You are on page 1of 32

DESAIN ACAK SEMPURNA

1. Pendahuluan
Pada bagian ini akan ditinjau macam-macam eksperimen diman kita hanya
mempunyai sebuah faktor yang nilainya berubah-ubah. Eksperimen demikian disebut
eksperimen faktor tunggal. Faktor yang diperhatikan dapat memiliki sejumlah taraf
dengan nilai yang bisa kuantitatif,kualitatif,bersifat tetap ataupun bersifat acak.
Pengacakan mengenai eksperimen tidak ada pembatasan, dan dalam hal demikian kita
peroleh desain yang diacak secara sempurna atau secara singkat kita sebut saja desain
acak sempurna (DAS). Jadi desain acak sempurna adalah desain dimana perlakuan
dikenakan sepenuhnya secara acak kepada unit-unit eksperimen, atau sebaliknya.
Dengan demikian tidak terdapat batasan terhadap pengacakan seperti misalnya dengan
adanya pemblokan dan pengalokasian perlakuan terhadap unit-unit eksperimen.
Karena bentuknya sederhana, maka desain ini banyak digunakan. Akan tetapi
satu hal yang harus diingat, bahwa desain ini hanya dapat digunakan apabila persoalan
yang akan dibahas mempunyai unit-unit eksperimen yang bersifaat homogen. Jika hal
ini tidak terjadi, maka pemblokan harus diadakan agar efisiensi desain menjadi
meningkat.
Contoh :
Misalkan kita ingin menguji hipotesis bahwa tidak terdapat perbedaan
mengenai efek empat macam pupuk terhadap hasil panen jagung. Selanjutnya
dimisalkan bahwa semuanya tersedia 20 bidang (kotakan) tanah untuk melakukan
percobaan (dikatakan bahwa tersedia 20 kotak eksperimen). Untuk ini, pupuk
merupakan faktor dengan empat taraf dan hanya satu-satunya faktor yang
dipertimbangkan. Jadi kita berhadapan dengan eksperimen faktor tunggal. Agar
supaya diperoleh desain acak sempurna, maka pupuk harus digunakan secara acak
terhadap kotakan eksperimen. Caranya ialah dengan jalan memberi nomor 1,2,...,20
kepada kotakan eksperimen. Selanjutnya buat gulungan-gulungan kertas kecil
berwarna merah untuk menyatakan macam pupuk A, hijau untuk pupuk B, kuning
untuk pupuk C dan biru menyatakan pupuk D. Tempatkan kertas-kertas ini kedalam
sebuah kotak lalu diaduk. Orang yang matanya ditutup disuruh mengambil satu
gulungan setiap kali. Gulungan yang pertama kali diambil menyatakan macam pupuk
yang harus digunakan untuk kotakan ekasperimen No.1, gulungan yang diambil kedua
kalinya menyatakan macam pupuk yang harus digunakan untuk kotakan eksperimen
No.2, dan begitu seterusnya.
2. Analisi Varians untuk Desain Acak Sempurna
Untuk analisis data yang diperoleh berdasarkan desain eksperimen, khususnya
desain eksperimen sempurna, akan ditinjau desain dengan sebuah observasi tiap unit
eksperimen. Misalkan ada k buah perlakuan dimana terdapat n i unit eksperimen untuk
perlakuan ke i (i=1,2,...,k). Jika data pengamatan dinyatakan dengan Y ij (i=1,2,...,k)
dan (j=1,2,...,n i), Y ij berarti nilai pengamatan dari unit eksperimen ke j karena
perlakuan ke i, maka untuk keperluan analisisnya, data tersebut sebaiknya disusun
seperti dalam Tabel 1.
Dari tabel 1 ini kemudian dihitung besaran-besaran yang diperlukan ialah :
ni
Jumlah nilai pengamatan untuk tiap perlakuan Ji = Y ij
j
1

k
Jumlah seluruh nilai pengamatan J= J i
i
1

Rata-rata pengamatan untuk tiap perlakuan Yi J i


ni

J
Rata-rata seluruh nilai pengamatan Y  k

n
i
1
i

Harga-harga ini dapat dilihat pada daftar 1 berikut.


Daftar 1
Data Pengamatan untuk Desain Acak Sempurna
(Tiap Perlakuan berisi ni Pengamatan)
Perlakuan
Jumlah
1 2 ... k
Data Pengamatan Y11 Y21 ... Yk1
Y12 Y22 ... Yk2
... ... ... ...
... Y2n ... ...
Y1n Ykn
k
Jumlah J1 J2 Jk J J i
i
1

k
Banyak Pengamatan n1 n2 nk n
i
1
i

k
Rata-rata Y1 Y2 Yk Y J n i
i
1

Selanjutnya diperlakukan

Y 2
= jumlah kuadrat-kuadrat (JK) semua nilai pengamatan
k ni
= Y 2
ij
i1 j
1

Ry = Jumlah kuadrat-kuadarat ( JK) untuk rata-rata.


k
= J2/ n
i1
i

Py = jumlah kuadrat-kuadarat (JK) atau perlakuan


k
= n (Y Y )
i i
2

i1

k
= ( J i
2
/ ni ) Ry
i1

Ey = jumlah kuadrat-kuadrat (JK) kekeliruan eksperimen


2


Y Y 
k
= ij i
i1
= Y 2 R y Py

Setelah harga-harga dimuka diperoleh, maka disusunlah sebuah daftar analisis


varians disingkat ANAVA, seperti dapat dilihat dalam daftar 2.

Daftar 2
Daftar ANAVA untuk Data dalam Daftar 2
Derajat Kebebasan Jumlah Kuadrat- Kuadrat Tengah
Sumber Variasi
(dk) kuadrat (JK) (KT)
Rata-rata 1 Ry R = Ry
Antar Perlakuan k-1 Py P = Py/(k-1)
Kekeliruan k
Ey E E y / (ni 1)
n i 1
Eksperimen (Dalam i
1

Perlakuan)
k
Jumlah/Total n
i
1
i Y 2

Tampak bahwa dalam daftar ANAVA itu adaempat sumber variasi, ialah rata-
rata, antar perlakuan, dalam perlakuan atau kekeliruan eksperimen, dan total. Tiap
sumber variasi memiliki derajat kebebasan (dk) yang besarnya 1 untuk rata-rata, (k-1)
untuk antar perlakuan, (n i )
1 untuk dalam perlakuan dan n untuk total. Jika JK
i

tiap sumber variasi dibagi oleh dk (derajat kebebasan) masing-masing, diperoleh


kuadrat tengah (KT) untuk sumber itu.
Apabila banyak pengamatan untuk tiap perlakuan sama, yakni n1 = n2 =...= nk
= n, maka tentulah :
k n

Y 2 Yij 2
i k j1

Y J kn
Ry = J 2 / kn
k 2 
Ry J i 
n R y
i1 

E y Y 2 R y Py
Daftar ANAVA yang diperlukan untuk ini masih seperti dalam daftar 2 hanya
bedanya ialah mengganti :
k k

ni oleh kn dan


i
1
n 1oleh k(n-1).
i
1
i

Apa yang harus dikerjakan selanjutnya setelah data pengamatan terkumpul dan
disusun seperti dalam daftar-daftar dimuka. Dari data hasil pengamatan dan daftar
ANAVA yang diperoleh daripadanya, kita bermaksud untuk mendapatkan
kesimpulan, khususnya mengenai efek-efek perlakuan. Akan tetapi, sebelum hal ini
dilakukan, beberapa asumsi perlu diambil agar supaya pengujian statistik yang akan
diambil menjadi berlaku. Asumsi yang bisa diambil dalam ANAVA ialah sifat aditif
dan linieritas model, normlitas, independen dan homogenitas varians. Modelnya yang
diandalkan ialah model linier bersifat aditif dengan persamaan :
Yij = + 
i + ij ......................... 1 ; (i = 1,2,...,k; j = 1,2,...,k)

Dengan
Yij = variabel yang akan dianalisis, dimisalkan berdistribusi normal.
 = rata-rata umum atau rata-rata sebenarnya.

i = efek perlakuan ke i.
ij = kekeliruan, berupa efek acak yang berasal dari unit eksperimen ke j karena
dikenai perlakuan ke i.
Sebenarnya, ij juga berisikan efek-efek lain daripada faktor-faktor tambahan. Akan
tetapi, dengan pengacakan kita dapat mengharapkan hilangnya efek-efek tersebut
terhadap hasil akhir. Juga masih dimisalkan bahwa berharga tetap dan efek ij

berdistribusi normal dan identik dengan rata-rata 0 dan varians 2 yang akan ditulis

sebagai ij DNI (0, 2 ). Mengenai 


i nya sendiri ada dua pilihan yang dapat

diambil, ialah :
k
1)  0 1 yang menggambarkan bahwa kita hanya berurusan dengan semuanya k
i
1

buah perlakuan aksperimen.


