaluasi kualitas dan biaya,
119
3) metode evaluasi pagu anggaran, 4) metode evaluasi biaya terendah, 5) metode evaluasi penunjukan langsung. Metode evaluasi kualitas adalah evaluasi penawaran jasa
konsultansi berdasarkan kualitas penawaran teknis terbaik, dilanjutkan dengan klarifikasi dan negosiasi teknis serta biaya. Metode evaluasi kualitas dan biaya adalah evaluasi pengadaan jasa konsultansi berdasarkan nilai kombinasi terbaik penawaran teknis dan biaya terkoreksi dilanjutkan dengan klarifikasi dan negosiasi teknis serta biaya. Metode evaluasi pagu anggaran adalah evaluasi pengadaan jasa konsultansi berdasarkan kualitas penawaran teknis terbaik dari peserta yang penawaran biaya terkoreksinya lebih kecil atau sama dengan pagu anggaran, dilanjutkan dengan klarifikasi dan negosiasi teknis serta biaya. Metode evaluasi biaya terendah adalah evaluasi pengadaan jasa konsultansi berdasarkan penawaran biaya terkoreksinya terendah dari konsultan yang nilai penawaran teknisnya di atas ambang batas persyaratan teknis yang telah ditentukan, dilanjutkan dengan klarifikasi dan negosiasi teknis serta biaya. Sedangkan metode evaluasi penunjukan langsung adalah evaluasi terhadap hanya satu penawaran jasa konsultansi berdasarkan kualitas teknis yang dapat dipertanggungjawabkan dan biaya yang wajar setelah dilakukan klarifikasi dan negosiasi teknis dan biaya.
120
7. Penetapan penyedia barang/jasa dan jenis kontrak a. Penetapan penyedia barang/jasa Panitia/pejabat pengadaan membuat dan menyampaikan laporan kepada pengguna barang/jasa atau kepada pejabat yang berwenang mengambil keputusan untuk menetapkan pemenang lelang, melalui pengguna barang/jasa laporan tersebut disertai usulan calon pemenang dan penjelasan atau keterangan lain yang dianggap perlu sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan. Ketentuan mengenai pejabat yang berwenang menetapkan penyedia barang/jasa pemerintah diatur sebagai berikut. 1) Untuk pengadaan barang/jasa yang bernilai sampai dengan Rp50.000.000.000,00; apabila PPK tidak sependapat dengan usulan panitia/pejabat pengadaan, maka PPK membahas hal tersebut dengan panitia/pejabat pengadaan untuk mengambil keputusan dari alternatif: a) menyetujui usulan panitia/pejabat pengadaan; atau b) menetapkan keputusan yang disepakati bersama untuk melakukan evaluasi ulang atau lelang ulang atau menetapkan pemenang lelang, dan dituangkan dalam berita acara yang memuat keberatan dan kesepakatan masing-masing pihak; atau c) bila akhirnya tidak tercapai kesepakatan, maka akan diputuskan oleh menteri/PanglimaTNI/Kapolri/Kepala Gubernur BI/ LPND/gubernur/bupati/walikota/Dewan final.
