You are on page 1of 15

Syarat-syarat Ilmu dalam FILSAFAT ILMU

Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu[4]. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani Metodos yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar keumum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.

Matematika sangat penting bagi keilmuan, terutama dalam peran yang dimainkannya dalam mengekspresikan model ilmiah. Mengamati dan mengumpulkan hasil-hasil pengukuran, sebagaimana membuat hipotesis dan dugaan, pasti membutuhkan model dan eksploitasi matematis. Cabang matematika yang sering dipakai dalam keilmuan di antaranya kalkulus dan statistika, meskipun sebenarnya semua cabang matematika memunyai penerapannya, bahkan bidang "murni" seperti teori bilangan dan topologi.

Beberapa orang pemikir memandang matematikawan sebagai ilmuwan, dengan anggapan bahwa pembuktian-pembuktian matematis setara dengan percobaan. Sebagian yang lainnya tidak menganggap matematika sebagai ilmu, sebab tidak memerlukan uji-uji eksperimental pada teori dan hipotesisnya. Namun, dibalik kedua anggapan itu, kenyataan pentingnya matematika sebagai alat yang sangat berguna untuk menggambarkan/menjelaskan alam semesta telah menjadi isu utama bagi filsafat matematika. Lihat Eugene Wigner, The Unreasonable Effectiveness of Mathematics. Richard Feynman berkata, "Matematika itu tidak nyata, tapi terasa nyata. Di manakah tempatnya berada?", sedangkan Bertrand Russell sangat senang mendefinisikan matematika sebagai "subjek yang kita tidak pernah tahu apa yang sedang kita bicarakan, dan kita tidak tahu pula kebenarannya." -->

Ilmu alam

Fisika
o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o

Akustik Astrodinamika Astrofisika Astronomi Biofisika Fisika atom, molekul, dan optik Fisika bahan padat Fisika komputasi Dinamika Dinamika fluida Dinamika kendaraan Fisika bahan Fisika matematis Fisika nuklir Fisika partikel (atau fisika energi tinggi) Fisika plasma Fisika polimer Kriogenik Mekanika Optik

Biologi
o o o o o o o

Anatomi Antropologi fisik Astrobiologi Biokimia Biofisika Bioinformatika Biologi air tawar

o o o o o o o o o o o o o o o o o

o o o o o o o o o o o

Biologi sel Biologi struktur Biologi molekul Biologi pertumbuhan Biologi pertumbuhan evolusioner ("Evo-devo" atau evolusi pertumbuhan) Biologi laut Botani Ekologi Entomologi Epidemiologi Evolusi (Biologi evolusioner) Fikologi (Algologi) Filogeni Fisiologi Genetika (Genetika populasi, Genomika, Proteomika) Histologi Ilmu kesehatan Farmakologi Hematologi Imunoserologi Kedokteran Kedokteran gigi Kedokteran hewan Onkologi (ilmu kanker) Toksikologi Ilmu saraf Imunologi Kladistika Mikrobiologi Morfologi Ontogeni Patologi Sitologi Taksonomi Virologi Zoologi

Kimia
o o o o o o o o

Biokimia Elektrokimia Ilmu bahan Kimia analitik Kimia anorganik Kimia fisik Kimia komputasi Kimia kuantum

Kimia organik Spektroskopi Stereokimia Termokimia Metode Penelitian Komunikasi Ilmu bumi o Geodesi o Geografi o Geologi o Limnologi o Meteorologi o Oseanografi o Paleontologi o Seismologi

o o o o o

[sunting] Ilmu sosial


Antropologi o Arkeologi Ekonomi Ilmu politik Linguistik (Ilmu bahasa) Psikologi o Analisis perilaku o Biopsikologi o Neuropsikologi o Psikofisika o Psikometri o Psikologi eksperimen o Psikologi forensik o Psikologi humanis o Psikologi industri dan organisasi o Psikologi kepribadian o Psikologi kesehatan o Psikologi klinis o Psikologi kognitif o Psikologi pendidikan o Psikologi pertumbuhan o Psikologi sensasi dan persepsi o Psikologi sosial Sosiologi Hukum