2) 1 -DNI ( 0, 2 ) yang menggambarkan bahwa kita berurusan dengan sebuah

populasi perlakuan sedangkan sebuah sampel acak perlakuan sebanyak k buah di


ambil sebagai eksperimen.
Hal pertama biasanya dinamakan ANAVA model I atau model efek tetap atau
singkatnya model tetap, sedangkan hal kedua merupakan model II atau model
komponen varians atau model efek acak atau singkatnya model acak.
Penentuan salah satu dari kedua model diatas sangat penting karena akan
menentukan berlakunya uji keberartian berdasarkan adanya KT yang diharapkan atau
ekspektasi KT disingkat EKT. Untuk model tetap, ternyata bahwa EKT bagi antar

perlakuan besarnya  + n  /( k )1


2 2
i i dan EKT untuk kekeliruan eksperimen

sama dengan 2 . Adapun untuk model acak, kedua EKT tersebut besarnya berturut-

turut sama dengan 2 + n2 dan 2 dengan n = n n / n /( k 1) .
i i
2
i

Daftar ANAVA disertai EKT untuk model tetap diberikan dalam daftar 3 pada
halaman berikut ini.
Daftar 3
Daftar ANAVA Model Tetap untuk Desain Acak Sempurna
(Satu Pengamatan Tiap Perlakuan)
Sumber variasi dk JK RJK ERJK
Rata-rata 1 Ry R -

 + n  /( k )1
2 2
Antar Perlakuan k-1 Py P i i

Kekeliruan (n )1 i


Ey E= se 2

2

Jumlah n 1 Y 2
- -

Apabila model yang terjadi merupakan model acak, maka daftar ANAVA dan
ERJK dapat dilihat seperti dalam daftar 4.
Daftar 4
ANAVA Model Acak untuk Desain Acak Sempurna
(Satu Pengamatan Tiap Perlakuan)
Sumber Variasi dk JK RJK ERJK
Rata-rata 1 Ry R -
Antar Perlakuan k-1 Py P 2 + n0 2
(n )1 i E= se 2 2
Kekeliruan Ey
Jumlah n 1 Y 2
- -
Model I (Model Tetap)
Model ini membawa kita kepada hipotesisi nol bahwa tidak terdapat
perbedaan di antara efek-efek k buah perlakuan yang tersdapat didalam eksperimen.
Hipotesis nol ini biasanya dirumuskan sebagai
Ho : 
1 = 0 untuk i = 1, 2, ..., k (tidak terdapat perbedaan)

Jika Ho benar, maka KT yang berasal dari kekelieuan eksperimen dan KT yang
berasal dari antar perlakuan, masing-masingmerupakan taksiran untuk 2.
Karena juga ij ~ DNI (0, 2), maka perbandingan yang ditentukan oleh

P KT (antar perlakuan)
(2) ... F = 
E KT ( kekeliruan eksperimen)

Akan berdistribusi F dengan dk pembilang v1 k


( 1) dan dk penyebut
v 2 ( n11) ,
Jika harga F di atas lebih besar dari F(v1 , v2) dengan  merupakana taraf
signifikan, maka hipotesis H0 akan ditolak, kesimpulannya ialah bahwa terdapat
perbedaan diantara efek k buah perlakuan.
Model II (Model Acak)
Jika Model II yang dimisalkan, maka hipotesis nol berbunyi: tidak terdapat
perbedaan diantara efek-efek semua perlakuan di dalam populasi dari mana sebuah
sampel telah diambil sebanyak k perlakuan. Perumusan hipotesis nol untuk model ini
biasa ditulis sebagai
H0 : 2 = 0
Ternyata bahwa cara pengujian untuk model ini juga sama dengan pengujian untuk
odel. Jadi ditentukan perbandingan F = P/E dengan distribusi dan daerah penolakan
hipotesis nol seperti dalam model tetap.
Perbedaannya terletak pada kesimpulan yang dibuat , yang pertama hanya
berlaku untuk k buah perlakuan yang terdapat dalam eksperimen, sedangkan yang
terakhir ini berlaku untuk populasi perlakuan berdasarkan sebuah sampel terdiri dari k
buah perlakuan yang diambil dari populasi itu.

Contoh 2.
Empat macam campuran makanan diberikan kepada kambing dalam rangka
percobaan untuk meningkatkan pertambahan berat dagingnya. Untuk ini tersedia 18
ekor diantaranya 5 ekor diberi campuran makanan pertama, 5 ekor campuran kedua, 4
ekor campuran ketiga dan 4 ekor lagi campuran keempat. Pengambilan tiap ekor
kambing untuk dicoba dengan salah satu dari keempat makanan yang tersedia
dilakukan secara acak: misalnya ditempuh cara seperti dijelaskan dalam contoh 1.
Setelah percobaan selesai, pertambahan berat badannya dicatat dan dihasilkan data
sebagai berikut.

Daftar 5
Pertambahan Berat badan Kambing Setelah Percobaan Selesai
(Dalam Ons)
Campuran Makanan ke
Jumlah
1 2 3 4
Pertambahan 12 14 6 9
Berat 20 15 16 14
23 10 16 18
10 19 20 19
17 22
82 80 58 60 280
Banyak
5 5 4 4 18
Pengamatan
Rata-rata 16,4 16,0 14,5 15 15,56

Model yang berlaku untuk soal ini adalah :


Yij = + 
i + ij

Dengan Y ij = pertambahan berat kambing ke j oleh karena makanan ke i ( i =


1,2,3,4 sedangkan j =1,2,…,5 untuk i = 1,2 dan j = 1,2,3,4
untuk i = 3,4)
 = rata-rata sebenarnya (umum)
i = efek makanan ke i
ij = efek unit eksperimen (kambing) ke j yang di beri makan ke i
Tentu saja asumsi-asumsi lainya juga perlu di ambil adalah Yij berdistribusi
normal dan ij DNI ( 0, 2 )

Hipotesis yang akan diuji bergantung pada asumsi mengenai macam campuran
makanan i . Jika kita berhadapan hanya dengan 4 macam campuran itu maka kita
memiliki model I (Model Tetap) dan hipotesis nolnya terbentuk
H0 : i = ; i = 1,2,3,4 dengan i = 0,
Yang berarti tidak ada perbedaan mengenai efek keempat makanan itu
terhadap penambahan berat badan.
Akan tetapi, jika keempat macam campuran itu merupakan sample acak dari
sejumlah campuran yang lebih banyak lagi, maka kita berhadapan dengan Model II
(Model Acak) dan hipotesis nol-nya berbentuk
H0 : 2 = 0 dengan asumsi i DNI ( 0, 2 )