121
2) Untuk pengadaan yang bernilai di atas Rp 50.000.000.000,00, apabila PPK tidak sependapat dengan usulan panitia/pejabat pengadaan, maka PPK membahas hal tersebut dengan panitia/pejabat pengadaan untuk mengambil keputusan: a) menyetujui usulan panitia/pejabat pengadaan untuk dimintakan persetujuan kepada menteri/PanglimaTNI/ Kapolri/Kepala /BUMD, atau b) menetapkan keputusan yang disepakati bersama untuk melakukan menteri/ evaluasi ulang atau lelang ulang, dan dituangkan dalam berita acara serta dilaporkan kepada PanglimaTNI/Kapolri/Kepala LPND/gubernur/ bupati/ walikota/ Dewan Gubernur BI/pimpinan BHMN/ direktur utama BUMN/BUMD, atau 3) Apabila masih belum ada kesepakatan maka dilaporkan kepada menteri/PanglimaTNI/Kapolri/Kepala LPND/gubernur/ bupati/walikota/Dewan Gubernur BI/pimpinan BHMN/direktur utama BUMN/BUMD, dengan catatan keberatan dari pengguna barang/jasa, untuk diputuskan dan bersifat final. 4) Untuk pengadaan yang bernilai di atas Rp50.000.000.000,00, apabila pengguna barang/jasa dan/atau panitia/pejabat Bupati/ atau pengadaan pengadaan tidak sependapat dengan keputusan menteri/PanglimaTNI/Kapolri/KepalaLPND/gubernur/ BUMN/BUMD, Kapolri/Kepala maka penetapan pemenang walikota/Dewan Gubernur BI/pimpinan BHMN/direktur utama lelang keputusan lain diserahkan kepada menteri/PanglimaTNI/ LPND/gubernur/bupati/ walikota/Dewan Gubernur BI/pimpinan BHMN/direktur utama BUMN/BUMD; LPND/ gubernur/bupati/walikota/Dewan Gubernur BI/pimpinan BHMN/ direktur utama BUMN
122
panitia/pejabat pengadaan pengadaan dan pengguna barang jasa tidak perlu melakukan perubahan berita acara evaluasi. Keputusan menteri/PanglimaTNI/Kapolri/Kepala Gubernur LPND/ gubernur/bupati/walikota/Dewan BI/pimpinan
BHMN/direktur utama BUMN/BUMD bersifat final. b. Jenis kontrak Kontrak pengadaan barang/jasa berdasarkan bentuk imbalan dapat berupa: 1) kontrak lump sum; 2) kontrak harga satuan; 3) kontrak gabungan lump sum dan harga satuan; 4) kontrak terima jadi (turn key); 5) kontrak persentase. Kontrak lump sum adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, dengan jumlah harga yang pasti dan tetap, dan semua risiko yang mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan sepenuhnya ditanggung oleh penyedia barang/jasa. Kontrak harga satuan adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu, yang volume pekerjaannya masih bersifat perkiraan sementara, sedangkan pembayarannya didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa. Kontrak gabungan
pemborongan atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh bangunan/konstruksi, peralatan dan jaringan utama maupun penunjangnya dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan kriteria kinerja yang telah ditetapkan. Kontrak persentase adalah kontrak pelaksanaan jasa konsultansi di bidang konstruksi atau pekerjaan pemborongan tertentu, dimana konsultan yang bersangkutan menerima imbalan jasa berdasarkan persentase tertentu dari nilai pekerjaan fisik konstruksi/pemborongan tersebut. Kontrak tahun tunggal adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan yang mengikat dana anggaran untuk masa satu tahun anggaran. Kontrak tahun jamak adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan yang mengikat dana anggaran untuk masa lebih dari satu tahun anggaran yang dilakukan atas persetujuan oleh Menteri Keuangan untuk pengadaan yang dibiayai APBN, Gubernur untuk pengadaan yang dibiayai APBD Propinsi, Bupati/Walikota untuk pengadaan yang dibiayai APBD Kabupaten/Kota. Kontrak pengadaan tunggal adalah kontrak antara satu unit kerja atau satu proyek dengan penyedia barang/jasa tertentu untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu. Kontrak pengadaan bersama adalah kontrak antara beberapa unit kerja atau beberapa proyek dengan penyedia barang/jasa tertentu untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu sesuai dengan kegiatan bersama yang jelas dari masing-masing unit kerja dan pendanaan bersama yang dituangkan dalam kesepakatan bersama.
124
C.