[sunting] Ilmu terapan

Ilmu Komputer dan Informatika

Ilmu komputer Ilmu kognitif Informatika Cybernetics Systemics Rekayasa o Ilmu biomedik o Ilmu pertanian o Rekayasa listrik o Rekayasa pertanian

o o o o o

Ada yang mengatakan bahwa antara ilmu, filsafat dan agama memiliki hubungan. Namun demikian, tidak menafikan terhadap pandangan bahwa satu sama lain merupakan sesuatu yang terpisah; di mana ilmu lebih bersifat empiris, filsafat lebih bersifat ide dan agama lebih bersifat keyakinan. Agama bukan hanya usaha untuk mencapai kesempurnaan, bukan pula moralitas yang tersentuh emosi. Agama bergerak dari individu ke masyarakat. Dalam geraknya menuju pada realitas penting yang berlawanan dengan keterbatasan manusia. Baik ilmu maupun filsafat atau agama, bertujuan (sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang sama), yaitu kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang alam dan manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri pula menghampiri kebenaran, baik tentang alam, manusia dan Tuhan. Demikian pula agama, dengan karakteristiknya pula memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia tentang alam, manusia dan Tuhan. Masih menurutnya, baik ilmu maupun filsafat, keduanya hasil dari sumber yang sama, yaitu rayu manusia (akal, budi, rasio, reason, nous, rede, vertand, vernunft). Sedangkan agama bersumberkan wahyu dari Allah. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset, research), pengalaman (empirik) dan percobaan. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara mengembarakan atau mengelanakan akal budi secara radikal dan integral serta universal tidak merasa terikat dengan ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri bernama logika. Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran positif (berlaku sampai dengan saat ini), sedangkan kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan secara empiris, riset dan eksperimental). Baik kebenaran ilmu maupun kebenaran filsafat bersifat nisbi (relatif), sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak (absolut), karena agama adalah wahyu yang di turunkan Dzat Yang Maha Benar, Maha Mutlak dan Maha Sempurna. Baik ilmu maupun filsafat, kedua-duanya dimulai dengan sikap sangsi atau tidak percaya. Sedangkan agama dimulai dengan sikap percaya dan iman.

Adapun titik singgung, adalah perkara-perkara yang mungkin tidak dapat dijawab oleh masingmasingnya, namun bisa dijawab oleh salah satunya. Gambarannya, ada perkara yang dengan keterbatasan ilmu pengetahuan atau spekulatifnya akal, maka keduanya tidak bisa menjawabnya. Demikian pula dengan agama, sekalipun agama banyak menjawab berbagai persoalan, namun ada persoalan-persoalan manusia yang tidak dapat dijawabnya. Sementara akal budi, mungkin dapat menjawabnya.
Kaitkata: kebenaran ilmu maupun kebenaran filsafat bersifat nisbi (relatif), sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak (absolut)

Filsafat dan mistik


Pengertian Filsafat, Mistik dan Sains
Posted on July 1, 2009 by Hadad Budiarto

10 Votes

Pengertian Filsafat Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : philosophia. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : philosophic dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; philosophy dalam bahasa Inggris; philosophia dalam bahasa Latin; dan falsafah dalam bahasa Arab. Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat, namun batasan yang berbeda itu tidak mendasar. Batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan secara terminologi. Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat.

Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Berikut ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli : Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada. Aristoteles ( (384 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu. Cicero ( (106 43 SM ) : filsafat adalah sebagai ibu dari semua seni ( the mother of all the arts ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan ) Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmuilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan. Paul Nartorp (1854 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya . Imanuel Kant ( 1724 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan. 1. Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika ) 2. Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika ) 3. Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama ) 4. Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi ) Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat. Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai mengapa yang penghabisan . Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal. Harold H. Titus (1979 ): (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep ); Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat. Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah

mencapai pengetahuan itu. Prof. Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran , sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan. Prof.Dr.Ismaun, M.Pd. : Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati. Bertrand Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalahmasalah yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu. Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Filsafat mempunyai arti:
1. Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya 2. Teori yang mendasari alam fikiran atau suatu kegiatan 3. Ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi 4. Falsafah