Yang berarti tidak ada perbedaan mengenai efek semua macam campuran
makanan dari mana 4 campuran yang dicobakan telah diambil secara acak.
Untuk eksperimen yang diberikan di atas, marilah kita tentukan saja bahwa
yang kita ingin diteliti adalah hanya keempat macam campuran: jadi kita berhadapan
dengan model tetap. Harga-harga yang diperlukan untuk ANAVA adalah
(280) 2
Ry = 4.355,56
18
2 2 2 2
My = P y 82 80 58 60 4.355,56 10,24
5 5 4 4
( M = makanan )

Y 2
122 20 2 ...,182 192 4.738

E y = 4.738 – 4.355,65 – 10.24 = 372,20


Dengan mengunakan daftar II(3) diperoleh daftar ANAVA, dibawah ini
Daftar II(6)
Daftar Anava Untuk Data Dalam Daftar II (5)
Sumber Variansi dk JK KT EKT P
Rata-rata 1 4.355,65 4.355,65 - -
Makanan 3 10,24 3,41  (M )
2

*)
0,128
Ketentuan 14 372,20 26,59 2 -

Jumlah 18 4,738 - - -

Statistik F dari rumus II (2) memberikan


F= 3.41/26.59 = 0.128
Maka untuk ini diambil taraf nyata = 0.05, maka dari daftar D (Daftar
Afendiks) untuk distribusi F = 3.34. Karena F = 0.128 lebih kecil dari 3.34 maka
hipotesis nol diterima. Ini berarti keempat macam campuran makanan itu telah
memberikan pengaruh yang sama, tepatnya tidak berbeda-beda secara nyata terhadap
penambahan berat badan kambing. Makanan manapun dari yang empat macam itu
digunakan, pengaruhnya sama saja terhadap pertambahan berat.
Dalam banyak hal, perhitungan akan lebih mudah dan sederhana apabila
terhadap nilai-nilai data dilakukan penyederhanaan., lebih-lebih jika jika hasil
pengamatan besar-besar nilanya,. Statistik F untuk keperluan pengujian hipotesis nol
tidak harganya karena penyederhanaan ini.

Contoh
Terdapat 4 waktu (pagi, siang, sore dan alam) untuk menyampaikan pelajaraqn
berhitung kepada anak-anak. Ingin diteliti apakah ada perbedaan efek waktu terhadap
hasil pengajaran. Kecuali waktu, faktor-faktor lain yang diduga akan mempengaruhi
hasil belajar, misalnya cara mengajar, situassi kelas, bahan pelajaran dn lai-lain,
dibuat sama.Dimisalkan ada 20 anak dengan dasar yang sama yang dijadikan
percobaan. Secara acak diambil 5 anak untuk setiap waktu. Pada akhir percoabaan
yang dilakukan dengan metode mengajar dan bahan yang sama, diadakan ujian.
Hasilnya dapat dilihat di bawah ini:
Daftar II (7)
Hasil Ujian Kelas Pagi, Siang, Sore Dan Malam
WAKTU
PAGI SIANG SORE MALAM
(1) (2) (3) (4)
56 60 43 41
55 59 39 43
Hasil
50 62 45 45
Ujian
61 55 46 39
64 56 45 42

Jika untuk data diatas dilakukan penyederhanaan dengan jalan mengurangi


tiap nilai data dengan 50, maka diperoleh data berikut:

Daftar II (8)
Hasil ujian kelas pagi, siang, sore dan malam
(setelah dilakukan penyederhanaan)
(1) (2) (3) (4) Jumlah
6 10 -7 -9
Hasil 5 9 -11 -7
Ujian 0 12 -5 -5
(Disederhanakan) 11 5 -4 -11
14 6 -5 -8
Jumlah 36 42 -32 -40
Banyak Pengamatan 5 5 5 5 20
Rata-rata 7,2 8,4 -6,4 -8,0 0,3

Model untuk analisis ini jelas merupakn Model I karena hanya 4 waktu itulah
yang tersedia untuk waktu pengajaran. Dengan menggunakan symbol lain sebagai
variasi, maka modelnya mempunyai persamaan
Yij = + Wi + ij : i = 1,2,3,4
j = 1,2,…5
dengan Yij = Hasil ujian anak ke j yang mengikuti kelas waktu i.
 = rata-rata umum hasil ujian
i = pengaruh waktu i
ij = kekeliruan, yang menerapkan efek acak unit eksperimen (anak0 ke j yang
mengikuti kelas waktu i
Asumsi-asumsi lainya berlaku seperti biasa ialah Yij berdistribusi normal, ij
DNI ( 0, ) dan
2
W i 0
Yang akan diuji ialah hipotesis Nol
H0 : W i = 0 untuk I = 1,2,3,4
Yang berarti tidak terdapat perbedaan pengaruh waktu memberikan
pengajaran terhadap hasil pengajaraan
Untuk melakukan pengujian H0 ini diperlukan
62
Ry = 1.8
20
36 2 42 2 ( 32) 2 (40) 2
W y = Py =    1.8 1.135,0
5 5 5 5
(W = waktu )

Y 2
62 5 2 ... (11) 2 ( 
8) 2 1.340
E y = 1.340 – 1.8 – 1.135,0 = 203,2
Daftar ANAVA untuk pengujian hipotesis nol diatas dapat dilihat pada
halaman berikut ini.
Daftar II (9)
Daftar Anava Untuk Hasil Ujian
Sumber Variasi dk JK KT EKT F
Rata-rata -
1 1,8 1,8
Waktu 3 1.135,0 378,3 c2 (W )*) 29,79
Kekeliruan 16 203,2 -12,7 c2
Juamlah 20 1.340 - - -

378,3
Dari rumus II (2) diperoleh statistic F = 29,79 . Dengan = .05 dan dk v1 =
12,7
3, v2 =16 dari daftar distribusi F di dapat F = 3,24
Ini jelas jauh lebih kecil daripada F = 29,79. Jadi Ho ditolak pada taraf 0,05 dan hasil
ujian bersifat signifikan. Pengujian juga sangat signifikan karena dengan = 0.01
didapat F = 5,29 yang masih jauh lebih kecil daripada 29,79.
Kesimpulanya adalah bahwa keempat waktu memberikan pengajaran mengakibatkan
hasil pengajaran yang sangat berlainan.
Kedua contoh diatas telah memperlihatkan bagaimana ANAVA dan
kesimpulannya dibuat untuk odelI. Sekarang marilah kita tinjau sebuah contoh untuk
Model II (Model Acak)

Contoh II (4)
Sebuah perusahaan mengirimkan banyak peti bahan baku setiap tahunnya
kepada para langganan. Seorang langganan menginginkan hasil yang tinggi yang
dapat dicapai dari bahan baku dari tiap peti ditinjau dari segi presentase bahan A yang
dapat digunakan. Ia mengambil sample acak yang berukuran 3 dari tiap peti yang
diambil secara acak pula sebanyak 5 buah untuk mengontrol kualitas pengiriman
bahan baku yang diterimanya. Hasil adanya presentase bahan A yang diperoleh
diberikan dalam daftar II (10)
Daftar II (10)
Presentase Bahan A Dalam Tiap Peti
PETI
Jumlah
1 2 3 4 5
75 72 68 79 74
Presentase
77 74 71 81 76
Bahan A
77 73 72 79 75
Jumlah 229 219 211 239 225 4.123
Banyak Pengamatan 3 3 3 3 3 15
Rata-rata 76,3 73 70,3 79,7 75 74,9

Model untuk eksperimen ini adalah Model II dengan persamaan


Yij =  + i + ij : i = 1,2,…,5
j = 1,2,3
dengan Y ij = variable yang diukur, dalam hal ini berbentuk presentase adanya bahan
A
 = rata-rata umum presentase bahan A
i = pengaruh peti ke i ( ke 5 peti telah diambil secara acak dari sejumlah
banyak peti yang dikirimkan oleh pengusaha). Di sini i DNI ( 0, 2 )

ij = kekeliruan, berupa efek acak unit ke j yang berasal dari peti ke i :
dimisalkan ij DNI ( 0, 2 )