PROSEDUR PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Prosedur pengadaan barang dan jasa pemerintah meliputi kegiatan: 1. persiapan pengadaan barang dana jasa pemerintah; 2. pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah, yaitu a. pelaksanaan dengan menggunakan penyedia barang/jasa; b. pelaksanaan dengan swakelola. Secara rinci prosedur tersebut adalah sebagai berikut. 1. Persiapan Pengadaan Barang dan Jasa Persiapan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah mencakup kegiatan berikut ini. a. Perencanaan pengadaan barang/jasa pemerintah. b. Pembentukan panitia pengadaan barang/jasa. c. Penetapan sistem pengadaan barang/jasa. Penetapan sistem pengadaan barang/jasa pemerintah mencakup kegiatan penetapan metode metode pemilihan penyedia barang/jasa, penyampaian dokumen penawaran, dan jenis kontrak
yang sesuai dengan barang/jasa yang akan diadakan. d. Penyusunan jadwal pelaksanaan pengadaan. Penyusunan jadwal pelaksanaan pengadaan harus memberikan waktu yang cukup untuk semua tahapan proses pengadaan. e. Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). f. Penyusunan dokumen pengadaan. Dokumen pengadaan mencakup dokumen pasca/prakualifikasi dan dokumen pemilihan penyedia barang/jasa. Beberapa hal dalam subbab ini akan dibahas dalam subab berikutnya.
125
2. Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat dilaksanaan oleh penyedia barang/jasa atau dilaksanakan sendiri oleh pengguna anggaran (swakelola). Urutan prosedur pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah dilakukan sesuai dengan metode menggunakan Penyedia Barang/Jasa pada pemilihan penyedia dasarnya akan
barang/jasanya. Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dengan dilaksanakan dengan urutan kegiatan sebagai berikut. a. Pengumuman dan Pendaftaran Peserta Pengumuman pengadaan barang dan jasa pemerintah harus dilakukan sesuai dengan metode metode pemilihan penyedia barang dan jasanya. Pengumuman pengadaan barang/jasa dengan pelelangan umum, pelelangan terbatas, seleksi umum, dan seleksi terbatas harus dimuat di surat kabar nasional. Dalam pelelangan terbatas dan seleksi terbatas, pengumuman harus telah menyebutkan calon penyedia barang/jasa yang diyakini mampu, namun demikian, hal tersebut tidak membatasi calon penyedia barang/jasa lain yang merasa mampu. b. Penilaian Kualifikasi Calon Penyedia Barang/Jasa. Dalam hal sistem dan pengadaannya menggunakan dahulu metode sebelum prakualifikasi, maka atas calon penyedia barang/jasa dinilai kemampuan kompetensinya terlebih memasukkan penawaran. Dalam hal ini prosesnya akan meliputi: pengambilan dokumen prakualifikasi; penyerahan dokumen; evaluasi kualifikasi; penetapan dan pengumuman hasil prakualifikasi; masa sanggah kualifikasi.
126
Sedangkan
jika
pengadaannya
menggunakan
metode
pascakualifikasi maka penyerahan dokumen kualifikasi bersamsama dengan dokumen penawaran. c. Penyusunan Daftar Peserta dan Penyampaian Undangan Untuk pengadaan barang dan jasa selain jasa konsultansi, daftar peserta pengadaan sesuai dengan peserta prakualifikasi, sedangkan untuk seleksi umum, peserta yang diundag adalah yang dimuat dalam daftar pendek (short list) peserta yang berisi sedikitnya 5 (lima) dan paling banyak 7 (tujuh) calon penyedia yang lulus prakualifikasi. d. Penjelasan Lelang (aanwwijziing) Pemberian penjelasan lelang dilakukan di tempat dan pada waktu yang ditentukan, dihadiri oleh para penyedia barang/jasa yang terdaftar dalam daftar peserta lelang. Dalam acara penjelasan lelang, harus dijelaskan kepada peserta lelang mengenai: Metode penyelenggaraan pelelangan, cara penyampaian penawaran, dan syarat-syarat lainnya. Pemberian penjelasan mengenai pasal-pasal dokumen pemilihan penyedia barang/jasa yang berupa pertanyaan dari peserta dan jawaban dari panitia /pejabat pengadaan serta keterangan lain termasuk perubahannya dan peninjauan lapangan, harus dituangkan dalam Berita Acara Penjelasan (BAP). e. Penyampaian dan Pembukaan Dokumen Penawaran Dalam metode peserta dokumen yang pengadaannya dengan prakualifikasi, hanya lulus kualifikasi yang dapat jika menyampaikan pengadaannya Sedangakan
penawaran.