PENGETAHUAN MISTIK A. Ontologi Pengetahuan Mistik 1. Hakikat Pengetahuan Mistik Mistik adalah pengetahuan yang tidak rasional, ini pengertian yang umum. Adapun pengertian mistik bila dikaitkan dengan agama ialah pengetahuan ( ajaran atau keyakinan) tentang tuhan yang diperoleh dengan cara meditasi atau latihan spiritual, bebas dari ketergantungan pada indera dan rasio (A.S. Hornby, A Leaners Dictonery Of Current English, 1957:828) Pengetahuan Mistik adalah pengetahuan yang tidak dapat dipahami rasio, pengetahuan ini kadang-kadang memiliki bukti empiris tapi kebanyakan tidak dapat dibuktikan secara empiris. 2. Struktur Pengetahuan Mistik Dilihat dari segi sifatnya kita membagi mistik menjadi dua, yaitu mistik biasa dan mistik magis. Mistik biasa adalah mistik tanpa kekutan tertentu. Dalam Islam mistik yang ini adalah tasawuf. Mistik Magis adalah mistik yang mengandung kekuatan tertentu dan biasanya untuk mencapai tujuan tertentu. Mistik Magis ini dapat dibagi menjadi dua yaitu Mistik Magis Putih dan Mistik Magis Hitam Mistik Magis Putih dalam islam adalah contohnya ialah Mukjizat, karamah, ilmu hikmah, sedangkan Mistik Magis Hitam contohnya santet dan sejenisnya yang menginduk ke sihir. Istilah Mistik Magis Putih dan Mistik Magis Hitam digunakan untuk sekedar membedakan kriterianya. Orang menganggap Mistik Magis Putih adalah mistik magis

yang berasal dari agama langit (Yahudi, Nasrani dan Islam), sedangkan mistik magis hitam berasal dari luar agama itu. Dalam praketeknya keduanya memiliki kegiatan yang relatif sama, nyaris hanya nilai filsafatnya saja berbeda. Kesamaan itu terlihat dari mistik magis putih menggunakan wirid, doa sedangkan mistik magis hitam menggunakan mantra, jampi yang keduanya pada segi prakteknya sama. Perbedaan mendasar ada pada segi filsafatnya. Mistik magis putih selalu berhubungan dan bersandar pada Tuhan, sehingga dukungan Illahi sangat menentukan. Mistik magis hitam selalu dekat, bersandar dan bergantung pada kekutan setan dan roh jahat. B. Epistemologi Pengetahuan Mistik 1. Objek Pengetahuan Mistik Yang menjadi objek pengetahuan mistik ialah objek yang abstrak supra rasional, seperti alam gaib termasuk Tuhan, Malaikat, Surga, Neraka, Jin dan lain-lain. Termasuk objek yang hanya dapat diketahui melalui pengetahuan mistik ialah objek-objek yang tidak dapat dipahami oleh rasio, yaitu objek-objek supra natural (supra rasional), seperti Kebal, Debus, Pelet, Penggunaan Jin, Santet Dan Lain-Lain 2. Cara Memperoleh Pengetahuan Mistik Bagaimana pengetahuan mistik? Diatas sudah di dikatakan bahwa pengetahuan mistik itu tidak diperoleh melalui indera dan tindakan juga dengan menggunakan akal rasional. Pengetahuan mistik diperoleh melalui rasa, ada yang mengatakan melalui intuisi, AlGhozali mengatakan melalui dhamir atau qalbu. 3. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Mistik Kebenaran mistik dapat diukur dengan berbagai macam ukuran. Bila pengetahuan itu berasal dari tuhan, maka ukurannya adalah teks Tuhan yang menyebutkan demikian. Tetkala tuhan mengatakan dalam Al-Quran bahwa Surga dan Neraka itu ada, maka teks itulah yang menjadi bukti bahwa pernyataan itu benar. Ada kalanya ukuran kebenaran pengetahuan mistik itu kepercayaan. Jadi, suatu dianggap benar karena kita mempercayainya. Kita percaya bahwa jin dapat disuruh oleh kita untuk melakukan pekerjaan, ya kepercayaan itulah yang menjadi kepercayaannya. Ada kalanya kebenaran suatu teori dalam pengetahuan mistik diukur dengan bukti empiris. Dalam hal ini bukti empiris itulah ukuran kebenarannya C. Aksiologi Pengetahuan Mistik 1. Kegunaan Pengetahuan Mistik Mustahil pengetahuan mistik mendapat pengikut yang begitu banyak dan berkembang sedemikian pesat bila tidak ada gunanya. Pengetahuan mistik itu amat subjektif, yang paling tahu penggunaannya ialah pemiliknya. Dikalangan sufi (pengetahuan mistik biasa) dapat menentramkan jiwa mereka. Pengetahuan mereka seiring dapat menyelesaikan persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh sain dan filsafat. Jenis mistik lain seperti kekebalan, pelet, debus dan lain-lain dierlukan atau berguna baig seseorang sesuai dengan kondisi tertentu, terlepas dari benar atau tidak penggunaannya. Kebal misalnya dapat digunakan dalam pertahanan diri, debus dapat digunakan sebagai pertahanan diri dan juga untuk pertunjukan hiburan. Jenis ini dapat meningkatkan harga diri. Sementara mistik magis hitam, dikatakan hitam, antara penggunaanya untuk kejahatan. Untuk menilai apakah mistik magis itu hitam atau putih kita melihatnya pada segi ontologinya, epistemologinya dan aksiologinya. Bila pada hal ontologinya terdapat hal-hal