Untukmenguji hipotesis nol


Ho ;  = 0

Seperti halnya dengan Model I, Perlu dihitung


(1.123) 2
Ry = 84.075,3
15
229 2 219 2 2112 239 2 2252
Py =     84.075,3 147,7
3 3 3 3 3

Y 2
752 77 2 ... 76 2 752 84.241

E y 84.241 84.075,3 147,7 18.0

Daftar ANAVA untuk menguji Ho adalah sebagai berikut


Daftar II (11)
Daftar Anava Untuk Data Dari Daftar II (10)
Sumber Variasi dk JK KT EKT F
Rata-rata 1 84.075,3 84.075,3 - -
Peti 4 147,7 36,9 2 32 20,5
Kekeliruan 10 18,0 1,8
2
Jumlah 15 84,241 - - -

Rumus II (2) menghasilkan statistic F = 36,9/1,8 = 20,5. Dari daftar distribusi


F didapat F0,05 (4,10) = 5,99. Jelas bahwa hasil pengujian sangat signifikan dan
karenanya hipotesis II ditolak

II.3 Uji Rata-Rata Sesudah Anava


Dalam ANAVA dengan model I telah diuji mengenai hipotesis nol bahwa
tidak terdapat perbedaan diantara k buah taraf perlakuan. Jika pengujian
menghasilakan hipotesis nol yang ditolak, berarti terdapat perbedaan yang berarti
(sangat berarti, bergantung pada  yang diambil) diantara taraf-taraf perlakuan, maka
adalah wajar akan timbul pertanyaan-pertanyaan berikut :
- Rata-rata taraf perlakuan yang mana yang berbeda
- Apakah rata-rata taraf perlakuan kesatu berbeda denga rata-rata taraf
perlakuan yang kedua, dengan rata-rata taraf perlakuan yang ketiga, dengan
rata-rata taraf perlakuan yang keempat?
- Apakah rata-rata taraf pertama dan kedua berbeda dari rata-rata taraf ketiga
dan keempat?
- Dapatkah disimpulkan rata-rata taraf kedua dua kali rata-rata taraf ketiga?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan demikian, bergantung pada kapan
pemilihan perbandingan atau kontras seperti diatas ditentukan, apakah sebelum
eksperimen dilakuan atau sesudah data dikumpulkan.

A. Kontras Ortogonal
Jika perbandingan atau kontras mengenai rata-rata perlakuan telah
direncanakan terlebih dahulu sebelum eksperimen dilakukan, maka dengan hati-hati
kontras dapat dipilih dimana banyak kontras tidak boleh melebihi banyak derajad
kebebasan (dk) untuk rata-rata perlakuan. Metode yang biasa digunakan dalam hal ini
disebut metode kontras orthogonal.
Definisi ; Kontras Cp untuk kombinasi linear beberapa jumlah perlakuan i i =

1,2,…,k (pengamatan untuk tiap perlakuan sama banyak ialah sama


dengan n) didefinisikan sebagai
Cp ip 1 2 p 2 ... kp k

dengan 1 p 2 p ... kp = 0

Contoh II (5)
Untuk membandingkan perlakuan kesatu dan perlakuan kedua misalnya,
kita dapat membentuk kontras C 1 berbentuk Ci = J1-J2. Kita lihat bahwa
koefisien J 1 sama dengan +1 sedangkan koefisien J2 sama dengan -1. Jadi
=
1i +1 dan 2i = -1 sehingga +
1i 2 i = +1-1= 0. Kontras C 1 seperti diatas

seperti dipakai untuk menyelidiki apakah rata-rata [erlakuan kesatu


samapengaruhnya dengan rata-rata perlakuan kedua. Jika yang akan
dibandingkan mengenai perlakuan kesatu dan kedua terhadap perlakuan
ketiga misalnya, kita dapat mengambil kontras C 2 = J 1+J2 – 2J3. Nampak
disini bahwa 
12 = +1 , 22 = +1 dan 32 = -2, Sehingga C12 + C22 + C23 =

1+1-2 =0.Kontras demikian dapat dipakai untuk menyelidiki apakah rata-


rata perlakuan kesatu dan kedua pengaruhnya sama dengan dua kali rata-
rata perlakuan ketiga.
Definisi : Dua kontras C p dan Cq dikatakan membentuk kontras orthogonal jika
Cp = c 1 p J1 + c 2 p J2 + …+ c kp Jk dan

Cq = c 1q J1 + c 2 q J2 + …+ c kq Jk
k
Memenuhi syarat c
i1
c 0
ip iq

Untuk tiap perlakuan yang mengandung n buah pengamatan.

Contoh II (6)
Kita ambil contoh II (3) dalam bagian II.2. Soal ini mempunyai 4 perlakuan ialah
pagi, siang, sore dan malam; jadi perlakuan mempunyai dk = 3. Karenanya kita
dapat membentuk kumpulan kontras paling banyak terdiri dari 3 buah, salah satu
diantaranya adalah
C1 = J1 - J4
C2 = J2 – J3
C3 = J1 - J2 – J3 + J 4
Mudah dilihat bahwa C1 , C2 dan C3 masing-masing merupakan sebuah kontras,
karena jumlah koefisien untuk Ci (i = 1,2,3) masing-masing sama dengan nol
Kontras C 1 membandingkan antara perlakuan kesatu dengan keempat, Kontras C2
antara perlakuan kedua dan ketiga sedangakan C3 membandingkan antara rata-
rata perlakuan kesatu fan keempat dengan rata-rata perlakuan kedua dan ketiga.
Untuk melihat apakah C 1, C2 dan C3 membentuk kontras orthogonal, kita susun
daftar kontras sebagai berikut.
Jumlah hasil kali koefisien-koefisien C1 dan C2 adalah (+1)(0) + (0)(+1) + (0)(1) +
(1)(0) = 0.
Jadi C 1 dan C2 merupakan kontras-kontras orthogonal. Demikian pula kioefisien-
koefisien C1 dan C 3 besarnya 0, karena (+1)(+1) + (0)(-1) + (0)(-1) – (-1)(+1) = 0.
Jadi C1 dan C3 membentuk kontras –kontras orthogonal. Akhirnya kita lihat
jumlah hasil kali koefisien-koefisien C2 dan C 3.
Besarnya = (0)(+1) + (+10(-1) + (-1)(-1) + (0)(+1) = 0.
Ternyata C 2 dan C3 merupakan dua kontras orthogonal.
Dengan demikian C 1, C2 dan C3 ketiga-tiganya membentuk kumpulan kontras
orthogonal.

Bagaimana kontras-kontras orthogonal ini dapat dipakai untuk


membandingkan antara penagruh perlakuan yang satu dengan yang lainya? Untuk ini
perlu ditentukan jumlah kuadrat-kuadrat kontras disingkat JK (Cp), decngan rumus

2
Cp
II (3) … JK (C p) =
n cip2

Selanjutnya, tentukan kuadrat tengah kontras KT (Cp) dengan jalan membagi JK (Cp)
oleh dk kontras yang besarnya satu. Kemudian bandingkan KT (Cp) ini dengan KT
(kekeliruan) yang mempunya dk = k (n-1) untuk memperoleh statistic.

KT (Cp)
II (4) … F (C p) =
KT (kekeliruan)

Statistik ini dipakai untuk menguji hipotesis nol

Ho : Cp = 0
Dan tolak H 0 jika statistik F ( Cp ) dari rumus II ( 4 ) lebih dari harga F yang didapat
dari daftar distribusi F dalam Apendiks untuk α= tarafsigjifikan yang dipilih dengan
dk pembilang dan dk penyebut k ( n-1 ).