127
Pembukaan dokumen
kurangnya dua wakil dari peserta pelelangan yang hadir sebagai saksi. Bila penawaran yang masuk kurang dari tiga peserta, pelelangan tidak dapat dilanjutkan dan harus diulang, kemudian mengumumkan kembali dengan mengundang calon peserta lelang yang baru. Urutan pembukaan dokumen dilakukan sesuai metode penyampaian dokumen yang ditetapkan. Hasil pembukaan dokumen penawaran dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh panitia/pejabat pengadaan dan dua orang wakil peserta lelang yang sah yang ditunjuk oleh para peserta lelang yang hadir. BAPP dibagikan kepada wakil peserta pelelangan yang hadir tanpa dilampiri dokumen penawaran. f. Evaluasi Penawaran Evaluasi dokumen penawaran adalah kegiatan panitia pengadaan dalam meneliti dan menilai semua dokumen penawaran yang disampaikan oleh calon penyedia barang/jasa. Unsur dokumen penawaran yang dievaluasi meliputi: kelengkapan data administrasi, dokumen teknis, dan dokumen penawaran harga.
berdasarkan kriteria, metode, dan tatacara evaluasi yang telah ditetapkan dalam dokumen lelang. Pada tahap awal, panitia/pejabat pengadaan dapat melakukan koreksi aritmatik terhadap semua penawaran yang masuk dan melakukan evaluasi sekurang-kurangnya tiga penawaran terendah setelah koreksi aritmatik. Panitia/Pejabat pengadaan membuat simpulan dari hasil evaluasi administrasi, teknis dan harga yang dituangkan dalam berita acara hasil pelelangan (BAHP). BAHP memuat hasil pelaksanaan
128
pelelangan,
termasuk
cara
penilaian,
rumus-rumus
yang
digunakan, sampai dengan penetapan urutan pemenangnya berupa daftar peserta pelelangan yang dimulai dari harga penawaran yang terendah. BAHP ditandatangani oleh ketua dan semua anggota panitia/pejabat pengadaan atau sekurangkurangnya dua pertiga dari jumlah anggota panitia. g. Penetapan Pemenang Apabila harga dalam penawaran telah dianggap wajar, dan dalam batas ketentuan mengenai harga satuan yang telah ditetapkan, serta telah sesuai dengan ketentuan maka panitia pengadaan menetapkan calon pemenang lelang yang paling menguntungkan dalam arti: 1) penawaran memenuhi syarat administratif dan teknis yang ditentukan dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa; 2) perhitungan harga yang ditawarkan dapat dipertanggung jawabkan, penawaran tersebut adalah yang terendah diantara penawaran yang memenuhi syarat administrasi, teknis dan harga.; 3) telah memerhatikan penggunaan semaksimal mungkin hasil produksi dalam negeri. Calon pemenang lelang harus sudah ditetapkan oleh panitia/pejabat pengadaan selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah pembukaan penawaran. Dalam hal terdapat dua calon pemenang lelang mengajukan harga penawaran yang sama, maka panitia/pejabat pengadaan meneliti kembali data kualifikasi peserta yang bersangkutan, dan memilih peserta yang menurut pertimbangannya mempunyai kemampuan yang lebih besar, dan hal ini dicatat dalam berita acara.