yang berlawanan dengan kebaikan, maka dari segi ontologi mistik magis itu kita disebut hitam. Bila cara memperolehnya (epistemologi) ada yang berlawanan dengan nilai kebaikan maka kita akan mengatakan mistik magis itu hitam. Bila dalam penggunaan (aksiologi) untuk kejahatan maka kita menyebutnya hitam. 2. Cara Pengetahuan Mistik Menyelesaikan Masalah Pengetahuan mistik menyelesaikan masalah tidak melalui proses indrawi dan tidak pula melalui proses rasio. Itu berlaku mistik putih dan mistik hitam. Kamus Besar Bahasa Indonesia Mistik mempunyai arti:
1. Subsistem yang ada dihampir semua agama dan sistem religi untuk memenuhi hasrat manusia mengalami dan merasakan emosi bersatu dengan Tuhan, tasawuf, suluk 2. Hal gaib yang tidak terjangkau dengan akal manusia biasa

PENGERTIAN SCIENCE Perkataan science (bahasa inggris) berasal dari bahasa Latin yaitu scientis,yang berarti pengetahuan. Jadi science merupakan pengetahuan, tetapi pernyataan ini sangat luas cakupannya. Suatu bidang materi ilmu pengetahuan yang luas ini perlu pengkhusussan, yaitu suatu pengetahuan yang terorganisir yang daat kita sebut science. Perkataan science dalam bahasa Jerman yaitu wisaencheft yang artinya pernyataan kumpulan pengetahuan diartikan untuk menyampaikan pengertian bahwa ada beberapa organisasi kumpulan pengetahuan, seperti halnya dengan tubuh manusia sebagai kumpulan bagianbagian komponennya yang terorganisir secara sistematik.Tak ada pembatasan untuk menyatakan secara spesifik terhadap dunia alamiah, tetapi hakekat opservasi dinyatakan secara spesifik. Sesungguhnya science adalah dunia alamiah atau dunia zat, baik berupa makhlukhidup maupun benda-benda mati yang dapat diobservasi. Definisi metode dan observasi yang menekankan pada hakekat science yang dinamis. Selama orang dapat melanjutkan untuk mengobservasi dan menggunakan metode ilmiah, maka science merupakan ilmu pengetahuan yang dinamis, tidak statis, baik dalam prinsip maupun praktek Sains menurut Kamus:
1. Ilmu pengetahuan pada umumnya 2. Pengetahuan sistematis tentang alam dan dunia fisik, termasuk didalamnya botani, fisika, kimia, dll 3. Pengetahuan sistematis yang diperoleh dari suatu observasi, penelitian dan uji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang diselidiki, dipelajari Dll

Filsafat Seni
Pokok-pokok filsafat seni
on Thursday, 30 December 2010. Posted in Desain Grafis