Contoh II ( 7 )
Marilah kita gunakan pengujian kontras di atas ke dalam contoh II ( 3 ) bagian
II
( 2 ). Di situ telah didapat bahwa terdapat perbedaan yang berarti di antara
hasil rata-rata ke 4 waktu ( perlakuan ) memberikan pengajaran. Sekarang
akan diuji kumpulan kontras seperti telah diberikan dalam contoh II ( 6 ) di
atas, yaitu :
C1 = J1 - J4
C2 = J2 – J3
C3 = J1 – J2 - J3 + J 4
Kita dapatkan hipotesis nol
H01 : C1 = 0 atau ekivalen dengan H01 : w1 = w4, membandingkan efek waktu
pagi dengan efek malam.
H02 : C2 = 0 atau ekivalen dengan H02 : w2 = w3, membandingkan efek waktu
siang dengan efek sore.
H03 : C3 = 0 atau ekivalen dengan H03 : w1 + w 4 = w 2 + w3, membandingkan
efek waktu pagi dan malam dengan rata-rata efek siang dan sore.

Dengan mengambil harga-harga yang tercantum dalam Daftar II (8) yakni J1 =


36 dengan koefisien +1, J 2 = 42 dengan koefisien +1 dan J 3 = -32 dengan
koeisien -1, J4 = -40 dengan koefisien -1 dan n = 5, dan dengan menggunakan
Rumus II (3) diperoleh

JK (C1 ) 
36 ( 40) 577,6
2


5 (1) ( 1)
2 2

42 (32) 2

JK (C 2 )  547,6

5 ( 1) 2 (1) 2 
36 42 ( 32) (40) 2

JK (C 3 )  9,8

5 (1) 2 ( 1) 2 (1) 2 (1) 2
Dari Daftar II (9) telah diperoleh KT (kekeliruan) = 12,7 dengan dk 16. Rumus
II(4) memberikan
F (C 1) = 577,6/12,7 = 45,48
F (C 2) = 547,6/12,7 = 43,12
F (C 3) = 9,8/12,7 = 0,77
Apabila α= 0,05 maka dari daftar distribusi F didapat F0,05(1,16) = 4,49. Kita
lihat bahwa H 01dan H02 ditolak sedangkan H05 diterima.

Kesimpulan : terdapat perbedaan yang berarti antara hasil pengajaran yang


diberikan pagi dan malam, antara siang dan sore, sedangkan
antara rata-rata hasil pagi dan malam dengan rata-rata hasil
siang dan sore tidak terdapat perbedaan yang berarti.

Metoda kontras ortogonal banyak digunakan dalam analisis desain


eksperimen. Untuk banyak pengamatan dalam tiap perlakuan masing-masing
sama dengan n, caranya telah diberikan di atas. Jika tiap perlakuan berukuran
berlainan, yakni perlakuan ke i berisikan pengamatan sebanyak n 1.i =
1,2,…….,k, maka kontras Cp diidentifikasikan sebagai
Cp = c1p J1 + c2p J2 + … + ckp Jk
Dengan n 1c1p + n2c2p + … + n k ckp = 0
Selanjutnya untuk kontras ortogonal didefinisikan sebagai berikut
Dua kontras C p dan Cq ortogonal apabila
k

n 1 cip c iq 0
i
1

Untuk pengujian kontras ini digunakan jumlah kuadrat-kuadrat kontras JK (


Cp ) dengan rumus :
C 2p
II (5) … JK (C p) =
n i c ip2

Sedangkan cara melakukan pengujiannya sama seperti telah dijelaskan di


muka.

B. Pengujian Rata-rata Sesudah Eksperimen


Metoda kontras ortogonal untuk menyelidiki perbandingan antara rata-rata
perlakuan digunakan apabila penentuan ingin mengadakan perbandingan tersebut
diambil sebelum eksperimen dilakukan. Perbandingannya dapat dipilih seperti telah
diuraikan dan ini tidak akan menganggu risiko αdari ANAVA. Akan tetapi, jika
penyelidikan perbandingan antara perlakuan ditentukan sesudah data diperiksa, jadi
pengujian atas ANAVA dilakukan, maka αakan berubah. Ini dikarenakan bahwa
penentuan yang diambil tidak secara acak melainkan berdasarkan hasil yang telah
dicapai. Meskipun demikian, perbandingan antara perlakuan masih dapat dilakukan
dengan metoda-metoda khusus, diantaranya :
a). uji rentang Newman-Keuls
b). uji Scheffe.
Bagaimana kedua cara ini dilakukan, akan dijelaskan di bawah ini.
a). Uji Rentang Newman-Keuls
Langkah-langkah utama untuk melakukan uji Newman-Keuls ini adalah :
1) Susun k buah rata-rata perlakuan menurut urutan nilainya, dari yang paling kecil
sampai ke yang besar.
2) Dari daftar ANAVA, ambil harga KT (kekeliruan) disertai dk-nya.
3) Hitung kekeliruan baku rata-rata untuk tiap perlakuan dengan rumus

KT (kekeliruan)
II (6) …. s  
Yi ni
4) Tentukan taraf signifikan α, lalu gunakan daftar Rentang Student yang tercantum
pada Apendiks, Daftar E. Daftar ini mengandung dk = p dalam kolom kiri dan p
dalam baris atas. Untuk uji Newman-Keuls, diambil p = dk untuk KT (kekeliruan)
dan p = 2,3, …, k. Harga-harga yang didapat untk KT dan p dari badan daftar
sebanyak (k-1) buah, supaya tercatat.
5) Kalikan harga-harga yang didapat di titik 4) itu masing-masing dengan s  .
Yi

Dengan jalan demikian diperoleh apa yang dinamakan rentang signifikansi


terkecil (RST).
6) Bandingkan selisih rata-rata terbesar dan rata-rata terkecil dengan RST untuk p = k,
selisih rata-rata terbesar dan rata-rata terkecil dengan RST untuk p = (k-1), dan
seterusnya. Demikian pula kita bandingkan selisih rata-rata terbesar kedua dan
rata-rata terkecil dengan RST untuk p = (k-1), selisih rata-rata terbesar kedua dan
rata-rata terkecil kedua dengan RST untuk p = (k-2), dan seterusnya. Dengan jalan
begini semuanya akan ada dk (k-1) pasangan yang harus dibandingkan. Jika
selisih-selisih yang didapat lebih besar dari pada RST nya masing-masing, maka
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang berarti diantara rata-rata perlakuan.
Untuk menjelaskan hal yang diuraikan di atas, marilah kita perhatikan contoh
berikut.
Contoh II (8)
Kita selidiki mengenai rata-rata pengaruh waktu memberikan pengajaran yang
datanya diberikan dalam Daftar II (7). Supaya lebih mudah kita ambil data yang
disederhanakan seperti dalam Daftar II (8) dengan daftar ANAVA yang tertera
dalam Daftar II (9).
Dari Daftar II (8) didapat rata-rata perlakuan, setelah disusun menurut langkah 1)
diperoleh
rata-rata : -8,0 ; -6,4 ; 7,2 ; 8,4
perlakuan : 4 3 1 2
Dari daftar ANAVA diperoleh KT (kekeliruan) = 12,7 dengan dk = 16.
Kekeliruan baku rata-rata untuk tiap perlakuan besarnya