129
Panitia/pejabat pengadaan membuat dan menyampaikan laporan kepada PPK untuk menetapkan pemenang lelang disertai usulan calon pemenang dan penjelasan atau keterangan lain yang dianggap perlu sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan. Pemenang lelang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja untuk pengadaan sampai dengan Rp50 milyar dan 14 (empat belas) hari kerja untuk pengadaan di atas Rp50 milyar terhitung sejak surat usulan penetapan pemenang lelang tersebut diterima oleh pejabat yang berwenang menetapkan pemenang lelang. h. Pengumuman Pemenang Pemenang lelang diumumkan dan diberitahukan oleh panitia/pejabat pengadaan kepada para peserta selambatlambatnya dua hari kerja setelah diterimanya Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) dari pejabat yang berwenang. Segera setelah pejabat yang berwenang mengambil keputusan tentang penetapan pemenang lelang, panitia mengumumkannya kepada para peserta lelang. Dalam pengumuman juga diberitahukan bahwa surat jaminan pelelangan dapat diambil kembali kecuali untuk peserta yang menang, cadangan urutan pertama dan cadangan urutan kedua. i. Sanggahan Peserta dan Pengaduan Masyarakat Peserta lelang yang keberatan atas penetapan calon pemenang lelang tersebut baik bertindak sendiri atau bersama-sama calon penyedia barang dapat mengajukan sanggahan secara tertulis secepat mungkin. Sanggahan disampaikan kepada pimpinan instansi/pejabat pembuat komitmen/panitia secara tertulis disertai bukti-bukti terjadinya penyimpangan.
130
Pejabat Pembuat Komitmen/Panitia/Pejabat Pengadaan wajib memberikan jawaban dan menyampaikan bahan-bahan yang berkaitan dengan sanggahan, baik secara tertulis maupun lisan kepada pejabat yang berwenang memberikan jawaban atas sanggahan tersebut. j. Penerbitan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) Penunjukan pemenang lelang adalah keputusan definitif dari pengguna barang mengenai penunjukan pemenang lelang pengadaan barang dalam bentuk penerbitan SPPBJ. Apabila dalam waktu yang telah ditentukan tidak ada sanggahan dari peserta lelang, atau sanggahan yang disampaikan ternyata tidak benar maka pengguna menetapkan penunjukan pemenang lelang pengadaan barang dengan surat keputusan. k. Penandatanganan Kontrak Tahap akhir dari rangkaian proses pelelangan adalah penandatanganan kontrak antara pengguna barang dengan penyedia barang/jasa yang ditunjuk. Penyedia barang yang ditunjuk menyiapkan jaminan pelaksanaan sesuai dengan ketentuan yang tercantum di dalam dokumen lelang.
131
D.
BAHAN DISKUSI DAN SOAL LATIHAN BAHAN DISKUSI Diskusikan artikel yang termuat pada salah satu harian berikut ini dari sisi pelaksanaan pedoman pengadaan barang/jasa instansi pemerintah. ................. Demikian halnya dengan adanya Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah juga harus bisa menjadi pedoman dalam pelaksanaan proyek pengadaan barang atau jasa pemerintah. Oleh karena menjadi pimpro harus memiliki sertifikat khusus, pemberian sertifikatnya harus selektif. Jangan ada konspirasi dalam pengeluarannya, apalagi dengan unsur perjokian saat ujian untuk mendapatkannya. Semua penting karena pemegang sertifikat bukan saja harus cakap dan menguasai aturan tentang proyek, tetapi juga jujur terlebih dulu, cakap dan sanggup melaksanakan proyek dengan baik serta penuh tanggung jawab. Bila di era sertifikasi sekarang ini masih ada pimpro dan aparat yang menyimpang dalam proyek, hal itu sangat keterlaluan. ....................(Kompas, Rabu 16 Agustus 2006)
SOAL LATIHAN Pilihlah salah satu jawaban a, b, c atau d yang Saudara anggap paling benar. 1. Berikut adalah kebijakan umum pengadaan barang/jasa, kecuali . a. menyederhanakan ketentuan dan tatacara dalam pelaksanaan pengadaan b. meningkatkan penerimaan negara melalui sektor perpajakan c. mengurangi impor barang jadi dari luar negeri d. meningkatkan peran serta usaha kecil termasuk koperasi kecil Pejabat pengadaan terdiri dari.... a. tiga orang b. satu orang PNS baik dari instansi sendiri atau dari instansi lain c. satu orang PNS di instansinya d. satu orang pejabat struktural di instansinya
2.
132
3.