Sudah diutarakan bahwa pada mulanya estetika atau filsafat keindahan bersifat spekulatif (estetika dari atas) dan merupakan bagian dari filsafat umum seorang filsuf. Ini sering disebut sebagai estetika lama. Dengan sendirinya ada yang disebut estetika modem (baru). Estetika baru ini muncul dalam abad ke-19 di Eropa dengan sejumlah tokohnya seperti Hippolyte Taine dan Gustav Fechner yang mulai beralih pada metode ilmiah (empiris) dalam menjawab persoalan seni. Oleh Fechner (ahli estetika eksperimental), estetika baru ini disebut estetika dari bawah. Seperti kita ketahui, dalam studi filosofis, persoalan muncul dari pertanyaan. Dengan sendirinya pertanyaan filosofis dari dulu sampai sekarang tetap sama, dan tampaknya juga amat sederhana, seperti: Apakah seni itu? Pertanyaan tetap sama, tetapi jawabannya dapat berbeda-beda dan tampak saling bertentangan. Persoalan lama yang tampaknya telah dijawab dengan baik oleh para filsuf dan pemikir seni ternyata di kemudian hari dibongkar kembali untuk dilengkapi atau bahkan dirombak sama sekali. Rupanya berbagai jawaban spekulatif semacam inilah yang mendorong para pemikir seni abad ke-19 untuk menuntaskannya dengan berbagai pembuktian ilmiah. Kajian sehi dengan demikian berpindah dari bidang filsafat ke bidang ilmu. Apa pun metodenya, filsafat atau ilmu, tujuan estetika tetap sama, yakni pengetahuan dan pemahaman tentang seni. Kalau orang mau bekerja, tentu ia harus memahami apa yang akan dikeijakannya. Untuk apa dan dengan cara bagaimana. Begitu pula dengan penilaian hasil keija tadi (evaluasi) - diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang serupa. Dan inilah kegunaan estetika. Dalam sejarah pemikiran seni di dunia Barat yang dimulai sejak zaman Yunani kuno (di dunia Timur, sejarah pemikiran semacam itu hanya muncul secara sporadis, tidak berkesinambungan, sehingga telaah filosofis tentang seni lebih banyak dilakukan secara empiris ilmiah berdasarkan benda-benda seni sepanjang sejarahnya; jadi, lewat sejarah seninya). Jawaban atas pertanyaan filosofis tentang seni itu bermacam ragam dan tidak selalu menjawab pertanyaan yang sama. Maka, kalau aneka pertanyaan dan jawaban tersebut ditata kembali, akan diperoleh peta pertanyaan filosofis seni seperti yang akan diuraikan berikut ini. Filsafat seni, yang merupakan bagian dari estetika modern, tidak hanya mempersoalkan karya seni atau benda seni (hasil atau produk), tetapi juga aktivitas manusia atas produk tersebut, baik keterlibatannya dalam proses produksi maupun caranya mengevaluasi dan menggunakan produk tersebut. Lazimnya, pemikiran tentang produk atau benda seni disebut sebagai estetika morfologi

(estetika bentuk), dan pemikiran tentang si pembuat benda seni dan yang memanfaatkan benda seni dinamai estetika psikologi. Khusus pengguna karya seni masih ditelaah dalam bidang aksiologi estetik, yakni efek seni pada manusia. Dengan demikian, sebenarnya hanya ada tiga pokok persoalan filsafat seni, yakni seniman sebagai penghasil seni, karya seni atau benda seni itu sendiri, dan kaum penerima seni. Namun, dari setiap instansi tadi akhirnya berkembang pokok-pokok baru, yakni dari benda seni muncul pokok soal nilai seni dan pengalaman seni, sedangkan dari masalah seniman dan penerima seni akan muncul pokok konteks budaya seni. Dengan demikian, terdapat enam pembahasan pokok dalam filsafat seni, yakni:
1. 2. 3. 4. 5. 6. benda seni pencipta seni publik seni konteks seni nilai-nilai seni pengalaman seni