12,7
s  1,59
Yi 5
Dari Daftar E dalam Apendiks, dengan p = 16 dan α= 0,05 didapat
p = 2 3 4
rentang = 3,00 3,65 4,05
Kalikan harga rentang yang diperoleh dengan 1,59 maka didapat RST untuk tiap p
sebagai berikut
P = 2 3 4
RST = 4,77 5,80 6,44
Langkah terakhir menghasilkan perbandingan antara perlakuan
2 lawan 4 → 16,4 > 6,44
2 lawan 3 → 14,8 > 5,80
2 lawan 1 → 1,2 < 4,77
1 lawan 4 → 15,2 > 5,80
1 lawan 3 → 13,6 > 4,77
3 lawan 4 → 1,6 > 4,77
Dari langkah terakhir ini kita lihat bahwa terdapat perbedaan antara perlakuan 2
dan 4, 2 dan 3, 1 dan 4, 1 dan 3; yaitu hasil mengajar siang berbeda dengan hasil
mengajar malam, hasil siang berbeda dengan hasil sore, hasil pagi berbeda dengan
hasil malam dan hasil pagi berbeda dengan hasil sore.
Perbandingan lainnya tidak memberikan perbedaan yang berarti.
b). Uji Scheffe
Uji Newman-Keuls telah digunakan untuk membandingkan pasangan rata-rata
perlakuan; jadi dengan cara ini yang dibandingkan setiap dua hasil perlakuan. Sering
dikehendaki untuk mengadakan perbandingan tidak saja berbentuk berpasangan,
melainkan merupakan kombinasi linear dari perlakuan, khususnya bentuk kontras. Uji
scheffe memungkinkan untuk melakukan hal ini, meskipun kontrasnya tidak perlu
ortogonal. Karena kombinasi lebih umum daripada perbandingan berpasangan, maka
akibatnya Uji Scheffe umum daripada Uji Newman-Keuls.
Langka-langkah yang ditempuh untuk menggunakan Uji Scheffe adalah
sebagai berikut.
1) Susunlah kontras C p yang diinginkan lalu hitung harganya.
2) Dengan mengambil taraf signifikan α, derajat kebebasan pembilang v1 = (k-1) dan
penyebut v 2 = (ni k ), untuk ANAVA supaya dihitung nilai kritis Fα(v1,v2) .

3) Hitung besaran A = (k 1) F dengan F yang didapat dari langkah 2) di atas.


4) Hitung kekeliruan baku tiap kontras yang akan diuji, dengan rumus

s(C p )  KT (kekeliruan ) x n
2
i c ip

5) Jika harga kontras Cp lebih besar daripada A x s(Cp), maka hasil pengujian
dinyatakan signifikan. Atau , jika C p > A x s(Cp) maka kita tolak hipotesis nol
bahwa kontras antara rata-rata sama dengan nol.
Langkah – langkah di atas akan jelas kiranya apabila diperhatikan contoh berikut.

Contoh II (9)
Misalkan untuk data dala Daftar II (8) kita bermaksud untuk membandingkan rata-
rata efek perlakuan kesatu dan rata-rata efek perlakuan kedua, dan
membandingkan efek perlakuan kesatu dengan rata-rata efek perlakuan lainnya.
Kontrasnya untuk kedua hal ini adalah
C1 = J1 – J2
C2 = 3J1 – J2 – J3 – J4
Nampak bahwa C 1 dan C 2 ortogonal. Untuk menguji kedua kontras di atas dengan
uji Scheffe, menurut langkah-langkah di muka, menggunakan J1 = 36 dengan
koefisien +1, J 2 = 42 dengan koefisien -1, J3 dengan koefisien -1, J4 = -40 dengan
koefisien -1 diperoleh
C1 = 36 – 42 = -6
C2 = 3(36) -42 – (-32) – (-40) = 138
Dari daftar ANAVA, Daftar II (9), didapat v1 = 3, v2 = 16, KT (kekeliruan) = 12,7
dan untuk α= 0,05, dari Daftar D dalam Lampiran, diperoleh F = 3,24.
Sekarang kita hitung

A= 3(3, 24) 3,12

dan s(C1 )  (12,7)


5(1) 2 5(1) 2 11,27


s(C 2 )  (12,7) 5(3) 5(1) 5(1) 5(1)
2 2 2 2

27,60
Untuk C1, didapat A x s(C 1) = 35,16 dan karena I C1 I = 6 < 35,16 maka kontras
C1 tidak signifikan. Antara efek perlakuan kesatu dan efek perlakuan kedua tidak
berbeda secara berarti. Ini cocok dengan hasil berdasarkan uji Newman-Keuls.
Untuk C 2, didapat A x s(C2) = 86,11 dan karena I C2 I = 138 > 86,11 maka uji
terhadap kontras C2 bersifat signifikan. Ini menyatakan adanya perbedaan yang
nyata antara efek perlakuan pertama denga rata-rata efek perlakuan lainnya.

II.4 BATAS-BATAS KONFIDEN UNTUK RATA-RATA


Kita ambil model I yang terdiri dari k buah perlakuan. Data sampel untuk
model ini dapat dilihat dalam Daftar II (1) dengan rata-rata perlakuan ke- i sama

dengan Yi ( i = 1,2, … ,k). Sampel ke- i diambil dari populasi dengan rata-rata sama

dengan μi ( i = 1,2 … , k). Pertanyaan yang timbul setelah ANAVA dilakukan ialah
menaksir rata-rata μi dan menentukan interval konfiden (1-α) 100% untuk rata-rata μi.

Cukup jelas hendaknya bahwa titik taksiran untuk μi ialah Y i .
Untuk menentukan interval taksiran parameter μi diperlukan kekeliruan baku
rata-rata perlakuan ke- i yang dihitung dengan Rumus II (6), yang untuk E = KT
(kekeliruan) dapat dituliskan pula sebagai

II (7) … s   E / ni
Yi

Interval konfiden (1-α) 100% untuk μ1 dihitung denga menggunakan


 
II (8) … Y t 1 1 2  E / n1 i Y i t i 1 2  E / ni

Dengan t1-1/2 αdidapat dari daftar distribusi Student (Daftar B, dalam Apendiks)
dengan dk untuk sumber variasi kekeliruan.

Contoh II (10)
Marilah kita hitung interval konfiden 95% untuk rata-rata perlakuan μ1 dari hasil
ANAVA dalam daftar II (9) menghasilkan
s   En1  12,7 / 5 1,59
Yi

Dari daftar distribusi Student dengan dk = 16 didapat harga t 0,9750 = 2,120



sehingga interval konfiden untuk μ1 dengan Y i 7,2 adalah
7,2- (2,12)(1,59) < μ1 < 7,2 + ( 2,12)(1,59)
Atau 3,83 < μ1 < 10,57
Karena harga-harga ini didapat dari data dengan penyederhanan (dikurangi 50)
maka harga sebenarnya harus ditambah 50.
Hasilnya 53,83 < μ1 < 60,57.
Batas-batas konfiden untuk taksiran rata-rata lainnya dapat ditentukan dengan cara
yang sama.