Pengadaan barang/jasa pemborongan sampai nilai Rp50.000.000, dilakukan dengan cara.... a. wajib dilaksanakan oleh panitia pengadaan b. wajib dilaksanakan oleh pejabat pengadaan c. dilaksanakan oleh panitia pengadaan bersama-sama dengan pejabat pengadaan d. dilaksanakan oleh panitia pengadaan atau oleh pejabat pengadaan Panitia pengadaan harus pengadaan yang bernilai. a. di atas Rp100 juta b. di atas RP50 juta c. sampai Rp50 juta d. tidak ada batasan nilai dibentuk untuk melaksanakan paket
4.
5.
Tidak termasuk persyaratan sebagai panitia/pejabat pengadaan adalah. a. memiliki integritas moral dan tanggungjawab b. tidak berstatus sebagai calon pejabat struktural c. tidak mempunyai hubungan keluarga dengan pejabat yang mengangkatnya d. memahami isi dokumen, prosedur dan metode pengadaan Yang tidak dilarang untuk diangkat menjadi panitia/pejabat pengadaan adalah . a. bendahara b. peneliti c. pengguna barang/jasa d. pegawai BPKP, Itjen, Bawasda Pengadaan barang/jasa pemerintah dilaksankan dengan dua cara yaitu. a. pelelangan umum dan pelelangan terbatas b. pelelangan dan penunjukan langsung c. diserahkan kepada penyedia barang/jasa dan secara swakelola d. melalui penunjukan langsung dan melalui swakelola Pelelangan umum diikuti sekurang-kurangnya . a. tiga penyedia barang/jasa b. lima penyedia barang/jasa c. tujuh penyedia barang/jasa d. sembilan penyedia barang/jasa
6.
7.
8.
133
9.
Untuk pekerjaan yang sifatnya tidak komplek, pelelangan umum dilaksanakan dengan . a. prakualifikasi b. pasca kualifikasi c. negosiasi awal d. negosiasi akhir
10. Tidak termasuk batasan pengertian pekerjaan bersifat komplek adalah. a. memerlukan teknologi tinggi b. bernilai di atas Rp 50 milyar c. menggunakan peralatan yang didesain khusus berisiko tinggi d. tidak dapat diselesaikan dalam satu tahun anggaran
134
DAFTAR PUSTAKA
1. 2. 3. 4. 5. Ali Tojib M., Drs. Anggaran Negara. Pusdiklat Anggaran BPLK Depkeu. Jakarta. 1996. Bijloo J. Perbendaharaan. Komisi Penterjemah. Depkeu. Jakarta. 1979. Goedhart C., Dr. Garis-garis Besar Ilmu Keuangan Negara. Terjemahan oleh Ratmoko, S.H. Penerbit Jembatan. 1982. Wiemas AJGA. Sistem Tata Usaha Keuangan Indonesia. Komisi Penterjemah. Depkeu. Jakarta. 1982. Modul 1: Kebijakan Umum Pengadaan Barang dan Jasa. Kantor Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, keuangan dan Pengawasan Pembangunan. 1995. Peraturan-peraturan: a. b. c. d. e. f. g. h. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 beserta Amandemennya Undang-undang nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Undang-undang No. 29 Tahun 2002 tentang APBN Tahun 2003 Undang-undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Undang-undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri Keputusan Presiden No. 42 Tahun 2002 jo Keppres No. 72 tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa instansi pemerintah beserta amandemen I s/d VII Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN
135
6.
i.
j.
k.
l. m.
Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. Per-66/PB/2005 tentang Mekanisme Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran Nomor 136/A/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 42/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran Nomor 157/A/2002 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan APBN Peraturan-peraturan tentang Pengelolaan Setoran Penerimaan Negara Melalui Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi
n. o. 7. 8.
Peraturan-peraturan tentang Pengelolaan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri dari Bappenas dan Departemen Keuangan Panduan Bagi KPPN dan Bendahara Pemerintah sebagai Pemotong/Pemungut Pajak-Pajak Negara, Biro Keuangan, Departemen Komunikasi dan Informatika, Republik Indonesia,2006
136