Semua pokok bahasan tersebut untuk menjawab pertanyaan: apakah seni itu? Adapun jabaran semua persoalan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut ini. Benda seni Pokok persoalan seni sebenarnya karya seni yang berwujud konkret yang terindera dan teralami oleh manusia. Tanpa lahirnya benda seni tak mungkin muncul persoalan-persoalan seni di atas. Dalam pokok 'benda seni' ini dibahas material seni atau medium seni. Seni terwujud berdasarkan medium tertentu, baik dengaran (audio) maupun lihatan (visual) dan gabungan keduanya. Ini akan melahirkan bidang seni tertentu, yakni seni visual (seni rupa, seni patung, seni arsitektur) dan seni audio (seni musik, sastra) dan seni audio-visual (seni teater, seni tari, seni film). Masing-masing golongan seni tadi ditentukan bentuknya oleh material seninya atau mediumya. Tiap medium memiliki ciri khasnya sendiri dengan keterbatasan dan kelebihan masing-masing. Lazimnya penggolongan benda seni akan melahirkan ilmu-ilmu seni khusus, seperti ilmu sastra, ilmu seni tari, dan ilmu seni teater. Dalam kenyataannya, ilmu-ilmu tadi dituliskan dalam buku penuntun yang biasanya beijudul Pengantar Seni Teater, Pengantar Seni Rupa, dan sebagainya. Dalam persoalan benda seni ini biasanya juga dipermasalahkan apakah suatu karya seni merupakan peniruan kenyataan (mimesis) atau merupakan ekspresi jiwa seniman. Debat tentang pokok persoalan ini telah dimulai sejak Plato dan Aristoteles dan tak pernah selesai sampai sekarang. Persoalan subjektivitas dalam seni (ekspresi) dan objektivitas (mimesis) berlangsung di lingkungan penciptaan (seniman) dan pengamatan (evaluasi kritikus). Benda seni juga mempermasalahkan analisis bentuk dan isi seni. Perdebatan yang muncul di sini juga cukup melelahkan. Dan, tentu saja melelahkan karena setiap jawaban filosofis selalu bersifat mengiyakan atau menidakkan, dan orang tinggal memilih hendak berada di pihak yang mana. Kata akhir untuk persoalan ini tergantung pada 'filosofi' setiap orang. ' Pencipta seni. Persoalan seniman dalam seni menyangkut masalah kreativitas dan ekspresi. Apakah sebenarnya kreativitas itu? Apa pula yang disebut ekspresi, dan apa bedanya dengan representasi? Akhir-akhir ini juga dipermasalahkan apakah pencipta seni berjenis kelamin wanita berbeda dengan yang beijenis kelamin lelaki? Dalam soal seniman, dengan sendirinya dipermasalahkan juga pribadi si seniman, yang tercermin dalam aneka karyanya, dan ini menimbulkan soal gaya atau style dalam seni. Perdebatan mengenai penting atau tidaknya mengetahui maksud seniman dalam karyanya bermula dari pokok soal pencipta seni ini. Begitu pula

persoalan orisinalitas, keotentikan, keunikan, karakter dalam seni, semuanya bermula dari persoalan seniman. Publik seni. Seni bukan hanya masalah penciptaan karya seni, tetapi juga soal komunikasi dengan orang lain.-Suatu ciptaan disebut seni bukan oleh senimannya, tetapi oleh masyarakat seni dan masyarakat umumnya. Seni juga pengakuan umum. Seniman disebut seniman oleh masyarakatnya karena status yang dipeijuangkannya. Seni itu publik. Maka, soal komunikasi nilai-nilai seni menjadi persoalan seni juga, dan di dalamnya dipersoalkan empati, jarak estetik, apresiasi, institusi penentu nilai seni dalam masyarakat. Dan yang namanya 'publik seni' itu tidak selalu seluruh masyarakat, tetapi hanya sebagian saja. Maka, dipersoalkan pula karakteristik masyarakat yang dapat menerima suatu produk seni. Untuk persoalan-persoalan ini, sangatlah berperan bantuan kajian sosiologi, psikologi, dan antropologi seni. Nilai seni. Dengan cara ekstrem, filsuf seni Benedetto Croce mengatakan bahwa karya seni atau benda seni tak pernah ada, sebab seni itu ada dalam jiwa setiap penanggapnya. Di sini dibicarakan masalah nilai-nilai yang diciptakan sendiri oleh penanggap seni terhadap sesuatu yang diperlakukannya sebagai benda seni. Di sinilah persoalan seni paling rumit dibicarakan dalam pembicaraan mendasar tentangnya. Persoalan seni sebenarnya adalah persoalan nilai-nilai tadi sehingga dalam bidang filsafat, kajian seni dikategorikan dalam kelompok kajian tentang nilai, sejajar dengan etika dan logika. Nilai selalu berhubungan dengan norma-norma yang esensial, juga dengan suatu kepentingan (interest) yang sifatnya sangat kontekstual, dan dengan kualitas yang amat pribadi. Kandungan nilai benda seni yang menyangkut kualitas, bersifat kontekstual dan esensial-universal ini dapat menimbulkan perdebatan yang tak habis-habisnya. Pengalaman seni Seni bukanlah masalah komunikasi biasa seperti penyampaian informasi. Komunikasi seni adalah komunikasi nilai-nilai berkualitas, baik kualitas perasaan maupun kualitas medium seni itu sendiri. Singkat kata, komunikasi seni adalah komunikasi pengalaman yang melibatkan kegiatan penginderaan, nalar, emosi, dan intuisi. Bahkan ada yang menyatakan bahwa hakikat seni itu pengalaman. Pengalaman seni berlangsung dalam suatu proses yang berkaitan dengan waktu. Barang siapa masuk ke dalam proses tersebut, dia akan kuyup dengan seni, seperti orang yang baru saja keluar dari marabahaya atau kemesraan bercinta. Jadi, ada waktu 'sebelum seni', 'mengalami seni', dan 'sesudah seni'. Maka, soal empati dan jarak estetik dipersoalkan kembali di sini. Pertanyaannya adalah: Apakah hakikat pengalaman seni itu, yang berarti menjawab apakah seni itu. Konteks seni. Di sini kita kembali ke persoalan nilai-nilai seni. Karena seni juga menyangkut nilai-nilai setempat dan sezaman (kontekstual), maka pemahaman seni juga amat erat hubungannya dengan konteks zaman tersebut. Inilah sebabnya terdapat sejarah seni, dan setiap zaman memiliki fahamnya sendiri tentang apa yang disebut seni dan yang bukan seni (dalam arti seni yang kurang bermutu menurut zamannya). Persoalannya menjadi lebih rumit ketika dalam suatu tempat dan zaman sebuah masyarakat terbagi-bagi menjadi berbagai kelompok nilai dasar (menurut ideologi sosialnya). Apa yang dihargai oleh suatu kelompok sebagai bernilai tinggi, oleh kelompok lain justru dianggap tak berharga. Begitu pula dalam soal nilai seni. Ada benda seni yang dalam suatu kelompok sosial disanjung sebagai bernilai seni, oleh kelompok lain diabaikan saja, dianggap bukan termasuk bagian dari keseniannya. Persoalan konteks dalam seni adalah persoalan anutan nilai-nilai dasar kelompok dalam suatu masyarakat. Begitulah beberapa aspek persoalan yang biasanya diperdebatkan dalam upaya memahami apakah hakikat seni itu. Persoalan seni ternyata melibatkan berbagai pokok tinjauan yang satu sama lain amat bertalian. Persoalan benda seni akan melibatkan pembicaraan tentang nilai-nilai