5. KOMPONEN VARIANS
Dalam contoh-contoh telah kita lihat bagaimana pengujian rata-rata efek tiap
perlakuan dilakukan dengan jalan menggunakan ANAVA. Demikian pula cara-cara
pengujian dengan menggunakan kontras ortogonal dan penentuan interval konfiden
untuk rata-rata efek perlakuan. Langka-langkah tersebut dilakukan terhadap analisis
pengaruh perlakuan berdasarkan model tetap.
Untuk model acak atau Model II, biasanya peneliti tidak tertarik pada
pengujian seperti di muka, melainkan pada teksiran komponen varians.
Perhatikan Daftar II (4), daftar ANAVA untuk model acak dengan Persamaan
II (1). Di situ tampak bahwa EKT untuk kekeliruan hanya berisikan sebuah komponen
varians ialah oe 2. hal ini memang demikian oleh karena hanyalah faktor eij yang
menyebabkan atau menghasilkan variasi diantara unit-unit eksprimen. Akan tetapi,
EKT untuk perlakuan ternyata berisikan dua komponen varians ialah oe 2 dan o T2 .
Karena JK untuk perlakuan melukiskan variasi antara rata-rata semua pengamatan
yang dicatat untuk tiap perlakuan dan karena rata-rata tersebut akan bervariasi
disebabkan oleh adanya variasi antara perlakuan dan variasi antara unit-unit
eksprimen dalam perlakuan, maka EKT untuk perlakuan berisikan kedua komponen
varians tersebut di atas. Dengan demikian, pada model acak, kita dapat menghitung
berapa besar varians didalam eksprimen dapat dianggap sebagai akibat adanya
perbedaan rata-rata perlakuan dan berapa besar disebabkan oleh karena kekeliruan
acak sekita rata-rata tersebut. Untuk menaksir varians 0e 2 dan 0 T2 digunakan taksiran
takbiasnya masing-masing. Ternyata bahwa taksiran takbias untuk 0e 2 ialah s e2 = E.
Selanjutnya apabila taksiran takbias untuk 0T 2 dinyatakan dengan sT 2, maka ternyata
bahwa taksiran takbias untuk (0e 2 + no0T 2) adalah (se2 + nosT2).
Deri daftar ANAVA, Daftar II (4), harga s T2 dapat dihitung apabila diambil
(se 2 + nosT2) = P dengan s e 2 = E dan
no = ( ni ni / ni ) /( k 1).
2

Contoh II (11)
Perhatikanlah Contoh II (4), Bagian II.2, yang datanya tercantum dalam Daftar II
(10) dengan daftar ANAVA dalam Daftar II (11). Dari uraian di muka kita
dapatkan bahwa taksiran takbias untuk 0 e2 adalah s e2 = 1,8 sedangkan untuk (0e 2 +
3 0T 2) ialah (se2 +3 sT2) = 36,9. mensubtitusikan harga s e2 = 11,7. Karena varians
untuk keseluruhannya = s2 = (se 2 + sT 2), maka s2 = 13,5. Dari I I didapat
(11,7/13,5) x 100% = 86,67% dari varians keseluruhan yang dapat dianggap
sebagai akibat perbedaan antara kelompok dan hanya 13,33 % disebabkan oleh
adanya kekeliruan dalam kelompok.
Dalam desain yang lebih rumit nanti, akan ternyata bahwa penentuan harga-
harga komponen varians sangat penting untuk menentukan efisiensi desain. Untuk hal
ini, disini akan diambil definisi tentang efisiensi sebuah desain berdasarkan varians
i
rata-rata perlakuan s2 Y i , yaitu
Kita katakan bahwa desain pertama lebih efisien daripada desain kedua apabila
s2Yi desain pertama lebih kecil daripada s 2Yi desain kedua.
Jika varians rata-rata perlakuan dari kedua desain dibandingkan dan dinyatakan
dalam persen, maka diperoleh efisiensi relatif, disingkat ER. Jadi

s 2 Y (desainII )
II (9) …ER (desain I terhadap desain III) = x100%
s 2 Yi (desainI )
Contoh II (12)
Untuk penjelasan, marilah kita lihat hal ini untuk desain yang datanya diberikan
dalam Daftar II (10).
Telah ditaksir harga s e2 = 1,8.
Menurut Rumus II (6) dengan ukuran sampel sebesar 3, didapat
S2Yi = s e2/ni = 1,8/3 = 0,6.
Apabila taksiran komponen Varians s e 2 untuk soal ini praktis tetap harganya 1,8
dan sampel dari tiap kelompok diambil 5, maka untuk desain baru ini diperoleh
2
s 1,8 / 5 0,36 . Tampak bahwa desain yang baru ( dengan sampel berukuran
Yi
5 ) lebih efisien daripada desain lama ( dengan sampel berukuran 3 ). Hal ini juga
dapat dilihat dari efisiensi relatifnya, yakni ER ( desain baru terhadap desain lama
) = (0,6/0,36)x 100%=1677

6. SUB SAMPLING DALAM DESAIN ACAK SEMPURNA


Sering terjadibahwa pengamatan tidak dilakukan terhadap setiap unit
eksperimen secara keseluruhan melainkan hanya terhadap sebagian tertentu saja dari
unit eksperimen. Jika pengamatan demikian dilakukan terhadap variabel atau
karakteristik yang sama maka prosesnya dinamakan subsamplingdan yang diperoleh
adalah unit eksperimen.

Contoh :
Suatu eksperimen dilakukan untuk mengetahui efek 5 macam pupuk terhadap
hasil panen padi. Tersedia 30 petak tanah (unit eksperimen) yang homogen dan secara
acak 6 petak di pupuk dengan salah satu dari macam pupuk itu . pada waktu
penaksiran hasil panen, ternyata tidak cukupwaktu tersedia untuk memeotong
hasilnya secara menyeluruh, melainkan hanyalah dilakukan terhadap beberapa bagian
kecil (subpetak) dari tiap petak eksperimen. Dengan demikian secara acak perlu
diambil beberapa subpetak dan pengamatan dilakukan terhadap subpetak tersebut.
Maka subpetak-subpetak merupakan sampel unit dalam unit eksperimen.

Sub petak
(bag. hitam) Unit eksperimen
(petak)

Mudah dimengerti kiranya bahwa dengan adanya subsampling maka analisisnya akan
berubah dan tidak sama seperti apabila pengamatan dilakukan terhadap keseluruhan
tiap petak (unit eksperimen). Demikian pula modelnya tidak lagi seperti dalam rumus
II (1) melainkan sekarang menjadi :
II (10)...Yijh i c ij ijh

Dengan :
i = 1,2,…,k
j = 1,2,…,n
h = 1,2,…,m

Yijh = variabel respon yang sedang diukur

 = rata-rata umum
i = efek perlakuan ke i

cij = efek unit eksperimen ke j karena perlakuan i

ijh = efek sampel ke h yang diambil dari unit eksperimen ke I yang dikenal perlakuan

ke i
Untuk model diatas masih harus diasumsikan bahwa  berharga tetap, perlakuan i

masih perlu dikhususkan lagi bergantung pada apakah model itu model tetap taukah
model acak.
Dalam model diatas, unit eksperimen untuk setiap perlakuan telah diambil
sama banyak, yakni sama dengan n dan sampel dari tiap unit eksperimen juga sama
banyak ialah m. hal ini merupakan yang paling banyak disukai untuk dipakai oleh
karena dalm hal inilah uji eksak mengenai perngaruh perlakuan dapat dilakukan.
Dalam hal lainnya, yakni apabila unit eksperimen dalam tiap perlakuan dan sampel
dari tiap unit eksperimen masing-masing berlainan banyaknya, maka tidak dapat teruji
eksak dan yang ada hanyalah uji pendekatan. Karenanya disini hanya akan ditinjau hal
yang pertama dimana uji eksak dapat dilakukan.
Untuk keperluan analisis dengan model seperti dalam persamaan II (10), maka
harus dihitung jumlah kuadrat-kuadrat (JK)
k n m

Y 2    Yijh2 , denagn dk = knm


i1 j
1 h
1

Ry = j2 / knm, dengan dk = 1
k


2
Py = J i / nm - Ry, dengan dk = (k-1)
i1
k n
Ey =  Ei1 j
1
2
ij / m R y P y , dengan dk = k (n-1)

Sy = Y 2
R y Py E y , dengan dk = kn (m-1)
m
Dengan E ij = Y ijh
h
1

n
Ji = E
j 1
ij

k
J =  Jii
1

Tentu saja didapatka 3 macam rata-rata ialah

Yij E ij / m : Y1 J i / nm : danY J / knm .

Daftar ANAVA untuk desain ini, dengan model tetap, tercantum dalam daftar II (12)

DAFTAR 12
DAFTAR ANAVA UNTUK DESAIN ACAK SEMPURNA DENGAN
SUBSAMPLING
(MODEL TETAP)
Sumber Variasi dk JK KT EKT
Rata-rata 1 Ry R
k
perlakuan k-1 Py P 2 m2 nmi2 /( k 1)
i1

Kekeliruan eksperimen K (n-1) Ey E 2 m2

Kekeliruan sampling Kn (m-1) Sy S 2

jumlah knm Y 2
- -

Untuk menguji hipotesis nol


H0 : i = 0 dengan I = 1,2,…,k
Yang menyatakan tidak ada perbedaan pengaruh diantara perlakuan statistik F= P/E
harus dihitung dan selanjutnya di bandingkan dengan harga F dari daftar distribusi F
dengan dk v1= k-1, v2 = k (n-1) dan taraf signifikan  yang dipilih. Kita tolah H 0 jika
F=P/E lebihbesar dari pada F dari daftar.
Contoh :
Kita lanjutkan contoh II (13) misalkan pada waktu penaksiran hasil panen
telah dilakukan subsampling dan secara acak telah diambil 3 subpetak dari tiap unit
eksperimen. Denagn demikian dipeoleh 30 x 3 = 90 subpetak. Hasil tiap subpetak
dicatat seperti dalam daftar II (13).
Dari daftar II(13) dilihat bahwa k = 5, n = 6 dan m = 3 juga dari daftar itu
mudah dilihat harga-harga Eij dan Ji sedangkan jumlah hasil seluruh pengamatan j
adalah
J = 650 + 1.140 + 1.608 + 1.797 + 1.992 = 7.187
Selanjutnya dapat dihitung:

Y 2
= 572 + 462 + 282 + … + 124 2 + 1022 + 1182 = 646.285

Ry = (7.187)2/(5x x3)=573.921,88
Py = {(650)2 + (1.140)2 + (1.608)2 + (1.797)2 + (1.992)2}
18 – 573.921,88
65.246,84
Ey = {(131)2 + (205)2 + … + (317)2 + (344)2}/3 – 573.921,88 – 65.246,84
= 1.832,95
Sy = 646.285 – 573.921,88 – 65.246,84 – 1.832,95
= 5.283,33
DAFTAR 13
HASIL PANEN DARI 90 SUBPETAK
( Dalam kg )
Perlakuan (Macam Pupuk)
Subpetak
1 2 3 4 5
1 57 67 95 102 123
2 46 72 90 88 101
3 28 66 89 109 113
E ij 131 205 274 299 337
1 26 44 92 96 93
2 38 68 89 89 110
3 20 64 106 106 115
E ij 84 176 287 291 318
1 39 57 91 102 112
2 39 61 82 93 104
3 43 61 98 98 112
E ij 121 179 271 293 328
1 23 74 105 103 120
2 36 47 85 90 101
3 18 69 85 105 111
E ij 77 190 275 298 332
1 48 61 78 99 113
2 35 60 89 87 109
3 48 75 95 113 111
E ij 131 196 262 299 333
1 50 68 85 117 124
2 37 65 74 93 102
3 19 61 80 107 118
E ij 106 194 239 317 344
ji 650 1.140 1.608 1.797 1.992

Daftar ANAVA untuk soal ini adalah sebagai berikut:


DAFTAR 14
DAFTAR ANAVA UNTUK DATA DALAM DAFTAR 13
Sumber Variasi dk JK KT EKT F
Rata-rata 1 573.921,88 - - -
5
Pupuk 4 65.246,84 16,311,71 2 3 2  4 1 i2 222.4
2 i 1
Kekeliruan 25 1.832,95 73,32 -
eksperimen 60 5.283,33 88,06  2
  3 2
 -
Kekeliruan  2

sampling
jumlah 90 646.285,00 - - -
Dihitung bahwa F=P/E = (16.311,71)/(73,32) = 222.43 jika =0.05 sedangkan v1 =4

dan v 2 = 25 maka didapat F0.05(425) = 2.76. jelas bahwa hipotesis H0 tidak dapat
diterima, pengaruh kelima macam pupuk terhadap hasil panen ternyata sangat
berbeda.
7. ASUMSI TENTANG MODEL
Sudah dilihat bahwa sejumlah asumsi telah diambilagar pengujian dalam
ANAVA dapat dilakukan. Asumsi-asumsi yang dimaksud ialah sifat aditif daripada
model, normalitas, homogenitas varian dan sifat independen kekeliruan seharusnya
diperiksa dahulu sebelun ANAVA ditempuh jika asumsi-asumsi itu ternyata tidak
terpenuhi bahwa kesimpulan kesimpulan dari ANAVA tidak berlaku dan karenanya
menyimpang dari yang seharusnya,akan tetapi bahwa pada umumnya akibat yang
ditimbulkan oleh karena tidak terlalu terpenuhinya asumsi sehubungan dengan
ANAVA dengan perkataan lain penyimpangan yang moderat dari syarat-syarat yang
telah digariskan dalam asumsi-asumsi tidaklah terlalu berbahaya, misalkan apabila
terdapat sedikit penyimpangan dari asumsi normalitas atau dari homogenitas maka
ternyata hanya akan berpengaruh kecil sekali terhadap pengujian dan kesimpulan
yang dihasilkan. Jika demikian terjadi maka dikatakan bahwa pengujian bersifat ajeg.
A. Normalitas atau kenormalan
Untuk memeriksa apakah populasi berdistribusi normal atau tidak dapat ditempuh
uji kenormalitas dengan mnggunakan kertas peluang normal atau uji chi-kuadrat.
B. Homogenitas Varians
Bahwa uji Barlet merupakan uji hipotesis nol
H0 : 12 22 ... k2

Ditempuh berdasarkan sampel acak berukuran ni yang masing-masing telah


diambil dari populasi ke I (i=1,2,…,k) yang berdistribusi normal, jelass bahwa uji
bartlett dilakukan terlebih dahulu harus diperiksa mengenai normalitas populasinya.
C. Independen
Asumsi mengenai faktor kekeliruan ij untuk ANAVA telah diambil bahwa

ij ~ DNI (0,2 ) ini berarti ij kecuali mempunyai rata rata sama dan varians yang

homogen juga berdistribusinrmal dan tidak berkorelasi juga bersifat independen.


Salah satu usha untuk mencapai sifat independen adalah dengan jalan melakukan
pengacakan terhadap observasi.
D. Aditivitas
Dalam bentuk ANAVAjuga kita ambil sifat aditif dari pada model akan tetapi
apabila sifat ini diragukan maka usaha-usaha perlu ditempuh agar supaya sejauh
mungkin sifat aditif terpenuhi, gagalnya suatu model untuk mempunyai sifat aditif
umumnya dikarenakan:
1). Model bersifat multiplikatif
2). Adanya interaksi yang belum dimasukkan kedalam model
3). Terdapat observasi yang keliru
Jika model multiplikasi Y i ij , maka denga transformasi logaritma akan berubah

menjadi bentuk aditif log Y log log i log ij

Beberapa transformasi yang sering digunakan untuk keadaan tertentu


a. Logaritma Y’=log Y
Digunakan apabila efek efek bersifat multiplikatif atau proporsional atau pula
apabila simpangan baku berbanding lurus dengan rata-rata.
b. Akar kuadrat Y’ = Y atau Y’ Y 1
Digunakan apabila varians berbanding lurus dengan rata rata (misalkan jika data
asli Y merupakan sampel dari populasi berdistribusi poisson).

c. Arcsinus Y’=arcsin Y
Jika = rata rata populasi dan varians berbanding lurus dengan
(1 ) (misalkan jika data asli merupakan sampel dari populasi berdistribusi
binom), maka digunakan transformasi ini.
d. Kebalikan Y’ = 1/Y
Transformasi ini digunakan jika simpangan baku berbanding lurus dengan pangkat
dua rata-rata.

You might also like