dan pengalaman seni yang diperoleh, sedangkan persoalan nilai-nilai akan berkaitan dengan publik seni dan konteks sosial-budaya. Semuanya itu memperlihatkan bahwa persoalan seni bukanlah persoalan yang mudah dijawab. Sama sulitnya ketika orang mempertanyakan: Apakah hidup itu? Apakah keadilan itu? Apakah kebaikan itu? Apakah kebenaran itu? Tetapi toh orang perlu landasan untuk berdebat, dan itu diusahakan lewat filsafat seni. sumber: Filsafat Seni , Jakob Sumardjo

FILSAFAT ETIKA
Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.[rujukan?] Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.[rujukan?] Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita.[rujukan?] Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain.[1] Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.[rujukan?] Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika.[rujukan?] Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi.[rujukan?] Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia.[rujukan?] Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.[2] Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).[rujukan?] atau filsafat moral, membahas tentang bagaimana seharusnya manusia bertindak dan mempertanyakan bagaimana kebenaran dari dasar tindakan itu dapat diketahui. Beberapa topik yang dibahas di sini adalah soal kebaikan, kebenaran, tanggung jawab, suara hati, dan sebagainya.

FILSAFAT TEKNOLOGI
Dalam memasuki Era Industrialisasi, pencapaiannya sangat ditentukan oleh penguasaan teknologi karena teknologi adalah mesin penggerak pertumbuhan melalui industri.[1] Oleh sebab itu, tepat momentumnya jika kita merenungkan masalah teknologi, menginventarisasi yang kita miliki, memperkirakan apa yang ingin kita capai dan bagaimana caranya memperoleh teknologi yang kita perlukan itu, serta mengamati betapa besar dampaknya terhadap transformasi budaya kita.[1]

Sebagian dari kita beranggapan teknologi adalah barang atau sesuatu yang baru.[2] padahal, kalau kita membaca sejarah, teknologi itu telah berumur sangat panjang dan merupakan suatu gejala kontemporer.[2] Setiap zaman memiliki teknologinya sendiri.[2]

You might also like